bab ii landasan teori a. kebudayaan ii.pdfbab ii landasan teori . ... maka pernikahan adat termasuk...

13
8 BAB II LANDASAN TEORI A. KEBUDAYAAN Kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa sangsekerta) buddhayah yang adalah bentuk jamak dari kata “budhdi” yang berarti “budi atau akal”. Kebudayaan diartikan sebagai “hal - hal yang bersangkutan dengan budi dan akal”. 1 Ada juga ahli yang mengupas kata budaya dengan perkembangan dari majemuk budi-daya yang berarti daya dari budi. Sehingga mereka membedakan budaya dari kebudayaan. Budaya itu daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan itu segala hasil dari cipta karsa dan rasa itu. 2 Menurut Edward B. Taylor Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. 3 Richard Niebuhr mengatakan bahwa kebudayaan sebagai hasil prestasi manusia, yang mana semuanya dirancang untuk satu atau beberapa tujuan akhir; dunia kebudayaan adalah dunia nilai. Beberapa filsuf berpendapat bahwa manusia harus memenuhi kepentingannya sendiri sebagai nilai yang ada. Karena aktualisasi tujuan ini dicapai dalam bahan sementara dan dapat binasa maka kegiatan budaya menaruh perhatian besar kepada pelestarian nilai-nilai sebagaimana ia ada dengan realisasinya. 4 1 Soerjono Soerkanto.,Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 172 2 Koentjaraningrat., Pengantar Antropologi (Jakarta: Aksara, 1962), 76 3 http://exalute.wordpress.com/2009/03/29/definisi-kebudayaan-menurut-para-ahli/, di unduh pada hari selasa tanggal 24 Juli 2012, pukul 22.03 WIB 4 Ibid, 38-42

Upload: others

Post on 22-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. KEBUDAYAAN

    Kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa sangsekerta) buddhayah yang adalah bentuk

    jamak dari kata “budhdi” yang berarti “budi atau akal”. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-

    hal yang bersangkutan dengan budi dan akal”. 1 Ada juga ahli yang mengupas kata budaya

    dengan perkembangan dari majemuk budi-daya yang berarti daya dari budi. Sehingga mereka

    membedakan budaya dari kebudayaan. Budaya itu daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan

    rasa, dan kebudayaan itu segala hasil dari cipta karsa dan rasa itu.2

    Menurut Edward B. Taylor Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang

    di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,

    dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.3

    Richard Niebuhr mengatakan bahwa kebudayaan sebagai hasil prestasi manusia, yang mana

    semuanya dirancang untuk satu atau beberapa tujuan akhir; dunia kebudayaan adalah dunia

    nilai. Beberapa filsuf berpendapat bahwa manusia harus memenuhi kepentingannya sendiri

    sebagai nilai yang ada. Karena aktualisasi tujuan ini dicapai dalam bahan sementara dan dapat

    binasa maka kegiatan budaya menaruh perhatian besar kepada pelestarian nilai-nilai

    sebagaimana ia ada dengan realisasinya. 4

    1 Soerjono Soerkanto.,Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 172

    2 Koentjaraningrat., Pengantar Antropologi (Jakarta: Aksara, 1962), 76

    3http://exalute.wordpress.com/2009/03/29/definisi-kebudayaan-menurut-para-ahli/, di unduh pada hari selasa

    tanggal 24 Juli 2012, pukul 22.03 WIB 4Ibid, 38-42

    http://exalute.wordpress.com/2009/03/29/definisi-kebudayaan-menurut-para-ahli/

  • 9

    Jadi sebenarnya kebudayaan yang dibuat oleh manusia memiliki hubungan yang erat

    dengan apa yang diterima secara turun-temurun dari masyarakat yang adalah hasil kerja dari

    orang lain yang terus diwariskan dan diberikan kepada masing-masing orang dalam

    masyarakat tertentu sehingga terciptanya keteraturan dan terpenuhinya kebutuhan hidup.

