bab ii kestabilan emosi dan prestasi belajar a....
TRANSCRIPT
8
BAB II
KESTABILAN EMOSI DAN PRESTASI BELAJAR
A. Deskripsi Teori
1. Pengertian Emosi
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah emosi,
namun kita belum jelas, apa pengertian emosi sebenarnya. Emosi berasal
dari kata “emetus” atau “emouere” yang artinya mencerca (to still up)
yaitu suatu yang mendorong terhadap sesuatu.1 Menurut Oxford English
Dictionary, emosi adalah setiap kegiatan pikiran atau perasaan, nafsu serta
setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap.2 Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia emosi adalah luapan perasaan yang
berkembang dan surut dalam waktu singkat.3
Perilaku atau perbuatan kita sehari-hari umumnya disertai emosi-
emosi tertentu, seperti perasaan senang atau tidak senang yang selalu
menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari yang disebut warna afektif,
warna afektif ini kadang-kadang lemah atau tidak jelas (samar-samar).
Dalam hal ini warna afektif yang kuat maka perasaan lebih mendalam,
lebih luas dan lebih terarah. Perasaan-perasaan ini disebut emosi.4 Maksud
warna afektif ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat
menghadapi suatu suasana tertentu. Contohnya senang, putus asa, terkejut,
benci dan sebagainya. Warna afektif yang kuat ditandai oleh perubahan
fisik seperti:
1 E. Usman Effendi dan Juhaya S. Praja, Pengantar Psikologi (Bandung: Angkasa, 1993),
hlm. 79. 2 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000, hlm. 41. 3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1994), hlm. 201. 4 Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm. 51.
9
a. Peredaran darah bertambah cepat bila marah
b. Denyut jantung cepat bila terkejut
c. Pernafasan menjadi tak teratur
d. Pupil mata menjadi besar bila marah
e. Bulu roma berdiri bila takut.5
Adapun istilah emosi menurut beberapa ahli psikologi memberikan
pengertian emosi sebagai berikut:
a. Menurut Jeanne Segal mendefinisikan emosi sebagai pengalaman yang
dapat dirasakan secara fisik. Artinya segala sesuatu perbuatan dan
perilaku yang dilakukan itu mendapat respon secara baik maupun
buruk oleh fisik.6
b. Menurut Crow yang dikutip oleh Usman Najati dan Juhaya S. Praja,
mengartikan bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang bergejolak
pada diri individu yang berfungsi atau berperan sebagai penyesuaian
dari dalam terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan
keselamatan individu.7
c. Menurut Abin Syamsuddin Makmun, berpendapat bahwa emosi itu
didifinisikan sebagai suatu suasana yang kompleks (a complex feeling
state) dan getaran jiwa (a stride up state) yang menyertai atau muncul
sebelum atau sesudah terjadinya perilaku.8
d. Menurut Dimyati emosi adalah perasaan yang bergejolak, yang luar
biasa intensitasnya, termasuk dalam kategori emosi ini adalah
perasaan-perasaan cinta, benci, marah, takut, cemas, dan tertekan.
Keadaan bergejolak disini sebagai lawan dari keadaan tenang, keadaan
tenang disini keadaan yang berjalan normal.9
5 Ibid., hlm. 53. 6 Jeane Segel, Meningkatkan kecerdasan Emosi (Jakarta: Citra Aksara, tt), hlm. 75. 7 Usman Effendi, Juhana S. Praja, Pengantar Psikologi, (Bandung: Aksara, tth), hlm. 81. 8 Abin Syamsudin Makmum, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran
Modul (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 114. 9 Dimyati Mahmud, Psikologi Suatu Pengantar (Yogyakarta: BPFE, 1990), hlm. 8.
10
Perasaan dan emosi disifatkan sebagai suatu keadaan (state) dari
diri individu pada suatu waktu. Misalnya orang merasa sedih, senang,
terharu apabila melihat, mendengar sesuatu, mencium bau dan sebagainya.
Istilah lain, perasaan disifatkan suatu keadaan jiwa sebagai akibat adanya
peristiwa-peristiwa yang datang dari luar, dan peristiwa tersebut pada
umumnya menimbulkan kegoncangan-kegoncangan pada individu yang
bersangkutan.10
Siti Meichati memberikan pengertian tentang emosi sebagai
berikut:
1) Emosi adalah pengalaman batin yang tumbuh untuk melengkapi arti pengalaman itu bagi seseorang, disertai oleh kegiatan fisik lainya, 2) emosi mempengaruhi bekerjanya kelenjar-kelenjar, sehingga mempengaruhi seluruh pribadi atau dirasakan oleh pribadi tanpa dapat menunjukkan tempatnya, 3) emosi memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada individu, 4) emosi memperkaya dan mengisi arti kehidupan bagi individu dan bersifat dinamis. Ini mengisi romantika kehidupan seseorang memberi corak dan warna bagi kehidupan sehingga dapat dinikmati, 5) dalam banyak hal emosi yang kuat menghambat rasio, bersifat irrasional.11
Menurut C.T. Morgan, yang dikutip oleh Singgih Dirgagunarso
mengemukakan aspek-aspek emosi yaitu:
a. Emosi adalah sesuatu yang sangat erat hubungannya dengan kondisi
tubuh. Misalnya denyut jantung, sirkulasi darah dan pernafasan.
b. Emosi adalah sesuatu yang dilakukan atau diekspresikan. Misalnya
tersenyum, tertawa, menangis.
c. Emosi adalah sesuatu yang dirasakan. Misalnya merasa senang, merasa
kecewa
10 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum (Yogyakarta: Andi Offset, 1994, hlm. 120–
121. 11 Siti Meichati, Kesehatan Mental (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi
UGM, 1983), hlm. 17.
11
d. Emosi juga merupakan suatu motif, yaitu mendorong seseorang untuk
berbuat sesuatu kalau ia beremosi senang, atau mencegah ia
melakukan sesuatu kalau ia tidak senang.12
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi
merupakan sesuatu yang telah ada dalam diri manusia sejak manusia
dilahirkan yang memberikan suatu pengalaman batin dan memberi arti
pada seluruh makna hidup. Emosi merupakan perasaan yang melampaui
batas, cenderung muncul mendadak, dan sulit dikendalikan sehingga untuk
berkomunikasi dengan sekitarnya terganggu. Keadaan tersebut dapat
menimbulkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala-gejala
kesadaran, tingkah laku, dan proses fisiologis.
2. Macam-macam Emosi
Ada bermacam-macam emosi yang dialami seseorang. Emosi yang
umumnya sering menimbulkan gangguan adalah emosi yang tidak
menyenangkan seperti takut, marah, iri, dan benci.13
Menurut Dimyati Mahmud emosi dapat diklasifikasikan menjadi 4
bagian yaitu: 1) marah, 2) takut, 3) cinta, 4) depresi.14
Menurut Dakir emosi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
macam, yaitu:
1) Emosi takut, suatu perasaan yang menyebabkan seseorang merasa lebih lemah dan tidak berani menghadapi masalah.
