bab ii kerangka pemikiran, hipotesis dan metode...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS DAN METODE
PENELITIAN
1.1 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran berisi dasar-dasar dan alur pikir dalam melaksanakan
penelitian. Bagian ini terdiri dari sumber-sumber pustaka yang menjadi dasar
penelitian dan konsep optimasi Agro Eco-Industrial Park (AEIP) berbasis industri
tahu.
1.1.1 Pemodelan Sistem
Model adalah gambaran dari suatu sistem nyata yang sedang berlangsung.
Model dapat digunakan untuk memecahkan masalah dengan memperhatikan
beberapa ciri atau perilaku suatu sistem nyata. Ada beberapa alasan dan manfaat
menggunakan model (Simatupang, 1995):
1) Biaya terlalu mahal untuk melakukan percobaan atau rekayasa pada sistem
nyata;
2) Tidak dimungkinkannya melakukan rekayasa pada sistem nyata;
3) Model dapat menyajikan/menampilkan elemen tertentu untuk menjelaskan
perilaku sistem;
4) Model dapat digunakan untuk memprediksi perilaku sistem.
Adapun tahapan dalam proses pemodelan adalah sebagai berikut:
1) Mendefinisikan masalah dan tujuan pembuatan model;
2) Membuat konsep keterkaitan antar variabel yang membentuk perilaku sistem;
3) Merumuskan formulasi dari perilaku model dalam bentuk fungsi yang memuat
variabel-variabel;
8
4) Melakukan pengujian ketelitian dan validitas model;
5) Mengimplementasikan model yang telah teruji.
Tahapan tersebut digambarkan dalam Gambar 1.
Teori, Prinsip, Hukum,
Konsep, Asumsi,
Postulat, Pengalaman,
dan lingkup observasi
SISTEM NYATA
Masalah
Tujuan Studi Pendekatan Sistem
- Elemen
- Relasi
- Atribut
- Aktivitas
- Status
Model Konseptual
Karakterisasi Sistem
- Variabel sistem
- Relasi antarvariabel
- Sifat deterministik atau stokastik
- Statis atau dinamis
Formulasi Model
- Variabel simbolik
- Relasi dan fungsi
- Model formal
- Verifikasi model
- Analisis model
- Solusi model
Parameterisasi
Validasi Model
Implementasi Model
Pengumpulan data
- Penyampelan
- Pengukuran
Gambar 1. Tahap-tahap Pemodelan Sistem (Sumber: Simatupang, 1995)
Salah satu bentuk model adalah model matematis, yaitu gambaran dari suatu
sistem yang dinyatakan dalam notasi-notasi dan ungkapan matematika. Model
matematis mempunyai beberapa laba, yaitu: (1) dapat menggambarkan masalah
dengan cara yang singkat; (2) memudahkan penyelesaian masalah dengan
mempertimbangkan semua hubungan yang terkait secara bersamaan; dan (3)
9
menjadi jembatan dalam penyelesaian dengan komputerisasi. Di sisi lain, model
matematis memerlukan pendekatan dan asumsi untuk menyederhanakan masalah
sambil tetap memperhatikan validitas agar model dapat diselesaikan. (Hillier &
Lieberman, 1994).
1.1.2 Model Optimasi
Optimasi merupakan suatu studi permasalahan pengambilan keputusan yang
bertujuan mendapatkan hasil maksimal atau minimal melalui cara matematis dan
sistematis (Zhang, dkk., 2015). Dengan demikian model optimasi adalah suatu
model yang merepresentasikan permasalahan pengambilan keputusan untuk
mendapatkan hasil maksimal atau minimal.
Model optimasi memiliki tiga jenis variabel dasar: variabel keputusan, variabel
hasil dan variabel tak terkendali (atau parameter). Variabel keputusan merupakan
variabel bebas yang mewakili tindakan yang dilakukan oleh pengambil keputusan.
Variabel hasil adalah variabel tak bebas yang merupakan hasil dari tindakan
pengambilan keputusan, faktor-faktor yang tidak terkendali, dan hubungan antar
variabel. Variabel tidak terkendali (atau parameter) adalah faktor yang
memengaruhi variabel hasil tapi tidak dapat dikendalikan secara langsung oleh
pengambil keputusan. Faktor-faktor tersebut dapat diperbaiki namun tidak dapat
dikendalikan secara langsung karena dipengaruhi oleh elemen-elemen lingkungan
sistem. Jenis-jenis model optimasi misalnya linear programming, nonlinear
programming, multiobjective programming, dan bilevel programming. (Zhang,
dkk., 2015).
10
1.1.3 Goal Programming
Goal Programming adalah suatu model penyelesaian persoalan optimasi yang
melibatkan beberapa variabel keputusan disertai fungsi pembatas untuk mencapai
beberapa tujuan sekaligus (Tabucanon, 1988),. Goal Programming merupakan
teknik pengembangan dari Linear Programming dengan fungsi tujuan berbentuk
minimasi variabel-variabel penyimpangan (deviation variables) yang
menggantikan optimasi fungsi tujuan dalam Linear Programming. Variabel-
variabel penyimpangan ini dapat diberi prioritas atau bobot sesuai keinginan
pengambil keputusan. Bentuk umum Goal Programming dapat dituliskan sebagai
berikut:
Minimasi:
m
i
iuiioi dPdPz1
)( .............................. [6]
Dengan batasan:
n
j
iiijij bddxa1
)( , untuk i = 1, 2, ..., m ........ [7]
0,,
iij ddx untuk i = 1, 2, ..., m ........ [8]
j = 1, 2, ..., n ....... [9]
dengan xj adalah variabel dalam persamaan goal, bi adalah target atau goal, aij
adalah koefisien variabel basis, di- menggambarkan kekurangan pencapaian dari
goal i, di+ menggambarkan kelebihan pencapaian dari goal i, Pui adalah prioritas
yang berhubungan dengan di-, dan Poi
adalah prioritas yang berhubungan dengan
di+. Jika kekurangan pencapaian yang berlebihan diijinkan, maka di
- harus
disingkirkan dari fungsi tujuan dan jika goal harus dicapai tepat seperti yang
ditentukan, maka di- dan di
+ harus ada dalam fungsi tujuan. Variabel penyimpangan
11
harus diperingkat (ranking) berdasarkan prioritasnya, dari yang paling penting ke
yang kurang penting. Jika goal dikelompokkan dalam sejumlah R peringkat, faktor
prioritas Pr (r = 1, ..., R) harus diberikan pada variabel-variabel penyimpangan.
