bab ii kerangka teoretis 2.1 tinjauan pustakarepository.uib.ac.id/280/4/s-0311008-chapter2p.pdf ·...
TRANSCRIPT
5
BAB II KERANGKA TEORETIS
2.1 Tinjauan Pustaka
Studi pondasi merupakan topik yang cukup diminati para profesional dan
peneliti. Terzaghi (1943) mengemukakan bahwa suatu pondasi dikategorikan
sebagai pondasi dangkal apabila kedalaman dasar pondasi telapak dari permukaan
tanah (Df) lebih kecil atau sama dengan lebar pondasi telapak (B) dan juga
berhasil menemukan persamaan untuk menentukan daya dukung ultimit tanah (qu
Untuk mendapatkan suatu hasil desain pondasi telapak yang aman, daya
dukung tanah di dasar pondasi telapak akibat beban kerja (q) harus lebih kecil dari
daya dukung izin (q
)
untuk berbagai bentuk pondasi telapak seperti persegi, lingkaran, dan menerus.
Pada akhir-akhir ini, para peneliti menyarankan bahwa kedalaman dasar pondasi
telapak sama dengan 3-4 kali lebar pondasi telapak bisa juga dikategorikan
sebagai pondasi dangkal.
a
Teori analisis elastisitas Borowicka (1936) dan pengamatan-pengamatan
Schultze (1961), Barden (1962) menunjukkan bahwa distribusi tegangan di bawah
pondasi telapak yang dibebani secara simetris tidaklah seragam. Distribusi
tegangan yang sesungguhnya bergantung pada baik kekakuan pondasi telapak
maupun tanah dasar.
) dan eksentrisitas (e) harus memenuhi kriteria e ≤ B/6 untuk
mencegah terjadinya tarik antara pondasi telapak dengan tanah di dasarnya
(Coduto, 2001).
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
6
Distribusi tekanan di bawah kebanyakan pondasi telapak, akan menjadi agak
tak tertentu karena interaksi ketegaran pondasi telapak dengan jenis tanah,
keadaan tanah, dan waktu untuk memberi respon kepada tegangan. Karena alasan
ini, maka adalah merupakan praktek lazim untuk menggunakan sebuah distribusi
tekanan linier di bawah pondasi telapak sebar. Pengukuran-pengukuran lapangan
yang dilaporkan menunjukkan bahwa anggapan ini adalah cocok.
Richart (1948) memperlihatkan momen lentur yang lebih besar pada muka
kolom untuk jalur kolom dan nilai-nilai yang lebih kecil pada jalur-jalur lain.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pendahuluan
Pondasi merupakan elemen struktur yang berada diantara struktur-atas
(superstructure) dan tanah. Fungsi pondasi adalah untuk meneruskan dengan
aman beban-beban kumulatif dari struktur-atas, beban terpusat dari kolom dan
atau dinding ataupun beban-beban lateral dari dinding penahan tanah, ke tanah
dan batuan yang terletak di bawahnya, tanpa terjadinya penurunan-tak-sama
(differential settlement) pada sistem strukturnya, juga tanpa terjadinya keruntuhan
pada tanah (soil failure). Untuk mencegah terjadinya penurunan-tak-sama dan
keruntuhan tanah, beban-beban kumulatif struktur-atas harus diteruskan ke tanah
yang memiliki daya dukung (bearing capacity) yang lebih besar dari beban
struktur atasnya dan disebarkan ke area yang lebih luas untuk mengurangi tekanan
tanah (soil bearing pressure).
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
7
Tabel 2.1 Prakiraan Daya Dukung pada kondisi Beban Statis
Kategori Tipe Tanah dan Batuan Prakiraan Daya Dukung
(kN/m2) Batuan Kristal batuan masif seperti genesis dan granit
Batu kapur dan batu pasir Batuan foliated seperti skis atau slate Batu lanau, serpih (strong shale), batu lumpur
10.000 4.000 3.000 2.000
Tanah Tidak Berkohesi
Campuran kerikil-pasir dan kerikil kepadatan tinggi kepadatan sedang kepadatan lepas (tidak dipadatkan) Pasir berkerikil dan pasir bergradasi baik kepadatan tinggi kepadatan sedang kepadatan lepas (tidak dipadatkan)
> 600
200 – 600 < 200
> 300
100 – 300 <100
Tanah Berkohesi
Lempung sangat keras Lempung keras Lempung kenyal Lempung lunak Lempung sangat lunak
300 – 600 150 – 300 75 – 150
< 75 Tidak dapat dipakai
Sumber: L S Blake (1989, p.9/10)
Pondasi dapat digolongkan berdasarkan di mana beban itu ditopang oleh
tanah yang menghasilkan pondasi dangkal (shallow) dan pondasi dalam (deep).