2) Emosi khawatir, yaitu suatu perasaan yang menyebabkan seseorang merasa tidak berdaya terhadap sesuatu yang lebih kuasa dan sifatnya mengancam.
3) Emosi terkejut, yaitu suatu reaksi yang terjadi dikarenakan adanya hal-hal yang tidak disangka-sangka sebelumnya.
4) Emosi marah, yaitu reaksi terhadap suatu hambatan yang menyebabkan gagalnya suatu usaha.
5) Emosi sedih, yaitu suatu kekosongan atau hilangnya sesuatu yang dihadapi.
12 Singgih Dirgagunarso, Pengantar Psikologi (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1996),
hlm. 137. 13 Siti Meichati, Op. Cit., hlm. 20. 14 Dimyati Mahmud, Op. Cit., hlm. 167.
12
6) Emosi gembira, yaitu suatu rasa positif terhadap sesuatu yang dihadapi.
7) Emosi heran, yaitu suatu reaksi rasa terhadap sesuatu obyek yang belum pernah dialami.15
Sedang menurut Syamsu Yusuf LN. emosi dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian, yaitu:
1) Emosi sensorik, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh ruang manis dari luar terhadap tubuh. Seperti; rasa dingi, manis, sakit, dan lapar serta kenyang.
2) Emosi psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan yang termasuk emosi ini diantaranya adalah: a) perasaan entelektual, yaitu mempunyai sangkut paut dengan ruang
lingkup kebenaran, perasaan ini diwujudkan dalam berbagai bentuk; 1) rasa yakin dan tidak yakin terhadap sesuatu karya ilmiah, 2) rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran, 3) rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan yang harus dipecahkan.
b) Perasaan sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungannya dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini seperti ; 1) rasa solidaritas, 2) persaudaraan, 3) simpati, 4) kasih sayang dan sebagainya
c) Perasaan susila, yaitu perasaan yang nilai-nilai baik dan buruk atau nilai etika (moral). Contohnya: rasa tanggung jawab rasa bersalah apabila melanggar norma dan rasa tenteram dalam menaati norma.
d) Perasaan keindahan, yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, baik yang bersifat kebendaan maupun kerohanian.
e) Perasaan kebutuhan, yaitu kemampuan atau perasaan untuk mengenal Tuhannya.16
Dari bermacam-macam emosi yang diungkapkan diatas dapat
disimpulkan bahwa secara garis besar emosi itu ada dua macam, yaitu
emosi yang menyenangkan (positif) dan emosi yang tidak menyenangkan
(negatif).
3. Perkembangan Emosi
Menurut Siti Meichati emosi berkembang semenjak individu
mengalami sesuatu, yaitu sejak ia lahir.
15 Dakir, Dasar-dasar Psikologi (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1993), hlm. 96-97. 16 Syamsu Yusuf, Op. Cit., hlm. 117.
13
Emosi muncul pada awal kehidupan, mulai bayi menunjukkan
reaksi yang umum atas rangsangan yang diterimanya kemudian ia mulai
dapat membedakan rangsangan yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan. Adanya perbedaan membuat anak mulai dapat
membedakan emosi takut, marah, gembira dan kemudian bertambah lagi
dengan emosi benci, iri hati dan cinta. Pada saat anak masuk sekolah maka
pola reaksi emosinya menjadi lengkap.17
Perkembangan emosi ditentukan oleh proses pematangan dan
proses belajar. Seorang anak untuk mencapai tingkat kematangan tertentu,
sebelumnya ia harus mencapai kematangan tertentu. Misalnya seorang
bayi menangis karena dia merasa haus, lapar atau sakit. Setelah anak itu
sudah lebih besar maka ia akan belajar bahwa menangis dan tertawa dapat
digunakan untuk maksud-maksud tertentu.18
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa emosi mulai
berkembang sejak bayi dan semakin berkembang seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak
4. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Emosi
Emosi dimulai dengan rangsangan. Rangsangan ini haruslah
sejalan dengan perhatian dan dorongan untuk dapat merangsang timbulnya
emosi yang sepenuhnya. Perhatian dan perasaan seseorang terhadap
sesuatu hal di luar dirinya menentukan timbulnya emosi. Timbulnya emosi
ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti:
a. Keadaan jasmani individu yang bersangkutan. Jasmani yang kurang
sehat dapat mempengaruhi perasaan yang ada pada manusia.
Contoh suara berisik mungkin tidak menimbulkan reaksi suatu bagi
yang sehat. Sebaliknya akan memuakkan bagi yang sedang sakit.
b. Keadaan dasar individu. Hal ini bersangkutan dengan struktur pribadi
individu. Ada yang mudah marah, sebaliknya ada orang yang sukar
17 Siti Meichati, Op. Cit., hlm. 19. 18 Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm. 54.
14
marah, sehingga struktur pribadinya akan menentukan mudah tidaknya
orang mengalami perasaan.
c. Keadaan individu pada sesuatu waktu, individu yang pada suatu waktu
sedang kalut pikirannya, akan mudah sekali terkena perasaan bila
dibandingkan individu yang dalam keadaan normal.19
Disamping pendapat diatas juga dikemukakan oleh Dakir yaitu:
a. Situasi sekitar
b. Keadaan sementara (karena sakit, lapar dan sebagainya)
c. Faktor prasangka
d. Keadaan obyek
e. Taraf pendidikan
f. Pembawaan.20
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa timbulnya
emosi berasal dari rangsangan dari luar dan dalam individu. Rangsangan
yang berasal dari dalam individu seperti kondisi fisik dan psikis individu
yang bersumber dari lingkungan individu seperti keluarga, sekolah dan
sebagainya.
5. Kestabilan Emosi
Kestabilan emosi terdiri dari dua kata yaitu kestabilan dan emosi.
Kestabilan berarti perihal yang bersifat stabil.21 Sedangkan emosi menurut
Crow yang dikutip oleh Usman Effendi dan Juhaya S. Praja adalah “suatu
keadaan yang bergejolak pada individu yang berfungsi atau berperan
sebagai penyesuaian dari dalam terhadap lingkungan untuk mencapai
kesejahteraan dan keselamatan individu”.22 Jadi kestabilan emosi adalah
keadaan emosi seseorang yang stabil dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan dirinya.
19 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), hlm.
140-141. 20 Dakir, Dasar-dasar Psikologi, (Yogyakarta: BPFE, 1993), hlm. 100-101. 21 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hlm. 961. 22 Usman Effendi dan Juhaya S. Praja, Pengantar Psikologi, Loc. Cit.
