bab ii kerangka konseptualrepository.ub.ac.id/6591/3/3. bab ii.pdfterhadap pembentukan kawasan taman...

29
19 BAB II KERANGKA KONSEPTUAL Bab ini memaparkan tiga hal penting. Pertama, studi terdahulu, bagian ini merupakan acuan atau referensi bagi peneliti untuk melakukan penelitian serta dapat menerangkan keorisinalitas penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Kedua, teori perubahan sosial digunakan sebagai analisis perubahan sosial Masyarakat Desa Ngadas yang terjadi pasca penetapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan konsep kesejahteraan masyarakat yang digunakan sebagai pisau analisis penelitian terkait dengan pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berdampak pada peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat Desa Ngadas. Ketiga, alur piker yang memaparkan terkait alur pikir penelitian ini. 2.1 Penelitian Terdahulu Pada bagian ini dipaparkan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Dipaparkannya penelitian terdahulu ini dengan maksud untuk melihat urgensitas kajian mengenai perubahan sosial dan kesejahteraan sosial masyarakat desa enclave pasca penetapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.Selanjutnya menjadi bahan perbandingan sekaligus referensi berkenaan dengan penelitian ini. Pertama, Oktania Kusuma Handayani, Nilai Ekonomi Pemanfaatan Kawasan Konservasi Bagi Masyarakat Sekitar Resort Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 1 Diterbitkan pada tahun 2015, tulisan ini mengulas dan 1 Oktania Kusuma Handayani,” Nilai Ekonomi Pemanfaatan Kawasan Konservasi Bagi Masyarakat Sekitar Resort Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pan grango”, Skripsi

Upload: others

Post on 04-Dec-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

19

BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL

Bab ini memaparkan tiga hal penting.Pertama, studi terdahulu, bagian ini

merupakan acuan atau referensi bagi peneliti untuk melakukan penelitian serta

dapat menerangkan keorisinalitas penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Kedua,

teori perubahan sosial digunakan sebagai analisis perubahan sosial Masyarakat

Desa Ngadas yang terjadi pasca penetapan Taman Nasional Bromo Tengger

Semeru dan konsep kesejahteraan masyarakat yang digunakan sebagai pisau

analisis penelitian terkait dengan pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger

Semeru berdampak pada peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat Desa

Ngadas. Ketiga, alur piker yang memaparkan terkait alur pikir penelitian ini.

2.1 Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini dipaparkan beberapa penelitian terdahulu yang relevan

dengan permasalahan yang diteliti. Dipaparkannya penelitian terdahulu ini dengan

maksud untuk melihat urgensitas kajian mengenai perubahan sosial dan

kesejahteraan sosial masyarakat desa enclave pasca penetapan Taman Nasional

Bromo Tengger Semeru.Selanjutnya menjadi bahan perbandingan sekaligus

referensi berkenaan dengan penelitian ini.

Pertama, Oktania Kusuma Handayani, Nilai Ekonomi Pemanfaatan

Kawasan Konservasi Bagi Masyarakat Sekitar Resort Bodogol Taman Nasional

Gunung Gede Pangrango.1 Diterbitkan pada tahun 2015, tulisan ini mengulas dan

1Oktania Kusuma Handayani,” Nilai Ekonomi Pemanfaatan Kawasan Konservasi Bagi

Masyarakat Sekitar Resort Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pan grango”, Skripsi

20

mengidentifikasi pola-pola pemanfaatan kawasan dan mengukur tingkat

ketergantungan masyarakat terhadap kawasan Taman Nasional Gunung Gede

Pangrango. Pola-pola pemanfaatan kawasan yang dilakukan berupa kegiatan

pertanian, perkebunan dan pemanfaatan hasil hutan. Tulisan ini juga menghitung

nilai ekonomi langsung dari setiap hasil hutan dan kegiatan pemanfaatan kawasan

taman nasional yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan Resort

Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Sekaligus mengukur tingkat

ketergantungan masyarakat terhadap kawasan Resort Bodogol Taman Nasional

Gunung Gede Pangrango. Tulisan ini menggunakan konsep ketergantungan

masyarakat dan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Kedua, Zain Panji Pangestu, Sikap Petani Lereng Gunung Merbabu