Apabila lapisan tanah di dasar pondasi yang mampu mendukung beban struktur-
atas, terletak tidak dalam maka pondasi dangkal dapat digunakan. Jika lapisan
tanah yang mampu mendukung beban struktur-atas, terletak cukup dalam, maka
pondasi yang dipakai haruslah pondasi dalam. Pondasi dangkal dapat digolongkan
ke dalam pondasi telapak (isolated footing), pondasi dinding (wall footing),
pondasi gabungan (combined footing), dan pondasi rakit (mat or raft foundation).
Kedalamannya pada umumnya Df
≤ B. Pondasi dalam terdiri dari pondasi tiang
atau piling (pondasi tiang pancang, pondasi bor, dsb) dan caisson.
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
8
Gambar 2.1 Jenis-jenis Pondasi
Sumber: Albert T. Yeung (2007, p.16)
Pondasi telapak merupakan pondasi yang memikul sebuah kolom tunggal.
Bentuk pondasi telapak terdiri dari bujursangkar, persegi panjang, atau lingkaran
dengan ketebalan yang sama maupun berbeda (bertangga-tangga atau miring
untuk mengurangi kuantitas beton) yang umumnya terbuat dari bahan beton
karena ketahanannya di dalam lingkungan yang sangat buruk dan karena
pertimbangan ekonomisnya.
Pondasi beton dapat berupa polos maupun bertulang, dengan penulangan
tegangan satu atau dua arah, bergantung pada apakah baja yang digunakan untuk
lenturan bergerak ke kedua arah atau di dalam satu arah (seperti yang lazim untuk
pondasi dinding).
Pondasi telapak direncanakan untuk menahan beban mati penuh yang
dihantarkan oleh kolom. Kontribusi beban hidup dapat merupakan baik jumlah
penuh maupun gedung bertingkat satu atau dua maupun sebuah nilai tereduksi,
seperti yang diperbolehkan oleh peraturan bangunan setempat untuk konstruksi
bertingkat banyak. Selain itu, pondasi telapak tersebut mungkin diperlukan untuk
Pondasi
Pondasi Dangkal
Pondasi Dalam
Pondasi Telapak
Pondasi Dinding
Pondasi Gabungan
Pondasi Rakit
Pondasi Tiang
Caisson
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
9
menahan angin atau pengaruh gempa bumi di dalam kombinasinya dengan beban
mati dan beban hidup. Beban-beban pondasi telapak dapat terdiri dari kombinasi
beban vertikal dan beban lateral atau beban-beban ini di dalam kombinasinya
dengan momen.
Dalam penelitian ini, pondasi telapak direncanakan untuk menahan beban
kombinasi dari momen lentur dan geser. Penentuan kekuatan lentur dan geser dari
pondasi telapak berdasarkan pada peraturan Bristish Standard BS 8110-1: 1997.
Gambar 2.2
Jenis-jenis Pondasi Dangkal
(a) Pondasi Telapak (Isolated Footing)
(b) Pondasi Dinding (Wall Footing)
(c) Pondasi Gabungan (Combined Footing)
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
10
(d) Pondasi Rakit (Raft Foundation)
Sumber: Albert T. Yeung (2007, p.17-20)
2.2.2 Persamaan Daya Dukung Terzaghi
Salah satu susunan persamaan daya dukung ultimit untuk pondasi telapak
berbentuk persegi menurut Terzaghi (1943) adalah
qu = 1,3.c.Nc + q.Nq + 0,4.γ.N
dimana
γ
c = kohesi tanah Nc, Nq, Nγ
γ = berat jenis tanah D = faktor sudut geser tanah (φ)
f
q = γ D = kedalaman pondasi telapak
Persamaan daya dukung Terzaghi dimaksud untuk pondasi dangkal dimana
D
f
f
≤ B.
