bab ii landasan teori 2.1 laporan keuanganeprints.mercubuana-yogya.ac.id/164/2/bab ii.pdflandasan...
TRANSCRIPT
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses
pencatatan pada periode tertentu, dan merupakan bagian dari proses
pelaporan keuangan. Laporan keuangan pada umumnya terdiri dari:
neraca, laba rugi, perubahan modal, arus kas. Fungsi laporan keuangan
menurut Mustafa (2013) memiliki persamaan definisi dengan Kegunaan
Informasi Akuntansi. Jika kita ingin memilah secara detail dan terperinci
maka Fungsi Laporan keuangan atau manfaat informasi akuntansi dapat di
bagi menjadi:
a. Menyusun perencanaan kegiatan perusahaan
b. Mengendalikan perusahaan
c. Dasar pembuatan keputusan dalam perusahaan
d. Pertimbangan dan pertanggung jawaban pada pihak ekstern.
Menurut Hema (2013) pengguna laporan keuangan meliputi
investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman,
pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-
lembaganya, dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan
untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berbeda. Beberapa kebutuhan
ini meliputi:
10
a. Investor
Penanam modal berisiko dan penasihat mereka berkepentingan
dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi
yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk
membantu menentukan apakah harus membeli, menahan, atau
menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada
informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan
perusahaan untuk membayar dividen.
b. Karyawan
Karyawan dan kelompok-kelompok lain yang mewakili mereka
tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas
perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi yang
memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
memberikan balas jasa, imbalan pasca kerja, dan kesempatan kerja.
c. Pemberi pinjaman
Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta
bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
d. Pemasok dan kreditor usaha lainnya
Mereka tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk
memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat
jatuh tempo. Kreditor usaha berkepentingan pada perusahaan dalam
tenggang waktu yang lebih pendek daripada pemberi pinjaman,
11
kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka bergantung pada
kelangsungan hidup perusahaan.
e. Pelanggan
Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai
kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam
perjanjian jangka panjang dengan, atau bergantung pada perusahaan.
f. Pemerintah
Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah
kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena
itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Mereka juga
membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan,
menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar untuk menyusun
statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
g. Masyarakat
Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara.
Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan
informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir
kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.
Berikut ini adalah lima prinsip dasar akuntansi (Accounting
Pinciple) yang bisa menjadi pedoman saat membuat laporan keuangan:
12
a. Prinsip Biaya Historis (Historis Cost Principle)
Prinsip ini menghendaki digunakannya harga perolehan dalam
mencatat aktiva, utang, modal, dan biaya. Data ini diambil dari catatan
laporan aktiva, hutang, modal dan biaya.
b. Prinsip Pengakuan Pendapatan (Revenue Recognition Principle)
Prinsip pengakuan pendapatan adalah aliran masuk harta-harta
(aktiva) yang timbul dari penyerahan barang atau jasa yang dilakukan
oleh peruahaan.
c. Prinsip Mempertemukan (Matching Principle)
Yang dimaksud prinsip mempertemukan adalah mempertemukan
biaya dengan pendapatan yang timbul karena biaya tersebut. Prinsip
ini berguna untuk menentukan besarnya penghasilan bersih
perusahaan.
d. Prinsip Konsistensi (Consistency Principle)
Konsistensi dari tahun ke tahun dalam proses akuntansi, agar laporan
keuangan dapat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
e. Prinsip Pengungkapan Penuh (Full Disclosure Principle)
Yang dimaksud dengan pengungkapan penuh adalah menyajikan
informasi yang lengkap dalam laporan keuangan (Guritno, 2014).
Laporan keuangan disusun menggunakan dasar akrual untuk
memenuhi tujuannya. Dasar akrual menjelaskan bahwa transaksi dicatat
13
saat kejadian (tidak pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar)
dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan
keuangan pada periode yang bersangkutan (Hema, 2013). Laporan
keuangan memiliki karakteristik kualitatif pokok, yaitu:
a. Dapat dipahami
Informasi akuntansi harus cukup transparan sehingga masuk akal bagi
pemakai informasi. Pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang
memadai mengenai bisnis, aktivitas ekonomi dan akuntansi, serta
bersedia mempelajari informasi dengan tekun.
b. Relevansi
Informasi harus mampu menyajikan perbedaan bagi pembuat
keputusan, yang memiliki nilai prediktif atau umpan balik. Tingkat
relevansi dapat dipengaruhi oleh sifat dan materialitas informasi.
Materialitas berarti bahwa informasi harus cukup penting bagi
pemakai, sehingga jika diabaikan dinyatakan secara salah, hal tersebut
akan membuat keputusan yang diambil pemakai menjadi berbeda.