    Dalam setiap masyarakat memiliki tiga pokok besar hasil kebudayaan, yaitu ideal yang

    berkaitan dengan adat dalam masyarakat, aturan-aturan dalam masyarakat, dan benda-benda

    yang dipercayai memiliki kekuatan. Contohnya dalam kebudayaan Meto kain adat memiliki

    arti dan makna tertentu bagi setiap klan. Berkaitan dengan tiga bagian kebudayaan di atas

    maka pernikahan adat termasuk dalam bagian yang pertama ideal (adat).

    B. Hukum Adat

    Dalam setiap masyarakat di Indonesia memiliki hukum adatnya masing-masing, yang

    sudah ada sejak dahulu dan masih dipertahankan sampai sekarang ini, dan dalam masyarakat

    yang masih memegang teguh hukum adat mereka meyakini bahwa setiap hukum adat itu

    bersifat kelihatan maupun tidak kelihatan yang dipercayai membentuk kehidupan seseorang

    sejak lahir sampai meninggal.

    Menurt Prof Soepomo Hukum Adat adalah sinonim dari hukum yang tidak tertulis di

    dalam peraturan legislatif, hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan hukum

    Negara (parlemen, Dewan Propoinsi, dan sebagainya) hukum yang hidup sebagai peraturan

    kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup, baik di dalam kota maupun di desa-

    desa. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum

  • 10

    yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitratnya sendiri, hukum adat terus menerus dalam

    kebudayaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri”.5

    Hukum adat adalah hukum yang meliputi aturan-aturan tingkah laku dalam pergaulan

    hidup sehari-hari, hukum adat disamping sifatnya yang tradisional juga mempunyai coraknya

    “dapat berubah” dan mempunyai kesanggupan untuk menyesuikan diri dengan situasi dan

    kondisi yang berkembang.

    Ciri-ciri hukum adat adalah hukum adat mempunyai corak keagamaan dan kepercayaan

    kepada Tuhan yang Maha Esa ini mempengaruhi tingkah laku manusia dalam pergaulan

    hidup, sifat kebersamaan, hukum adat bersifat tradisional artinya bersifat turun temurun sejak

    dahulu hingga sekarang tetap dipakai, tetap diperhatikan dan dihormati, Hukum adat

    bertumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat

    Sedangkan untuk aturan hukum adat perkawinan sudah ada sejak masyarakat dulu, dan

    aturan untuk hukum adat perkawinan terus berkembang dan maju dalam kehidupan

    masyarakat. Budaya perkawinan dan aturannya yang berlaku pada suatu masyarakat juga

    dipengaruhi oleh lingkungan, kebudayaan, dan pergaulan masyarakat. Begitu juga dalam

    budaya perkawinan di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman

    tetapi juga dipengaruhi oleh ajaran dari agama. Karna itu jika di Indonesia telah memiliki

    hukum perkawinan Negara tetapi pada kenyataannya masyarakat Indonesia ada yang masih

    memegang adat dan tata cara upacara adat dalam kebudayaan yang berbeda.

    Dalam pasal 1 UU no. 1-1974 dikatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara

    seorang pria dengan wanita dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

    dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. 6

    5 Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, (penerbit Universitas), 1967,12.

  • 11

    Menurut Prof Hilman, hukum adat perkawinan di Indonesia bukan hanya sebagai

    “perikatan perdata” tetapi juga merupakan “perikatan adat” dan juga merupakan perikatan

    kekerabatan dan ketetanggan.7 Pernikahan dalam arti “pernikahan adat” ialah perkawinan

    yang mempunyai ikatan hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat

    bersangkutan. Setelah terjadi ikatan perkawinan maka timbul hak-hak dan kewajiban-

    kewajiban orang tua (termasuk anggota keluarga/kerabat) menurut hukum adat setempat,

    yaitu dalam pelaksanaan upacara adat dan selanjutnya dalam peran serta membina dan

    memelihara kerukunan, keutuhan, kelanggengan, dan kehidupan anak-anak mereka yang

    terikat dalam perkawinan.8Seperti yang terjadi didalam kehidupan adat istiadat orang meto,

    yang memiliki kepercayaan bahwa setelah resmi menjadi pasangan suami istri maka keluarga

    mereka telah menjadi satu dan mereka wajib untuk melakukan upacara dalam setiap keluarga

    dan mengikuti setiap aturan keluarga masing-masing pihak. Tidak hanya melakukan setiap

    upacara dalam masing-masing keluarga tetapi juga memenuhi tugas dan tanggung jawab

    sebagia anak yang harus menghormati orang tua.

