kenakalan remaja ditinjau dari persepsi remaja...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI PERSEPSI REMAJA
TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DAN
KONFORMITAS TEMAN SEBAYA
(STUDI KORELASI PADA SISWA SMA
UTAMA 2 BANDAR LAMPUNG)
Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi.
Disusun Oleh Dian Mulyasri
G0106005
Pembimbing 1. Dra. Emi Dasiemi, MS
2. Tri Rejeki Andayani S.Psi, M.Si
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Proposal dengan judul : Kenakalan Remaja ditinjau dari Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas (Studi Korelasi pada Siswa SMU Utama 2 Bandar Lampung)
Nama Peneliti : Dian Mulyasari NIM : G0106005 Tahun : 2006
Telah disetujui untuk dipresentasikan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada :
Hari : ………………….. Tanggal : …………………..
Pembimbing I
Dra. Emi Dasiemi MS NIP. 130358922
Pembimbing II
Tri Rejeki Andayani, S.Psi, M.Si NIP. 197411091998022001
Koordinator Skripsi
Rin Widya Agustin, M.Psi NIP. 197608172005012002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
MOTTO
”Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagimu” (Q.S. Al-Mu`min: 60)
“Sesungguhnya semua urusan apabila Allah menghendaki segala sesuatunya, Allah hanya berkata : “Jadilah”, maka jadilah”
(Q.S. Yaasiin: 82)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERSEMBAHAN
Amazing spirit, hope, and energy has been sent to me so I
can finish this simple work, and I would like to say thank
you so much for this honour to:
1. Hasyim & Wahyuni
The greatest parent in the world who always on my side
and standing by with their unbelievable love.
2. Hayudian Utomo, Haris Munandar & Yogi Sugama.
My brothers who always keep me warm with their love
and support.
3. My lovely almamater.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Allhamdullilahrabbil alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, hanya
dengan rahmat dan hidayahNya-lah penyusunan tesis ini dapat diselesaikan.Shalawat
serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada junjungan kita nabi Muhammad
SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya yang setia.
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari dorongan, bantuan, dan
bimbingan dari berbagai pihak, dan dengan segala kerendahan hati diucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. Dr. AA. Subiyanto, dr., M.S selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin untuk
melakukan penelitian ini.
2. Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian ini.
3. Rin Widya Agustin M.Psi., selaku Koordinator Skripsi Program Studi
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberi kemudahan dalam penulisan skripsi ini.
4. Dra. Emi Dasiemi, MS selaku pembimbing utama penulisan skripsi
meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan,
arahan, dan masukan yang berarti bagi penyelesaian skripsi ini. .
5. Tri Rejeki Andayani S.Psi, M.Si selaku pembimbing pendamping, yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang bermanfaat dalam
memperbaiki kekurangan-kekurangan dalamn penyusunan skripsi ini.
6. Dra.Suci Murti Karini, M.Si., selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan perhatian dan arahan selama penulis menempuh studi di Program
Studi Psikologi Fakultas Kedokteran.
7. Drs. H. Suyitno selaku Kepala Sekolah SMA Utama 2 Bandar Lampung yang
telah memberikan izin penelitian di SMA Utama 2 Bandar Lampung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
8. Seluruh staf pengajar Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang
berharga kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Prodi Psikologi.
9. Seluruh staf tata usaha dan staf perpustakaan yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
10. Drs. H. Suyitno selaku Kepala Sekolah SMA Utama 2 Bandar Lampung yang
telah memberikan izin penelitian di SMA Utama 2 Bandar Lampung.
11. Siswa-siswi SMA Utama 2 Bandar Lampung yang membantu proses
pengumpulan data.
12. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan secara keseluruhan, yang telah
membantu kelancaran penulisan skripsi ini.
Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya penelitian di bidang psikologi.
Surakarta, Oktober 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI PERSEPSI REMAJA TERH ADAP KEHARMONISAN KELUARGA DAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA
Dian Mulyasari
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Abstrak
Masa remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa dewasa. Secara
umum dapat diketahui pada masa transisi tidak menutup kemungkinan akan terjadi pergolakan-pergolakan fisik, psikis dan sosial. Keluarga merupakan fondasi primer bagi perkembangan remaja. Persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga yang diwujudkan dalam hubungan keluarga yang baik dan suasana rumah yang menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan terhindar dari perbuatan anti sosial/ amoral. Selain bersosialisasi di lingkungan keluarga, remaja melakukan salah satu bentuk sosialisasi yang sangat dikenal dalam masa remaja yaitu konformitas teman sebaya. Remaja yang memiliki teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan. Teman yang dipilih akan sangat menentukan arah remaja yang bersangkutan untuk berbuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dan konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja.
Populasi penelitian ini adalah siswa SMA Utama 2 Bandar Lampung. Sampel penelitian ini berjumlah 80 orang diperoleh dengan teknik cluster random sampling dengan merandom lima kelas didapat dua kelas yang masing-masing berjumlah 40 siswa. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Skala Konformitas Teman Sebaya yang dengan menggunakan metode Skala Likert, Skala Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dengan menggunakan metode Skala Diferensi Semantik, dan Kuesioner Kenakalan Remaja dengan metode dikotomi. Metode analisis data menggunakan metode analisis korelasi Product Momen ( Pearson) untuk menguji hipotesis hubungan persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja. Selanjutnya, untuk menguji hipotesis hubungan konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja menggunakan analisis Chi square.
Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Product Momen ( Pearson) diperoleh koefisien korelasi sebesar -0.489 dengan p value < 0,05 (α) maka hipotesis yang diajukan dapat diterima. Selanjutnya, berdasarkan hasil perhitungan korelasi Chi square diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,966 dengan p value < 0,05 (α) maka hipotesis yang diajukan dapat diterima.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan negatif antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja. Hasil penelitian ini juga menunjukan ada hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja. Kata kunci : Persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga, konformitas teman sebaya, kenakalan remaja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
ADOLESCENT DELINQUENCY BASED ON THE ADOLESCENT’S PERCEPTION ON THE FAMILY HARMONY AND PEER CONFORMIT Y
Dian Mulyasari
Psychology Department of Medical Faculty Sebelas Maret University
Abstract
Adolescence is the transition time from childhood to adult. Generally, it can be
found that during transition time it is impossible for the physical, psychical and social. The family is the primary foundation for the development of adolescents. Adolescent perceptions of family harmony are realized in a good family relationships and home atmosphere which support the development of adolescents, so that adolescents become responsible adults and avoid anti-social behavior/ immoral. In addition to socializing in a family environment, adolescents do one very well known form of socialization in adolescence that peer conformity. Teenagers who have peers who do delinquency increase the risk to become perpetrators of delinquency. A Peers who is selected will determine the direction of teenagers to do. This research aims to find out the relationship between the adolescent’s perception on the family harmony and peer conformity, and the adolescent delinquency.
The population of research was the students of SMA Utama 2 Bandar Lampung. The sample consisted of 80 students, technique used was cluster random sampling one, by took randomly five classes be obtained two classes, each of which numbered 40 students.The instrument of collecting data employed in this research was: attitudinal Scale Peer Conformity with Likert Scale method, Scale Adolescent Perception on the Family Harmony with Semantic Differentiation Scale method , and Questionnaire Adolescent Delinquency with Dichotomy method. Method of analyzing data used was Pearson’s Product Moment correlation analysis one to test the hypothesis of the relationship between the adolescent’s perception on the family harmony and the adolescent delinquency. Next, in order to test the hypothesis of the relationship between peer conformity and the adolescent delinquency, the Chi Square analysis was used
Considering the result of (Pearson) Product Moment correlation calculation, it can be found the correlation coefficient of -0.489 with p value < 0.05 (α), therefore the hypothesis proposed can be supported. Next, considering the result of Chi Square correlation calculation, it can be found the correlation coefficient of 0.966 with p value < 0.05 (α), therefore the hypothesis proposed can be supported.
The result of research shows that there is a negative relationship the adolescent’s perception on the family harmony and the adolescent delinquency. It also shows that there is a positive relationship the peer conformity and the adolescent delinquency.
Keywords: the adolescent’s perception on the family harmony, peer conformity, adolescent delinquency
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
MOTTO ....................................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
ABSTRAK .................................................................................................. viii
ABSTRACT ................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 10
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 10
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................. 12
A. LANDASAN TEORI ............................................................ 12
1. KENAKALAN REMAJA ............................................... 12
a. Pengertian Remaja .................................................. 12
b. Pengertian Kenakalan Remaja ................................. 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
c. Karakteristik Remaja Nakal ..................................... 15
d. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja ........................... 18
e. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku Kenakalan
Remaja .................................................................... 24
2. Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga ......... 29
a. Pengertian Persepsi ................................................... 29
b. Pengertian Keharmonisan Keluarga ........................... 31
c. Pengertian Persepsi Keharmonisan Keluarga ............. 32
d. Ciri-ciri Keharmonisan Keluarga................................ 33
e. Aspek-Aspek Persepsi Remaja Terhadap Keharmonisan Keluarga
35
3. Konformitas..................................................................... 40
a. Pengertian Teman Sebaya .......................................... 40
b. Pengertian Konformitas.............................................. 40
c. Pengertian Konformitas Teman Sebaya ...................... 43
d. Aspek-aspek Konformitas Teman Sebaya .................. 44
4. Hubungan Antara Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan
Keluarga dan Konformitas Teman Sebaya dengan Kenakalan
Remaja ............................................................................ 46
a. Hubungan Antara Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan
Keluarga dengan Kenakalan Remaja ......................... 46
b. Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya dengan
Kenakalan Remaja ..................................................... 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
5. Kerangka Berpikir Hubungan Antara Persepsi Remaja terhadap
Keharmonisan Keluarga dan Konformitas Teman Sebaya dengan
Kenakalan Remaja .......................................................... 48
6. Hipotesis ......................................................................... 49
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 50
A. Identifikasi Variabel Penelitian ............................................. 50
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................... 50
1. Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga ...................... 50
2. Konformitas Teman Sebaya ............................................ 51
3. Kenakalan Remaja .......................................................... 52
C. Populasi, Sampel, dan Sampling ........................................... 52
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 53
1. Sumber Data .................................................................... 53
2. Metode Pengumpulan Data ............................................. 53
E. Metode Analisis Data............................................................. 62
1. Validitas Instrumen Penelitian ......................................... 62
2. Reliabilitas Instrumen Penelitian ..................................... 63
3. Uji Hipotesis ................................................................... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 66
A. Persiapan Penelitian .............................................................. 66
1. Orientasi Kancah Penelitian ............................................ 66
2. Persiapan Penelitian ........................................................ 66
3. Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................... 68
B. Pelaksanaan Penelitian .......................................................... 76
1. Penentuan Sampel Penelitian ........................................... 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
2. Penelitian ........................................................................ 77
C. Hasil Analisis Data Penelitian ............................................... 77
1. Uji Asumsi ...................................................................... 78
2. Uji Hipotesis ................................................................... 79
3. Analisis Deskriptif ........................................................... 82
D. Pembahasan .......................................................................... 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 91
A. Kesimpulan ........................................................................... 91
B. Saran .................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 93
LAMPIRAN ................................................................................................ 97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Blueprint Skala Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga ........ 55
Tabel 2 Blueprint Skala Konformitas Teman Sebaya................................ 58
Tabel 3 Blueprint Kuesioner Kenakalan Remaja....................................... 59
Tabel 4 Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Persepsi terhadap Keharmonisan
Keluarga ....................................................................................................... 69
Tabel 5 Distribusi Aitem Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga Setelah Uji
Coba......................................................................................................... 70
Tabel 6 Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Konformitas Teman
Sebaya......................................................................................... 72
Tabel 7 Distribusi Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya Setelah Uji Coba
....................................................................................................73
Tabel 8 Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Kuesioner Kenakalan Remaja
....................................................................................................74
Tabel 9 Distribusi Aitem Kuesioner Kenakalan Remaja Setelah Uji Coba 75
Tabel 10 Hasil Uji Normalitas.................................................................... 78
Tabel 11 Uji Linearitas............................................................................... 79
Tabel 12 Hasil korelasi Product Momen ( Pearson) Persepsi terhadap
Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan Remaja ................... 80
Tabel 13 Hasil Chi Square Konformitas Teman Sebaya ............................. 81
Tabel 14 Hasil Contingency Coefficient Konformitas Teman Sebaya ......... 82
Tabel 15 Deskripsi Data Penelitian............................................................. 82
Tabel 16 Kriteria kategori Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga dan
distribusi skor subjek ................................................................... 83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Tabel 17 Kriteria kategori Skala Konformitas Teman Sebaya dan distribusi skor subjek
.................................................................................................................84
Tabel 18 Kriteria kategori Kuesioner Kenakalan Remaja dan distribusi skor subjek
.................................................................................................... 85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Kerangka Berpikir “Hubungan antara Persepsi terhadap Keharmonisan
Keluarga dan Konformitas Dengan Perilaku Kenakalan Remaja di SMA
Utama 2 Bandar Lampung .......................................................... 49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Alat Ukur Sebelum Penelitian ............................................... 97
Lampiran B Data Butir Skala Penelitian ................................................... 110
Lampiran C Uji Validitas & Reliabilitas Aitem ........................................ 114
Lampiran D Alat Ukur Penelitian (Setelah Uji Coba) ................................ 122
Lampiran E Data Penelitian ...................................................................... 133
Lampiran F Analisis Data Penelitian ........................................................ 140
Lampiran G Surat Ijin Penelitian dan Surat Bukti Penelitian ..................... 144
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ditinjau dari psikologi perkembangan, masa remaja merupakan masa transisi
dari kanak-kanak ke masa dewasa. Secara umum dapat diketahui pada masa
transisi tidak menutup kemungkinan akan terjadi pergolakan-pergolakan fisik,
psikis dan sosial dalam rangka remaja mencari jati dirinya. Masa remaja memiliki
ciri sebagai masa progresif yang dapat dilihat pada optimalisasi cara berfikir,
bersosialisasi dan berbuat sesuai dengan kemampuannya. Sisi lain pada masa
remaja belum memiliki kestabilan emosi dan mudah terpengaruh oleh kondisi
sekitar, sehingga tidak mengherankan jika hal tersebut membuat remaja bertindak
dengan resiko yang paling tinggi.
Masa remaja merupakan masa transisi, usianya berkisar antara 13 sampai 17
tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan.
Pada masa remaja terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis,
maupun secara sosial (Hurlock, 1999).
Masa remaja memang masa yang menyenangkan sekaligus masa yang
tersulit dalam hidup seseorang. Di masa ini seorang anak mulai mencari jati diri.
Seorang remaja tidak lagi dapat disebut sebagai anak kecil, tetapi belum juga
dapat dianggap sebagai orang dewasa disatu sisi remaja ingin bebas dan mandiri,
lepas dari pengaruh orang-tua, disisi lain pada dasarnya remaja tetap
membutuhkan bantuan, dukungan serta perlindungan orang-tuanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Santrock (2003) mendefinisikan remaja sebagai masa perkembangan transisi
antara anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan
sosial-emosional. Perubahan biologis mencakup perubahan-perubahan dalam
hakikat fisik individu. Perubahan kognitif meliputi perubahan dalam pikiran,
intelegensi dan bahasa tubuh, sedangkan perubahan sosial-emosional meliputi
perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain, baik lingkungan
keluarga maupun lingkungan sekitar, dalam emosi, kepribadian, dan konsep diri.
Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis,
yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada
kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang
mengganggu (Ekowarni, 1993). Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh
lingkungan yang kurang kondusif dan kondisi kepribadian yang kurang matang
akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-
perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang
biasanya disebut dengan kenakalan remaja.
Kenakalan Remaja dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile
delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh
satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, remaja mengembangkan bentuk
perilaku yang menyimpang atau tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial
sampai pelanggaran hingga tindak kriminal (Kartono, 2003).
Bentuk gangguan-gangguan perilaku yang ditimbulkan remaja antara lain:
tindakan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat sekitar karena bertentangan
dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada pada masyarakat, tindakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
pelanggaran ringan hingga tindakan pelanggaran yang merujuk pada semua
tindakan kriminal (Santrock dalam Gunarsa, 2004). Bentuk tindakan yang tidak
dapat diterima oleh masyarakat sekitar karena bertentangan dengan nilai-nilai dan
norma-norma yang ada pada masyarakat seperti berkata-kata kasar kepada guru
atau orang tua. Tindakan pelanggaran ringan seperti melarikan diri dari rumah dan
membolos dari sekolah, sedangkan tindakan pelanggaran yang merujuk pada
semua tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja seperti merampok,
menodong, mencuri, memperkosa, membunuh, menganiaya, seks pranikah serta
penggunaan dan penjualan obat-obatan terlarang (narkoba).
Sebuah survei yang dilakukan di 33 provinsi pada pertengahan tahun 2008
yang dilakukan oleh Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi
BKKBN melaporkan bahwa 63 persen remaja di Indonesia usia sekolah SMP dan
SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah dan 21 persen di antaranya
melakukan aborsi. Secara umum survei itu mengindikasikan bahwa pergaulan
remaja di Indonesia makin mengkhawatirkan (Suara Karya, 6 Februari 2009).
Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN
mengatakan, persentasi remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah
tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Berdasarkan data Departemen Kesehatan hingga September 2008,
dari 15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup dengan HIV-AIDS di
Indonesia, 54 persen adalah remaja (Suara Karya, 6 Februari 2009).
Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 2007) menunjukkan
jumlah remaja di Indonesia mencapai 30 % dari jumlah penduduk, yaitu sekitar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
1,2 juta jiwa. Hal ini tentunya dapat menjadi aset bangsa jika remaja dapat
menunjukkan potensi diri yang positif namun sebaliknya akan menjadi petaka jika
remaja tersebut menunjukkan perilaku yang negatif bahkan sampai terlibat dalam
kenakalan remaja.
Masalah kenakalan remaja juga menjadi masalah yang serius di kota-kota
berkembang seperti Bandar Lampung. Mengingat pembangunan kota Bandar
Lampung yang berkembang dari budaya agraris menuju budaya industri seiring
derap moderenisasi. Kemajuan teknologi yang bertujuan mencapai kemakmuran
dan kesejahteraan umat manusia ternyata membawa dampak yang tidak
diharapkan yakni lahirnya kepincangan sosial (pathology social) seperti:
kemiskinan, pengangguran, pelacuran, gelandangan, kenakalan remaja,
pemerkosaan dan tindak kekerasan yang menimbulkan kegelisahan, keresahan dan
ketidaktentraman ( Tanpaka, Lampung Post 2004).
Setiap tahun masalah kenakalan remaja di Bandar Lampung terus meningkat.
Berdasarkan data Reserse dan Kriminal (Reskrim) Poltabes Bandar Lampung,
jumlah kasus penyalahgunaan Narkoba di Bandar Lampung dari tahun 2003-2008
adalah 249 orang, menggambarkan 70% diantaranya berusia antara 15-19 tahun.
Kondisi ini mengalami peningkatan 30% dari tahun 1998-2003 sebanyak 172
orang. Data perkelahian pelajar di Bandar Lampung tahun 2004 tercatat 86 kasus
perkelahian pelajar. Tahun 2006 meningkat menjadi 102 kasus dengan
menewaskan tiga pelajar, tahun 2008 terdapat 127 kasus dengan korban
meninggal tujuh pelajar dan satu penduduk sipil. Terlihat dari tahun ke tahun
jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Dinas Sosial kota Bandar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Lampung memberikan estimasi bahwa jumlah prostitusi anak yang berusia 15-20
tahun sebanyak 60% dari 532 orang yaitu sebanyak 319 orang. Angka-angka di
atas cukup mencengangkan, bagaimana mungkin anak remaja yang masih muda,
polos, energik, potensial yang menjadi harapan orangtua, masyarakat dan
bangsanya dapat terjerumus dalam limbah kenistaan, sungguh sangat
disayangkan, bahkan angka-angka tersebut diprediksikan akan terus meningkat.
Berdasarkan data di atas terlihat jumlah kenakalan pada remaja di Bandar
Lampung mengalami peningkatan. Untuk itu, Poltabes bekerjasama dengan
Pemerintah Kota, Departemen Agama dan Dinas Kesehatan mengadakan
sosialisasi dampak kenakalan remaja ditinjau dari sisi hukum, agama dan
kesehatan ke sekolah- sekolah dari SMP hingga SMA yang telah dilaksanakan
pada tanggal 3-20 Agustus 2009 lalu.
Kenakalan remaja di Bandar Lampung, saat ini sedang mendapat perhatian
khusus dari Gubernur Lampung, Sjachroedin Z.P yang mencanangkan program
pembinaan anggota keluarga masyarakat Lampung dalam rangka memperingati
Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke- 16 dan Hari Upaya Kependudukan Dunia
2009. Program dimaksudkan untuk menanggulangi masalah kemerosotan akhlak,
perlakuan sewenang-wenang terhadap orang tua, kenakalan remaja yang menjurus
ke kriminalitas, kebebasan seks di luar nikah, minuman keras dan penyalahgunaan
narkoba (BKKBN, 2009).
Keluarga menempati posisi penting dalam program tersebut karena
lingkungan keluarga menjadi tempat pertama dan utama remaja mendapatkan
pendidikan. Selain itu keluarga juga merupakan fondasi primer bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
perkembangan remaja, karena keluarga merupakan tempat remaja untuk
menghabiskan sebagian besar waktu dalam kehidupannya. Keluarga juga diartikan
sebagai suatu satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial.
Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan
serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis
bagi setiap usia terutama pada masa remaja. Salah satu faktor penyebab timbulnya
kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya orangtua sebagai figur tauladan bagi
anak (Hawari, 1997).
Remaja yang hubungan keluarganya kurang baik juga dapat mengembangkan
hubungan yang tidak menyenangkan dengan orang-orang di luar rumah (Hurlock,
1999). Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang
kondusif dan sifat kepribadian yang kurang matang akan menjadi pemicu
timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang
melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat.
Perbuatan pelanggaran ternyata bersumber pada keadaan keluarga yaitu
suasana rumah yang tidak menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja
menjadi anak atau orang dewasa yang tidak bertanggung jawab dan melakukan
perbuatan anti-sosial dan amoral (Gunarsa, 2007). Keluarga dan keharmonisan
hidup keluarga berpengaruh atas perkembangan remaja dan menentukan dasar-
dasar kepribadian bagi remaja.
Persepsi remaja yang berasal dari keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan
harmonis mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri dan sosialisasi yang
baik dengan lingkungan disekitarnya (Hurlock, 1993). Selanjutnya Tallent (1978)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
menambahkan anak yang mempunyai penyesuaian diri yang baik di sekolah, pada
umumnya memiliki latar belakang keluarga yang harmonis, orang tua menghargai
pendapat anak dan hangat. Anak yang berasal dari keluarga yang harmonis akan
mempersepsi rumah mereka sebagai suatu tempat yang membahagiakan karena
semakin sedikit masalah antara orangtua dengan anak, maka semakin sedikit
masalah yang dihadapi anak, dan begitu juga sebaliknya.
Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi kenakalan remaja adalah pengaruh
teman sebaya, teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan akan
meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan (Santrock, 2003). Pada
umumnya remaja mementingkan konformitas dan penerimaan kelompok, apapun
akan dilakukan asalkan diterima oleh kelompok akan diutamakan dan ditaati.
Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan kemana remaja yang
bersangkutan akan dibawa (Chomaria, 2008).
Konformitas adalah sikap, perilaku atau tindakan yang sesuai dengan norma
kelompok, sehingga menjadi harmonis dan sepakat dengan anggota-anggota
kelompok (Baron & Byrne, 2005). Norma (norms) merupakan aturan yang
berlaku pada seluruh anggota kelompok dan berpeluang untuk menumbuhkan
konformitas pada setiap anggota kelompok tersebut (Santrock, 2003). Remaja
cenderung mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh kelompok bermain remaja.
Melihat kondisi tersebut konformitas berpengaruh pada bentuk-bentuk perilaku
remaja.
Konformitas dilakukan individu segala umur, namun konformitas paling
banyak dilakukan individu pada masa remaja ( Indria dan Nindyati, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Banyak tujuan yang ingin didapat oleh remaja dengan bersikap konformis, antara
lain supaya ada penerimaan kelompok terhadap remaja tersebut, diakuinya
eksistensi sebagai anggota kelompok, menjaga hubungan dengan kelompok,
mempunyai ketergantungan dengan kelompok dan untuk menghindar dari sanksi
kelompok (Surya, 1999).
Konformitas adalah bentuk interaksi yang di dalamnya seseorang berperilaku
sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat individu tinggal, konformitas
berarti proses penyesuaian diri dengan cara mentaati norma dan nilai-nilai
masyarakat atau kelompok, konformitas pada umumnya akan melahirkan
kepatuhan dan ketaatan (Maryati dan Suryawati, 2001). Remaja biasanya
melakukan konformitas pada kelompok teman bermain. Konformitas yang remaja
lakukan akan mengarahkan perilaku dan pandangan yang ada dalam diri remaja
sebelumnya.
Berdasarkan data diatas masalah kenakalan remaja merupakan masalah yang
kompleks terjadi di berbagai kota di Indonesia, sehingga peneliti tertarik untuk
meneliti kenakalan remaja, khususnya di SMA UTAMA 2 Bandar Lampung.
Berdasarkan informasi hasil wawancara dengan guru BK setempat memberikan
informasi seringnya terjadi perilaku pelanggaran dan penyimpangan di SMA
UTAMA 2 Bandar Lampung seperti: membolos sekolah setiap harinya dua hingga
lima siswa yang tidak hadir tanpa keterangan, pelanggaran tata-tertib sekolah
seperti kerapian dalam berpakaian dan penampilan, merokok, tertangkap lima
siswa kelas XI sedang menghirup asap shabu-shabu yang dibakar diatas
alumunium foil dibelakang sekolah pada bulan Oktober 2008, dan relasi sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
yang kurang baik seperti dalam bulan Februari di tahun ini terjadi tiga perkelahian
antar siswa. Tahun ajaran 2008-2009 tercatat 23 orang terlibat perkelahian antar
siswa.
Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa diperlukannya persepsi
remaja terhadap keharmonisan keluarga yang diwujudkan dalam hubungan
keluarga yang baik dan suasana rumah yang menyokong perkembangan remaja,
sehingga remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan terhindar
dari perbuatan anti sosial/ amoral. Selain bersosialisasi di lingkungan keluarga,
remaja melakukan salah satu bentuk sosialisasi yang sangat dikenal dalam masa
remaja adalah konformitas kelompok remaja. Remaja yang memiliki teman
sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku
kenakalan. Pada umumnya remaja mementingkan konformitas dan penerimaan
kelompok, apapun akan dilakukan asalkan diterima oleh kelompok akan
diutamakan dan ditaati. Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat
menentukan arah remaja yang bersangkutan untuk berbuat. Oleh karena itu,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Kenakalan Remaja
ditinjau dari Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas
Teman Sebaya (Studi Korelasi Pada Siswa SMA UTAMA 2 Bandar Lampung) ”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah ada hubungan antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga
dengan kenakalan remaja ?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2. Apakah ada hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan
remaja?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui hubungan antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga
dengan perilaku kenakalan remaja.
2. Mengetahui hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan
remaja.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat
teoritis maupun manfaat praktis sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan masukan kepada pihak sekolah untuk melakukan kajian dan
diskusi mengenai kenakalan remaja dalam kaitannya dengan persepsi remaja
terhadap keharmonisan keluarga dan konformitas teman sebaya.
b. Dapat menjadi wacana bagi kalangan akademisi atau mahasiswa yang akan
melakukan penelitian terhadap tema yang sama.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan informasi kepada orang tua tentang upaya-upaya
menciptakan keharmonisan keluarga sebagai langkah antisipasi terhadap hal-hal
yang tidak diinginkan.
b. Memberi masukan kepada siswa cara-cara pemilihan kelompok yang memiliki
norma-norma dan nilai-nilai yang meningkatkan kemampuan kerjasama dan
menumbuhkan konformitas yang positif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
c. Manfaat penelitian bagi sekolah, bila penelitian ini terbukti maka dapat
digunakan sebagai tindakan preventif terhadap kenakalan remaja dengan
meningkatkan kerjasama antara pihak sekolah dengan pihak keluarga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kenakalan Remaja
a. Pengertian Remaja
Remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence)
terhadap orangtua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual,
perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral
(Salzman, dalam Yusuf, 2005). Dalam budaya Amerika, periode remaja
dipandang sebagai masa “Strom and Stress”, frustasi dan penderitaan, konflik dan
krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan perasaan teralineasi
(tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya orang dewasa (Lustin Pikunas, dalam
Yusuf, 2005).
Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau
peralihan, karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi
memiliki status anak-anak. Masa remaja secara global berlangsung antara umur 12
dan 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18
tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir
(Monks dkk, 2004). Masa remaja awal (early adolescence) terjadi kira-kira sama
dengan sekolah menengah pertama, biasanya pada masa ini terfokus kebanyakan
pada perubahan pubertas. Masa remaja pertengahan (middle adolescence) mulai
merujuk untuk mengembangkan minat, senang mempunyai banyak teman,
pencapaian karir, pacaran dan eksplorasi identitas seringkali lebih nyata pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
remaja pertengahan dibandingkan remaja awal, akibatnya remaja kerap kali
mengalami kebingungan-kebingungan (identity confusion). Masa remaja akhir
(late adolescence) ditandai dengan menikmati identitas yang terbentuk pada masa
remaja pertengahan, mulai melakukan koping terhadap tantangan sebagai seorang
dewasa, mampu berpikir abstrak dan mampu untuk membuat keputusan di dalam
kehidupannya.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka peneliti berpendapat bahwa
remaja adalah individu yang menjalani masa transisi dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa, yang berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian
12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja
pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir. Masa remaja awal
terfokus pada perubahan pubertas, masa remaja pertengahan mengeksplorasi
identitas secara mendalam seringkali terjadi identity confusion dan masa remaja
akhir menikmati identitas yang terbentuk pada masa remaja pertengahan.
Fenomena perilaku menyimpang remaja seringkali terjadi pada masa remaja
pertengahan dalam rentang usia 15-18 tahun, hal ini dikarenakan adanya
kebingungan identitas (identity confusion) pada periode tesebut.
b. Pengertian Kenakalan Remaja
Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku negatif atau
kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada
anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial,
sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah
kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal
(Kartono, 2003).
Semua tindakan perusakan yang tertuju ke luar tubuh atau ke dalam tubuh
remaja dapat digolongkan sebagai kenakalan remaja (Gunarsa, 2004). Kenakalan
remaja merujuk pada tindakan pelanggaran suatu hukum atau peraturan oleh
seorang remaja. Pelanggaran hukum atau peraturan bisa termasuk pelanggaran
berat seperti membunuh atau pelanggaran seperti membolos, menyontek.
Pembatasan mengenai apa yang termasuk sebagai kenakalan remaja dapat dilihat
dari tindakan yang diambilnya, tindakan yang tidak dapat diterima oleh
lingkungan sosial, tindakan pelanggaran ringan/ status offenses dan tindakan
pelanggaran berat/ index offenses (Santrock , 2003).
Mussen dkk (1994), mendefinisikan kenakalan remaja sebagai perilaku yang
melanggar hukum atau kejahatan yang pada umumnya dilakukan oleh anak
remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa
maka akan mendapat sangsi hukum. Hurlock (1973) juga menyatakan kenakalan
remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja, dimana
tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang melakukannya masuk
penjara.
Mulyadi, dkk (2006) mendefinisikan kenakalan remaja merupakan keinginan
untuk mencoba segala sesuatu yang kadang-kadang menimbulkan kesalahan-
kesalahan, yang menyebabkan kekesalan lingkungan dan orangtua. Sarwono
(2002) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang
dari norma-norma hukum pidana, sedangkan Fuhrmann (1990) menyebutkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
bahwa kenakalan remaja suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan
mengganggu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Santrock (1995) juga
menambahkan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari
perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, peneliti berpendapat bahwa
kenakalan remaja adalah perilaku remaja yang melakukan tindakan merusak dan
menggangu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain hingga tingkah laku
yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana.
c. Karakteristik Remaja Nakal
Menurut Kartono (2003), remaja nakal mempunyai karakteristik umum yang
sangat berbeda dengan remaja tidak nakal. Perbedaan itu mencakup :
1) Perbedaan struktur intelektual
Pada umumnya inteligensi remaja nakal tidak berbeda dengan inteligensi remaja
yang normal, namun jelas terdapat fungsi- fungsi kognitif khusus yang berbeda
biasanya remaja nakal ini mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas
prestasi daripada nilai untuk ketrampilan verbal (tes Wechsler). Remaja nakal
kurang toleran terhadap hal-hal yang ambigius pada umumnya remaja kurang
mampu memperhitungkan tingkah laku orang lain bahkan tidak menghargai
pribadi lain dan menganggap orang lain sebagai cerminan dari diri sendiri.
2) Perbedaan fisik dan psikis
Remaja yang nakal ini lebih “idiot secara moral” dan memiliki perbedaan ciri
karakteristik yang jasmaniah sejak lahir jika dibandingkan dengan remaja normal.
Pada umumnya remaja nakal bersikap lebih agresif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
3) Ciri karakteristik individual
Remaja yang nakal ini mempunyai sifat kepribadian khusus yang menyimpang,
seperti :
a) Rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa sekarang, bersenang-
senang dan puas pada hari ini tanpa memikirkan masa depan.
b) Kebanyakan dari remaja nakal terganggu secara emosional.
c) Remaja nakal kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal, sehingga tidak
mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan tidak bertanggung jawab secara
sosial.
d) Remaja nakal senang menceburkan diri dalam kegiatan tanpa berpikir yang
merangsang rasa kejantanan, walaupun mereka menyadari besarnya risiko dan
bahaya yang terkandung di dalamnya.
e) Pada umumnya remaja nakal sangat impulsif dan suka tantangan dan bahaya.
f) Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya.
g) Kurang memiliki disiplin diri dan kontrol diri sehingga remaja menjadi liar
dan jahat.
