bab ii landasan teori 21 perilaku merokok...

13
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian luas, perilaku mencakup segala sesuatu yang dilakukan atau dialami seseorang, sedangkan pengertian lebih sempit, perilaku mencakup reaksi yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh individu lain dan sesuatu itu bersifat nyata. Dan perilaku yang ada pada individu tidak timbul dengan sendirinya melainkan sebagai akaibat dari stimulus eksternal maupun internal Walgito (2001). Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok muncul karena adanya faktor internal (faktor biologis dan faktor psikologis seperti perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi stres) dan faktor eksternal (faktor lingkungan sosial seperti terpengaruh oleh teman sebaya). Levy (1984) mengatakan bahwa setiap indivudu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan tujuan mereka merokok, seperti untuk mendapatkan kekuatan kesibukan tangan, kenikmatan dan menenangkan diri pada saat stress, dan ketergantungan pada nikotin. Smet (1994) memberi pengertian bahwa seseorang dikatakan perokok berat apabila menghisap rokok 15 batang atau lebih dalam sehari. Perokok sedang adalah apabila menghisap

Upload: vuthuy

Post on 28-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 21 Perilaku Merokok Merokokrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3570/3/T1... · seseorang tentang merokok. b. ... namun seiring perkembangan zaman wanita

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Perilaku Merokok

2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok

Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti

luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian luas, perilaku mencakup segala sesuatu yang

dilakukan atau dialami seseorang, sedangkan pengertian lebih sempit, perilaku mencakup reaksi

yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh individu lain dan sesuatu itu

bersifat nyata. Dan perilaku yang ada pada individu tidak timbul dengan sendirinya melainkan

sebagai akaibat dari stimulus eksternal maupun internal Walgito (2001).

Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok muncul karena adanya faktor internal

(faktor biologis dan faktor psikologis seperti perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi

stres) dan faktor eksternal (faktor lingkungan sosial seperti terpengaruh oleh teman sebaya).

Levy (1984) mengatakan bahwa setiap indivudu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda

dan biasanya disesuaikan dengan tujuan mereka merokok, seperti untuk mendapatkan kekuatan

kesibukan tangan, kenikmatan dan menenangkan diri pada saat stress, dan ketergantungan pada

nikotin.

Smet (1994) memberi pengertian bahwa seseorang dikatakan perokok berat apabila

menghisap rokok 15 batang atau lebih dalam sehari. Perokok sedang adalah apabila menghisap

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 21 Perilaku Merokok Merokokrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3570/3/T1... · seseorang tentang merokok. b. ... namun seiring perkembangan zaman wanita

rokok 5-14 batang rokok dalam sehari. Sedangkan perokok ringan yang menghisap 1-4 batang

rokok dalam sehari.

Danusantosa (1991) mengatakan bahwa asap rokok selain merugikan diri sendiri juga

berakibat bagi orang lain disekitarnya. Demikian dengan pendapat Wismanto & Sarwo (2007)

mengatakan bahwa merokok adalah perilaku manusia yang sudah berusia ratusan tahun bahkan

ribuan tahun. Perilaku merokok adalah perilaku yang merugikan bukan hanya pada si perokok

sendiri namun juga merugikan orang lain yang ada disekitarnya.

Levy dkk (1984) menambahkan bahwa perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan

seseorang berupa membakar rokok dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat

terhisap oleh orang-orang disekitarnya. Brigham (1991) mengatakan bahwa perilaku merokok

bagi remaja merupakan simbolisasi. Simbolisasi dari kematamgam, kekuatan, kepemimpinan

dan daya tarik terhadap lawan jenis.

Perilaku merokok biasanya dimulai pada masa remaja. Erikson (dalam Komalasari &

Helmi, 2000) menyatakan bahwa keputusan seorang remaja untuk merokok berkaitan dengan

adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya, yaitu masa mencari

identitas diri. Sering kali remaja merokok karena iseng, diberi oleh temannya atau dipaksa oleh

temannya. Hal tersebut dilakukan agar terlihat dewasa, ingin menyesuaikan diri dengan teman

atau supaya diterima dalam kelompok dan supaya tidak di cemooh.

Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, dapat dinyatakan bahwa perilaku merokok

merupakan suatu tindakan individu yang bersifat nyata dapat diamati secara umum dan objektif

dengan menghirup asap rokok yang terbuat dari tembakau yang dapat merugikan diri sendiri dan

orang lain di sekitarnya.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 21 Perilaku Merokok Merokokrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3570/3/T1... · seseorang tentang merokok. b. ... namun seiring perkembangan zaman wanita

2.1.2 Aspek-aspek yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

Umumnya setiap individu dapat menggambarkan setiap perilaku menurut tiga aspek.

Aspek-aspek perilaku menurut Smet (1994) adalah sebagai berikut:

a. Frekuensi yaitu sering tidaknya perilaku muncul

Frekwensi sangatlah bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana perilaku merokok

seseorang dengan menghitung jumlah munculnya perilaku merokok sering muncul atau tidak.

Dari frekwensi merokok seseorang,dapat diketahui perilaku merokok seseorang yang

sebenarnya.

b. Lamanya berlangsung yaitu waktu yang diperlukan seseorang untuk melakukan suatu

tindakan.

Aspek ini sangatlah berpengaruh bagi perilaku merokok seseorang. Dari aspek inilah

dapat diketahui perilaku merokok seseorang apakah dalam menghisapnya lama atau tidak.

c. Intensitas yaitu banyaknya daya yang dikeluarkan oleh perilaku tersebut.

Aspek intensitas digunakan untuk mengukur seberapa dalam dan seberapa banyak

seseorang menghisap rokok.dimensi intensitas merupakan cara yang paling subjektif dalam

mengukur perilaku merokok seseorang.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Remaja

Faktor yang mempengaruhi perilaku merokok menurut Smet (1994) sebagai berikut:

a. Social environment

Faktor lingkungan sosial yang mempengaruhi Perilaku merokok seperti teman sebaya,

saudara, orang tua dan media masa. Faktor yang terpenting yaitu tekanan dari teman sebaya

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 21 Perilaku Merokok Merokokrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3570/3/T1... · seseorang tentang merokok. b. ... namun seiring perkembangan zaman wanita

berpengaruh sebesar (46%), tetapi pengaruh anggota atau saudara merupakan faktor penentu

kedua sebesar (23%) dan orang tua (14%). Lingkungan yang mendukung atau menerima perilaku

merokok akan menyebabkan seseorang untuk mempertahankan perilaku merokoknya. Demikian

sebaliknya lingkungan yang tidak menerima perilaku merokok maka akan merubah pandangan

seseorang tentang merokok.

b. Demographic variables

Faktor ini meliputi faktor usia dan jenis kelamin. Semakin muda seseorang mulai

merokok maka semakin besar kemungkinan untuk merokok dikemudian hari. Jenis kelamin juga

berpengaruh pada perilaku merokok. Pada mulanya merokok hanya dilakukan oleh sebagian

kaum pria, namun seiring perkembangan zaman wanita juga ambil bagian dalam hal perilaku

merokok. dan Di Indonesia jenis kelamin merupakan faktor terpenting dalam faktor sosial.

c. Socio-cultural factors

Yang terkait dengan kebiasaan budaya, kelas sosial dan tingkat pendidikan.

2.1.4 Tipe-tipe Perilaku Merokok

Menurut Smet (1994) ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut

banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah:

a. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari

b. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.

c. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari

2.2 Konformitas pada Kelompok Sebaya

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 21 Perilaku Merokok Merokokrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3570/3/T1... · seseorang tentang merokok. b. ... namun seiring perkembangan zaman wanita

2.2.1 Pengertian Konformitas

Menurut pendapat Sears (1994) konformitas adalah suatu bentuk tingkah laku

menyesuaikan diri dengan tingkah laku orang lain, sehingga menjadi kurang lebih sama atau

identik guna mencapai tujuan tertentu. Sering kali orang atau organisasi berusaha agar pihak lain

menampilkan tindakan tertentu pada saat pihak lain tidak menginginkan untuk melakukan itu,

namun bila orang lain menampilkan perilaku tersebut maka itu disebut konformitas.