    Menurut Prof Hilman Hukum adat perkawinan adalah hukum masyarakat (hukum

    Rakyat) yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Negara yang mengatur tata

    tertip perkawinan. Jika terjadi pelanggaran dalam hukum adat maka yang akan mengadili

    adalah dengan mengunakan peradilan adat.9 Dalam kebudayaan orang meto jika terjadi

    masalah dalam kehidupan keluarga atau marga maka akan di selesaikan secara kekeluargaan

    dengan mengunakan cara adat, mendiskusikan masalah yang terjadi dan mencari jalan keluar

    secara bersama-sama. Dan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi maka yang berperan

    6.Hukum Perkawinan Indonesia. Bandung: Mandar Maju. Hal 7

    7Hilman Hadikusima, Hukum Perkawinan Indosnesia. (CV Mandar Maju, 1990, 8) 8Ibbid, 9

    9 Hilman Hadikusima, Hukum Perkawinan Adat. (Bandung, 1997, 16)

  • 12

    penting dan yang mengambil keputusan adalah saudara laki-laki yang paling tua yang

    biasanya disebut Atoin Amaf atau Om.

    Ketika menjalin suatu hubungan maka ada harapan atau tujuan yang diinginkan akan

    tercapai. Begitu juga dalam perkawinan tujuan menurut undang-undang adalah untuk

    membina keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan yang Maha Esa.10

    Tujuan

    perkawinan menurut Hukum adat yang bersifat kekerabatan adalah untuk mempertahankan

    dan meneruskan keturunan menurut garis kebapakan atau keibuan untuk kebahagiaan rumah

    tangga keluarga/kerabat, untuk memperoleh nilai adat budaya dan kedamaian dan untuk

    mempertahankan ke warisan.11

    Menurut agama Kristen tujuan perkawinan adalah untuk

    membentuk suatu persekutuan hidup yang kekal antara pria dan wanita berdasarkan cinta

    kasih dan untuk melahirkan anak dan mendidik serta saling tolong menolong antara suami,

    isteri.12

    Jadi tujuan dari perkawinan adalah untuk membina kehidupan yang harmonis, terus

    memupuk rasa cinta dan kasih sayang sesuai dengan ajaran agama masing-masing,

    melanjutkan keturunan dan saling mendukung satu dengan yang lain baik dalam susah

    maupun senang.

    Ketika telah resmi menjadi pasangan suami istri maka mereka dituntut untuk mengikuti

    setiap aturan bahkan upacara-upacara yang berlaku yang dalam kehidupan keluarga, baik

    tujuannya untuk melestarikan dan mempertahankan kebudayaan atau untuk keselamatan

    kehidupan keluarga. Seperti dalam kebudayaan orang meto jika ada pasangan suami isti yang

    telah menikah maka mereka diharuskan untuk melakukan upacara pernikahan adat kepada

    orang tua dari mempelai perempuan.

    10

    Hilman Hadikusima, Hukum Perkawinan Indosnesia. (CV Mandar Maju, 1990, 22) 11

    ibbid 23) 12

    Ibbid, 25

  • 13

    Op ut tes tua dalam perkawinan menurut adat orang meto adalah penghormatan yang

    ditujukan kepada orang tua yang telah melahirkan dan membesarkan anaknya. Orang tua

    adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah

    ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki

    tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai

    tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.