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
11
Tabel 2.2 Faktor-faktor Sudut Geser Tanah (φ)
φ N Nc Nq φ γ N Nc Nq γ 0 5,70 1,00 0,00 26 27,09 14,21 9,84 1 6,00 1,10 0,01 27 29,24 15,90 11,60 2 6,30 1,22 0,04 28 31,61 17,81 13,70 3 6,62 1,35 0,06 29 34,24 19,98 16,18 4 6,97 1,49 0,10 30 37,16 22,46 19,13 5 7,34 1,64 0,14 31 40,41 25,28 22,65 6 7,73 1,81 0,20 32 44,04 28,52 26,87 7 8,15 2,00 0,27 33 48,09 32,23 31,94 8 8,60 2,21 0,35 34 52,64 36,50 38,04 9 9,09 2,44 0,44 35 57,75 41,44 45,41
10 9,61 2,69 0,56 36 63,53 47,16 54,36 11 10,16 2,98 0,69 37 70,01 53,80 65,27 12 10,76 3,29 0,85 38 77,50 61,55 78,61 13 11,41 3,63 1,04 39 85,97 70,61 95,03 14 12,11 4,02 1,26 40 95,6 81,27 115,31 15 12,86 4,45 1,52 41 106,81 93,85 140,51 16 13,68 4,92 1,82 42 119,67 108,75 171,99 17 14,60 5,45 2,18 43 134,58 126,50 211,56 18 15,12 6,04 2,59 44 151,95 147,74 261,60 19 16,56 6,70 3,07 45 172,28 173,28 325,34 20 17,69 7,44 3,64 46 196,22 204,19 407,11 21 18,92 8,26 4,31 47 224,55 241,80 512,84 22 20,27 9,19 5,09 48 258,28 287,85 650,67 23 21,75 10,23 6,00 49 298,71 344,63 831,99 24 23,36 11,40 7,08 50 347,50 415,14 1072,80 25 25,13 12,72 8,34
Sumber: Braja M. Das (2004, p.129)
2.2.3 Modifikasi Daya Dukung berdasarkan Permukaan Air Tanah
Persamaan daya dukung pada sub-bab 2.2.2 adalah dengan asumsi muka air
tanah berada cukup dalam dari dasar pondasi telapak. Apabila permukaan air
tanah dekat dengan dasar pondasi telapak, maka persamaan daya dukung pada
sub-bab 2.2.2 harus dimodifikasi sebagai berikut:
Jika permukaan air tanah berada di 0 ≤ D1 ≤ D
Kasus I
f
q
, maka persamaan daya dukung
ultimit Terzaghi menjadi:
u = 1,3.c.Nc + q.Nq + 0,4.γ.Β.Nγ
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
12
dimana, q = D1.γ + D2.(γsat – γw
q
)
u = 1,3.c.Nc + (D1.γ + D2.(γsat – γw)).Nq + 0,4.γ.Β.N
Keterangan:
γ
γsat
γ = berat jenis tanah dalam keadaan jenuh
w
Gambar 2.3
= berat jenis air
Permukaan Air Tanah Kasus I
Sumber: Braja M. Das (2004, p.133)
Jika permukaan air tanah berada di 0 ≤ D3 ≤ B, maka persamaan daya dukung
ultimit Terzaghi menjadi:
Kasus II
qu = 1,3.c.Nc + q.Nq + 0,4.γ.Β.N
dimana, q = (γ’ + D3/B.(γ – γ’)).D
γ
f γ’ = γsat – γ
q
w
u = 1,3.c.Nc + ((γ’ + D3/B.(γ – γ’)).Df).Nq + 0,4.γ.Β.N
Gambar 2.4
γ
Permukaan Air Tanah Kasus II
Sumber: Braja M. Das (2004, p.133)
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
13
Jika permukaan air tanah berada di D3 ≥ B, maka permukaan air tanah tidak
berpengaruh pada daya dukung ultimit tanah. Jadi persamaan untuk menghitung
daya dukung ultimit tanah adalah
Kasus III
qu = 1,3.c.Nc + γ.Df.Nq + 0,4.γ.Β.N
γ
2.2.4 Stabilitas terhadap Geser (Sliding)
Dalam mendesain pondasi telapak, stabilitas terhadap geser akibat gaya
horizontal harus terpenuhi. Geser terjadi akibat gaya horizontal dan pengecekan
stabilitas geser berupa rasio antara kekuatan gaya horizontal pondasi telapak dan
total gaya horizontal yang terjadi, ΣRH/ΣH
. Rasio inilah yang disebut safety factor.