Terhadap Pembentukan Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu di Kecamatn

Selo Kabupaten Boyolali.2 diterbitkan pada tahun 2011. Tulisan ini mengulas

tentang faktor-faktor pembentuk sikap petani lereng gunung merbabu terhadap

Taman Nasional Gunung Merbabu di Kecamatan Selo kabupaten Boyolali, dan

mengkaji hubungan antara sikap petani lereng Gunung Merbabu dengan Taman

Nasional Gunung Merbabu (TNGMb). Selanjutnya hasil penelitian menunjukan

bahwa sikap petani lereng gunung merbabu terhadap konsep program TNGMb

dalam kategori positif sebanyak 42 orang (70%), sikap petani lereng gunung

merbabu terhadap tujuan program TNGMb dalam kategori positif sebanyak 32

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Bogor, 2015 du unduh di http://repository.itb.ac.id/ pada tanggal 1 Maret 2017 pukul 16.49 2Zain Pan ji Pangestu, “Sikap Petani Lereng Gunung Merbabu Terhadap Pembentuan Kawasan

Taman Nasional Gunung Merbabu di Kecamatn Selo Kabupaten Boyolali ”. Skripsi Jurusan

Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta,

2011. Di unduh di http://digilib.uns.ac.id/ pada tanggal 27 Februari 2017 pukul 22.39

21

orang (53,3%), sikap petani lereng gunung merbabu terhadap kegiatan program

TNGMb dalam kategori positif sebanyak 47 orang (78,3%), sikap petani lereng

gunung merbabu terhadap dampak program TNGMb dalam kategori positif

sebanyak 33 orang (55%).

Sedangkan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengalaman

pribadi, tingkat pengaruh orang yang dianggap penting, tingkat penggunaan media

massa dan tingkat pendidikan format dengan sikap petani lereng gunung merbabu

terhadap pembentukan kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb).

Sebaliknya terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengaruh

kebudayaan, kepercayaan, adat dan pendidikn non formal dengan sikap petani

lereng gunung merbabu terhadap program pembentukan kawasan Taman Nasional

Gunung Merbabu (TNGMb). Tulisan ini mengunakan konsep pembangunan

kehutanan dan sikap, dengan mengunakan metode kuantitatif.

Ketiga, Faris Priyanto, Dampak Zonasi Taman Nasional Karimunjawa

Terhadap Strategi Nafkah Nelayan Kompresor. ( Studi Kasus Desa Karimunjawa,

Kecamatan Karimunjawa Kabupaten Jepara).3 diterbitkan pada tahun 2011.

Tulisan ini memaparkan dan menganalisis dampak kehadiran Taman Nasional

Karimunjawa beserta dengan zonasi perairan laut terhadap nafkah nelayan, dan

menganalisi eksistensi keberadaan zona lingkungan Taman Nasional

Karimunjawa. Selanjutnya hasil dari penelitian ini juga menunjukan bahwa

penetapan zonasi Taman Nasional Karimunjawa tidak serta merta menyelesaikan

3Faris Priyanto, “DamPak Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Terhadap Strategi Nafkah

Nelayan Kompresor. ( Studi Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa Kabupaten

Jepara)”, Skripsi Departemen sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi

Manusia Institut Pertanian Bogor, 2011, d i unduh di http://repository.itb.ac.id/ pada tanggal 5

maret 2017 pada pukul 19.16

22

masalah yang ada, karena keberadaanya tidak sepenuhnya dipahami dan dipatuhi

oleh masyarakat. Sebagian besar nelayan kompressor mencari ikan disemua

kawasan Taman Nasional Karimunjawa karena mereka tidak mengetahui tentang

zonasi kawasan.