Baron dan Byrne (2005) mengemukakan konformitas adalah suatu sikap individu untuk

mengubah perilakunya dengan mengambil norma yang ada dengan menerima ide-ide atau aturan

yang menunjukkan bagaimana individu harus bersikap dalam kondisi tertentu. Myers (2010)

menyatakan bahwa pengaruh konformitas pada kelompok menghasilkan suatu perubahan

kepercayaan sebagai akibat dari tekanan kelompok, terlihat dari adanya kecenderungan

seseorang untuk selalu menyamakan perilakunya terhadap perilaku kelompok, sehingga terhindar

dari keterasingan maupun celaan

Baron, Bans dan Brans combe (dalam Sarwono, 2009) memberi pengertian bahwa

konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial di mana individu merubah sikap dan tingkah

lakunya agar sesuai dengan norma sosial. Sedangkan Sarwono (2009) menambahkan bahwa

konformitas adalah perilaku sama orang lain yang didorong oleh keinginannya sendiri. Sears

(1994) juga berpendapat bahwa bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan

oleh orang lain menampilkan perilaku tersebut, disebut konformitas. Asch (Sears, 1991)

mengatakan bahwa konformitas hanya terjadi dalam situasi ambigu, yaitu bila orang merasa

amat tidak pasti mengenai apa standar perilaku yang benar.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konformitas pada kelompok sebaya

adalah perubahan perilaku seseorang dengan mengambil norma yang ada guna menyesuaikan

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 21 Perilaku Merokok Merokokrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3570/3/T1... · seseorang tentang merokok. b. ... namun seiring perkembangan zaman wanita

diri dengan tingkah laku orang lain, sehingga menjadi kurang lebih sama atau identik guna

mencapai tujuan tertentu.

2.2.2 Konformitas pada kelompok Sebaya

Kelompok sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga. Kelompok sebaya sering

diartikan sebagai kelompok yang terdiri dari beberapa orang sahabat dekat dan teman-teman luar

lainnya, yang memiliki tingkat usia yang relatif sama untuk berbagi pengalaman.

Kelompok sebaya menyediakan suatu lingkungan, yaitu tempat teman sebayanya dapat

melakukan sosialisasi dengan nilai yang berlaku, bukan lagi nilai yang ditetapkan oleh orang

dewasa, melainkan oleh teman seusianya, dan tempat dalam rangka menentukan jati dirinya

(Santrock, 2003). Namun apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilai

negatif maka akan menimbulkan bahaya bagi perkembangan jiwa individu.

Peranan penting kelompok sebaya terhadap individu berkaitan dengan sikap, minat, dan

perilaku remaja adalah perilaku meniru. Sehingga sangat penting bagi remaja untuk

menyamakan perilaku dengan teman sebayanya agar mendapat kesempatan bagi dirinya untuk

diterima oleh kelompok sebaya menjadi besar. Menurut Sears (1994) menyesuaikan diri dengan

tingkah laku orang lain sehingga menjadi kurang lebih sama atau identik guna mencapai tujuan

tertentu disebut konformitas.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa konformitas teman sebaya timbul

karena pengaruh besar sebagai kelompok yang terdiri dari beberapa orang sahabat dekat dan

teman-teman luar lainnya, serta merupakan teman-teman yang seusia atau teman-teman sosial

berbagi pengalaman.

2.2.3 Aspek-aspek Konformitas

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 21 Perilaku Merokok Merokokrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3570/3/T1... · seseorang tentang merokok. b. ... namun seiring perkembangan zaman wanita

Sears (1994) mengemukakan tiga aspek konformitas secara eksplisit diantaranya yaitu:

1. Kekompakan

Kekuatan yang dimiliki kelompok menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi

anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok disebabkan perasaan suka antara

anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa

suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk

memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka

akan semakin kompak kelompok tersebut.

a) Penyesuaian Diri

Kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat konformitas yang semakin tinggi. Alasan

utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan anggota kelompok lain, akan semakin

menyenangkan bagi orang lain untuk mengakui orang tersebut dalam kelompok, dan semakin

menyakitkan bila orang lain mencela. Kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan semakin

besar bila seseorang mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok

tertentu.

b) Perhatian terhadap Kelompok

Peningkatan koformitas terjadi karena anggotanya enggan disebut sebagai orang yang

menyimpang, dan penyimpangan menimbulkan resiko ditolak. Orang yang terlalu sering

menyimpang pada saat-saat yang penting diperlukan, tidak menyenangkan, dan bahkan bisa

dikeluarkan dari kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang dalam kelompok semakin serius

tingkat rasa takutnya terhadap penolakan, dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak

menyetujui kelompok.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 21 Perilaku Merokok Merokokrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3570/3/T1... · seseorang tentang merokok. b. ... namun seiring perkembangan zaman wanita

2. Ketaatan

Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan

tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya

akan tinggi juga.

a) Tekanan karena Ganjaran, Ancaman, atau Hukuman

Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan meningkatkan tekanan

terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, ancaman, atau

hukuman karena akan menimbulkan ketaatan yang semakin besar. Semua itu merupakan insentif

pokok untuk mengubah perilaku seseorang.

b) Harapan Orang Lain

Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang lain tersebut

mengharapkannya. Misalnya, bila seseorang menyatakan kepada orang lain bahwa mereka harus

menyumbang sejumlah uang, dan memberikan peringatan kepada orang lain apabila tidak

menyumbangkan sejumlah uang maka orang lain akan memberikan uang yang lebih banyak.