Safety factor terhadap geser (SFS) terpenuhi apabila nilainya ≥ 1,5. Kekuatan
gaya horizontal pondasi telapak didapat dari total beban aksial kali tangen sudut
geser (Ptot.tan φ) dan kohesi kali luas pondasi telapak (c.B.L).
2.2.5 Stabilitas terhadap Guling (Overturning)
Selain stabilitas terhadap geser, stabilitas terhadap guling juga harus
terpenuhi dalam desain pondasi telapak. Rasio (safety factor) antara gaya penahan
guling dengan gaya guling harus ≥ 1,5.
2.2.6 Faktor-faktor Beban (γ f
Dalam prakteknya, beban yang terjadi kemungkinan lebih besar dari beban
yang diasumsikan perencana dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
)
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
14
1. Kesalahan dalam kalkulasi
2. Ketidaktelitian dalam konstruksi
3. Penambahan beban yang tidak terduga
Oleh karena itu, beban kerja harus dikalikan dengan faktor yang telah
ditetapkan peraturan BS 8110-1: 1997 sebagai berikut
Tabel 2.3
Kombinasi Beban dan Faktor Beban
Load combination Load type Dead Imposed Eartha
and waterb
Wind
pressure
Adverse Beneficial Adverse Beneficial
1. Dead and imposed (and earth and water pressure)
1,4 1,0 1,6 0 1,21,0
c - d
2. Dead and wind (and earth and water pressure)
1,4 1,0 - - 1,21,0
c 1,4 d
3. Dead and imposed and wind (and earth and water pressure)
1,2 1,2 1,2 1,2 1,21,0
c 1,2 d
a
factor. The more onerous of the two factored conditions should be taken The earth pressure sis that obtained from BS 8002 including an appropriate mobilisation
b
defined. If this is not feasible, a factor of 1,4 should be used. The value of 1,2 may be used where the maximum credible level of the water be clearly
c Unplanned excavation in accordance with BS 8002, 3.2.2.2 not included in the calculation. d Unplanned excavation in accordance with BS 8002, 3.2.2.2 not included in the calculation.
Sumber: BS 8110-1: 1997 (Table 2.1)
2.2.7 Faktor-faktor Reduksi Kekuatan (γm
Tujuan penggunaan faktor-faktor reduksi kekuatan adalah untuk
memperhitungkan ketidakpastian kekuatan bahan, aproksimasi dalam analisis,
variasi ukuran yang mungkin dari penampang beton dan penempatan tulangan,
dan berbagai masalah lain dalam pengerjaan. Peraturan BS 8110-1: 1997
mencantumkan nilai-nilai faktor reduksi kekuatan untuk beberapa situasi. Di
antara nilai-nilai yang diberikan tersebut adalah sebagai berikut:
)
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
15
Tabel 2.4 Nilai Faktor Reduksi Kekuatan
Description γm
Reinforcement (prestressing steel included) 1,05 Concrete in flexure or axial load 1,5 Shear strength without shear reinforcement 1,25 Bond Strength 1,4 Others (e.g. bearing stress) ≥ 1,5
Sumber: BS 8110-1: 1997 (Table 2.2)
2.2.8 Selimut Beton
Tebal selimut beton yang diperlukan untuk mencegah terjadinya korosi
tergantung pada kondisi lingkungan dan kualitas beton. Tabel kondisi lingkungan
dan tebal selimut beton berdasarkan BS 8110-1: 1997 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.5
Tipe Kondisi Lingkungan
Environment Exposure Condition Mild Concrete surfaces protected against weather or agressive conditions
Moderate Exposed concrete surfaces but sheltered from severe rain or freezing whilst wet
Concrete surfaces continuously under non-aggresive water Concrete in contact with non-aggressive soil (see sulfate class 1 of Table 7a
in BS 5328-1: 1997 Concrete subject to condensation
Severe Concrete surfaces exposed to severe rain, alternate wetting and drying or occasional freezing or severe condensation