Materialitas tergantung pada ukuran pos atau kesalahan yang dinilai
pada situasi tertentu akibat pengabaian atau salah saji.
c. Reliabilitas
Informasi dianggap dapat diandalkan jika lengkap, bebas dari
kesalahan atau bias yang material, terpercaya, dan dapat diharapkan
untuk merepresentasikan secara wajar substansi ekonomi dari
14
peristiwa atau transaksi yang mendasari (tanpa memandang bentuk
hukum peristiwa atau transaksi tersebut).
d. Komparabilitas
Para pemakai biasanya membandingkan laporan keuangan entitas
selama suatu periode waktu untuk mengidentifikasi tren dalam posisi
dan kinerja keuangannya. Jadi, sangatlah penting bahwa dasar
penyusunan dan penyajian harus tetap dapat dibandingkan sepanjang
waktu. Komparabilitas bukan berarti keseragaman, atau terus
menggunakan prinsip dan kebijakan akuntansi yang sama apabila
tersedia alternatif yang lebih relevan dan dapat diandalkan.
Pengungkapan laporan keuangan merupakan suatu media
pertanggungjawaban perusahaan kepada investor yang berguna untuk
memudahkan pengambilan keputusan alokasi sumber daya ke usaha-
usaha yang paling produktif. Menurut Andy (2009) yang dikutip dari
Hendrikson dan Brenda (2002) menyatakan bahwa pengungkapan dalam
pelaporan keuangan dapat didefinisikan sebagai penyajian informasi
yang diperlukan untuk mencapai operasi yang optimum di pasar modal
yang efisien. Hal ini menyiratkan bahwa harus disajikan informasi yang
cukup agar memungkinkan diprediksinya kecenderungan (trend) dividen
masa depan serta variabilitas dan kovariabilitas imbalan masa depan
15
dalam pasar tersebut. Adapun tujuan pengungkapan yaitu sebagai
berikut:
a. Menjelaskan item-item yang diakui dan untuk menyediakan ukuran
yang relevan bagi item-item tersebut, selain ukuran dalam laporan
keuangan,
b. Menjelaskan item-item yang belum diakui dan untuk menyediakan
ukuran yang bermanfaat bagi item-item tersebut,
c. Untuk menyediakan informasi untuk membantu investor dan kreditur
dalam menentukan risiko dan item-item yang potensial untuk diakui
dan yang belum diakui,
d. Untuk menyediakan informasi penting yang dapat digunakan oleh
pengguna laporan keuangan untuk membandingkan antar perusahaan
dan antar tahun,
e. Untuk menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan keluar
di masa mendatang, dan
f. Untuk membantu investor dalam menetapkan return dan investasinya.
Pengungkapan melibatkan keseluruhan proses pelaporan
keuangan. Pemilihan metode pengungkapan yang terbaik dalam setiap
kasus tergantung pada sifat informasi dan kepentingan relatifnya.
Metode-metode pengungkapan dapat diklasifikasikan sebagai berkut:
16
a. Bentuk dan Susunan Laporan Formal
Informasi yang paling signifikan dan relevan harus selalu tampil
dalam tubuh utama satu atau lebih laporan keuangan jika memang
memungkinkan untuk mencantumkannya di sana. Aktiva dan
kewajiban serta dampak yang ditimbulkan pada laba bersih, dan
ekuitas pemegang saham harus diungkapkan dalam laporan begitu
transaksi dan, perubahan lainnya dapat diukur dengan handal dan
dengan derajat akurasi yang wajar. Tetapi bentuk dan susunan laporan
dapat diubah secara efektif untuk menampilkan jenis informasi
tertentu yang tidak dengan mudah diungkapkan dengan laporan
tradisional.
b. Terminologi dan Penyajian yang Terinci
Deskripsi yang digunakan dalam laporan serta jumlah rincian yang
diperlihatkan merupakan faktor penting dalam pengungkapan. Karena
terbatasnya rentang perhatian dan pemahaman manusia, data
akuntansi harus diikhtisarkan agar berarti dan berguna. Pemilihan
seberapa banyak informasi yang harus disajikan dan penentuan pos-
pos mana yang harus disajikan secara terpisah tergantung pada tujuan
laporan dan materialitas pos tersebut.
c. Informasi Parentesis
Informasi yang paling signifikan harus disajikan dalam tubuh laporan
keuangan, bukan dalam catatan kaki atau daftar pelengkap. Jika judul
pos-pos dalam laporan tidak dapat dibuat benar-benar deskriptif tanpa
17
menjadi terlalu panjang, penjelasan atau definisi tambahan dapat
disajikan sebagai catatan parentesis (“dalam tanda kurung”) setelah
judul dalam laporan tersebut. Akan tetapi, catatan ini tidak boleh
panjang atau akan mengganggu data utama yang diikhtisarkan di
dalam laporan.
d. Catatan Kaki
Tujuan catatan kaki dalam laporan keuangan haruslah untuk
mengungkapkan informasi yang tidak dapat disajikan secara memadai
dalam tubuh suatu laporan tanpa mengurangi kejelasan laporan.
