bab ii kronjo imunisasi
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Program Imunisasi Dasar
II.1.1. Definisi
Imunisasi adalah pemindahan (transfer) antibodi secara pasif sehingga didapatkan
kekebalan yang bersifat pasif. Vaksinasi adalah tindakan memberi vaksin untuk merangsang
pembentukan imunitas secara aktif pada tubuh seseorang sehingga akan didapatkan kekebalan
aktif. Jadi terdapat dua jenis kekebalan yang dimiliki tubuh, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan
aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh bukan dibuat sendiri oleh
tubuh kita yang akan didapat secara cepat bila diberikan, tetapi sayangnya kekebalan pasif tidak
tahan lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Sebaliknya, kekebalan aktif adalah kekebalan
yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan dengan mikroorganisme atau karena pemberian
vaksin. Kekebalan aktif yang telah terbentuk dapat bertahan lebih lama dibandingkan kekebalan
pasif karena tubuh memiliki sel imun yang dapat mengingat kekebalan jenis ini, sel yang
mengingat mikroorganisme tersebut dikenal sebagai sel limfosit memori. (Satgas Imunisasi, 2011).
Bentuk yang paling umum dari kekebalan pasif adalah bayi yang menerima kekebalan
dari ibunya. Antibodi disalurkan melalui plasenta pada 1 – 2 bulan akhir kehamilan, sehingga
seorang bayi akan mempunyai antibodi seperti yang dipunyai oleh ibunya. Antibodi ini akan
melindungi bayi dari penyakit tertentu sampai bayi berusia satu bulan sampai satu tahun.
Kekebalan aktif didapatkan apabila seseorang menderita suatu penyakit. Secara umum dapat
dikatakan, setelah seseorang sembuh dari suatu penyakit mereka menjadi kebal terhadap
penyakit tersebut sampai seumur hidup. Cara lain untuk menghasilkan kekebalan aktif adalah
melakukan imunisasi. Vaksin akan berinteraksi dengan sistem kekebalan untuk menghasilkan
respon imun yang setara dengan yang dihasilkan setelah seseorang menderita penyakit secara
alami, tetapi tidak menyebabkan orang tersebut sakit atau mengalami komplikasi. Vaksin
menghasilkan memori kekebalan yang sama apabila menderita penyakit tersebut. (Depkes RI 2003a)
Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pemberian dua macam bentuk, yaitu
imunoglobulin yang non-spesifik atau gamaglobulin dan imunoglobulin yang spesifik yang
berasal dari plasma donor yang sudah sembuh dari penyakit tertentu, atau baru saja mendapatkan
vaksinasi penyakit tertentu. Imunoglobulin yang non-spesifik digunakan pada anak dengan
defisiensi imunoglobulin sehingga memberikan perlindungan dengan segera dan cepat, tetapi
perlindungan tersebut tidak berlangsung permanen melainkan hanya untuk beberapa minggu
saja. Sedangkan imunoglobulin yang spesifik diberikan kepada anak yang belum terlindung
karena belum pernah mendapatkan vaksinasi dan kemudian terserang misalnya penyakit difteria,
tetanus, hepatitis B.( Satgas IDAI, 2008).
Imunisasi merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan dasar yang memegang
peranan dalam menurunkan angka kematian bayi dan ibu. Upaya pelayanan imunisasi dilakukan
melalui kegiatan imunisasi rutin dan tambahan dengan tujuan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat penyakit – penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Tujuan tersebut dapat tercapai apabila ditunjang dengan sumber daya manusia yang berkualitas
dan ketersediaan standar, pedoman, sistem pencatat-pelaporan serta logistik yang memadai dan
bermutu (Depkes RI, 2009c).
Program imunisasi terdiri dari tiga macam yaitu imunisasi dasar, imunisasi lanjutan, dan
imunisasi khusus. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar
kekebalan diatas ambang perlindungan, dimana terdiri dari BCG, HB0-3, polio 1-4, DPT 1-3 dan
Campak. Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan
di atas ambang perlindungan atau untuk memperpanjang masa perlindungan yang terdiri dari
HB, TT. Sedangkan imunisasi khusus adalah imunisasi yang diberikan kepada penyakit tertentu,
terdiri dari imunisasi yang menjadi program yaitu meningitis, demam kuning, dan rabies
sedangkan imunisasi yang tidak masuk program yaitu Hepatitis A, Influenzae, Haemophilus,
Influenzae Tipe B, Kolera, Japanese Encephalitis, Typhus Abdominalis, Pneumonia,
Pneumokokus, Shigellosis, Rubbella, Varicella, Parotitis Epidemika, Rota Virus.