Very Severe Concrete surfaces occasionally exposed to sea water spray or de-icing salts (directly or indirectly) Concrete surfaces exposed to corrosive fumes or severe freezing conditions whilst wet
Most severe Concrete surfaces frequently exposed to sea water spray or de-icing salts (directly or indirectly) Concrete in sea water tidal zone down to 1 m below the lowest low water
Abrasive Concrete surfaces exposed to abrasive action, e.g. machinery, metal tyred vehicles or water carrying solids
a
NOTE 1 For aggressive soil and water conditions see 5.3.4 of BS 5328-1: 1997 NOTE 2 For marine conditions see also BS 6349 a For flooring see BS 8204
Sumber: BS 8110-1: 1997 (Table 3.2)
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
16
Tabel 2.6 Tebal Selimut Beton
Kondisi Lingkungan Tebal Selimut Beton (mm)
Mild 25 20 20 20a 20a a Moderate - 35 30 25 20
Severe - - 40 30 25 Very Severe - - 50 40b 30 b Most Severe - - - - 50
Abrasive - - - See Note 3
See Note 3
Maximum free water/cement ratio 0,65 0,60 0,55 0,50 0,45 Minimum cement content (kg/m3 275 ) 300 325 350 400
Lowest grade of concrete C30 C35 C40 C45 C50 NOTE 1 This table relates to normal-weight aggregate of 20 mm nominal size. Adjustments to minimum cement contents for aggregates other than 20 mm nominal maximum size are detailed in Table of BS 5328-1: 1997. NOTE 2 Use of sulfate resisting cement conforming to BS 4027. These cements have lower resistance to chloride ion migration. If they ar used in reinforced concrete in very severe or most severe exposure conditions, the covers in Table 3.3 should be increased by 10 mm. NOTE 3 Cover sould be not less than the nominal value corresponding to the relevant Environmental category plus any allowance for loss of cover due to abrasion. a
does not exceed 15mm. These covers may be reduced to 15mm provided that the nominal maximum size of aggregate
b
BS 5328-1: 1997) and the strength grade may be reduced by 5. Where concrete is subject to freezing whilst wet, air-entrainment should be used (see 5.3.3 of
Sumber: BS 8110-1: 1997 (Table 3.3)
2.2.9 Luas Tulangan Minimum dan Maksimum
Suatu pondasi telapak harus diberikan tulangan minimum walaupun hasil
desain sebenarnya tidak dibutuhkan dengan maksud untuk mencegah terjadinya
retak. Persentase tulangan minimum yang ditentukan oleh BS 8110-1: 1997
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.7
Luas Tulangan Minimum
Situation Definition of percentage
Minimum percentage fy f = 250 N/mm2 y = 460 N/mm2
% % Rectangular section (in solid slabs this minimum should be provided in both directions)
100As/A 0,24 c 0,13
Sumber: BS 8110-1: 1997 (Table 3.25)
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
17
Untuk menjamin penempatan dan pemadatan beton di sekitar tulangan
dengan baik maka maksimum luas tulangan yang diizinkan adalah 4% dari luas
penampang beton.
2.2.10 Spasi Minimum antar Tulangan
Dalam proses pengecoran, agregat harus dapat melewati spasi antar tulangan
untuk mencapai kepadatan yang baik. Oleh karena itu, peraturan BS 8110-1: 1997
mengizinkan spasi minimum antar tulangan adalah ukuran maksimum agregat
(hagg
Apabila diameter tulangan lebih besar dari h
) ditambah 5mm.
agg
+ 5mm maka spasi
minimum antar tulangan tidak boleh lebih kecil dari diameter tulangan.
Tabel 2.8 Spasi Minimum antar Tulangan
Diameter Tulangan Spasi Minimum antar Tulangan
< hagg h + 5mm agg + 5mm ≥ hagg Diameter Tulangan + 5mm
Sumber: BS 8110-1: 1997 (Sub bab 3.12.11.1)
2.2.11 Spasi Maksimum antar Tulangan
Spasi maksimum antar tulangan yang diizinkan BS 8110-1: 1997 Sub bab
3.12.11.2.7 adalah nilai terkecil dari 3d dan 750mm.
