bab ii landasan teori 2.1 kedisiplinan 2.1.1 pengertian ...€¦ · 2.1 kedisiplinan . 2.1.1...
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kedisiplinan
2.1.1 Pengertian Disiplin
Disiplin berasal dari bahasa Inggris discipline yang berarti “training to act in
accordance with rules,” melatih seseorang untuk bertindak sesuai aturan (Roswitha,
2009). Karena itu, anak didisiplinkan (dilatih) supaya berperilaku sesuai aturan (rule)
yang berlaku dalam masyarakat. Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan
terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai
ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban. Nilai-nilai tersebut
telah menjadi bagian perilaku dalam kehidupannya. Perilaku itu tercipta melalui
proses binaan melalui keluarga, pendidikan dan pengalaman (Roswitha, 2009).
Disiplin adalah keta’atan atau kepatuhan kepada peraturan (tata tertib).
(KBBI, 2005). Disiplin adalah sikap mental untuk mau mematuhi peraturan dan
bertindak sesuai dengan peraturan secara suka rela. Adapun penanaman disiplin
adalah usaha melatih dan mengajarkan seseorang untuk selalu bertindak sesuai
dengan peraturan yang ada secara suka rela. Menurut Mulyasa (2012) disiplin adalah
tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan. Menurut Tulus Tu’u (2004) disiplin berasal dari bahasa latin “Disciplina”
yang menunjuk kepada kegiatan belajar mengajar. Istilah tersebut sangat dengan
istilah dalam bahasa inggris “Disciple” yang berarti mengikuti orang untuk belajar di
bawah pengawasan seorang pemimpin.
9
MacMilan Dictionary (dalam Tulus Tu’u, 2004) dalam istilah bahasa inggris
lainnya Discipline berarti; (1) tertib, taat, atau mengendalikan tingah laku,
penguasaan diri, kendali diri, (2) latihan membentuk, meluruskan, atau
menyempurnakan sesuatu sebagai karakter moral,(3) hukuman yang diberikan untuk
melatih atau memperbaiki tingkah laku, (4) kumpulan atau sistem peraturan-peraturan
bagi tingkah laku.
Menurut Riberu (Wantah 2005) Istilah disiplin diturunkan dari kata latin
disciplina yang berkaitan dengan langsung dua istilah lain, yaitu discere (belajar) dan
discipulus (murid). Disciplina dapat berarti apa yang disampaikan oleh seorang guru
kepada murid. Disiplin diartikan sebagai penataan perilaku, dan perilaku hidup sesuai
dengan ajaran yang dianut. Penataan perilaku yang dimaksud yaitu kesetiaan dan
kepatuhan seseorang terhadap penataan perilaku yang umumnya dibuat dalam bentuk
tata tertib atau peraturan harian.
Menurut Anonimous (Wantah 2005) disiplin adalah suatu cara untuk
membantu anak agar dapat mengembangkan pengendalian diri. Dengan
menggunakan disiplin anak dapat memperoleh suatu batasan untuk memperbaiki
tingkahlaku yang salah. Disiplin juga mendorong, membimbing, dan membantu anak
agar memperoleh perasaan puas karena kesetiaan, kepatuhan dan mengajarkan
kepada anak bagaimana berpikir secara teratur.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah sikap
yang menunjukan perilaku positif dengan taat dan patuh terhadap aturan yang
berlaku, baik itu ketika anak sedang berada di sekolah maupun di rumah. Seperti
10
tidak pernah tarlambat untuk datang ke sekolah, melakukan sesuatu sesuai perintah
guru dan tepat waktu saat mengerjakan tugas.
2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan anak (Djulaeha, 2012) adalah
sebagai berikut:
1) Lingkungan Sekolah, meliputi 1) tipe kepemimpinan guru, 2) lingkungan
sekolah seperti: hari-hari pertama dan hari-hari akhir sekolah, pergantian
kegiatan, dan suasana pembelajaran.
2) Keluarga, meliputi 1) lingkungan rumah atau keluarga, seperti: perhatian dari
orang tua, dan pembiasaan orang tua atau anggota keluarga yang lain dan 2)
lingkunganatau situasi tempat tinggal, seperti lingkungan nyaman dan aman.
3) Tingkat sosial-ekonomi, orang tua yang berasal dari sosial-ekonomi menengah
lebih bersikap hangat dibandingkan orang tua yang berasal dari sosial-ekonomi
yang rendah.
