hubungan antara kestabilan emosi dan...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DAN PENERIMAAN DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL
PADA REMAJA
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi
Oleh :
Ulva Ulandari G0106094
Pembimbing
1. Dra. Salmah Lilik, M.Si.
2. Rin Widya Agustin, M.Psi.
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi
saya ini, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengamatan dan
pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dipergunakan dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak
sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya
dicabut.
Surakarta, Januari 2011
Ulva Ulandari
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
MOTTO
-orang mdak げenyadari betapa dekatnya
(Thomas Alva Edison)
yakinlah besok kita menjadi pemain,
dan berusahalah lusa kita
(Penulis)
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh hormat, cinta dan kasih sayang,
karya ini kupersembahkan kepada
Bapak & Ibuku, sumber Kasih Sayang
kakak-kakakku sumber motivasi,
teman-temanku, sumber keindahan hidup dan keceriaan,
dan almamaterku, batu pijakan untuk melompat lebih tinggi.
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur batas segala limpahan rahmat, nikmat dan hidayah Allah SWT,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai syarat mendapatkan gelar
Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Pendidikan Strata I Psikologi dengan
Kecemasan Komunikasi Interpersonal pada Rema
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan, bantuan, dorongan dan doa dari berbagai pihak oleh karena itu penulis
mengucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. AA. Subiyanto, MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Dra. Salmah Lilik, M.Si., selaku pembimbing I atas bimbingan, saran
dan kritik yang sangat bemanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Rin Widya Agustin, M.Psi., selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, saran dan kritik yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi
ini.
5. Ibu Dra. Suci Murti Karini, M.Si., selaku penguji I yang telah memberikan
waktu dan kritik yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini.
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
6. Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi., selaku penguji II, yang telah
memberikan waktu dan saran yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi
ini.
7. Bapak Drs. Suranto, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Boyolali
yang telah memberikan ijin bagi peneliti sehingga dapat melakukan penelitian
di SMA tersebut.
8. Ibu Dra. Sri Maryanti selaku pembimbing lapangan dan seluruh TU SMA N 1
Boyolali, atas waktu dan bantuan yang diberikan kepada peneliti sehingga
penelitan menjadi lancar.
9. Seluruh staff Program Studi Psikologi yang telah membantu peneliti dalam
mengurus administrasi.
10. Semua siswa siswi SMA N 1 Boyolali yang telah memberikan bantuannya.
11. Bapak, ibu, kakak-kakakku dan mas Dirham, yang telah memberikan do a,
dukungan, kasih sayang dan nasihat sehingga peneliti mampu menyelesaikan
skripsi ini, serta ponakan-ponakan kecilku Refa, Farrel dan Zahra terimakasih
atas keceriaan yang diberikan.
12. Terimakasih untuk sahabat-sahabatku (mbak Nuzul, Siti, Putri, Vina, Tanti,
Febi) dan teman-teman Psikologi angkatan 2006 yang telah banyak
memberikan bantuan dan keceriaannya yang tak bisa terlupakan.
Surakarta, 17 Januari 2011
Penulis
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DAN PENERIMAAN DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL
PADA REMAJA
Ulva Ulandari G0106094
Kecemasan komunikasi interpersonal merupakan permasalahan yang dapat terjadi dalam kegiatan komunikasi setiap individu, tidak terkecuali pada remaja. Hal ini menyebabkan minimnya partisipasi remaja dalam kegiatan komunikasi dan merupakan kondisi yang tidak kondusif bagi perkembangan sosial pada remaja. Kestabilan emosi dan penerimaan diri merupakan faktor personal yang dimungkinkan dapat mempengaruhi kecemasan komunikasi interpersonal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja. Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMA N 1 Boyolali, diambil dengan teknik cluster random sampling. Data diambil dengan menggunakan Skala Kestabilan Emosi, Skala Penerimaan Diri dan Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi ganda.
Analisis data menunjukkan nilai F=32,93; p<0,05 dan nilai R=0,667. Ini berarti ada hubungan kuat dan signifikan antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal. Analisis data juga menunjukkan nilai rx1y=-0,428; p<0,05, artinya ada korelasi negatif yang signifikan antara kestabilan emosi dengan kecemasan komunikasi interpersonal, semakin tinggi kestabilan emosi semakin rendah kecemasan komunikasi interpersonalnya, sebaliknya semakin rendah kestabilan emosi maka semakin tinggi kecemasan komunikasi interpersonalnya. Nilai rx2y=-0,538; p<0,05, artinya ada korelasi negatif yang signifikan antara penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal, semakin tinggi penerimaan diri semakin rendah kecemasan komunikasi interpersonalnya, sebaliknya semakin rendah penerimaan diri maka semakin tinggi kecemasan komunikasi interpersonalnya.
Dari hasil tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Sumbangan efektif kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal dapat dilihat dari koefisien determinan (R2)sebesar 0,445 atau 44,5%, terdiri dari sumbangan efektif kestabilan emosi sebesar 16,95% dan sumbangan efektif penerimaan diri sebesar 27,55%. Ini berarti masih terdapat 55,5% faktor lain yang mempengaruhi kecemasan komunikasi interpersonal selain kestabilan emosi dan penerimaan diri. Kata kunci: kestabilan emosi, penerimaan diri dan kecemasan komunikasi
interpersonal.
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL STABILITY AND SELF ACCEPTANCE WITH ANXIETY OF INTERPERSONAL
COMMUNICATION IN ADOLESCENTS
Ulva Ulandari G0106094
Anxiety of interpersonal communication is a problem that can be occur in the communication activities of each individual, no exception in adolescents. This is causes the lack of participation in communication activities and a condition that not conducive for social development in adolescents. Emotional stability and self acceptance are the personal factors that possible to influence the anxiety of interpersonal communication. This study aimed to find out the correlation between emotional stability and self acceptance with anxiety of interpersonal communication in adolescents. The subject of this study were students from Xth grade of SMA N 1 Boyolali taken by cluster random sampling technique. The data were collected using Emotional Stability Scale, Self Acceptance Scale and Anxiety of Interpersonal Communication Scale. The data were analyzed by multiple regression analyzed technique. Data analize showed that the value of F=32,93; p<0,05 and the value of R=0,667. This means there are strong and significanct correlation between emotional stability and self acceptance with anxiety of interpersonal communication. Data analize also showed the value of rx1y=-0,428; p<0,05, this means there are negative and significant correlation between emotional stability with anxiety of interpersonal communication, the higher of emotional stability the lower his or her anxiety of communication interpersonal and the other way the lower of emotional stability the higher his or her anxiety of interpersonal communication. The value of rx2y = -0,538; p<0,05, this means there are negative and significant correlation between self acceptance with anxiety of interpersonal communication, the higher of self acceptance, the lower his or her anxiety of communication interpersonal and the other way the lower of self acceptance, the higher his or her anxiety of interpersonal communication. From the result we can conclude that the hipothesis of this study received. Effective contribution of emotional stability and self acceptance to the anxiety of interpersonal communication can be seen from the determinant coefficient (R2)=0,445 or 44,5%, consist of effective contibution of emotional stability=16,95% and the effective contribution of self acceptance=27,55%. This means there are still 55,5% of the other factors that influence the anxiety of interpersonal communication in addition to emotional stability and self acceptance. Keywords: emotional stability, self acceptance, anxiety of interpersonal
communication
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................ ........................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................... iv
MOTTO .................................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................ .................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................... vii
ABSTRAK ................................................................................................. ix
ABSTRACT ............................................................................................... x
DAFTAR ISI ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN .... ................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 8
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................. 10
A. Kecemasan Komunikasi Interpersonal ................................. 10
1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal................ 10
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
a. Pengertian Kecemasan ....................................... ......... 10
b. Pengertian Komunikasi Interpersonal ........................... 12
c. Kecemasan Komunikasi Interpersonal ........................... 13
2. Aspek-aspek Kecemasan Komunikasi Interpersonal ........... 15
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Komunikasi Interpersonal ................................................. 17
B. Kestabilan Emosi .................................................................. 21
1. Pengertian Kestabilan Emosi ............................................ 21
2. Aspek-aspek Kestabilan Emosi ........................................ 23
C. Penerimaan Diri ................................................................... 25
1. Pengertian Penerimaan Diri ............................................. 25
2. Aspek-aspek dan Ciri-ciri Penerimaan Diri ...................... 27
3. Proses Terbentuknya Penerimaan Diri ................................ 30
4. Manfaat Penerimaan Diri...................................................... 31
D. Hubungan antara Kestabilan Emosi dan Penerimaan Diri
dengan Kecemasan Komunikasi Interpersonal pada Remaja 32
E. Kerangka Pemikiran .............................................................. 36
F. Hipotesis ................................................................................ 37
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 38
A. Identifikasi Variabel Penelitian ............................................. 38
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian .............................. 38
C. Populasi, Sampel dan Sampling ............................................ 40
D. Metode Pengumpulan Data ................................................... 41
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
E. Validitas dan Reliabilitas ....................................................... 44
F. Metode Analisis Data ............................................................ 45
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian ............................................................... 46
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ............................ 46
2. Persiapan Penelitian ........................................................ 49
3. Pelaksanaan Uji Coba ..................................... ............... 51
4. Uji Validitas dan Reliabilitas .......................... ............... 51
5. Penyusunan Alat Ukur Penelitian ............................... ... 56
B. Pelaksanaan Penelitian ........................................................... 58
1. Penentuan Subjek Penelitian ......................................... 58
2. Pengumpulan Data .......................................................... 59
3. Pelaksanaan Skoring ....................................................... 59
C. Analisis Data dan Interprestasi .............................................. 60
1. Uji Asumsi Dasar ............................................................ 60
2. Uji Asumsi Klasik ........................................................... 62
3. Uji Hipotesis ................................................................... 66
4. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif ................... 69
5. Hasil Analisis Deskriptif ................................................. 70
D. Pembahasan ........................................................................... 73
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................... 80
B. Saran ..................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 83
LAMPIRAN ............................................................................................... 87
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
DAFTAR TABEL
1. Distribusi Skor Skala................................................................................ .. 41
2. Blue Print Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal ........................... 42
3. Blue Print Skala Kestabilan Emosi ............................................................ 43
4. Blue Print Skala Penerimaan Diri .............................................................. 44
5. Jumlah Siswa SMA N 1 Boyolali ............................................................ .. 49
6. Distribusi Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal yang Valid dan
Gugur.. ..
7. Distribusi Skala Kestabilan Emosi yang Valid dan Gugur ...................... . 53
8. Distribisi Skala Penerimaan Diri yang Valid dan Gugur.......................... . 54
9. Distribusi Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal
untuk Penelitian ....................................................................................... 56
10. Distribusi Skala Kestabilan Emosi untuk Penelitian ............................... . 57
11. Distribusi Skala Penerimaan Diri untuk Penelitian ................................. . 58
12. Uji Normalitas ......................................................................................... . 60
13. Uji Linieritas ............................................................................................ 61
14. Uji Multikolineraitas ................................................................................ 63
15. Uji Autokorelasi ....................................................................................... 65
16. Hasil Uji F ................................................................................................ 66
17. Hasil Analisis Korelasi Ganda ................................................................. 67
18. Korelasi antara Kestabilan Emosi dengan Kecemasan Komunikasi
Interpersonal ................................................. ............................................ 68
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
19. Korelasi antara Penerimaan Diri dengan Kecemasan Komunikasi
Interpersonal ............................................................................................. 69
20. Deskripsi Data Penelitian 70
21. Kriteria Kategori Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal dan
Distribusi Skor Subjek .............................................................................. 71
22. Kriteria Kategori Skala Kestabilan Emosi dan Distribusi Skor Subjek..... 72
23. Kriteria Kategori Skala Penerimaan Diri dan Distribusi Skor Subjek..... . 73
xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 36
2. Scatterplot ............................................................................................... 64
3. Pengujian Autokorelasi............................................................................ 65
xvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
DAFTAR LAMPIRAN
A. Alat Ukur Penelitian .................................................................................. 87
1. Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal Sebelum Uji Coba ......... 90
2. Skala Kestabilan Emosi Sebelum Uji Coba .......................................... 93
3. Skala Penerimaan Diri Sebelum Uji Coba ............................................ 96
B. Data Uji Coba Skala Penelitian ............................................................... 100
1. Data Uji Coba Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal ............... 101
2. Data Uji Coba Skala Kestabilan Emosi ................................................ 109
3. Data Uji Coba Skala Penerimaan Diri .................................................. 117
C. Uji Daya Beda Aitem & Reliabilitas Skala Penelitian .............................. 125
1. Uji Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Skala Kecemasan Komunikasi
Interpersonal ......................................................................................... 126
2. Uji Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Skala Kestabilan Emosi .......... 128
3. Uji Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Skala Penerimaan Diri ............ 130
D. Alat Ukur Penelitian .................................................................................. 132
1. Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal penelitian ....................... 134
2. Skala Kestabilan Emosi ........................................................................ 137
3. Skala Penerimaan Diri .......................................................................... 140
E. Data Penelitian .......................................................................................... 143
1. Data Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal .............................. 144
2. Data Skala Kestabilan Emosi ............................................................... 152
3. Data Skala Penerimaan Diri .................................................................. 160
xviii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
F. Analisis Data Penelitian ............................................................................ 165
1. Hasil Analisis Deskriptif ..................................................................... 166
2. Uji Normalitas ...................................................................................... 166
3. Grafik Normalitas Kecemasan Komunikasi Interpersonal ................... 166
4. Grafik Normalitas Kestabilan Emosi .................................................... 167
5. Grafik Normalitas Penerimaan Diri ...................................................... 167
6. Uji Linieritas ......................................................................................... 168
7. Uji Multikolinearitas ............................................................................. 168
8. Uji Heteroskedastisitas .......................................................................... 169
9. Uji Autokorelasi .................................................................................... 169
10. Uji Hipotesis.......................................................................................... 170
11. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif ....................................... 171
G. Surat Ijin Penelitian dan Surat Tanda Bukti Penelitian ............................. 178
H. Dokumentasi .............................................................................................. 182
xix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak menjadi dewasa. Pada
masa ini remaja bukan lagi seorang anak, namun belum dapat dikatakan dewasa.
Tugas perkembangan pada masa ini dipusatkan pada penanggulangan sikap dan
pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk
menghadapi masa dewasa. Perkembangan yang dialami remaja ini menimbulkan
perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat
baru. Seiring perkembangannya tersebut, remaja mengalami perubahan secara
fisik, psikologis, maupun sosial. Dalam hal fisik remaja mengalami perubahan
pada tinggi badan, berat badan, proporsi tubuh, organ seks serta ciri-ciri sekunder,
yang dipengaruhi oleh seks dan usia kematangan yang banyak menimbulkan
keprihatinan bagi remaja laki-laki maupun perempuan karena tidak semua remaja
merasa puas dengan perubahan dan kondisi fisiknya (Hurlock, 1993).
Secara psikologis remaja mengalami perubahan dalam keadaan emosinya
dimana remaja mengalami badai
dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya (Mappiare, 1982). Pada masa
ini ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar
yang mengakibatkan sebagian besar remaja mengalami perubahan kondisi emosi
dari waktu ke waktu. Berkaitan dengan perubahan sosial, remaja cenderung
bergabung dan berinteraksi dengan kelompok sosialnya dengan melakukan
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
penyesuaian baru terhadap pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku
sosial, maupun dalam pengelompokkan sosial yang baru (Hurlock, 1993). Dalam
pergaulan remaja baik dengan teman sebaya maupun anggota kelompok yang
lainnya tersebut terjadi suatu komunikasi. Komunikasi merupakan hal penting
bagi remaja, hal itu sejalan dengan salah satu tugas perkembangan yang harus
dipenuhi salah satunya dapat memperluas hubungan antar pribadi dan
berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya, baik pria maupun
wanita (Soetjiningsih, 2007). Kendati komunikasi telah manjadi bagian dari
kehidupan sehari-hari, akan tetapi masih terdapat permasalahan atau hambatan
yang timbul salah satunya adalah kecemasan ketika melakukukan komunikasi,
tidak terkecuali pada remaja yang berstatus pelajar (Appolo, 2007).