Untuk mencegah terjadinya retak (crack widths), maka ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi yaitu:
1. Spasi tulangan tidak perlu di cek apabila:
- Mutu baja 250 N/mm2 dan h ≤ 250mm, atau
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
18
- Mutu baja 460 N/mm2
- Persentase tulangan (100A
dan h ≤ 200mm, atau
s
2. Jika ketiga kondisi diatas tidak terpenuhi dan persentase tulangan > 1%, maka
spasi maksimum antar tulangan berdasarkan BS 8110-1: 1997 adalah sebagai
berikut:
/bd) < 0,3 %
Tabel 2.9
Spasi Maksimum antar Tulangan jika Tulangan > 1%
Mutu baja (fy = N/mm2 Maksimum spasi antar tulangan (mm) ) 250 280 460 155
Sumber: BS 8110-1: 1997 (Table 3.28)
3. Jika di antara persentase tulangan 0,3% - 1%, maka spasi antar tulangan pada
tabel 2.8 dapat dibagi dengan persentase aktualnya. Contohnya, jika
persentase aktual 0,5%, maka spasi maksimum antar tulangan adalah 300/0,5
= 600mm.
2.2.12 Analisis dan Desain Pondasi Telapak
Pada konstruksi biasa beban dari kolom diteruskan secara vertikal ke
pondasi dan disebarkan ke tanah di dasar pondasi tersebut. Distribusi tekanan
tanah terhadap pondasi tergantung pada bagaimana beban dari kolom atau dinding
diteruskan ke pondasi telapak dan tergantung pula pada kekakuan pondasi. Untuk
menyederhanakan desain pondasi, maka pondasi dianggap kaku dan tanah di
dasarnya dianggap merupakan lapisan yang elastis. Dengan demikian distribusi
tekanan tanah dapat dianggap merata atau berubah secara linier. Pembebanan pada
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
19
pondasi telapak dapat dikategorikan ke dalam 2 jenis yaitu pembebanan sentris
dan eksentris.
Untuk beban sentris, tekanan tanah dianggap tersebar merata dan dapat
dihitung rumus:
q = P / A
Luas pondasi telapak yang dibutuhkan, A, dapat dicari dengan menyamakan q =
qa, dimana qa
Pembebanan pondasi telapak dinamakan eksentris apabila posisi titik berat
kolom beda dengan posisi titik berat pondasi telapak atau jika beban yang
didukung kolom tidak hanya vertikal melainkan ada beban lateral atau momen.
Dari kedua kasus tersebut, maka beban yang dipikul oleh pondasi telapak dapat
digambarkan dengan sebuah gaya vertikal, P, dan sebuah gaya momen, M, atau
yang umumnya digambarkan dengan sebuah gaya vertikal, P, diletakkan pada
suatu eksentrisitas, e, dimana e = M/P. Berdasarkan asumsi sebelumnya (pondasi
kaku dan tanah elastis), maka distribusi tekanan tanah dianggap berubah secara
linier sesuai angka eksentrisitas yang dapat dibagi kedalam 3 kondisi:
= daya dukung yang diizinkan. Beban, P, harus dihitung sampai ke
level dasar pondasi telapak dimana berat sendiri pondasi dan beban tambahan
lainnya harus diperhitungkan.
1. Kasus eksentrisitas, e < L/6
2. Kasus eksentrisitas, e = L/6
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
20
3. Kasus eksentrisitas, e > L/6
dimana, L = panjang pondasi telapak, B = lebar pondasi telapak.
Luas pondasi telapak dapat didapatkan dengan proses trial and error dari
kondisi qmax ≤ qa
Gambar 2.5
.
Distribusi Tegangan Tanah pada kondisi Beban Sentris dan Eksentris
Beban Sentris Beban Eksentris
Sumber: Arwani A., Khalil A.A., Al-Habshi M. (1999, p.11)
Tekanan tanah, qu dihitung ulang dengan menggunakan beban terfaktor
(ultimate) dan pondasi telapak direncanakan untuk mendukung gaya momen dan
shear dari beban terfaktor tersebut. Perlu diperhatikan bahwa mencari luas pondasi
telapak (L dan B) digunakan beban tidak terfaktor (service) dan daya dukung izin,
termasuk berat sendiri pondasi dan beban tambahan lainnya. Dan sebaliknya,
menghitung kekuatan pondasi telapak digunakan beban terfaktor (ultimate), daya
dukung ultimate, tidak termasuk berat sendiri pondasi dan beban tambahan
lainnya.