4) Tingkat pendidikan, Tingkat pendidikan orang tua dapat mempengaruhi
pengetahuan cara mendidik dan membimbing anak dengan tepat. Orang tua
yang memiliki pendidikan rendah kebanyakan pengetahuannya kurang tentang
cara mendidik anak yang baik.
5) Kepribadian, kepribadian orang tua dapat mempengaruhi cara mendidik dan
membimbing anak. Orang tua yang konservatif cenderung akan
memperlakukan anaknya dengan ketat.
11
2.1.3 Manfaat Penerapan Disiplin Pada Anak
(Pondokibu, 2013) Manfaat Menerapkan Pendidikan Disiplin Pada Anak, yaitu :
1) Menumbuhkan kepekaan
Anak tumbuh menjadi pribadi yang peka/berperasaan halus dan percaya pada
orang lain. Sikap-sikap seperti ini akan memudahkan dirinya mengungkapkan
perasaannya kepada orang lain, termasuk ortunya. Hasilnya, anak akan mudah
menyelami perasaan orang lain juga.
2) Menumbuhkan kepedulian
Anak jadi peduli pada kebutuhan dan kepentingan orang lain. Disiplin membuat
anak memiliki integritas, selain dapat memikul tanggung jawab, mampu
memecahkan masalah dengan baik dan mudah mempelajari sesuatu.
3) Mengajarkan keteraturan
Anak jadi memiliki pola hidup yang teratur dan bisa mengelola waktunya
dengan baik.
4) Menumbuhkan ketenangan
Penelitian menunjukkan, bayi yang tenang/jarang menangis ternyata lebih
mampu memperhatikan lingkungan sekitarnya dengan baik. Di tahap
selanjutnya, ia bisa cepat berinteraksi dengan orang lain.
5) Menumbuhkan sikap percaya diri
Sikap ini tumbuh saat anak diberi kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang
mampu ia kerjakan sendiri.
12
6) Menumbuhkan kemandirian
Dengan kemandirian anak dapat diandalkan untuk bisa memenuhi kebutuhan
dirinya sendiri. Anak juga dapat mengeksplorasi lingkungannya dengan baik.
Disiplin merupakan bimbingan pada anak agar sanggup menentukan pilihan
bijak.
7) Menumbuhkan keakraban
Anak jadi cepat akrab dan ramah terhadap orang lain, karena kemampuannya
beradaptasi lebih terasah.
8) Membantu perkembangan otak
Pada usia 3 tahun pertama, pertumbuhan otak anak sangat pesat. Di usia ini, ia
menjadi peniru perilaku yang sangat piawai. Jika ia mampu menyerap disiplin
yang dicontohkan orang tuanya, maka disiplin sejak dini akan membentuk
kebiasaan dan sikap yang positif.
9) Membantu anak yang “sulit”, misal anak yang hiperaktif, perkembangan
terlambat, atau temper tantrum. Nah, dengan menerapkan disiplin, maka anak
dengan kebutuhan khusus tersebut akan mampu hidup lebih baik.
10) Menumbuhkan kepatuhan
Hasil nyata dari penerapan disiplin adalah kepatuhan. Anak akan menuruti
aturan yang diterapkan orang tua atas dasar kemauan sendiri.
13
2.1.4 Karakteristik Perkembangan Disiplin Anak Usia Dini
Salah satu konsep penting tentang disiplin adalah bahwa disiplin yang
diberikan kepada anak haruslah sesuai dengan perkembangan sesuai usia anak
tersebut. Menurut Sujiono & Syamsiatin (2003) perkembangan disiplin pada anak
usia 0 - 8 tahun sebagai berikut:
1) Perkembangan pada masa bayi (0 – 3 tahun)
Sepanjang masa bayi, bayi harus belajar melakukan reaksi-reaksi yang benar
pada berbagai situasi tertentu di rumah dan di sekelilingnya. Tindakan yang salah
haruslah selalu dianggap salah, terlepas siapa yang mengasuhnya. Kalau tidak, bayi
akan bingung dan tidak mengetahui apa yang diharapkan darinya.