Terdapat tiga tipe fungsi pembatas dalam formulasi model optimasi Goal
Programming: fungsi pembatas minimal, fungsi pembatas maksimal, dan fungsi
pembatas pada nilai tertentu (Fauziyah, 2016). Ketiga tipe fungsi pembatas tersebut
dijelaskan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Tipe-tipe Fungsi Pembatas dalam Formulasi Model Optimasi Goal
Programming
Tipe Fungsi Pembatas Formulasi Fungsi
Matematika
Variabel Deviasi yang
Diminimumkan
𝑓(𝑥) ≥ 𝑏1
𝑓(𝑥) ≤ 𝑏1
𝑓(𝑥) = 𝑏1
𝑓(𝑥) + 𝑑1− − 𝑑1
+ = 𝑏1
𝑓(𝑥) + 𝑑1− − 𝑑1
+ = 𝑏1
𝑓(𝑥) + 𝑑1− − 𝑑1
+ = 𝑏1
𝑑1−
𝑑1+
𝑑1−, 𝑑1
+ (Sumber: Fauziyah, 2016)
Ada empat filosofi yang mendasari Goal Programming, yaitu: kecukup-puasan
(satisficing), pengoptimalan (optimising), pengurutan atau pemeringkatan
(ordering/rangking), dan penyeimbangan (balancng). ‘Kecukup-puasan’ berarti
bahwa Goal Programming berupaya untuk mencapai beberapa tujuan yang
ditetapkan sekaligus sedekat mungkin sehingga jika tujuan-tujuan tersebut tercapai
maka akan memberikan kepuasan yang cukup bagi pengambil keputusan.
Pengoptimalan berarti bahwa Goal Programming akan mencari nilai terbaik dari
berbagai alternatif nilai yang mungkin di bawah serangkaian kendala atau batasan.
Pengurutan atau pemeringkatan berarti bahwa pengambil keputusan dapat
menetapkan uratan peringkat dalam pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan
12
dalam model Goal Programming. Penyeimbangan diartikan sebagai pemerataan
pencapaian tujuan sehingga penyimpangan minimal yang dicapai secara merata
pada semua tujuan (Jones&Tamiz, 2010).
1.1.4 Agroindustri dan Agribisnis
Agribisnis adalah “suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau
keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada
hubungannya dengan pertanian dalam arti luas” (Arsyad dkk., 1985 dalam
Soekartawi, 2005). Agribisnis dapat dibagi menjadi paling sedikit empat subsistem,
yaitu: (1) subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) yang menyediakan
sarana pendukung pertanian seperti pupuk, pestisida, benih, bibit, alat dan mesin
pertanian; (2) subsistem usaha tani (on-farm agribusiness) atau pertanian budidaya;
(3) subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yang mengolah hasil
pertanian menjadi bahan baku atau produk jadi; serta (4) subsistem jasa layanan
pendukung seperti perkreditan, asuransi, transportasi, pergudangan, penyuluhan,
kebijakan, dll. (Saragih, 1998, dalam Soekardono, 2009).
Agroindustri memiliki dua arti, yaitu agroindustri sebagai industri yang
mengolah hasil pertanian, dan agroindustri sebagai tahapan pembangunan sebagai
kelanjutan dari pembangunan pertanian menuju pembangunan industri
(Soekartawi, 2005). FAO memberikan acuan bahwa industri yang menggunakan
minimal 20% bahan baku dari hasil pertanian dapat dikategorikan sebagai
agroindustri (Hicks, 1995 dalam Soekartawi, 2005).
Pembangunan agroindustri berkelanjutan adalah pembangunan agroindustri
yang memperhatikan aspek manajemen dan konservasi sumber daya alam sehingga
13
sesuai dengan daya dukung sumber daya alam, menguntungkan secara ekonomi,
dan diterima oleh masyarakat. Ciri-ciri dari agroindustri berkelanjutan adalah: (1)
produktivitas dan keuntungan dapat dijaga dan ditingkatkan untuk memenuhi
kebutuhan masa sekarang dan mendatang; (2) sumber daya pendukung (alam dan
pertanian) dapat dipelihara untuk menyediakan bahan baku secara terus menerus;
dan (3) dampak negatif dari pemanfaatan sumber daya dapat diminimalkan
(Soekartawi, 2005).
1.1.5 Ekologi Industri
‘Ekologi industri’ merupakan istilah yang digunakan untuk menganalogikan
sistem industri sebagaimana ekosistem alam yang mendaur ulang sumber daya
dengan sangat efektif sebagai model untuk kegiatan industri. Konsep ini mulai
dikenalkan oleh Frosch dan Gallopoulos pada 1989 dan disebut oleh beberapa ahli
sebagai ‘analogi biologis’. Pengertian lain dikemukakan oleh Robert White pada
1994 yang mendefinisikan ekologi industri sebagai “studi tentang aliran material
dan energi dalam kegiatan industri (produksi) dan konsumsi, dampak dari aliran ini
terhadap lingkungan, dan pengaruh faktor ekonomi, politik, kebijakan, dan sosial
pada aliran, penggunaan, dan transformasi sumber daya” (Lifset&Graedel, 2002).