Catatan kaki tidak boleh digunakan sebagai pengganti klasifikasi atau
penilaian dan deskriptif yang semestinya di dalam laporan, juga tidak
boleh berkontradiksi atau mengulang informasi di dalam laporan.
e. Laporan dan Daftar Pelengkap
Laporan pelengkap menjelaskan fungsi yang berbeda dengan daftar
pelengkap. Biasanya laporan pelengkap menyajikan informasi
tambahan atau informasi yang disusun dalam gaya yang berbeda, dan
bukan informasi yang lebih terinci. Laporan pelengkap ini dapat
digunakan sebagai metode untuk mengembangkan dan bereksperimen
dengan peraga dan laporan baru.
f. Komentar dalam Laporan Auditor
Laporan auditor bukanlah tempat untuk mengungkapkan informasi
keuangan yang signifikan mengenai perusahaan. Tetapi laporan ini
18
memang berfungsi sebagai metode untuk mengungkapkan jenis-jenis
informasi.
g. Surat Direktur Utama atau Ketua Dewan Komisaris
Dalam pembahasan ini laporan keuangan formal dengan catatan kaki
serta daftar dan laporan pelengkap dan sertifikat auditor melengkapi
laporan keuangan akuntan. Semua data keuangan yang relevan dan
signifikan harus tampak dalam laporan ini. Akan tetapi, pengkajian
signifikansi informasi ini paling baik disajikan dalam bentuk naratif
oleh manajemen sendiri.
2.2 Kecurangan
Kecurangan (fraud) adalah tindakan ilegal yang dilakukan satu
orang atau sekelompok orang secara sengaja atau terencana yang
menyebabkan orang atau kelompok mendapat keuntungan, dan merugikan
orang atau kelompok lain. Pengertian kecurangan menurut Taylor dan
Glezen (1997) yang dikutip dari Astrid (2013) mengungkapkan teorinya
bahwa kecurangan berarti hal yang disengaja yang dapat menyebabkan
kerugian bagi para pengguna laporan keuangan dan contoh dari
kecurangan tersebut yaitu kecurangan manajemen dan misapropriasi
aktiva. Kecurangan pada dasarnya terdiri dari manipulasi, pemalsuan,
kelalaian representasi informasi yang signifikan dan penyalahgunaan yang
disengaja dari prinsip akuntansi.
19
Menurut Albrecth dan Albrecth (dikutip oleh Nguyen, 2008) pada
Listiana (2012), fraud diklasifikasikan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu:
a. Embezzlement employee atau occupational fraud
Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh bawahan kepada
atasan.Jenis fraud ini dilakukan bawahan dengan melakukan
kecurangan pada atasannya secara langsung maupun tidak langsung.
b. Management fraud
Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh manajemen puncak
kepada pemegang saham, kreditor dan pihak lain yang mengandalkan
laporan keuangan. Jenis fraud ini dilakukan manajemen puncak
dengan cara menyediakan penyajian yang keliru, biasanya pada
informasi keuangan.
c. Invesment scams
Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh individu/perorangan
kepada investor. Jenis fraud ini dilakukan individu dengan
mengelabui atau menipu investor dengan cara menanamkan uangnya
dalam investasi yang salah.
d. Vendor fraud
Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh organisasi atau
perorangan yang menjual barang atau jasa kepada organisasi atau
perusahaan yang menjual barang atau jasa. Jenis fraud ini dilakukan
organisasi dengan memasang harga terlalu tinggi untuk barang dan
20
jasaatau tidak adanya pengiriman barang meskipun pembayaran telah
dilakukan.
e. Customer fraud
Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh pelanggan kepada
organisasi atau perusahaan yang menjual barang atau jasa. Jenis fraud
ini dilakukan pelanggan dengan cara membohongi penjual dengan
memberikan kepada pelanggan yang tidak seharusnya atau menuduh
penjual memberikan lebih sedikit dari yang seharusnya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2010) The
Association of Certified Fraud Examiner atau ACFE membagi kecurangan
kedalam 3 (tiga) tipologi atau cabang utama, yaitu:
a. Korupsi (Corruption)
Istilah corruption disini serupa tetapi tidak sama dengan istilah
korupsi yang ada pada perundang-undangan Indonesia. Conflict of
interest atau benturan kepentingan sering kita jumpai dalam berbagai
bentuk diantaranya bisnis pelat merah atau bisnis penjabat (penguasa)
dan keluarga serta kroni mereka yang menjadi pemasok atau rekanan
lembaga-lembaga pemerintah dan didunia bisnis sekalipun.