Menurut Gunarsa (2004) ada beberapa karakteristik yang terlihat pada remaja
delinkuen, diantaranya adalah :
1) Remaja yang delinkuen lebih sering merasa deprivasi (keterasingan)
dibandingkan dengan remaja non delinkuen. Remaja delinkuen cenderung merasa
tidak aman, sengaja berusaha melanggar hukum dan peraturan (defiant).
2) Remaja yang delinkuen memiliki tingkat intelegensi yang lebih rendah
dibandingkan dengan remaja non delinkuen. Remaja yang delinkuen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
menunjukkan bahwa remaja tidak mampu memikirkan dengan baik konsekuensi
dari setiap tindakan yang remaja delinkuen ambil. Penggunaan obat-obatan
terlarang dan putus sekolah merupakan beberapa hal yang dapat meningkatkan
munculnya kenakalan remaja.
3) Remaja yang delinkuen tidak menyukai sekolah dan oleh sebab itu remaja
seringkali membolos. Kegagalan akademis sendiri merupakan salah satu
kontributor dari delinkuensi (Santrock dalam Gunarasa 2004)
4) Sikap yang menonjol pada remaja delinkuen: bersikap menolak (resentful),
bermusuhan (hostile), penuh curiga, tidak konvensional, tertuju pada diri sendiri
(self-centered), tidak stabil emosinya, mudah dipengaruhi, ekstrovert dan suka
bertindak dengan tujuan merusak atau menghancurkan sesuatu (Cole dan Rice
dalam Gunarsa 2004).
5) Remaja yang delinkuen menyukai aktivitas yang penuh tantangan akan tetapi
tidak menyukai kompetisi.
6) Remaja yang delinkuen cenderung tidak matang secara emosional, tidak
stabil,dan cenderung frustrasi. Keadaan-keadaan demikian yang membuat remaja
delinkuen tidak bisa menyesuaikan diri dengan baik di rumah, sekolah dan
masyarakat (Cole dalam Gunarsa 2004).
Kedua uraian di atas, terlihat penjelasan Kartono (2003) lebih menyeluruh.
Uraian yang diberikan Gunarsa (2004) melengkapi penjelasan karakteristik remaja
nakal yang diungkapkan oleh Kartono (2003), sehingga dapat diketahui bahwa
remaja nakal memiliki karakteristik yang berbeda dengan remaja tidak nakal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
d. Bentuk- Bentuk Kenakalan Remaja
Menurut Kartono (2003), bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dibagi
menjadi empat, bentuk perilaku yang dikemukakan dibagi berdasarkan faktor
penyebab dan ciri-ciri tingkah laku yang ditimbulkan, yaitu :
1) Kenakalan terisolir (Delinkuensi terisolir)
Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya
remaja nakal tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal remaja nakal
didorong oleh faktor-faktor berikut :
a) Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak ada motivasi,
kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat diselesaikan.
b) Remaja nakal kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional sifatnya
yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya gang-gang
kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja merasa diterima,
mendapatkan kedudukan hebat, pengakuan dan prestise tertentu.
c) Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, dan
mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja memuaskan semua
kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan kriminal. Geng remaja nakal
memberikan alternatif hidup yang menyenangkan.
d) Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan
supervisi dan latihan kedisiplinan yang teratur, sebagai akibatnya dia tidak
sanggup menginternalisasikan norma hidup normal. Ringkasnya, delinkuen
terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial, remaja nakal
mencari panutan dan rasa aman dari kelompok gangnya, namun pada usia dewasa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
mayoritas remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, paling sedikit 60
% dari mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23 tahun. Hal ini
disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya sehingga remaja menyadari adanya
tanggung jawab sebagai orang dewasa yang mulai memasuki peran sosial yang
baru.
2) Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik)
Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang
cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa
bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri - ciri perilakunya adalah :
a) Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat dalam,
dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur gang
yang kriminal itu saja.
b) Perilaku kriminal remaja nakal merupakan ekspresi dari konflik batin yang
belum terselesaikan, karena perilaku jahat merupakan alat pelepas ketakutan,
kecemasan dan kebingungan batinnya.
c) Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan
jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa kemudian membunuh
korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik.
d) Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah, namun pada
umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah,
dan orangtuanya biasanya juga neurotik atau psikotik.
e) Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisolir diri dari
lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
f) Motif kejahatannya berbeda-beda.
g) Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (paksaan).
3) Kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik)
Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari
kepentingan umum dan segi keamanan, remaja delinkuen psikopatik merupakan
oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku remaja delinkuen
psikopatik adalah :
a) Hampir seluruh remaja delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam
lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga,
berdisiplin keras namun tidak konsisten, dan orangtuanya selalu menyia-nyiakan
mereka, sehingga remaja delinkuen psikopatik tidak mempunyai kapasitas untuk
menumbuhkan afeksi dan tidak mampu menjalin hubungan emosional yang akrab
dan baik dengan orang lain.
b) Remaja delinkuen psikopatik tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa,
atau melakukan pelanggaran.
c) Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau
dan tidak dapat diduga. Remaja delinkuen psikopatik pada umumnya sangat
agresif dan impulsif, biasanya remaja delinkuen psikopatik residivis yang
berulang kali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.
d) Remaja delinkuen psikopatik selalu gagal dalam menyadari dan
menginternalisasikan norma-norma sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli
terhadap norma subkultur gangnya sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
e) Kebanyakan dari remaja delinkuen psikopatik juga menderita gangguan
neurologis, sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri.
Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik sebagai
berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri, orangnya tidak pernah
bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai konflik dengan norma sosial
dan hukum. Remaja delinkuen psikopatik sangat egoistis, anti sosial dan selalu
menentang apa dan siapapun. Sikapnya kasar, kurang ajar dan sadis terhadap
siapapun tanpa sebab.
4) Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral)
Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat,
kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan
anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada
disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja delinkuen tipe ini adalah
mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga
tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, remaja delinkuen selalu ingin
melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa
kemanusiaannya sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada
kemiskinan afektif dan sterilitas emosional. Terdapat kelemahan pada dorongan
instinktif yang primer, sehingga pembentukan super egonya sangat lemah.
Impulsnya tetap pada taraf primitif sehingga sukar dikontrol dan dikendalikan.
Remaja nakal merasa cepat puas dengan prestasinya, namun perbuatan remaja
nakal sering disertai agresivitas yang meledak. Remaja yang defek moralnya
biasanya menjadi penjahat yang sukar diperbaiki. Remaja nakal adalah para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
residivis yang melakukan kejahatan karena didorong oleh naluri rendah, impuls
dan kebiasaan primitif, di antara para penjahat residivis remaja, kurang lebih 80 %
mengalami kerusakan psikis, berupa disposisi dan perkembangan mental yang
salah, jadi mereka menderita defek mental. Hanya kurang dari 20 % yang menjadi
penjahat disebabkan oleh faktor sosial atau lingkungan sekitar.
Jensen (dalam Sarwono, 2002) membagi kenakalan remaja menjadi empat
bentuk berdasarkan kerugian yang ditimbulkan yaitu:
1) Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian,
perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain- lain.
2) Kenakalan yang meninbulkan korban materi: perusakan, pencurian,
pencopetan, pemerasan dan lain- lain.
3) Kenakalan sosial yang menimbulkan bahaya diri sendiri dan orang lain:
pelacuran, penyalahgunaan obat terlarang, kebut-kebutan dan hubungan seks
bebas.
4) Kenakalan yang melawan status menimbulkan pelanggaran hukum atau aturan,
misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat
dari rumah, membantah perintah.
Hurlock (1973) berpendapat bahwa kenakalan yang dilakukan remaja terbagi
dalam empat bentuk berdasarkan perilaku yang ditampilkan, yaitu:
1) Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain hingga menimbulkan
korban fisik, seperti berkelahi, tawuran, menodong, membunuh.
2) Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain hingga mengakibatkan
kerugian materi, seperti merampas, mencuri, dan mencopet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
3) Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orangtua
dan guru seperti membolos, mengendarai kendaran dengan tanpa surat izin, dan
kabur dari rumah.
4) Perilaku yang membahayakan dan merugikan diri sendiri dan orang lain,
seperti mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa, pelacuran dan
menggunakan senjata tajam.
Santrock (2003) menjelaskan bentuk kenakalan remaja berdasarkan tingkah
laku yang ditampilkan menjadi tiga, yaitu :
1) Tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial karena bertentangan
dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat contoh : berkata kasar kepada
guru dan orang tua dll.
2) Tindakan pelanggaran ringan seperti membolos sekolah, kabur pada jam mata
pelajaran tertentu dll.
3) Tindakan pelanggaran berat yang merujuk pada semua tindakan kriminal yang
dilakukan oleh remaja seperti : mencuri, seks pranikah, menggunakan obat-obatan
terlarang dll.
Pendapat mengenai bentuk-bentuk kenakalan remaja yang dikemukakan oleh
Santrock (2003) sesuai dengan fenomena yang terjadi sehari-hari. Terdiri dari
tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial, tindakan pelanggaran
ringan, dan tindakan pelanggaran berat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kenakalan Remaja
Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (2003) secara rinci
dijelaskan sebagai berikut :
1) Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam
Santrock, 2003) masa remaja ada pada tahap krisis identitas versus difusi identitas
harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua
bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya perasaan akan
konsistensi dalam kehidupannya dan (2) tercapainya identitas peran, kurang lebih
dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang
dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja. Erikson (dalam Santrock,
2003) percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan
kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspek-
aspek peran identitas. Erikson (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa remaja
yang memiliki masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi
individu dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat
individu merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada individu
tersebut, mungkin akan memiliki perkembangan identitas yang negatif. Beberapa
dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh
karena itu, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas,
walaupun identitas tersebut negatif (Erikson dalam Santrock, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2) Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk
mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak
gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang
lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari
perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak
dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini.
Remaja mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang
tidak dapat diterima, atau mungkin remaja sebenarnya sudah mengetahui
perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai
dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku remaja. Hasil
penelitian yang dilakukan baru-baru ini Santrock (2003) menunjukkan bahwa
ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola
asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang
konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya
pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini sebagai
atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.
3) Usia
Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan
penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak
yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti
hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa
pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perbuatannya pada
usia 21 sampai 23 tahun. Masih menurut Kartono (2003) kenakalan remaja paling
banyak dilakukan remaja dibawah usia 22 tahun, dengan jumlah tertinggi pada
usia 15-19 tahun. Sesudah usia tersebut biasanya kenakalan yang dilakukan mulai
menurun.
4) Jenis kelamin
Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada
perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) menunjukkan pada
umumnya jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok
gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan.
5) Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang
rendah terhadap pendidikan di sekolah. Remaja nakal merasa bahwa sekolah tidak
begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai remaja nakal
terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk
sekolah. Riset yang dilakukan oleh Chang dan Lee (2005) mengenai pengaruh
orangtua, kenakalan teman sebaya, dan sikap sekolah terhadap prestasi akademik
siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja Vietnam menunjukkan bahwa faktor
yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak mendukung banyak,
sedangkan sikap sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan
teman sebaya dan prestasi akademik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
6) Proses keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja.
Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap
aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang
orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Remaja yang
hubungan keluarganya kurang baik juga dapat mengembangkan hubungan yang
buruk dengan orang-orang di luar rumah (Hurlock, 1999). Melihat kondisi
tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat
kepribadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai
penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan
dan norma yang ada di masyarakat. Perbuatan pelanggaran ternyata bersumber
pada keaadaan keluarga yaitu suasana rumah yang tidak menyokong
perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi anak atau orang dewasa yang
tidak bertanggung jawab dan melakukan perbuatan anti-sosial dan amoral
(Gunarsa, 2007).
7) Pengaruh teman sebaya
Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan
risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (2003)
terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan
di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang
memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.
Pada umumnya remaja mementingkan konformitas dan penerimaan kelompok ,
apapun akan dilakukan asalkan diterima oleh kelompok akan diutamakan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
ditaati. Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan kemana
remaja yang bersangkutan akan dibawa (Chomaria, 2008). Konformitas adalah
sikap, perilaku atau tindakan yang sesuai dengan norma kelompok sehingga
menjadi harmonis dan sepakat dengan anggota-anggota kelompok (Baron &
Byrne, 2005). Norma (norms) merupakan aturan yang berlaku pada seluruh
anggota kelompok dan berpeluang untuk menumbuhkan konformitas pada setiap
anggota kelompok tersebut (Santrock, 2003). Remaja cenderung mengikuti
aturan-aturan yang dibuat oleh kelompok bermain remaja. Melihat kondisi ini
konformitas berpengaruh pada bentuk-bentuk perilaku remaja. Banyak tujuan
yang ingin didapat oleh remaja dengan bersikap konformitas, antara lain supaya
ada penerimaan kelompok terhadap remaja tersebut, diakuinya eksistensi sebagai
anggota kelompok, menjaga hubungan dengan kelompok, mempunyai
ketergantungan dengan kelompok dan untuk menghindar dari sangsi kelompok
(Surya, 1999).
8) Kelas sosial ekonomi
Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas
sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di
antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki
banyak privilege diperkirakan 50 : 1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan
kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan
ketrampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa
mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan
anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering
ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil
meloloskan diri setelah melakukan kenakalan.
9) Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal
Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja.
Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati
berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau
penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai
dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas
menengah. Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan
yang terorganisir adalah faktor-faktor lain dalam masyarakat yang juga
berhubungan dengan kenakalan remaja.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa faktor-faktor penyebab
kenakalan remaja adalah identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan
terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, proses keluarga, pengaruh teman
sebaya, kelas sosial ekonomi, kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal.
2. Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga
a. Pengertian Persepsi
Bono (2007) mengatakan bahwa persepsi adalah cara individu memandang
sesuatu, perasaan dan reaksi ditentukan berdasar apa yang individu lihat dalam
realitas di balik semua itu. Riggio (1990) juga mendefinisikan persepsi sebagai
proses kognitif baik lewat penginderaan, pandangan, penciuman dan perasaan
yang kemudian ditafsirkan. Selanjutnya Gunawan dan Setyono (2006)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
mengatakan persepsi adalah apa yang dapat individu lihat dengan mata pikiran
individu, persepsi individu dibatasi oleh pengalaman, pengetahuan dan imajinasi
yang individu miliki.
Winarno (2007) menyebutkan persepsi merupakan penerimaan (receiving)
dari suatu peristiwa yang mempunyai konsekuensi terhadap orang atau kelompok.
Rakhmat (2005) juga mengemukakan persepsi adalah pengalaman terhadap objek,
peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menafsirkan dan menyimpulkan
informasi. Sedangkan menurut Hude (2006) juga mendefinisikan persepsi sebagai
tindak lanjut dari sensasi, tidak ada proses persepsi tanpa sensasi, karena persepsi
sebenarnya adalah pemberian makna pada stimulus yang ditangkap oleh alat-alat
indera. Persepsi seperti halnya sensasi amat bergantung pada faktor personal dan
situasional (faktor fungsional dan struktural). Persepsi membantu manusia
bertindak dan memahami dunia sekelilingnya.
Walgito (2004) menyatakan persepsi merupakan suatu proses yang didahului
oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui
alat indera atau juga disebut proses sensoris, lalu diteruskan ke proses persepsi
dimana individu melakukan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan
merupakan respon yang terintegrasi dalam diri individu. Sobur (2003) persepsi
adalah keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan
diterima manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berpendapat bahwa persepsi adalah
suatu rangkaian proses yang dimulai dari proses sensoris kemudian dilanjutkan ke
proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterima manusia.
b. Pengertian Keharmonisan Keluarga
Keluarga merupakan satu organisasi sosial yang paling penting dalam
kelompok sosial dan keluarga merupakan lembaga di dalam masyarakat yang
paling utama bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan sosial dan
kelestarian biologis anak manusia (Kartono, 1977). Pengertian keharmonisan
menurut kamus bahasa Indonesia adalah keadaan yang selaras atau serasi.
Menurut Gunarsa (2004) keharmonisan keluarga ialah bilamana seluruh anggota
keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan,
kekecewaan dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya
(eksistensi dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan
sosial. Sedangkan menurut Hawari (1997) keharmonisan keluarga itu akan
terwujud apabila masing-masing anggota dalam keluarga itu dapat berfungsi dan
berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama ,
maka interaksi sosial yang harmonis antar anggota dalam keluarga itu akan
tercipta. Keluarga yang mempunyai komitmen agama yang kuat menempati
peringkat tinggi untuk tercapainya keharmonisan rumah tangga.