Beberapa atribut yang terkandung dalam pengertian-pengertian ekologi industri
sebagai berikut: (1) pendekatan sistem gabungan antara sistem ekologi dan industri;
(2) aliran material dan energi; (3) pendekatan multidisiplin ilmu; (4) orientasi masa
depan; (5) perubahan dari proses linier ke proses siklis; (6) usaha untuk mengurangi
dampak lingkungan akibat aktivitas industri; (7) harmonisasi aktivitas industri
dengan sistem ekologi; (8) efisiensi dan keberlanjutan sistem industri; (9) hierarki
14
sistem-sistem alam dengan industri. Sehingga, pengertian ekologi industri dapat
dirumuskan sebagai “keberterimaan suatu sistem industri bagi lingkungan sehingga
sistem industri tersebut dapat selalu mampu memproduksi barang dan jasanya
secara terus menerus (berkelanjutan)” (Djajadiningrat dan Famiola, 2004).
Konsep ekologi industri dilatarbelakangi pandangan mengenai sistem industri.
Sistem industri berdasarkan linearitas aliran materialnya dapat dibedakan dalam
tiga tipe (Graedel dan Allenby, 1995, dalam Lifset dan Graedel, 2002):
1) Tipe I, atau yang disebut sistem linier, yaitu sistem industri yang menggunakan
sumber daya, mengolahnya, dan menghasilkan produk dan sampah. Tidak ada
pemanfaatan ulang dari sampah yang dihasilkan sehingga penggunaan sumber
daya dan sampah yang dihasilkan menjadi tidak terbatas.
2) Tipe II, atau yang disebut sistem quasi-siklis, yaitu sistem industri yang
menggunakan kembali sebagian sampah yang dihasilkan sehingga mengurangi
penggunaan sumber daya dan sampahnya menjadi terbatas.
3) Tipe III, atau yang disebut sistem siklis, yaitu sistem industri yang
menggunakan kembali seluruh sampah yang dihasilkan sehingga sistem tidak
lagi menggunakan sumber daya, hanya membutuhkan masukan energi untuk
bekerja.
15
Gambar 2. Tiga Tipe Sistem Industri Berdasarkan Aliran Materialnya: (a)
Tipe I atau sistem linier; (b) Tipe II atau sistem quasi-siklis; (c) Tipe III atau
sistem siklis (Sumber: Lifset dan Graedel, 2002)
Konsep ekologi industri menggunakan paradigma sistem industri tipe III dengan
berprinsip bahwa aliran material dibuat siklus tertutup melalui penggunaan ulang
sampah atau keluaran non-produk yang dihasilkan. Konsep ini menjadi selaras
dengan pembangunan berkelanjutan karena berpotensi menghemat penggunaan
sumber daya alam dan mengurangi pencemaran lingkungan, bahkan dapat
memperlengkapi atau memperkaya sumber daya alam itu sendiri (Djajadiningrat
dan Famiola, 2004).
16
Dalam ekosistem industri, ada lima jenis anggota kunci yang memungkinkan
terjadinya aliran material dan energi secara optimal: (1) produsen bahan baku
utama; (2) pembangkit energi; (3) pengolah material; (4) pengolah sampah/limbah;
dan (5) pengguna/konsumen (Djajadiningrat dan Famiola, 2004).
Secara mendasar, tujuan ekologi industri adalah meningkatkan kualitas
lingkungan. Berbeda dengan pendekatan umum lainnya yang berupaya mengurangi
risiko dengan menangani polutan, ekologi industri berupaya mengurangi dampak
lingkungan dicapai melalui pendekatan sistemik pada aliran material. Ekologi
industri bahkan tidak hanya bertujuan mengurangi risiko atau dampak lingkungan,
namun lebih jauh lagi mengoptimalkan penggunaan sumber daya dari lingkungan
(Lifset dan Graedel, 2002).
1.1.6 Eco-Industrial Park (EIP)
Salah satu bentuk penerapan ekologi industri adalah Eco-Industrial Park (EIP)
atau kawasan industri berwawasan lingkungan, yaitu komunitas atau sekumpulan
industri (baik manufaktur maupun jasa) yang berada di suatu kawasan bersama;
seluruh industri berupaya meningkatkan kinerja lingkungan, ekonomi dan sosial
melalui kolaborasi dalam mengelola isu lingkungan dan sumber daya. Melalui kerja
sama tersebut, komunitas industri mencari laba kolektif yang lebih besar daripada
jika diupayakan sendiri. Tujuan EIP adalah meningkatkan laba ekonomi sambil
meminimalkan dampak lingkungan. Pendekatan EIP meliputi rancangan
infrastruktur ramah lingkungan, produksi bersih, efisiensi energi, kemitraan antar
industri, dan manfaat sosial (Lowe, 2001).
17
Keberadaan dan aktivitas EIP akan memberikan manfaat bagi beberapa pihak,
yaitu industri, lingkungan, dan masyarakat. EIP akan memberikan manfaat berupa
pengurangan biaya melalui efisiensi, daur ulang, penanganan limbah, pemulihan
lingkungan, serta pemanfaatan fasilitas bersama. Penerapan juga EIP akan
mengurangi penggunaan sumber daya alam dan potensi pencemaran akibat limbah
industri. Selain itu, EIP juga akan memperluas kesempatan kerja, kesempatan
usaha, menyumbang pembangunan ekonomi, serta mempertahankan daya tampung
dan daya dukung lingkungan (air, tanah, udara) bagi masyarakat sekitar
(Djajadiningrat dan Famiola, 2004).
1.1.7 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian mengenai AEIP telah dilakukan di Indonensia, di antaranya
adalah model pengembangan AEIP di Kota Bitung, Sulawesi Utara (Pojoh, dkk.,
2010), konsep AEIP skala pedesaan (Santoso, dkk., 2014), dan perencanaan AEIP
olahan makanan dan minuman dari susu dan daging sapi di Kabupaten Boyolali
(Misrianto, 2017). Model optimasi Goal Programming pernah diterapkan dalam
pertukaran air pada EIP (Tiu & Cruz, 2017). Model tersebut bertujuan meminimasi
biaya ekonomi dan jumlah penggunaan air tanah dalam EIP. Model optimasi
lainnya yang pernah digunakan adalah Nondifferentiable Interactive Multi-
objective Bundle-based (Gu, et al., 2013). Model tersebut memasukkan tujuan
maksimasi jumlah pertukaran dan capaian ekonomi dari EIP.
