bab ii konsep dasar a. pengertian -...
TRANSCRIPT
1
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil yang terjadi karena virus,
bakteri, atau jamur (black,2006).
Tonsilitis adalah inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau
amandel. Organisme penyebabnya yang utama meliputi streptococcus atau
staphylococcus (Charlene J. Reeves,2001).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman
streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus
pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus. (Mansjoer,A. 2000).
Tonsilektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan mengambil
atau mengangkat tonsil (Barbara,1996).
Macam-macam tonsillitis
1. Tonsillitis akut
Dibagi lagi menjadi 2, yaitu :
a. Tonsilitis viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok. Penyebab paling tersering adalah virus Epstein Barr.
b. Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A
stereptococcus beta hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat,
2
pneumococcus, streptococcus viridian dan streptococcus piogenes.
Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mulai mati.
2. Tonsilitis membranosa
a. Tonsilitis Difteri
Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae,
kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran napas
bagian atas yaitu hidung, faring dan laring.
b. Tonsilitis Septik
Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu
sapi sehingga menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu
sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka
penyakit ini jarang ditemukan.
3. Angina Plout Vincent
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau
triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut
yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala berupa demam sampai
39° C, nyeri kepala , badan lemah dan kadang gangguan pecernaan.
B. Anatomi Fisiologi
Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan
tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah kosong di
atasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat
3
longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap
kali makan.
Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang
berlebih tonsil dapat meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan
insufisiensi velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah
perkembangan tonsil tersering adalah ke arah hipofaring, sehingga sering
menyebabkan terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas.
Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama:
1. Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah
saraf.
2. Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid
muda.
3. Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam
berbagai stadium.
Gambar. 2.1 letak tonsil pada saluran pernafasan dan pencernaan
4
Sumber : Mckesson, 2003
Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat
pada daerah faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak anak
dilahirkan dan mulai berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh
setelah imunitas “warisan” dari ibu mulai menghilang dari tubuh anak. Pada
saat itu (usia lebih kurang 1 tahun) tonsil dan adenoid merupakan organ
imunitas utama pada anak, karena jaringan limfoid lain yang ada di seluruh
tubuh belum bekerja secara optimal.
Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral.
Imunitas seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat
“memakan“ kuman dan virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas
humoral bekerja karena adanya sel (limfoid B) yang dapat menghasilkan zat
immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus.
Kuman yang “dimakan” oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid
terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabklan infeksi
amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang
ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid “bekerja terus “ dengan
memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid
akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal. Tonsil dan
adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel yang dapat menjadi
sumber infeksi (fokal infeksi) sehingga anak menjadi sering sakit demam dan
batuk pilek.Selain itu folikel infeksi pada amandel dapat menyebabkan
penyakit pada ginjal (Glomerulonefritis), katup jantung (Endokarditis), sendi
5
(Rhematoid Artritis) dan kulit. (Dermatitis). Penyakit sinusitis dan otitis
media pada anak seringkali juga disebabkan adanya infeksi kronis pada
amandel dan adenoid (Klikharry,2007).
C. Etiologi
1. Infeksi terjadi pada hidung atau faring menyebar melalui sistem limpa
ke tonsil.
2. Hiperthropi yang disebabkan oleh infeksi bisa menyebabkan tonsil
membengkak sehingga bisa menghambat keluar masuknya udara.
3. Bakteri merupakan penyebab pada 50% kasus. Antara lain
streptococcus B hemoliticus grup A, streptococcus, Pneumoccoccus,
Virus, Adenovirus, Virus influenza serta herpes.
4. Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil
berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya
sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan
oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang,
menyebabkan tonsillitis (Charlene J. Reeves,2001)
D. Patofisiologi
Saat bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau
mulut,amandel berperan sebagai filter, menyelimuti organism yang
berbahaya tersebut sel-sel darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan
pada amandel.Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody
6
terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah
kelelahan menahan infeksi atau virus.Infeksi bakteri dari virus inilah yang
menyebabkan tonsillitis.