Tuanakotta (2014) yang dikutip dari Muhammad (2015).
b. Penggelapan aset (Asset Missapropriation)
Asset misappropristion atau pengambilan aset secara illegal
dalam bahasa sehari-hari disebut mencuri, namun dalam istilah
21
hukum, mengambil aset secara ilegal (tidak sah, atau melawan
hukum) yang dilakukan seseorang yang diberi wewenang untuk
mengelola atau mengawasi asset tersebut, disebut menggelapkan.
Tuanakotta (2014) yang dikutip dari Muhammad (2015).
c. Pernyataan yang salah (Fraudulent Statement)
Fraudulent Statement sangat dikenal para auditor dalam
melakukan general audit karena berkenaan dengan penyajian laporan
keuangan yang sangat menjadi perhatian auditor, masyarakat atau para
LSM. Tuanakotta (2014) yang dikutip dari Muhammad (2015).
2.3 Penggolongan Perusahaan
2.3.1 Perusahaan Manipulator
Perusahaan manipulator adalah perusahaan yang terindikasi
melakukan kecurangan pada penyusunan laporan keuangannya.
Tidak hanya over statement yang dapat merugikan pihak-pihak
terkait, penyajian laporan keuangan yang under statement juga
sama meruikannya. Salah satu kerugian untuk pemerintah adalah
mengenai pajak. Tapi under statemnet akan berdampak pula pada
investor yang akan menanamkan modalnya. Pada umumnya,
investor akan menanamkan modalnya pada perusahaan yang laba
nya tinggi, dan merupakan perusahaan nya stabil.
Jika kecurangan tidak segera diatasi dan perusahaan yang
melakukan manipulasi semakin bertambah banyak, maka hal
22
tersebut akan mengakibatkan semakin tingginya Non Performing
Loan di perbankan Indonesia. Dengan kata lain, akan semakin
banyak dana nasabah yang akan hilang karena perbankan tidak
mampu menagih pinjamannya kepada debitur yang melakukan
kecurangan.
2.3.2 Perusahaan Non Manipulator
Perusahaan non manipulator adalah perusahaan yang tidak
terindikasi melakukan kecurangan dalam penyusunan laporan
keuangannya. Dengan kata lain perusahaan non manipulator
menyajikan laporan keuangan sesuai dengan keadaan perusahaan
pada saat itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan tidak
bermaksud untuk menipu para pemakai laporan keuangan.
2.3.3 Perusahaan Grey
Perusahaan grey yaitu perusahaan yang tidak terindikasi
non manipulator dan juga manipulator. Perusahaan yang berada
dalam kondisi ini masuk kedalam kategori grey atau grey company,
kemunkinan terdapat usaha-usaha yang dilakukan perusahaan
untuk memanipulasi laporan keuangannya namun tidak signifikan.
Perusahaan grey munkin saja melakukan kecurangan, namun
kecurangan tersebut tidak dapat diprediksi.
23
Perusahaan grey tidak dapat digolongkan pada perusahaan
non manipulator karena masih terdapat faktor-faktor internal
perusahan yang mungkin berasal dari manajemen. Perusahaan yang
masuk dalam golongan ini juga tidak dapat dikenai judgement
bahwa melakukan manipulasi.
24
Gambar 2.1
Fraud Tree
Beberapa kategori kecurangan menurut Simanjuntak (2008) dalam
Yayuk (2014). Unsur-unsur dari kecurangan adalah sebagai berikut:
25
a. Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation)
b. Mulai dari masa lampau (past) atau sekarang (present)
c. Fakta bersifat material (material fact)
d. Dilakukan seraca sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or
recklessly)
e. Bermaksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihk beraksi
f. Pihak yang dirugikam harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan
tersebut (misrepresentation)
g. Pihak yang merugikannya (detriment)
Menurut Sri Warni (2016), faktor-faktor yang menyebabkan
kecurangan dalam akuntansi meliputi:
a. Tekanan: dorongan seseorang untuk melakukan kecurangan yang
dipicu oleh alasan ekonomi, emosional, atau nilai.
b. Adanya peluang: kondisi yang memberikan peluang pada seseorang
untuk melakukan kecurangan. Misalnya lemahnya internal control
atau penyalahgunaan wewenang.
c. Rasionalisasi: pelaku mencari pembenaran sebelum melakukan
kecurangan. Seseorang melakukan rasionalisasi agar dirinya dapat
mencerna tindakannya yang ilegal agar tetap dapat mempertahankan
jati dirinya sebagai orang yang dipercaya.