    Pengertian orang tua di atas, tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena orang tua

    merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti

    yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau

    orang yang dituakan. Namun umumnya di masyarakat pengertian orang tua itu adalah orang

    yang telah melahirkan kita yaitu Ibu dan Bapak. Ibu dan bapak selain telah melahirkan kita ke

    dunia ini, ibu dan bapak juga yang mengasuh dan yang telah membimbing anaknya dengan

    cara memberikan contoh yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari, selain itu orang

    tua juga telah memperkenalkan anaknya ke dalam hal-hal yang terdapat di dunia ini dan

    menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh anak. Maka pengetahuan

    yang pertama diterima oleh anak adalah dari orang tuanya. Karena orang tua adalah pusat

    kehidupan rohani si anak dan sebagai penyebab berkenalnya dengan alam luar, maka setiap

    reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian hari terpengaruh oleh sikapnya terhadap

    orang tuanya di permulaan hidupnya dahulu.13

    Karena itu anak harus menghargai dan

    menghormati orang tua, dengan mendengarkan tanpa melanggar apa yang dikatakan oleh

    orang tua kepada anaknya. Tetapi ketika anak tersebut tidak mendengarkan apa yang

    dikatakan oleh orang tua maka anak tersebut akan mendapatkan masalah atau bencana dalam

    13

    http://www.pengertiandefinisi.com/2011/11/pengertian-orang-tua.html, di unduh pada hari minggu 22 Juli 2012, pukul 18.25 WIB.

    http://www.pengertiandefinisi.com/2011/11/pengertian-orang-tua.html

  • 14

    kehidupannya, tetapi sebaliknya jika anak mematuhi orang tua maka anak tersebut akan

    mendapatkan doa dari orang tua sehingga kehidupan anak tersebut menjadi sukses.

    Jadi, orang tua atau ibu dan bapak memegang peranan yang penting dan amat

    berpengaruh atas pendidikan anak dari kecil sampai anak hendak dewasa dan hendak menikah

    dengan pasangan hidupnya. Peranan orang tua yang paling penting adalah memberikan berkat

    berupa doa atau kutukan kepada anak-anaknya.

    Penghormatan tidak hanya diberikan kepada orang tua yang masih hidup, tetapi juga

    diberikan kepada yang telah meninggal dunia dengan keyakinan bahwa, almarhum memiliki

    eksistensi atau memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keberuntungan orang hidup.

    Beberapa kelompok menghormati nenek moyang mereka, beberapa komunitas agama,

    khususnya Gereja Katolik , menghormati orang-orang kudus sebagai perantara dengan Tuhan.

    Dalam beberapa budaya Timur tujuan pemujaan leluhur adalah untuk memastikan nenek

    moyang terus menganugrahkan kesejahteraan.

    Salah satu cara mematuhi perkataan orang tua dalam kebudayaan orang meto adalah

    penghormatan anak laki-laki yang sudah menikah kepada orang tua yang biasanya disebut op

    ut,tes tua, penghormatan ini biasanya dilakukan dengan ritual-ritual yang telah ada dan

    diwariskan secara turun temurun.

    C. Alasan penghormatan kepada orang tua.

    Untuk menggambarkan Allah, sumber segala sesuatu yang ada, manusia tidak

    mempunyai “perlengkapan” lain dari pengalaman mengenai dunia ini. Tapi pengalaman kita

    tentang dunia ini ditandai secara mendalam oleh pengalaman kita tentang kedua tokoh yang

    merupakan asal mula eksistensi kita sendiri, yakni bapak dan ibu. Oleh karena itu tidaklah

    mengherankan bila orang tua asal usul adanya kita sendiri, bagi manusia dapat menjadi

    http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.co.id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Belief&usg=ALkJrhjm2tmc_KvY90nGlFdBSb5xnijpdwhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.co.id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Afterlife&usg=ALkJrhhiBRF-EIAm5dLUnoH31a27rHYFQwhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.co.id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Catholic_Church&usg=ALkJrhhwI1X3VrD7FV_FQHr6mgTp886ceQhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.co.id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Saints&usg=ALkJrhjypGG6MOaa4Hrxp-4ebo8jLWJ-Qghttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.co.id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Intercession&usg=ALkJrhiPXBrmdSDIi4ze5123oPMB4XSBjQhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.co.id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Eastern_culture&usg=ALkJrhg9vNIuZbe-3iRhr4fNgS0OXhL2bQ

