bab ii landasan hukum
DESCRIPTION
Landasan PendidikanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sangat membutuhkan pendidikan dalam mengarungi hidup dan
kehidupannya. Karena pendidikan adalah usaha manusia agar manusia dapat
mengembangkan potensi yang ada pada dirinya melalui proses pembelajaran.
Untuk menjamin akan pencapaian dan pemerataan hal tersebut, pemerintah wajib
untuk membuat suatu aturan yaitu hukum. Aturan itulah yang dinamakan undang-
undang maupun peraturan lain yang menunjang.
Sebagaimana dalam pembukaan UUD 45 alinea keempat bahwa tugas dan
kewajiban naegara kepada rakyat adalah salah satunya “mencerdaskan kehidupan
bangsa” dan dalam UUD 1945 Republik Indonesia Pasal 31 ayat (1)
menyebutakan bahwa “setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan” dan
ayat (3) menegaskan bahwa “pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
yang diatur dalam undang-undang”. Untuk itu seluruh komponen bangsa,
pemerintah, masyarakat dan keluarga serta pengusaha lainnya, wajib ikut serta
dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan
dari Negara dan bangsa Indonesia.
Setiap Negara memiliki aturan perundang-undangan sendiri. Tindakan dan
keputusan Negara itu harus berdasarkan Undang-undang Negara tersebut. Bila ada
suatu tindakan yang bertolak belakang dengan peraturan perundang-undangan
Negara tersebut, maka tindakan itu biasa dikatakan sebagai tindakan yang
melanggar hukum dan orang yang melakukan hal itu wajib di adili.
Para pendidik dan tenaga kependidikan perlu memahami dan mengetahui
berbagai landasan hukum sistem pendidikan yang ada di Negara Indonesia dan
menjadikannya sebagai titik tolak atau barometer dalam pelaksanaan
perananannyasebagai seorang pendidik dan tenaga kependidikan.
Oleh sebab itu kami memandang sangat perlu seorang yang berhubungan
dengan pendidikan untuk mengetahui landasan hukum pendidikan di Indonesia.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari landasan hukum pendidikan ?
1.2.2 Apa yang menjadi landasan hukum pendidikan di Indonesesia ?
1.2.3 Bagaimana implikasi konsep pendidikan ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian tentang landasan hukum pendidikan.
1.3.2 Untuk mengetahui apa saja yang menjadi landasan hukum pendidikan di
Indonesia.
1.3.3 Untuk mengetahui implikasi konsep pendidikan
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari makalah ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat terutama mahasiswa di
lingkup pendidikan guru sekolah dasar mengenai landasan hukum
pendidikan di Indonesia serta implikasi dari konsep pendidikan itu.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Landasan Hukum Pendidikan
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik
tolak. Landasan merupakan pondasi atau dasar atau tumpuan dari suatu hal.
Sedangkan landasan pendidikan diartikan sebagai seperangkat asumsi yang
dijadikan titik tolak dalam praktek pendidikan (Syaripudin, 2012 : 7-8). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa landasan pendidikan merupakan seperangkat asumsi
yang dijadikan sebagai dasar pijakan atau pondasi terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan pendidikan.
Sementara menurut Made Pidarta (2007:42-43), landasan hukum juga dapat
diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.
Landasan hukum seorang guru boleh mengajar misalnya adalah surat keputusan
tentang pengangkatannya sebagai guru. Yang melandasi atau mendasari ia
menjadi guru adalah surat keputusan itu beserta hak-haknya. Surat keputusan itu
merupakan titik tolak untuk bisa melaksanakan pekerjaan guru. Begitu pula
halnya mengapa anak-anak sekarang diwajibkan belajar paling sedikit sampai
dengan tingkat SMP, adalah dilandasi atau didasari atau bertitik tolak dari
Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Dasar dan ketentuan tentang wajib
belajar.
Sementara itu kata hukum dapat di pandang sebagai aturan baku yang patut
di taati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini, bila di langgar
akan mendapat sangsi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Seorang guru yang
melanggar di siplin misalnya, bila di kenai sangsi dalam bentuk kenaikan
pangkatnya di tunda. Begitu pula seorang peserta didik yang kehadirannya kurang
daru 75% maka tidak di ijinkan mengekuti ujian akhir.