26
Wolfe dan Hermanson (2004) yang dikutip oleh Astrid (2016)
menjelaskan sifat-sifat terkait elemen kemampuan yang sangat penting
dalam pribadi pelaku kecurangan, yaitu:
a. Posisi
Posisi seseorang atau fungsi dalam organisasi dapat memberikan
kemampuan untuk membuat atau memanfaatkan kesempatan untuk
penipuan. Seseorang dalam posisi otoritas memiliki pengaruh lebih
besar atas situasi tertentu atau lingkungan.
b. Pemahaman dan Kreativitas
Pelaku kecurangan ini memiliki pemahaman yang cukup dan
mengeksploitasi kelemahan pengendalian internal dan untuk
menggunakan posisi, fungsi, atau akses berwenang untuk keuntungan
terbesar.
c. Percaya diri/Ego
Individu harus memiliki ego yang kuat dan keyakinan yang besar
dirinya tidak akan terdeteksi. Tipe kepribadian umum termasuk
seseorang yang didorong untuk berhasil di semua biaya, egois,
percaya diri, dan sering mencintai diri sendiri (narsisme). Menurut
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, gangguan
kepribadian narsisme meliputi kebutuhan untuk dikagumi dan
kurangnya empati untuk orang lain. Individu dengan gangguan ini
percaya bahwa mereka lebih unggul dan cenderung ingin
memperlihatkan prestasi dan kemampuan mereka.
27
d. Paksaan
Pelaku kecurangan dapat memaksa orang lain untuk melakukan atau
menyembunyikan penipuan. Seorang individu dengan kepribadian
yang persuasive dapat lebih berhasil meyakinkan orang lain untuk
pergi bersama dengan penipuan atau melihat ke arah lain.
e. Penipuan
Penipuan yang sukses membutuhkan kebohongan efektif dan
konsisten. Untuk menghindari deteksi, individu harus mampu
berbohong meyakinkan, dan harus melacak cerita secara keseluruhan.
f. Stres
Individu harus mampu mengendalikan stres karena melakukan
tindakan kecurangan dan menjaganya agar tetap tersembunyi sangat
bisa menimbulkan stres. Jadi, pelaku kecurangan perlu memiliki
kemampuan yang terdiri dari posisi otoritas, adanya pemahaman
menyeluruh dalam melakukan kecurangan, ego dan kepercayaan diri
yang kuat agar tidak terdeteksi, memiliki rencana dan pelaksanaan
yang efektif dalam melakukan penipuan serta menjaga dan
mengendalikan stres agar tidak terdeteksi.
2.4 Kecurangan Laporan Keuangan
Praktek bisnis yang dilakukan pada tiap perusahaan tidak terlepas
dari penerapan asas Good Corporate Governance. Komite Nasional
28
Kebijakan Governance (KNKG) mengeluarkan Pedoman Umum Good
Corporate Governance tahun 2006 yang berisi asas-asas sebagai berikut:
a. Transparansi
Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan
dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku
kepentingan untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis.
Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak
hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan,
namun juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.
b. Akuntabilitas
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Oleh karena itu, perusahaan harus dikelola secara
benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
c. Responsibilitas
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang
dan mendapatkan pengakuan sebagai good corporate citizen.
29
d. Independensi
Untuk melancarkan pelaksanaan asas good corporate governance,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing
organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi
oleh pihak lain.
e. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Saat melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
2.5 Pendeteksian dan Pencegahan Kecurangan
Pada dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu suatu entitas
apa bila:
a. Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan
longgar dan tidak efektif.
b. Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas
mereka.
c. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau
ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan
tujuan keuangan yang mengarah tindakan kecurangan.
d. Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efsien dan
atau tidak efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku.
30
e. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat
dipecahkan, biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan
keluarga, gaya hidup yang berlebihan.
f. Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau
tradisi kecurangan. (Hema, 2013)
Pencegahan kecurangan pada umumnya adalah aktivitas yang
dilaksanakan manajemen dalam hal penetapan kebijakan, sistem dan
prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan
sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain
perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan memadai dalam mencapai
3 (tiga) tujuan pokok yaitu: keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan
efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum & peraturan yang
berlaku. (COSO: 1992) dikutip oleh Amrizal (2004).
2.6 Deteksi Kecurangan Laporan Keuangan
Dikutip dari Hema (2013) salah satu risiko yang dihadapi
perusahaan adalah integrity risk, yaitu risiko adanya kecurangan oleh
manajemen atau pegawai perusahaan, tindakan illegal, atau tindakan
penyimpangan lainnya yang dapat mengurangi nama baik/reputasi
perusahaan di dunia usaha, atau dapat mengurangi kemampuan perusahaan
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Adanya risiko tersebut
mengharuskan adanya tindakan pencegahan/prevention untuk menangkal
31
terjadinya kecurangan (fraud). Namun pencegahan saja tidaklah memadai,
harus dipahami cara mendeteksi secara dini terjadinya kecurangan-
kecurangan yang timbul. Tindakan pendeteksian tersebut tidak dapat
digeneralisir terhadap semua kecurangan. Masing-masing jenis
kecurangan memiliki karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat
mendeteksi kecurangan perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap
jenis-jenis kecurangan yang mungkin timbul dalam perusahaan. Sebagian
besar bukti-bukti kecurangan merupakan bukti-bukti yang sifatnya tidak
langsung. Petunjuk adanya kecurangan biasanya ditunjukkan oleh
munculnya gejala-gejala (symptoms) seperti adanya perubahan gaya hidup
atau perilaku seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari
pelanggan ataupun kecurigaan dari rekan sekerja. Pada awalnya,
kecurangan ini akan tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu,
baik yang merupakan kondisi/keadaan lingkungan, maupun perilaku
seseorang.