15
Arturs S. Reber and Emily S. Reber, mengemukakan:
“Emotional stability used both technically and non technically to characterize the state of one who is emotionally mature, whose emotional reactions are appropriate for the situation and are consistent from one set of circumstances to another”. 23
(Kestabilan emosi menggambarkan kondisi kematangan emosi atau jiwa seseorang dalam menghadapi keadaan yang berubah-ubah dengan reaksi yang tepat dan cepat, baik secara teknis maupun non teknis).
Kestabilan emosi merupakan kemampuan individu dalam
menghadapi hidup baik yang ringan ataupun yang berat dan dalam
keadaan emosi yang baik, sedangkan kestabilan emosi dapat dibedakan
menjadi 4, yaitu:
a. Kestabilan umum, yaitu kemampuan untuk tetap seimbang dalam
keadaan yang bagaimanapun.
b. Kestabilan khusus, yaitu kemampuan menghadapi emosi tertentu
c. Kestabilan dasar, yaitu kemampuan yang dimiliki karena bawaan oleh
keturunan ataupun akibat selama prenatal dan lahirnya.
d. Kestabilan yang dialami, yaitu kemampuan yang diperoleh melalui
pengalaman hidupnya.24
Emosi yang nampak sangat dipengaruhi oleh kepekaan seseorang
dalam menghadapi situasi tertentu. Individu dalam keadaan emosi yang
stabil lebih mempunyai kemampuan untuk mengendalikan emosinya
terhadap rangsangan yang bersifat emosional, seperti ditinggal pergi oleh
orang yang dicintainya, sehingga individu tidak mengekspresikan
emosinya secara berlebihan. Hal senada juga dikemukakan oleh Budiardjo,
bahwa kestabilan emosi adalah kemampuan untuk mengendalikan
tanggapan-tanggapan emosional seseorang.25
23 Arturs S. Reber and Emily S. Reber, The Penguin Dictionary of Psychology, Third
Edition, (England: Published Simultaneously by Viking, 2001), hlm. 238. 24 Siti Meichati, Op. Cit., hlm. 8-9. 25 Budiardjo, Kamus Psikologi (Semarang: Bahara Prize, 1991), hlm. 149.
16
Dalam hidupnya manusia selalu dihadapkan pada berbagai
kebutuhan, karena kebutuhan akan mendorong manusia untuk memenuhi
hidupnya sehingga tercapai kepuasan. Akan tetapi dalam pemenuhan
kebutuhan tersebut sering disertai adanya emosi, maka diperlukan adanya
kestabilan emosi. Gerungan mengatakan bahwa; kestabilan emosi berarti
adanya suatu kematangan berdasarkan kesadaran yang mendalam terhadap
kebutuhan-kebutuhan, cita-cita dan alam perluasannya serta terintegrasi
semuanya ke dalam suatu kepribadian yang pada dasarnya bulat dan
harmonis. Maksudnya harmonis dalam ketegangan emosional.
Keseimbangan dinamis dapat bergerak kemana dan mempunyai dasar
yang matang.26
Dalam Islam rintangan hidup dapat dihadapi dengan sabar dan
shalat. Allah SWT. berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 153 yang
berbunyi:
ابرينالص عم الة إن اللهالصر وبوا بالصعينتوا اسنآم ا الذينها أي153{ي{
Artinya: “Hai orang-orang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah:153).27
Cobaan yang datang dari Allah dapat dihadapi dengan hati teguh
dan ketahanan (sabar). Suatu cita-cita akan tercapai dengan kesabaran,
sabar dapat memerangi rasa gelisah, rasa sedih dan cobaan yang
berlebihan. Sehingga dengan kesabaran seseorang akan mampu
menghadapi rintangan hidup hingga mencapai apa yang dicita-citakan.
Dalam hidupnya manusia selalu dihadapkan pada berbagai
kebutuhan. Karna kebutuhan tersebut akan mendorong manusia untuk
memenuhi hidupnya sehingga tercapai kepuasan. Akan tetapi dalam
pemenuhan kebutuhan tersebut sering disertai adanya emosi, maka
diperlukan adanya kestabilan emosi. Dalam hal ini Gerungan mengatakan
26 Gerungan, Psikologi Sosial (Bandung: Ereslo: 1987), hlm. 138. 27 Departemen Agama, Op. Cit., hlm. 199.
17
bahwa kestabilan emosi berarti adanya suatu kematangan berdasarkan
kesadaran yang mendalam terhadap kebutuhan-kebutuhan, cita-cita dan
alam perluasannya serta terintegrasi semuanya ke dalam suatu kepribadian
yang pada dasarnya bulat dan harmonis. Maksudnya harmonis dalam
ketegangan emosional. Keseimbangan dinamis dapat bergerak kemana dan
mempunyai dasar yang matang.
Kestabilan emosi adalah keadaan emosi seseorang yang mudah
bergerak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sehingga apabila
orang tersebut mendapat rangsangan emosional dapat menyesuaikan diri
dan tidak menunjukkan ketegangan atau gangguan emosional.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kestabilan
emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengontrol emosinya dengan
baik dalam menghadapi situasi tertentu. Sehingga seseorang dapat berpikir
dan bertindak secara wajar dan tidak berlebihan dalam mengekspresikan
emosi dan memperoleh keadaan yang seimbang antara psikis dan fisik
walaupun dihadapkan pada tekanan hidup baik yang ringan atau yang berat.
6. Ciri-Ciri Kestabilan Emosi
Sebenarnya gambaran tentang emosi itu mengandung watak dan
kondisi yang lebih jelas, oleh karena itu banyak ahli-ahli jiwa yang
berusaha untuk mengatakan bermacam-macam segi yang menunjukkan
sifat emosi.
Sebagaimana pendapat Wundht yang dikutip Abdul Aziz El-Qussy
yang mengatakan bahwa ada tiga segi ciri-ciri emosi, yaitu:
a. Gembira dan Menderita
Gembira adalah ekspresi dari kegelapan, yaitu perasaan
terbatas dari ketegangan.28 Sedangkan menurut Elizabeth B. Hurlock
kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang juga dikenal
dengan keriangan, kesenangan dan kebahagiaan. Emosi kegembiraan
selalu disertai dengan senyuman dan tawa dan suatu relaksasi tubuh
28 Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1996), hlm. 56.