Hukum atau aturan baku di atas, tida selalu dalam bentuk tertulis. Seringkali
aturan itu dalam bentuk lisan, tetapi diakui dan di taati oleh masyarakat. Hukum
adatnya misalnya, banyaknya yang tidak tertulis, di turunkan secara lisan turun
3
temurun di masyarakat. Yang merepakan kebiasaan yang sangat kuat mengikat
masyarakat. Hukum seperti ini juga dapat menjadi landasan pendidikan
Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat berpijak
atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, dalam hal ini
kegiatan pendidikan. Tetapi tidak semua kegiatan pendidikan dilandasi oleh
aturan-aturan baku ini. Cukup banyak kegiatan pendidikan yang dilandasi olejh
aturan lain, seperti aturan kurikulum, aturan cara mengajar, cara membuat
persiapan, supervisi, dan sebagainya.
Kegiatan pendidikan yang dilandasi oleh hukum, antara lain adalah calon
siswa SD tidak harus lulusan TK, masyarakat harus membantu pembiayaan
pendidikan, pendidikan menengah mempersiapkan para siswa untuk masuk ke
perguruan tinggi dan menjadi anggota masyarakat yang baik, ada kerjasama yang
baik antara sekolah dengan masyarakat dalam membina pendidikan, dan
sebagainya.
2.2 Pendidikan Menurut Undang-Undang Dasar 1945
Seperti yang dijelaskan oleh Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan
hukum tertinggi di Indonesia. Semua peraturan perundang-undangan yang lain
harus tunduk atau tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar ini.
Sesuai dengan namanya, ia mendasari semua perundang-undangan yang ada yang
muncul kemudian. Kedudukan seperti ini, membuat Undang-Undang Dasar
mengandung isi yang sifatnya umum. Demikianlah aturan tentang pendidikan
dalam Undang-Undang Dasar ini sangat sederhana.
Pasal-pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang-Undang
Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan pasal 32. Yang satu menceritakan
tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan. Pasal 31
Ayat 1 berbunyi :Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Ayat 2
pasal ini berbunyi:Setiap warga negara wajib mengikiti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya. Ayat ini berkaitan dengan wajib belajar 9 tahun
di SD dan SMP yang sedang dilaksanakan. Agar wajib belajar ini berjalan lancar,
4
maka biayanya harus ditanggung oleh negara. Kewajiban negara ini berkaitan erat
dengan ayat 4 pasal yang sama yang mengharuskan negara memprioritaskan
Ayat 3 pasal ini berbunyi : Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Ayat ini mengharuskan
pemerintah mengadakan satu sistem pendidikan nasional, untuk memberi
kesempatan kepada setiap warga negara mendapatkan pendidikan. Kalau karena
sesuatu hal seseorang atau sekelompok masyarakat tidak bisa mendapatkan
kesempatan belajar, maka mereka bisa menuntut hak itu kepada pemerintah. Atas
dasar inilah pemerintah menciptakan sekolah-sekolah khusus yang bisa melayani
kebutuhan masyarakat terpencil, masyarakat yang penduduknya sedikit, dan
masyarakat yang penduduknya tersebar berjauhan satu dengan yang lain. Sekolah-
sekolah yang dimaksud antara lain SD kecil, SD pamong, SMP terbuka, dan
sistem belajar jarak jauh.
Pasal 32 Undang-Undang Dasar itu pada ayat 1 bermaksud memajukan
budaya nasional serta nenberi kebebasan kepada negara menghormati dan
memelihara bahasa daerah sebagai bagian dari budaya nasional. Sebab pendidikan
adalah bagian dari kebudayaan. Seperti yang telah kita ketahui bahwa kebudayaan
adalah hasil dari budi daya manusia. Kebudayaan akan berkembang bila budi daya
manusia ditingkatkan.
Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu
sama lain. Dengan demikian upaya memajukan kebudayaan berarti juga sebagai
upaya memajukan pendidikan.
2.3 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Perundang-undangan RI yang membicarakan pendidikan adalah Undang-
Undang RI Nomor 2003. Undang-undang ini disebut induk peraturan perundang-
undangan pendidikan. Mengatur pendidikan pada umumnya, artinya segala
sesuatu betalian dengan pendidikan, mulai dari prasekolah sampai dengan
pendidikan tinggi ditentukan dalam undang-undang ini.
5
Yang dibahas adalah pasal-pasal penting terutama yang mebutuhkan
penjelasan lebih mendalam sertasebagai acuan untuk mengembangkan
pendidikan. Pertama adalah pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 5. Ayat 2 berbunyi sebagai
berikut : Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 45 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntunan perubahan zaman.
Kenyataan menunjukkan belum punya teori-teori pendidikan yang khas
dengan budaya bangsa. Teori pendidikan kita masih dalam proses pengembangan
(sanusi, 1989). Teori pendidikan beserta praktiknya yang dilakukan di Indonesia
sampai saat ini berupa teori yang diimpor dari luar negeri . Pendidikan belajar
disitulah mereka menerima teori pendidikan. Para penguasa pendidikan
mengadakan studi banding di situ pulalah mereka menerima teori itu. Teori luar
negeri lengkap bukunya di bawa ke Indonesia, sebagian para pendidik lainnya,
tentu sesudah direvisi di sana-sini.