Karakteristik yang bersifat kondisi/situasi tertentu, perilaku/kondisi
seseorang personal tersebut dinamakan red flag (fraud indicators).
Meskipun timbulnya red flag tersebut tidak selalu merupakan indikasi
adanya kecurangan, namun red flag ini biasanya selalu muncul di setiap
kasus kecurangan yang terjadi. Pemahaman dan analisis lebih lanjut
terhadap red flag tersebut dapat membantu langkah selanjutnya untuk
memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya kecurangan.
32
Kecurangan yang dibahas adalah kecurangan laporan keuangan
yang umumnya dilakukan dengan teknik analisis yaitu analisis vertikal,
analisis horizontal dan analisis rasio yang didasarkan oleh ACFE. Berikut
teknik analisisnya:
a. Analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis
hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca, atau
laporan arus kas, dengan menggambarkannya dalam persentase.
b. Analisis horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis persentase-
persentase perubahan item laporan keuangan selama beberapa periode
laporan.
c. Analisis rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai
item dalam laporan keuangan. Lia Mariana (2013) oleh Astrid (2016)
berpendapat bahwa rasio menggambarkan suatu hubungan antara
jumlah tertentu dengan jumlah yang lain sehingga memberikan
gambaran kepada penganalisa tentang posisi keuangan perusahaan.
Pada artikel Messod D. Beneish (1999)“The Detection of Earnings
Manipulation” terdapat beberapa prediktor dari manipulasi laporan
keuangan yang dapat digunakan dan menyebut Beneish Ratio Index sebagai
berikut:
a. Days Sales in Receivables Index (DSRI)
DSRI = (Accounts Receivablet : Salest)
(Accounts Receivablet-1 : Salest-1)
33
Keterangan:
Account Receivable = Total Piutang Dagang
Sales = Penjualan Bersih
t = periode t
t-1 = periode t-1
DSRI adalah rasio dari penjualan harian dalam bentuk piutang
pada tahun t terhadap tahun t-1. Variabel ini mengukur apakah piutang
dan pendapatan seimbang atau tidak (out of balance) dalam dua tahun
yang berurutan. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan pada
piutang secara relatif terhadap penjualan. Peningkatan tersebut dapat
mengindikasikan adanya lonjakan pendapatan.
Lonjakan pendapatan yang memiliki keterkaitan dengan
kemungkinan pencatatan penjualan dan pendapatan yang kebesaran.
Jika terjadi peningkatan yang besar, hal tersebut merupakan hasil dari
perubahan kebijakan kredit.
b. Gross Margin Index (GMI)
GMI =
Salest-1 - Cost of Good Soldt-1
Sales t-1
Salest - Cost of Good Soldt
Salest
Sales – Cost of Good Sold = Gross Profit
Keterangan:
Sales = Penjualan Bersih
34
Cost of Good Sold = Harga Pokok Penjualan
t = periode t
t-1 = periode t-1
Ketika GMI lebih dari 1 (satu), ada indikasi penurunan
pada margin kotor (grossmargin) dan bukti adanya sinyal buruk pada
prospek perusahaan. Hal tersebut memotivasi manajemen saat ini untuk
memanipulasi angka untuk terlihat lebih baik. Jadi, jika perusahaan
dengan prospek buruk, maka akan lebih banyak terdapat manipulasi.
Indikasi bahwa perusahaan menggembungkan laba dengan
adanya kenaikan GMI.
c. Asset Quality Index (AQI)
AQI = (1 − 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠𝑡 + 𝑁𝑒𝑡𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠𝑡 )/𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠𝑡
(1 − 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠𝑡 −1 + 𝑁𝑒𝑡𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠𝑡 −1 )/𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠𝑡 −1
Keterangan:
Current Assets = Aktiva Lancar
Net Fixed Asset = Aktiva Tetap
Total Assets = Total Aktiva
t = periode t
t-1 = periode t-1
35
AQI mengukur risiko dari assets berdasar tahun sebelumnya.
Ketika AQI lebih besar dari 1 (satu), ini mengindikasikan bahwa
perusahaan telah secara potensial meningkatkan penangguhan biaya.
d. Sales Growth Index (SGI)
SGI = Salest
Salest-1
Keterangan:
Sales = Penjualan Bersih
t = periode t
t-1 = periode t-1
SGI memberikan informasi perusahaan yang memasukkan
penjualan palsu. Peningkatan dalam SGI menunjukkan bahwa
perusahaan mempertimbangkan adanya pertumbuhan normal.