1.1.8 Agro Eco-Industrial Park Berbasis Industri Tahu
Konsep Agro Eco-Industrial Park (AEIP) berbasis industri tahu dilatarbelakangi
permasalahan limbah agroindustri, inefisiensi penggunaan air, dan keterbatasan
18
bahan baku (lokal) pada industri tahu. Konsep AEIP berbasis industri tahu
diarahkan untuk mengurangi limbah, memenuhi kebutuhan bahan baku lokal, serta
yang tidak kalah penting adalah meningkatkan laba ekonomi sebagai faktor
pendorong usaha.
Agroindustri tahu perlu didukung agroindustri dan unit-unit lain untuk
menciptakan interaksi yang efektif antar anggota melalui pertukaran material.
Agroindustri pendukung yang dapat mendukung agroindustri tahu dalam
membentuk AEIP adalah usaha ternak sapi, budidaya kedelai dan biodigester.
Interaksi antar agroindustri dan unit-unit pendukung dalam AEIP berbasis
agroindustri tahu dapat dijelaskan sebagai berikut. Agroindustri tahu membutuhkan
kedelai sebagai bahan baku yang diperoleh dari usaha budidaya kedelai. Usaha
ternak sapi memanfaatkan limbah padat industri tahu (ampas tahu) untuk pakan
ternak sapi. Kotoran sapi digunakan sebagai pupuk dalam budidaya kedelai.
Limbah cair dari industri tahu dan usaha ternak sapi diolah di biodigester dan
diubah menjadi biogas. Limbah cair dari biodigester dimanfaatkan untuk pengairan
pada budidaya kedelai. Konsep AEIP berbasis agroindustri tahu serta interaksi antar
agroindustri pendukung tersebut disajikan dalam Gambar 5.
19
Usaha Ternak Sapi
Usaha Pupuk Organik
UsahaTani Kedelai
AmpasTahu
Kotoran Sapi
PupukOrganik
Jerami
Limbah Cair
Biogas
Biodigester
Industri Tahu
Air
Kedelai
Air
LahanAir Irigas
Gambar 5. Diagram Konseptual Agro Eco-Industrial Park (AEIP) Berbasis
Industri Tahu
1.1.9 Model Optimasi AEIP Berbasis Industri Tahu
Setiap agroindustri dalam AEIP memiliki jumlah kebutuhan bahan baku dan
output material per unit produk yang berbeda-beda. Interaksi antar agroindustri
dalam AEIP akan berjalan efektif dan menghasilkan kinerja yang optimal jika
kapasitas masing-masing agroindustri ‘cukup seimbang’ untuk saling
memanfaatkan outputnya. Kombinasi jumlah produksi dari masing-masing
agroindustri akan berpengaruh terhadap tingkat pertukaran material dan sisa
material yang tidak termanfaatkan. Model optimasi digunakan untuk menghitung
atau menganalisa jumlah produksi dari masing-masing agroindustri yang dapat
menghasilkan nilai optimal dan akan menjadi masukan penting dalam
20
pengembangan AEIP. AEIP berbasis agroindustri tahu dengan kapasitas produksi
berimbang diharapkan dapat mengurangi limbah, pemenuhan bahan baku lokal
serta memberikan keuntungan ekonomi yang lebih baik khususnya pada
agroindustri tahu dan ternak sapi (Gambar 6).
Pencemaran Limbah Agroindustri
Keterbatasan Bahan Baku
USAHA PUPUK ORGANIK
USAHA TERNAK SAPI
USAHA TANI KEDELAI
BIODIGESTER
Agro Eco-Industrial Park (AEIP)
Sisa Limbah Cair
Total Profit
Isu
Model Optimasi
Output Material per
Unit
PermintaanKetersediaan
Air
Input Material per Unit
Jumlah Produksi
Kinerja Optimal
Derajat Daur Ulang
Ketersediaan Lahan
Inefisiensi Penggunaan Air Total Penggunaan Air
Total Kesempatan Kerja
INDUSTRI TAHU
Tingkat Pengangguran
Inefisiensi Usaha
JumlahProduksiOptimal?
Ya
Tidak
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian
1.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan paparan di atas, hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
(1) Konsep Agro Eco-Industrial Park berbasis industri tahu dapat dimodelkan
dalam bentuk model optimasi.
21
(2) Model optimasi Agro Eco-Industrial Park berbasis industri tahu akan
menghasilkan nilai jumlah produksi optimal untuk masing-masing
agroindustri.
(3) Model optimasi Agro Eco-Industrial Park berbasis industri tahu dapat
menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan kinerja sistem agroindustri
yang sedang berjalan.
1.3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
menggambarkan kondisi suatu objek (Natsir, 1999). Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan kuantitatif dengan variabel-variabel dan hubungan yang diukur
dan diteliti sehingga menghasilkan data dalam bentuk angka (Creswell, 2014).
Objek yang diteliti adalah konsep Agro Eco-Industrial Park (AEIP) berbasis
industri tahu yang terdiri dari industri tahu, usaha penggemukan sapi potong, usaha
budidaya kedelai, usaha pembuatan pupuk organik dan unit biodigester. Konsep
AEIP berbasis industri tahu akan dimodelkan dalam bentuk model optimasi.
Tahapan penelitian ditampilkan dalam Gambar 7.
22
ModelValid?