Teori dari luar negeri tidak mesti direplikasi melalui penelitian. Karena teori
banyak ragamnya, diterapkan pn dipilih sesuai dengan pandangan dan selera
pendidikan, yang mempunyai wewenang menentukan kebijakan pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, tampaklah bahwa teori pendidikan dan praktik
pendidikan di Indonesia belum memenuhi harapan Undang - Undang kita karena
kondisi seperti ini merupakan tantangan bagi para pendidik kita terutama bagi
mereka yang sudah ahli untuk berupaya dengan sekuat tenaga dan pikiran
menciptakan teori – teori yang berakar pada kebudayaan bangsa kita lalu
prosesnya tidak bisa begitu cepat, namun kalau dilakukan dengan kesungguhan,
direncanakan dengan teliti, dan dilaksanakan secara sistematis, sangat mungkin
akan membuahkan hasil yang diinginkan.
Selanjutnya Pasal 1 Ayat 5 berbunyi : tenaga kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dalam menyelenggarakan pendidikan menurut
ayat ini yang berhak menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota
masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam penyelenggarakan pendidikan.
Sedang yang di maksud dengan tenaga pendidikan tertera dalam Pasal 39 Ayat 1,
6
yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga administrasi, pengelola,
kepala lembaga pendidikan, penilik atau pengawas, peneliti dan pengembang
pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
Dari ketujuh macam tenaga kependidikan tersebut diatas ditambah ayat 2
tentang kependidikan yang sudah jelas kedudukan dan wewenangnya baik karena
keahlian maupun surat keputusan yang diterima adalah penilik atau pengawas,
peneliti dan pengembangan pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber
belajar.
Bukan warga masyarakat yang mengabdikan diri pada jalur informal dan
nonformal sebagai pendidik tetapi bagi yang mengabdikan diri pada pendidikan
jalur formal. Negara maju warga negara cukup banyak jumlahnya. Dalam batas
tertentu mereka membantu dan bekerja sama dengan sekolah memajukan
pendidikan (baca laporan study Made Pidarta di Australia, 1995). Kerja sama ini
sangat bagus dan perlu dikembangkan. Kerja sama ini pulalah yang sama
didambakan oleh Undang – Undang pendidikan kita, seperti tertulis dalam
penjelasan Pasal 6 sebagai berikut : Memberdayakan semua komponen
masyarakat pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam
suasana kemitraan dan kerja sama yang saling melengkapi dan memperkuat.
Jadi, disamping masyarakat mempunyai kewajiban membiayai pendidikan,
mereka juga mempunyai kewajiban memikirkan, memberikan masukan dan
menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah. Kewajiban ini perlu diinformasikan
kepada masyarakat luas, agar mereka menjadi lebih paham.
Demikianlah tugas dan kewajiban pendidik dan pengelola, pendidikan yang
berasal dari masyarakat umum baik pada pendidikan masyarakat maupun di
sekolah perlu mendapat penegasan dan diinformasikan lebih rinci.
Selanjutnya Pasal 5 Undang – Undang Pendidikan yang bermakna : setiap
warga negara berhak atas kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu, baik bagi mereka yang berlainan fisik, di daerah terpencil, maupun
yang cerdas atau berbakat khusus, yang bisa berlangsung sepanjang hayat.
7
Selanjutnya Pasal 6 mewajibkan warga negara berumur 7 – 15 tahun mengikuti
pendidikan dasar.
Semua pihak seharusnya berusaha menyukseskan program wajib belajar ini,
pihak pemerintah berusaha dengan berbagai cara agar program ini berjalan lancar,
begitu pula pihak masyarakat yang putra – putranya dikenai oleh pendidikan harus
juga berusaha membantu pemerintah. Sebab kalau masyarakat berdiam diri,
apalagi menentang program wajib belajar ini berarti menelantarkan atau
meniadakan peluang untuk mendapatkan kesempatan belajar tersebut. Dapat saja
sikap dan tindakan itu dikatakan melalaikan hukum dan menentang hukum. Kalau
terjadi jelas merugikan masyarakat itu sendiri, baik sebagai konsekuensi dan
melalaikan atau menentang hukum maupun atau kerugian yang akan diterima oleh
putra – putra mereka akibat tidak dapat kesempatan mengikuti pelajaran
sebagaimana mestinya.