Fenomena yang tampak pada usia 0 – 8 tahun adalah disiplin berdasarkan
pembentukan kebiasaan dari orang lain terutama ibunya, misalnya :
a. Menyusui tepat pada waktunya;
b. Makan tepat pada waktunya;
c. Tidur tepat pada waktunya;
d. Berlatih buang air seni (toilet training)
2) Perkembangan pada masa kanak-kanak (3 – 8 tahun)
Fenomena yang tampak adalah :
a. Anak mulai patuh terhadap tuntutan atau aturan orang tua dan lingkungan
sosialnya.
b. Dapat merapikan kembali mainan yang habis pakai;
14
c. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan;
d. Membuat peraturan/tata tertib di rumah secara menyeluruh.
2.1.5 Indikator Kedisiplinan Anak
Berdasarkan pedoman pendidikan karakter pada pendidikan anak usia dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional Tahun (2012) menyebutkan bahwa terdapat 7
indikator disiplin diantaranya:
1 Selalu datang tepat waktu.
2 Dapat memperkirakan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sesuatu.
3 Menggunakan benda sesuai dengan fungsinya.
4 Mengambil dan mengembalikan benda pada tempatnya.
5 Berusaha mentaati aturan yang telah disepakati.
6 Tertib menunggu giliran.
7 Menyadari akibat bila tidak disiplin.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, penulis akan menggunakan
indikator di atas sebagai instrument dalam penelitian ini. Adapun indikator yang akan
digunakan yaitu; indikator no 1 (Selalu datang tepat waktu), no 3 (Menggunakan
benda sesuai dengan fungsinya), no 4 (Mengambil dan mengembalikan benda pada
tempatnya), no 5 (Berusaha mentaati aturan yang telah disepakati), dan no 6 (Tertib
menunggu giliran).
15
2.2 Metode Bercerita
2.2.1 Pengertian Bercerita
Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan
atau sesuatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan
pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain, dengan kata lain bercerita adalah
menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian secara
lisan dalam upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa (Bechiri,
2005). Bercerita juga dapat didefinisikan sebagai peng-hubung sebuah cerita kepada
satu atau lebih pendengar melalui suara dan gerakan (Santosa, 2009). Bercerita adalah
seni menggunakan bahasa, vokalisasi, dan atau gerakan fisik dan isyarat untuk meng-
ungkapkan unsur-unsur dan gambaran dari sebuah cerita kepada sesuatu yang
spesifik, kehidupan penonton.
Menurut Hidayat (dalam Rahayu, 2013) bercerita merupakan aktifitas
menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, pengalaman, atau kejadian
yang sunguh-sunguh terjadi atau hanya hasil rekaan saja. Bercerita dikatakan sebagai
menuturkan yaitu menyampaikan gambaran atau deskripsi tentang kejadian tertentu,
artinya kegiatan bercerita mendeskripsikan pengalaman atau kejadian yang telah
dialami. Heroman dan Jones (dalam Rahayu, 2013) mengemukakan bahwa bercerita
merupakan salah satu seni, bentuk huburan, dan pandangan tertua yang telah
dipercayai nilainya dari generasi kegenerasi berikutnya.
Menurut Gunarti, dkk (2010) bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan
seseorang untuk menyampaikan suatu pesan, informasi atau sebuah dongeng belaka,
16
yang bisa dilakukan secara lisan maupun tertulis. Bercerita adalah suatu kegiatan
yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain, dengan atau tanpa alat.
Cerita yang disampaikan berbentuk pesan, informasi, atau sebuah dongeng. Anak usia
4 sampai 6 tahun umumnya senang diperdengarkan sebuah cerita sederhana yang
sesuai dengan perkembangan usianya.
Menurut Subyantoro (2007), bercerita adalah pemindahan cerita dari pencerita
kepada penyimak atau pendengar. Bercerita merupakan suatu seni yang alami
sebelum menjadi sebuah kahlian/kemampuan, karena kemampuan bercerita yang
terjadi secara alami akan lebih kuat daripada sekolah/kursus bercerita. Namun
demikian kemampuan bercerita tersebut dapat dikembangkan melalui berlatih dengan
sungguh-sungguh. Fitrianto (2009) turut menjelaskan pengertian bercerita, bercerita
adalah penyampaian cerita atau dongeng dengan tujuan untuk menghibur,
mengajarkan kebenaran dan keteladanan.
2.2.2 Manfaat Bercerita
Menurut Bachri (2005), manfaat bercerita adalah “dapat memperluas
wawasan dan cara berfikir anak, sebab dalam bercerita anak mendapat tambahan
pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya”.