Basri (1999) menyatakan bahwa setiap orangtua bertanggung jawab juga
memikirkan dan mengusahakan agar senantiasa terciptakan dan terpelihara suatu
hubungan antara orangtua dengan anak yang baik, efektif dan menambah
kebaikan dan keharmonisan hidup dalam keluarga, sebab telah menjadi bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
kesadaran para orangtua bahwa hanya dengan hubungan yang baik kegiatan
pendidikan dapat dilaksanakan dengan efektif dan dapat menunjang terciptanya
kehidupan keluarga yang harmonis. Selanjutnya Hurlock (1973) menyatakan
bahwa anak yang hubungan perkawinan orangtuanya bahagia akan
mempersepsikan rumah mereka sebagai tempat yang membahagiakan untuk hidup
karena makin sedikit masalah antar orangtua, semakin sedikit masalah yang
dihadapi anak, dan sebaliknya hubungan keluarga yang buruk akan berpengaruh
kepada seluruh anggota keluarga. Suasana keluarga yang tercipta adalah tidak
menyenangkan, sehingga anak ingin keluar dari rumah sesering mungkin karena
secara emosional suasana tersebut akan mempengaruhi masing-masing anggota
keluarga untuk bertengkar dengan lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berpendapat bahwa keharmonisan
keluarga adalah berfungsi dan berperannya semua anggota keluarga sebagimana
mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama , sehingga tercipta
interaksi sosial yang harmonis antar anggota dalam keluarga.
c. Pengertian Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga
Persepsi dapat diketahui adalah suatu rangkaian proses yang dimulai dari
proses sensoris kemudian dilanjutkan ke proses yang menghasilkan tanggapan
setelah rangsangan diterima manusia. Selanjutnya, keharmonisan keluarga adalah
berfungsi dan berperannya semua anggota keluarga sebagimana mestinya dan
tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama , sehingga tercipta interaksi sosial
yang harmonis antar anggota dalam keluarga. Berdasarkan uraian tersebut dapat
diketahui persepsi terhadap keharmonisan keluarga adalah rangkaian proses yang
dimulai dari proses sensoris kemudian dilanjutkan ke proses yang menghasilkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
tanggapan mengenai setiap anggota dalam keluarga itu dapat berfungsi dan
berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama ,
sehingga tercipta interaksi sosial yang harmonis antar anggota dalam keluarga.
d. Ciri-ciri Keharmonisan Keluarga
Basri (1999) mengungkapkan beberapa ciri dari keluarga yang harmonis/
keharmonisan keluarga, yaitu:
1) Dasar-dasar hubungan yang efektif.
Kelahiran makhluk baru di permukaan bumi ini mudah-mudahan adalah
merupakan buah dari perasaan cinta dan kasih sayang di antara kedua orang
tuanya. Perasaan yang penuh keindahan dan keluhuran itu hendaknya masih kuat
berkelanjutan dalam keseluruhan proses pendidikan dan kehidupan anak
selanjutnya. Kasih sayang dan kemesraan yang berkembang dalam kehidupan
suami-isteri dan kemudian membuahkan kelahiran tunas-tunas baru dalam
keluarga dan masyarakat serta bangsa, akan disambut dengan penuh kasih sayang.
Dasar kasih sayang yang murni akan sangat membantu perkembangan dan
pertumbuhan anak-anak dalam kehidupan selanjutnya. Perpaduan kasih ayah
sepanjang galah dan kasih ibu sepanjang jalan akan membuahkan anak-anak yang
berkembang sehat lahir dan batin serta berbahagia dan sejahtera. Kepribadian
yang utuh dan teguh yang berbuah dalam tingkah laku yang baik dan normatif
akan sangat bermanfaat dijadikan bekal anak dalam mengarungi lautan kehidupan
selanjutnya. Sebenarnya pelaksanaan pendidikan dan pengajaran terhadap anak
yang dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang adalah
merupakan pemenuhan kewajiban agama dalam kehidupan manusia. Memang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
ajaran agama yang mengajarkan dan kewajiban manusia agar bersungguh-
sungguh dalam mendidik anak dan mengasuh anak dengan penuh kasih sayang
dan tanggung jawab. Ajaran agama dengan tuntutan akhlak dan ibadah serta
aqidah jika dilaksanakan dengan bersungguh-sungguh akan mampu menghasilkan
perkembangan dan pertumbuhan anak-anak yang saleh dan cukup
membahagiakan kehidupan keluarga.
2) Hubungan anak-anak dengan orang tua.
Sejak anak-anak dilahirkan di dunia ketergantungan anak-anak terhadap
kedua orang tua sangat besar. Dengan penuh kasih sayang kedua orang tuanya
memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak-anaknya yang masih belum berdaya.
Hubungan orang tua yang efektif penuh kemesraan dan tanggung jawab yang
didasari oleh kasih sayang yang tulus, menyebabkan anak-anaknya akan mampu
mengembangkan aspek-aspek kegiatan manusia pada umumnya, ialah kegiatan
yang bersifat individual, sosial dan kegiatan keagamaan.
3) Hubungan anak remaja dengan orang tua.
Remaja pada umumnya sedang mengalami perubahan dan pertumbuhan yang
pesat dalam kehidupannya. Hal tersebut disebabkan pertumbuhan yang begitu
pesat dan perkembangan mental yang cukup membingungkan remaja. Pikiran,
perasaan, perasaan tanggung jawab, kemauan dan nilai-nilai kehidupan memang
sedang mengalami perkembangan dan kematangan menuju taraf kemasakan atau
kedewasaannya. Masa remaja adalah masa peralihan anak meninggalkan masa
kanak-kanak yang penuh dengan kemauan bermain dan akan memasuki masa
dewasa yang memerlukan perasaan bertanggung jawab yang maksimal.
Bermacam-macam permasalahan yang khas remaja dialami oleh anak-anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
remaja, baik yang berhubungan dengan kondisi biologis, psikis, sosial dan
kebingungan terhadap keadaan dirinya sendiri. Semua permasalahan tersebut
disebakan perubahan-perubahan fisik-biologis, nilai-nilai kehidupan yang belum
sempurna diketahui serta mungkin pula karena kurangnya upaya persiapan kedua
orang tuanya dalam mengantarkan ke alam remaja yang penuh pertanyaan dan
kebingungan.
4) Memelihara komunikasi dalam keluarga.
Kurang lancarnya komunikasi dalam kehidupan keluarga merupakan salah
satu penyebab timbul dan berkembangnya beberapa permasalahan yang gawat
dalam keluarga. Permasalahan yang terjadi dalam keluarga sangat perlu
dikemukakan secara terbuka dengan yang lain, terutama antara suami-isteri.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan ciri-ciri keharmonisan keluarga
adalah adanya dasar-dasar hubungan yang efektif, hubungan anak-anak dengan
orang tua, hubungan anak remaja dengan orang tua, dan memelihara komunikasi
dalam keluarga.
e. Aspek-Aspek Persepsi Remaja Terhadap Keharmonisan Keluarga
1) Aspek Persepsi
Sobur (2003) mengemukakan terdapat tiga aspek dalam persepsi berdasarkan
proses terjadinya persepsi, yaitu :
a) Aspek kognitif
Aspek kognitif yaitu aspek yang tersusun atas dasar pengetahuan atau
informasi yang dimiliki seseorang tentang objek yang dipersepsi. Dari
pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang objek
yang dipersepsi tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
b) Aspek afektif
Aspek afektif yaitu yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang.
Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau
sistem nilai yang dimiliki individu yang bersangkutan.
c) Aspek konatif
Aspek konatif merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang
berhubungan dengan obyek yang dipersepsikannya.
Selanjutnya Walgito (2004) menyebutkan ada tiga aspek persepsi berdasarkan
kemampuan jiwa, yaitu:
a) Komponen kognitif
Komponen kognitif adalah kemampuan manusia menerima stimulus dari luar,
kemampuan ini berhubungan dengan pengenalan.
b) Komponen konatif
Komponen konatif adalah kemampuan manusia untuk melahirkan apa yang
terjadi dalam jiwanya, kemampuan ini berhubungan dengan motif, kemauan.
c) Komponen emosi
Komponen emosi adalah kemampuan manusia yang berhubungan dengan
perasaan .
Berdasarkan kedua uraian diatas dapat dilihat aspek yang diungkapkan Sobur
(2003) dan Walgito (2004) memiliki kesamaan, yakni: aspek kognitif, afektif dan
konatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
2) Aspek Keharmonisan Keluarga
Hawari (1997) mengemukakan enam aspek keharmonisan keluarga
berdasarkan pegangan hubungan perkawinan bahagia adalah:
a) Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.
Sebuah keluarga yang harmonis ditandai dengan terciptanya kehidupan
beragama dalam rumah tersebut. Hal ini penting karena dalam agama terdapat
nilai-nilai moral dan etika kehidupan. Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan
bahwa keluarga yang tidak religius yang penanaman komitmennya rendah atau
tanpa nilai agama sama sekali cenderung terjadi pertentangan konflik dan
percekcokan dalam keluarga, dengan suasana yang seperti ini, maka anak akan
merasa tidak betah di rumah dan kemungkinan besar anak akan mencari
lingkungan lain yang dapat menerimanya.
b) Mempunyai waktu bersama keluarga.
Keluarga yang harmonis selalu menyediakan waktu untuk bersama
keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul, makan bersama, menemani anak
bermain dan mendengarkan masalah dan keluhan-keluhan anak, dalam
kebersamaan ini anak akan merasa dirinya dibutuhkan dan diperhatikan oleh
orangtuanya, sehingga anak akan betah tinggal di rumah.
c) Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga.
Komunikasi merupakan dasar bagi terciptanya keharmonisan dalam keluarga.
Orang tua yang bijaksana selalu tepat mempergunakan kesempatan yang baik
untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya. Sebaliknya merupakan saat yang
kurang tepat jika anak-anak sedang menghadapi tamu atau orang-orang lain yang
dihormatinya, sedang makan, sedang akan istirahat, sedang belajar menghadapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
setumpuk tugas sekolah atau PR, atau mungkin jika anak sedang tergesa-gesa
akan berangkat ke sekolah, dan sebagainya. Dalam kondisi yang demikian
biasanya hasil komunikasi yang dilakukan kurang mampu memberikan hasil yang
memuaskan semua pihak.
d) Saling menghargai antar sesama anggota keluarga
Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang memberikan tempat bagi
setiap anggota keluarga menghargai perubahan yang terjadi dan mengajarkan
ketrampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak dengan lingkungan yang lebih
luas.
e) Kualitas dan kuantitas konflik yang minim.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam menciptakan keharmonisan
keluarga adalah kualitas dan kuantitas konflik yang minim, jika dalam keluarga
sering terjadi perselisihan dan pertengkaran maka suasana dalam keluarga tidak
lagi menyenangkan. Dalam keluarga harmonis setiap anggota keluarga berusaha
menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan mencari penyelesaian terbaik
dari setiap permasalahan.
f) Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga.
Hubungan yang erat antar anggota keluarga juga menentukan harmonisnya
sebuah keluarga, apabila dalam suatu keluarga tidak memiliki hubungan yang erat
maka antar anggota keluarga tidak ada lagi rasa saling memiliki dan rasa
kebersamaan akan kurang. Hubungan yang erat antar anggota keluarga ini dapat
diwujudkan dengan adanya kebersamaan, komunikasi yang baik antar anggota
keluarga dan saling menghargai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan aspek-aspek keharmonisan
keluarga adalah menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga, mempunyai
waktu bersama keluarga, mempunyai komunikasi yang baik antar anggota
keluarga, saling menghargai antar sesama anggota keluarga, kuantitas dan kualitas
konflik yang minim, adanya hubungan yang erat antar anggota keluarga. Keenam
aspek tersebut mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lainnya.
3) Aspek Persepsi Remaja Terhadap Keharmonisan Keluarga
Berdasarkan aspek-aspek persepsi yang dikemukakan Sobur (2003) dan
Walgito (2004) yakni : kognitif, afektif dan konatif. Selanjutnya aspek
keharmonisan keluarga dikemukakan Hawari (1997) yakni : menciptakan
kehidupan beragama dalam keluarga, mempunyai waktu bersama keluarga,
mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga, saling menghargai
antar sesama anggota keluarga, kuantitas dan kualitas konflik yang minim, adanya
hubungan yang erat antar anggota keluarga. Dapat diketahui aspek persepsi
remaja terhadap keharmonisan keluarga adalah cara remaja memberikan
tanggapan secara kognitf, afektif dan konatif atas kehidupan keluarga yang
beragama , mempunyai waktu bersama, komunikasi yang baik antar anggota
keluarga, saling menghargai antar sesama anggota keluarga, kualitas dan kuantitas
konflik yang minim, dan hubungan mengikat yang erat antar anggota keluarga
(Hawari, 1997).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
3. Konformitas Teman Sebaya
a. Pengertian Teman Sebaya
Teman sebaya berarti teman-teman yang sesuai dan sejenis, perkumpulan
atau kelompok yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan terdiri dari satu jenis
(Sudarsono, 1997).
Peer group atau teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat
usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2003). Selanjutnya Johnson
(Sarwono, 2005) kelompok sebaya adalah kumpulan dua individu atau lebih yang
berinteraksi tatap muka, yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam
kelompok dan masing-masing menyadari saling ketergantungan dalam mencapai
tujuan bersama.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berpendapat bahwa teman sebaya
adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang
sama yang saling ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama.
b. Pengertian Konformitas
Konformitas adalah perubahan perilaku atau sikap yang diperoleh karena
keinginan untuk mengikuti keyakinan atau standar orang lain (Feldman, 1999).
Menurut Sarwono (2006) konformitas adalah kesesuaian antara perilaku individu
dengan perilaku kelompoknya atau perilaku individu dengan harapan orang lain
tentang perilakunya. Konformitas didasari oleh kesamaan antara perilaku dengan
perilaku atau antara perilaku dengan norma. Senada dengan hal tersebut Baron &
Byrne (2005) memberikan pengertian mengenai konformitas sebagai suatu jenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
pengaruh sosial yang mengubah sikap dan tingkah laku individu agar sesuai
dengan norma sosial yang ada.
Allan (dalam Kuppuswamy, 1990) telah mendefinisikan konformitas secara
operasional sebagai perubahan perilaku seseorang karena hasil pengaruh
kelompok dalam meningkatkan kesesuaian antara individu dengan kelompok.
Konformitas mengakibatkan kecocokan atau kesesuaian antara individu dan
kelompok. Sementara itu menurut Chaplin (2004), konformitas adalah
kecenderungan untuk memperbolehkan satu tingkah laku seseorang dikuasai oleh
sikap dan pendapat yang sudah berlaku. Chaplin juga mendefinisikan konformitas
sebagai cirri pembawa kepribadian yang cenderung membiarkan sikap dan
pendapat orang lain untuk menguasai dirinya.
Willis (dalam Sarwono, 2006) mengungkapkan perilaku konformitas yang
murni adalah usaha terus menerus dari individu untuk selaras dengan norma-
norma yang diharapkan oleh kelompok. Jika persepsi individu tentang norma-
norma kelompok (standar sosial) berubah, maka individu akan mengubah pula
tingkah lakunya. Perilaku konformitas diperkirakan akan timbul secara maksimal
jika kompetensi (kemampuan) kelompok atau partner lebih tinggi dari kompetensi
individu, individu menganut sikap yang fleksibel dan ganjaran akan lebih besar
jika respons selaras dengan norma kelompok.
Di samping itu, masih menurut Willis (dalam, Sarwono, 2006) perlu
dibedakan antara konformitas dan konformitas psikologis. Konformitas adalah
keselarasan dan gerak yang berkaitan dengan standar sosial yang objektif,
sedangkan konformitas psikologis berkaitan dengan standar sosial yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
dipersepsikan oleh seseorang. Ditegaskan oleh Krech dkk (dalam Kuppuswamy,
1990) esensi konformitas adalah menyerah pada tekanan kelompok.
Sementara itu Sears dkk. (1994) berpendapat bahwa seseorang atau organisasi
seringkali berusaha agar pihak lain menampilkan tindakan tertentu pada saat pihak
lain tersebut tidak ingin melakukannya. Bila seseorang menampilkan perilaku
tertentu karena setiap orang lain menampilkan perilaku tersebut, hal ini disebut
konformitas. Bila individu menampilkan perilaku tertentu karena ada tuntutan,
meskipun mereka lebih suka tidak menampilkannya disebut ketaatan atau
kepatuhan. Konformitas dapat dipandang sebagai bentuk khusus dari ketaatan –
dilakukan karena ada tekanan kelompok – tetapi sebenarnya konformitas
merupakan gejala penting yang harus dipandang secara terpisah.
Menurut Zebua dan Nurdayadi (2001) konformitas adalah suatu tuntutan yang
tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun memiliki
pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku
tertentu. Sedangkan menurut Davidoff (1991) konformitas didefinisikan sebagai
perubahan perilaku dan sikap sebagai akibat dari tekanan (nyata atau tidak nyata).