Bakteri atau virus menginfeksi lapisan epitel tonsil-tonsil epitel
menjadikan terkikis dan terjadi peradangan serta infeksi pada tonsil.Infeksi
tonsil jarang menampilkan gejala tetapi dalam kasus yang ekstrim
pembesaran ini dapat menimbulkan gejala menelan.Infeksi tonsil yang ini
adalah peradangan di tenggorokan terutama dengan tonsil yang abses (abses
peritonsiler).Abses besar yang terbentuk dibelakang tonsil menimbulkan rasa
sakit yang intens dan demam tinggi (39C-40C).abses secara perlahan-lahan
mendorong tonsil menyeberang ke tengah tenggorokan.
Dimulai dengan sakit tenggorokan ringan sehingga menjadi parah.pasien
hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti
makan.Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan,panas,bengkak,dan
kelenjar getah bening melemah didalam daerah submandibuler,sakit pada
sendi dan otot,kedinginan, seluruh tubuh sakit,sakit kepala dan biasanya sakit
pada telinga.Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar
menelan,belakang tenggorokan akan terasa mengental.Hal-hal yang tidak
menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam (Charlene J.
Reeves,2001).
7
E. Manifestasi Klinik
1. Gejala berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita
menelan) nyeri seringkali dirasakan di telinga (karena tenggorokan dan
telinga memiliki persyarafan yang sama ). Gejala lain: Demam, tidak
enak badan, sakit kepala, muntah.
2. Gejala tonsillitis antara lain : pasien mengeluh ada penghalang di
tenggorokan, tenggorokan terasa kering, pernafasan bau, pada
pemeriksaan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus
membesar dan terisi detritus, tidak nafsu makan, mudah lelah, nyeri
abdomen, pucat, letargi, nyeri kepala, disfagia (sakit saat menelan),
mual dan muntah.
3. Gejala pada tonsillitis akut : rasa gatal/ kering ditenggorokan, lesu,
nyeri sendi odinafagia, anoreksia, otalgia, suara serak (bila laring
terkena), tonsil membengkak
4. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah,
sakit menelan, kadang – kadang muntah.
Pada tonsillitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan
dan keluar nanah pada lekukan tonsil (Mansjoer,2000).
8
F. Komplikasi
Komplikasi tonsillitis akut dan kronik menurut Mansjoer, (2000), yaitu:
a. Abses pertosil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole,
abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya
disebabkan oleh streptococcus group A.
b. Otitis media akut
Infeksis dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustachi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat
mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada rupture spontan
gendang telinga.
c. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebar infeksi ke
dalam sel-sel mastoid.
d. Laringitis
e. Sinusitis
f. Rhinitis
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tonsillitis secara umum:
9
a. Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut)
selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan
dalam bentuk suntikan.
b. Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi ) dilakukan jika:
1) Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih /tahun .
2) Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun
waktu 2 tahun.
3) Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun
waktu 3 tahun.
4) Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian
antibiotik.
Penatalaksanaan tonsillitis adalah:
a. Penatalaksanaan tonsillitis akut :
1) Antibiotik golongan penelitian atau sulfanamid selama 5 hari dan
obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan
diberikan eritromisin atau klidomisin.
2) Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,
kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat
simptomatik.
3) Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari
komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan
tenggorok 3 kali negatif
4) Pemberian antipiretik
10
b. Penatalaksanaan tonsillitis kronik
1) Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
2) Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau
terapi konservatif tidak berhasil.
Tonsilektomi menurut Barbara,1996 yaitu :
a. Perawatan Prabedah
Diberikan sedasi dan premedikasi, selain itu pasien juga harus
dipuasakan, membebaskan anak dari infeksi pernafasan bagian atas.
b. Teknik pembedahan
Anestesi umum selalu diberikan sebelum pembedahan,pasien
diposisikan terlentang dengan kepala sedikit direndahkan dan leher
dalam keadaan ekstensi mulut ditahan terbuka dengan suatu penutup dan
lidah didorong keluar dari jalan. Penyedotan harus dapat diperoleh untuk
mencegah inflamasi dari darah. Tonsil diangkat dengan diseksi /
quillotine.