Pertumbuhan yang disertai dengan penurunan harga saham mendorong
perusahaan untuk melakukan manipulasi. Indikator SGI menggunakan
data penjualan tahun t dan t-1. Penurunan harga saham merupakan
pattern dan bukan sebagai indikator. Pattern penurunan harga saham
mendukung prediksi perhitungan SGI bahwa perusahaan melakukan
manipulasi laba.
e. Depreciation Index (DEPI)
DEPI = (𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 : (𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛+ 𝑃𝑃𝐸))𝑡 − 1
(𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 : (𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛+ 𝑃𝑃𝐸))𝑡
36
Keterangan:
Depreciation = Depresiasi
PPE (Plant, Property, Equipment) = Aktiva Tetap
t = periode t
t-1 = periode t-1
Ketika DEPI lebih besar dari 1, hal tersebut adalah indikasi
bahwa asset didepresiasi melambat yang terjadi karena kemungkinan
perusahaan menaikkan estimasi assets useful lives untuk meningkatakan
income.
f. Sales General and Administrative Expenses Index (SGA)
SGA = (𝑆𝐺𝐴 𝐸𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒 ÷ 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠)𝑡
(𝑆𝐺𝐴 𝐸𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒 ÷ 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠)𝑡 − 1
Keterangan:
Sales = Penjualan Bersih
t = periode t
t-1 = periode t-1
SGA yang berarti pengukuran terhadap biaya penjualan
administratif menunjukkan terdapat peningkatan penjualan yang tidak
proporsional pada perusahaan dan menjadi sinyal negatif untuk
perusahaan di masa mendatang.
37
g. Leverage Index (LVGI)
LVGI= ((𝐿𝑜𝑛𝑔𝑇𝑒𝑟𝑚𝐷𝑒𝑏𝑡+ 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠) : 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠)𝑡
((𝐿𝑜𝑛𝑔𝑇𝑒𝑟𝑚𝐷𝑒𝑏𝑡+ 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠: 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠𝑡 − 1
Keterangan:
Long Term Debt = Utang Jangka Panjang
Current Liabilities = Utang Lancar
Total Assets = Total Aktiva
t = periode t
t-1 = periode t-1
LVGI yang lebih besar dari 1, memiliki indikasi peningkatan
leverage. Variabel ini dapat menemukan adanya insentif pada debt
convenant untuk memanipulasi pendapatan. Pearson (1999)
menyatakan bahwa leverage yang lebih besar dapat dikaitkan dengan
kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan pelanggaran terhadap
perjanjian kredit dan kemampuan yang lebih rendah untuk memperoleh
tambahan modal melalui pinjaman. Pernyataan tersebut juga diperkuat
oleh Lou dan Wang(2009) yang menyatakan bahwa ketika perusahaan
mengalami tekanan eksternal perusahaan, dapat diidentifikasi risiko
salah saji material yang lebih besar akibat kecurangan.
h. Total Accruals to Total Assets (TATA)
TATA =
Δ𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 − Δ𝐶𝑎𝑠h– Δ𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡𝑇𝑎𝑥𝑒𝑠𝑃𝑎𝑦𝑎𝑏𝑙𝑒–
Δ𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛𝑎𝑛𝑑𝐴𝑚𝑜𝑡𝑖𝑠𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
38
Working Capital = Current Assets – Current Liabilities
Keterangan:
ΔWorking Capital = Perubahan Modal Kerja
ΔCash = Perubahan Kas
ΔCurrent Taxes Payable = Perubahan Utang pajak
ΔDepreciation and Amortization = Perubahan Depresiasi
& Amortisasi
Total Assets = Total Aktiva
Current Assets = Aktiva Lancar
Current Liabilities = Utang Lancar
Beneish (1999) mengemukakan total accrual dihitung
sebagai perubahan pada working capital selain dari pada kas dikurangi
depresiasi. TATA untuk memperkirakan sejauh mana kas mendasari
pendapatan yang dilaporkan, dan juga memperkirakan accruals positif
yang lebih tinggi (lebih sedikit kas). Rasio ini untuk menemukan laba
akuntansi yang tidak didukung dengan laba dalam bentuk kas.
2.7 Tinjauan Pustaka
a. Penelitian yang dilakukan oleh Hema Christy (2013) dengan judul
“Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan menggunakan Beneish
Ratio Index Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di Bursa Efek
Indonesia tahun 2010-2011”.