Sependapat dengan hal ini Kiesler dan Kiesler (dalam Rakhmat, 2005)
memandang konformitas sebagai perilaku atau kepercayaan menuju (norma)
kelompok sebagai tekanan kelompok yang riil atau yang dibayangkan. Orang-
orang yang konformis akan bersikap, berperilaku atau bertindak sesuai dengan
norma kelompok, menjadi harmonis dan sepakat dengan anggota-anggota
kelompok (Baron & Byrne, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Individu yang tergolong mudah konform itu, biasanya taat pada peraturan dan
norma yang sudah berlaku lama sekali. Mereka tidak memperlihatkan kekuatan
ego yang mudah toleran terhadap hal yang kurang jelas, bertanggung jawab,
spontan dan cepat memperoleh pemahaman dibandingkan dengan mereka yang
sulit konform (Davidoff, 1991). Banyak tujuan yang ingin didapat oleh remaja
dengan bersikap konformis, antara lain supaya ada penerimaan kelompok
terhadap remaja tersebut, diakuinya eksistensi sebagai anggota kelompok,
menjaga hubungan dengan kelompok, mempunyai ketergantungan dengan
kelompok dan untuk menghindar dari sanksi kelompok (Surya, 1999).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berpendapat konformitas diartikan
bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan karena orang
lain/kelompok menampilkan perilaku tersebut sebagai tekanan kelompok yang riil
atau yang dibayangkan, dengan tujuan ada penerimaan kelompok, diakuinya
eksistensi sebagai anggota kelompok, menjaga hubungan dengan kelompok,
mempunyai ketergantungan dengan kelompok sehingga terhindar dari sanksi
kelompok.
c. Pengertian Konformitas Teman Sebaya
Teman sebaya dapat diketahui adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat
usia atau tingkat kedewasaan yang sama yang saling ketergantungan dalam
mencapai tujuan bersama. Selanjutnya, konformitas diartikan bila seseorang
menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan karena orang lain/kelompok
menampilkan perilaku tersebut sebagai tekanan kelompok yang riil atau yang
dibayangkan, dengan tujuan ada penerimaan kelompok, diakuinya eksistensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
sebagai anggota kelompok, menjaga hubungan dengan kelompok, mempunyai
ketergantungan dengan kelompok sehingga terhindar dari sanksi kelompok. Dapat
diketahui konformitas teman sebaya adalah bila seseorang menampilkan perilaku
tertentu karena disebabkan karena teman sebaya menampilkan perilaku tersebut
sebagai tekanan kelompok yang riil atau yang dibayangkan, dengan tujuan ada
penerimaan kelompok teman sebaya, diakuinya eksistensi sebagai anggota
kelompok sebaya, menjaga hubungan dengan kelompok sebaya, mempunyai
ketergantungan dengan kelompok sebaya sehingga terhindar dari sanksi kelompok
sebaya.
d. Aspek-aspek Konformitas Teman Sebaya
Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya
ciri-ciri yang khas. Sears,dkk (1994) mengemukakan secara eksplisit aspek
konformitas berdasarkan adanya ciri-ciri yang khas sebagai berikut :
1) Kekompakan
Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan
ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan
kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan
memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang
satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh
manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka
akan semakin kompak kelompok tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
2) Kesepakatan
Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga
remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok.
Tekanan kelompok membuat adanya kesepakatan dalam kelompok tersebut.
3) Ketaatan
Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela
melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya
tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga.
Selanjutnya Wiggins (1994) membagi aspek konformitas menjadi dua
berdasarkan tindakan yang dilakukan individu, yaitu :
1) Kerelaan
Rela mengikuti apapun pendapat kelompok yang diinginkan atau diharapkan
agar memperoleh hadiah berupa pujian dan untuk menghindari celaan,
keterasingan, cemooh yang mungkin diberikan oleh kelompok jika tidak
dikerjakan salah satu dari anggota kelompok tersebut.
2) Perubahan
Saat terjadi perubahan dalam suatu melakukan konformitas, ketidakhadiran
anggota kelompok lebih dianggap sesuai dengan perilaku dan tindakan anggota
kelompok yang hadir. Jadi maksud dari perubahan di sini adalah proses
penyesuaian perilaku dari masing-masing anggota kelompok terhadap
kesepakatan kelompok itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, aspek-aspek konformitas yang dikemukakan oleh
Sears,dkk (1994) definisinya lebih mendekati pada dengan konformitas yang biasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
dilakukan remaja. Peneliti menggunakan aspek yang dikemukan Sears,dkk (1994)
yaitu: kekompakan, kesepakatan dan ketaatan.
4. Hubungan Antara Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga
dan Konformitas Teman Sebaya dengan Kenakalan Remaja
a. Hubungan Antara Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga
dengan Kenakalan Remaja
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi pembentukan dan
pengembangan kepribadian seorang anak. Kehidupan keluarga yang baik ditandai
oleh hubungan yang harmonis, selaras dan seimbang diantara anggota keluarga.
Dalam hal ini, terhadap komunikasi (interaksi dua arah) antara pasangan suami-
istri dan orang tua-anak. Dengan demikian, hal ini akan membentuk kepribadian
yang matang bagi anak. Anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial,
tanpa terpengaruh oleh pergaulan buruk termasuk penyalahgunaan narkoba
(Gunarsa, 2004).
Martono dan Joewan (2008) menambahkan keluarga merupakan lingkungan
pendidikan yang utama dan pertama bagi anak. Jika suasana keluarga kurang
mendukung dapat menimbulkan gangguan perkembangan kejiwaan anak, yang
nantinya akan berpengaruh pada bentuk-bentuk perilaku remaja.
Selanjutnya Hawari (1997) menambahkan keharmonisan keluarga itu akan
terwujud apabila masing-masing anggota dalam keluarga itu dapat berfungsi dan
berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama
kita, maka interaksi sosial yang harmonis antar antar dalam keluarga itu akan
dapat diciptakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Berdasarkan uraian di atas terlihat pentingnya persepsi remaja terhadap
keharmonisan keluarga untuk menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja
menjadi anak atau orang dewasa yang bertanggung jawab dan terhindar dari
perbuatan anti-sosial dan amoral.
b. Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya dengan Kenakalan Remaja
Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kenakalan
remaja adalah identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadap
pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, pengaruh orang tua, pengaruh teman sebaya,
status sosial ekonomi dan kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal (Santrock,
2003).
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui
cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang
memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja
dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya
(Conger, 1991).
Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan
keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993;
Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan
Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan
sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan
dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi
misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa
yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Konformitas terhadap tekanan teman sebaya pada remaja diungkapkan oleh
Camarena (dalam Santrock, 2003) dapat menjadi positif atau negatif. Konformitas
yang negatif mengakibatkan misalnya: mencuri, mencorat-coret di sembarang
tempat tanpa ijin, merokok, dan mempermainkan orangtua serta guru. Sementara
itu, konformitas positif mampu mengarahkan remaja kepada kegiatan positif
misalnya terlibat dalam kelompok perkumpulan kegiatan sosial
Berdasarkan uraian di atas pada umumnya remaja mementingkan konformitas
dengan tujuan penerimaan kelompok. Teman atau kelompok yang dipilih akan
sangat menentukan kemana remaja yang bersangkutan akan dibawa. Perilaku
yang dimunculkan oleh kelompoknya memungkinkan berperan dalam
pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya.
5. Kerangka Berpikir Hubungan Antara Persepsi Remaja terhadap
Keharmonisan Keluarga dan Konformitas Teman Sebaya dengan
Kenakalan Remaja
Persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga yang diwujudkan dalam
hubungan keluarga yang baik dan suasana rumah yang menyokong perkembangan
remaja, sehingga remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan
terhindar dari perbuatan anti sosial/ amoral. Selain bersosialisasi di lingkungan
keluarga, remaja melakukan salah satu bentuk sosialisasi yang sangat dikenal
dalam masa remaja adalah konformitas kelompok remaja. Remaja mementingkan
konformitas dan penerimaan kelompok, apapun akan dilakukan asalkan diterima
oleh kelompok akan diutamakan dan ditaati. Teman atau kelompok yang dipilih
akan sangat menentukan arah remaja yang bersangkutan untuk berbuat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Bagan
Kerangka Berpikir “Hubungan antara Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas Dengan Perilaku Kenakalan
Remaja di SMA Utama 2 Bandar Lampung”
G. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dengan
kenakalan pada remaja siswa SMA UTAMA 2 Bandar Lampung”.
2. Ada hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan pada remaja
siswa SMA UTAMA 2 Bandar Lampung”.
Konformitas Teman Sebaya
Kenakalan
Remaja
Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 50
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang diteliti adalah:
1. Variabel bebas:
a. Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga
b. Konformitas Teman Sebaya
2. Variabel tergantung: Kenakalan Remaja.
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga
Persepsi terhadap keharmonisan keluarga adalah rangkaian proses yang
dimulai dari proses sensoris kemudian dilanjutkan ke proses yang menghasilkan
tanggapan atas keharmonisan keluarga dimana setiap anggota dalam keluarga itu
dapat berfungsi dan berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh
pada nilai- nilai agama , sehingga tercipta interaksi sosial yang harmonis antar
anggota dalam keluarga. Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga disusun
berdasarkan gabungan dari aspek-aspek persepsi dan aspek-aspek keharmonisan
keluarga. Adapun aspek-aspek persepsi dikemukan Sobur (2003) yaitu aspek
kognitif, afektif dan konatif, sedangkan aspek-aspek keharmonisan keluarga
dikemukakan Hawari (1997) yaitu menciptakan kehidupan beragama dalam
keluarga, mempunyai waktu bersama keluarga, mempunyai komunikasi yang baik
antar anggota keluarga, saling menghargai antar sesama anggota keluarga,
kuantitas dan kualitas konflik yang minim, adanya hubungan yang erat antar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
anggota keluarga. Adapun aspek persepsi terhadap keharmonisan keluarga dapat
dilihat dari bagaimana remaja memberikan tanggapan secara kognitf, afektif dan
konatif atas keharmonisan keluarga dimana dalam keluarga yang harmonis
terdapat kehidupan yang beragama , mempunyai waktu bersama, komunikasi yang
baik antar anggota keluarga, saling menghargai antar sesama anggota keluarga,
kualitas dan kuantitas konflik yang minim, dan hubungan mengikat yang erat
antar anggota keluarga. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti
semakin positif persepsi terhadap keharmonisan keluarganya, demikian juga
sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin negatif
persepsi terhadap keharmonisan keluarganya
2. Konformitas Teman Sebaya
Konformitas teman sebaya adalah bila seseorang menampilkan perilaku
tertentu karena disebabkan karena teman sebaya menampilkan perilaku tersebut
sebagai tekanan kelompok sebaya yang riil atau yang dibayangkan, dengan tujuan
ada penerimaan kelompok sebaya, diakuinya eksistensi sebagai anggota kelompok
sebaya, menjaga hubungan dengan kelompok sebaya, mempunyai ketergantungan
dengan kelompok sebaya sehingga terhindar dari sanksi kelompok sebaya. Skala
Konformitas Teman Sebaya yang disusun berdasarkan aspek-aspek konformitas
yang dikemukakan Sears, dkk (1994) meliputi: kekompakan, kesepakatan,
ketaatan. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin tinggi
konformitas teman sebaya yang dilakukan subjek, demikian juga sebaliknya
semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin rendah konformitas
teman sebaya yang dilakukan subjek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
3. Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja adalah perilaku remaja yang melakukan tindakan merusak
dan mengganggu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain hingga tingkah
laku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana dimana tindakan
tersebut dapat membuat seseorang remaja yang melakukannya masuk penjara.
Dalam penelitian ini Kuesioner Kenakalan Remaja disusun berdasarkan bentuk-
bentuk kenakalan remaja yang dikemukakan oleh Santrock (2003) yang meliputi:
tindakan yang tidak dapat diterima lingkungan sosial, tindakan pelanggaran
ringan, dan tindakan pelanggaran berat. Semakin tinggi skor yang diperoleh
subjek berarti semakin tinggi kenakalan remaja yang dilakukan subjek, demikian
juga sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin
rendah kenakalan remaja yang dilakukan subjek.
C. Populasi, Sampel, dan Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI SMA Utama 2
Bandar Lampung yang terdiri dari lima kelas yaitu XI-IPA1, XI-IPS1, XI-IPS2,
XI-IPS3, XI-IPS4 sebanyak 198 siswa. Jika subjek lebih dari 100 maka bisa
diambil sampel antara 10-11% atau 20-21% dari jumlah populasi (Arikunto,
1998). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster sampel yaitu
sampel yang sudah dikelompokkan, yang dimaksud sebagai kelompok dalam
penelitian ini adalah kelas. Penelitian ini menggunakan tiga kelas sebagai subjek
penelitian. Teknik pengambilan sampel dari populasi ini dilakukan dengan teknik
cluster random sampling, yaitu dengan melakukan randomisasi terhadap kelas,
bukan terhadap subjek secara individual, kemudian cara pemilihannya dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
menggunakan undian. Setelah dilakukan pengundian, didapatkan satu kelas
sebagai sampel tryout yaitu kelas XI IPS1 sebanyak 40 siswa serta dua kelas
sebagai sampel penelitian yaitu kelas XI IPS2, XI IPS3 sebanyak 80 siswa. Jika
jumlah siswa 198 siswa maka 80 siswa yang terpilih sudah memenuhi 20% dari
populasi (Arikunto, 1998).
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Sumber data
Penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan dari sumber pertama.
Data penelitian ini diperoleh langsung dari siswa-siswi kelas SMA Utama 2
Bandar Lampung yang menjadi sampel penelitian sebanyak 80 siswa. Data
tersebut berupa respon atau tanggapan dari pernyataan yang diajukan peneliti
dalam skala sikap dengan model Skala Likert untuk mengungkap Konformitas
Teman Sebaya, Skala Diferensi Semantik untuk mengungkap Persepsi Remaja
terhadap Keharmonisan Keluarga dan Kuesioner Dikotomi untuk mengungkap
Kenakalan Remaja.
2. Metode pengumpulan data
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data di lapangan dalam
penelitian ini adalah skala sikap dengan model Skala Likert untuk mengungkap
konformitas teman sebaya, Skala Diferensi Semantik untuk mengungkap persepsi
remaja terhadap keharmonisan keluarga dan Kuesioner untuk mengungkap
kenakalan remaja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
a. Skala Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga
Skala Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga disusun sendiri oleh
peneliti berdasarkan gabungan dari aspek-aspek persepsi dan aspek-aspek
keharmonisan keluarga. Adapun aspek-aspek persepsi dikemukan oleh Sobur
(2003) yaitu aspek kognitif, afektif dan konatif, sedangkan aspek-aspek
keharmonisan keluarga dikemukakan oleh Hawari (1997) yaitu:
1) Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.
Sebuah keluarga yang harmonis ditandai dengan terciptanya kehidupan
beragama dalam rumah tersebut. Hal ini penting karena dalam agama terdapat
nilai-nilai moral dan etika kehidupan. Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan
bahwa keluarga yang tidak religius yang penanaman komitmennya rendah atau
tanpa nilai agama sama sekali cenderung terjadi pertentangan konflik dan
percekcokan dalam keluarga, dengan suasana yang seperti ini, maka anak akan
merasa tidak betah di rumah dan kemungkinan besar anak akan mencari
lingkungan lain yang dapat menerimanya.
2) Mempunyai waktu bersama keluarga.
Keluarga yang harmonis selalu menyediakan waktu untuk bersama
keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul, makan bersama, menemani anak
bermain dan mendengarkan masalah dan keluhan-keluhan anak, dalam
kebersamaan ini anak akan merasa dirinya dibutuhkan dan diperhatikan oleh
orangtuanya, sehingga anak akan betah tinggal di rumah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
3) Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga.
Komunikasi merupakan dasar bagi terciptanya keharmonisan dalam keluarga.
Orang tua yang bijaksana selalu tepat mempergunakan kesempatan yang baik
untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya. Sebaliknya merupakan saat yang
kurang tepat jika anak-anak sedang menghadapi tamu atau orang-orang lain yang
dihormatinya, sedang makan, sedang akan istirahat, sedang belajar menghadapi
setumpuk tugas sekolah atau PR, atau mungkin jika anak sedang tergesa-gesa
akan berangkat ke sekolah, dan sebagainya. Dalam kondisi yang demikian
biasanya hasil komunikasi yang dilakukan kurang mampu memberikan hasil yang
memuaskan semua pihak.
4) Saling menghargai antar sesama anggota keluarga
Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang memberikan tempat bagi
setiap anggota keluarga menghargai perubahan yang terjadi dan mengajarkan
ketrampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak dengan lingkungan yang lebih
luas.
5) Kualitas dan kuantitas konflik yang minim.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam menciptakan keharmonisan
keluarga adalah kualitas dan kuantitas konflik yang minim, jika dalam keluarga
sering terjadi perselisihan dan pertengkaran maka suasana dalam keluarga tidak
lagi menyenangkan. Dalam keluarga harmonis setiap anggota keluarga berusaha
menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan mencari penyelesaian terbaik
dari setiap permasalahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
6) Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga.