18
sepenuhnya. Anak kecil mengekspresikan emosi kegembiraan mereka
dengan melompat-lompat, bersorak dengan riang dan tertawa dengan
hingar-bingar sedangkan pada anak remaja dalam mengekspresikan
kegembiraannya dengan cara tidak “meledakkan” emosinya, artinya tidak
terlalu gaduh dan lebih terkendali dibandingkan dengan anak kecil.29
Pada pokoknya emosi atau rasa kejiwaan dapat diklasifikasikan
menjadi dua yaitu perasaan senang dan tidak senang. Menderita adalah
menanggung sesuatu yang tidak menyenangkan.30 Seseorang akan menderita
atau sedih jika seseorang itu mengalami kesusahan, sakit dan sebagainya.
b. Marah dan Tenang
Di dalam masalah emosi anak, marah adalah perasaan yang
menonjol dan membuat pusing orang tua. Pertama, anak yang agresif
mengungkapkan emosi marah dan berteriak-teriak, menghina,
membanting barang dan menendang. Kedua, anak yang pasif
mengungkapkan dengan duduk diam di sudut, kemudian diam-diam
menangis. Anak yang masih kecil karena tidak dapat mengendalikan
diri mengungkapkan kerisauan hatinya dengan tidur di lantai, dengan
wajah yang memerah, kadang berhenti bernafas.31 Perilaku yang
demikian biasanya menginginkan suatu barang. Dan pada anak remaja
frekuensi dan intensitas kemarahan dapat melawan rangsangan yang
menimbulkan kemarahan secara lebih baik dibandingkan dengan anak
kecil. Dalam hal ini, remaja sering kali mengungkapkan kemarahan
dengan menyembunyikan kemarahan dari pada mengekspresikannya.
Marah adalah reaksi terhadap suatu hambatan yang menyebabkan
gagalnya suatu usaha. Sumber utama dari kemarahan adalah hal-hal yang
mengganggu aktivitas untuk sampai pada tujuannya.32
29 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama,
1993), hlm. 227. 30 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Op. Cit., hlm. 226. 31 Abd. Rachman Abror, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1989), hlm.
109. 32 Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, Loc. Cit.
19
Kondisi seseorang yang merasakan ketenangan hati dan bebas
dari gangguan kejiwaan disebut tenang.33 Orang yang memiliki
ketenangan, jika dalam menghadapi masalah ia akan selalu mudah
menyelesaikan sehingga kesehatan jiwa dan raga selalu terjaga.
Seseorang akan merasakan ketenangan hati apabila setiap ada
persoalan atau masalah selalu dikembalikan kepada Allah SWT.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-Ra’d: 28:
القلوب ئنطمم بذكر الله أال بذكر الله تهقلوب ئنطمتوا ونآم ٢٨{الذين{
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”. (QS. Ar-Ra’d: 28).34
c. Tegang dan Kendur
Tegang merupakan sebagian dari rasa takut, dimana rasa takut
adalah kondisi seseorang yang mengalami keraguan dan kebingungan,
kecemasan, kegelisahan dan kekhawatiran terhadap suatu hal.35
Anak remaja tidak hanya menahan dorongan –memperlihatkan
rasa– takut, tetapi mereka juga menghindar dari situasi yang mereka
anggap akan menimbulkan rasa takut. Jika dihadapkan pada
rangsangan takut, mereka mungkin akan mengekspresikan ketakutan
secara tidak langsung dengan gerakan otot yang umum yang lebih
mirip luapan kemarahan ketimbang reaksi takut.36
Dalam keadaan takut semua anggota badan menegang termasuk
otot tidak relaks seperti biasanya. Ketegangan yang berlebihan itu akan
berdampak ketidakseimbangan tubuh dan akan memuncak menjadi
kecemasan yang seringkali dirasakan sebagai suatu serangan panik.37
33 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Op. Cit., hlm. 1032. 34 Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 373. 35 Depdikbud, Kamus Besar Indonesia, Op. Cit., hlm. 994. 36 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, Op. Cit., hlm. 217. 37 Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
Primayasa, 1999), hlm. 62.
20
Emosi takut merupakan keadaan gelisah luar biasa yang
meliputi seluruh diri seseorang, kegelisahan ini dilukiskan al-Qur’an
sebagai kegoncangan luar biasa yang menimpa manusia. Sehingga
membuatnya tidak mampu berfikir dan menguasai diri.38
Dalam al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 10–11 menyebutkan:
إذ جاؤوكم من فوقكم ومن أسفل منكم وإذ زاغت الأبصار وبلغت
هنالك ابتلي المؤمنون } ١٠{ الظنونا القلوب الحناجر وتظنون بالله
}١١{وزلزلوا زلزاال شديدا
Artinya: “(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi ketenggorokan dan kamu menyangka kepada Allah purba–sangka, disitulah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat”. (QS. Al-Ahzab: 10–11).
Istirahat atau rileks/santai adalah keadaan yang tenang.
Istirahat yang paling baik adalah tidur, karena ketika seseorang tidur
semua anggota tubuhnya istirahat kecuali jantung dan peredaran darah,
dengan istirahat dapat mengendurkan ketegangan otot. Jika seorang
sudah dewasa pikirannya akan penat, karena penumpukan pikiran-
pikiran dalam kelelahan jasmani, maka ada baiknya orang dewasa
tersebut istirahat dengan melakukan rekreasi, karena rekreasi dapat
membantu menghilangkan beban sehingga keadaan tubuh dan pikiran
serta emosinya menjadi stabil, sehat dan fres kembali.
Kestabilan emosi adalah keadaan emosi seseorang yang mudah
bergerak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sehingga apabila
orang tersebut mendapat rangsangan emosional dapat menyesuaikan diri
dan tidak menunjukkan gejala ketegangan atau gangguan emosional.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri kestabilan
emosi adalah sebagai berikut:
38 Usman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, (Bandung: Pustaka, 1981), hlm. 66–68.
21
a. Seseorang yang dikatakan stabil emosinya apabila ia mampu
mengendalikan emosi sesuai dengan rangsangan yang menimbulkannya.
Dengan kata lain anak tidak meledakkan emosinya di hadapan orang lain
dengan mempertunjukkan emosi yang tidak terlalu kuat, melainkan
mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang wajar. Artinya
kestabilan itu harus memperhatikan langkah-langkah seperti:
1) Tidak meledakkan emosi gembira dan sedih atau menderita
2) Tidak meledakkan emosi marah dan tenang
3) Tidak meledakkan emosi tegang dan kendur
b. Dapat menghadapi kejadian-kejadian menegangkan atau menyenangkan.
Dalam hal ini anak dapat mengatasinya dengan cara berfikir secara kritis
dalam menilai situasi sebelum bertindak. Artinya di saat ia mendapat masalah,
ia mampu berfikir secara logika dalam menyikapi persoalan tersebut.
7. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Emosi
Seseorang yang stabil emosinya akan dapat menghadapi situasi
tertentu dengan tenang, terbuka, terkendali dan bertindak secara realistik.