  • 15

    simbol untuk asal segala sesuatu, yaitu Allah sumber yang mutlak. Baik gambaran tentang

    bapak maupun gambaran tentang ibu memainkan peran dalam terbentuknya gambaran

    seseorang mengenai Allah.14

    Ada dua simbol yang berbicara tentang orang tua, pertama simbol itu hasil pengalaman

    pribadi seseorang. Setiap simbol merupakan suatu pola yang bersifat mental dan efektif. Pola

    itu tertera dalam ingatan dan afeksi manusia berdasarkan pengalaman orang yang

    bersangkutan dengan dunia, lebih-lebih dengan sesama manusia. Menurut dimensi pertama

    ini, simbol atau gambaran “bapak” dihasilkan dalam kesadaran si anak oleh kehadiran

    bapaknya sendiri dan oleh pergaulan si anak dengannya. Simbol-bapak – menurut dimensi

    yang pertama ini-merupakan buah hasil dari semua hubungan afektif yang terjadi antara anak

    dan bapaknya. Untuk sebagian, citra-bapak dihasilkan oleh pengalaman sesorang dengan

    ayahnya sendiri pada masa muda. Ayah itu bisa seseorang yang keras, kuat, ramah, pemarah,

    pengasih dan lain sebagainya. Dimesi pertama dari simbol-bapak dan simbol-ibu ini dapat

    disebut: gambaran berupa – ingatan.15

    Kedua, di samping pengalaman pribadi masih ada faktor-faktor lain yang ikut

    membentuk dan mengisi citra- orang tua seseorang yaitu bahasa, adat istiadat, tata hukum,

    dan terutama konstelasi keluarga. Konstelasi keluarga memberikan kedudukan istimewa

    kepada bapak. Patut diperhatikan bahwa arti-arti tersebut memang terlepas dari watak, tabiat

    dan bakat yang dimiliki oleh ayah yang konkret ini atau itu. Yang penting dalam dimesi kedua

    ini bukan orang lain melainkan peranan dan fungsi orang tua itu: fungsi sang bapak dalam

    keluarga. Fungsi ini untuk sebagian besar ditentukan oleh kebudayaan, maka dalam

    kebudayaan patriakal dan matriakal fungsi itu berlainan. Oleh karena itu harus dikatakan

    14

    N. Syukur Dister, Bapak Dan Ibu Sebagai Simbol Allah, (Jakarta; gunung mulia, 1983) hal 48-49 15

    Ibbid, 49

  • 16

    bahwa suatu struktur obyektif, yakni struktur keluarga, memaksakan diri kepada si anak,

    sekalipun anak tidak menyadarinya. Di samping struktur obyektif ini, masih ada faktor yang

    memainkan peranan dalam pembentukan citra bapak-menurut dimensi yang kedua ini. Faktor

    yang kami maksudkan adalah keinginan dan harapan si anak mengenai bapaknya. Anak ingin

    agar bapanya bersikap begini atau begitu. Dimensi kedua dari simbol-bapak dan simbol-ibu

    ini dapat disebut: gambaran- berupa-simbol-sensusticto (simbol dalam arti ketat). 16

    Freud telah menunjukan bahwa agama seseorang dan terutama gambaran mengenai Allah

    tidak hanya bersumber pada frustrasi tetapi juga bersumber pada kompleks-oedipus yang

    harus dihayati oleh setiap orang supaya mencapai kedewasaan. Andaikata agama hanya

    bersumberkan frustrasi, maka simbol-bapak tidak berbeda peranannya dengan simbol-ibu

    dalam melambangkan Allah.17

    Hubungan antara gamabaran-ibu dan gambaran-Allah hampir sama kuatnya. Pada wanita,

    korelasi bapak-Allah malah sedikit lebih kuat dari pada korelasi ibu-Allah. Hipotese Strunk