Hubungan yang erat antar anggota keluarga juga menentukan harmonisnya
sebuah keluarga, apabila dalam suatu keluarga tidak memiliki hubungan yang erat
maka antar anggota keluarga tidak ada lagi rasa saling memiliki dan rasa
kebersamaan akan kurang. Hubungan yang erat antar anggota keluarga ini dapat
diwujudkan dengan adanya kebersamaan, komunikasi yang baik antar anggota
keluarga dan saling menghargai.
Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 54 butir, yang terdiri atas 18 untuk
tiap aspeknya. Distribusi aitem Skala Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga
sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Blueprint Skala Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga
Pernyataan No Aspek Afektif Kognitif Konatif
Total
1. Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga. • Tercipta kehidupan
beragama • Penanaman komitmen
berdasarkan nilai-nilai agama.
2,8,14 3,9,15 1,7,13 9
2. Mempunyai waktu bersama keluarga. • Menyediakan waktu
untuk bersama keluarga. • Berkumpul, makan
bersama, menemani anak bermain dan mendengarkan masalah serta keluhan-keluhan anak.
6,20,27 4,19,25 5,21,26 9
3. Mempunyai komunikasi yang baik antar keluarga. • Berkomunikasi dengan
baik antar anggota keluarga
12,18,24 10,16,22 11,17,23 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Pernyataan No Aspek Afektif Kognitif Konatif
Total
• Terbuka atas segala hal yang terjadi dalam keluarga
• Saling berdiskusi dan bertukar pikiran
4. Saling menghargai antar sesama anggota keluarga • Menghargai perbedaan
pendapat yang terjadi • Mengajarkan
keterampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak
30,36,42 28,34,41 29,35,40 9
5. Hubungan, ikatan yang erat antar anggota keluarga • Terciptanya
keharmonisan keluarga • Merasa betah berada di
dalam rumah • Antar anggota keluarga
saling mendukung dan membantu satu sama lain
33,46,54 32,47,52 31,48,53 9
6. Kuantitas dan kualitas konflik yang minim • Sabar dan tenang dalam
menghadapi masalah • Jarang terjadi
pertengkaran • Anak menuruti perintah
orang tua
38,44,50 39,45,51 37,43,49 9
Total 18 18 18 54 Model skala yang digunakan pada Skala Persepsi terhadap Keharmonisan
Keluarga merupakan Skala Diferensi Semantik, sebagai salah satu sarana
pengukuran psikologis dalam berbagai aspek kontinum (Azwar, 2005). Skala
Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga terdiri atas beberapa aitem yang diikuti
beberapa kontinum kata sifat yang berbeda. Skor responden pada skala secara
keseluruhan diperoleh dengan cara menjumlahkan skor pada masing-masing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
kontinum (Azwar, 2005). Nilai skala pada Skala Persepsi terhadap Keharmonisan
Keluarga dibagi atas tujuh bagian yang diberi nilai satu sampai dengan tujuh.
Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga dalam penelitian ini
mengandung kontinum favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak
mendukung). Pemberian skor untuk kontinum favorable bergerak dari tujuh
sampai satu, sedangkan skor untuk kontinum unfavorable bergerak dari satu
sampai tujuh.
b. Skala Konformitas Teman Sebaya
Skala Konformitas Teman Sebaya yang disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan aspek-aspek konformitas yang dikemukakan Sears, dkk (1994)
meliputi:
1) Kekompakan
Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan
ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan
kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan
memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang
satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh
manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka
akan semakin kompak kelompok tersebut.
2) Kesepakatan
Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga
remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
3) Ketaatan
Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela
melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya
tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga.
Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 36 butir, yang terdiri atas 18 aitem
favorable dan 18 aitem unfavorable. Distribusi aitem Skala Konformitas Teman
Sebaya sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Blueprint Skala Konformitas Teman Sebaya
Skala Konformitas Teman Sebaya merupakan Model Likert yaitu merupakan
metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons
sebagai dasar penentuan nilai skalanya yang telah dimodifikasi menjadi empat
No Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total 1. Kekompakan
Berpartisipasi
dalam kegiatan kelompok
Mengutamakan kegiatan bersama kelompok
Meniru perilaku teman
4,10,11,13,14,15
1,9,12,30,31,33
12
2. Kesepakatan
Setuju dengan pendapat kelompok
Berperilaku sesuai dengan identitas kelompok
2,7,16,32,35,36
5,17,28,29,33,34
12
3. Ketaatan
Berperilaku atas pengaruh kelompok
Berperilaku atas persetujuan kelompok
3,8,18,20,21,22
6,19,23,24,25,27
12
Total 18 18 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
kategori jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Ragu-ragu (R), Tidak
Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala Konformitas dalam penelitian
ini mengandung aitem favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak
mendukung). Pemberian skor untuk aitem favorable bergerak dari lima sampai
satu untuk SS, S, R, TS dan STS, sedangkan skor untuk aitem unfavorable
bergerak dari satu sampai lima untuk SS, S, R, TS dan STS.
c. Kuesioner Kenakalan Remaja
Kuesioner yang digunakan untuk mengungkap kenakalan remaja disusun
sendiri oleh peneliti berdasarkan bentuk-bentuk kenakalan remaja yang
dikemukakan oleh Santrock (2003) yang meliputi:
1) Tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial karena bertentangan
dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat contoh : berkata kasar kepada
guru dan orang tua dll.
2) Tindakan pelanggaran ringan seperti membolos sekolah, kabur pada jam mata
pelajaran tertentu dll.
3) Tindakan pelanggaran berat yang merujuk pada semua tindakan kriminal yang
dilakukan oleh remaja seperti : mencuri, seks pranikah, menggunakan obat-obatan
terlarang dll.
Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 46 butir, yang terdiri atas perilaku
dalam kehidupan sehari-hari. Distribusi aitem Kuesioner Kenakalan Remaja
sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Tabel 3 Blueprint Kuesioner Kenakalan Remaja
Nomor Aitem No Aspek Indikator Pernyataan
Jumlah
1 Tindakan yang tidak dapat diterima lingkungan sosial.
• Berkata kasar kepada orang tua dan guru
• Berbohong dengan orang tua
• Tidak mendengarkan nasehat orang tua
14,16,17,21,24,25,23,32,33,41,43,45
12
2 Tindakan pelanggaran ringan.
• Melarikan diri dari rumah
• Membolos sekolah
• Kabur pada jam mata pelajaran tertentu
1,2,3,5,6,7,8,10,12,13,18,19,20,22,27,29,30,
44,34,35,36,42,46
23
3 Tindakan pelanggaran berat.
• Menggunakan obat-obatan terlarang
• Mabuk-mabukan
• Seks pranikah
4,9,11,15,26,28,31,37,38,39,40
11
Total 46
Kuesioner Kenakalan Remaja dalam penelitian ini mengandung pernyataan-
pernyataan kenakalan remaja. Pemberian skor untuk setiap aitem berdasarkan
frekuensi dilakukannya bergerak dari satu sampai nol untuk Pernah (P) dan Tidak
Pernah (TP).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
E. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Validitas Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, validitas alat ukur dipenuhi dengan validitas isi.
Penggunaan validitas isi menunjukkan sejauh mana butir-butir dalam alat ukur
mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh alat ukur tersebut .
Salah satu cara yang sederhana untuk melihat apakah validitas isi telah terpenuhi
adalah dengan melihat apakah butir-butir dalam skala telah ditulis sesuai dengan
blue print-nya, yaitu telah sesuai dengan batasan kawasan ukur yang telah
ditetapkan semula dan memeriksa apakah masing-masing butir telah sesuai
dengan indikator perilaku yang akan diungkap. Analisis rasional ini juga
dilakukan oleh pihak yang berkompeten untuk menganalisis skala tersebut.
Prosedur validitas skala melalui pengujian isi skala dengan menganalisis secara
rasional oleh professional judgement, yaitu pembimbing.
Langkah selanjutnya adalah prosedur seleksi aitem berdasarkan data empiris
dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter aitem. Pada
tahap ini dilakukan seleksi aitem berdasarkan daya diskriminasinya. Daya
diskriminasi aitem adalah sejauhmana aitem mampu membedakan antara individu
atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang
diukur. Indeks daya diskriminasi aitem merupakan pula indikator keselarasan atau
konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan yang
dikenal dengan istilah konsistensi aitem total (Azwar, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Pengujian daya diskriminasi aitem dilakukan dengan komputasi koefisien
korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu
distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi
aitem total (rix) yang dikenal pula dengan sebutan parameter daya beda aitem.
Semakin tinggi koefisien korelasi positif antara skor aitem dengan skor skala
berarti semakin tinggi konsistensi antara aitem tersebut dengan skala secara
keseluruhan yang berarti makin tinggi daya bedanya. Bila koefisien korelasi
rendah mendekati nol berarti fungsi aitem tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur
skala dan daya bedanya tidak baik. Bila koefisien korelasi yang dimaksud ternyata
berharga negatif, artinya terdapat cacat serius pada aitem yang bersangkutan
(Azwar, 2008).
Sebagai kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item-total biasanya
digunakan batasan r>0,30 (Azwar, 2005). Dengan demikian, semua pernyataan
yang memiliki korelasi dengan skor skala kurang dari 0,30 dapat disisihkan dan
pernyataan-pernyataan yang diikutkan dalam skala sikap diambil dari aitem-aitem
yang memiliki korelasi 0,30 keatas dengan pengertian semakin tinggi koefisien
korelasi itu mendekati angka 1,00 maka semakin baik pula konsistensinya. Guna
mempermudah perhitungan, maka digunakan program Statistical Product and
Service Solution (SPSS) versi 17.0.
2. Reliabilitas Instrumen Penelitian
Menurut Azwar (2008) reliabilitas mengacu pada konsistensi atau
keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran.
Reliabilitas dinyatakan dengan koefisiensi reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
dalam rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas
mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya koefisien
reliabilitas yang semakin rendah mendekati 0 berarti semakin rendah reliabilitas.
Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula Alpha Cronbach
yaitu dengan membelah aitem-aitem sebanyak dua atau tiga bagian, sehingga
setiap belahan berisi aitem dengan jumlah yang sama banyak (Azwar, 2008).
Guna mempermudah perhitungan, maka digunakan program Statistical Product
and Service Solution (SPSS) versi 17.0.
Dalam penelitian ini, Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga dan
Skala Konformitas Teman Sebaya menggunakan atribut komposit dalam
perhitungan validitas dan reliabilitas skala penelitian. Hal ini dikarenakan skala
yang digunakan dirancang untuk mengukur satu atribut namun atribut tersebut
dikonsepkan dalam beberapa aspek atau dimensi yang mengungkapkan
subdomain yang berbeda satu sama lain (Azwar, 2008). Dengan demikian, dalam
pemilihan aitem harus dilakukan analisis aitem bagi setiap aspek (menghitung
korelasi aitem dengan skor aspek, bukan skor skala), dengan membandingkan
indeks diskriminasinya dalam masing-masing aspek, bukan secara keseluruhan.
3. Uji Hipotesis
Pada penelitian ini terdapat dua variabel bebas, yaitu persepsi terhadap
keharmonisan keluarga dan konformitas, dan satu variabel bebas yaitu, kenakalan
remaja. Data kenakalan remaja bersifat data ordinal maka dikhawatirkan terdapat
sebaran yang tidak normal, sehingga penelitian ini menggunakan dua metode analisis
sekaligus. Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan untuk menguji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
hipotesis yang diajukan dengan analisis korelasi Product Momen ( Pearson) untuk
mengukur data yang berdistribusi normal dan linier (memenuhi syarat analisis
korelasi Product Momen). Selanjutnya untuk menguji hipotesis data yang
berdistribusi tidak normal dan tidak linier menggunakan analisis Contingency
Coefficient. Chi square merupakan suatu metode statistika non parametrik yang
digunakan untuk mengukur data yang berdistribusi tidak normal dan tidak linier
(tidak memenuhi uji asumsi).
Untuk mempermudah perhitungan, maka digunakan program Statistical
Product and Service Solution (SPSS) versi 17.0.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 66
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
1. Orientasi Kancah Penelitian
Penelitian mengenai hubungan antara persepsi remaja terhadap keharmonisan
keluarga dan konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja pada siswa
dilakukan di SMA Utama 2 Bandar Lampung yang beralamatkan di Jl. Jend.
Sudirman 39, Tanjungkarang Timur Bandar Lampung. Sebelum melakukan
penelitian, terlebih dahulu dilakukan survey awal untuk mengetahui informasi
yang berkaitan dengan subjek.
Berdasarkan hasil survey awal tersebut, peneliti memutuskan untuk
melakukan penelitian di SMA Utama 2 Bandar Lampung. Pemilihan sekolah
tersebut sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut :
a. Penelitian mengenai ”Kenakalan Remaja ditinjau dari Persepsi Remaja
terhadap Keharmonisan Keluarga dan Koformitas Teman Sebaya” belum pernah
dilakukan.
b. Jumlah murid memenuhi syarat untuk penelitian.
c. Adanya ijin yang diperoleh untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut.
d. Data BP tentang kenakalan remaja yang terjadi di sekolah tersebut.
2. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian perlu dilakukan agar penelitian berjalan lancar dan
terarah. Hal-hal yang dipersiapkan adalah berkaitan dengan perijinan dan
penyusunan alat ukur yang digunakan dalam penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
a. Persiapan Administrasi
Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan yang
diajukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian.
Permohonan ijin tersebut meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
1) Peneliti meminta surat pengantar dari Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ditujukan kepada Kepala
Sekolah SMA Utama 2 Bandar Lampung dengan nomor 740/H
27.1.17.3/TU/2010 agar bisa melakukan penelitian di SMA Utama 2 Bandar
Lampung.
2) Setelah mendapatkan ijin dari pihak sekolah, peneliti baru bisa melaksanakan
penelitian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh pihak sekolah.
b. Pengumpulan Data Untuk Uji Coba
Setiap pengukuran selalu diharapkan untuk mendapat hasil ukur yang akurat
dan objektif. Salah satu upaya untuk mencapainya adalah alat ukur yang
digunakan harus valid atau sahih dan reliabel atau andal (Hadi, 2004), oleh karena
itu alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian harus di uji cobakan terlebih
dahulu. Pada penelitian ini pelaksanaan uji coba pada tanggal 24 Mei 2010 di
SMA Utama 2 Bandar Lampung pada siswa XI IPS1 sebanyak 40 orang. Skala
penelitian diujicobakan kepada kelompok subjek yang mempunyai karakteristik
setara dengan subjek penelitian (Azwar, 2008). Pengumpulan data dilakukan
secara klasikal dengan memberikan Skala Persepsi terhadap Keharmonisan
Keluarga, Skala Konformitas, dan Kuesioner Kenakalan Remaja secara langsung
kepada tiap-tiap subjek dan pengambilan skala dilakukan pada saat itu juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
setelah pengisian skala selesai. Rata-rata waktu yang digunakan subjek untuk
mengisi seluruh skala adalah 45 menit. Sebanyak 40 eksemplar data uji coba
dibagikan. Data yang terkumpul kembali terdiri dari 40 eksemplar data uji coba
diisi dengan lengkap, sehingga memenuhi syarat untuk diskor dan dianalisis.
Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan skoring pada 40 eksemplar data uji
coba untuk pengujian validitas dan reliabilitas.
3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Setiap pengukuran selalu diharapkan untuk mendapat hasil ukur yang akurat
dan objektif. Salah satu upaya untuk mencapainya adalah alat ukur yang
digunakan harus valid atau sahih dan reliabel atau andal (Hadi, 2004). Ketiga
skala menggunakan indeks daya beda sebesar 0,3 dengan pertimbangan bahwa
daya beda tersebut sudah dapat dianggap sebagai koefisien validitas yang
memuaskan (Azwar, 2008). Aitem dengan daya beda di bawah 0,3 dianggap
sebagai aitem yang gugur dan selanjutnya tidak dipakai untuk penelitian. Oleh
karena itu skala yang akan digunakan dalam penelitian harus di uji cobakan
terlebih dahulu.
a. Penghitungan validitas
Penghitungan validitas aitem ketiga alat ukur yang dipergunakan dalam
penelitian ini menggunakan penghitungan validitas dengan bantuan komputer
program SPSS for MS windows versi 17.0. Penghitungan validitas yang diperoleh,
yakni:
1) Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga. Keseluruhan aitem saat uji
coba adalah 54 aitem yang diujicobakan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
aitem valid dan yang dinyatakan gugur sebanyak 10 aitem yaitu 9, 12, 15, 20, 25,
30, 48, 49, 51, 54. . Aitem yang valid mempunyai nilai corrected item-total
correlation bergerak dari 0,309 sampai 0,984 dan koefisien reliabilitas alpha (α)
= 0,980. Distribusi aitem Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga yang
valid dan gugur dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5 Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Persepsi terhadap Keharmonisan
Keluarga Pernyataan
Afektif Kognitif Konatif No Aspek Valid Gugur Valid Gugur Valid Gugur
1. Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga. • Tercipta kehidupan
beragama • Penanaman komitmen
berdasarkan nilai-nilai agama.