(Depkes RI, 2005b)
Indikator yang digunakan untuk memantau pencapaian cakupan imunisasi rutin pada bayi
yang lengkap dan merata adalah Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan. Target
tercapainya UCI pada tahun 2010 adalah 100% desa/kelurahan sebagaimana tertuang dalam SK
Mentri Kesehatan RI No. 1457/Menkes/SK/2003, tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota.(Depkes RI, 2009b).
II.1.2. Tujuan
Tujuan umum dari program imunisasi adalah turunnya angka kesakitan dan kematian
akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).
Tujuan khususnya antara lain :
1. Tercapainya target Universal Child Immunization (cakupan DPT-3 minimal 90% dan
campak minimal 80%) di 92% desa pada tahun 2007.
2. Tercapainya eliminasi tetanus maternal dan neonatal (insidens dibawah 1 per 1.000
kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005.
3. Tercapainya pemutusan rantai penularan poliomyelitis pada tahun 2004-2005, serta
sertifikasi bebas polio pada tahun 2008.
4. Tercapainya reduksi campak (Recam) pada tahun 2005.
Kesepakatan international (Global Commitment) terhadap imunisasi adalah :
1. Sidang WHA (World Health Assembly) 1988 untuk mencapai eradikasi polio tahun
2000 yang kemudian dikoreksi menjadi tahun 2005 untuk regional Asia Tenggara.
2. Sidang WHA 1989, tentang Reduction of Measles Morbility and Mortality.
3. World Summit for Children, 1990 untuk mencapai target 80-80-80, eliminasi tetanus
neonatorum dan reduksi campak.
4. WHO/UNICEF/UNFPA joint statement on the use of auto-disable syringe in
immunization service Desember 1999.
5. UNGASS (United Nation General Assembly Special Session) 2002, dengan target
tahun 2010 cakupan campak nasional 90% dan cakupan campak seluruh kabupaten
80%.
Kebijaksanaan program imunisasi di Indonesia secara umum meliputi :
1. Melaksanakan kesepakatan global ERAPO ( Eradikasi Polio) , MNTE ( Maternal and
Neonatal Tetanus Elimination) , Recam dan mutu pelayanan sesuai standar termasuk
safe injection dan safe disposal management.
2. Meningkatkan jangkauan pelayanan.
3. Menghindarkan “missed opportunity.”
4. Meningkatkan kinerja dan efisiensi.
5. Meningkatkan kemitraan dan sosial mobilisasi.
6. Meningkatkan kemandirian masyarakat.
7. Memantau dampak program.
Kebijaksanaan khusus meliputi :
1. Mengupayakan sumber dana dari APBD ( Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah), LSM ( Lembaga Sosial Masyarakat) , dan masyarakat.
2. Perhatian khusus untuk wilayah rawan sosial dan Indonesia bagian timur.
3. Keterpaduan lintas program dan lintas sektor.
4. Kebijakan nasional untuk safe injection adalah menggunakan satu syringe steril dan
satu jarum steril (bila menggunakan re-usable syringe) atau menggunakan syringe
disposable standar (autodisable/uniJect) untuk setiap suntikan.
5. Pengolahan limbah tajam imunisasi dikelola sesuai dengan kebijakan manajemen safe
disposal kabupaten dan kota.
Dalam rangka mencapai tujuan program imunisasi, diperlukan beberapa strategi
yaitu :