Keadaan tersebut didukung oleh beberapa faktor-faktor yang mendukung
seseorang. Ada tiga faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi, yaitu:
a. Keadaan jasmani individu yang bersangkutan. Keadaan jasmani yang
kurang sehat akan mempengaruhi emosi pada individu itu.
b. Keadaan dasar individu. Hal ini sangat erat hubungannya dengan
struktur pribadi individu.
c. Keadaan individu pada suatu waktu.39
Scheneiders Alexander, dalam bukunya Personal Adjustment And
Mental Health, menjelaskan tentang beberapa faktor yang mempengaruhi
kesehatan emosi dan penyesuaian emosi, yaitu:
The achievement of physical health is directly related to emotional health and adjustment, which is the reason why they are linked together in this section. From what we have said already regarding physical hygiene, it is clear that physical well–being is an important
39 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), hlm.
140-141.
22
condition of emotional stability. Emotional health and adjustment imply three things: (1) emotional adequacy, (2) emotional maturity, and (3) emotional control.40
“Kestabilan emosi akan tercapai jika didukung oleh kesehatan fisik, kesehatan fisik berhubungan dengan kesehatan emosi dan penyesuaian emosi. Kesehatan fisik dapat diperoleh dengan istirahat yang cukup serta membiasakan hidup teratur dalam segala hal”.
Adapun faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi menurut
Elizabeth B Hurlock adalah:
a. Kematangan emosi, seseorang dikatakan matang emosinya apabila ia
mampu bertindak sesuai dengan usianya, dan menggunakan pikirannya
sebelum bereaksi atau bertindak. Orang yang matang emosinya tidak
“meledakkan” emosinya dihadapan orang lain, melainkan menunggu
saat dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dan
seseorang yang matang emosinya juga mampu menilai situasi secara
kritis sebelum bereaksi secara emosional, memiliki reaksi emosi yang
stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana
hati yang lain.
b. Kontrol emosi atau pengendalian emosi, seseorang dikatakan dapat
mengontrol emosinya apabila ia dapat mengarahkan energi emosi ke
saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial.
Adapun keadaan yang menunjukkan kurang kontrol emosi adalah
kemarahan yang hendak meledak-ledak yang ditunjukkan dalam tingkah
lakunya. Misalnya membanting barang, berkelahi dan sebagainya.
c. Adekuasi emosi, seperti cinta kasih, simpati altruis (senang menolong
orang lain), bersikap hormat atau menghargai orang lain.41
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hal yang
mempengaruhi kestabilan emosi adalah:
40 Scheneiders Alexander, Personal Adjustment And Mental Health (New York: Halt
Rinchart and Winston, 1964), hlm. 434. 41 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Op. Cit., hlm. 213.
23
a. Faktor dari dalam individu, kondisi fisik, maupun psikis individu.
b. Faktor dari luar individu, yang termasuk faktor dari luar seperti
lingkungan tempat tinggal individu, seberapa besar pesan tersebut
membuat ketenteraman dan kenyamanan dalam hidupnya.
c. Faktor pengalaman, kematangan emosi yang dimiliki individu akan mencapai kesempurnaan bila usia atau pengalaman hidupnya sudah lama.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kestabilan
emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengontrol emosinya dengan
baik dalam menghadapi situasi tertentu. Sehingga seseorang dapat berfikir
dan bertindak secara wajar dan tidak berlebihan dalam mengekspresikan
emosi dan memperoleh keadaan yang seimbang antara psikis dan fisik
walaupun dihadapkan pada tekanan hidup baik yang ringan atau yang
berat. Dengan demikian seseorang dapat mengontrol dan mengarahkan
tingkah lakunya dengan baik.
8. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar.
Prestasi berarti hasil yang telah dicapai.42 Menurut W.S. Winkel
belajar merupakan suatu proses psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif subyek dengan lingkungannya dan menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman ketrampilan
nilai-nilai yang bersifat konsisten dan menetap.43
Menurut Sutratinah Tirtonegoro Prestasi adalah penilaian hasil
usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka
huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah
dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.44
42 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, Jakarta, 1989), hlm. 700. 43 W.S. Winke, Psikologi Pengajaran (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), hlm. Hlm. 36. 44 Sutrahnah Tirtonegoro, Anak Supernormal dan Program Pendidikannya (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2001), hlm. 43.
24
Berkaitan dengan prestasi belajar, di bawah ini merupakan
pendapat para ahli tentang belajar yaitu:
Menurut Slameto belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.45
Clifford T. Morgan mengemukakan bahwa belajar adalah
“Learning is any relatively Permanent change in behaviour that is
result of past experience”.
Artinya Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang
merupakan hasil dari pengalaman lalu.46
Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia menyebutkan belajar
adalah proses pengalaman, perubahan tingkah laku (perilaku)
berbentuk kegiatan yang dapat atau tidak dapat diamati.47
Sumadi Suryabrata mengemukakan; 1) bahwa belajar itu
membawa perubahan, 2) bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah
didapatkan kecakapan baru, 3) bahwa perubahan terjadi karena usaha
(dengan disengaja).48
Belajar merupakan proses perubahan yang tidak hanya
berkaitan dengan penambahan ilmu tetapi juga mencakup segala aspek
organisme dan tingkah laku pribadi seseorang. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa belajar sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga psikis
untuk menuju perkembangan manusia seutuhnya. Yang berarti
menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa atau dalam dunia pendidikan
disebutkan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
45 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 2.
46 Clittord T. Morgan, Introduction to Psychology, The Mc. Grow Hill Book Company (New York, 1961), hlm. 187.
47 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 3 (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990, hlm. 246.
48 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 232.
25
Jadi seseorang dinyatakan telah belajar apabila telah menjadi
perubahan tingkah laku pada dirinya. Perubahan tingkah laku ini
berkenaan dengan penguasaan pengetahuan baru atau penambahan
pengetahuan yang ada sebelumya (aspek kognitif), penguasaan
ketrampilan baru atau penyempurnaan ketrampilan yang telah
dikuasainya serta sikap atau minat yang telah dimiliki sebelumnya
(aspek psikomotorik atau efektif).
Dari pengertian tersebut maka selanjutnya akan diberikan
pengertian prestasi belajar yaitu kemampuan yang diperoleh anak
setelah melalui kegiatan belajar.49 Prestasi belajar adalah hasil dari
pengukuran serta penilaian usaha belajar.50 Dari beberapa pengertian
diatas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil
yang telah dicapai dari latihan atau pengalaman kegiatan belajar
melalui pengukuran serta penilaian usaha belajar.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Dalam kaitannya dengan prestasi belajar maka tidak akan lepas
adanya beberapa faktor yang mempengaruhi seperti halnya seorang
siswa yang telah mendapatkan prestasi belajar yang baik biasanya
dipengaruhi adanya faktor-faktor tertentu sehingga ia menjadi pandai.