Salah satu cara untuk memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam

situasi yang terkendali, di mana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa sehingga ketidaktaatan

merupakan hal yang hampir tidak mungkin timbul.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 21 Perilaku Merokok Merokokrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3570/3/T1... · seseorang tentang merokok. b. ... namun seiring perkembangan zaman wanita

3. Kesepakatan

Pendapat kelompok, acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan yang kuat sehingga

loyalitas dan menyesuaikan pendapatnya pada pendapat kelompok.

a) Kepercayaan

Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat,

meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota

lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak mempunyai kepercayaan terhadap

pendapat kelompok, maka hal ini dapat mengurangi ketergantungan individu terhadap kelompok

sebagai sebuah kesepakatan.

b) Persamaan Pendapat

Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat dengan anggota

kelompok yang lain maka konformitas akan turun. Kehadiran orang yang tidak sependapat

tersebut menunjukkan terjadinya perbedaan yang dapat berakibat pada berkurangnya

kesepakatan kelompok. Jadi dengan persamaan pendapat antar anggota kelompok maka

konformitas akan semakin tinggi.

c) Penyimpangan terhadap pendapat kelompok

Bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain dia akan dikucilkan dan

dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik dalam pandangannya sendiri maupun dalam

pandangan orang lain. Bila orang lain juga mempunyai pendapat yang berbeda, maka tidak akan

dianggap menyimpang dan tidak akan dikucilkan. Jadi kesimpulan bahwa orang yang

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 21 Perilaku Merokok Merokokrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3570/3/T1... · seseorang tentang merokok. b. ... namun seiring perkembangan zaman wanita

menyimpang akan menyebabkan penurunan kesepakatan merupakan aspek penting dalam

melakukan konformitas.

Berdasarkan uraian di atas aspek-aspek dari konformitas adalah kekompakan, ketaatan

dan kesepakatan.

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Konformitas

Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas pada kelompok sebaya menurut Sears

(1994) mengungkapkan, yakni:

a. Pengaruh Informasi

Pengaruh informasi di mana individu merasa kelompoknya memiliki pengetahuan yang

lebih luas mengenai dunia sosialnya dibandingkan dengan dirinya sendiri, sehingga mengikuti

pendapat atau opini dan perilaku kelompok sebagai panduan baginya

b. Kepercayaan terhadap kelompok.

Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian

menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Individu ingin

memberikan informasi yang tepat, oleh karena itu semakin besar kepercayaan individu terhadap

kelompok sebagai sumber informasi yang benar, maka seseorang akan mengikuti apa pun yang

dilakukan kelompok tanpa memperdulikan pendapatnya sendiri. Demikian pula bila kelompok

mempunyai informasi penting yang belum dimiliki individu konformitas akan semakin

meningkat.

c. Kepercayaan yang lemah terhadap penilaiaan sendiri

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 21 Perilaku Merokok Merokokrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3570/3/T1... · seseorang tentang merokok. b. ... namun seiring perkembangan zaman wanita

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas

adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu

reaksi. Semakin lemah kepercayaan seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi tingkat

konformitasnya. Sebaliknya, jika seseorang merasa yakin akan kemampuannya sendiri akan

penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun tingkat konformitasnya

d. Rasa takut terhadap celaan sosial.

Celaan sosial memberikan efek yang signifikan terhadap sikap individu karena pada

dasarnya setiap manusia cenderung mengusahakan pesetujuan dan menghindari celaan kelompok

dalam setiap tindakannya. Tetapi, sejumlah faktor akan menentukan bagaimana pengaruh

persetujuan dan celaan terhadap tingkat konformitas individu

e. Rasa takut terhadap penyimpangan

Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir

dalam semua situasi sosial. Rasa takut akan dipandang sebagai orang yang menyimpang ini

diperkuat oleh tanggapan kelompok terhadap perilaku menyimpang.