Tidak
Ya
Ya
MULAI
SURVEI PENDAHULUAN
STUDI LITERATURPemodelan SistemGoal ProgrammingAgro Eco-industrial Park
IDENTIFIKASI MASALAH
TUJUAN PENELITIAN
PEMBUATAN MODEL KONSEPTUAL
Deskripsi Sistem NyataRelasi Antar Variabel
FORMULASI MODELPemilihan Model, Variabel
Keputusan, Perumusan Fungsi Kendala dan Fungsi Tujuan,
Penyusunan Model Matematis
DATAJumlah ProduksiOutput Limbah PadatOutput Limbah CairKebutuhan MaterialKebutuhan AirKebutuhan EnergiKebutuhan LahanPermintaanInvestasiBiayaHarga Jual
PARAMETERISASIPengumpulan Data
Perhitungan Parameter
VERIFIKASI MODELPemeriksaan Satuan
ANALISIS OPTIMASIAnalisis Variabel Keputusan
Analisis PrioritasAnalisis Kendala
ANALISIS KINERJAAnalisis Sisa Limbah PadatAnalisis Sisa Limbah Cair
Analisis Recycle RateAnalisis Total Kesempatan Kerja
Analisis Total Profit
KESIMPULAN DAN SARAN
SELESAI
Gambar 7. Alur Penelitian
23
1.4 Tahapan Formulasi Model
Tahapan formulasi model optimasi terdiri dari: 1) penentuan variabel keputusan;
2) perumusan fungsi kendala; 3) perumusan fungsi tujuan; 4) perhitungan
parameter; dan 5) penyusunan formula model optimasi. Subbab ini
mendeskripsikan formulasi umum fungsi kendala dan fungsi tujuan yang akan
digunakan dalam penelitian. Fungsi kendala dan fungsi tujuan tersebut diturunkan
dari sasaran minimasi sisa pertukaran material, sasaran minimasi sisa pertukaran
limbah cair, ketersediaan air, ketersediaan lahan, dan permintaan.
1.4.1 Sasaran Minimasi Sisa Pertukaran Material
Prinsip dasar dari konsep ekologi industri adalah pembentukan sistem industri
tipe III (sistem siklis). Sistem tidak lagi menggunakan input sumber daya (material)
dari luar. Seluruh kebutuhan material dipenuhi dari dalam sistem itu sendiri. Prinsip
ini dapat diterjemahkan dalam konsep AEIP dengan melakukan pertukaran
material, baik material produk maupun non-produk, antar agroindustri.
Pertukaran material harus diupayakan seimbang agar tidak ada sisa atau
kekurangan material antar agroindustri. Hal ini direpresentasikan dengan fungsi
tujuan dan fungsi kendala sebagai berikut:
Fungsi tujuan: minimasi 𝑍 = ∑ (𝑑𝑘− + 𝑑𝑘
+)𝑡𝑘=1 ............... [10]
Fungsi kendala: jijkkiij xbddxm
atau 0
kkjijiij ddxbxm ............... [11]
dengan
i : agroindustri yang menghasilkan material untuk agroindustri j; (i=1,...,n);
24
j : agroindustri yang membutuhkan material dari agroindustri i; j=1,...,n; 𝑖 ≠ 𝑗;
k : urutan fungsi kendala yang terkait tujuan; k=1,...,t;
mij : keluaran material (produk dan non-produk) per unit produk agroindustri i
yang digunakan oleh agroindustri j;
bij : kebutuhan material per unit produk agroindustri j yang diperoleh oleh
agroindustri i;
xi : jumlah produksi agroindustri i;
xj : jumlah produksi agroindustri j;
dk- : penyimpangan negatif (kekurangan material) dalam jenis pertukaran
material k;
dk+ : penyimpangan positif (kelebihan/sisa material) dalam jenis pertukaran
material k.
1.4.2 Sasaran Minimasi Sisa Pertukaran Limbah Cair
Limbah cair agroindustri merupakan limbah yang lebih mudah mencemari
lingkungan, terutama perairan (sungai dan air tanah). Pemanfaatan limbah cair
agroindustri melalui pertukaran limbah cair akan mengurangi jumlah limbah cair
yang dibuang dan menyebabkan pencemaran.
Pertukaran limbah cair harus diupayakan seimbang agar sisa limbah cair yang
dibuang menjadi seminimal mungkin dan mencukup kebutuhan agroindustri yang
memanfaatkan limbah cair. Hal ini direpresentasikan dengan fungsi tujuan dan
fungsi kendala sebagai berikut:
Fungsi tujuan: minimasi 𝑍 = ∑ (𝑑𝑘− + 𝑑𝑘
+)𝑡𝑘=1 ............... [12]
Fungsi kendala: jijkkiij xaddxw
25
atau 0
kkjijiij ddxaxw ............... [13]
dengan
i : agroindustri yang menghasilkan material untuk agroindustri j; (i=1,...,n);
j : agroindustri yang membutuhkan material dari agroindustri i; (j=1,...,n); (𝑖 ≠
𝑗);
k : urutan fungsi kendala yang terkait tujuan; k=1,...,t;
wij : output limbah cair per unit produk agroindustri i yang digunakan oleh
agroindustri j;
aij : kebutuhan air per unit produk agroindustri j yang diperoleh dari limbah cair
agroindustri i;
xi : jumlah produksi agroindustri i;
xj : jumlah produksi agroindustri j;
dk- : penyimpangan negatif (kekurangan material) dalam jenis pertukaran limbah
cair k;
dk+ : penyimpangan positif (kelebihan/sisa material) dalam jenis pertukaran
limbah cair k.
1.4.3 Sasaran Minimasi Sisa Energi
Energi dihasilkan oleh biodigester dalam bentuk biogas. Biogas dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk produksi tahu di industri tahu.
Pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar pada industri tahu diharapkan dapat
mengurangi input bahan bakar dari luar sistem.