Syeikh Az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul–Muta’alim, menyatakan:
حرص ن ذكاء واجموعها ببي مة سئانبك عنتس بعلم إال الال تنالالأ
واصطبار وبلغة وإرشاد أستاد وطول زمان
Artinya: “Ingatlah tidak akan sekali-sekali berhasil (mendapatkan ilmu) kecuali dengan enam syarat akan kututurkan kepadamu agar jelas semuanya yaitu kecerdasan, minat, kesabaran, fasilitas, petunjuk guru, lamanya waktu (dalam belajar).”51
49 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Abak Berkesulitan Belajar (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, tth), hlm. 37. 50 Sutratinah Tirtonegoro, Anak Supenormal dan Program Pendidikannya (Jakarta: PT.
Bina Aksara, tth), hlm. 433. 51 Syeikh Az-Zarnuji, Ta’limul–Muta’ali, (Semarang: Pustaka Alawiyah, t.th), hlm. 15.
26
Berdasarkan pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar itu antara lain:
a. Kecerdasan
b. Minat
c. Kesabaran
d. fasilitas
e. petunjuk guru
f. lamanya waktu belajar
Berbedanya kemampuan juga merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan berbedanya prestasi.52 Maksudnya kemampuan
seseorang dalam menangani tugas-tugas tertentu.
Faktor-faktor lain yang berpengaruh adalah:
a. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar, dan ini
digolongkan menjadi dua, yaitu:
1) Faktor-faktor non sosial
Kelompok faktor-faktor ini boleh juga tak terbilang jumlah
seperti: keadaan udara, suhu, cuaca, waktu, tempat dan alat-alat
yang digunakan untuk belajar
2) Faktor-faktor sosial
Yang dimaksud dengan faktor sosial disini adalah faktor manusia
(sesama manusia), kehadiran orang atau orang-orang lain pada
waktu seseorang sedang belajar. Dapat mengganggu belajar
seseorang itu, misalnya kalau satu kelas murid sedang
mengerjakan ujian, lalu terdengar banyak anak-anak lain
bercakap-cakap di samping kelas, hal tersebut dapat mengganggu
konsentrasi dan akan berpengaruh dengan hasil prestasi belajar.
b. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar, dan inipun
dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:
52 Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: BPFE, 1990), hlm. 84.
27
1) Faktor-faktor fisiologis
a) Keadaan jasmani pada umumnya
Keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dari pada
yang tidak lelah.
b) Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama fungsi-
fungsi panca indera.
2) Faktor-faktor Psikologis
Faktor psikologis yang perlu diperhatikan adalah hal
yang mendorong aktivitas, seperti adanya keinginan, motif dan
cita-cita.53
Bimo walgito mengemukakan bahwa untuk
mendapatkan hasil belajar atau prestasi yang sebaik-baiknya,
maka harus memperhatikan beberapa faktor diantaranya faktor
psikis. Hal senada juga dikemukakan oleh Mustaqim bahwa
faktor psikis mempunyai peran yang sangat menentukan di
dalam belajar, karena kegiatan belajar lebih banyak
berhubungan dengan aktivitas jiwa.54 Faktor yang perlu
diperhatikan dalam hal ini adalah individu harus mempunyai
kesiapan mental. Dalam perbuatan belajar dan menghadapi test
kesiapan ini akan mempengaruhi soal:
a) Motif
Motif adalah suatu kekuatan yang terdapat dalam diri
organisme yang menyebabkan organisme itu bertindak atau
berbuat, dorongan ini tertuju kepada suatu tujuan tertentu.55
53 Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),
hlm. 233-236. 54 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka pelajar Offset Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2001), hlm. 71–72. 55 Bimo Walgito, Pengantar Psikolog Umum (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), hlm. 149.
28
Dengan motif yang kuat dari diri siswa ia akan berusaha
untuk dapat berprestasi dengan sebaik-baiknya.56
b) Minat
Bahan pelajaran yang menarik minat atau keinginan anak
akan dapat dipelajari oleh anak dengan sebaik-baiknya.57
c) Konsentrasi perhatian
Agar prestasi dapat dicapai dengan sebaik-baiknya, maka
diperlukan adanya konsentrasi yang cukup baik terhadap
materi yang dipelajarinya.
Seluruh perhatian harus dicurahkan kepada apa yang harus
dipelajarinya. Bila tidak ada konsentrasi maka dapat
diyakinkan apa yang dipelajarinya itu tidak akan mencapai
hasil yang sebaik-baiknya. Banyak anak yang kelihatannya
belajar, tetapi karena perhatiannya tidak dikonsentrasikan
kepada apa yang dipelajari, maka ia tidak tahu apa yang
dipelajari itu, sehingga berpengaruh dengan anak tidak bisa
mengerjakan tes dan prestasi belajarnya.
d) Pribadi yang seimbang
Bila siswa telah memiliki pribadi yang seimbang, maka
siswa akan dapat menyesuaikan terhadap sekitarnya dengan
baik. Bila keadaan pribadinya terganggu terutama dalam
segi emosinya, siswa yang tidak begitu stabil emosinya, hal
ini akan dapat mengganggu belajarnya. Sebaliknya siswa
yang emosinya dalam keadaan stabil sangat menolongnya
dalam perbuatan belajar sehingga perasaan dengan
intensitas yang sangat tinggi sehingga pribadi kehilangan
kontrol yang normal terhadap dirinya misalnya takut,
56 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah (Yogyakarta: Andi Offset,
1993), hlm. 122-123. 57 Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),
hlm. 233–236.
29
marah, bingung, putus asa, atau sangat gembira, hal ini
sangat menghambat proses belajar dan akan berpengaruh
dengan prestasi belajarnya.58 Maka siswa akan Mendapat
gangguan. Sehingga hal ini akan mempengaruhi individu
dalam menghadapi segala persoalan, termasuk didalamnya
test atau ujian.
e) Kepercayaan diri, yaitu kepercayaan diri bahwa dirinya
juga mempunyai kemampuan seperti teman-temannya
untuk mencapai prestasi baik.
f) Disiplin diri, ini merupakan disiplin terhadap diri sendiri
g) Inteligensi
Faktor psikologis adalah faktor yang berpengaruh besar
terhadap kemajuan belajar anak. Bilamana pembawaan
intelligensi anak memang rendah, maka anak akan sukar
untuk mengerti apa yang dipelajarinya. Dan tentu saja
sangat mempengaruhi prestasi belajarnya.
h) Ingatan
Ingatan sangat penting, dengan apa yang dipelajari, tetap
tinggal dalam ingatan siswa akan dapat mengerjakan test.59
9. Pengukuran Prestasi Belajar Siswa
Pengukuran atau evaluasi mengandung dua istilah, yaitu
pengukuran dan penilaian, pengukuran adalah penilaian yang bersifat
kuantitatif, membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran
memungkinkan guru untuk membandingkan prestasi belajar seorang siswa
pada mata pelajaran tertentu dengan suatu standar ukuran atau
membandingkan dengan prestasi belajar siswa-siswa yang lain.60
58 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, Op. Cit., hlm. 76. 59 Bimo Walgito, Op. Cit., hlm. 123-123. 60 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bina Aksara, 1988),
hlm. 3.