Kecemasan dalam komunikasi dikenal dengan berbagai istilah oleh para
ahli. Burgoon dan Ruffner (1977) menyebut masalah dalam komunikasi tersebut
dengan dengan istilah communication apprehension yaitu istilah yang tepat untuk
menggambarkan reaksi negatif dalam bentuk kecemasan yang dialami seseorang
dalam pengalaman komunikasinya, baik itu kecemasan berbicara di muka umum
maupun kecemasan komunikasi interpersonal.
Daly dan McCroskey (1984) menjelaskan kecemasan komunikasi
interpersonal sebagai suatu ketakutan atau kecemasan dalam komunikasi baik
sedang berlangsung atau akan berlangsung, yang terjadi antar individu atau
beberapa individu. Kecemasan komunikasi interpersonal ini terjadi karena
kekhawatiran individu pada penilaian oranglain terhadap performancenya,
termasuk ketika berkomunikasi interpersonal. Sesuai dengan yang dikemukakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Naditch dan Morrisey (dalam Jersild 1978), bahwa kecemasan yang dialami
remaja muncul karena ketakutan atau keragu-raguan terhadap penilaian atau
evaluasi yang diberikan oleh oranglain pada dirinya.
Remaja yang mengalami kecemasan ketika melakukan komunikasi
interpersonal, tidak berani untuk berbicara bahkan ketika tidak setuju dengan
pendapat yang disampaikan orang lain. Keinginan untuk menyatakan
ketidaksetujuannya menjadi terhambat karena adanya ketakutan untuk
menyampaikan pendapat (Jersild, 1978). Remaja tersebut merasakan adanya
perubahan secara psikis dan fisiologis. Perubahan psikis yang dialami remaja
yang cemas antara lain adanya perasaan sangat takut, tidak mampu memusatkan
pikiran serta merasa tidak tenang, sedangkan perubahan fisiologis yang terjadi
antara lain unjung tangan dan kaki terasa dingin, keluar banyak keringat dan
denyut jantung cepat (Daradjat, 1977).
Kecemasan yang timbul pada saat melakukan komunikasi interpersonal
tersebut pada akhirnya juga menyebabkan remaja berusaha sekecil mungkin
dalam berkomunikasi dan hanya berbicara apabila terdesak saja. Apabila
kemudian harus berkomunikasi, sering pembicaraannya tidak relevan, sebab
pembicaraan yang relevan tentu akan mengundang reaksi orang lain dan akan
dituntut untuk berbicara lagi. Remaja akan lebih memilih untuk menghindari
situasi komunikasi dan akibat lebih lanjut adalah remaja akan menarik diri dari
pergaulan sehingga keterlibatan remaja dalam berkomunikasi menjadi minim atau
sedikit (Daly dan McCroskey, 1984). Sebagaimana diketahui, padahal remaja
memiliki tugas perkembangan salah satunya mengembangkan interaksi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
komunikasi untuk meningkatkan kemampuan dalam berhubungan dengan orang
lain. Hal ini untuk mengembangkan ketrampilan sosial yang lebih baik pada
remaja (Soesilowindradini,1988). Mencermati dampak dari kecemasan
komunikasi interpersonal yang dialami remaja, membawa pemikiran bahwa
kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja merupakan masalah yang cukup
serius.
Banyak penelitian terdahulu baik di Indonesia maupun di negara lain yang
berkaitan dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja, diantaranya
penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sedikitnya
20% remaja mengalami kecemasan komunikasi yang sangat tinggi, dan 20%
lainnya mengalami kecemasan komunikasi yang cukup tinggi (Burgoon dan
Ruffner, 1977). Hasil penelitian lain juga dilakukan oleh Croskey, dkk (dalam
Rakhmat, 2001) menunjukkan bahwa 10-20% remaja di Amerika Serikat
mengalami kecemasan ketika berkomunikasi dengan individu lain.
Kecemasan komunikasi interpersonal di Indonesia juga telah diteliti oleh
Rilin (dalam Rakhmawati dan Safitri, 2007) menyatakan bahwa 26% dari 86
siswa kelas 2 SMU Muhammadiyah 1 Klaten mengalami kecemasan komunikasi
interpersonal yang tinggi. Data dari sahabat Remaja PKBI DIY juga
menunjukkan bahwa pada tahun 1997, 19% remaja Yogyakarta meminta layanan
karena masalah yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal (Rakhmawati
dan Febiyanti, 2007).
Beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kecemasan
komunikasi interpersonal merupakan masalah yang cukup banyak terjadi pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
kalangan remaja, baik di Indonesia maupun negara lain. Kecemasan komunikasi
pada umumnya terjadi karena individu mengembangkan penilaian negatif
terhadap situasi komunikasi dan memperkirakan hasil yang negatif pula dalam
komunikasinya (De Vito, 1995). Remaja dimungkinkan tidak mudah mengalami
kecemasan komunikasi interpersonal, jika remaja mampu berpikir positif dan
optimis, serta dapat bersikap tenang dalam berbagai situasi, termasuk situasi
komunikasi. Individu yang memiliki kemapuan tersebut, adalah individu yang
memiliki kestabilan emosi.
Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Goleman dkk (dalam Irma,
2003) yang mengungkapkan bahwa individu yang memiliki kestabilan emosi
mempunyai adaptabilitas, dalam arti luwes dalam menangani perubahan dan
tantangan, mampu berfikir positif dalam segala hal, memiliki rasa harga diri yang
tinggi dan optimis. Senada dengan hal tersebut, Darmawan (2008)
mengungkapkan kestabilan emosi sebagai kemampuan individu untuk dapat
mengendalikan dirinya sendiri dari berbagai situasi dan tidak bertindak emosional
karena faktor dari luar dirinya. Costa dan McCrae (dalam MacIntyre, dkk, 1999)
menjelaskan bahwa individu dengan kestabilan emosi yang tinggi akan lebih
tenang dan merasa aman. Dengan demikian remaja dengan yang memiliki
kestabilan emosi akan tidak mudah mengalami kecemasan dalam komunikasi
interpersonal.
Kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja juga diduga tidak
terlepas dari penerimaan diri yang dimiliki remaja. Pernyataan tersebut sesuai
dengan pendapat McCroskey (dalam Crawford dkk, 2006) bahwa kecemasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
komunikasi interpersonal terkait dengan beberapa variabel, antara lain harga diri
dan masalah penerimaan diri. Penerimaan diri merupakan suatu tingkatan
kesadaran mengenai karakteristik pribadi dan adanya keinginan untuk hidup
dengan keadaan tersebut (Hurlock, 1974). Menurut Hjelle dan Zeigler (1992)
individu yang memiliki penerimaan diri dapat menerima dirinya dengan
kelemahan dan keterbatasan yang ada, tidak terbebani oleh rasa bersalah, rasa
malu, dan kecemasan. Individu tersebut akan menyadari kelemahan yang
dimilikinya itu dan mengetahui kesalahan yang dilakukan sehingga mampu
memperbaikinya, serta mampu belajar untuk hidup dengan oranglain.
Individu yang memiliki penerimaan diri merasa sebagai seseorang yang
bisa diharapkan, namun tidak merasa dirinya sempurna, sebaliknya individu yang
kurang memiliki penerimaan diri akan meragukan nilai atau harga dirinya dan
cenderung menghindari perhatian yang akan mengungkap kelemahannya.
Individu tersebut cenderung menghindar dari perkumpulan, merasa inferior, tidak
pernah belajar hidup dengan keadaan dirinya dan merasa kekurangan, kurang
tekun, terlalu banyak terjadi konflik dan kecemasan (Cronbach 1954).
Berdasarkan uraian diatas dapat dipaparkan bahwa dimungkinkan terdapat
keterkaitan antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan
komunikasi interpersonal pada remaja. Remaja dengan kestabilan emosi akan
mampu mengendalikan emosi dengan tepat dan bersikap tenang dalam berbagai
situasi. Selanjutnya, dengan penerimaan diri remaja dapat menyadari kelemahan
dan kelebihan yang dimiliki, tidak terbebani oleh rasa bersalah, rasa malu, dan
kecemasan. Remaja yang mampu mengendalikan emosi dengan tepat dan mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
bersikap tenang, serta tidak terbebani rasa malu dan kecemasan, dimungkinkan
tidak akan mudah mengalami kecemasan komunikasi interpersonal.
Untuk mengkaji lebih lanjut permasalahan tersebut, maka penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul
Kestabilan Emosi dan Penerimaan Diri dengan Kecemasan Komunikasi
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka didapatkan perumusan masalah:
1. Apakah ada hubungan antara kestabilan emosi dan penerimaan diri
dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja?
2. Apakah ada hubungan antara kestabilan emosi dengan kecemasan
komunikasi interpersonal pada remaja?
3. Apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan
komunikasi interpersonal pada remaja?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui:
1. Hubungan antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan
kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja.
2. Hubungan antara kestabilan emosi dengan kecemasan komunikasi
interpersonal pada remaja.
3. Hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi
interpersonal pada remaja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian:
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
informasi mengenai kestabilan emosi, penerimaan diri dan kecemasan
komunikasi interpersonal dalam pengembangan ilmu psikologi,
khususnya psikologi sosial, maupun studi lainnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Remaja
Memberikan informasi dan masukan mengenai hubungan
antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan
komunikasi interpersonal pada remaja, sehingga remaja diharapkan
dapat meningkatkan kestabilan emosi dan penerimaan diri sehingga
tidak mudah mengalami kecemasan komunikasi interpersonal.
b. Bagi Orang Tua dan Sekolah
Memberikan informasi dan masukan mengenai hubungan
antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan
komunikasi interpersonal, sehingga orang tua dapat memberi
pengetahuan dan pengarahan yang positif pada anak dalam
meningkatkan kestabilan emosi dan penerimaan diri, yang
diharapkan nantinya anak tidak mudah mengalami kecemasan
komunikasi interpersonal. Serta bagi pihak sekolah, nantinya
diharapkan dapat mengadakan program pengembangan kestabilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
emosi dan penerimaan diri sehingga para siswa tidak mudah
mengalami kecemasan komunikasi interpersonal.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan dan
referensi bagi peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut
khususnya berkaitan dengan hubungan antara kestabilan emosi dan
penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kecemasan Komunikasi Interpersonal
1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal
a. Pengertian Kecemasan
Kecemasan merupakan reaksi individu terhadap hal-hal yang
dihadapinya, yang merupakan suatu perasaan yang menyakitkan seperti
kegelisahan dan kebingungan. Kecemasan merupakan suatu perasaan
khawatir yang dialami seseorang menghadapi suatu situasi yang tidak
pasti, dimana situasi tersebut bisa membahayakan diri seseorang atau dapat
memberikan perubahan besar dalam hidup seseorang, kecemasan
dirasakan sebagai suatu pengalaman yang tidak menyenangkan dan
cenderung dihindari (Lazarus, 1969).
Menurut Daradjat (1977) kecemasan adalah keadaan yang umum,
timbul ketika terjadinya pertentangan antara dorongan-dorongan dan usaha
individu untuk menyesuaikan diri. Selanjutnya Semiun (2006)
menjelaskan bahwa kecemasan merupakan suatu keadaan tegang yang
berhubungan dengan ketakutan, kekhawatiran, perasaan-perasaan bersalah,
perasaan tidak aman, dan kebutuhan akan kepastian. Kecemasan pada
dasarnya merupakan respon terhadap apa yang akan terjadi (antisipatif)
dan faktor dinamik yang mempercepat kecemasan tidak disadari. Tanpa
ada sedikit kecemasan sesuai dengan kenyataan, individu mungkin tidak
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
akan memperhatikan peristiwa-peristiwa akan datang yang sangat penting
bagi perlindungan dirinya, tetapi kecemasan yang tidak wajar (tidak sehat)
akan memberatkan individu dan menyebabkan ketidakmampuan dalam
memberikan keputusan dan melakukan tindakan. Secara khas terdapat
simptom-simptom psikofisiologis seperti misalnya keluar keringat terlalu
banyak, kesulitan bernafas, gangguan pada perut, dan denyut jantung
sangat cepat. Kecemasan diungkapkan sebagai kondisi tidak memiliki
harapan, ketidakpastian, antisipasi, atau variasi lainnya (Zuckerman dan
Spielberger, 1976)
Pendapat lain disampaikan oleh Chaplin (1999), yang
mengemukakan kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan
dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus
untuk ketakutan tersebut. Menurut Brenneck & Amick (dalam Sudardjo,
1999), kecemasan mempunyai tingkat, taraf atau derajat sehingga tidak
semua dikatakan buruk. Tinggi atau rendahnya kecemasan tergantung pada
masing-masing individu.
Beberapa pengertian para ahli diatas, dapat diketahui bahwa
kecemasan merupakan suatu keadaan yang timbul ketika terjadinya
pertentangan antara dorongan-dorongan dan usaha individu untuk
menyesuaikan diri, berupa perasaan gelisah, kebingungan, kekhawatiran,
dan perasaan tidak aman dalam menghadapi masa-masa yang akan terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
b. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Menurut De Vito (1997) komunikasi interpersonal merupakan
penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh
sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dengan peluang
untuk memberikan umpan balik segera. Littlejohn dan Foss (2005)
menyatakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antar
manusia, biasanya saling berhadapan dan dalam situasi pribadi.
Komunikasi interpersonal merupakan interaksi tatap muka antara
dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan secara
langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara
langsung pula. Kebanyakan komunikasi interpersonal berbentuk verbal
disertai ungkapan-ungkapan non verbal dan dilakukan secara lisan
(Hardjana, 2003).
Dalam komunikasi interpersonal, sejumlah orang terlibat
didalamnya dan berpotensi untuk saling memberikan umpan balik dan
berlangsung dalam situasi bertatap muka. Sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Rogers (dalam Liliweri, 1997) komunikasi
interpersonal merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi
dalam interaksi tatap muka antara beberapa orang.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat diperoleh pengertian
komunikasi interpersonal merupakan suatu bentuk pengiriman dan
penerimaan pesan antara dua orang atau lebih, yang memberikan dampak
atau umpan balik secara langsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
c. Kecemasan Komunikasi Interpersonal
Komunikasi merupakan bagian yang fundamental dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk komunikasi interpersonal. Kendati
demikian, dalam komunikasi interpersonal adakalanya terdapat masalah
yang berupa kecemasan ketika melakukan komunikasi. Kecemasan
komunikasi interpersonal merupakan kecemasan yang terjadi pada
individu yang menyampaikan pesan ataupun individu sebagai penerima
pesan, dalam situasi interpersonal. Individu yang mengalami kecemasan
komunikasi interpersonal biasanya kurang membuka diri terhadap
informasi (Hamilton dalam Snavely, dkk, 1976).
Burgoon dan Ruffner (1977) menyebut kecemasan komunikasi
dengan dengan istilah communication apprehension yaitu istilah yang
tepat untuk menggambarkan reaksi negatif dalam bentuk kecemasan yang
dialami seseorang dalam pengalaman komunikasinya, baik itu kecemasan
berbicara di muka umum maupun kecemasan komunikasi interpersonal.
Daly dan McCroskey (1984) menjelaskan communication
apprehension sebagai suatu ketakutan atau kecemasan individu dalam
berkomunikasi dengan individu lain, baik yang akan berlangsung atau
sedang berlangsung. Kecemasan yang timbul pada saat melakukan
komunikasi interpersonal tersebut pada akhirnya menyebabkan remaja
menarik diri dari pergaulan sehingga keterlibatan remaja dalam
berkomunikasi menjadi minim atau sedikit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
De Vito (1995) menjelaskan bahwa kecemasan komunikasi
interpersonal merupakan keadaan cemas dalam interaksi komunikasi,
disebabkan karena individu mengembangkan perasaan negatif dan
memperkirakan hasil yang negatif pula dalam komunikasinya. Individu
merasa bahwa apapun keuntungan yang dihasilkan dari komunikasi tidak
lebih penting dari ketakutan yang dialami.