39
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase perusahaan
manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2011
yangtergolong manipulator dan mengetahui persentase perusahaan
manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2011 yang
tergolong non manipulator. Variabel dalam penelitian ini adalah
Beneish Ratio Index. Hasil pengujian ditemukan bahwa 4,48%
perusahaan sampel tergolong manipulator, 65,67% tergolong non
manipulator dan 29,85% tergolong grey. Persamaan antara penelitian
penulis dengan penelitian ini adalah penggunaan variable Beneish
Ratio Index. Perbedaannya adalah periode yang dilakukan pada
penelitian dan pada bidang yang diteliti, yaitu di bidang makanan dan
minuman.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Astrid Zulfa Darmawan (2016) dengan
judul “Analisis Beneish Ratio Index Untuk Mendeteksi Kecurangan
Laporan Keuangan Peusahaan Manufaktur Yang Listing Di Bursa Efek
Indonesia tahun 2013-2014”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah perusahaan
manufaktur yanglisting di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2013-
2014 tergolong manipulator atau non manipulator. Analisis yang
dilakukan dalam mendeteksi kecuranganlaporan keuangan
menggunakan lima rasio signifikan dari Beneish Ratio Index. Sampel
diambil dengan cara metode non-probability purposive judgement
sampling, yaitu peneliti memiliki suatu criteria dalam menentukan
40
sampel dan memiliki keterbatasan generalisasi namun agartidak sangat
subjektif peneliti harus punya latar belakang pengetahuan tertentu
mengenai sampel dimaksud (tentu juga populasinya) agar benar-benar
bisa mendapatkan sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan
penelitian memperoleh data yang akurat. Jumlah sampel yang didapat
ialah 88 perusahaan. Perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun2013-2014 tergolong manipulator terdapat 4,6%.
Jumlah perusahaan tersebutialah 4 perusahaan. Perusahaan manufaktur
yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2013-2014 tergolong
non manipulator terdapat 64,8%. Jumlah perusahaan tersebut ialah 57
perusahaan. Perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun 2013-2014 yang tidak tergolong manipulator
atau non manipulator terdapat30,7%, jumlah perusahaan tersebut ialah
27 perusahaan. Perbedaannya ada pada tahun analisis dan bidang
analisis. Persamaannya adalah sama-sama menggunakan analisis
beneish ratio index.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Putri Fabelli (2011) dengan judul
“Analisis „Indexes’ (Beneish Ratio Index) Untuk Mendeteksi
Kecurangan Laporan Keuangan Perusahaan Manufaktur yang listing di
BEI per Desember 2008”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui persentase perusahaan manufaktur yang listing di Bursa
Efek Indonesia per Desember 2008 yang tergolong Manipulators dan
41
yang tergolong non manipulators. Jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 63 (enam puluh tiga) perusahaan. Variabel dalam penelitian ini
adalah Days Sales In Receivables Index (DSRI), Gross Margin Index
(GMI), Asset Quality Index (AQI), Sales Growth Index (SGI), dan Total
Accruals To Total Assets Index (TATA). Hasil pengujian dapat
disimpulkan bahwa 1 atau 1,59% perusahaan sampel tergolong
Manipulator, perusahaan yang tergolong perusahaan Manipulator
memiliki indikasi melakukan fraud (kecurangan) terhadap penyajian
laporan keuangan. 51 atau 80,95% perusahaan sampel tergolong Non
Manipulator, perusahaan yang tergolong dalam perusahaan Non
Manipulator memiliki indikasi tidak melakukan fraud (kecurangan)
terhadap penyajian laporan keuangan. 11 atau 17,46% perusahaan
sampel tergolong Grey atau Grey Company, perusahaan yang tergolong
dalam perusahaan Grey tidak dapat dikatakan melakukan fraud
(kecurangan) ataupun tidak melakukan fraud (kecurangan) terhadap
penyajian laporan keuangan. Persamaan antara penelitian penulis
dengan penelitian ini adalah metode yang digunakan dalam penelitian.
Perbedaannya adalah jumlah sampel, periode sampel, dan bidang
sampel yang digunakan dalam penelitian.
d. Penelitian yang digunakan oleh Yuvita Avrie Diany (2014) dengan
judul “Determinan Kecurangan Laporan Keuangan: Pengujian Teori
Fraud Triangle”. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji faktor-
42
faktor yang mempengaruhi (determinan) kecurangan laporan keuangan.
Variabel dalam penelitian ini adalah tekanan, kesempatan dan
rasionalisasi. Hasil pengujian ditemukan bahwa adanya hubungan
positif dan signifikan antara tekanan dan kesempatan dengan
kecurangan laporan keuangan sedangkan rasionalisasi masih belum bisa
dibuktikan keterkaitannya dengan kecurangan laporan keuangan.
Persamaan antara penelitian penulis dengan penelitian ini adalah
variabel tersebut masuk dalam kajian teori penelitian ini. Perbedaannya
adalah tujuan dari penelitian ini untuk memprediksi kecurangan laporan
keuangan menggunakan analisis Beneish Ratio Index.