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
21
Dalam pondasi telapak, kekuatan geser (shear strength) umumnya
ditentukan oleh tinggi efektif, d, sedangkan kekuatan lentur (flexure strength)
ditentukan oleh penulangan (reinforcement). Teori-teori untuk menentukan
kekuatan lentur dan kekuatan geser pondasi telapak adalah sebagai berikut:
1. Kekuatan Lentur Pondasi Telapak
Momen maksimum pada suatu penampang pondasi ditentukan berdasarkan
perhitungan momen rencana akibat gaya-gaya yang bekerja di seluruh luasan
pondasi pada satu sisi bidang vertikal yang dianggap melalui pondasi. Bidang
tersebut diambil pada muka kolom pondasi telapak.
Gambar 2.6
Bidang Penampang Kritis terhadap Momen Lentur
Sumber: Arwani A., Khalil A.A., Al-Habshi M. (1999, p.14)
Momen yang terjadi pada garis cd didapat dari tekanan tanah terfaktor
luasan adcb pada satu sisi. Arah tulangan yang dibutuhkan akibat momen garis cd
adalah tegak lurus dengan garis cd atau sejajar garis ef. Demikian juga momen
garis ef dari luasan befg dan arah tulangan tegak lurus garis ef atau sejajar garis cd.
Rumus desain pondasi telapak terhadap gaya lentur sama dengan desain
balok bertulangan tunggal (singly reinforced beam).
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
22
Gambar 2.7 Distribusi Tegangan dan Regangan pada Penampang Balok
Penampang Balok Regangan Tegangan
Sumber: Chua Soo Tian (1985, p.12)
Agar keseimbangan gaya horizontal terpenuhi, gaya tekan, Fcc, pada beton
dan gaya tarik, Fst
F
, pada tulangan harus saling mengimbangi, jadi haruslah:
cc = Fst
Mu = F
...(2.1)
cc.z = Fst
dimana F
.z ...(2.2)
cc = 0,45.fcu
F
.b.s ...(2.3)
st = (fy / γm).Ast = 0,95.fy.Ast
Z = d-s/2 ...(2.5)
...(2.4)
Mu = 0,45.fcu
Mu = 0,45.f
.b.s.(d-s/2) ...(2.6)
cu
Mu = momen tahanan penampang s = tinggi blok tegangan
.b.s.z ...(2.7)
fcuf
= mutu beton b = lebar balok y
A = mutu tulangan baja d = tinggi efektif st
F = luas tulangan tarik z = lengan momen
cc
F = kuat tekan beton la = faktor lengan momen
st = kuat tarik tulangan baja εccx = jarak sumbu netral ke tepi balok ε
= regangan beton st
= regangan tulangan tarik
Persamaan (2.7) merupakan suatu persamaan kuadrat pada x (s = 0,9.x).
Pendekatan yang lebih baik untuk menyelesaikan persamaan kuadrat tersebut
adalah dengan grafik sebagai berikut:
b
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
23
Mu = 0,45.fcu
dimana, z = la.d ...(2.9)
.b.2.(d-z).z ...(2.8)
Mu = 0,9.fcu
= 0,9 f
.b.(d-la.d).la.d ...(2.10)
cu b d2
atau ...(2.12)
la (1-la) ...(2.11)
Gambar 2.8 Tabel dan Grafik la terhadap Mu/b.d2.f
cu
Sumber: Chua Soo Tian (1985, p.13)
x = d/2, la = 0,775 merupakan maksimum yang diizinkan peraturan
BS 8110-1: 1997 untuk mencegah terjadinya keruntuhan tekan.
Dengan x = d/2 dan z = 0,775 d maka momen tahanan maksimum dari suatu
penampang balok bertulangan tunggal dapat dicari dengan rumus:
M = 0,156.fcu.b.d2
...(2.13)
Luas tulangan yang dibutuhkan pada suatu penampang balok bertulangan tunggal
dapat dicari dari persamaan (2) dan (4) yaitu:
...(2.14)
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
24
z = d.(0,5 + (0,25 – k/0,9)0,5
k = M/b.d
) ...(2.15)
2.fcu
...(2.16)
2. Kekuatan Geser Pondasi Telapak
Perilaku pondasi terhadap gaya geser tidak berbeda dengan balok dan pelat
(slab). Dengan demikian, prinsip-prinsip dan persamaan-persamaan mengenai
geser untuk balok dan pelat dapat digunakan dalam desain pondasi.