26
Produksi biogas oleh biodigester diupayakan seimbang dengan kebutuhan
biogas oleh industri tahu. Hal ini direpresentasikan dengan fungsi tujuan dan fungsi
kendala sebagai berikut:
Fungsi tujuan: minimasi 𝑍 = ∑ (𝑑𝑘− + 𝑑𝑘
+)𝑢𝑘=𝑡+1 ............... [14]
Fungsi kendala: jkkii xddxe
atau 0
kkjii ddxxe ............... [15]
dengan
i : agroindustri yang membutuhkan energi; (i=1,...,n);
j : agroindustri yang menghasilkan energi; (j=1,...,n); (𝑖 ≠ 𝑗);
k : urutan fungsi kendala yang terkait tujuan; k=1,...,t;
ei : kebutuhan energi per unit produk agroindustri i;
xi : jumlah produksi agroindustri i;
xj : jumlah produksi energi agroindustri j;
dk- : penyimpangan negatif (kekurangan kebutuhan) dalam jenis pertukaran
energi k;
dk+ : penyimpangan positif (kelebihan kebutuhan) dalam jenis pertukaran energi
k.
1.4.4 Batasan Ketersediaan Air
Air merupakan sumber daya yang ketersediaannya terbatas. Setiap agroindustri
menggunakan air (baku) untuk melakukan proses produksi. Oleh karena itu, jumlah
produksi dari masing-masing agroindustri terbatas oleh faktor ketersediaan air.
Penggunaan air untuk memproduksi sejumlah tertentu produk agroindustri i tidak
dapat melebihi ketersediaan air yang ada yang dapat digunakan oleh agroindustri
27
tersebut. Hal ini direpresentasikan dengan fungsi kendala ketersediaan air sebagai
berikut:
iii Axa .......... [14]
dengan
ai : kebutuhan air per unit produk agroindustri/agribisnis i;
xi : jumlah produksi produk agroindustri/agribisnis i;
Ai : jumlah air baku yang tersedia yang dapat digunakan oleh agroindustri i.
1.4.5 Batasan Ketersediaan Lahan
Lahan merupakan sumber daya yang ketersediaannya terbatas. Beberapa
jenis agroindustri tergantung pada faktor ketersediaan lahan. Batasan ketersediaan
lahan dapat dituliskan dalam bentuk fungsi matematis sebagai berikut:
Fungsi pembatas iii Fxf ............. [15]
dengan
xi : jumlah produksi produk agroindustri i;
fi : kebutuhan lahan per unit produk agroindustri i;
Fi : ketersediaan lahan untuk agroindustri i;
1.4.6 Batasan Permintaan
Permintaan menjadi salah satu faktor yang mendorong produksi. Jumlah
produksi diharapkan sama dengan jumlah permintaan (meskipun dalam realita hal
tersebut sulit untuk dipenuhi). Kemungkinan adanya selisih antara jumlah produksi
dengan permintaan diakomodir dengan adanya variabel penyimpangan negatif dan
variabel penyimpangan positif. Pemenuhan permintaan dapat dituliskan dalam
bentuk fungsi matematis sebagai berikut:
28
Fungsi pembatas ikki qddx ............. [16]
dengan
xi : jumlah produksi produk agroindustri i;
qi : permintaan untuk produk agroindustri i;
dk- : penyimpangan negatif (kekurangan produksi) dalam pemenuhan
permintaan;
dk+ : penyimpangan positif (kelebihan produksi) dalam pemenuhan permintaan.
1.5 Prosedur Pengambilan Sampel dan Penentuan Unit Analisis
Populasi dalam penelitian ini adalah agroindustri-agroindustri dalam konsep
AEIP yang terdiri dari industri tahu, usaha ternak sapi, usaha budidaya kedelai,
usaha pembuatan pupuk organik dan unit biodigester. Kelima jenis agroindustri
dikaitkan dengan pertukaran material sesuai konsep AEIP. Sampel dibutuhkan dari
setiap jenis usaha untuk menggambarkan karakteristik sub-sistem agroindustri dan
kaitannya dengan sub-sistem agroindustri yang lain. Sampel dipilih secara sengaja
(purposive sampel) dengan mempertimbangkan lokasi dan kapasitas usaha yang
proporsional yang dapat mendukung konsep AEIP. Sampel yang direncanakan akan
diambil dijabarkan dalam Tabel 2.
29
Tabel 2. Sampel Penelitian
No. Agroindustri Sampel Lokasi
1 Industri tahu Kelompok Pengusaha
Tahu Giriharja
Desa Kebonjati, Kec.
Sumedang Utara
2 Usaha ternak sapi
potong
Peternakan Sapi Potong
Bp. Engkos dan Bp. Ita
Desa Kebonjati, Kec.
Sumedang Utara
3 Usaha tani kedelai Budidaya Kedelai Bp.
Bardi
Desa Kebonjati, Kec.
Sumedang Utara
4 Biodigester Unit Biodigester
sekaligus Instalasi
Pengolahan Air Limbah
(IPAL) Industri Tahu
Giriharja
Desa Kebonjati, Kec.
Sumedang Utara
1.6 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah
data yang diambil secara langsung dari lapangan. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari sumber yang telah memiliki data.
1.6.1 Data Primer
Dalam penelitian ini data primer yang dibutuhkan yaitu:
1) Data jumlah produksi
2) Data jumlah limbah (padat dan cair) yang dihasilkan
3) Data penggunaan bahan baku
4) Data penggunaan air untuk produksi
5) Data penggunaan lahan
6) Data jumlah sumber daya (bahan baku, air, lahan) tersedia
7) Data permintaan
8) Data modal kerja (aset) usaha
9) Data biaya operasional usaha
10) Data harga peralatan, bahan, produk
30
1.6.2 Data Sekunder
Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah:
1) Data jumlah industri tahu di Kab. Sumedang
2) Data profil Desa Kebonjati, Kec. Sumedang Utara, Kab. Sumedang
3) Data curah hujan Kabupaten Sumedang
4) Data iklim (suhu, kelembaban, kecepatan angin, lama penyinaran) harian
Kabupaten Sumedang
Data-data sekunder tersebut diperoleh dari literatur (jurnal dan laporan penelitian
lain) serta dari dinas, lembaga, atau badan terkait.
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan melalui pengamatan, pengukuran, wawancara
terstruktur, kuisioner, dan permintaan data sekunder terhadap responden, yaitu:
pengusaha tahu, pengusaha ternak sapi, kelompok tani, Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL), pengelola IPAL/biodigester, Pemerintah Desa, Balai Penyuluh
Pertanian, Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan, Balai
Pengamatan Antariksa dan Atmosfer, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, serta
beberapa orang pakar. Panduan untuk kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 44.