Penjelasan diatas meningkatkan wawasan kita dan masyarakat pada
umumnya tentang bagaimana seharusnya kita mengambil sikap dan tindakan
program wajib belajar ini. Para pendidik dan masyarakat umumnya perlu bersikap
dan bertindak positif dan mensukseskan program antara lain dengan cara :
1. Memberikan dorongan kepada peserta didik dan pelajar untuk belajar
terus tidak cukup tamat SD saja dengan alasan yang masuk akal.
2. Mengurangi beban kerja anak, mana kala mereka harus meringankan
beban ekonomi orang tuanya.
3. Membantu menyiapkan lingkungan belajar dan alat belajar dirumah
untuk merangsang kemauan belajar anak.
4. Membantu membiayai pendidikan.
5. Mengizinkan anak pindah sekolah.
6. bila ternyata sekolah semula sudah tidak dapat menampung bila
diperlukan, membantu menyiapkan gedung lokal belajar.
7. Bersedia menjadi narasumber untuk keterampilan tertentu, yang banyak
dibutuhkan pada pendidikan dasar tingkat akhir.
8. Mengizinkan peserta didik manggang di perusahaan dan perdagangan.
8
9. Responsif terhadap kegiatan sekolah terutama yang dilaksanakan di
masyarakat.
10. Bersedia menjadi orang tua angkat atau orang tua asuh bagi anak yang
sudah tidak dimiliki orang tua atau orang tuanya tidak mampu
membiayai anaknya.
Kita tidak boleh menganak emaskan yang satu dan menganak tirikan yang
lain semua harus dilayani dengan sama.
Pendidikan non formal dan informal yang tertera pada pasal 13 dikatakan
jalur pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah
secara berjenjang dan berkesinambungan, jalur pendidikan nonformal dan
informal merupakan pendidikan diselenggarakan diluar sekolah yang tidak harus
berjenjang dan bersinambungan. Maka berhak masuk kejalur formal dalam batas –
batas umur belajar dan study. Sementara berhak masuk ke jalur nonformal dan
informal tidak dibatasi umurnya, orang boleh masuk ke lembaga kapan saja dan
pada umur berapa saja. Boleh juga berhenti kapan saja dan dalam waktu tak
terbatas melanjutkan study lagi atau berhenti selamanya.
Bertalian dengan keinginan belajar kembali sambil bekerja, cenderung
menyerbu perguruan tinggi untuk belajar sebagai mahasiswa. Pada zaman ini
kesempatan itu terbuka luas mengingat banyak sekali tempat tersedia terutama
pada perguruan tinggi swasta.
Pada jalur pendidikan formal yang terdiri dari pendidikan umum,
pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademi, dan
pendidikan profesional pasal 15 pada umumnya terdiri dari pendidikan dasar dan
pendidikan mengengah umum. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah
kejuruan. Pendidikan khusus adalah pendidikan untuk anak luar biasa. Pendidikan
keagamaan adalah pendidikan yang banyak diwarnai oleh keagamaan. Sementara
itu pendidikan akademi dan profesional/lokasi diselenggarakan di perguruan
tinggi. Pasal 29 menyatakan kinerja pegawai dan calon pegawai negeri yang
diselenggarakan oleh departemen atau non departemen pemerintah.
9
Pendidikan anak usia dini tertuang pada Pasal 29 terjadi pada jalur formal,
informal dan nonformal. Taman kanak – kanak termasuk pendidikan formal. Yang
perlu diberi penjelasan adalah akademik dan profesional. Pasal 20 menyebutkan
bahwa sekolah tinggi institut dan universitas menyelenggarakan pendidikan
akademik dan atau profesional. Pertama – tama yang perlu dijelaskan apa beda
pendidikan akademik dengan profesional ? pendidikan akademik adalah
pendidikan yang berupaya melayani perkembangan sikap berfikir dan berperilaku
ilmiah para mahasiswa sehingga mereka dapat mengembangkan ilmu teknologi
dan seni sesuai dengan bidang masing – masing.
Dengan demikian orientasi pendidikan akademi adalah kemampuan
mengembangkan ilmu teknologi dan seni melalui kegiatan penelitian. Yang
terakhir ini sangat mengingat Indonesia mempunyai kebudayaan tersendiri
diwarnai filsafat pancasila dan geografis pula. Implikasinya adalah mereka tidak
pada tempatnya menuntut untuk ditempatkan dalam suatu pekerjaan tertentu
karena hakikatnya tidak mampu melaksanakan yang sudah ada di masyarakat.
Tamatan pendidikan akademi diberi gelar sarjana magister dan doktor.