2,8,14
- 3 9,15 1,7,13
-
2. Mempunyai waktu bersama keluarga. • Menyediakan waktu
untuk bersama keluarga. • Berkumpul, makan
bersama, menemani anak bermain dan mendengarkan masalah serta keluhan-keluhan anak.
6,27 20 4,19 25 5,21,26
-
3. Mempunyai komunikasi yang baik antar keluarga. • Berkomunikasi dengan
baik antar anggota keluarga
• Terbuka atas segala hal yang terjadi dalam keluarga
• Saling berdiskusi dan bertukar pikiran
18, 24
12 10, 16, 22
- 11, 17, 23
-
4. Saling menghargai antar sesama anggota keluarga
36, 42
30 28, 34,
- 29, 35,
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Pernyataan Afektif Kognitif Konatif No Aspek
Valid Gugur Valid Gugur Valid Gugur
• Menghargai perbedaan pendapat yang terjadi
• Mengajarkan keterampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak
41 40
5. Hubungan, ikatan yang erat antar anggota keluarga • Terciptanya
keharmonisan keluarga • Merasa betah berada di
dalam rumah • Antar anggota keluarga
saling mendukung dan membantu satu sama lain
33, 46
54 32, 47, 52
- 31, 53
48
6. Kuantitas dan kualitas konflik yang minim • Sabar dan tenang dalam
menghadapi masalah • Jarang terjadi
pertengkaran • Anak menuruti perintah
orang tua
38, 44, 50
- 39, 45
51 37, 43
49
Selanjutnya peneliti menggunakan 44 aitem yang valid untuk penelitian.
Berikut ini adalah tabel sebaran aitem dengan penomoran baru yang digunakan
dalam penelitian :
Tabel 6 Distribusi Aitem Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga Setelah Uji Coba
Pernyataan No Aspek Afektif Kognitif Konatif
Total
1. Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga. • Tercipta kehidupan
beragama • Penanaman komitmen
berdasarkan nilai-nilai agama.
2 (2),8 (8),14 (12)
3 (3) 1 (1),7 (7),13 (11)
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Pernyataan No Aspek Afektif Kognitif Konatif
Total
2. Mempunyai waktu bersama keluarga. • Menyediakan waktu
untuk bersama keluarga. • Berkumpul, makan
bersama, menemani anak bermain dan mendengarkan masalah serta keluhan-keluhan anak.
6 (6),27 (22)
4 (4),19 (16)
5 (5),21 (17),26
(21)
7
3. Mempunyai komunikasi yang baik antar keluarga. • Berkomunikasi dengan
baik antar anggota keluarga
• Terbuka atas segala hal yang terjadi dalam keluarga
• Saling berdiskusi dan bertukar pikiran
18 (15),24 (20)
10 (9),16 (13),22
(18)
11 (10),17 (14),23
(19)
8
4. Saling menghargai antar sesama anggota keluarga • Menghargai perbedaan
pendapat yang terjadi • Mengajarkan
keterampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak
36 (30),42 (36)
28 (23),34 (28),41
(35)
29 (24),35 (29),40
(34)
8
5. Hubungan, ikatan yang erat antar anggota keluarga • Terciptanya
keharmonisan keluarga • Merasa betah berada di
dalam rumah • Antar anggota keluarga
saling mendukung dan membantu satu sama lain
33 (27),46 (40)
32 (26),47 (41),52
(43)
31 (25),53 (44)
7
6. Kuantitas dan kualitas konflik yang minim • Sabar dan tenang dalam
menghadapi masalah
38 (32),44 (38),50
(42)
39 (33),45 (39)
37 (31),43 (37)
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Pernyataan No Aspek Afektif Kognitif Konatif
Total
• Jarang terjadi pertengkaran
• Anak menuruti perintah orang tua
Total 14 14 16 44 keterangan : angka dalam tanda kurung (...) adalah distribusi sebaran nomor aitem yang baru dalam skala. 2) Skala Konformitas Teman Sebaya. Keseluruhan aitem saat uji coba adalah 36
aitem yang diujicobakan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 24 aitem valid dan
yang dinyatakan gugur sebanyak 12 aitem yaitu 9, 13, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 27,
31, 35, 36. Aitem yang valid mempunyai nilai corrected item-total correlation
bergerak dari 0,315 sampai 0,829 dan koefisien reliabilitas alpha (α) = 0,893.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh 24 aitem valid yang terdiri atas 10 aitem
favorable dan 14 aitem unfavorable. Distribusi aitem Skala Konformitas Teman
Sebaya yang valid dan gugur dapat dilihat pada Tabel 7 berikut:
Tabel 7 Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Konfor mitas Teman Sebaya
Favorable Unfavorable No Aspek Indikator Valid Gugur Valid Gugur
1. Kekompakan
Berpartisipasi dalam kegiatan kelompok
Mengutamakan kegiatan bersama kelompok
Meniru perilaku teman
4,10,11, 14
13, 15 1,12,26,30
9, 31
2. Kesepakatan
Setuju dengan pendapat kelompok
Berperilaku sesuai dengan identitas
2,7,32 16, 35, 36
5,28,29,33,34
17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Selanjutnya peneliti menggunakan 24 aitem yang valid untuk penelitian.
Berikut ini adalah tabel sebaran aitem dengan penomoran baru yang digunakan
dalam penelitian :
Tabel 8 Distribusi Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya Setelah Uji Coba
No Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total 1. Kekompakan
Berpartisipasi
dalam kegiatan kelompok
Mengutamakan kegiatan bersama kelompok
Meniru perilaku teman
4 (4),10 (9),11 (10),14 (12)
1 (1),12 (11),26 (18),
30 (21)
8
2. Kesepakatan
Setuju dengan pendapat kelompok
Berperilaku sesuai dengan identitas kelompok
2 (2),7 (7),32 (22)
5 (5),28 (19),29 (20),33
(23),34 (24)
8
3. Ketaatan
Berperilaku atas pengaruh kelompok
Berperilaku atas
persetujuan kelompok
3 (3),8 (8),22 (14)
6 (6),19 (13),23 (15),24
(16),25 (17)
8
Total 10 14 24 keterangan : angka dalam tanda kurung (...) adalah distribusi sebaran nomor aitem yang baru dalam skala.
kelompok 3. Ketaatan
Berperilaku atas
pengaruh kelompok
Berperilaku atas persetujuan kelompok
3,8,22 18, 20, 21
6,19,23,24,25
27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
3) Kuesioner Kenakalan Remaja. Keseluruhan aitem saat uji coba adalah 46 aitem
yang diujicobakan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 38 aitem valid dan yang
dinyatakan gugur sebanyak 8 aitem yaitu 5, 6, 17, 18, 25, 27, 32, 33. Aitem yang
valid mempunyai nilai corrected item-total correlation bergerak dari 0,321
sampai 0,901 dan koefisien reliabilitas alpha (α) = 0,946. Distribusi aitem
Kuesioner Kenakalan Remaja yang valid dan gugur dapat dilihat pada Tabel 9
berikut:
Tabel 9 Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Kuesioner Ke nakalan Remaja
Pernyataan No Aspek Indikator Valid Gugur
1 Tindakan yang tidak dapat diterima lingkungan sosial.
• Berkata kasar kepada orang tua dan guru
• Berbohong dengan orang tua
• Tidak mendengarkan nasehat orang tua
14,21,24,38,39,40,41,43,45
17,25,33
2 Tindakan pelanggaran ringan.
• Melarikan diri dari rumah
• Membolos sekolah
• Kabur pada jam mata pelajaran tertentu
1,2,3,7,8,10,12,13,15,19,20,22,28,30,31,34,35,36,42,46
5,6,18
3 Tindakan pelanggaran berat.
• Menggunakan obat-obatan terlarang
• Mabuk-mabukan
• Seks pranikah
4,9,11,16,23,26,29,37,44
27,32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Selanjutnya peneliti menggunakan 38 aitem yang valid untuk penelitian.
Berikut ini adalah tabel sebaran aitem dengan penomoran baru yang digunakan
dalam penelitian :
Tabel 10 Distribusi Aitem Kuesioner Kenakalan Remaja Setelah Uji Coba
Nomor Aitem No Aspek Indikator Pernyataan
Jumlah
1 Tindakan yang tidak dapat diterima lingkungan sosial.
• Berkata kasar kepada orang tua dan guru
• Berbohong dengan orang tua
• Tidak mendengarkan nasehat orang tua
14 (12),21 (17),24 (20),38 (30),39 (31),40 (32),41
(33),43 (35),45 (37)
9
2 Tindakan pelanggaran ringan.
• Melarikan diri dari rumah
• Membolos sekolah
• Kabur pada jam mata pelajaran tertentu
1 (1),2 (2),3 (3),7 (7),8 (5),10 (8),12
(10),13 (11),15 (13),19 (15),20 (16),22 (18),28 (22),30 (24),31 (25),34 (26),35 (27),36 (28),42
(34),46 (38)
20
3 Tindakan pelanggaran berat.
• Menggunakan obat-obatan terlarang
• Mabuk-mabukan • Seks pranikah
4 (4),9 (6),11 (9),16 (14),23 (19),26 (21),29 (23),37
(29),44 (36)
9
Total 38 keterangan : angka dalam tanda kurung (...) adalah distribusi sebaran nomor aitem yang baru dalam kuesioner. b. Penghitungan reliabilitas
Penghitungan reliabilitas dicari setelah dilakukan uji validitas, kemudian
aitem-aitem yang valid dicari koefisien reliabilitasnya. Menghitung koefisien
reliabilitas ini menggunakan teknik analisis Alpha Cronbach. Cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
menghitungnya dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS for MS
windows release versi 17.0
Berdasarkan penghitungan reliabilitas tersebut diperoleh hasil untuk aitem-
aitem persepsi terhadap keharmonisan keluarga dengan koefisien reliabilitas (rtt)
sebesar 0,980, sedangkan untuk aitem-aitem konformitas teman sebaya dengan
koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,893, dan untuk aitem-aitem kenakalan remaja
dengan koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,946, hasil selanjutnya dapat dilihat
pada lampiran.
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI SMA Utama 2
Bandar Lampung yang terdiri dari lima kelas yaitu XI-IPA1, XI-IPS1, XI-IPS2,
XI-IPS3, XI-IPS4 sebanyak 198 siswa. Sampel yang digunakan dalam penelitian
terdiri 80 siswa. Alasan penggunaan kelas XI karena dianggap mewakili populasi
untuk dijadikan sebagai sampel penelitian. Siswa kelas XI pada umumnya berada
pada rentang usia antara 15-18 tahun dan dimasukkan dalam kelompok remaja
pertengahan, sehingga dapat mewakili subjek penelitian.
Teknik pengambilan sampel dari populasi ini dilakukan secara random
dengan teknik cluster random sampling, yaitu dengan melakukan randomisasi
terhadap kelas, bukan terhadap subjek secara individual, kemudian cara
pemilihannya dengan menggunakan undian. Dari populasi penelitian yang
berjumlah lima kelas dilakukan cluster random sampling dengan undian dan
didapatkan 2 kelas untuk penelitian, yaitu kelas XI IPS2, XI IPS3 sebanyak 80
siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
2. Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 29 Mei 2010 dengan menggunakan alat
ukur berupa Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga yang terdiri dari 44
aitem, Skala Konformitas Teman Sebaya yang terdiri dari 24 aitem dan Kuesioner
Kenakalan Remaja yang terdiri dari 38 aitem. Pembagian dan pengisian skala
dilakukan secara klasikal dengan menggunakan satu jam pelajaran setelah
mendapatkan ijin dari guru yang mengampu.
Sampel untuk penelitian yaitu kelas XI IPS2, XI IPS3 sebanyak 80 siswa.
Peneliti kemudian menjelaskan tentang cara mengerjakan skala dan memberikan
contoh pengerjaan. Selama subjek mengerjakan skala penelitian, peneliti tetap
berada didalam kelas melakukan observasi sampai subjek selesai mengerjakan dan
mengumpulkan skala kembali pada peneliti. Setelah data terkumpul selanjutnya
dilakukan skoring.
C. Hasil Analisis Data Penelitian
Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji
normalitas sebaran, uji linearitas hubungan. Perhitungan dalam analisis ini
dilakukan dengan bantuan komputer seri program statistik SPSS for MS Windows
release versi 17.0.
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah sebaran data normal atau
tidak. Dalam penelitian ini digunakan Kolmogorov-Smirnov Test untuk menguji
normalitas. Kriteria yang digunakan yaitu dengan membandingkan nilai p yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
diperoleh dengan taraf signifikan yang telah ditentukan yaitu 0,05. Apabila nilai p
> 0,05, maka data yang diuji normal.
Tabel 11 Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Persepsi Remaja terhadap
Keharmonisan Keluarga
Konformitas Teman Sebaya
Kenakalan Remaja
N 80 80 80
Mean 202.4125 53.5000 37.8625 Normal Parametersa,,b
Std. Deviation 4.07740 7.38627 12.31110
Absolute .086 .236 .109
Positive .061 .236 .109
Most Extreme Differences
Negative -.086 -.168 -.056
Kolmogorov-Smirnov Z .765 2.107 .975
Asymp. Sig. (2-tailed) .602 .000 .297
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Berdasarkan Tabel 11 di atas hasil perhitungan uji Kolmogorov – Smirnov
dapat dilihat dari Asym. Sig (2-tailed) berupa harga p. Hasil untuk variabel
persepsi terhadap keharmonisan keluarga 0,602, dan kenakalan remaja 0,297
mempunyai p > 0,05 dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang diuji berdistribusi
normal. Konformitas teman sebaya mempunyai nilai p < 0,05, sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa data yang diuji berdistribusi tidak normal.
b. Uji Linearitas Hubungan.
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dari variabel bebas
berkorelasi linear dengan data dari variabel tergantung. Apabila penyimpangan
yang ditemukan tidak signifikan, maka hubungan antara variabel bebas dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
variabel tergantung adalah linear (Hadi, 2000). Hubungan antara persepsi
keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja diperoleh nilai Fbeda sebesar
1,316 dengan nilai probabilitas sebesar 0,195 > 0,05. Hasil uji linearitas
menunjukkan bahwa variabel persepsi keharmonisan keluarga mempunyai
korelasi yang linear dengan variabel kenakalan remaja. Hubungan antara
konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja diperoleh nilai Fbeda sebesar
4,955 dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05. Hasil uji linearitas
menunjukkan bahwa variabel konformitas teman sebaya mempunyai korelasi
yang tidak linear dengan variabel kenakalan remaja. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 12 di bawah ini (lihat lampiran F).
Tabel 12 Uji Linearitas
Variabel Fbeda p Keterangan
Persepsi Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan Remaja
1,363 0,195 Linear
Konformitas Teman Sebaya dengan Kenakalan Remaja
4,705 0,000 Tidak Linear
2. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji asumsi diketahui sebaran data persepsi terhadap
keharmonisan keluarga dan kenakalan remaja berdistribusi normal dan linear,
sedangkan data konformitas teman sebaya tidak berdistribusi normal dan tidak
linear. Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan untuk menguji
hipotesis yang diajukan dengan analisis korelasi Product Momen ( Pearson) untuk
hubungan persepsi terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja.
Product Momen ( Pearson) merupakan suatu metode statistika parametrik yang
digunakan untuk mengukur data yang berdistribusi normal dan linier (memenuhi
uji asumsi). Selanjutnya untuk menguji hipotesis hubungan konformitas teman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
sebaya dengan kenakalan remaja menggunakan analisis Contingency Coefficient
yang dalam penghitungannya menggunakan analisis Chi square. Chi square
merupakan suatu metode statistika non parametrik yang digunakan untuk
mengukur data yang berdistribusi tidak normal dan tidak linier (tidak memenuhi
uji asumsi).
a. Hubungan Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan
Remaja
Untuk menghitung hubungan persepsi terhadap keharmonisan keluarga
dengan kenakalan remaja, maka penghitungannya menggunakan korelasi Product
Momen ( Pearson). Dari hasil perhitungan dengan SPSS p value sebesar 0,00, p
value < 0,05 (α) maka hipotesis diterima, sehingga dapat dinyatakan ada
hubungan antara persepsi terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan
remaja. Besarnya hubungan antara persepsi terhadap keharmonisan keluarga
dengan kenakalan remaja sebesar -0.489. Koefisien korelasi bertanda negatif
artinya semakin tinggi persepsi terhadap keharmonisan keluarga maka semakin
rendah kenakalan remaja, begitu sebaliknya. Tabel 13 menunjukkan hasil korelasi
Product Momen ( Pearson) persepsi terhadap keharmonisan keluarga dengan
kenakalan remaja.