Hardjana (2003) mengemukakan kecemasan komunikasi
interpersonal sebagai rasa takut, bingung, kacau pikiran, tubuh gemetar,
dan rasa demam panggung yang muncul saat berkomunikasi dengan
individu lain. Philips (dalam Apollo, 2007) menyebut permasalahan dalam
komunikasi dengan istilah reticence, yaitu ketidakmampuan dalam
mengikuti diskusi secara aktif, mengembangkan percakapan, menjawab
pertanyaan yang diajukan atau pekerjaan yang bukan disebabkan karena
kurangnya pengetahuan akan tetapi karena kesulitan dalam menyusun
kata-kata dan ketidakmampuan menyampaikan pesan secara sempurna.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan
bahwa kecemasan komunikasi interpersonal merupakan suatu keadaan
cemas, bingung, atau ketakutan yang dialami individu ketika melakukan
interaksi komunikasi dengan individu lain, baik yang sedang berlangsung
atau akan berlangsung dikarenakan individu mengembangkan perasaan
negatif dan memperkirakan hasil yang negatif pula dalam komunikasinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2. Aspek-aspek Kecemasan Komunikasi Interpersonal
Burgoon dan Ruffner (1977) menerangkan beberapa aspek kecemasan
komunikasi interpersonal. Aspek-aspek tersebut adalah:
a. Unwillingness
Individu yang mengalami kecemasan komunikasi interpersonal
menunjukkan ketidaksediaan untuk berkomunikasi yang ditandai
dengan kecemasan, introversi, dan rendahnya frekuensi partisipasi
dalam berbagai situasi komunikasi.
b. Avoiding
Menghindarkan diri untuk berpartisipasi dalam komunikasi karena
kecemasan dan pengalaman komunikasi yang tidak menyenangkan.
Ditandai dengan tidak adanya penghargaan yang baik terhadap situasi
komunikasi dan kurangnya pengenalan situasi komunikasi yang
mempengaruhi intimasi dan empati.
c. Control
Rendahnya kontrol atau pengendalian terhadap situasi komunikasi
yang terjadi, meliputi kurangya pengendalian terhadap lingkungan
komunikasi yang berbeda dan kurangnya pengendalian terhadap reaksi
lawan bicara.
Richmond dan McCroskey (dalam Weitten, dkk, 2009) juga
mengungkapkan bahwa individu yang mengalami kecemasan komunikasi
interpersonal dapat terlihat dari beberapa aspek, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
a. Avoidance
Individu yang mengalami kecemasan komunikasi interpersonal akan
memilih untuk tidak berpartisipasi dalam kesempatan komunikasi. Jika
komunikasi terasa tidak nyaman bagi individu tersebut, maka individu
cenderung menghindari situasi komunikasi.
b. Withdrawal
Individu akan menarik diri ketika secara tidak sengaja terlibat dalam
situasi komunikasi, dimana individu tersebut tidak dapat keluar dari
situasi komunikasi itu, individu lebih memilih untuk diam dan hanya
berbicara sesedikit mungkin.
c. Disruption
Individu yang mengalami kecemasan komunikasi interpersonal,
menunjukkan ketidakmampuan ketika berbicara secara verbal dengan
lancar, atau ketidakmampuan dalam berperilaku verbal atau non verbal
dengan tepat dalam komunikasi.
d. Overcommunication
Hal ini sangat jarang dan tidak biasa terjadi pada individu yang
mengalami kecemasan komunikasi interpersonal. Namun pernah
terjadi bahwa individu yang mengalami kecemasan komunikasi
interpersonal terlihat ingin mendominasi komunikasi dengan bicara
yang tidak ada hentinya (non stop).
Peneliti menggunakan ketiga aspek kecemasan komunikasi
interpersonal dari Burgoon dan Ruffner (1977) untuk penyusunan skala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
penelitian yang terdiri dari unwillingness yaitu ketidaksediaan untuk
berkomunikasi, avoiding yaitu menghindarkan diri dari situasi komunikasi,
dan control yaitu rendahnya kontrol terhadap situasi komunikasi.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Komunikasi
Interpersonal
Kecemasan komunikasi interpersonal yang dialami individu dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Daly dan McCroskey (1984)
mengemukakan timbulnya kecemasan komunikasi interpersonal yang terjadi
pada individu dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain:
a. Faktor personal (traitlike)
Terdiri dari faktor herediti (keturunan) dimana individu sejak
lahir sesudah memiliki tendensi dan predisposisi kepribadian tertentu.
Menurut Crawford,dkk (2006) faktor personal yang dapat
mempengaruhi kecemasan komunikasi interpersonal antara lain self
esteem, kontrol diri dan asertivitas. Selain herediti, faktor lingkungan
juga berpengaruh, karena manusia hidup di dalam lingkungan
masyarakat yang didalamnya terdapat faktor penting yang
mempengaruhi kecemasan komunikasi interpersonal yang dialami
individu yaitu reinforcement dan modelling.
Individu yang sejak anak-anak mendapat reinforcement untuk
berkomunikasi, maka anak akan lebih banyak terlibat dalam aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
komunikasi, sebaliknya, jika anak tidak mendapat penguatan untuk
berkomunikasi, anak akan tumbuh dengan sedikit melakukan aktivitas
komunikasi. Modelling merupakan faktor kedua setelah reinforcement.
Teori modelling menunjukkan bahwa anak menyaksikan perilaku
komunikasi orang lain dilingkungan mereka dan mencoba
menyamainya.
b. Faktor situasional
Faktor situasional ini terdiri dari (1) novelty (kebaruan), situasi
baru akan meningkatkan ketidakpastian akan apa yang harus
dilakukan oleh seseorang. Jika individu belum pernah diwawancarai,
dan kemudian individu tersebut harus diwawancarai, maka situasi
baru tersebut menjadikannya tidak yakin pada apa yang dia lakukan
dan menjadi cemas. (2) formality (situasi formal), kecemasan
komunikasi dapat meningkat jika dalam situasi formal karena
pemikirannya mengenai tingkahlaku yang dapat diterima (3)
subordinate status, dalam situasi ini tingkahlaku yang tepat
didefinisikan menurut individu yang berada pada posisi yang lebih
tinggi. (4) conspicuousness, menjadi individu yang baru dalam situasi
situasi sosial akan menjadikan individu merasa bingung, individu
yang merasa bingung biasanya lebih tinggi kecemasan
komunikasinya. (5) unfamiliarity, biasanya dalam situasi yang sudah
familiar, tingkat kecemasan komunikasinya menurun (6) dissimiliarity
dan degree of attention from others. Individu lebih mudah dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
komunikasi dengan orang-orang yang memiliki kesamaan daripada
dengan orang-orang yang banyak perbedaan. Individu juga akan lebih
nyaman ketika tingkat perhatian yang diberikan oleh oranglain dalam
tingkat yang sedang-sedang saja.
De Vito (1995) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya kecemasan komunikasi interpersonal pada individu, antara lain
sebagai berikut:
a. Kurangnya keterampilan dan pengalaman komunikasi masa lalu
Kurangnya keterampilan dan pengalaman masa lalu dapat
menyebabkan individu mengalami kesulitan dan kecemasan dalam
berkomunikasi. Individu menjadi sulit berkomunikasi dengan efektif
jika individu kurang memiliki ketrampilan dan kurangnya pengalaman
dalam menjalin komunikasi interpersonal akan menyebabkan individu
lebih mudah cemas apabila mnenghadapi situasi komunikasi.
b. Tingkat evaluasi
Jika individu menghadapi situasi komunikasi yang lebih evaluatif,
individu akan lebih mudah mengalami kecemasan. Semakin besar
perasaan dievaluasi, maka kecemasan juga akan meningkat.
c. Status yang lebih rendah
Adanya perasaan bahwa oranglain merupakan komunikator yang lebih
baik dan lebih banyak pengetahuan daripada individu yang
bersangkutan, akan meningkatkan kecemasan pada individu tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Berfikir positif tentang diri sendiri dan meningkatkan ketrampilan
dapat membantu mengatasi perasaan ini.
d. Tingkat kejelasan
Lebih jelas satu keadaan, lebih rendah pula kecemasan yang dialami
dalam komunikasi. Hal ini yang menyebabkan berbicara di depan
orang banyak lebih menyebabkan kecemasan daripada berbicara
didepan orang-orang yang jumlahnya lebih sedikit. Hal tersebut
disebabkan oleh adanya perasaan yang membebani bahwa lebih
banyak orang yang memperhatikan dirinya.
e. Tingkat ketidakpastian
Semakin tidak terramalkan suatu situasi, semakin besar kecemasan
yang akan terjadi. Situasi ambigu atau situasi baru yang tidak pasti apa
tujuan dan apa yang diinginkan dari situasi komunikasi akan
menyebabkan individu lebih merasa cemas. Misalnya ketika
berkomunikasi dengan orang yang baru dikenal.
f. Tingkat kesamaan
Jika individu merasa hanya ada sedikit kesamaan dengan lawan
bicara, individu akan lebih merasa cemas. Dengan memberi perhatian
pada kesamaan yang dimiliki maka tingkat kecemasan akan menurun.
g. Pengalaman kegagalan dan kesuksesan masa lalu
Pengalaman masa lalu akan mempengaruhi respon individu apabila
menghadapi situasi yang sama. Pengalaman keberhasilan seseorang
dalam menjalin komunikasi akan menyebabkan individu optimis akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
berhasil dalam komunikasi selanjutnya, sedangkan pengalaman
kegagalan individu akan membuatnya merasa kegagalan komunikasi
yang terjadi akan terulang lagi.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat diketahui bebarapa
faktor yang mempengaruhi kecemasan komunikasi interpersonal, antara lain
faktor personal yang terdiri dari herediti dan faktor lingkungan yang terdiri
dari reinforcement dan modelling, dan faktor situasional yang terdiri dari
kurangnya ketrampilan dan pengalaman komunikasi, tingkat evaluasi, status
yang lebih rendah (subordinate status), tingkat kejelasan (conspicuousness),
tingkat ketidakpastian, tingkat kesamaan (dissimiliarity), pengalaman
kegagalan dan atau kesuksesan masa lalu, novelty (kebaruan), formality
(situasi formal), unfamiliarity, serta degree of attention.
B. Kestabilan Emosi
1. Pengertian Kestabilan Emosi
Kestabilan emosi merupakan kematangan emosional yang berdasarkan
kesadaran yang mendalam terhadap kebutuhan-kebutuhan, keinginan-
keinginan, cita-cita dan alam perasaannya serta pengintegrasian semuanya itu
kedalam suatu kepribadian yang bulat dan harmonis (Gerungan, 1978).
Hurlock (1993) mengemukakan bahwa kestabilan emosi adalah keadaan yang
tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati kesuasana hati lain
seperti dalam periode sebelumnya. Kestabilan emosi bukan hanya
determinant efektif dalam pola kepribadian individu, melainkan juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
membantu mengontrol pertumbuhan dan perkembangan individu. Kestabilan
emosi sebagai suatu proses kepribadian yang terus-menerus bekerja dengan
perasaan yang lebih baik dalam kesehatan emosi, baik intrapsikis ataupun
intrapersonal. Hal tersebut menjelaskan bahwa kestabilan emosi dapat dilihat
dari kemampuan individu untuk menahan atau menunda pemuasan
kebutuhan, kemampuan toleransi terhadap frustrasi, kepercayaan pada
rencana jangka panjang serta kemampuan menunda atau memperbaiki
harapan atau dugaan dalam suatu situasi (Smitson, dalam Aleem, 2005).
Scheneider (1964) mengungkapkan bahwa kestabilan emosi didukung oleh
penyesuaian dan kesehatan emosi yang terdiri dari adekuasi emosi, kontrol
emosi dan kematangan emosi.
Menurut Darmawan (2008) kestabilan emosi merupakan kemampuan
individu untuk dapat mengendalikan dirinya sendiri dari berbagai situasi.
Individu yang memiliki kestabilan emosi tidak bertindak emosional karena
faktor dari luar dirinya, sehingga tidak akan mudah terpengaruh pada hal-hal
yang negatif. Kestabilan emosi merupakan keberhasilan pencapaian
keyakinan dalam diri individu, yaitu keyakinan dalam pencapaian cita-cita
yang diharapkan. Individu yang memiliki kestabilan emosi memiliki rasa
aman yang tercermin dalam kekuatan kepercayaan spiritual dan membantu
individu untuk bersikap secara seimbang dan stabil tanpa memperhatikan
masalah-masalah yang dihadapi. Kestabilan emosi menanggulangi ketakutan-
ketakutan pada kesalahan masa lalu dan menahan diri dari segala sesuatu
yang berlebihan (Franco dalam Santos, dkk, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Chaplin (1995) mengemukakan individu yang memiliki kestabilan
emosi akan terbebas dari sejumlah besar variasi atau perselang-selingan
dalam suasana hati dan memiliki kontrol yang baik. Wiggins (dalam Cable
dan Judge, 2003) mengemukakan bahwa individu dengan kestabilan emosi
tinggi akan bersikap tenang, merasa aman, dan tidak nervous. Sebaliknya
individu yang memiliki kestabilan emosi yang rendah akan cenderung merasa
cemas, emosional, mudah malu, dan murung.
Berbagai pengertian kestabilan emosi oleh beberapa ahli diatas, dapat
disimpulkan bahwa kestabilan emosi merupakan kemampuan individu untuk
dapat mengendalikan dirinya sendiri dari berbagai situasi dan tidak mudah
berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati kesuasana hati lain serta
adanya kontrol yang baik dalam emosinya.
2. Aspek-aspek Kestabilan Emosi
Sharma (2006) mengemukakan aspek-aspek kestabilan emosi sebagai
berikut:
a. Firmly Established
Individu dengan kestabilan emosi memiliki kondisi emosi yang kuat
atau mantap. Kemantapan atau kekuatan emosi dapat dilihat kondisi
emosi yang tidak mudah tergoyahkan dan terganggu dan tidak mudah
terpengaruh pada hal-hal yang negatif disekitarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
b. Well Balanced
Yaitu kemampuan untuk mengalami atau menghadapi emosi yang
terjadi secara seimbang. Individu tidak menghindari emosi negatif,
tetapi akan menghadapi, mengatasi dan menjaganya untuk lebih
tenang, mampu untuk merespon emosi positif dan emosi negatif
dengan seimbang, tidak mudah mengalami emosi yang ekstrem
(Johnston, 2002).
c. Capable Remain in same Status
Individu yang memiliki kestabilan emosi, mampu untuk berada dalam
kondisi emosi yang sama atau tetap dalam suatu situasi. Individu tidak
cepat mengalami mengalami perubahan emosi serta tidak mengalami
perubahan emosi yang disebabkan oleh sesuatu yang tidak terprediksi.
Smitson (dalam Aleem, 2005) menegaskan bahwa individu yang
memiliki kestabilan emosi adalah individu yang memiliki kemampuan untuk
menghadapi perbedaan, kemampuan untuk menunda respon khususnya pada
emosi yang negatif, bebas dari ketakutan yang tidak beralasan, serta memiliki
kemampuan untuk memaafkan kesalahan tanpa merasa malu.
Peneliti merujuk pada aspek-aspek kestabilan emosi yang
diungkapkan oleh Sharma (2006) meliputi firmly established, well balanced
dan capable remain in same status.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
C. Penerimaan Diri
1. Pengertian Penerimaan Diri
Cronbach (1962) mengemukakan penerimaan diri sebagai
karakteristik mendalam yang menerangkan secara luas mengapa seseorang
melakukan sesuatu. Individu yang memilki penerimaan diri mengetahui
kelemahan yang ada pada dirinya, tahu kesalahan yang diperbuat dan mampu
memperbaikinya dan belajar untuk bergaul dengan individu lain.