1. Mencapai cakupan tinggi dan merata (coverage).
2. Upaya menurunkan angka kejadian penyakit (effectiveness).
3. Meningkatkan mutu program (quality).
4. Meningkatkan efisiensi program (efficiency).
(Depkes RI, 2003b)
II.1.3. Jadwal pemberian imunisasi
Tabel II.1.3.1 Jadwal pemberian imunisasi dasar
Vaksin Pemberian
Imunisasi
Selang Waktu
Pemberian (minimal)
Umur Cara Pemberian
HB 0 1X 0-7 hari Intramuskular anterolateral paha
BCG 1X 0-11 bulan Intrakutan di deltoid kanan
DPT-Hep B 3X 4 minggu 2-11 bulan Intramuskular anterolateral paha
Polio 4X 4 minggu 0-11 bulan Meneteskan ke dalam mulut
Campak 1X 9-11 bulan Subkutan di lengan kiri atas
(Sumber: NN,2008)
Sebelum bayi mendapatkan infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,
berilah vaksinasi sedini mungkin dan usahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi berumur
satu tahun. Khusus untuk campak dimulai segera setelah anak berumur sembilan bulan. Pada
umur kurang dari sembilan bulan pembentukan zat dalam tubuh anak dihambat karena masih
adanya zat kekebalan yang berasal dari darah ibu. (Sumber: Dinkes Jakarta, 2000)
Tabel II.1.3.2 Jadwal Imunisasi Tahun 2010
(Sumber: Satgas Imunisasi IDAI, 2011)
II.1.4. Jenis Vaksin
HB 0
Vaksin hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung
HbsAg murni dan bersifat non infectious.
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B.
Cara pemberian dan dosis :
Pemberian dengan cara intramuskuler anterolateral paha, 0,5 ml pada bayi baru
lahir (0-7 hari)
Kontraindikasi :
Tidak ada
Efek samping :
Lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan yang biasanya terjadi 24 jam
setelah imunisasi.
BCG ( Bacillus Calmette Guerin)
Vaksin BCG adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung
Mycobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan.
Indikasi: untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosa.
Cara pemberian dan dosis:
Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu dengan 4 ml
pelarut NaCl 0,9%. Dosis pemberian : 0,05 ml, sebanyak 1 kali untuk bayi ≤1
tahun. Disuntikkam secara intrakutan di daerah lengan atas kanan ( insertio
M.deltoideus), dengan menggunakan alat suntik dosis tunggal yang steril dan
jarum suntik no.26 G. Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum
lewat 3 jam.
Kontraindikasi :
- Reaksi uji tuberkulin > 5mm
- Menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV,
imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imuno-supresif,
mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum
tulang atau sistem limfe
- Menderita gizi buruk
- Menderita demam tinggi
- Menderita infeksi kulit yang luas
- Pernah sakit tuberkulosis
- Kehamilan
Efek samping :
1 – 2 minggu kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan
yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka yang akan sembuh
spontan dan meninggalkan tanda parut.
DPT+Hep B (combo)
Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang
dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan
sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non infectious.
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus,
pertusis dan hepatitis B.
Cara pemberian dan dosis :
Pemberian dengan cara intramuskuler, 0,5 ml, sebanyak 3 dosis. Dosis pertama
pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu ( 1 bulan)
Kontraindikasi :
- Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir, atau gejala
serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis.
- Vaksin ini juga tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang
disertai kejang.
Efek samping :
Lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan yang biasanya terjadi 24 jam
setelah imunisasi.
Vaksin Polio ( Oral Polio Vaccine = OPV)
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi
virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan
jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
Indikasi: untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis.
Cara pemberian dan dosis:
Sebelum digunakan pipet penetes harus dipasangkan pada vial vaksin. Diberikan
secara oral, 1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali pemberian, dengan interval
setiap dosis minimal 4 minggu.
Kontraindikasi :
- Penyakit akut atau demam (suhu > 38,5oC)
- Muntah atau diare
- Sedang dalam pengobatan imunosupresif, kortikosteroid, dan radiasi umum
- Keganasan
- Infeksi HIV
Efek samping :
Umumnya tidak terjadi efek samping. Efek samping berupa paralisis yang
disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.
Campak
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan, berbentuk
vaksin beku kering yang harus dilarutkan dengan aquabidest steril.
Indikasi: untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Cara pemberian dan dosis:
Vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan 5 ml cairan pelarut aquabidest.
Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas, pada
usia 9 – 11 bulan. Vaksin campak yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan
maksimum 8 jam.
Kontraindikasi :
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga
menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
Efek samping :
Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3
hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
(IDAI, 2008; Pedoman Teknis Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin, 2005)
II.1.5. Penatalaksanaan vaksin
Vaksin memiliki sifat sangat peka terhadap panas, sinar matahari, dan
pembekuan.Vaksin yang sudah terpapar akan mengalami penurunan potensi, sebagian atau
seluruhnya walaupun sudah dilakukan perbaikan suhu.
Cold chain atau sistem rantai dingin dibuat secara khusus untuk menjaga potensi
vaksin. Setiap jenis cold chain / sarana mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Ada 2 unsur cold chain : sarana penyimpan vaksin dan sarana pembawa vaksin.