Gelar sarjana dan magister ditulis di belakang nama, sedangkan gelar doktor
ditulis di depan nama. Sementara itu lulusan pendidikan profesional hanya diberi
sebutan profesional. Makna profesional berbeda dengan akademik. Istilah
akademik berkaitan dengan sikap berfikir dan perilaku ilmiah maka istilah
profesional berkaitan dengan pelayanan terhadap klien atau orang yang
membutuhkan secara benar.
Pendidikan profesional menekankan aplikasi teori telah ada yang mencakup
tenaga pembantu, alat pembantu, lingkungan kerja, iklim kerja, materi yang
dikerjakan, sistem penilaian, efektivitas, efesien dan akuntabilitas.
Perguruan tinggi negeri maupun swasta tidak dilarang mendidik doktor
bergelar magister dan Doktor sebanyak – banyaknya sebab mereka bisa mencari
dan menciptakan kerja sendiri. Tetapi perguruan tinggi membatasi mendidik
doktor spesialis I maupun spesialis II sebab tamatannya secara etis harus
10
ditempatkan di bidang garapan mereka masing – masing. Sama halnya dengan di
kedokteran di bidang lain pun berlaku berkaidah seperti ini.
Berkaitan dengan pendidikan profesi iin, maka akadei dan politeknik tidak
boleh memberikan gelar kepada para lulusannya, karena tuntutan masyarakat atau
para mahasiswa, maka status lembaga itu harus diubah. Dengan catatan kurikulum
dan orientasi pendidikannya harus dihapus pula. Hal seperti ini dilakukan oleh
APDN dan AMN.
Tamatan S0 ini tidak diberi gelar. Apakah ini berarti S0 merupakan
pendidikan profesional? Ternyata S0 ini lebih bersifat pendidikan akademik
daripada pendididkan profesional, sebab bagian dari S1, S2, dan S3. Pendidikan di
S0 adalah pendidikan darurat, program S1 belum lengkap. S1-nya merupakan
pendidikan campuran dari akademik dan profesional, maka S0-nya juga bersifat
campuran.
Selanjutnya, Pasal 24 tentang Kebebasan Akademik, Kebebesan Mimbar
Akademik, dan Otonomi Keilmuan. Bunyi Pasal 24 “Dalam penyelenggaraan
pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi berlaku
kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonom keilmuan.”
Kebebasan akademik adalah kebebasan yang dimiliki oleh anggota civitas
akademika, yang mencakup dosen dan para mahasiswa. Tugas – tugas mereka
adalah :
1. Mempelajari secara tekun konsep – konsep dan teori – teori.
2. Menganalisis seluk – beluknya, termasuk asal usul konsep itu.
3. Mempelajari cara – cara pengembangannya.
4. Mempelajari metodologi penelitian untuk pengembangan ilmu.
5. Belakar berpikir analitik – sintetik atau induktif – deduktif.
6. Mengoreksi kebenaran konsep.
7. Mengadakan replikasi.
8. Menginformasikan hasil – hasil penelitian dan konsep – konsep.
9. Berdiskusi dan berdebat.
10. Mempertahankan konsep secara ilmiah.
11
11. Menulis laporan penelitian, artikel, atau buku.
Semua tindakan tersebut diatas membutuhkan kebebasan. Dikatakan para
pelaksana kebebasan akademik, baik yang dilakukan secara mandiri maupun
secara tim, haruslah bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Dimasukkan
kata bertanggung jawab adalah sebagai upaya preventif, agar kebebasan akademik
tidak disalahgunakan.
Selanjutnya kebebasan mimbar akademik. Kebebasan mimbar adalah
kebebasan berbicara di depan forum ilmiah. Kebebasan mimbar akademik berarti
kebebasan menyampaikan buah pikiran yang sifatnya ilmiah kepada para
pendengar yang pada umumnya para ilmuwan atau para mahasiswa. Sama halnya
dengan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik pun harus
dipertanggungjawabkan pula. Yang berhak melaksanakan kebebasan mimbar
akademik adalah para dosen. Menurut peraturan, para pengajar yang masih
gilongan III belum dikategorikan sebagai dosen. Status mereka masih sebagai
asisten. Kebebasan mimbar akademik dapat dilaksanakan dalam kelas terhadap
para mahasiswa, di depan para dosen, atau di depan forum ilmiah yang lebih luas.
Tata cara pelaksanaan pada umumnya sebagai berikut :
1. Baru saja menemukan konsep baru atau hasil penelitian baru.
2. Konsep atau hasil penelitian dikemas untuk dikomunikasikan.
3. Perlengkapan berkomukasi
4. Pertemuan dimulai pada umumnya memakai pembawa acara atau
moderator.
5. Kebebasan mimbar akademik dimulai.
6. Setelah selesai berbicara tentang konsep baru, anggota sidang memberi
komentar.