1.7 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dibagi dalam tiga bagian,
yaitu: 1) perhitungan parameter; 2) perhitungan dan analisis optimasi; dan 3)
perhitungan dan analisis kinerja model.
31
1.7.1 Perhitungan Parameter
Perhitungan parameter dilakukan untuk mendapatkan nilai parameter yang
masuk dalam formulasi model optimasi. Parameter-parameter tersebut meliputi: 1)
output material per unit produk; 2) input material per unit produk; 3) kebutuhan air
per unit produk; 4) ketersediaan air; 5) kebutuhan lahan budidaya; 6) ketersediaan
lahan budidaya; dan 7) permintaan aktual. Perhitungan setiap parameter tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Output Material per Unit Produk
Parameter output material per unit produk merupakan jumlah produk maupun
limbah yang dihasilkan dari satu unit produk oleh agroindustri j yang
dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk agroindustri i. Parameter output
material per unit produk dihitung dengan:
𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑀𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝐷𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛/𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖/𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 [17]
2) Input Material per Unit Produk
Parameter input material per unit produk merupakan jumlah bahan baku yang
dibutuhkan untuk memproduksi satu unit produk oleh suatu agroindustri i yang
diperoleh dari agroindustri j. Parameter input material per unit produk dihitung
dengan:
𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡 𝑀𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑀𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙/𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖/𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 [18]
3) Kebutuhan Air per Unit Produk
Parameter kebutuhan air per unit produk dihitung dengan:
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟/𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖/𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 [19]
32
4) Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi dihitung dengan bantuan program aplikasi CROPWAT
8.0. Program aplikasi CROPWAT 8.0 merupakan program aplikasi yang
disediakan oleh FAO secara bebas untuk khalayak umum dan banyak
dipergunakan untuk menghitung kebutuhan air tanaman dan irigasi. Aplikasi
CROPWAT 8.0 menghitung kebutuhan air irigasi berdasarkan neraca air harian
dari zona akar yang dinyatakan dalam penurunan zona akar sebagai berikut:
𝐷𝑟𝑖 = 𝐷𝑟𝑖−1 − (𝑃 − 𝑅𝑂)𝑖 − 𝐼𝑖 − 𝐶𝑅𝑖 + 𝐸𝑇𝑐𝑖 + 𝐷𝑃𝑖 [20]
dengan
𝐷𝑟𝑖 = penurunan zona akar i pada akhir hari i (mm);
𝐷𝑟𝑖−1 = kadar air di zona akr pada akhir hari sebelumnya, i-1 (mm);
𝑃𝑖 = presipitasi pada hari i (mm);
𝑅𝑂𝑖 = limpasan permukaan tanah pada hari i (mm);
𝐼𝑖 = kedalaman irigasi bersih pada hari i yang menginfiltrasi tanah
(mm);
𝐶𝑟𝑖 = kenaikan kapiler dari permukaan air tanah pada hari i (mm);
𝐸𝑇𝑐𝑖 = evapotranspirasi tanaman pada hari i (mm);
𝐷𝑃𝑖 = kehilangan air keluar dari zona akar melalui perkolasi dalam
pada hari i (mm).
Evapotranspirasi tanaman dihitung dengan:
𝐸𝑇𝑐 = 𝐸𝑇0 × 𝐾𝑐 [21]
dengan
𝐸𝑇𝑐 = evapotranspirasi tanaman (mm/hari);
33
𝐸𝑇0 = evapotranspirasi referensi (mm/hari);
𝑅𝑛 = radiasi pada permukaan tanaman (MJ/m2 per hari);
𝐺 = kepadatan fluks panas tanah (MJ/m2 per hari);
Evapotranspirasi potensial dihitung dengan persamaan Penman-Monteith
sebagai berikut (Savva & Franken, 2002):
𝐸𝑇0 =0,408𝛥(𝑅𝑛−𝐺)+𝛾
900
𝑇+273𝑢2(𝑒𝑠−𝑒𝑎)
𝛥+𝛾(1+0,34𝑢2) [22]
dengan
𝐸𝑇0 = evapotranspirasi referensi (mm/hari);
𝑅𝑛 = radiasi pada permukaan tanaman (MJ/m2 per hari);
𝐺 = kepadatan fluks panas tanah (MJ/m2 per hari);
𝑇 = suhu udara rata-rata harian pada ketinggian 2 m (ºC);
𝑢2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/detik);
𝑒𝑠 = tekanan uap saturasi (kPa);
𝑒𝑎 = tekanan uap aktual (kPa);
𝑒𝑠 − 𝑒𝑎 = defisit tekanan uap saturasi (kPa);
𝛥 = kemiringan kurva tekanan uap saturasi pada suhu T (kPa/ ºC);
𝛾 = konstanta psikrometri (kPa/ ºC);
5) Kebutuhan Lahan Budidaya per Unit
Kebutuhan lahan budidaya per unit ditujukan untuk usaha budidaya kedelai
dengan jumlah produksi kedelai berbanding lurus dengan luas lahan. Parameter
kebutuhan lahan budidaya per unit dihitung dengan:
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐿𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑑𝑖𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡 =𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑑𝑖𝑑𝑎𝑦𝑎 (𝑚2)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 (𝑘𝑔) [23]
34
1.7.2 Perhitungan dan Analisis Optimasi
Perhitungan dan analisis optimasi dilakukan untuk menyelesaikan persoalan
optimasi (goal programming) yang berbentuk fungsi-fungsi (persamaan dan
pertidaksamaan) matematika. Penyelesaian persoalan optimasi dilakukan dengan
perangkat lunak (software) POM-QM for Windows versi 5. POM-QM for Windows
adalah perangkat yang digunakan dalam penyelesaian masalah-masalah riset
operasional dan manajemen operasi. Perangkat ini memiliki modul Goal
Programming untuk menyelesaikan persoalan goal programming dengan
menggunakan algoritma simpleks. Cara menggunakan perangkat ini adalah sebagai
berikut:
1) menyiapkan persoalan optimasi dalam bentuk formula baku goal programming;
2) membuka atau memulai perangkat POM-QM for Windows;
3) memilih modul Goal Programming;
4) memasukkan judul persoalan, jumlah tujuan atau pembatas (goal/constraint),
dan jumlah variabel keputusan;
5) memasukkan nilai koefisien bobot dan prioritas (jika ada), koefisien variabel
(parameter), tanda persamaan atau pertidaksamaan (‘=’, ‘≥’, atau ‘≤’), serta nilai
ketersediaan (nilai ruas kanan fungsi/RHS) untuk setiap fungsi kendala;
6) memeriksa seluruh fungsi;
7) menekan tombol perintah ‘SOLVE’ untuk penyelesaian persoalan optimasi;
8) menganalisis output atau solusi optimal yang diberikan dalam bentuk nilai
optimal dari setiap variabel keputusan (analisis variabel keputusan),
35
ketercapaian prioritas (analisis prioritas), dan nilai penyimpangan (analisis
kendala).