Kekuatan geser pondasi telapak di sekitar kaki kolom ditentukan oleh
kondisi paling kritis di antara kedua kondisi di bawah ini.
a. Aksi Satu Arah (Beam Shear)
Penampang kritis terhadap geser satu arah pada pondasi telapak dianggap
terletak pada bidang melintang seluruh lebar, dan terletak pada jarak d dari sisi
kolom. Dalam hal demikian, apabila hanya geser dan lentur yang bekerja,
tegangan geser satu arah yang terjadi adalah:
v = V / b.d ...(2.17)
dimana, V = gaya geser, b = lebar pondasi telapak, d = tinggi efektif
b. Aksi Dua Arah (Punching Shear)
Bidang penampang kritis terhadap geser dua arah pada pondasi telapak
dianggap terletak pada lokasi sedemikian rupa sehingga mempunyai keliling
minimum u. Penampang ini tidak harus lebih dekat daripada 1,5.d ke keliling
beban terpusat.
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
25
Gambar 2.9 Bidang Penampang Kritis terhadap Geser (Beam Shear & Punching Shear)
Sumber: Chua Soo Tian (1985, p.82)
Tegangan geser dua arah (punching shear stress) yang terjadi dapat dicari
dengan rumus: ...(2.18)
dimana, qn = qult – Hf.24.γ A
f p
u = keliling kolom + 8 x 1,5.d = (b + 3.d) (h + 3.d)
qult = tegangan geser tanah terfaktor, Hf
Untuk mencegah keruntuhan tekan pada beton bertulang akibat gaya geser
maka nilai v maupun vo harus lebih kecil dari 0,8.fcu
= tebal pondasi telapak
0.5 atau 5 N/mm2. Jika nilai v
maupun vo melebihi nilai tersebut, maka solusinya adalah mempertebal pondasi
telapak harus (Hf
Setelah didapat tegangan geser yang terjadi (v dan v
).
o
v
), selanjutnya adalah
menentukan kapasitas tegangan geser beton. Kapasitas tegangan geser beton
berdasarkan BS 8110-1: 1997 (Table 3.8) dapat dicari dengan rumus:
c = 0,79.(100.As/b.d)1/3.(400/d)1/4.(fcu/25)1/3 / γm .
dimana, 100.A
..(2.19)
s
400/d ≥ 1 /b.d ≤ 3
fcu/25 ≥ 1, fcu
γ ≤ 40
m = 1.25
1,5.d
1,5.d
1,0.d
Beam Shear
Punching Shear
Pondasi Telapak B
L
b
h
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013
26
Apabila tegangan geser yang terjadi lebih besar dari kapasitas tegangan
geser beton, dan perancang memilih solusi untuk menggunakan tulangan geser
pada pondasi telapak, maka perancang dapat menggunakan tabel berikut:
Tabel 2.10
Bentuk dan Luas Tulangan Geser pada Pondasi Telapak
Value of v N/mm
Form of shear reinforcement to be provided 2
Area of shear reinforcement to be provided
v < v None required c None vc < v < (vc Minimum links in area where v
< v + 0,4) A
c sv ≥ 0,4.b.sv/0,95.fyv
(vc + 0,4) < v < 0,8fcu0,5
or 5 N/mmLinks and/or bent-up bars in any combination (but the spacing between links or bent-up bars need not be less than d)
2 Where links only provided: Asv ≥ b.sv(v – vc)/0,95.fWhere bent-up bars only provided:
yv
Asb ≥ b.sb.(v – vc)/(0,95.fyv (cos α + sin α x cot β))
NOTE 1 It is difficult to bend and fix shear reinforcement so that its effectiveness can be assured in slabs less than 200 mm deep. It is therefore not advisable to use shear reinforcement in such slabs. NOTE 2 The enhancement in design shear strength close to supports described in 3.4.5.8, 3.4.5.9 and 3.4.5.10 may also be applied to solid slabs.
Sumber: BS 8110-1: 1997 (Table 3.16)
EDI, ANALISIS DAN DESAIN PONDASI TAPAK BERDASARKAN BS 8110-1:1997 MENGGUNAKAN PROGRAM SPREADSHEET (MICROSOFT EXCEL), 2009 UIB Repository©2013