Rahayu (2013), menyatakan manfaat kegiatan bercerita adalah anak dapat
mengembangkan kosa kata, kemampuan berbicara, mengekspresikan cerita yang
disampaikan sesuai karakteristik tokoh yang dibacakan dalam situasi yang
17
menyengkan, serta melatih keberanian anak untuk tampil didepan umum. Hal ini
sesuai dengan kurikulim bahwa kegiatan bercerita bermanfaat untuk :
1. Menyalurkan ekspresi anak dalam kegiatan yang menyenagkan
2. Mendorong aktifitas, inisiatif, dan kreativitas anak agar anak berpartipasi
dalam kegiatan, memahami isi cerita yang dibacakan
3. Membantu anak untuk menghilangkan rasa rendah diri, murung, malu, dan
segan untuk tampil di depan teman atau orang lain.
Reeta dan Jasmine (dalam Rahayu, 2013) menyatakan bahwa sasaran
kegiatan bercerita adalah perkembangan bahasa pada anak, yaitu meningkatkan kosa
kata anak, belajar menghubungkan kata dengan tindaka, mengingat urutan idea tau
kejadian, mengembagkan minat baca serta menumbuhkan kepercayaan diri anak.
Moeslichatoen (2004) manfaat bercerita di antaranya adalah :
1. Melatih daya serap atau daya tangkap anak, artinya anak usia TK dapat
dirangsang untuk mampu memahami isi atau ide-ide pokok dalam cerita
secara keseluruhan,
2. Melatih daya pikir anak , untuk terlatih memahami proses cerita, mempelajari
hubungan bagian-bagian dalam cerita termasuk hubungan-hubungan sebab
akibatnya,
3. Melatih daya konsentrasi anak untuk memusatkan perhatiannya kepada
keseluruhan cerita,
4. Mengembangkan daya imajinasi anak, artinya dengan bercerita anak dengan
daya fantasinya dapat membayangkan atau menggambarkan sesuatu situasi
18
yang berada di luar jangkauan inderanya,
5. Menciptakan situasi yang menggembirakan serta mengembangkan suasana
hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangannya,
6. Membantu perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi secra efektif dan
efisien sehingga proses percakapan menjadi komunikatif.
2.2.3 Langkah-langkah Bercerita
Adapun langkah-langkah kegiatan bercerita, menurut Moeslichatoen (2004) yaitu:
1) mengkomunikasikan tujuan dan tema dalam kegiatan bercerita,
2) mengatur tempat duduk anak. Misalnya anak duduk di lantai dan diberi alas
tikar atau karpet, atau duduk di kursi dengan formasi setengah lingkaran,
3) pembukaan kegiatan bercerita, dimana guru menggali pengalamanpengalaman
anak dalam kaitannya dengan tema cerita,
4) pengembangan cerita yang dituturkan guru. Guru menyajikan fakta-fakta di
sekitar kehidupan anak yang berkaitan dengan tema cerita,
5) menceritakan isi cerita dengan lafal, intonasi dan ekspresi wajah yang
menggambarkan suasana cerita,
6) penutup kegiatan bercerita dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan isi cerita.
19
2.3 Media Gambar
2.3.1 Pengertian Media Gambar
Menurut Suwana, dkk, (2005), mengemukakan bahwa media adalah kata
jamak dari medium, yang artinya perantara. Sedangkan pendapat dari Sri Anitah
(2008) mengemukakan bahwa media pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu yang
mengentarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan
tersebut.
Definisi media dalam arti yang luas adalah setiap orang, bahan, alat atau
peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa menerima
pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Dengan demikian guru atau dosen, bahan ajar,
lingkungan adalah media (Sri Anitah, 2008).
Menurut Gagne (Arief S. Sadiman, 2007), media adalah berbagai jenis
komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Selain
itu media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang
siswa untuk belajar. Maka dapat disimpulkan bahwa media adalah alat bantu apa saja
yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna merangsang pikiran, perasaan, dan
kemauan siswa untuk belajar. Media pembelajaran banyak sekali jenis dan
macamnya, salah satunya adalah media visual yaitu media gambar. Di antara media
pembelajaran, media gambar adalah media yang paling umum dipakai. Dan
merupakan bahasa yang umum, yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana-mana
(Arief S. Sadiman, 2007)
20
Menurut Azhar Arsyad (2011) media gambar termasuk dalam bentuk visual
berupa gambar representasi seperti gambar, lukisan, atau foto yang menunjukkan
bagaimana tampaknya suatu benda. media gambar adalah suatu media visual yang
hanya dapat dilihat saja, akan tetapi tidak mengandung unsur suara atau audio.