7. Terjadi dialog antara penemu konsep baru dengan para partisipan
8. Pertemuan ditutup oleh pembawa acara.
Kebebasan mimbar akademik yang merupakan bagian dari kebebasan
akademik, tidak bisa terlepas dari otonom keilmuan. Otonomi keilmuan
merupakan norma yang bertalian dengan ilmu, termasuk cara – cara
12
mengembangkan atau menemukan ilmu. Kebebasan akademik adalah kebebasan
dalam membahas ilmu serta mengembangkannya. Dan kebebasan mimbar
akademik adalah kebebasan mengkomunikasikan hasil – hasil penemuan dalam
bidang ilmu. Ketiga istilah ini adalah bertalian dari dengan yang lain. Otonomi
keilmuan terkandung arti otonom dalam menggali, mengembangkan dan
menginformasikan ilmu. Otonom disini maknanya kebebasan akan tetapi
kebebasan yang dibatasi oleh kaidah – kaidah keilmuan. Kaidah – kaidah
keilmuan dalam melaksanakan otonom keilmuan adalah :
1. Berfikir ilmiah
2. Bersikap ilmiah
3. Berkata
4. Bertindak secara ilmiah
5. Dalam menggali dan mengembangkan ilmu
6. Konsep yang ditemukan secara ilmiah
7. Konsep yang ditemukan diajarkan secara ilmiah kepada para mahasiswa
8. Didiskusikan secara ilmiah
9. Memanfaatkan umpan balik dari berbagai sumber
Selanjutnya, Pasal 12 menyebutkan peserta didik mempunyai hak untuk
mendapatkan pendidikan agama yang sesuai dengan agama yang dianutnya yang
diajarkan oleh pendidik yang seagama. Mereka juga berhak mendapat layanan
yang sesuai dengan bakat dan minat. Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi
tetapi tidak punya dana. Mendapatkan biaya pendidikan bagi orang tua yang tidak
mampu. Pindah program pendidikan ke program lainnya atau lembaga pendidikan
lain yang setara. Dari pasal tersebut pendidikan ini bersifat terbuka. Yang
dimaksud dengan pendidikan terbuka adalah :
1. Peserta didik berhak pindah ke lembaga atausekolah lain dengan alasan
tertentu.
2. Peserta didik berhak menyelesaikan program belajar mendahului
teman-temannya, termasuk berhak lulus terlebih dahulu.
3. Peserta didik berhak mengikuti pelajaran atau studi sesuai dengan
minat, bakaat, dan kemampuannya.13
Selanjutnya, Pasal 39 tentang kewajiban tenaga kependidikan. Kewajiban
itu secara berturut – turut adalah :
1. Membina loyalitas pribadi dan peserta didik terhadap ideologi negara
Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Hal ini merupakan
kewajiban sebab Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945
merupakan landasan ideal dan konstitusional bangsan dan negara.
2. Menjungjung tinggi kebudayaan bangsa.
3. Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian.
4. Meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan
bangsa.
5. Menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan, yang diberi
masyarakat, bangsa, dan negara.
Selanjutnya, Pasal 45 menyangkut pengadaan dan pendayagunaan
sumberdaya pendididikan yang harus dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan
keluarga peserta didik. Yang dimaksud dengan sumber – sumber pendidikan
adalah :
1. Materi yang dipelajari peserta didik
2. Metode yang dipakai untuk belajar dan mengajar
3. Berbagai alat peraga
4. Berbagai media pendidikan
5. Orang – orang seperti pengelola, guru, narasumber
6. Informasi pendidikan
7. Dana pendidikan
8. Sarana pendidikan
9. Prasarana pendidikan
Pasal yang bertalian dengan kurikulum adalah Pasal 36 Ayat 1 yang
berbunyi “Pengembangan kurikulum dilakuakn dengan mangacu pada standar
nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Menurut
pasal ini ada 2 macam kurikulum yaitu kurikulum nasional dan kurikulum
14
lingkungan setempat. Badan yang bersangkutan adalah Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah. Salah satu tugas Komite Sekolah adalah merencanakan dan
membentuk kurikulum lingkungan yang lebih dikenal dengan istilah kurikulum
muatan lokal. Wujud kurikulum muatan lokal tidaklah hanya berbentuk mata
pelajaran tambahan saja, melainkan juga dalam wujud yang lain. Secara umum isi
kurikulum muatan lokal adalah :
1. Menanamkan norma masyarakat setempat.
2. Alat – alat belajar dan media pendidikan yang dipakai disesuaikan
dengan lingkungan setempat.
3. Contoh – contoh pelajaran juga berbeda – beda.
4. Penerapan teori pada daerah peternakan atau juga perkebunan.
5. Partisipasi peserta didik di masyarakat disesuaikan dengan keadaan
masyarakat itu.