    berbunyi: hubungan antara citra-orang tua dan citra-Allah dipengaruhi oleh taraf kemajuan

    sikap religious. 18

    D. Ritual

    Menurut Durkheim ritual “cult” berasal dari bahasa latin cultus „pemujaan‟ yang terdiri

    dari peristiwa-peristiwa tertentu adalah inti dari kehidupan bersama klan. Di manapun ritual-

    ritual itu dilaksanakan, maka tindakan pemujaan kultus ini adalah hal penting yang pernah

    dilakukan oleh orang-orang klan, ritual-ritual itu adalah sakral; yang lain adalah profan.19

    16

    Ibbid, 49. 17

    Ibbid, 50 18

    Ibbid, 51 19

    Emile Durkheim, Sejarah Agama (The Elementary Froms Of The Religious Life), 175

  • 17

    Penggunaan lain tentang ritual yang umum dapat kita temukan pada teori psikoanalistis

    yang secara khusus menyebutkan bahwa ritual adalah tingkah tidak rasional atau tingkah laku

    simbolik yang dijadikan sebagai ritual yang berbeda dengan tingkah laku pragmatis yang

    dengan jelas mengakhiri tingkah laku yang ditujukan kepada hal-hal yang secara rasional

    berhubungan dengan dewa-dewa empiris. Disini ritual sering dikontraskan dengan ilmu

    pengetahuan bahkan dengan hal-hal yang rasional.20

    Ritual menurut Durkheim adalah suatu sistem ritus, pesta, dan ragam upacara yang

    mempunyai karakteristik yang selalu diulang-ulang secara periodok untuk mempererat dan

    memperkuat ikatan antara mereka dengan hal-hal yang sakral tempat mereka bergantung

    padanya.21

    Sedangkan kepercayaan menurut Durkheim adalah perasaan para penganut

    terhadap hal-hal yang mereka hormati yang selalu ada yang menimbulkan rasa kagum

    ketimbang rasa takut, terutama berasal dari emosi yang sangat khusus bahwa “keagungan”

    (majesty) terdapat dalam diri manusia.22

    Fenomena keagamaan secara alami diatur dalam dua

    kategori yang mendasar yaitu kepercayaan dan ritual. Singkatnya bahwa kepercayaan adalah

    pikiran dan ritual adalah tindakan.

    Ritus dapat dibedakan dengan tindakan-tindakan praktis manusia lainnya misalnya

    tindakan moral (moral practice) berdasarkan kekhasan akibat apa yang terjadi objeknya.

    Seperti sebuah ritus, sebuah aturan moral menentukan cara kita bertingkah laku, ini

    mengekspresikan jenis objek yang berbeda dari objek ritus.23

    20

    James Hastings, Encyclopaedia of religion and ethics, volume 10, 405 21

    Idem, Sejarah Agama, The Elementary Froms of the Relegion Life, diterjemahkan ridwan Muzir dkk,

    (Jogyakarta:IRCiSOd,2006), 101. 22

    Ibbid, 100. 23

    Durkhem, Sejarah Agama-Agama,,,,,66

  • 18

    Dalam hubungan dengan ritus perkawinan yang tersurat dalam adat perkawinan

    ditegaskan tentang kewajiban anak-anak untuk menunjukan penghormatan kepada orang tua

    mereka, sebab orang tua dipercayai sebagai representasi yang ilahi. Mereka adalah Allah yang

    kelihatan dengan kata lain Allah dan kehendaknya dimanifestasikan dalam kehendak orang

    tua.

    Karena itu menurut Durkheim karakter ritus akan ditentukan oleh kepercayaan. Hanya

    dengan mendefinisikan kepercayaan maka kita akan dapat mendefinisikan ritus. Durkheim

    juga membagi ritual dalam dua bagian, yaitu ritual negatif dan ritual positif. Kedua aspek ini

    saling berhubungan satu dengan yang lain. Ritual negatif berfungsi untuk membedakan antara

    yang sakral dan yang profan. Yang kemudian juga berhubungan dengan larangan-larangan

    atau oleh para etnografi disebut sebagai taboo. Sedangkan ritual yang positif adalah hal yang

    disebut dengan menirukan atau imitatif. Ritual dilakukan dengan cara melakukan gerakan-

    gerakan atau teriakan-teriakan, tiruan dari sikap dan aspek hewan-hewan tertentu.