Definisi Media gambar yang lainnya adalah segala sesuau yang dapat
diwujudkan secara visual kedalam bentuk 2 (dua) dimensi sebagai curahan ataupun
pemikiran yang bermacam-macam misalnya seperti: potret, slide, lukisan, film, strip,
opaque proyektor dan sebagainya. (Sora, 2014)
Media gambar adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan
indra penglihatan (Hernawan, 2008). Disamping itu media gambar mudah didapat
dan murah harganya, dapat dinikmati dimana-mana, dapat digunakan untuk
menambah kosa kata baru dan memberi arti suatu abstraksi. Menurut Ngadino
Yustinus (2002), media gambar adalah media yang paling umum dipakai sifatnya
universal mudah dimengerti melewati batasan bahasa verbal.
Media gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan secara visual kedalam
bentuk dua dimensi sebagai curahan ataupun pikiran yang bentuknya bermacam-
macam seperti lukisan, potret, slide, film, strip, opaque projektor (Hamalik, 1994).
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Media gambar
adalah media pembelajaran yang memiliki wujud visual berupa gambar, sehingga
dapat memudahkan guru dalam menyampaikan materi kepada siswa dan siswa juga
dapat memahami materi yang disampaikan guru.
21
2.3.2 Manfaat/Kelebihan Media Gambar
Menurut Sadiman, dkk (2011:29-31) beberapa kelebihan media gambar antara
lain :
1) Sifatnya konkrit; Gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah
dibandingkan dengan media verbal semata.
2) Gambar dapat mengatasi batas ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek
atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan tidak selalu bisa anak-anak dibawa ke
objek/peristiwa tersebut.
3) Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.
4) Dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat
usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman.
5) Murah harganya dan mudah didapat serta digunakan tanpa peralatan khusus
media gambar menurut Subana dan Sunarti (2011) adalah sebagai berikut :
a) menimbulkan daya tarik pada diri siswa
b) mempermudah pengertian/pemahaman siswa
c) mempermudah penjelasan yang sifatnya abstrak sehingga siswa lebik mudah
memahami apa yang dimaksud
d) memperjelas bagian-bagian yang penting. Melalui gambar kita dapat
memperbesar bagian yang penting atau bagian yang kecil sehingga dapat
diamati
e) menyingkat suatu uraian, informasi yang dijelaskan dengan kata-kata mungkin
membutuhkan uraian panjang, uraian tersebut dapat ditunjukan pada gambar.
22
2.4 Kajian Temuan Penelitian Yang Relevan
1. Penelitian dilakukan oleh Rinawati nim 1005187705, judul penelitian
Meningkatkan Disiplin dengan Metode Bercerita pada Anak Usia 5-6 Tahun di
Taman Kanak-kanak An-Namiroh Tembilahan Hulu Indragiri Hilir. Metode yang
di gunakan adalah penelitian tindakan kelas. Jumlah subjek dalam penelitian ini
adalah 20 orang yang terdiri dari 10 anak perempuan dan 10 orang anak laki-laki.
Berdasarkan data dan hasil persentase di peroleh peningkatan pada siklus I yaitu
43, 29% dan peningkatan pada siklus II mencapai 68,02%maka dengan demikian
dapat di simpulkan metode bercerita dapat meningkatkan disiplin pada anak usia
5-6 Tahun di Taman Kanak-kanak An-Namiroh Tembilahan Hulu Indragiri Hilir.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Eny Fitriana dengan judul “Upaya Meningkatkan
Disiplin Melalui Metode Bercerita Pada Anak Kelompok B Tk Aisyiyah Bustanul
Athfal Gluntung Pandak Bantul”. Subjek dalam penelitian ini adalah semua anak
kelompok B TK Aisyiyah Bustanul Athfal Gluntung Pandak Bantul, yang
berjumlah 14 anak, yang terdiri dari tujuh anak laki-laki dan tujuh anak
perempuan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa disiplin pada anak dapat
ditingkatkan melalui metode bercerita. Kedisplinan anak pada akhir tindakan
Siklus II, yaitu pada aspek ketuntasan mengerjakan tugas, anak yang mencapai
skor 4 ada 13 anak (92,9%). Pada aspek menunggu giliran bermain, anak yang
mencapai skor 4 ada 12 anak (85,7%). Pada aspek ketepatan waktu, anak yang
mencapai skor 4 ada 11 anak (78,6%).