Sarana penyimpan vaksin
Kamar dingin (cold room)
Ada 2 macam kamar dingin: - suhu 2 ˚ C sampai 8 ˚ C (cold room)
- suhu -20 ˚ C sampai -25 ˚ C ( freezer room)
Lemari es, menurut cara kerjanya ada 2 macam:
Lemari es kompresi, yaitu lemari es yang menggunakan kompresor untuk menekan
refrigeran ( gas pendingin) untuk bersikulasi di cooling unit, guna memperoleh suhu
dingin di ruang penyimpanan.
Lemari es absorbsi, yaitu lemari es yang mengunakan pemanas (heater) untuk menyerap
panas di ruang penyimpanan, sehingga ruang tersebut menjadi dingin.
Sarana pembawa vaksin
Salah satu mata rantai yang paling lemah dalam cold chain adalah transportasi. Untuk
mengangkut vaksin, sarana yang digunakan harus bersifat ”air tight” (kedap udara) sehingga
dapat mempertahankan suhu yang diinginkan. Waktu penyimpanan tergantung pada tebal
insulasi, volume cold pack, konstruksi (air tight).
Sarana pengangkut cold chain yang dipergunakan program:
a) Cold box
Bentuknya empat persegi, dengan insulasi yang dapat mempertahankan suhu
penyimpanan vaksin sampai 72 jam bila tertutup rapat serta diisi dengan cukup cold pack
beku atau cool pack cair.
b) Vaccine carrier
Bentuk empat persegi dengan insulasi yang dapat mempertahankan suhu penyimpanan di
bawah 8˚C sampai 36 jam bila tertutup rapat dan diisi dengan cold pack beku di sekelilingnya
atau cool pack sesuai jenis vaksin.
c) Cold pack atau cool pack
Terbuat dari bahan insulator, berisi air. Bila air di dalamnya beku, cold pack di dalam
sarana penyimpanan atau pengangkut vaksin dapat membantu mempertahankan suhu
penyimpanan dari dalam terutama bila jumlahnya cukup dan sarana tersebut tertutup rapat.
Jika air di dalamnya tidak sampai beku, disebut cool pack. (Depkes RI, 2003c).
II.1.6. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasiu (KIPI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi
setelah menerima imunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi. Kasus KIPI dapat
terjadi karena faktor vaksin, cara pemberian, dan faktor penerima atau “koinsidens”.
(Dinkes Jakarta, 2000)
Vaksin dimaksudkan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu antigen.
KIPI adalah gejala yang tidak diinginkan yang terjadi setelah imunisasi. KIPI dapat disebut
juga efek simpang imunisasi. KIPI bisa merupakan efek simpang imunisasi, atau karena
sebab lain (coincident). Diperlukan data tambahan atau suatu penelitian untuk membedakan
keduanya. KIPI dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu lokal, sistemik dan alergi. Reaksi
lokal yang paling sering terjadi dan sifatnya biasanya ringan. Alergi merupakan gejala yang
terberat tetapi kejadiannya sangat jarang. (Depkes RI, 2003a)
Jenis yang paling sering terjadi adalah reaksi lokal seperti nyeri, pembengkakan dan
kemerahan di daerah suntikan. Reaksi lokal dapat terjadi sampai pada 50% dari jumlah
suntikan, tergantung dari jenis vaksinnya. Reaksi sistemik lebih merupakan gejala umum,
termasuk demam, malaise, myalgia, sakit kepala, hilang nafsu makan. Gejala ini bersifat
umum dan tidak spesifik dan dapat terjadi pada orang yang diimunisasi oleh karena vaksin
atau karena sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan vaksin seperti infeksi virus lainnya.