Penerimaan diri merupakan sikap yang pada dasarnya merasa puas
dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, dan pengakuan
akan keterbatasan diri sendiri (Chaplin, 1995). Penerimaan diri adalah
sejauhmana seseorang dapat menyadari dan mengakui karakteristik pribadi
dan menggunakannya dalam menjalani kelangsungan hidupnya. Sikap
penerimaan diri ditunjukkan oleh sikap pengakuan seseorang terhadap
kelebihan-kelebihannya sekaligus menerima kelemahan-kelemahannya tanpa
menyalahkan oranglain dan memiliki keinginan untuk terus mengembangkan
diri. (Handayani,dkk, 1998).
Selanjutnya, menurut Johnson (1993) penerimaan diri adalah
penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri serta tidak bersikap sinis
terhadap diri sendiri. Individu yang memiliki penerimaan diri lebih membuka
diri dan menerima oranglain. Branden (dalam Trimulyaningsih dan
Rachmahana, 2008) mengemukakan bahwa penerimaan diri adalah sebuah
penolakan untuk menganggap setiap bagian dari individu sebagai asing atau
bukan bagian dari diri individu. Penerimaan diri merupakan sejauhmana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
individu menganggap atau mengakui karakteristik pribadi, kemampuan serta
bersedia untuk hidup dengan keadaan individu tersebut.
Schultz (1991) mengemukakan individu yang menerima diri tidak
berusaha mengubah atau memalsukan diri, tidak defensif dan tidak tidak
bersembunyi dibelakang peranan-peranan sosial. Calhoun dan Acocella (1990)
mengemukakan penerimaan diri sebagai sikap menerima diri sendiri apa
adanya. Penerimaan diri bukan berarti bahwa individu tidak pernah kecewa
dengan dirinya, atau merasa bahwa individu tersebut gagal mengenali
kesalahannya sebagai suatu kesalahan serta adanya perasaan tidak perlu
meminta maaf atas keberadaannya.
Dengan menerima diri individu akan dapat menerima orang lain
dengan baik. Sartain (dalam Andromeda dan Rachmahana, 2006)
mengemukakan penerimaan diri sebagai kesadaran seseorang untuk menerima
dirinya sebagaimana adanya dan memahami dirinya seperti apa adanya.
Individu yang telah menerima diri berarti telah menjalani proses yang
menghantarkan dirinya pada pengetahuan dan pemehaman dirinya sehingga
dapat menerima dirinya secara utuh dan bahagia.
Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
penerimaan ini merupakan sikap individu yang pada dasarnya merasa puas
dengan kualitas dan kemampuan diri sendiri, dan bersedia untuk hidup dengan
keadaan tersebut serta mampu untuk belajar bergaul dengan orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
2. Aspek dan Ciri-ciri Penerimaan Diri
Supratiknya (1995) mengemukakan aspek-aspek penerimaan diri
sebagai berikut:
a. Pembukaan diri
Penerimaan diri individu terlihat dari pembukaan dirinya terhadap
orang lain. Individu yang memiliki pembukaan diri membiarkan
oranglain mengetahui tentang dirinya, termasuk apa yang dirasa dan
dipikirkannya. Pembukaan diri ditandai dengan kemampuan
mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kepada oranglain dan
merasa tertarik dalam kegiatan yang bersifat pengungkapan diri.
b. Penerimaan terhadap oranglain
Individu yang menerima diri memiliki penerimaan terhadap orang lain.
Penerimaan terhadap oranglain ditandai dengan kepekaan terhadap
kebutuhan oranglain dan bersedia menerima bantuan atau peran
oranglain.
c. Kesehatan psikologis
Kesehatan psikologis merupakan kualitas perasaan yang dimiliki
individu. Individu yang sehat secara psikologis memandang dirinya
sebagai individu yang disenangi, memiliki kemampuan, yakin bahwa
dirinya merupakan individu yang berguna atau pantas serta adanya
keyakinan untuk dapat diterima oranglain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Sheerer (dalam Cronbach,1962) menjelaskan ciri-ciri individu yang
memiliki penerimaan diri, sebagai berikut:
a. Keyakinan akan kemampuan untuk menghadapi persoalan.
b. Menganggap diri berharga sebagai seorang manusia dan sederajat
dengan orang lain.
c. Tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada harapan
ditolak orang lain.
d. Tidak malu dan sadar diri.
e. Memikul tanggung jawab terhadap perilakunya sendiri.
f. Mempunyai standar tersendiri dan termasuk pada saat menyesuaikan
dengan tekanan eksternal.
g. Menerima pujian atau celaan secara objektif.
h. Tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimilikinya ataupun
mengingkari kelebihannya.
i. Tidak mengingkari dan menolak perasaan yang ada di dalam dirinya
ataupun merasa bersalah atasnya.
Matthews (1993) menjelaskan beberapa karakteristik dan perilaku
yang tampak pada orang yang memiliki penerimaan diri antara lain:
a. Percaya secara penuh akan nilai dan prinsip dan adanya keinginan
untuk mempertahankannya di depan opini kelompok.
b. Dapat bertindak dalam keputusannya yang terbaik tanpa merasa
bersalah atau rugi bila tidak ada ketidaksetujuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
c. Tidak menghabiskan waktu untuk menghawatirkan masa depan, masa
kini ataupun masa lalunya.
d. Memiliki kepercayaan diri akan kemampuannya untuk mengatasi
permasalahan bahkan saat menghadapi kegagalan dan kemunduran.
e. Merasa sejajar dengan orang lain sebagai individu, tidak superior
maupun inferior, tidak memandang perbedaan dalam kemampuan
khusus, latar belakang keluarga, ataupun sikap orang tersebut terhadap
diri.
f. Mempercayai bahwa diri adalah individu yang memiliki interest dan
berharga bagi orang lain sedikitnya bagi orang-orang yang dipilih
untuk berhubungan
g. Dapat menerima pujian tanpa merasa adanya kepalsuan ataupun
dengan rasa bersalah.
h. Tidak melawan usaha oranglain untuk menguasai atau mendominasi
dirinya.
i. Mampu menerima ide dan mengaku kepada oranglain akan apa yang
menjadi dorongan dan keinginannya, dimulai dari kemarahan sampai
rasa cinta, kesedian dan kebahagiaan, kearahan yang mendalam sampai
penerimaan yang mendalam.
j. Secara alami menikmati dirinya dalam berbagai aktivitas termasuk
pekerjaan, permainan, ekspresi kreatif diri persahabatan atau
kemalasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
k. Sensitif akan kebutuhan oranglain, menerima kebebasan sosial, dan
secara khusus tidak bersenang-senang di atas pengorbanan oranglain.
Peneliti merujuk pada aspek-aspek penerimaan diri yang dikemukakan
oleh Supratiknya (1995) yang meliputi pembukaan diri, penerimaan terhadap
oranglain dan kesehatan psikologis.
3. Proses Terbentuknya Penerimaan Diri
Menurut Supratiknya (1995) penerimaan diri terbentuk melalui lima
tahap, yaitu Reflected Self Acceptance, Basic Self Acceptance, Conditional
Self Acceptance, Self Evaluation, Real Ideal Comparison seperti yang
dijelaskan dibawah ini :
a. Reflected Self Acceptance
Membuat kesimpulan tentang diri berdasarkan penangkapan individu
tentang bagaimana oranglain memandang diri kita. Jika orang lain
menyukai diri kita maka kita akan cenderung untuk menyukai diri kita
juga.
b. Basic Self Acceptance
Perasaan yakin bahwa dirinya tetap dicintai dan diakui oleh orang lain
walaupun dia tidak mencapai patokan yang diciptakannya oleh orang
lain terhadap dirinya.
c. Conditional Self Acceptance
Penerimaan diri yang berdasarkan pada seberapa baik seseorang
memenuhi tuntutan dan harapan orang lain terhadap dirinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
d. Self Evaluation
Penilaian individu tentang seberapa positifnya berbagai atribut yang
dimilikinya dibandingkan dengan berbagai atribut yang dimiliki orang
lain yang sebaya dengan seseorang membandingkan keadaan dirinya
dengan keadaan orang lain yang sebaya dengannya.
e. Real Ideal Comparison
Derajat kesesuaian antara pandangan seseorang mengenai diri yang
sebenarnya dan diri yang diciptakan yang membentuk rasa berharga
terhadap dirinya sendiri.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat diketahui proses
terbentuknya penerimaan diri pada individu meliputi reflected self
acceptance, basic self acceptance, conditional self acceptance, self
evaluation dan real ideal comparison.
4. Manfaat Penerimaan Diri
Hurlock (1974) menjelaskan bahwa semakin baik seseorang dapat
menerima dirinya, maka akan semakin baik pula penyesuian diri dan
sosialnya. Kemudian Hurlock membagi manfaat penerimaan diri dalam dua
kategori yaitu :
a. Dalam penyesuaian diri
Individu yang memiliki penerimaan diri tidak berfikir sebagai
individu yang sempurna, tetapi mampu mengenali kelebihan dan
kekurangan yang ada pada dirinya. Selain itu juga lebih dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
menerima kritik, dibandingkan dengan orang yang kurang dapat
menerima dirinya. Dengan demikian orang yang memiliki
penerimaan diri dapat mengevaluasi dirinya secara realistik,
sehingga dapat menggunakan semua potensinya secara efektif hal
tersebut dikarenakan memiliki anggapan yang realistik terhadap
dirinya maka akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura.
b. Dalam penyesuaian sosial
Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan dari
orang lain. Individu yang memiliki penerimaan diri akan merasa
aman untuk memberikan perhatiannya pada orang lain, seperti
menunjukkan rasa empati. Dengan demikian individu yang memiliki
penerimaan diri dapat mengadakan penyesuaian sosial yang lebih
baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri atau
merasa tidak adekuat sehingga mereka itu cenderung untuk bersikap
berorientasi pada dirinya sendiri (self oriented).
D. Hubungan antara Kestabilan Emosi dan Penerimaan Diri dengan
Kecemasan Komunikasi Interpersonal pada Remaja
Setiap masa perkembangan akan terjadi suatu perubahan, salah
satunya perubahan dalam kehidupan dan peran sosial, pada remaja. Remaja
lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah dan berkumpul dengan
teman sebaya ataupun anggota kelompok sosial yang lain dan mulai banyak
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial (Hurlock, 1993). Meningkatnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
partisipasi sosial pada masa remaja menyebabkan meningkatnya kebutuhan
komunikasi interpersonal pada remaja. Kendati komunikasi interpersonal
telah menjadi bagian yang hampir terjadi disetiap kehidupan manusia, masih
ada permasalahan atau hambatan dalam komunikasi interpersonal berupa
kecemasan komunikasi interpersonal.
Patterson dan Ritts (dalam Littlejohn dan Foss, 2005) menjelaskan
bahwa individu yang mengalami kecemasan komunikasi interpersonal
menunjukkan beberapa perubahan, secara fisiologis individu yang mengalami
kecemasan akan meningkat denyut jantungnya, muka memerah, dan lain-lain.
Perubahan dalam perilaku, antara lain memproteksi diri serta perubahan
dalam kognitif antara lain fokus pada diri sendiri dan gagasan yang negatif.
Menurut Littlejohn dan Foss (2005) kecemasan komunikasi
interpersonal yang tinggi dan tidak wajar akan menjadikan individu
merasakan ketidaknyamanan sehingga berupaya untuk selalu menghindari
situasi komunikasi yang akhirnya akan menghalangi individu untuk dapat
produktif dalam partisipasi dan kehidupan sosial.
Kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja dimungkinkan
terkait dengan kestabilan emosi dan penerimaan diri yang dimiliki oleh
remaja. Remaja yang memiliki kestabilan emosi serta didukung dengan
penerimaan diri, cenderung tidak mudah mengalami kecemasan komunikasi
interpersonal. Menurut Goleman (dalam Irma, 2003) individu yang memiliki
kestabilan emosi akan memiliki kendali diri dalam arti mampu mengelola
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
emosi dan impuls yang merusak dengan efektif, memiliki adaptabilitas,
dalam arti luwes dalam menangani perubahan dan tantangan, dan optimis.
Dengan kestabilan emosi individu akan bersikap tenang, sabar dan
tidak mudah mengalami nervous. Lebih lanjut dijelaskan oleh Locke (2003)
bahwa individu dengan kestabilan emosi yang tinggi akan merasa tenang, dan
lebih percaya diri untuk mencapai kesuksesan. Sebaliknya, individu yang
memiliki kestabilan emosi yang rendah dimungkinkan cenderung mudah
mengalami kecemasan komunikasi interpersonal.
Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Wiggins (dalam Cable
dan Judge, 2003) bahwa individu yang memiliki kestabilan emosi rendah
akan mudah merasa cemas, emosional, mudah malu, dan murung. Locke
(2003) juga menambahkan individu dengan kestabilan emosi yang rendah
individu akan mudah cemas, moody, lebih banyak ekspresi negatif dalam
afeksinya, atau bahkan malu dalam kerjasama.
Kecemasan komunikasi interpersonal pada umumnya juga terjadi
karena kekhawatiran individu pada penilaian oranglain terhadap
performancenya, termasuk ketika berkomunikasi interpersonal. Sesuai
dengan yang dikemukakan Naditch dan Morrisey (dalam Jersild 1978),
bahwa kecemasan yang dialami remaja muncul karena ketakutan atau keragu-
raguan terhadap penilaian atau evaluasi yang diberikan oleh oranglain pada
dirinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Individu yang memiliki penerimaan diri akan percaya dan yakin pada
kemampuannya, sehingga terbebas dari rasa malu dan cemas terhadap
penilaian oranglain terhadap dirinya, sehingga tidak mudah mengalami
kecemasan komunikasi interpersonal. Pernyataan tersebut didukung oleh
pendapat Hjelle dan Zeigler (1992) yang menyatakan bahwa individu yang
memiliki penerimaan diri akan dapat menerima dirinya dengan kelemahan
dan keterbatasan yang ada, tidak terbebani oleh rasa bersalah, rasa malu, dan
kecemasan.
Johnson (1993) juga mengemukakan bahwa menerima diri sendiri
merupakan salah satu cara untuk dapat menanggulangi ketakutan dan
kecemasan pada individu. Dengan demikian remaja yang memiliki
penerimaan diri akan mampu menghargai diri sendiri, bersikap positif
terhadap diri sendiri, tidak menanggap kemampuannya jauh lebih rendah
dibanding oranglain serta terbebas dari perasaan bersalah dan kecemasan,
sehingga cenderung tidak mudah mengalami kecemasan komunikasi
interpersonal.
Sebaliknya remaja yang penerimaan dirinya rendah cenderung mudah
mengalami kecemasan yang ketika melakukan komunikasi interpersonal. Hal
ini sesuai dengan pendapat Crawford, dkk (2006) bahwa kecemasan
komunikasi berkaitan beberapa variabel, antara lain harga diri dan masalah
pada penerimaan diri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Berdasarkan uraian diatas dapat diterangkan bahwa kecemasan
komunikasi interpersonal yang terjadi pada remaja dimungkinkan sangat
terkait dengan kestabilan emosi dan penerimaan diri. Remaja yang memiliki
kestabilan emosi yang tinggi didukung dengan penerimaan diri yang dimiliki,
akan lebih tenang dan tidak mudah mengalami kecemasan dalam
mengahadapi situasi seperti apapun termasuk situasi komunikasi
interpersonal karena remaja yang memiliki kestabilan emosi dan penerimaan
diri akan lebih merasa tenang, lebih percaya diri, mampu menerima
keterbatasan dan kelebihan yang dimiliki, dan dan tidak terbebani rasa malu
dan kecemasan. Dengan demikian remaja cenderung tidak mudah mengalami
kecemasan komunikasi interpersonal.