6. Dengan cara demikian keterampilan yang dipelajari peserta didik juga
tidak sama antara saru daerah dengan derah lainnya.
7. Mata pelajaran baru, sesuai dengan kebutuhan daerah setempat.
Bagian terakhir UU No. 20 Tahun 2003 akan dibahas adalah Pasal 58
mengatakan evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik. Evaluasi
hasil belajar dalam pendidikan sistem desentralisasi dilakukan oleh badan atau
lembaga pada tingkat desentralisasi itu. Evaluasi formatif, sumatif, dan ujian akhir
haruslah mencakup afeksi, kognisi, dan psikomotor agar ada jaminan tujuan
pendidikan nasional bisa diwujudkan.
2.4 Undang - Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Ada beberapa hal yang akan diuraikan bersangkutan dengan Undang –
Undang Guru dan Dosen ini, terutama hal-hal yang belum banyak di
sosialisasikan kepada masyarakat, khususnya kepada para mahasiswa. Contoh
klasifikasi misalnya adalah dalam wujud ijazah, sementara itu sertifikasi adalah
sebagai bukti tenaga profesional. Pada bagian berikut diuraikan beberapa pasal.
Pasal 8 berbunyi: Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikasi pendidikan, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
15
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sementara itu Pasal 10 menyatakan
kompetensi guru mencakup pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Di
sini guru diminta tidak hanya sekedar mengajar agar peserta didik paham dan
terampil tentang materi pelajaran yang diajarkan, melainkan materi – materi
pelajaran itu hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Itulah
sebabnya setiap guru harus mengembangkan afeksi, kognitif, dan ketrampilan
peserta didik secara berimbang dan menilainya yang ketiganya dimaksukan ke
dalam rapor.
Sertifikasi diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah
(pasal 11). Ini berarti sertifikasi tidak boleh dikeluarkan oleh badan – badan atau
lembaga – lembaga lain. Ketentuan ini bermaksud menjaga mutu kualifikasi guru.
Bagi guru yang berkualitas memenuhi persyaratan tersebut di atas diberi
imbalan seperti tertuang dalam pasal 15, yaitu gaji pokok, beserta tunjangan
fungsional, tunjangan khusus yang bekerja bertugas di daerah khusus, dan
maslahat tambahan. Guru juga diberi cuti seperti pegawai biasa dan tugas belajar
(pasal 40). Pasal 24 menentukan tentang pengangkatan guru. Guru pendidikan
menengah dan pendidikan khusus diangkat, ditempatkan, dipindahkan, dan
diberhentikan oleh pemerintah propinsi. Sedangkan untuk guru pendidikan dasar
dan usia dini dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Pada pasal 42 menguraikan tentang organisasi profesi guru, yang memiliki
wewenang sebagai berikut:
1. Menetapkan dan menegakkan kode etik guru.
2. Memberikan bantuan hukum kepada guru.
3. Memberikan perlindungan profesi guru.
4. Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
5. Memajukan pendidikan nasional.
Dalam organisasi ini ada juga Dewan Kehormatan Guru yang dibentuk oleh
organisasi itu diambil dari kalangan guru – guru. Tugas dewan ini adalah untuk
16
mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan merekomendasikan sanski atas
pelanggaran kode etik itu.
Secara umum persyaratan untuk dosen tidak banyak berbeda dengan
persyaratan guru, seperti kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi juga
dipersyaratkan pada dosen. Pasal 46 menyatakan dosen minimal lulus magister
untuk mengajar di program diploma dan sarjana dan lulusan program doktor
untuk mengajar di pascasarjana.
Pada pasal 48 disebutkan persyaratan untuk menduduki jabatan guru besar
harus memiliki ijazah doktor. Dengan demikian dosen nondoktor tidak di izinkan
mengususl menjadi guru besar. Selanjutnya pasal 49 menyebutkan guru besar
yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental sangat istimewa dalam
bidangnya dan diakui secara internasional dapat diangkat menjadi profesi
paripurna.
Sama dengan guru, para dosen ini juga dapat imbalan bagi yang memenuhi
semua persyaratan. Imbalan yang dimaksud adalah gaji pokok beserta tunjangan
yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan
khusus, tunjangan kehormatan, dan maslahat tambahan. Di samping imbalan
tersebut di atas para dosen juga diberi hak cuti seperti pegawai pada umumnya
dan cuti untuk studi atau melakukan penelitian dengan tetap medapat gaji penuh.