Tipe ketiga dari efek simpang adalah reaksi alergi. Reaksi dapat disebabkan antigen vaksin,
komponen vaksin, seperti materi sel kultur, stabilisator, preservative atau anibiotika yang
digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Reaksi alergi yang parah dapat
membahayakan jiwa. Untungnya reaksi tersebut sangat jarang terjadi dengan angka kejadian
kurang dari satu kasus persetengah juta dosis. Resiko alergi dapat diperkecil dengan
screening pendahuluan sebelum vaksinasi. (Depkes RI, 2003a)
Tabel II.1.6.1 Gejala KIPI
Reaksi Gejala KIPI
Lokal Abses pada tempat suntikan
Limfadenitis
Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-it is
SSP Kelumpuhan akut
Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang
Lain-lain Reaksi alergi : urtikaria, dermatitis, edema
Reaksi anafilaktoid
Syok anafilatik
Artralgia
Demam tinggi > 38,5ºC
Episode hipotensif-hiporesponsif
Osteomielitis
Menangis menjerit yang terus menerus (3 jam)
Sindrom syok septic
(Sumber : Depkes RI, 2005a)
II.1.7. Pemantauan (Monitoring)
Salah satu fungsi penting dalam manajemen program adalah pemantauan
(monitoring). Dengan pemantauan kita dapat menjaga agar masing-masing kegiatan sejalan
dengan ketentuan program. (Depkes RI, 2003c)
Monitoring merupakan proses atau kegiatan manajemen yang dimulai dari
pengumpulan, pengolahan dan analisa data yang hasilnya kemudian dipergunakan untuk
perbaikan mutu program pada masa yang akan dating. Dalam program imunisasi telah
dikembangkan suatu alat pemantau sederhana yaitu PWS (Pemantauan Wilayah Setempat).
Tujuan PWS adalah memanfaatkan potensi data yang paling minimal dengan
mengembangkan indikator yang cukup sensitif bagi pemantauan penyelenggaraan program
imunisasi sehingga dapat dikatakan secara cepat kelurahan mana yang berhasil dan yang
kurang berhasil dalam program imunisasi serta tindakan atau upaya yang diperlukan untuk
memperbaikinya. (Dinkes Jakarta, 2000)
Indikator PWS yang dipergunakan :
1. Untuk mengukur jangkauan program (pemerataan pelayanan)
Jumlah imunisasi DPT 1DPT 1 = x 100 %
Jumlah bayi lahir dalam 1 tahun
2. Untuk mengukur tingkat perlindungan (efektifitas program)
3. Untuk mengukur manajemen program (efisiensi program)
Target DO tidak boleh melebihi 10 %
(Dinkes Tangerang, 2000)
Alat pemantauan ini berfungsi untuk meningkatkan cakupan, jadi sifatnya lebih
memantau kuantitas program. Dipakai pertama kalinya di Indonesia pada tahun 2005 dan
dikenal dengan nama Local Area Monitoring (LAM). LAM terbukti efektif kemudian diakui
WHO untuk diperkenalkan di negara lain. Grafik LAM disempurnakan menjadi yang
dikenal sekarang dengan PWS. (Depkes RI, 2003c)
II. 1. 8. Indikator Pemantauan Wilayah Setempat
Target Jangkauan Program 98%
Target Efektifitas Program 95%
Target Efisiensi Program (Drop Out) 3,1 %
(Sumber : Puskesmas Kecamatan Kronjo, 2011a)
II.2. Evaluasi Program
Untuk mengetahui keberhasilan suatu program, maka dilakukan evaluasi. Menurut
WHO (World Health Organization), evaluasi adalah suatu cara belajar yang sistematis dari
DPT 1 – Polio 3Drop Out (DO) = x 100 %
DPT 1
Jumlah imunisasi Polio 3Polio 3 = x 100 %
Jumlah bayi lahir dalam 1 tahun
pengalaman yang dimiliki untuk meningkatkan pencapaian, pelaksanaan dan perencanaan
suatu program melalui penilikan secara seksama berbagai kemungkinan.
Evaluasi program kesehatan merupakan bagian dari proses managerial
Pembangunan Kesehatan Nasional yang lebih luas. Maksud dan tujuan evaluasi program
kesehatan adalah memperbaiki program-program kesehatan dan dinas-dinas untuk
melaksanakannya dan mengarahkan alokasi sumber daya, tenaga dan dana kepada program-
program dan dinas-dinas yang ada saat ini dan dimasa mendatang. Sebagaimana telah
diketahui, evaluasi merupakan salah satu fungsi administrasi.
Yang dimaksud dengan administrasi adalah suatu koordinasi secara rasional aktivitas
sejumlah orang untuk mencapai tujuan bersama, dan ini mungkin dicapai dengan
mendistribusikan tugas dan fungsi serta menetapkan hirarki dari wewenang dan tanggung
jawab. (Azwar, 1996)
Aspek fundamental dari administrasi terdiri dari:
Ada tujuan yang hendak dicapai (objective).