E. Kerangka Pemikiran
(-)
(-)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Kestabilan Emosi
Remaja Kecemasan Komunikasi
Interpersonal
Penerimaan Diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
F. Hipotesis
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, hipotesis yang
diajukan adalah:
1. Terdapat hubungan antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan
kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja.
2. Terdapat hubungan negatif antara kestabilan emosi dengan kecemasan
komunikasi interpersonal pada remaja.
3. Terdapat hubungan negatif antara penerimaan diri dengan kecemasan
komunikasi interpersonal pada remaja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel
Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel tergantung : Kecemasan komunikasi interpersonal
2. Variabel bebas : a. Kestabilan emosi
b. Penerimaan diri
B. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:
1. Kecemasan komunikasi interpersonal
Kecemasan komunikasi interpersonal adalah suatu kondisi
kekhawatiran atau ketakutan yang dialami individu ketika melakukan
komunikasi dengan individu lain, baik yang sedang berlangsung atau akan
berlangsung yang ditunjukkan dengan minimnya keinginan untuk
berpartisipasi dalam situasi komunikasi. Tingkat kecemasan komunikasi
interpersonal akan diungkap melalui SkalaKecemasan Komunikasi
Interpersonal dengan menggunakan aspek-aspek kecemasan komunikasi
interpersonal yang diungkapkan oleh Burgoon dan Ruffner (1977) yaitu
unwillingness, avoiding dan control. Semakin tinggi skor yang diperoleh
subjek berarti semakin tinggi kecemasan komunikasi interpersonal,
38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin
rendah kecemasan komunikasi interpersonal dari subjek tersebut.
2. Kestabilan emosi
Kestabilan emosi adalah kemampuan individu untuk dapat
mengendalikan dirinya sendiri dari berbagai situasi dan tidak mudah berubah-
ubah dari satu emosi atau suasana hati kesuasana hati lain serta adanya
kontrol emosi yang baik. Tingkat kestabilan emosi akan diungkap melalui
Skala Kestabilan Emosi yang dibuat berdasarkan aspek-aspek kestabilan
emosi yang diungkapkan oleh Sharma (2006) meliputi firmly established,
well balanced, dan capable remain in same status. Semakin tinggi skor yang
diperoleh subjek berarti semakin tinggi kestabilan emosi, sebaliknya semakin
rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin rendah kestabilan emosi
dari subjek tersebut.
3. Penerimaan diri
Penerimaan diri adalah sikap individu yang pada dasarnya merasa
puas dengan kualitas dan kemampuan diri sendiri, dan bersedia untuk hidup
dengan keadaan tersebut serta mampu untuk belajar bergaul dengan orang
lain. Tingkat penerimaan diri akan diungkap melalui Skala Penerimaan Diri
yang dibuat berdasarkan aspek-aspek penerimaan diri yang dikemukakan oleh
Supratiknya (1995) yaitu pembukaan diri, penerimaan terhadap orang lain
dan kesehatan psikologis. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti
semakin tinggi penerimaan diri subjek, dan sebaliknya semakin rendah skor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
yang diperoleh subjek berarti semakin rendah penerimaan diri yang dimiliki
subjek.
C. Populasi, Sampel dan Sampling
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa tingkat X SMA N I
Boyolali. Pemilihan populasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa siswa
tingkat X merupakan masa dihadapkannya para siswa pada lingkungan yang
baru, sehingga dimungkinkan tidak sedikit siswa yang mengalami kecemasan
komunikasi interpersonal.
2. Sampel
Ukuran sampel yang tepat untuk kebanyakan penelitian biasanya lebih
dari 30 dan kurang dari 500 (Roscoe, dalam Sekaran 2006). Penelitian ini
menggunakan dua kelas sebagai uji coba dan tiga kelas lainnya digunakan
untuk pelaksanaan penelitian.
3. Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan teknik cluster random sampling, yaitu pengambilan sampel
secara acak untuk memberikan kesempatan yang sama kepada masing-masing
kelas atau kelompok untuk dijadikan sampel penelitian, dengan terlebih
dahulu mengidentifikasikan semua kelas yang ada pada tingkat X tersebut
untuk didaftar sebagai anggota populasi dan kemudian mengundinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
D. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan tiga jenis skala psikologi, yaitu
SkalaKecemasan Komunikasi Interpersonal, Skala Kestabilan Emosi dan Skala
Penerimaan Diri yang ketiganya menggunakan modifikasi model Likert yaitu
merupakan metode penskalaan pernyataan yang menggunakan distribusi respon
sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Tiap-tiap aitem berbentuk favourable dan
unfavourable. Penelitian ini menggunakan empat alternatif jawaban dengan
-
- yang diberikan,
sehingga data yang didapatkan kurang informatif (Azwar, 2008). Penghilangan
-
hanya memberikan jawaban yang diyakini oleh subjek. Penilaian distribusi skor
subjek dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1 Distribusi Skor Skala
Pilihan Jawaban Bentuk Pernyataan
Favorable Unfavorable Sangat Sesuai (SS) 4 1 Sesuai (S) 3 2 Tidak Sesuai (TS) 2 3 Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
1. SkalaKecemasan Komunikasi Interpersonal
Skala dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan
SkalaKecemasan Komunikasi Interpersonal berdasarkan aspek-aspek
kecemasan komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh Burgoon dan
Ruffner (1977) yang terdiri dari unwillingnes, avoiding dan control. Skala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
yang digunakan merupakan modifikasi dari skala Aad Satria Permadi (skripsi,
2007) yang terdiri dari 54 aitem dengan koefisisen korelasi aitem total bergerak
dari 0,282-0,665 dengan p<0,05 dan koefisisen reliabilitas 0,964. Skala
dimodifikasi dengan pengurangan jumlah aitem menjadi 50 aitem yang terdiri
dari 25 aitem favourable dan 25 aitem unfavourable dan pengubahan kalimat
yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi subjek dalam penelitian ini. Blue
Print dan sebaran distribusi aitem skala ini tertera dalam tabel berikut:
Tabel 2 Blue Print dan sebaran distribusi aitem SkalaKecemasan Komunikasi Interpersonal (sebelum uji coba).
Aspek Indikator Nomer Aitem Jumlah Favourable Unfavourable
Unwillingness Kecemasan 1,2,3,5 4,6,7 7 Introversi 10,12,13,15 16,17, 34 7 Rendahnya frekuensi partisipasi dalam situasi komunikasi
11,14 8,18,19 5
Avoiding Kurang menghargai situasi komunikasi
20,22,27,29,31 24,26,33 8
Kurangya pengenalan terhadapsituasi komunikasi
21,23,28,30 25,32 6
Control Kurangya pengendalian terhadap situasi komunikasi karena lingkungan yang berbeda
35,36,45 9,39,40,42, 44,47
9
Kurangya pengendalian terhadap situasi komunikasi karena reaksi lawan bicara
37,49,50 38,41,43, 46,48 8
Jumlah 25 25 50 Prosentase 50% 50% 100%
2. Skala Kestabilan Emosi
Kestabilan emosi dalam penelitian ini akan diukur dengan
menggunakan Skala Kestabilan Emosi berdasarkan berdasarkan aspek-aspek
kestabilan emosi yang diungkapkan oleh Sharma (2006) meliputi firmly
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
established, well balanced, dan capable remain in same status. Skala
Kestabilan Emosi dibuat sendiri oleh peneliti yang terdiri dari 25 aitem
favuorable dan 25 aitem unfavourable. Blue print dan sebaran distribusi aitem
skala ini tertera dalam tabel berikut:
Tabel 3 Blue print dan sebaran distribusi aitem Skala Kestabilan Emosi (sebelum uji
coba). Aspek Indikator Nomor Aitem Jumlah
Favourable Unfavourable Firmly Established
Kondisi emosi tidak mudah tergoyahkan dan terganggu
1,21,43 8,17,25,42 7
Tidak mudah terpengaruh pada hal-hal yang negatif
7,19,31,44 38,41,45 7
Well Balanced Tidak menghindari emosi negative, tetapi akan menghadapi, mengatasi dan menjaganya untuk lebih tenang
2,9,20,35 16,28,36 7
Mampu merespon emosi positif dan emosi negative dengan seimbang
3,14,24 18,22,39,40 7
Tidak mudah mengalami emosi yang ekstrem
32,34,37 6,12,26,46 7
Capable Remain in Same Status
Tidak cepat mengalami perubahan emosi
4,10,23,47 30,33,50 7
Tidak mengalami perubahan emosi yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak terprediksi
11,15,27,48 5,13,29,49 8
Jumlah 25 25 50 Prosentase 50% 50% 100%
3. Skala Penerimaan Diri
Penerimaan diri dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan
Skala Penerimaan Diri berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan
Supratiknya (1995) yaitu pembukaan diri, penerimaan terhadap oranglain dan
kesehatan psikologis.Skala dibuat sendiri oleh peneliti yang terdiri dari 25
aitem favourable dan 25 aitem unfavourabe. Blue print dan sebaran distribusi
aitem skala ini tertera dalam tabel berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
TABEL 4 Blue Print dan sebaran distribusi aitem Skala Penerimaan Diri (sebelum uji
coba). Aspek Indikator Nomor Aitem Jumlah
Favourable Unfavourable Pembukaan diri Kemampuan
mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kepada orang lain
9,22,34 1,26,39 6
Perasaan tertarik dalam kegiatan yang bersifat pengungkapan diri
8,28,41 21,33,40 6
Penerimaan terhadap orang lain
Peka terhadap kebutuhan oranglain
12,23,43 2,10,38 6
Bersedia menerima bantuan atau peran orang lain
7,15,31 11,27,45 6
Kesehatan psikologis
Memandang dirinya sebagai individu yang disenangi
13,24,35 3,20,46 6
Merasa dirinya memiliki kemampuan
6,14,32, 49 16,29,47 7
Yakin bahwa dirinya merupakan individu yang berguna atau pantas
17,36,44 4,19,42 6
Terdapat keyakinan untuk dapat diterima orang lain
5,25,48 18,30,37, 50
7
Jumlah 25 25 50 Prosentase 50% 50% 100%
E. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Prosedur validitas skala melalui pengujian isi skala dengan
menganalisis secara rasional oleh professional judgement, yaitu
pembimbing. Daya beda aitem dipilih dengan menggunakan korelasi
product moment dari Pearson. Untuk mempermudah perhitungan penelitian
ini menggunakan bantuan program SPSS 16.00 for windows.
2. Reliabilitas
Teknik untuk mengetahui reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini
menggunakan koefisien Reliabilitas Alpha dari Cronbach. Pertimbangan
memilih teknik ini karena data untuk menghitung koefisien reliabilitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
alpha diperoleh lewat penyajian satu bentuk skala yang dikenakan hanya
sekali saja pada sekelompok responden (single-trial administration),
sehingga problem yang mungkin timbul pada pendekatan reliabilitas
terulang dapat dihindari (Azwar, 2008). Untuk mempermudah perhitungan
penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS 16.00 for windows.
F. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi ganda untuk
melakukan pengujian dan pembuktikan secara statistik hubungan antara
kestabilan emosi dan penerimaan diri secara bersama-sama dengan kecemasan
komunikasi interpersonal, serta menggunakan uji korelasi parsial untuk
mengetahui hubungan masing-masing variabel dependen (kestabilan emosi dan
penerimaan diri) dengan kecemasan komunikasi interpersonal. Penghitungan
metode ini akan diolah program SPSS 16.00 for windows untuk mempermudah
penghitungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Persiapan Penelitian
1. Gambaran UmumTempat Penelitian
Pemahaman terhadap tempat penelitian dan persiapan mengenai segala
sesuatu yang berkaitan dengan jalannya penelitian merupakan tahap awal yang
dilakukan penulis sebelum melaksanakan penelitian. Penentuan tempat
penelitian ini disesuaikan dengan populasi yang sebelumnya telah ditetapkan
antara Kestabilan Emosi
dan Penerimaan Diri dengan Kecemasan Komunikasi Interpersonal pada
Remaja A N 1 Boyolali.
Pada tahun 1958 di Kabupaten Boyolali telah terdapat dua buah sekolah
melanjutkan belajar ke jenjang yang lebih tinggi bagi siswa-siswi lulusan
kedua sekolah tersebut. Dengan demikian para lulusan harus memilih antara
putus sekolah atau melanjutkan sekolah ke kota-kota lain, seperti Surakarta,
Salatiga, Jogjakarta dll. Realita inilah yang menjadi benih perhatian Kepala
Daerah Boyolali saat itu yakni Bapak M.S. Handjojo yang selanjutnya turut
andil memprakarsai dan mempersiapkan berdirinya sebuah sekolah setingkat
SMA di Boyolali.
Mengalirnya dukungan atas prakarsa Bapak M.S. Handjojo tersebut
turut memperlancar proses yang dicanangkan dan akhirnya diawali dengan
pembentukan sebuah panitia pendiri SMA Negeri 1 Boyolali dengan salah
46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
seorang anggotanya ialah Bapak I.S. Siswosoebroto yang kala itu menjabat
sebagai Kepala SMP Negeri 1 Boyolali. Panitia ini bertugas mempersiapkan
persyaratan dan pelaksanaan pendaftaran calon siswa, sementara Bapak M.S.
Handjojo mengusahakan fasilitas gedung yang hendak digunakan kegiatan
bejajar mengajar sementara.
Setelah selesainya pendaftaran calon siswa dan persiapan-persiapan
lainnya, barulah Bapak I.S. Siswosoebroto mengajukan persetujuan ke Kantor
Wilayah Departemen Pengajaran Propinsi Jawa Tengah di Semarang. Berkat
keuletan beliau, persetujuan segera turun dengan SK Nomor 26/S.K/B.III yang
berisi persetujuan secara resmi dari Menteri Pengajaran untuk dibukanya
sebuah SMU di Boyolali yang dikenal dengan nama SMA Negeri ABC
Boyolali terhitung semenjak tanggal 1 Agustus 1958.
Setelah mendapat SK dari Kantor Wilayah Departemen Pengajaran
Propinsi Jawa Tengah, SMA Negeri ABC segera memulai kegiatannya,
tepatnya pada tanggal 11 Agustus 1958 dan diresmikan pada tanggal 22
September 1958 oleh Bapak Ali Marsaban, seorang putera daerah yang
menjabat sebagai Inspektur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pengajaran di Jakarta dan Boyolali. Sejak saat itulah SMA Negeri
ABC Boyolali terus berperan aktif sebagai sebuah institusi pendidikan guna
mencetak generasi penerus bangsa yang berbudi pekerti luhur, berakhlak mulia,
dan berpengetahuan luas yang handal dan kompetitif.
Selama kurun waktu 51 tahun SMA Negeri 1 Boyolali dalam proses
perkembangannya mengalami tiga kali perubahan nama, yaitu pada saat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
berdirinya bernama SMA ABC Boyolali, pada tahun 1962 menjadi SMA
Negeri Boyolali, pada tahun 1993 menjadi SMA Negeri 1 Boyolali, dan pada
tahun 1996 menjadi SMU Negeri 1 Boyolali sampai tahun 2004, dan kembali
lagi menjadi SMA Negeri 1 Boyolali sampai tahun 2010 ini.
SMA N 1 Boyolali beralamat di Desa Pulisen, Kecamatan Boyolali
Kota, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Website www.sman1-
boyolali.com, e-mail info@sman1_boyolali.com. Nomor Telepon (0276)
321059.
SMA N 1 Boyolali mempunyai visi dan misi sebagai berikut:
Visi Sekolah :
Menjadi sekolah yang berkualitas dan berprestasi dengan sumber daya
manusia yang cerdas dan inovatif berdasarkan iman dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Misi Sekolah :
a. Mengembangkan prestasi peserta didik secara berkualitas melalui
pembelajaran dan bimbingan, yang efektif, efisien, inovatif dan relevan
dengan kebutuhan masyarakat serta perguruan tinggi.
b. Mewujudkan sekolah sebagai pusat kajian, percontohan serta pengalaman
ilmu pengetahuan, teknologi serta keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
c. Meningkatkan SDM yang kreatif, inovatif dan profesional dengan berdaya
saing tinggi yang tetap berkepribadian dan berbudi pekerti luhur.
d. Menciptakan kondisi lingkungan sekolah yang bersih, nyaman dan
kondusif guna keberhasilan pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
e. Menyelenggarakan proses pendidikan yang berorentasi pada mutu dan
tekhnologi informasi (ICT).