2.3 Hubungan antara Konformitas dengan Perilaku Merokok

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang

sering kali timbul banyak permasalahan. Pada usia 15-18 tahun atau siswa yang duduk di kelas

XI menengah atas merupakan masa krisis bagi remaja dimana mereka mulai menyesuaikan diri

dengan teman sebayanya, tertarik dengan lawan jenis, ingin menunjukkan sisi kedewasaannya,

dan ingin menunjukkan eksistensinya di antara teman-teman yang lain. Dari karakteristik

tersebut peran teman sebaya sangat mempengaruhi dalam proses pencarian jati diri remaja

(Hurlock, 1980)

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 21 Perilaku Merokok Merokokrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3570/3/T1... · seseorang tentang merokok. b. ... namun seiring perkembangan zaman wanita

Penyesuaian remaja dengan kelompok teman sebaya sering kali menimbulkan beberapa

konsekuensi diantaranya remaja harus mengikuti apa yang dilakukan oleh teman-teman

kelompoknya, jika remaja tidak mau maka akan dikucilakn dan dimusuhi. Kepercayaan remaja

yang besar terhadap kelompok dapat menimbulkan konformitas yang tinggi terhadap kelompok.

Menurut Sears (1991) konformitas adalah suatu bentuk tingkah laku menyesuaikan diri dengan

tingkah laku orang lain, sehingga menjadi kurang lebih sama atau identik guna mencapai tujuan

tertentu.

Konformitas adalah satu tuntutan yang tidak terulis dari kelompok. Siswa yang memiliki

kepercayaan diri yang rendah membuat mereka berusaha untuk melakukan konformitas.

Misalnya anggota kelompok mencoba untuk merokok, minum munuman keras dan obat-obatan

terlarang , maka besar kemungkinan remaja akan cenderung mengikutinya.

Perilaku merokok erat kaitannya dengan remaja. Konformitas remaja ini didukung oleh

pendapat Sarafino (1990) bahwa seseorang merokok karena remaja terlalu sering bergaul dengan

perokok. Perilaku merokok dilakukan remaja agar tampak dewasa dan dilakukan secara

sembunyi – sembunyi karena takut dimarahi oleh orang tua atau guru. Terlepas dari hal itu

remaja yang merokok bersama teman akan terhindar dari celaan dan cemooh dari teman

sekelompoknya begitu pula sebaliknya seringkali siswa yang tidak merokok dikatakan banci dan

cemen.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa adanya kepercayaan diri terhadap kelompok

yang tinggi, kurangnya kepercayaan terhadap penilaian pada diri sendiri, dan rasa takut terhadap

penyimpangan dan celaan sosial dapat menimbulkan perilaku merokok. Hal tersebut menujukkan

bahwa konformitas pada kelompok berpengaruh terhadap perilaku merokok siswa.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 21 Perilaku Merokok Merokokrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3570/3/T1... · seseorang tentang merokok. b. ... namun seiring perkembangan zaman wanita

2.4 Penelitian yang Relevan

Penelitian oleh Endah (2011) mengenai “Hubungan Antara Konformitas dengan Perilaku

Merokok Pada Remaja Laki-laki” menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara konformitas dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki dengan p = 0,576 (P > 0,05).

Hal yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulansari (2006), mengenai

“Hubungan Konformitas terhadap Kelompok Sebaya (Peer Group) dan Perilaku merokok pada

remaja putra” menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara konformitas dan perilaku

merokok pada remaja putra.Hal ini ditunjukkan dengan (rxy) sebesar 0,310 (p = 0,000 < 0,05).

Berbeda pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Adi (2007) yang menghasilkan

danya hubungan yang positif dan signifikan antara konformitas dengan persepsi terhadap

perilaku merokok pada remaja akhir di UKSW, yakni r = 0,310 dan p < 0,05.

2.4 Hipotesis

Untuk memudahkan jalan bagi penelitian ini, penulis mengajukan hipotesis yang

nantinya akan diuji kebenarannya. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Ada

hubungan positif yang sangat signifikan antara konformitas pada kelompok sebaya dengan

perilaku merokok pada siswa kelas XI Mesin Otomotif SMK Islam Sudirman Ungaran”. Apabila

semakin tinggi konformitas maka semakin tinggi perilaku merokok, begitu pula sebaliknya

semakin rendah konformitas maka semakin rendah perilaku merokok siswa.