Ada sejumlah orang yang berkemampuan untuk kerja sama (motivasi).
Ada struktur dari wewenang dengan tanggung jawab (communication).
(Azwar, 1996)
Adapun fungsi administrasi adalah:
1. Perencanaan (Planning), yaitu penyusunan konsep kegiatan yang akan dilaksanakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Pengorganisasian (Organizing), yaitu pengaturan secara rasional berbagai kegiatan
dari seluruh individu tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang dimiliki melalui
pengaturan pembagian kerja dan fungsi menurut perjenjangan secara bertanggung
jawab.
3. Pelaksanaan (Actuating), yaitu mewujudkan rencana dengan mempergunakan
organisasi yang terbentuk menjadi kenyataan. Dengan perkataan lain, rencana
tersebut dilaksanakan atau diaktualisasikan.
4. Pengawasan (Controlling), yaitu proses mengukur penampilan pelaksanaan suatu
program yang kemudian dilanjutkan dengan mengarahkannya sedemikian rupa
sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
5. Penilaian (Evaluation), yaitu suatu cara yang sistematis untuk memperbaiki kegiatan-
kegiatan yang sedang berlangsung sekarang, dan untuk meningkatkan perencanaan
yang lebih baik dengan menyeleksi secara seksama alternatif-alternatif tindakan yang
akan datang. (Azwar, 1996).
Secara praktis, ruang lingkup evaluasi tersebut dapat dibedakan atas 4 kelompok :
1. Penilaian terhadap masukan (Input)
Termasuk dalam penilaian terhadap masukan ini adalah yang menyangkut
pemanfaatan berbagai sumber daya, baik sumber dana, tenaga maupun sumber
sarana.
2. Penilaian terhadap proses (Process)
Penilaian terhadap proses lebih dititikberatkan pada pelaksanaan program, apakah
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak. Proses yang dimaksud di sini
mencakup semua tahap administrasi, mulai dari tahap perencanaan,
pengorganisasian, dan pelaksanaan program.
3. Penilaian terhadap keluaran (Output)
Yang dimaksud dengan penilaian tehadap keluaran adalah penilaian terhadap hasil
yang telah dicapai dari dilaksanakannya suatu program.
4. Penilaian terhadap dampak (Impact)
Proses Keluarann
DampakMasukan
Umpan Balik
Penilaian terhadap dampak program mencakup pengaruh yang ditimbulkan dari
dilaksanakannya suatu program. (Azwar, 1996).
Gambar II.2.1. Skema Ruang Lingkup Penilaian Program Kesehatan
(Sumber: Azwar, 1996, modifikasi oleh penulis)
Untuk menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang baik telah diakui
perlunya penerapan ilmu administrasi. Semua fungsi administrasi yang menyangkut
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, bertujuan untuk
mengupayakan tercapainya penyediaan dan penyelengaraan dan pelayanan kesehatan yang baik
tersebut. Untuk itulah berbagai teknik administrasi telah diterapkan, salah satu diantaranya
adalah lingkaran pemecahan masalah. Evaluasi atau penilaian sebagai salah satu fungsi
administrasi, termasuk dalam lingkaran pemecahan masalah tersebut. (Azwar, 1996).
II.3. Pendekatan Sistem
Pengertian sistem banyak macamnya. Beberapa di antaranya yang dipandang
cukup penting adalah:
1. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu
proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya
menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan.
Penilaian Program Kesehatan
Lingkungan
2. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling
berhubungan yang bekerja sebagai suatu unit organik untuk mencapai keluaran yang
dinginkan secara efektif dan efisien.
3. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan membentuk satu
kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing bagian bekerja sama secara bebas
dan terkait untuk mencapai sasaran kesatuan dalam situasi yang majemuk pula.
4. Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen yang
berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
(Azwar, 1996)
Pengertian sistem kesehatan adalah gabungan dari pengertian sistem dan
pengertian kesehatan. Untuk ini banyak rumusan pernah disusun. Salah satu diantaranya
ialah yang dikemukakan WHO (1984). Sistem kesehatan adalah kumpulan dari berbagai
faktor yang komplek dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok dan ataupun masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan.(Azwar, 1996)
Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu
yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya sistem tersebut perlu rangkai berbagai unsur
atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk satu kesatuan dan
secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan. Apabila prinsip pokok
atau cara kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan
administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan
sistem (system approach). Pada saat ini batasan tentang pendekatan sistem banyak
macamnya, beberapa yang terpenting adalah:
1. Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur yang logis dan rasional dalam
merancang suatu rangkaian komponen-komponen yang berhubungan sehingga
dapat berfungsi sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(L.James Harvey).