Adapun Kepala Sekolah yang pernah menjabat di SMA N 1 Boyolali
adalah sebagai berikut :
Dari awal berdirinya sampai Tahun 2009 SMA Negeri 1 Boyolali telah
mengalami pergantian sebelas orang Kepala Sekolah, yaitu Bp. R. Soebadar
(alm), Bp. Soewito, BA (alm), Bp. Soepono, BA (alm), Bp. Engan Hermanto
(alm), Bp. Soedarno, BA, Bp. Soelaiman HS, dan Ibu Sri Muryati, S.Pd., Bp.
Basoeki, Bp. Marsum M. Dahlan, Bp.Drs. Sumarno,M.Pd., Bp.Drs. Hardiman,
MH, serta Bp. Drs. Suranto,M.Pd. Beliaulah yang secara gigih
memperjuangkan aspirasi warga Boyolali untuk memiliki SMA Bertaraf
Internasional yang diharapkan siswa dapat aktif dan lebih berprestasi.
Keduabelas Kepala Sekolah tersebut telah berhasil memberi warna sekolah
yang dipimpin sehingga selalu tampil di jajaran paling depan dalam
pendidikan, sehingga bisa menjadi rintisan sekolah berbasis internasional.
Jumlah siswa SMA N 1 Boyolali tiga tahun terakhir adalah sebagai berikut:
Tabel 5 Jumlah Siswa
Tahun Pelajaran Jumlah Siswa
Jumlah Ket. Kelas X Kelas XI Kelas XII L P L P L P
2008/2009 162 153 143 178 109 206 951 2009/2010 81 170 162 153 143 178 887 2010/2011 80 185 94 155 153 161 828
2. Persiapan Penelitian
Sebelum penelitian dilakukan, perlu adanya persiapan yang berkaitan
dengan perijinan dan penyusunan alat ukur yang digunakan dalam penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
a. Persiapan Administrasi
Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan
yang diajukan pada pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian.
Peneliti meminta surat pengantar dari Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ditujukan kepada
kepala Sekolah SMA N 1 Boyolali dengan memberikan surat pengantar
penelitian dengan nomor 820/H 27.1.17.3/TU/2010, yang sebelumnya
diserahkan dahulu kepada Kesbangpol dan Linmas Kabupaten Boyolali
untuk selanjutnya ditindaklanjuti dengan surat pengantar dari Kesbangpol
dan Linmas dengan nomor 070/301/X/24/2010, kepada SMA N 1
Boyolali. Setelah mendapat surat pengantar dari program studi Psikologi
dan Kesbangpol dan Linmas Kabupaten Boyolali, kemudian penulis
mengajukan permohonan kepada pihak SMA N 1 Boyolali dan setelah
mendapatkan izin dari pihak sekolah, peneliti baru bisa mengadakan
penelitian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh pihak sekolah.
b. Persiapan Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi,
yang terdiri atas Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal, Skala
Kestabilan Emosi dan Skala Penerimaan Diri. Persiapan mengenai alat ukur
sendiri telah melalui proses proofessional judgement oleh pembimbing.
Mengenai distribusi aitem ketiga skala psikologi serta aspek apa saja yang
mendasarinya telah dibahas pada bab sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
3. Pelaksanaan Uji Coba (Try Out)
Pelaksanaan uji coba dilakukan pada dua kelas yaitu kelas X 6 & X 8
yang sejumlah 58 siswa dilaksanakan pada tanggal 1 November 2010.
Pelaksanaan uji coba dilakukan dengan memberikan skala yang terdiri dari
Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal, Skala Kestabilan Emosi dan
Skala Penerimaan Diri. Rata-rata waktu yang diperlukan subjek untuk
mengerjakan ketiga skala tersebut kurang lebih 45 menit. Skala yang dibagikan
berjumlah 58 eksemplar dan semua skala terisi dan terkumpul dengan lengkap.
4. Uji Validitas dan Reliabilitas
Setelah skala yang memenuhi syarat terkumpul kemudian dilakukan
penskoran, penskoran dilakukan berdasarkan penyusunan alternatif jawaban
model skala likert yang telah dimodifikasi dengan menghilangkan alternatif
jawaban ragu-ragu (Azwar, 1999). Penskoran pada aitem favourable Skala
Kecemasan Komunikasi Interpersonal, Skala Kestabilan Emosi dan Skala
Penerimaan Diri yaitu Sangat Sesuai (SS) = 4, Sesuai (S) = 3, Tidak Sesuai
(TS) = 2 dan Sangat Tidak Sesuai (STS) = 1. Penskoran untuk aitem
unfavourable Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal, Skala Kestabilan
Emosi dan Skala Penerimaan Diri yaitu Sangat Sesuai (SS) = 1, Sesuai (S) = 2,
Tidak Sesuai (TS) = 3 dan Sangat Tidak Sesuai (STS) = 4.
Setelah dilakukan penskoran untuk ketiga skala, maka diperoleh skor
setiap subjek. Hasil dari penskoran tersebut kemudian dilakukan pengujian
daya beda aitem dan reliabilitas skala, daya beda aitem dikatakan baik bila nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
korelasi diatas 0,30 atau di atas 0,25 sudah dianggap baik dan untuk reliabilitas
dapat dikatakan baik jika nilai alpha diatas 0,80.
a. Uji Validitas
1) Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal
Uji validitas skala dilakukan dengan review profesional judgement,
yaitu oleh pembimbing. Daya beda aitem dihitung dengan menggunakan
korelasi product moment dengan bantuan SPSS 16.0. Dari 50 aitem yang
diuji cobakan terdapat 8 aitem dinyatakan gugur, yaitu nomor 2, 24, 25, 29,
31, 33, 34, 44. Daya beda aitem untuk aitem yang valid bergerak dari 0,265
sampai dengan 0,627 dengan p < 0,05. Distribusi aitem Skala Kecemasan
Komunikasi Interpersonal yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel.
Tabel 9 Distribusi Aitem Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal
yang Valid dan Gugur Aspek Indikator Nomer Aitem Jumlah
Favourable Unfavourable Valid Gugur Valid Gugur
Unwillingness Kecemasan 1,3,5 2 4,6,7 - 7 Introversi 10,12,
13,15 - 16,17 34 7
Rendahnya frekuensi partisipasi dalam situasi komunikasi
11,14 - 8,18, 19
- 5
Avoiding Kurang menghargai situasi komunikasi
20,22, 27
29,31 26 24,33 8
Kurangya pengenalan terhadapsituasi komunikasi
21,23, 28,30
- 32 25 6
Control Kurangya pengendalian terhadap situasi komunikasi karena lingkungan yang berbeda
35,36, 45
- 9,39, 40,42,
47
44 9
Kurangya pengendalian terhadap situasi komunikasi karena reaksi lawan bicara
37,49, 50
- 38,41, 43,46,
48
- 8
Jumlah 22 3 20 5 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
2) Skala Kestabilan Emosi.
Uji validitas skala dilakukan dengan review profesional judgement,
yaitu oleh pembimbing. Daya beda aitem dihitung dengan menggunakan
korelasi product moment dengan bantuan SPSS 16.0. Dari 50 aitem yang
diuji cobakan terdapat 11 aitem dinyatakan gugur, yaitu aitem nomor 3, 6, 9,
10, 12, 16, 19, 24, 27, 29, 34, Daya beda aitem untuk aitem yang valid
bergerak dari 0,272 sampai dengan 0,580 dengan p<0,05. Distribusi aitem
Skala Kestabilan Emosi yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel.
Tabel 10 Distribusi Aitem Skala Kestabilan Emosi
yang Valid dan Gugur
Aspek Indikator Nomor Aitem Jumlah Favourable Unfavourable
Valid Gugur Valid Gugur Firmly Established
Kondisi emosi tidak mudah tergoyahkan dan terganggu
1,21, 43
- 8,17, 25,42
- 7
Tidak mudah terpengaruh pada hal-hal yang negatif
7,31, 44
19 38,41, 45
- 7
Well Balanced Tidak menghindari emosi negatif, tetapi akan menghadapi, mengatasi dan menjaganya untuk lebih tenang
2,20, 35
9 28,36 16 7
Mampu merespon emosi positif dan emosi negatif dengan seimbang
14 3,24 18,22, 40,39
- 7
Tidak mudah mengalami emosi yang ekstrem
32,37 34 26,46 6,12 7
Capable Remain in Same Status
Tidak cepat mengalami perubahan emosi
4,23, 47
10 30,33, 50
- 7
Tidak mengalami perubahan emosi yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak terprediksi
11,15,48 27 5,13, 49
29 8
Jumlah 18 7 21 4 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
3) Skala Penerimaan Diri
Uji validitas skala dilakukan dengan review profesional
judgement, yaitu oleh pembimbing. Daya beda aitem dihitung dengan
menggunakan korelasi product moment dengan bantuan SPSS 16.0. Dari
50 aitem yang diuji cobakan terdapat 19 aitem dinyatakan gugur, yaitu
aitem nomor 2, 11, 12, 14, 15, 16, 21, 25, 29, 33, 34, 35, 42, 44, 45, 46,
48, 49 dan 50. Daya beda aitem untuk aitem yang valid bergerak dari
0,265 sampai dengan 0,613. Distribusi aitem Skala Penerimaan Diri yang
valid dan gugur dapat dilihat pada tabel.
Tabel 11 Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri
yang Valid dan Gugur
Aspek Indikator Nomor Aitem Jumlah
Favourable Unfavourable
Valid Gugur Valid Gugur Pembukaan diri Kemampuan
mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kepada orang lain
9,22 34 1,26,39
- 6
Perasaan tertarik dalam kegiatan yang bersifat pengungkapan diri
8,28,41
- 40 21,33 6
Penerimaan terhadap orang lain
Peka terhadap kebutuhan orang lain
23,43 12 10,38 2 6
Bersedia menerima bantuan atau peran orang lain
7,31 15 27 11,45 6
Kesehatan psikologis
Memandang dirinya sebagai individu yang disenangi
13,24 35 3,20 46 6
Merasa dirinya memiliki kemampuan
6,32 14, 49 47 16,29 7
Yakin bahwa dirinya merupakan individu yang berguna atau pantas
17,36 44 4,19 42 6
Terdapat keyakinan untuk dapat diterima orang lain
5 25,48 18,30,
37
50 7
Jumlah 16 9 15 10 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
a. Uji Reliabilitas
Setelah uji validitas kemudian dilakukan uji reliabilitas pada
aitem yang valid. Pengujian reliabilitas diperlukan untuk mengetahui
konsistensi atau keterpercayaan skala psikologi, sehingga didapat skala
psikologi yang konsisten dari waktu ke waktu (Azwar, 1999). Uji
reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan koefisien reliabilitas alpha,
dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS 16.0 for
windows. Pengujian reliabilitas diperlukan untuk mengetahui konsistensi
atau keterpercayaan skala psikologi, sehingga didapat skala psikologi
yang konsisten dari waktu ke waktu (Azwar, 1999).
1) Uji Reliabilitas Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal
Hasil uji reliabilitas Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal
dari 42 aitem yang valid menunjukan hasil yang reliabel, dengan
koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,906. Skala Kecemasan Komunikasi
Interpersonal telah memenuhi persyaratan keandalan alat ukur, sehingga
Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal ini dapat digunakan sebagai
alat pengumpulan data.
2) Uji Reliabilitas Skala Kestabilan Emosi
Hasil uji reliabilitas Skala Kestabilan Emosi dari 39 aitem yang
valid menunjukan hasil yang reliabel, dengan koefisien reliabilitas (rtt)
sebesar 0,881. Skala Kestabilan Emosi telah memenuhi persyaratan
keandalan alat ukur, sehingga Skala Kestabilan Emosi ini dapat
digunakan sebagai alat pengumpulan data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
3) Uji Reliabilitas Skala Penerimaan Diri
Hasil uji reliabilitas Skala Penerimaan Diri dari 31 aitem yang
valid menunjukan hasil yang reliabel, dengan koefisien reliabilitas (rtt)
sebesar 0,820. Skala Penerimaan Diri telah memenuhi persyaratan
keandalan alat ukur, sehingga Skala Penerimaan Diri ini dapat digunakan
sebagai alat pengumpulan data.
5. Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian
Tahap selanjutnya setelah pengujian validitas dan reliabilitas adalah
mempersiapkan aitem-aitem yang valid, kemudian didistribusi ulang untuk
mengambil data penelitian. Distribusi ulang skala yang digunakan untuk
penelitian ini dapat dilihat pada tabel 12, 13 dan 14.
Tabel 12 Distribusi Aitem Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal
untuk Penelitian
Aspek Indikator Nomer Aitem Jumlah Item Favourable Unfavourable
Unwillingness Kecemasan 1(1),3(2),5(4) 4(3),6(5),7(6) 6 Introversi 10(9),12(11),
13(12),15 (14) 16(15),17(16) 6
Rendahnya frekuensi partisipasi dalam situasi komunikasi
11(10),14(13) 8(7),18(17), 19(18)
5
Avoiding Kurang menghargai situasi komunikasi
20(19),22(21),27(24)
26(23) 4
Kurangya pengenalan terhadapsituasi komunikasi
21(20),23(22),28(25), 30(26)
32(27) 5
Control Kurangya pengendalian terhadap situasi komunikasi karena lingkungan yang berbeda
35(28),36(29) 45(37)
9(8),39(32), 40(33),42(35) 47(39)
8
Kurangya pengendalian terhadap situasi komunikasi karena reaksi lawan bicara
37(30),49(41) 50(42)
38(31),41(34),43(36),46(38) 48(40)
8
Jumlah 22 20 42 Catatan: nomor yang diberi tanda ( ) adalah nomor urut baru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Tabel 13 Distribusi Aitem Skala Kestabilan Emosi
untuk Penelitian
Catatan: nomor yang diberi tanda ( ) adalah nomor urut baru.
Aspek Indikator Nomor Aitem Jumlah Favourable Unfavourable
Firmly Established
Kondisi emosi tidak mudah tergoyahkan dan terganggu
1(1),21(14), 43(32)
8(6),17(11), 25(17),42(31)
7
Tidak mudah terpengaruh pada hal-hal yang negatif
7(5),31(21), 44(33)
38(27),41(30),45(34)
6
Well Balanced Tidak menghindari emosi negatif, tetapi akan menghadapi, mengatasi dan menjaganya untuk lebih tenang
2(2),20(13), 35(24)
28(19),36(25) 5
Mampu merespon emosi positif dan emosi negatif dengan seimbang
14(9) 18(12),22(15),39(28), 40(29)
5
Tidak mudah mengalami emosi yang ekstrem
32(22),37(26) 26(18),46(35) 4
Capable Remain in Same Status
Tidak cepat mengalami perubahan emosi
4(3),23(16), 47(36)
30(20),33(23),50(39)
6
Tidak mengalami perubahan emosi yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak terprediksi
11(7),15(10), 48(37)
5(4),13(8),49 (38)
6
Jumlah 18 21 39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Tabel 14 Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri
untuk Penelitian
Aspek Indikator Nomor Aitem Jumlah Favorable Unfavourable
Pembukaan diri
Kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kepada oranglain
9(8),22(15) 1(1),26(18), 39(27)
5
Perasaan tertarik dalam kegiatan yang bersifat pengungkapan diri
8(7),28(20), 41(29)
40(28) 4
Penerimaan terhadap oranglain
Peka terhadap kebutuhan oranglain
23(16),43(30) 10(9),38(26) 4
Bersedia menerima bantuan atau peran oranglain
7(6),31(22) 27(19) 3
Kesehatan psikologis
Memandang dirinya sebagai individu yang disenangi
13(10),24(17) 3(2),20(14) 4
Merasa dirinya memiliki kemampuan
6(5),32(23) 47(31) 3
Yakin bahwa dirinya merupakan individu yang berguna atau pantas
17(11),36(24) 4(3),19(13) 4
Terdapat keyakinan untuk dapat diterima oranglain
5(4) 18(12),30(21), 37(25)
4
Jumlah 16 15 31 Catatan: nomor yang diberi tanda ( ) adalah nomor urut baru.