30
Untuk mengukur keberhasilan siswa memerlukan alat ukur, yaitu
test. Fungsi test adalah untuk mengukur siswa dan untuk mengukur
program pengajaran.61
Menurut Suharsimi Arikunto, test untuk mengukur prestasi belajar
siswa dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Test diagnostik
Test diagnostik adalah test yang digunakan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-
kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
b. Test formatif
Test formatif diberikan pada akhir setiap program, test formatif dapat
disamakan dengan ulangan harian.
c. Test sumatif
Test sumatif diselenggarakan pada akhir seluruh kegiatan belajar. Test
sumatif biasanya dilaksanakan pada akhir semenster.62
Dengan demikian pengukuran prestasi belajar dilakukan dengan
alat ukur yaitu test yang dilaksanakan pada kegiatan belajar mengajar baik
di awal maupun di akhir.
10. PAI (Pendidikan Agama Islam)
a. Pengertian PAI (Pendidikan Agama Islam)
Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang
dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk
meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.63
Prof. Dr. Achamdi berpendapat bahwa Pendidikan Agama Islam
adalah usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan
61 Ibid., hlm. 30. 62 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hlm. 30-39. 63 Abdul Majid, Dian Nasution, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi
(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 132.
31
fitrah keberagamaan (religiositas) subyek didik agar lebih memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Implikasi dari
pengertian ini, pendidikan agama Islam merupakan komponen yang
tidak terpisahkan dari sistem pendidikan Islam. Bahkan tidak berlebihan
dikatakan bahwa Pendidikan Agama Islam berfungsi sebagai jalur
pengintegrasian wawasan Agama Islam dan harus sudah dilaksanakan
sejak anak masih kecil melalui keluarga, sebelum anak memperoleh
pendidikan atau pengajaran ilmu yang lain.64
Azizy (2002) juga dikutip dalam buku Pendidikan Agama
Islam berbasis kompetensi mengemukakan bahwa esensi pendidikan
yaitu adanya proses transfer nilai, pengetahuan, dan ketrampilan dari
generasi tua kepada generasi muda agar generasi muda mampu
menjalani hidup. Pendidikan Islam mencakup dua hal; a) mendidik
siswa untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai agama atau akhlak
Islam; b) mendidik siswa siswi untuk mempelajari materi ajaran Islam.
Subyek berupa pengetahuan tentang ajaran Islam.65
Pendidikan agama Islam sebagai salah satu mata pelajaran di
sekolah mempunyai peranan penting dan strategis dalam rangka
pembentukan moral, akhlak dan etika peserta didik.66
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam secara keseluruhannya
dalam lingkup al-Qur’an dan al-Hadits, keimanan, akhlak, fiqh/ibadah, dan
sejarah, sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama
Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan
hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia,
makhluk lainnya maupun lingkungannya (hablun Minallah wal hablun
minannas).67
64 Akhmadi, Idiologi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 30. 65 Abdul Majid, Dian Andayani, Op. Cit., hlm. 131. 66 Depag RI, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Kendalikan
Mutu Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Direktorat Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2001), hlm. 1.
67 Abdul Majid, Dian Andayani, Op. Cit., hlm. 131.
32
b. Dasar-dasar PAI
1) Dasar yuridis
Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam berasal dari
perundang-undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi
pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah secara
formal. Pasal yuridis formal tersebut terdiri dari tiga macam yaitu:
a) Dasar Ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila, sila pertama:
Ketuhanan Yang Maha Esa.
b) Dasar Struktural/konstitusional, yaitu UUD’45 dalam bab XI
Pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi; 1) negara berdasarkan
atas Ketuhanan Yang Maha Esa, 2) Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama
masing-masing dan beribadah menurut Agama dan
Kepercayaannya.
c) Dasar Operasional. Yang dimaksud dasar operasional di sini
adalah dasar yang secara langsung mengatur pendidikan agama
di sekolah-sekolah. Sebagaimana yang disebutkan dalam UU
SISDIKNAS Pasal 37 terutama ayat (1) & (2) yang pada
pokoknya dinyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama
dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari
sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri.
2) Dasar Religius
Yang dimaksud dengan dasar religius adalah dasar yang
bersumber dari ajaran Islam. Menurut ajaran Islam pendidikan
agama adalah perintah Tuhan dan merupakan perwujudan ibadah
kepadanya.68 Dalam al-Qur’an banyak ayat yang menunjukkan
perintah tersebut, antara lain:
QS. Ali Imron: 104
68 Ibid, hlm. 132-133.
33
ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن
}104{ وأولـئك هم المفلحون المنكر
Artinya: Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.69
3) Dasar Psikologis
Psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek
kejiwaan kehidupan bermasyarakat, hal ini didasarkan bahwa
dalam hidupnya, manusia baik sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang membuat
hatinya tidak tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan
adanya pegangan hidup yaitu agama.
Berdasarkan uraian diatas bahwa untuk membuat hati
tentang dan tenteram ialah dengan jalan mendekatkan diri kepada
Tuhan70 Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-
Raad. Ayat 28 yaitu:
QS. Ar-Raad ayat 28
لوب الذين آمنوا وتطمئن قلوبهم بذكر الله أال بذكر الله تطمئن الق
Artinya: Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah SWT. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hatinya menjadi tentram (QS. Al-Raad: 28).71
c. Fungsi PAI
Fungsi utama pendidikan Islam dilihat dari segi sosiologis dan
antropologi. Adalah untuk menumbuhkan kreativitas peserta didik dan
menanamkan nilai-nilai yang baik. Karena itu tujuan akhir pendidikan
adalah untuk mengembangkan potensi kreatifitas peserta didik agar
69 Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 93. 70 Abdul Majid, Dian Andayani, Op. Cit., hlm. 133-134. 71 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Op. Cit., hlm. 373.
34
menjadi manusia yang baik menurut pandangan manusia dan Tuhan
Yang Maha Esa.72
Kurikulum Pendidikan Agama Islam untuk sekolah/Madrasah
berfungsi sebagai berikut:
1) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan
peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam
lingkungan keluarga.
2) Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
3) Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial
dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
4) Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik
dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam
kehidupan sehari-hari.
5) Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dan
lingkungannya atau budaya lain.
6) Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum
(alam nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.
7) Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki
bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat
berkembang secara optimal.73
d. Tujuan PAI
Tujuan artinya sesuatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai
dengan suatu usaha.74 Tujuan pendidikan biasanya menghantarkan
siswa menuju pada perubahan tingkah laku, perubahan itu tercermin
72 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 59.
73 Abdul Madji, Dian Andayani, Op. Cit., hlm. 134. 74 Zakiyah Daradjat, dkk, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara,
1996), hlm. 72.