    Menurut Susanne Langer ritual merupakan ungkapan yang bersifat logis dari pada hanya

    bersifat psokologis. Ritual memperlihatkan tatanan atas simbol-simbol yang diobjekkan.

    Simbol-simbol ini mengungkapkan perilaku dan perasaan serta membentuk disposisi pribadi

    dari pada para pemuja mengikut modelnya masing-masing.24

    Ritual dibedakan menjadi 4 macam:

    1. Tindakan magi yang dikaitkan dengan pengunaan bahan-bahan yang bekerja karena

    daya-daya mistis.

    2. Tindakan religius, kultus para leluhur, juga bekerja dengan cara ini;

    24

    Mariasusai Dhavamoni, Fenomenologi agama, (Yogyakarta; kanisius, 1995), 174

  • 19

    3. Ritual konstitutif yang mengunakan atau mengubah hubungan sosial dengan merujuk

    pada pengertian-pengertian mistis, dengan cara ini upacara-upacara kehidupan

    menjadi khas.

    4. Ritual faktitif yang meningkatkan produktifitas atau kekuatan, atau pemurnian dan

    perlindungan atau dengan cara lain meningkatkan kesejahteraan materi suatu

    kelompok.25

    Tujuan ritual selalu untuk mempromosikan kesadaran klan, untuk membuat orang merasa

    menjadi bagiannya, dan untuk memeliharanya dalam cara yang terpisah dari yang profan,

    fungsi dari ritual adalah; pertama ritus itu mengikat anggota-anggota klan menjadi satu, dan

    yang kedua ritus secara kolektif, dalam saat-saat konsentrasi memperbaharui rasa solidaritas

    pada mereka. Ritual-ritual ini membangkitkan kegairahan, dimana semua kesadaran

    individualitas lenyap dan semua orang merasa dirinya sebagai satu kolektifitas didalam dan

    melalui benda-beda suci mereka.26

    Tujuan ritual kadang-kadang untuk menjamin perubahan amat cepat dan menyeluruh

    pada keadaan ahir yang diinginkan oleh pelaku upacara. Kadang-kadang tujuannya untuk

    mencegah perubahan yang tidak diinginkan. Kadangkala targetnya juga adalah suatu aspek

    hakikat bukan manusia; kadang kala manusiawi; kadang kala individu; atau suatu kelompok,

    perubahan yang dimaksud kadang merupakan suatu perubahan kecil, suatu koreksi yang akan

    memulihkan keseimbangan dan status quo, melestarikan gerakan sistem dalam ikatan-ikatan;

    25

    Ibbid, 175 26

    Evans E Pritchard, Teori-Teori Tentang Agama Primitive, 81

  • 20

    kadang menyakut perubahan sistem yang radikal, tercapainya level keseimbangan baru atau

    bahkan kualitas baru dalam organisasi.27

    Kesimpulan.

    Demikian deskripsi teoritis tentang makna dan proses perkawinan sebagaimana

    terstruktur dalam budaya dan lembaga adat masyarakat disertai elemen-elemen nilai yang

    terkandung di dalamnya antara lain ; penghormatan kepada orang tua ritual-ritual makna dari

    semua elemen itu sebagaimana yang dipahami oleh para paham budaya dan ilmu-ilmu sosial.

    Tiba saatnya kita akan mendalami dan mendeskripsikan pemahaman masyarakat suku

    meto di meto tentang pokok-pokok tadi. Sebagaimana yang di proritaskan dalam tradisi Op ut

    tes tuadalam ritus perkawinan mereka. Deskripsi itu akan penulis buat dalam bab yang

    berikut.

    27

    Mariasusai Dhavamoni, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta; kanisius, 1995), 180