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X sebanyak tiga kelas
yaitu X2, X3 dan X7 yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling.
Jumlah subjek yang dipergunakan dalam penelitian sebanyak 85 siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada hari Senin tanggal 22 November 2010
dengan memberikan skala penelitian yang terdiri dari Skala Kecemasan
Komunikasi Interpersonal, Skala Kestabilan Emosi dan Skala Penerimaan Diri
kepada masing-masing subjek. Rata-rata waktu yang dipergunakan subjek
untuk mengisi seluruh skala adalah 35 menit. Dari 85 eksemplar skala yang
disebar terkumpul 85 eksemplar skala, selanjutnya dilakukan pemeriksaan
kelengkapan data terhadap masing-masing 85 eksemplar skala tersebut. Dari
pemeriksaan tersebut didapatkan semua skala yang berjumlah 85 eksemplar,
layak untuk dilakukan skoring.
3. Pelaksanaan Skoring
Setelah data terkumpul, kemudian dilanjutkan dengan pemberian skor
pada hasil pengisian skala untuk keperluan analisis data. Ketiga skala
menggunakan sistem penilaian dengan kategori Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),
Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Aitem-aitem dalam ketiga skala
ini terdiri aitem yang favorable dan aitem unfavorable. Skor untuk aitem yang
favorable yaitu SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Skor untuk aitem yang
unfavorable yaitu SS = 1, S = 2, TS = 3, STS = 4. Skor total setiap aitem yang
diperoleh dari subjek penelitian dijumlahkan untuk tiap-tiap skala. Total skor
setiap aitem dari setiap skala yang diperoleh subjek ini akan digunakan dalam
analisis data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
C. Analisis Data dan Interpretasi
Perhitungan analisis data dilakukan setelah syarat uji asumsi terpenuhi,
syarat tersebut meliputi uji asumsi dasar dan uji asumsi klasik. Perhitungan
dalam analisis ini dilakukan dengan bantuan komputer program Statistical
Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0.
1. Uji Asumsi Dasar
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data
berditribusi normal atau tidak (Priyatno, 2008). Data yang diuji adalah
sebaran data pada Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal, Skala
Kestabilan Emosi dan Skala Penerimaan Diri. Dalam penelitian ini akan
digunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi
0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar
dari 5% atau 0,05 (Priyatno, 2009). Berdasarkan hasil perhitungan dalam
tabel di bawah ini, diperoleh nilai signifikansi K-S sebesar 0,200. Karena
nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data
pada variabel kecemasan komunikasi interpersonal, kestabilan emosi dan
penerimaan diri berdistribusi normal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel.
Tabel 15 Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kecemasan Komunikasi Interpersonal
.066 85 .200* .975 85 .094
Kestabilan Emosi .078 85 .200* .992 85 .902
Penerimaan Diri .071 85 .200* .975 85 .103
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
b. Uji Linieritas
Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel
mempunyai hubungan yang linier atau tidak secara signifikan. Pengujian
pada SPSS dengan menggunakan Test for Linearity dengan taraf
signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang
linier bila signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05 (Priyatno, 2009).
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di bawah ini,
menunjukkan bahwa hubungan antara variabel kestabilan emosi dengan
kecemasan komunikasi interpersonal menghasilkan nilai signifikansi
Linearity sebesar 0,000. Karena nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa antara variabel kestabilan emosi dan kecemasan
komunikasi interpersonal terdapat hubungan yang linier.
Tabel 16 Hasil Uji Linieritas antara Variabel Kestabilan Emosi dengan
Kecemasan Komunikasi Interpersonal
ANOVA Table
Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Kecemasan Komunikasi Interpersonal * Kestabilan Emosi
Between Groups
(Combined) 5256.074 41 128.197 1.241 .243
Linearity 2129.505 1 2129.505 20.614 .000
Deviation from Linearity
3126.569 40 78.164 .757 .812
Within Groups 4442.114 43 103.305
Total 9698.188 84
Sedangkan untuk hasil perhitungan pada variabel penerimaan diri
dengan kecemasan komunikasi interpersonal menghasilkan nilai
signifikansi Linearity sebesar 0,000. Karena nilai signifikansi kurang dari
0,05 maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel penerimaan diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
dengan kecemasan komunikasi interpersonal terdapat hubungan yang
linier. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 17 Hasil Uji Linieritas Antara Variabel Penerimaan Diri dengan
Kecemasan Komunikasi Interpersonal ANOVA Table
Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Kecemasan Komunikasi Interpersonal * Penerimaan Diri
Between Groups
(Combined) 5843.105 30 194.770 2.728 .001
Linearity 3113.705 1 3113.705 43.615 .000
Deviation from Linearity
2729.400 29 94.117 1.318 .188
Within Groups 3855.083 54 71.390
Total 9698.188 84
2. Uji Asumsi Klasik
c. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik multikolinieritas, yaitu adanya hubungan linier
antar variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus
terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinieritas. Dalam
uji multikolinieritas ini akan melihat nilai variance inflation factor (VIF)
pada model regresi. Menurut Santoso (2001), pada umumnya jika VIF lebih
besar dari 5, maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinieritas
dengan variabel bebas lainnya (dalam Priyatno, 2009).
Dari hasil perhitungan, dapat diketahui nilai VIF kedua variabel,
yaitu variabel kestabilan emosi dan penerimaan diri adalah 1,051 yang lebih
kecil dari 5, sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa antarvariabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
kestabilan emosi dan penerimaan diri tidak terjadi persoalan
mulitikulinearitas. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 18 Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 178.929 10.971 16.310 .000
Kestabilan Emosi
-.314 .073 -.361 -4.288 .000 .952 1.051
Penerimaan Diri
-.638 .110 -.487 -5.779 .000 .952 1.051
a. Dependent Variable: Kecemasan Komunikasi Interpersonal
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidak
penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas, yaitu adanya
ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model
regresi. Prasyaratan yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak
adanya gejala heteroskedastisitas (Priyatno,2008). Menurut Priyatno (2009)
Cara memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat
dilihat pada pola gambar Scatterplot yang menyatakan bahwa model
tersebut tidak terdapat gejala heteroskedastisitas, jika:
1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka nol.
2) Titik-titik data membentuk pola yang tidak jelas.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada pola gambar berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Gambar 2
Pola gambar Scatterplot
Dari hasil analisis pola gambar Scatterplott di atas dapat dilihat
bahwa pola gambar tersebut tidak menunjukkan adanya gejala
heteroskedastisitas sehingga model dalam penelitian ini terbebas dari
heteroskedastisitas.
e. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidak
penyimpangan asumsi klasik autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antara
residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi.
Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam
model regresi (Priyatno, 2008). Metode pengujian yang digunakan adalah
Uji Durbin-Watson (uji DW), dengan ketentuan jika d terletak antara dU dan
(4-dU), maka tidak ada autokorelasi. Hasil analisis menunjukkan nilai
Durbin-Watson sebesar 2,126 dan hasil tersebut disimpulkan bahwa model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
ini tersebas dari autokorelasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 2 berikut ini:
Tidak ada autokorelasi
0 dl du 2 4-du 4-dl 4
2,126 (nilai hitung Durbin Watson)
Gambar 2 Pengujian Autokorelasi
Penentuan nilai du dan dl seperti terlihat pada gambar di atas
berdasarkan pada tabel uji durbin Watson dengan k=2 dan N=85 (k=jumlah
variabel bebas dan N= jumlah sampel) maka diperoleh nilai dl=1,5995 dan
niali du=1,6957. Perhitungan selanjutnya 4-du (4-1,6957=2,3043) dan 4-dl
(4-1,5995=2,4005). Hasil analisis diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar
2,126 sehingga terletak di daerah tidak ada autokorelasi sehingga model ini
terbebas dari autokorelasi. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel
dibawah:
Tabel 19 Uji autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .667a .445 .432 8.099 2.126
a. Predictors: (Constant), Penerimaan Diri, Kestabilan Emosi
b. Dependent Variable: Kecemasan Komunikasi Interpersonal
2,3043 2,4005 1,69577 1,5995
Daerah Keragu-raguan
Autokorelasi Negatif
Daerah Keragu-raguan
Autokorelasi Positif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
3. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji asumsi, langkah selanjutnya adalah melakukan
perhitungan untuk menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik analisis
regresi linier berganda.
a. Uji Koefisien Regresi secara Bersama-sama (Uji-F)
Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan Uji-F, yang bertujuan
untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama
berhubungan secara signifikan terhadap variabel dependen. Hasil F-Test
menunjukkan variabel independen secara bersama-sama berhubungan
terhadap variabel dependen jika F Hitung (pada kolom F) lebih besar dari F
Tabel (Priyatno, 2009). Hasil Uji-F dalam penelitian ini adalah:
Tabel 20 Hasil Uji-F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4319.746 2 2159.873 32.930 .000a
Residual 5378.442 82 65.591
Total 9698.188 84
a. Predictors: (Constant), Penerimaan Diri, Kestabilan Emosi
b. Dependent Variable: Kecemasan Komunikasi Interpersonal
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai F Hitung sebesar 32,930
dan F Tabel (dilihat dalam lampiran tabel F) sebesar 3,108. Karena
FHitung>FTabel (32,930 > 3,108) dan p<0,05, artinya ada hubungan yang
signifikan antara kestabilan emosi dan penerimaan diri secara bersama-sama
dengan kecemasan komunikasi interpersonal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
b. Analisis Korelasi Ganda (R)
Selanjutnya, untuk menunjukkan seberapa besar hubungan yang
terjadi antara variabel independen secara serentak terhadap variabel
dependen, dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi ganda (R).
Dari hasil analisis regresi, diperoleh nilai koefisien korelasi ganda (R)
sebagai berikut:
Tabel 21 Hasil Analisis Korelasi Ganda
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .667a .445 .432 8.099
a. Predictors: (Constant), Penerimaan Diri, Kestabilan Emosi
b. Dependent Variable: Kecemasan Komunikasi Interpersonal
Berdasarkan tabel di atas diperoleh angka R sebesar 0,667. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang kuat antara kestabilan emosi
dan penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal.
c. Analisis Determinasi (R2)
Pada tabel 21 dapat dilihat persentase sumbangan hubungan variabel
independen secara serentak terhadap variabel dependen, yaitu dengan
melihat kolom R square (determinasi). Koefisien ini menunjukkan seberapa
besar persentase variasi variabel independen yang digunakan dalam model
mampu menjelaskan variabel dependen (Priyatno, 2008). Dari tabel tersebut
diperoleh nilai R square sebesar 0,445 atau 44,5%. Hal ini menunjukkan
bahwa persentase sumbangan hubungan variabel independen (kestabilan
emosi dan penerimaan diri) terhadap variabel dependen (kecemasan
komunikasi interpersonal) sebesar 44,5%. Atau variasi variabel independen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
kestabilan emosi dan penerimaan diri) mampu menjelaskan sebesar 44,5%
variasi variabel dependen (kecemasan komunikasi interpersonal).
Sedangkan sisanya sebesar 55,5% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel
lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
d. Uji Korelasi secara Parsial
Uji korelasi parsial digunakan untuk mengetahui hubungan antara
dua variabel dimana variabel lainnya yang dianggap berpengaruh
dikendalikan atau dibuat tetap (sebagai variabel kontrol). Nilai korelasi (r)
berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti
hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0
berarti hubungan antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif
menunjukkan hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai negatif
menunjukkan hubungan terbalik (X naik maka Y turun), (Priyatno,2008).
Hasil perhitungan korelasi parsial dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 22 Korelasi antara Kestabilan Emosi dengan Kecemasan
Komunikasi Interpersonal
Correlations
Control Variables Kecemasan Komunikasi
Interpersonal Kestabilan
Emosi
Penerimaan Diri Kecemasan Komunikasi Interpersonal
Correlation 1.000 -.428
Significance (1-tailed)
. .000
df 0 82
Kestabilan Emosi Correlation -.428 1.000
Significance (1-tailed)
.000 .
df 82 0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Berdasarkan hasil analisis korelasi parsial diatas didapat korelasi
antara kestabilan emosi dengan kecemasan komunikasi interpersonal (rx1y)
dimana variabel penerimaan diri dikendalikan, adalah -0,428 dan p<0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan negatif yang signifikan antara
kestabilan emosi dengan kecemasan komunikasi interpersonal.
Tabel 23 Korelasi antara Penerimaan diri dengan Kecemasan
Komunikasi Interpersonal Correlations
Control Variables Kecemasan Komunikasi
Interpersonal Penerimaan
Diri
Kestabilan Emosi Kecemasan Komunikasi Interpersonal
Correlation 1.000 -.538
Significance (1-tailed)
. .000
df 0 82
Penerimaan Diri Correlation -.538 1.000
Significance (1-tailed)
.000 .
df 82 0
Berdasarkan hasil analisis korelasi parsial diatas didapat korelasi
antara penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal (rx2y)
dimana variabel kestabilan emosi dikendalikan adalah -0,538 dan p<0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan negatif yang signifikan
antara penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal.
4. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif
Setelah dilakukan perhitungan secara manual, sumbangan relatif
kestabilan emosi sebesar 38,1% dan sumbangan relatif penerimaan diri
sebesar 61,9%. Sumbangan efektif kestabilan emosi dengan kecemasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
komunikasi interpersonal sebesar 16,95% dan sumbangan efektif
penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal sebesar
27,55%. Total sumbangan efektif kestabilan emosi dan penerimaan diri
terhadap kecemasan komunikasi interpersonal sebesar 44,5% yang
ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 0,445.
5. Hasil Analisis Deskriptif
Berikut ini akan disajikan deskripsi data penelitian, deskripsi data
penelitian dijelaskan sebagai gambaran umum mengenai data penelitian yang
lengkap dan dapat dilihat pada tabel 24 berikut ini:
Tabel 24 Deskripsi Data Penelitian
Keterangan: M : Mean
: Standar Deviasi
a. Kategorisasi tingkat kecemasan komunikasi interpersonal berdasarkan nilai
subjek.
Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal akan dikategorikan
untuk mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang
dilakukan adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi subjek
Skala Jum
Subjek
Data hipotetik M
SD
Data empirik M
SD Skor
Min Skor Maks
Skor Min
Skor Maks
Kecemasan Komunikasi Interpersonal
85 42 168 105 21 58 110 90,21 10,765
Kestabilan Emosi
85 39 156 97,5 19,5 72 134 104,85 12,385
Penerimaan Diri 85 31 124 77,5 15,5 70 113 87,46 8,199
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
terdistribusi secara normal, sehingga skor hipotetik didistribusi menurut
model normal (Azwar, 1999). Skor minimal yang diperoleh subjek adalah
42 x 1 = 42 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 42 x 4 =
168, maka jarak sebarannya adalah 168 42 = 126 dan setiap satuan deviasi
standarnya bernilai 126 : 6,0 = 21, sedangkan rerata hipotetiknya 42 x 2,5 =
105. Apabila subjek digolongkan dalam 3 kategorisasi, maka akan diperoleh
kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada tabel.