1.7.3 Analisis Kinerja
Kinerja model dianalisis dengan menghitung dan membandingkan hasil kinerja
model dengan hasil kinerja sistem nyata. Pengukuran kinerja dilakukan berdasarkan
beberapa parameter kinerja: 1) recycle rate; 2) total sisa limbah cair; 3) total
penggunaan air; 4) total kesempatan kerja; dan 5) total profit. Perhitungan dari
masing-masing parameter kinerja tersebut adalah sebagai berikut.
1) Total Sisa Limbah Padat
Limbah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang dihasilkan dari proses
agroindustri. Kinerja AEIP dapat dilihat dari sisa limbah padat yang dihasilkan
dari pertukaran limbah. Semakin tinggi tingkat pertukaran limbah, semakin
kecil sisa limbah padat yang dihasilkan. Total sisa limbah padat dihitung sebagai
berikut:
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑖𝑠𝑎 𝐿𝑖𝑚𝑏𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑑𝑎𝑡 = ∑ (𝑛𝑖=1 𝑚𝑖𝑗𝑥𝑖 − 𝑏𝑗𝑖𝑥𝑗) [24]
dengan
mij = output limbah padat agroindustri i per unit produk (kg/unit);
xi = jumlah produksi agroindustri i (unit);
bji = kebutuhan material pada agroindustri j yang memanfaatkan limbah padat
dari agroindustri i (kg/unit);
xj = jumlah produksi agroindustri j (unit).
36
2) Total Sisa Limbah Cair
Proses agroindustri juga menghasilkan limbah dalam bentuk cair. Kinerja AEIP
juga perlu dilihat dari sisa limbah cair yang dihasilkan dari pertukaran limbah.
Limbah cair perlu mendapat perhatian khusus dalam penelitian ini karena
memiliki potensi pencemaran yang lebih besar dibanding limbah padat. Total
sisa limbah cair dihitung sebagai berikut:
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑖𝑠𝑎 𝐿𝑖𝑚𝑏𝑎ℎ 𝐶𝑎𝑖𝑟 = ∑ (𝑛𝑖=1 𝑤𝑖𝑗𝑥𝑖 − 𝑎𝑗𝑥𝑗) [25]
dengan
wij = output limbah cair agroindustri i per unit produk (liter/unit);
xi = jumlah produksi agroindustri i (unit);
aj = kebutuhan air agroindustri j yang memanfaatkan limbah cair dari
agroindustri i (liter/unit);
xj = jumlah produksi agroindustri j (unit).
3) Recycle Rate
Recycle rate (derajat daur ulang) merupakan rasio jumlah limbah yang didaur
ulang dibandingkan seluruh limbah yang dihasilkan. Recycle rate dapat
menggambarkan tingkat optimalisasi seluruh proses metabolisme dalam AEIP
(Djajadiningrat&Famiola, 2004). Perhitungan recycle rate menurut Leverenz,
Tchobanoglous, dan Spencer (2002) adalah:
𝑅𝑒𝑐𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑅𝑎𝑡𝑒 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑖𝑚𝑏𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑢𝑟 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑙𝑖𝑚𝑏𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛 [26]
4) Total Kesempatan Kerja
AEIP diharapkan dapat memberikan manfaat sosial bagi masyarakat sekitar.
Salah satu manfaat yang diharapkan dari keberadaan dan pengembangan AEIP
37
adalah meningkatnya kesempatan kerja. Kesempatan kerja dapat diukur dari
kebutuhan tenaga kerja dari setiap agroindustri. Total kesempatan kerja yang
dihasilkan dari model maupun sistem nyata dihitung dengan:
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 = ∑ 𝑇𝐾𝑖𝑡𝑖=1 [27]
dengan
i = jenis agroindustri;
TKi = kebutuhan tenaga kerja agroindustri i (HOK/hari).
5) Total Profit
Profit atau keuntungan ekonomi masih menjadi faktor pendorong utama bagi
pelaku usaha dalam melakukan dan mengembangkan usaha. Pengembangan
AEIP juga diharapkan memberikan manfaat ekonomi bagi pelaku usaha
sehingga mendorong mereka untuk menerapkan konsep AEIP. Total profit
dihitung dengan
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 = ∑ (𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑎𝑔𝑟𝑜𝑖𝑛𝑑𝑢𝑠𝑡𝑟𝑖 𝑖) 𝑛𝑖=1 [28]
𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 = 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 − 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 [29]
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 × 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐽𝑢𝑎𝑙 [30]
Pada penelitian ini, profit yang dihitung adalah profit kotor, yaitu profit yang
belum dikurangi pajak. Harga jual ditentukan berdasarkan survey harga rata-rata
di tingkat produsen pada saat pengambilan data (September - Nopember 2018).
Biaya meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa, transportasi, listrik, dan
penyusutan.