23
3. Penelitian dilakukan oleh Anggar Rini dan Sulistyaningsih dengan judul
Meningkatkan Kemampuan Menyimak Menggunakan Metode Bercerita Pada
Anak Kelompok B Tk Aisyiyah Bustanul Athfal Kujonsari Purwomartani Kalasan.
Subjek penelitian ini adalah 16 anak yang terdiri dari lima anak laki-laki dan 11
anak perempuan. Objek penelitian pada penelitian ini adalah kemampuan
menyimak. Indikator keberhasilan penelitian ini apabila ≥80% anak telah
mencapai kriteria berkembang sangat baik. Hasil penelitian menunjukkan adanya
peningkatan kemampuan menyimak. Dapat dilihat dari peningkatan hasil
persentase kemampuan menyimak anak yang berada pada kriteria berkembang
sangat baik pada pra tindakan sebesar 18,75%, pada Siklus I meningkat menjadi
50%, dan pada Siklus II meningkat menjadi 87,5%.
4. Penelitian dilakukan Farah dan Yati Iqnail Meningkatkan Perkembangan Bahasa
Anak Usia Dini Melalui Penggunaan Metode Bercerita Pada Kelompok A Di
Taman Kanak-Kanak Infarul Ghoy Tritunggal Babat Lamongan. Undergraduate
Thesis, Uin Sunan Ampel Surabaya. Subyek penelitian 22 anak didik terdiri laki-
laki 6 anak dan perempuan 16 anak. Teknik analisis data dengan menggunakan
metode deskriptif kompartif yaitu membandingkan siklus I dan siklus II masing-
masing dalam dua pertemuan. Berdasarkan analisis data diperoleh, kegiatan
pembelajaran menggunakan II siklus, sebanyak 4 pertemuan. Pada siklus I
pertemuan I jumlah presentasi sebesar 36,4% dilanjut dengan pertemuan II sebesar
54,5%. Sedangkan pada siklus II pertemuan I 68% dilanjut pertemuan II menjadi
86,4%di , kenaikan ini sudah melampaui ketuntasan belajar.
24
2.5 Kerangka Berfikir
Melihat kondisi anak-anak di kelas B2 PAUD Satria Tunas Bangsa, dimana
tingkat kedisiplinan anak-anak masih rendah, maka peneliti ingin meningkatkan
kedisiplinan pada anak-anak di kelas B2 ini melalui kegiatan mendongeng. Karena
melalui kegiatan mendongeng ini dapat membentuk watak dan karakter anak.
“Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Pada Anak Usia 5-6 Tahun Melalui Kegiatan
Mendongeng Di Kelas B2 Paud Satria Tunas Bangsa Salatiga”
Gambar 2.1 Bagan Alur Pemikiran
Kondisi awal
Kondisi setelah
diberikan tindakan
kedisiplinan anak
sudah mulai
meningkat namun
belum maksimal
Dilakukan
perbaikan
melalui PTK
Kedisiplinan
anak masih
rendah
Siklus II
3 kali pertemuan
Melalui metode
bercerita menggunakan
gambar, kedisiplinan
anak mulai ada
peningkatan
Kedisiplinan anak sudah
meningkat melalui
metode bercerita
menggunakan gambar
Kondisi akhir
setelah diberikan
tindakan
kedisiplinan
anak meningkat
secara optimal
Siklus I
3 kali
pertemuan
25
2.6 Hipotesis
Menurut Sanjaya (2013), hipotesis adalah jawaban sementara dari masalah
penelitian yang perlu diuji melalui pengumpulan data dan analisis data. Berdasarkan
uraian dalam latar belakang, landasan teori, dan kerangka berpikir di atas maka
hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “bahwa melalui metode
bercerita menggunakan gambar dapat meningkatkan kedisiplinan pada anak usia 5-6
tahun di kelas B2 PAUD Satria Tunas bangsa Salatiga”.