Tabel 25 Kriteria Kategori Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal
dan Distribusi Skor Subjek
Standar Deviasi Skor Kategorisasi Subjek
Rerata empirik Frek
(N) Presentase
(%) 126 Tinggi - -
(MH-
84 126 Sedang 65 76,5 90,21
X < (MH- X < 84 Rendah 20 23,5 Jumlah 85 100
Dari kategori Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal seperti
terlihat pada tabel, dapat diambil kesimpulan bahwa 76,5% subjek memiliki
tingkat kecemasan komunikasi interpersonal yang tergolong sedang dan
23,5% subjek tergolong memiliki tingkat kecemasan komunikasi
interpersonal yang tergolong rendah.
b. Kategorisasi tingkat kestabilan emosi berdasarkan nilai subjek.
Skala Kestabilan Emosi akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi
rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan
mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal,
sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 1999).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 39 x 1 = 39 dan skor maksimal
yang dapat diperoleh subjek adalah 39 x 4 = 156, maka jarak sebarannya
adalah 156 - 39 = 117 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 117 : 6,0
= 19,5, sedangkan rerata hipotetiknya 39 x 2,5 =97,5. Apabila subjek
digolongkan dalam 3 kategorisasi, maka akan diperoleh kategorisasi serta
distribusi skor subjek seperti pada tabel.
Tabel 26 Kriteria Kategori Skala Kestabilan Emosi
dan Distribusi Skor Subjek
Standar Deviasi Skor Kategorisasi Subjek
Rerata empirik Frek
(N) Presentase
(%) 117 Tinggi 15 17,6
(MH-
78 117 Sedang 69 81,2 104,85
X < (MH- X < 78 Rendah 1 1,2 Jumlah 85 100
Dari kategori Skala Kestabilan Emosi seperti terlihat pada tabel
dapat diambil kesimpulan bahwa 17,6% subjek memiliki kestabilan emosi
yang tergolong tinggi, 81,2% subjek memiliki tingkat kestabilan emosi
yang tergolong sedang dan 1,2% subjek memiliki kestabilan emosi yang
tergolong rendah.
c. Kategorisasi tingkat penerimaan diri berdasarkan nilai subjek.
Skala Penerimaan Diri akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi
rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan
mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal,
sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 1999).
Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 31 x 1 = 31 dan skor maksimal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
yang dapat diperoleh subjek adalah 31 x 4 = 124, maka jarak sebarannya
adalah 124 31 =93 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 93 : 6,0 =
15,5 sedangkan rerata hipotetiknya 31 x 2,5 = 77,5. Apabila subjek
digolongkan dalam 3 kategori, maka akan diperoleh kategorisasi serta
distribusi skor subjek seperti pada tabel.
Tabel 27 Kriteria Kategori Skala Penerimaan Diri
dan Distribusi Skor Subjek
Standar Deviasi Skor Kategorisasi Subjek
Rerata empirik Frek
(N) Presentase
(%) 93 Tinggi 19 22,3
(MH-
62 93 Sedang 66 77,7 87,46
X < (MH- X < 62 Rendah - - Jumlah 85 100
Dari kategori Skala Penerimaan Diri seperti terlihat pada tabel, dapat
diambil kesimpulan bahwa 22,3% subjek memiliki penerimaan diri yang
tergolong tinggi, dan 77,7% subjek memiliki penerimaan diri yang
tergolong sedang.
D. Pembahasan
Hasil uji hipotesis penelitian menunjukkan diterimanya hipotesis yang
diajukan, yaitu adanya hubungan yang signifikan antara kestabilan emosi dan
penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal. Hal tersebut
didasarkan atas hasil output SPSS, dimana nilai p-value 0,000 < 0,05 sedangkan F
Hitung > F Tabel (32,930 > 3,108). Serta nilai R sebesar 0,667 menunjukkan
bahwa adanya hubungan yang kuat antara kestabilan emosi dan penerimaan diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja. Hasil tersebut berarti
bahwa kestabilan emosi dan penerimaan diri dapat digunakan sebagai prediktor
untuk memprediksi kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja. Semakin
tinggi kestabilan emosi dan penerimaan diri, maka semakin rendah kecemasan
komunikasi interpersonal. Sebaliknya semakin rendah kestabilan emosi dan
penerimaan diri, maka semakin tinggi kecemasan komunikasi interpersonal.
Kecemasan komunikasi interpersonal merupakan keadaan cemas dalam
interaksi komunikasi, disebabkan karena individu mengembangkan perasaan
negatif dan memperkirakan hasil yang negatif pula dalam komunikasinya (De
Vito, 1995). Individu yang memiliki kestabilan emosi dan penerimaan diri yang
tinggi akan lebih merasa tenang, mampu berpikir positif dalam segala hal serta
lebih memiliki keyakinan akan kemampuan diri sendiri (Goleman, dkk (dalam
Irma, 2003); Matthews, 1993), dengan demikian kecemasan komunikasi
interpersonal yang dialami individu akan rendah. Sebaliknya, dengan kestabilan
emosi dan penerimaan diri yang rendah, individu cenderung mudah merasa takut,
lebih memikirkan terjadinya kegagalan, kurang memiliki keyakinan untuk
menunjukkan diri dan mudah merasa takut jika oranglain mengetahui apa yang
difikirkan dan dirasakan (Durham (dalam Locke, 2003); Matthews, 1993).
Dengan demikian kecemasan komunikasi interpersonal yang dialami individu
akan semakin tinggi.
Berdasarkan uji hipotesis diketahui bahwa hipotesis penelitian yang
berbunyi ada hubungan negatif antara kestabilan emosi dengan kecemasan
komunikasi interpersonal diterima. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rx1y
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
sebesar -0,428 dengan p-value 0,000 dimana p-value < 0,05. Nilai tersebut
menunjukan adanya hubungan negatif yang signifikan antara kestabilan emosi
dengan kecemasan komunikasi interpersonal. Semakin tinggi kestabilan emosi
maka semakin rendah kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja, begitu
juga sebaliknya semakin rendah kestabilan emosi maka semakin tinggi kecemasan
komunikasi interpersonal pada remaja.
Hubungan antara kestabilan emosi dengan kecemasan komunikasi
interpersonal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Goleman
(dalam Irma, 2003) bahwa individu yang memiliki kestabilan emosi akan
memiliki kendali diri dalam arti mampu mengelola emosi dan impuls yang
merusak dengan efektif, memiliki adaptabilitas, dalam arti luwes dalam
menangani perubahan dan tantangan, dan optimis. Wiggins (dalam Cable dan
Judge, 2003) juga menambahkan bahwa individu dengan kestabilan emosi tinggi
akan bersikap tenang, merasa aman, dan tidak nervous.
Sebaliknya individu yang memiliki kestabilan emosi yang rendah akan
cenderung merasa cemas, emosional, mudah malu, dan murung. Locke (2003)
juga menambahkan individu dengan kestabilan emosi yang rendah akan mudah
cemas, moody, lebih banyak ekspresi negatif dalam afeksinya, atau bahkan malu
dalam kerjasama. Sehingga individu mudah mengalami kecemasan komunikasi
interpersonal yang tinggi. Hasil tersebut juga sesuai dengan pendapat
Macyntre,dkk (dalam Chienjing, 2010) yang mengemukakan bahwa kecemasan
berbicara berhubungan signifikan dengan beberapa faktor kepribadian, salah
satunya adalah kestabilan emosi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa skor kestabilan emosi subjek
berada pada kategori sedang dengan prosentase 81,2 % dan 78 < 117 dengan
rerata empirik 104,85 dan rerata hipotetik 97,5. Sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa kestabilan emosi pada kelas X SMA N 1 Boyolali pada umumnya termasuk
dalam kategori sedang. Kondisi emosi siswa kelas X yang tergolong dalam usia
remaja pada umumnya memang belum menunjukkan kestabilan yang tinggi
dikarenakan secara psikologis remaja mengalami perubahan dalam keadaan
, dimana remaja
mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya (Mappiare,
1982). Pada masa ini ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan
fisik dan kelenjar yang mengakibatkan sebagian besar remaja mengalami
perubahan kondisi emosi dari waktu ke waktu.
Mengingat dengan adanya kestabilan emosi yang tinggi individu akan
lebih dapat merasa tenang dan lebih percaya diri untuk mencapai kesuksesan
(Locke, 2003), maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan kestabilan emosi
pada remaja. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal yang
mempengaruhinya, antara lain pola asuh orangtua dan pola pikir yang dimiliki
oleh individu (Mappiare, 1982).
Hasil perhitungan juga menunjukkan adanya hubungan negatif antara
penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal, hal tersebut dapat
dilihat dari nilai rx 2 y sebesar -0,538 dengan p-value 0,000 < dari 0,05. Nilai
tersebut mempunyai arti semakin tinggi penerimaan diri maka semakin rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
kecemasan komunikasi interpersonal, begitu juga sebaliknya semakin rendah
penerimaan diri maka kecemasan komunikasi interpersonal semakin tinggi.
Hasil tersebut sesuai pendapat yang dikemukakan Hjelle dan Zeigler
(1992) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki penerimaan diri akan
dapat menerima dirinya dengan kelemahan dan keterbatasan yang ada, tidak
terbebani oleh rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan. Johnson (1993) juga
mengemukakan bahwa menerima diri sendiri merupakan salah satu cara untuk
dapat menanggulangi ketakutan dan kecemasan pada individu. Dengan demikian
kecemasan komunikasi interpersonal yang mungkin dialami oleh remaja
cenderung rendah. Sebaliknya remaja yang penerimaan dirinya rendah cenderung
mengalami kecemasan yang tinggi ketika melakukan komunikasi interpersonal.
Hal ini sesuai dengan pendapat Crawford, dkk (2006) yang menyatakan bahwa
kecemasan komunikasi berkaitan beberapa variabel, antara lain harga diri dan
masalah penerimaan diri. McCrosckey (dalam William, 1991) juga menambahkan
bahwa kecemasan komunikasi interpersonal berhubungan dengan penerimaan diri
pada individu. Hubungan negatif antara penerimaan diri dengan kecemasan
komunikasi interpersonal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang pernah
dilakukan oleh Lustig (dalam Croskey, 1977) yang menunjukkan adanya
hubungan negatif antara penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi
interpersonal.
Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa skor penerimaan diri subjek
berada pada kategori sedang 77,7% dengan 62 93, dengan rerata empirik
87,46 dan rerata hipotetik 77,5. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penerimaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
diri siswa kelas X SMA N 1 Boyolali pada umumnya termasuk dalam kategori
sedang. Beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan diri pada individu
antara lain pemahaman diri, harapan yang realistis, sikap lingkungan sosial yang
mendukung, perspektif diri dan pelatihan pada masa kanak-kanak yang baik
(Hurlock, 1974).
Skor kecemasan komunikasi interpersonal pada subjek berada pada
kategori sedang 76,5% dengan 84 126, dengan rerata empirik 90,21% dan
rerata hipotetik 105. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pada umumnya
kecemasan komunikasi interpersonal siswa kelas X SMA N 1 Boyolali temasuk
dalam kategori sedang. Kecemasan yang dialami pada saat individu melakukan
komunikasi interpersonal dapat menyebabkan remaja menarik diri dari pergaulan
sehingga keterlibatan remaja dalam berkomunikasi menjadi minim atau sedikit
(Daly dan McCroskey, 1984).
Berdasarkan dari nilai koefisien determinasi (R2) diketahui besarnya
sumbangan efektif kedua variabel bebas (kestabilan emosi dan penerimaan diri)
terhadap variabel tergantung (kecemasan komunikasi interpersonal) sebesar
44,5%, artinya sebesar 44,5% kecemasan komunikasi interpersonal dapat
dijelaskan oleh variabel kestabilan emosi dan penerimaan diri, sedangkan sisanya
sebesar 55,5% dipengaruhi oleh beberapa variabel lainnya, baik dari faktor
personal (kepribadian) lain misalnya self esteem, kontrol diri, asertivitas maupun
dari faktor situasional seperti subordinate status, pengalaman atau ketrampilan
komunikasi yang dimiliki individu, ataupun tingkat evaluasi yang diberikan oleh
oranglain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Penelitian ini masih memiliki keterbatasan, sehingga untuk penerapan
penelitian bagi populasi yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda
memerlukan penelitian lebih lanjut dengan menambah variabel lain yang belum
disertakan dalam penelitian ini, perbaikan dalam pemakaian alat ukur, prosedur,
serta memperluas ruang lingkup penelitian. Sehingga diharapkan penelitian
selanjutnya dapat menemukan hasil yang lebih komprehensif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Ada hubungan yang signifikan antara kestabilan emosi dan penerimaan
diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja.
2. Secara parsial ada hubungan negatif yang signifikan antara kestabilan
emosi dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja. Artinya
semakin tingi kestabilan emosi, semakin rendah kecemasan komunikasi
interpersonalnya. Sebaliknya semakin rendah kestabilan emosi maka
semakin tinggi kecemasan komunikasi interpersonal.
3. Secara parsial ada hubungan negatif yang signifikan antara penerimaan
diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja. Artinya
semakin tinggi penerimaan diri, semakin rendah kecemasan komunikasi
interpersonalnya. Sebaliknya semakin rendah penerimaan diri maka
semakin tinggi kecemasan komunikasi interpersonal.
4. Sumbangan relatif kestabilan emosi sebesar 38,1% dan sumbangan relatif
penerimaan diri sebesar 61,9%. Sumbangan efektif kestabilan emosi
terhadap kecemasan komunikasi interpersonal sebesar 16,95% dan
sumbangan efektif penerimaan diri terhadap kecemasan komunikasi
interpersonal sebesar 27,55%. Total sumbangan efektif ditunjukkan oleh
nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 0,445 atau 44,5%.
80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
5. Kecemasan komunikasi interpersonal, kestabilan emosi dan penerimaan
diri pada siswa kelas X SMA N 1 Boyolali pada umumnya termasuk dalam
kategori sedang.
B. Saran
1. Bagi remaja
Bagi remaja terkait peranan kestabilan emosi dan penerimaan diri
terhadap kecemasan komunikasi interpersonal, remaja diharapkan untuk
meningkatkan kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan cara lebih
berfikir positif, memahami diri dengan baik dan lebih memiliki harapan-
harapan yang realistis dalam kehidupannya, dengan demikian diharapkan
dapat menghindari terjadinya kecemasan komunikasi interpersonal.
2. Bagi pihak-pihak terkait seperti pendidik atau sekolah dan orang tua
Bagi pendidik dan orangtua, diharapkan menjadikan kestabilan emosi
dan penerimaan diri sebagai bahan pertimbangan dalam pencegahan dan
penanganan masalah kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja.
Pendidik diharapkan berupaya memberikan perlakuan atau program-
program yang dapat membantu peningkatan kestabilan emosi dan
penerimaan diri pada siswa, dengan cara memberikan penyuluhan kepada
siswa untuk memperbaiki pola pikir, sehingga dapat lebih berfikir positif,
dan lebih memahami diri sendiri dengan baik. Serta memberikan
penyuluhan kepada orangtua siswa mengenai cara mendidik atau
mengasuh anak dengan pola asuh yang tepat salah satunya dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
menerapkan pola asuh demokratis. Sehingga nantinya diharapkan siswa
tidak mudah mengalami kecemasan komunikasi interpersonal.
3. Bagi peneliti lain
Bagi peneliti lain khususnya ilmuwan psikologi yang tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan tema yang sama, diharapkan penelitian ini
dapat digunakan sebagai informasi dan bahan acuan dalam penelitian.
Peneliti menyarankan untuk lebih memperluas ruang lingkup, misalnya
dengan memperluas populasi atau menambah variabel-variabel lain,
seperti faktor personal (kepribadian) lain yang dimiliki individu misalnya
harga diri, kontrol diri, asertivitas maupun dari faktor situasional seperti
subordinate status, pengalaman atau ketrampilan komunikasi yang
dimiliki individu, ataupun tingkat evaluasi yang diberikan oleh oranglain.
Dengan demikian, hasil yang didapat lebih bervariasi dan beragam,
sehingga kesimpulan yang diperoleh lebih komprehensif.