Metode apapun yang digunakan penting untuk mengangkat tonsil
secara lengkap. Perdarahan dikendalikan dengan menginsersi suatu pak
kasa ke dalam ruang post nasal yang harus diangkat setelah
pembedahan. Perdarahan yang berlanjut dapat ditangani dengan
mengadakan ligasi pembuluh darah pada dasar tonsil.
c. Perawatan paska-bedah
1) Berbaring kesamping sampai bangun kemudian posisi mid fowler.
2) Memantau tanda-tanda perdarahan:
11
1. Menelan berulang
2. Muntah darah segar
3. Peningkatan denyut nadi pada saat tidur
3) Diet
a) Memberikan cairan bila muntah telah reda.
1. Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang
besar (lebih nyaman dari adanya kepingan kecil)
2. Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan
perdarahan)
b) Menawarkan makanan
1. Es cream, crustard dingin, sup krim, dan jus.
2. Refined sereal dan telur setengah matang biasanya lebih
dapat dinikmati pada pagi hari setelah perdarahaan.
3. Hindari jus jeruk,minuman panas, makanan kasar atau banyak
bumbu selama 1 minggu
c) Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan
1. Menggunakan ice color (kompres es) bila mau
2. Memberikan analgesik (hindari aspirin)
3. Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan.
4. Minum 2-3 liter / hari sampai bau mulut hilang.
d) Mengajari pasien mengenal hal berikut
1. Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan
menyisi hidung segera selama 1-2 minggu
12
2. Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa hari karena darah
yang tertelan.
3. Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara
hari ke-4 dan ke-8 setelah operasi (Mansjoer,2000).
H. Pengkajian fokus dan pemeriksaan penunjang
1. Pengkajian fokus
a. Wawancara
1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
2) Apakah pengobatan adekuat
3) Kapan gejala itu muncul
4) Apakah mempunyai kebiasaan merokok
5) Bagaimana pola makannya
6) Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
b. Pengkajian Pola
1. Data dasar pengkajian
Integritas Ego
Gejala : perasaan takut
Khawatir bila pembedahan mempengaruhi
hubungan keluarga, kemampuan kerja, dan
keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
13
2. Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak,
inflamasi, kebersihan gigi buruk/kurang.
3. Hygiene
Tanda : kesulitan menelan
4. Nyeri/ Keamanan
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke
telinga
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-hati.
5. Pernafasan
Gejala : Riwayat merokok / mengunyah tembakau, bekerja
dengan serbuk kayu, debu (Doenges,2000).
14
J. Pathways Keperawatan
Mulut bau, suara parau
Streptococcus hemolitikus tipe AVirus hemolitikus influenza
Reaksi antigen dan antibody dalam tubuh
Antibody dalam tubuh tidak dapat melawan antigen kuman
Virus dan bakteri menginfeksi tonsil
Epitel terkikis
Inflamasi tonsil
Nyeri saat menelan Pembengkakan tonsil
Intake tidakadekuat
Resiko KurangNutrisi
Respon inflamasi
Rangsangtermoregulasihipotalamus
↑ Suhu tubuh
Hipertemi
Anoreksia Sumbatan jalannafas dan cerna
Tindakantonsilektomi
Nyeri cemas
↓ Fungsi tubuh
Harga DiriRendah
Terputusnyapembuluh darah
Terputusnyakeutuhan jaringan
Luka terbuka
Perdarahan Pertahanan tubuh
Resiko kekuranganvolume cairan
berhubungan denganperdarahan yang
berlebihan
Pemajananmikroorganisme
Penumpukansekret
Resiko tidakefektif bersihan
jalan nafas
15
K. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Resiko kurang nutrisi dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan respon inflamasi
c. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi
d. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh
e. Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi
tonsilektomi.
2. Post operasi
a. Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret
b. Resiko kekurangan volume cairan peredaran yang berlebihan
c. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan
luka terbuka (Carpenito,2001).
L. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Pre Operasi
Resiko infeksi
(Charlene J. Reeves, 2001)
16
a. Resiko kurang nutrisi dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat ditandai dengan ancroksia, disfagia keperawatan
kebutuhan nutrisi pasien adekuat (Doenges,2000)
Kriteria hasil : Kebutuhan nutrisi pasien adekuat, tidak ada tanda-
tada malnutrisi, mampu menghabiskan makanan
sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan
Intervensi
a. Awasi masukan dan berat badan sesuai indikasi
R : Memberikan informasi sehubungan dengan kebutuhan
nutrisi dan keefektifan terapi
b. Auskultasi bunyi usus
R : Makan hanya dimulai setelah bunyi usus membaik setelah
operasi
c. Mulai dengan makan kecil dan tingkatkan sesuai toleransi
R : Kandungan makan dapat mengakibatkan ketidak
toleransian, memerlukan perubahan pada kecepatan/tipe formula
Berikan diet nutrisi seimbang (makan cair atau halus) atau
makanan selang yang sesuai indikasi
R : -
b. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan respon inflamasi
(Doenges,2000).
Tujuan : nyeri berkurang/terkontrol
17
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri
berkurang, skala nyeri menurun
Intervensi
a. Monitoring perkembangan nyeri
R : Mengetahui perkembangan tindakan dari yang dilakukan
b. Monitoring tanda-tanda vital darah dan nadi
R : Mengetahui keadaan pasien
c. Berikan tindakan nyaman dan akivitas hiburan
R : Meningkatkan relaksasi dan membantu pasien
memfokuskan perhatian pada sesuatu disamping diri
sendiri/ketidaknyamanan. Dapat menurunkan kebutuhan dosis
analgetik
d. Selidiki perubahan karakeristik nyeri,periksa mulut,tenggorokan
R : Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi yang
memerlukan evaluasi lanjutan
e. Catatan indikator non-verbal respon automatic terhadap nyeri
evaluasi efek samping
R : Dapat meningkatkan kerjasama dan partisipasi dalam
program pengobatan.
c. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi
(Doenges,2000).
18
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan
suhu tubuh normal
Kriteria hasil : suhu tubuh normal (36-37ºC) tubuh tidak
terasa panas, pasin tidak gelisah
Intervensi
a. Pantau suhu pasien (derajad dan pola) perhatikan
menggigil/diaphoresis
R : Suhu 38,9-41,1 menunjukkan proses penyakit
infeksius
b. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur
sesuai indikasi
R : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal
c. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alcohol
R : Dapat membantu mengurangi demam
d. Berikan antipiretik misalnya ASA (aspirin) asetaminofon
R : Gunakan untuk mengurangi demam dengan aksi
sentralnya pada hipotalamus meskipun demam mungkin
dapatberguna dalam mengatasi pertumbuhan organism dan
meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi
19
d. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh
Tujuan : tidak mengalami harga diri rendah
Kriteria hasil :
1. menyatakan pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri
pada situasi yang ada
2. Mengidentifikasi persepsi diri negative
Intervensi
a. Diskusikan situasi atau dorong pernyataan takut atau masalah,
jelaskan hubungan antara gejala dengan asal penyakit
R : Pasien sangat sensitif terhadap perubahan tubuh
b. Dukung dan dorong pasien, berikan perawatan yang positif,
perilaku bersahabat
R : Pemberian perawatan kadang-kadang memungkinkan
penilaian perasaan pasien untuk memuat upaya untuk membantu
pasien merasakan nilai pribadi.
c. Dorong keluarga/orang terdekat untuk menyatakan perasaa,
berkunjung atau berpartisipai pada perawatan
R : Anggota keluarga dapat merasa bersalah tentang kondisi
pasien dan takut terhadap kematian.
d. Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenai
penyembuhan fungsi tubuh ataupun kemandirian pasien
20
R : Mengkonsolidasikan keberhasilan membantu menurunkan
perasaan marah dan ketidakberdayaan dan menimbulakn perasaan
adanya perkembangan
e. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik
R : Membantu peningkatan rasa harga diri dan kontorl atas
salah satu bagian kehidupan.
e. Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi
tonsilektomi (Doenges,2000).
Tujuan : Kecemasan berkurang /hilang
Kriteria Hasil : Kecemasan berkurang ,monitor intensitas
kecemasan.
Intervensi:
a. Kaji sejauh mana kecemasan klien.
R : Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien.
b. Informasikan pasien /orang terdekat tentang peran advokat
perawat intra operasi
R : Mengembangkan rasa percaya diri.
c. Identifikasikan tingkat rasa cemas.
R : Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien.
d. Validasi sumber rasa takut.
R : Mengidentifikasikan rasa takut yang spesifik.
e. Beritahu pasien kemungkinan dilakukan operasi.
R : Mengurangi rasa takut
21
2. Post Operasi
a. Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan secret (Doenges,2000).
Tujuan : jalan nafas sefektif
Kriteria hasil : setelah dilakukan keperawatan resiko ketidak
efektifan bersihan jalan nafas dapat teratasi ditandai dengan tidak
adanya secret
Intervensi
a) Pantau irama atau frekuensi irama pernafasan
R : Pernafasan dapat melambatkan dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi.
b) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya: mengi,
krekel, ronki
R : Bunyi nafas mengi, krekels, dan ronki terdengar
pada inspirasi dan atau ekspirasi pada respon terhadap
pengumpulan secret
c) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala
tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur
R : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah
fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi namun, pasien
dengan distresi berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk
bernafas
22
d) Dorong pasien untuk mengeluarkan lender secara perlahan
R : Membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah
komplikasi pernafasan.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
yang berlebihan ( Doenges,2000)
Tujuan : berkurangnya volume cairan yang terjadi
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko
kekurangan volume cairan dapat terstasi ditandai dengan tanda vital
stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler
cepat.
Intervensi
a. Kaji atau ukur dan catat jumlah pendarahan
R : Potensial kekurangan cairan, khususnya bila tidak ada
tambahan cairan
b. Awasi tanda vital: bandingkan dengan hasil normal
pasien/sebelumnya. Ukur TD dengan posisi duduk atau berbaring
serta ukur nadi
R : Perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan
kasar kehilangan darah, missal nadi diduga 25% penurunan >110
c. Catat respon fisiologi individual pasien terhadap perdarahan,
misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah, anietas, pucat,
berkeringant, takipnea, peningkatan suhu
23
R : Simtomatologi dapat berguna dalam mengukur berat badan
atau lamanya episode perdarahan. Memburuknya gejala dapat
menunjukkan berlanjutnya perdarahan atau tidak adekuatnya
penggataian cairan
d. Awasi batuk dan bicara karena akan mengiritasi luka dan
menambah perdarahan
R : Aktivitas batuk dan bicara meningkatkan tekanan intra-
abdomen dan dapat mencetuskan perdarahan.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan
pembedahan (Doenges,2000).
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri
berkurang, skala nyeri terkontrol
Intervensi
a) Tentukan karakteristik nyeri, misalnya tajam, konstan, ditusuk,
selidiki perubahan karakter atau lokasi atau intensitas nyeri
R : Nyeri biasanya ada dalam beberapa derajat, juga dapat
menimbulkan komplikasi
b) Anjurkan klien untuk mengurangi nyeri dengan:
1. minum air dingin atau air es
2. hindarkan makanan pedas, panas, asam dan keras
3. melakukan teknik relaksasi
24
R : Tindakan non-analgetik diberikan dengan cara
alternative untuk mengurangi nyeri dan menghilangkan
ketidaknyamanan
c) Menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
R : Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat
d) Pantau tanda vital
R : Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa
pasien mengalami nyeri, khususnya bila alas an lain untuk
perubahan tanda vital telah terlihat.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan
luka terbuka (Doenges,2000).
Tujuan : menyatakan pemahaman penyebab atau fakto resiko
individu
Kriteria hasil : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau
menurunkan resiko infeksi, menunjukkan tehnik atu
perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang nyaman
Intervensi
25
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas walaupun menggunakan
sarung tangan steril
R : Mengurangi kontaminasi silang
b. Tetap ada fasilitas control infeksi steril dan prosedur aseptic
R : Tetapkan mekanisme yang dirancang untuk mencegah
infeksi
c. Siapkan lokasi operasi menurut produsen khusus
R : Meminimalkan jumlah bakteri pada lokasi operasi.