2.5 Implikasi Konsep Pendidikan
Seperti yang dijelaskan oleh Made Pidarta (2007:71-74) bahwa implikasi
dalam pengembangan konsep pendidikan dapat di uraikan sebagai berikut yaitu:
1. Ada perbedaan yang jelas antara pendidikan akademik menyiapkan dengan
pendidikan professional. Pendidikan akademik menyiapkan para ahli agar
mampu mengembangkan ilmu atau teknik atau seni di bidangnya masing-
masing melalui aktualisasi diri secara utuh. Sementara itu pendidikan
profesi bertujuan untuk menyiapkan peserta didik agar ahli dalam
menerapkan teori tertentu. Jumlah mereka dibatasi sesuai dengan
kebutuhan, dan setelah lulus mereka wajib dipekerjakan di tempat tertentu.
17
2. Pendidikan professional tidak cukup hanya menyiapkan ahli dalam
menerapkan suatu teori, tetapi juga mempelajari cara membina para tenaga
pembantu, mengusahakan alat-alat bekerja, menciptakan lingkungan dan
iklim bekerja yang kondusif, sistem penilaian, dan membiasakan diri agar
memilki komitmen untuk berupaya selalu memuaskan orang-orang yang
berkepentingan.
3. Sebagai konsekuensi dari beragamnya bakat dan kemampuan para siswa
serta dibutuhkannya tenaga kerja menengah yang banyak.
4. Untuk merealisasikan terwujudnya pengembangan manusia Indonesia
seutuhnya, seperti yang dikemukakan sebagai tujuan pendidikan nasional.
Hal ini bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Tidak menganak tirikan materi pendidikan humaniora.
b. Setiap mengajarkan bidang studi apa saja, pendidikan afeksi
dimasukkan.
c. Seperti halnya dengan aspek kognisi dan psikomotor, aspek afeksi
peserta didik juga dinilai dan di beri skor.
5. Pendidikan humoniora, termasuk pendidikan moral Pancasila, perlu lebih
menekankan pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.
6. Isi kurikulum muatan lokal dapat dipilih salah satunya yaitu dengan cara
memakai alat-alat peraga, alat-alat belajar, atau media pendidikan yang ada
di daerah itu dan bias juga dilakukan dengan cara mengambil contoh-contoh
pelajaran yang ada atau sesuai dengan keadaan dan kegiatan di wilayah
tersebut
7. Dalam kaitannya dengan memajukan kerjasama antara sekolah, masyarakat,
dan orang tua dalam penyelenggaraan pendidikan, perlu digalakkan kegitan
badan kerjasama seperti menampung aspirasi masyarakat dan bekerja sama
memikirkan segala sesuatu untuk kemajuan pendidikan.
8. Dalam kaitannya dengan memajukan kerjasama antara sekolah, masyarakat,
dan orang tua dalam menyelenggarakan pendidikan, perlu digalakkan
kegiatan badan kerjasama itu dalam bentuk antara lain, menampung aspirasi
masyarakat, mengikutsertakan dalam mengawasi pelaksanaan pendidikan,
menyediakan narasumber, menyiapkan alat belajar, menyiapkan alat peraga,
18
dan media pendidikan yang ada di masyarakat, serta mencari sumber-
sumber dana sebanyak mungkin, dan bekerja sama memikirkan segala
sesuatu untuk kemajuan pendidikan.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak
atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
2. Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di
Indonesia. Pasal-pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang-
Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 ayat 1, 2 dan 3 dan pasal
32.
3. Perundang-undangan RI yang membicarakan pendidikan adalah Undang-
Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Yang dibahas adalah pasal-pasal
penting terutama yang mebutuhkan penjelasan lebih mendalam serta
sebagai acuan untuk mengembangkan pendidikan. Pasal – pasal tersebut
adalah Pasal 1 Ayat 2 dan 5, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15,
Pasal 24, Pasal 36, Pasal 39, Pasal 45, Pasal 59.
4. Ada beberapa hal yang akan diuraikan bersangkutan dengan Undang –
Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Guru dan Dosen ini, terutama hal-hal
yang belum banyak di sosialisasikan kepada masyarakat, khususnya
kepada para mahasiswa. Pada bagian berikut diuraikan beberapa pasal,
yaitu Pasal 8, Pasal 10, Pasal 15, Pasal 15, Pasal 24, Pasal 42, Pasal 46,
Pasal 48, Pasal 49.
3.2 Saran
Penyusun makalah ini hanya manusia yang dangkal ilmunya, yang hanya
mengandalkan buku referensi. Maka dari itu penyusun menyarankan agar
para pembaca yang ingin mendalami masalah landasan hukum pendidikan
ini, agar setelah membaca makalah ini, membaca sumber-sumber lain yang
lebih komplit, tidak hanya sebatas membaca makalah ini saja.
20