Tabel 13 Hasil korelasi Product Momen ( Pearson) Persepsi terhadap Keharmonisan
Keluarga dengan Kenakalan Remaja Correlations
VAR00001 VAR00002
Pearson Correlation 1 -.489**
Sig. (2-tailed) .000
VAR00001
N 80 80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Pearson Correlation -.489** 1
Sig. (2-tailed) .000
VAR00002
N 80 80
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
b. Hubungan Konformitas Teman Sebaya dengan Kenakalan Remaja
Untuk menghitung hubungan konformitas teman sebaya dengan kenakalan
remaja, maka penghitungannya menggunakan Chi Square yang diberi simbolχ².
Dari hasil perhitungan dengan SPSS diperoleh p value sebesar 0,000 , p value <
0,05 (α) maka hipotesis diterima, sehingga dapat dinyatakan ada hubungan antara
konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja. Besarnya hubungan antara
konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja sebesar 0,966. Tabel 14
menunjukkan hasil penghitungan Chi Square konformitas teman sebaya. Tabel 15
menunjukkan besarnya Contingency Coefficient nya.
Tabel 14 Hasil Chi Square Konformitas Teman Sebaya
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 1133.238a 592 .000
Likelihood Ratio 364.921 592 1.000
Linear-by-Linear Association 62.322 1 .000
N of Valid Cases 80 a. 646 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,01.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Tabel 15 Hasil Contingency Coefficient Konformitas Teman Sebaya
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std. Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .966 .000
Interval by Interval Pearson's R .888 .048 17.072 .000c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .961 .027 30.797 .000c
N of Valid Cases 80
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
3. Analisis Deskriptif
Berikut ini akan disajikan deskripsi data penelitian dan subjek penelitian.
Deskripsi data penelitian disajikan sebagai gambaran umum tentang data
penelitian yang lengkap dalam Tabel 16.
Tabel 16 Deskripsi Data Penelitian
Data Hipotetik Data Empiris Alat Ukur Jumlah Subjek Skor
min Skor maks
M SD
Skor min
Skor maks
M SD
Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga
80 44 308 176 44 190 210 202,4125
4,077
Konformitas 80 24 120 72 16 35 70 53,5 7,386
Kenakalan Remaja 80 0 76 38 12,67 6 61 37,8625
12,315
.Keterangan Jml : Jumlah M : Rerata Min : Minimal SD : Standar Deviasi Maks: Maksimal a. Tingkat Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga akan dikategorikan untuk
mengetahui gambaran umum tentang subjek mengenai persepsi terhadap
keharmonisan keluarga. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan
mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal, sehingga
skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 2008). Skor minimal
yang diperoleh subjek adalah 44 X 1 = 44 dan skor maksimal yang dapat
diperoleh subjek adalah 44 X 7 = 308, maka jarak sebarannya adalah 308 - 44 =
264 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 264 : 6,0 = 44, sedangkan rerata
hipotetiknya adalah 44X4 = 176. Apabila subjek digolongkan dalam 5
kategorisasi, maka akan didapat kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti
pada Tabel 17.
Tabel 17 Kriteria kategori Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga
dan distribusi skor subjek Subjek Standart
Deviasi Skor Kategorisa
si Frek (ΣN) Presentase Rerata Empirik
(MH-3s) ≤ X < (MH-1,8s) 0 ≤ X < 61,6 ≤ X 79,206
Sangat rendah
- -
(MH-1,8s) ≤ X < (MH-0,6s) 61,6 ≤ X < 123,2 Rendah - - (MH- 0,6s) ≤ X < (MH+0,6s) 123,2≤ X < 184,8 Sedang - - (MH+ 0,6s) ≤ X < (MH+1,8s) 184,8≤ X < 246,4 Tinggi 80 100 202,4125 (MH+1,8s) ≤ X < (MH+3s) 246,4 ≤ X < 308 Sangat
tinggi - -
Jumlah 80 100 100
Dari kategori Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga seperti
terlihat pada tabel, dapat dilihat bahwa subjek memiliki tingkat persepsi terhadap
keharmonisan keluarga yang tinggi.
b. Tingkat Konformitas Teman Sebaya
Skala Konformitas Teman Sebaya akan dikategorikan untuk mengetahui
gambaran umum tentang subjek mengenai konformitas teman sebaya.
Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
subjek terdistribusi secara normal, sehingga skor hipotetik didistribusi menurut
model normal (Azwar, 2008). Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 24 X 1
= 24 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 24 X 5 = 120. Maka
jarak sebarannya adalah 120 - 24 = 96 dan setiap satuan deviasi standarnya
bernilai 96 : 6,0 = 16, sedangkan rerata hipotetiknya adalah 24 X 3 = 72. Apabila
subjek digolongkan dalam 5 kategorisasi, maka akan didapat kategorisasi serta
distribusi skor subjek seperti pada tabel 18.
Tabel 18 Kriteria kategori Skala Konformitas Teman Sebaya dan distribusi skor subjek
Subjek Standart Deviasi
Skor Kategorisasi Frek (ΣN) Presentase
Rerata Empirik
(MH-3s) ≤ X < (MH-1,8s) 0 ≤ X < 24 Sangat rendah
- -
(MH-1,8s) ≤ X < (MH-0,6s) 24 ≤ X < 48 Rendah 16 20 (MH- 0,6s) ≤ X < (MH+0,6s) 48 ≤ X < 72 Sedang 64 80 53,5 (MH+ 0,6s) ≤ X < (MH+1,8s) 72 ≤ X < 96 Tinggi - - (MH+1,8s) ≤ X < (MH+3s) 96 ≤ X < 120 Sangat tinggi - - Jumlah 80 100 Dari kategori Skala Konformitas Teman Sebaya seperti terlihat pada tabel,
dapat dilihat bahwa subjek memiliki tingkat konformitas teman sebaya yang
sedang.
c. Tingkat Kenakalan Remaja
Kuesioner Kenakalan Remaja dikategorikan untuk mengetahui gambaran
umum tentang subjek mengenai kenakalan remaja. Kategorisasi yang dilakukan
adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara
normal, sehingga skor teoritis didistribusi menurut model normal (Azwar, 2008).
Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 76 X 0 = 0 dan skor maksimal yang
dapat diperoleh subjek adalah 76 X 1 = 76 maka jarak sebarannya adalah 76 - 0 =
76 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 76 : 6,0 = 12,67 sedangkan rerata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
hipotetiknya adalah 76 X 0,5 = 38. Apabila subjek digolongkan dalam 5
kategorisasi, maka didapat kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada
tabel 19.
Tabel 19 Kriteria kategori Kuesioner Kenakalan Remaja dan distribusi skor subjek
Subjek Standart Deviasi
Skor Kategorisasi Frek (ΣN) Presentase
Rerata Empirik
(MH-3s) ≤ X < (MH-1,8s) 0 ≤ X < 15,2 Sangat rendah
4 5
(MH-1,8s) ≤ X < (MH-0,6s) 15,2 ≤ X < 30,4 Rendah 18 22,5 (MH- 0,6s) ≤ X < (MH+0,6s) 30,4 ≤ X < 45,6 Sedang 43 53,75 37,9625 (MH+ 0,6s) ≤ X < (MH+1,8s) 45,6 ≤ X < 60,8 Tinggi 13 16,25 (MH+1,8s) ≤ X < (MH+3s) 60,8 ≤ X < 76 Sangat tinggi 2 2,5 Jumlah 80
Dari kategori Kuesioner Kenakalan Remaja seperti terlihat pada tabel, dapat
dilihat bahwa subjek memiliki tingkat kenakalan remaja yang sedang.
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan dengan korelasi Product Momen ( Pearson)
diperoleh koefisien korelasi sebesar -0.489 dengan p value < 0,05 (α) maka
hipotesis yang diajukan dapat diterima, sehingga dapat dinyatakan ada hubungan
negatif antara persepsi terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan
remaja. Koefisien korelasi bertanda negatif artinya semakin tinggi persepsi
terhadap keharmonisan keluarga maka semakin rendah kenakalan remaja, begitu
sebaliknya. Ini berarti ada persepsi positif terhadap keharmonisan keluarga yang
diwujudkan dalam hubungan keluarga yang baik dan suasana rumah yang
menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi orang dewasa yang
bertanggung jawab dan terhindar dari perbuatan anti sosial/ amoral.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Marina
(2000), menemukan bahwa remaja yang terpenuhi kebutuhannya secara psikologis
lebih kecil kecenderungan untuk berperilaku delinkuen. Kebutuhan psikologis ini
akan didapatkan remaja dari keluarga yang harmonis dan sehat. Menurut Dodson
(dalam Fuhrman, 1990) keluarga yang sehat adalah keluarga yang memberikan
tempat bagi setiap individu menghargai perubahan yang terjadi akibat
perkembangan kedewasaan dan mengajarkan kemampuan berinteraksi kepada
anggota keluarga terutama remaja.
Hasil penelitian ini menggambarkan siswa SMA Utama 2 Bandar Lampung
memiliki persepsi keharmonisan keluarga secara umum termasuk kategori tinggi
berdasarkan rerata empirik sebesar 202,4125. Ini berarti siswa SMA Utama 2
Bandar Lampung mempersepsikan hidup di dalam keluarga harmonis, yang di
dalamnya seluruh anggota keluarga merasa dicintai, dan mencintai, merasa
terpenuhi kebutuhan biologis dan psikologisnya, saling menghargai dan
mengembangkan sistem interaksi yang memungkinkan setiap anggota
menggunakan seluruh potensinya.
Selanjutnya Gunarsa (2004) mengatakan latar belakang keluarga remaja dapat
mempengaruhi kemungkinan remaja menjadi delinkuen atau tidak. Keluarga yang
kurang memiliki kohesivitas (kekurangdekatan hubungan antar anggota keluarga),
hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga, merupakan suatu prediktor akan
kemungkinan timbulnya delinkuensi.
Keluarga juga mempunyai peranan dalam membentuk kepribadian seorang
remaja. Keluarga yang sehat dan harmonis, anak akan mendapatkan latihan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
latihan dasar dalam mengembangkan sikap sosial yang baik dan perilaku yang
terkontrol. Selain itu anak juga memperoleh pengertian tentang hak, kewajiban,
tanggung jawab serta belajar bekerja sama dan berbagi dengan orang lain. Dengan
kata lain seorang anak dalam keluarga yang diwarnai dengan kehangatan dan
keakraban (keluarga harmonis) akan terbentuk asas hidup kelompok yang baik
sebagai landasan hidupnya di masyarakat nantinya. Lingkungan keluarga yang
kurang harmonis sering kali dianggap memberikan kontribusi terhadap munculnya
kenakalan pada remaja, karena remaja yang dibesarkan oleh keluarga yang tidak
harmonis akan mempersepsi rumahnya sebagai tempat yang tidak menyenangkan
dan melakukan hal-hal yang melanggar norma di masyarakat sebagai salah satu
cara untuk menyatakan protes pada orangtua.
Hasil penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Hawari
(1997), yang meneliti tiga kondisi keluarga yang berbeda yaitu; keluarga
berantakan (tidak harmonis), keluarga yang biasa-biasa saja, dan keluarga yang
harmonis. Penelitiannya menemukan bahwa remaja yang dibesarkan dalam
keluarga yang tidak harmonis mempunyai risiko lebih besar untuk terganggu
jiwanya, yang selanjutnya mempunyai kecenderungan besar untuk menjadi remaja
nakal dengan melakukan tindakan-tindakan anti sosial.
Selanjutnya Hurlock (1999) menambahkan remaja yang hubungan
keluarganya kurang baik juga dapat mengembangkan hubungan yang buruk
dengan orang-orang di luar rumah, melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh
lingkungan yang kurang kondusif dan sifat kepribadian yang kurang baik akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-
perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat.
Untuk uji hipotesis ke dua dengan tehnik analisis Chi Square diperoleh
koefisien korelasi sebesar 0,966 dengan p value < 0,05 (α) maka hipotesis yang
diajukan dapat diterima, sehingga dapat dinyatakan ada hubungan positif antara
konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja. Koefisien korelasi bertanda
positif artinya semakin tinggi konformitas teman sebaya maka semakin tinggi
kenakalan remaja dan semakin rendah konformitas teman sebaya maka semakin
rendah pula kenakalan remaja. Hubungan ini besifat negatif karena mengacu pada
konformitas teman sebaya yang negatif sehingga meningkatkan resiko remaja
menjadi pelaku kenakalan. Selanjutnya Rakhmat (2005) menambahkan bahwa
bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada
kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama.
Jika remaja memandang kelompoknya sebagai tempat memperoleh informasi
yang tidak remaja dapatkan dari keluarga, dan memberikan masukan (koreksi)
terhadap kekurangan yang dimilikinya maka konformitas yang tercipta bersifat
positif. Sebaliknya, jika remaja memandang kelompok sebagai tempat bersenang-
senang, melakukan perbuatan menyimpang bersama sebagai ajang balas dendam
terhadap lingkungan yang menolak dirinya, maka konformitas yang timbul
bersifat negatif.
Santrock (2007) menambahkan konformitas terhadap tekanan sebaya pada
masa remaja dapat bersifat positif atau negatif. Remaja terlibat dalam segala jenis
perilaku konformitas yang negatif sebagai contoh : remaja menggunakan bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
gaul, mencuri, merusak dan mempermainkan orang tua dengan guru, sedangkan
konformitas yang positif seperti : mengikuti tren rambut dan menolong sesama.
Bentuk-bentuk konformitas negatif terhadap tekanan sebaya yang
digambarkan dalam hasil penelitian ini, seperti : membolos, tidak mengerjakan
pekerjaan rumah, bekerja sama pada saat ujian berlangsung dan kumpul dengan
teman hingga larut malam. Remaja yang memiliki teman sebaya yang melakukan
kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan. Pada umumnya
remaja mementingkan konformitas dan penerimaan kelompok, apapun akan
dilakukan asalkan diterima oleh kelompok akan diutamakan dan ditaati. Teman
atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan arah remaja yang
bersangkutan untuk berbuat. Costanzo dan Coleman (dalam Fuhrmann, 1990)
yang menemukan bahwa konformitas cenderung tinggi pada fase remaja awal
karena pada fase tersebut remaja lebih mudah terpengaruh pada penilaian orang
lain. Konformitas cenderung stabil pada usia remaja tengah dan kemudian akan
menurun pada usia remaja akhir.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Ratmawati (2009) yang
mengemukakan ada hubungan positif yang signifikan antara pergaulan kelompok
sebaya dengan kenakalan remaja dengan sumbangan relatif sebesar 74,655%.
Selama masa remaja, khususnya awal masa remaja, individu lebih mengikuti
standar-standar teman sebaya daripada yang individu lakukan pada masa anak-
anak (Santrock, 1995). Konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau
tingkah laku orang lain dikarenakan oleh tekanan yang nyata maupun yang
dibayangkan oleh individu. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
sangat kuat pada masa remaja (Santrock, 2003). Melihat kondisi ini konformitas
berpengaruh pada bentuk-bentuk perilaku remaja.
Temuan ini menunjukan bahwa adanya persepsi positif terhadap
keharmonisan keluarga yang diwujudkan dalam hubungan keluarga yang baik dan
suasana rumah yang menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi
orang dewasa yang bertanggung jawab dan terhindar dari perbuatan anti sosial/
amoral. Selain bersosialisasi di lingkungan keluarga, remaja melakukan salah satu
bentuk sosialisasi yang sangat dikenal dalam masa remaja adalah konformitas
kelompok remaja. Remaja yang memiliki teman sebaya yang melakukan
kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 91
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada hubungan negatif antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga
dengan kenakalan remaja, dengan koefisien korelasi sebesar -0.489 dengan p
value < 0,05 (α).
2. Ada hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan
remaja, dengan koefisien korelasi sebesar 0,966 dengan p value < 0,05 (α).
B. Saran
1. Orangtua
Disarankan kepada orangtua untuk dapat mempertahankan dan memelihara
hubungan yang hangat dalam keluarga dengan cara saling menghargai, pengertian,
dan penuh kasih sayang serta tidak bertengkar di depan anak, sehingga dapat
dipersepsi anak sebagai keluarga yang harmonis dan hal itu sebagai upaya
pencegahan resiko remaja menjadi pelaku kenakalan.
2. Pihak Sekolah dan Orangtua
Pihak sekolah dan orangtua disarankan dapat membantu remaja dalam
menciptakan lingkungan yang positif sehingga dapat membantu pengelolaan
konformitas yang positif bagi remaja, karena teman atau kelompok yang dipilih
akan sangat menentukan arah remaja yang bersangkutan untuk berbuat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
3. Bagi peneliti selanjutnya.
Untuk penelitian selanjutnya yang berminat untuk mengangkat tema yang
sama diharapkan mempertimbangkan variabel-variabel lain yang lebih
mempengaruhi kenakalan remaja seperti media masa, status sosial ekonomi, dan
disarankan juga untuk memperbanyak jumlah sampel penelitian. Hal lain yang
perlu diperhatikan adalah menggunakan data tambahan seperti observasi dan
wawancara agar hasil yang didapat lebih mendalam dan sempurna, karena tidak
semua hal dapat diungkap dengan angket/ skala.