2. Pendekatan sistem adalah suatu strategi yang menggunakan metoda analisa, desain
dan manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien.
3. Pendekatan sistem adalah penerapan dari cara berfikir yang sistematis dan logis
dalam membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan yang
dihadapi.
Dari batasan tentang pendekatan sistem ini dengan mudah dipahami bahwa
prinsip pokok pendekatan sistem dalam pekerjaan administrasi dapat dimanfaatkan untuk
dua tujuan, yang pertama untuk membentuk sesuatu sebagai hasil dari pekerjaan
administrasi. Kedua, untuk menguraikan sesuatu yang telah ada dalam administrasi
(Azwar, 1996)
Unsur sistem
Telah disebutkan bahwa sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling
berhubungan dan mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan bagian atau elemen
tersebut ialah sesuatu yang mutlak harus ditemukan, yang jika tidak demikian, maka tidak
ada yang disebut dengan sistem tersebut. Bagian atau elemen tersebut banyak macamnya,
yang jika disederhanakan dapat dikelompokkan dalam enam unsur saja, yakni:
1. Masukan (Input)
Adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang
diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut. Masukan ini dikenal pula
dengan nama perangkat administrasi ( tools of administration ). Masukan dan
atau perangkat administrasi tersebut banyak macamnya dan pada umumnya terdiri
dari manusia (man), uang (money), waktu (minute), sarana (material), metode
(method), pasar (market) serta mesin (machinery).
2.Proses (Process)
Adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang
berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. Proses
dikenal pula dengan nama fungsi administrasi (function of administration).
George R.Terry membedakan fungsi administrasi atas enam macam yakni
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating) dan
pengawasan (controlling). Fungsi administrasi menurut Terry ini terkenal dengan
singkatan POACE ( Planning, Organizing, Actuating, Controlling, ).
3. Keluaran (Output)
Adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya
proses dalam sistem.
4. Umpan Balik (Feed Back)
Adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem
dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.
5. Dampak (Impact)
Adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem.
6. Lingkungan (Environment)
Adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi
mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.(Azwar, 1996)
Gambar II.3 Hubungan unsur-unsur sistem
(Sumber : Azwar, 1996)
II.4. Siklus Pemecahan Masalah
Untuk bidang kesehatan, langkah-langkah yang sering dipergunakan dalam proses
perencanaan adalah mengikuti prinsip lingkaran pemecahan masalah (problem solving cycle).
Sebagai langkah pertama dilakukan upaya menetapkan prioritas masalah (problem priority).
Adapun yang dimaksud dengan masalah disini ialah kesenjangan antara apa yang ditemukan
(what is) dengan apa yang semestinya (what should be). Ditinjau dari sudut pelaksanaan program
kesehatan, penetapan prioritas masalah ini dipandang amat penting. Paling tidak ada dua alasan
yang ditemukan. Pertama, terbatasnya sumber daya yang tersedia, dan karena itu tidak mungkin
menyelesaikan semua masalah. Kedua, karena adanya hubungan antara satu masalah dengan
masalah lainnya, dan karena itu tidak perlu semua masalah diselesaikan
Gambar II.4. Siklus pemecahan masalah
Dampak
Lingkungan
Masukan Proses Keluaran
Umpan balik
Pengumpulan data
Pengolahan data
Penyajian data
Memilih prioritas masalah
PENETAPAN PRIORITAS JALAN
KELUAR
Menetapkan alternatif jalan keluar
Memilih prioritas jalan keluar
Uji lapangan
Perbaikan jalan keluar
Penyusunan rencana kerja
KEBERHASILAN 0%
Menarik kesimpulan
Penyajian data
Pengolahan data
Pengumpulan data
PENILAIAN
KEBERHASILAN 100%
KEBERHASILAN 0 S/D 100%
PERBAIKAN RENCANA KERJA
Pengawasan
Pengendalian
Penilaian promotif
PELAKSANAAN RENCANA
KERJA
PENETAPAN PRIORITAS MASALAH
( Sumber: Azwar, 1988)