35
baik dari segi intelek, moral maupun hubungan dengan sosial untuk
mencapai tujuan tersebut siswa dalam lingkungannya sekolah akan
dibimbing dan diarahkan oleh guru maupun siswa berperan aktif.75
Pendidikan agama Islam di sekolah/Madrasah bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman
peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim
yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa
dan bernegara.
Makna dan tujuan agama Islam harus mengacu pada
penanaman nilai-nilai Islam dan tidak melupakan etika sosial atau
moralitas sosial.76
Dari berbagai uraian mengenai prestasi belajar PAI siswa di
atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar PAI siswa adalah suatu
kecakapan baru yang diperoleh siswa setelah proses belajar yang
khususnya mata pelajaran PAI yang dinyatakan dengan penilaian.
B. Kajian Penelitian Yang Relevan
Berkaitan dengan topik permasalahan tersebut, peneliti hendak
mengkaji dan meneliti tentang kestabilan emosi dengan prestasi belajar PAI
siswa di SMP Hj. Isriati Baiturrahman Semarang. Akan tetapi disadari betul
bahwa penulisan yang dilakukan bukan suatu yang baru, memang telah ada
peneliti yang meneliti tentang prestasi belajar PAI siswa namun dalam
pembahasannya mereka mempunyai sudut pandang yang berbeda dengan
yang penulis kemukakan.
Baharudin (NIM 4195038) menulis penelitian mengenai hubungan
motivasi belajar dengan prestasi belajar PAI siswa Program Paket B di
Sanggar Belajar (SKB) Kendal tahun 2000–2001. Ia memaparkan bahwa ada
hubungan positif antara motivasi belajar dengan prestasi belajar pendidikan
75 Fatah Syukur, Teknologi Pendidikan (Semarang: Rasail, 2005), hlm. 126. 76 Abdul Majid, Dian Andayani, Op. Cit., hlm. 135-136.
36
Agama Islam siswa program paket B di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)
Kendal dapat diterima. Maka dengan kata lain bahwa hubungan antara
motivasi belajar dengan prestasi belajar pendidikan agama Islam berpengaruh.
Hubungan tersebut merupakan hubungan sebab akibat, sehingga dapat
dikatakan bahwa apabila belajar disertai dengan motivasi belajar yang besar
maka akan memperoleh prestasi yang baik. Dengan kata lain makin tinggi
motivasi belajar siswa makin tinggi pula prestasi belajar pendidikan Agama
Islam yang diperolehnya.
Mafthukhatul Laili Indah (NIM 3199097) dalam karya ilmiahnya yang
berjudul Hubungan Kematangan Emosi Dengan Perilaku Keagamaan Siswa di
SMP Negeri II Brebes. Penelitian ini mengidentifikasikan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan perilaku
keagamaan siswa di SMP tersebut, karena semakin matang emosinya, maka
semakin baik perilaku keagamaannya, dan sebaliknya semakin tidak matang
emosi anak maka semakin buruk perilaku keagamaannya. Atau dengan adanya
kematangan emosi, maka seorang anak diharapkan sudah memiliki kesadaran
yang tinggi dalam berbagai hal, tentunya dalam melaksanakan kewajibannya
dengan hamba Allah yang taqwa dan sebagai manusia yang berakhlak mulia.
Dari penelitian yang dilakukan tersebut di atas sekilas memang ada
hubungan dengan permasalahan yang akan penulis kaji. Namun dalam skripsi
ini penulis menekankan pada hubungan antara kestabilan emosi dengan
prestasi belajar PAI siswa.
Dalam penelitian ini penulis mengemukakan bahwa emosi adalah
kemampuan seseorang untuk mengontrol emosinya dengan baik dalam
menghadapi situasi tertentu. Sehingga seseorang dapat berfikir dan bertindak
secara wajar dan tidak berlebihan dalam mengekspresikan emosi dan
memperoleh keadaan yang seimbang antara psikis dan fisik walaupun
dihadapkan pada tekanan hidup baik yang berat atas yang ringan. Dengan
demikian seseorang dapat mengontrol dan mengarahkan tingkah lakunya
dengan baik.
37
Siswa yang penulis teliti rata-rata berusia 14 tahun hal ini menandakan
anak itu sudah mulai matang dan stabil emosinya sehingga dalam menjalani
kehidupan sehari-hari, anak sudah mulai tumbuh kematangan emosinya.
Sehingga emosinya menjadi stabil untuk dapat mengontrol emosinya
walaupun dalam prosentase yang sedang.
Dengan memiliki kestabilan emosi yang tinggi, maka anak dapat
mengontrol emosinya dalam perbuatan belajar dan dalam mengerjakan tes
semester sehingga anak akan menghasilkan prestasi belajar yang baik. Prestasi
belajar yang penulis tekankan yaitu pada mata pelajaran PAI.
Oleh karena itu dengan adanya kestabilan emosi, maka seorang anak
diharapkan sudah mempunyai atau memiliki kesadaran yang tinggi dalam
mengontrol emosinya dalam menghadapi berbagai hal termasuk yang
berhubungan dengan prestasi belajar anak tersebut.
C. Pengajuan Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah
penelitian yang kebenarannya masih harus di uji secara empiris.
Dalam penelitian ini yang peneliti jadikan hipotesis adalah “ada
hubungan antara kestabilan emosi dengan prestasi belajar PAI siswa artinya
semakin stabil emosinya, maka semakin baik prestasi belajarnya, dan
sebaliknya semakin tidak stabil emosi anak, maka semakin buruk prestasi
belajarnya”.
Prestasi belajar siswa adalah hasil yang diperoleh berupa perubahan
tingkah laku dari dalam siswa sebagai hasil dari aktifitas dalam belajar.
Prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya keadaan psikis
siswa. Keadaan psikis yang terganggu menjadikan emosi tidak stabil, seperti
cemas, gugup, tidak tenang. Kestabilan emosi sangat mempengaruhi pikiran
dan perasaan. Kestabilan emosi adalah kemampuan seseorang untuk
mengontrol emosinya dengan baik dalam menghadapi situasi tertentu
sehingga seseorang dapat berfikir dan bertindak secara tepat, wajar, dan tidak
38
berlebihan dalam mengekspresikan emosinya. Sehingga diperoleh keadaan
yang seimbang antara psikis dan fisik.
Siswa yang emosinya stabil dapat menghadapi persoalan dengan hati
tenang, sehingga penganalisaan terhadap persoalan dapat dilakukan. Begitu
juga saat mengerjakan tes semester. Dengan demikian siswa dapat
menghasilkan prestasi yang tinggi.
Berdasarkan kerangka berfikir di atas dapat dirumuskan hipotesa, yaitu
ada hubungan antara kestabilan emosi dengan prestasi belajar siswa.