Efektifitas pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa dipengaruhi oleh

kealitas sumberdaya manusia, ketersidaan sarana dan prasarana, serta dukungan

anggaran yang memadahi. Taman Nasional Karimunjawa juga mampu

meningkatkan diversifikasi nafkah dengan mendorong pertumbuhan sektor

pariwisata, namun tidak mempengaruhi daerah tangkap dan alat tangkap nelayan

kompresor. Sehingga dapat dikatakan bahwa manajemen zonasi yang dilakukan

oleh Balai Taman Nasional karimunjawa belum efektif. Tuisan ini menggunakan

konsep zonasi kawasan taman nasional dengan metode kuantitatif dengan

didukung data kualitatif.

Keempat, Vahya Annisaningrum, Dampak Penetapan Taman nasional

Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus Desa Ranu Pani,

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru).4 Diterbitkan pada tahun 2016. Tulisan

ini memaparkan tentang bagaimana kondisi sosial masyarakat Desa Ranu Pani

sebelum dan sesudah taman nasional ditetapkan, dan melihat pengaruh taman

nasional terhadap kesejahteraan rumah tangga petani, dan juga melihat akses

masyarakat sebelum dan setelah Desa Ranu Pani menjadi desa enclave. Setelah

4Vahya Annisaningrum, DamPak Penetapan Taman nasional Terhadap Kesejahteraan Rumah

Tangga Petani (Studi Kasus Desa Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru), Skripsi

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Mas yarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut

Pertanian Bogor, 2016. Di unduh http://repository.itb.ac.id/ pada tanggal 27 Februari 2017 pada

pukul 22.08

23

taman nasional ditetapkan, akses masyarakat terhadap sumber daya alam seperti

kayu dan air semakin terbatas terutama akses terhadap sumber daya lahan, berada

di tengah kawasan konservasi membuat masyarakat yang seluruhnya merupakan

petani tidak bisa memperluas lahan pertanian mereka. Akibatnya dari tahun ke

tahun lahan pertanian yang dimiliki oleh rumah tangga petani semakin sedikit.

Dan luas lahan pertanian dapat berpengaruh pada kesejahteraan rumah tangga

petani, dapat dilihat dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan tingkat

perumahan serta lingkungan. Tulisan ini mengunakan konsep agraria dan teori

akses menurut Ribot dan Peluso melalui pendekatan kuantitatif dengan didukung

data kualitatif.

Kelima, Chaerul Ramdani, Strategi Penembangan Wisata Alam Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango Cibodas Cianjur Jawa Barat.5 Diterbitkan pada

tahun 2008. Tulisan ini mengulas tentang strategi yang menjadi prioritas dalam

pengembangan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, sekaligus juga

mengulas tentang alternatif strategi yang paling tepat dikembangkan di Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango. Selain itu tulisan ini juga mengulas tentang

kondisi lingkungan internal dan eksternal dalam mengembangkan Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango.

Dapat dilihat hasilnya bahwa kondisi internal yang bisa menjadi kekuatan

dalam upaya-upaya pengembangan pengelolaan wisata alam Taman Nasional

Gunung Gede Pangrango (TNGP) diantaranya aksesbilitas lokasi, pelayanan

5Chaerul Ramdani, Strategi Penembangan Wisata Alam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Cibodas Cianjur Jawa Barat, Skripsi, Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis Fakultas

Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2008 di unduh di http://repository.itb.ac.id

pada tanggal 01 Maret 2017.

24

karyawan, peran litbang, kualitas SDM, sistem pencatatan keuangan, hubungan

internal SDM, tarif masuk kawasan wisata, konsep wisata yang berbasis

lingkungan hidup dan pendidikan, pengunanan sistem informasi manajemen,

tersedianya sarana prasaranan pengunjung dan menawarkan produk wisata lainnya

seperti budidaya tanaman hias dan obat, sedangkan faktor internal yang menjadi

kelemahan diataranaya tingkat promosi, kualitas SDM, kondisi infrastruktur yang

kurang diremajakan karena sudah rusak, kondisi keuangan perusahaan,

penyuluhan dan pembinaan hutan konservasi di kawasan wisata, adanya jalur non

formal yang mengakses ke kawasan wisata. Sama hanya faktor eksternal juga

memiliki kekuatan dan juga kelemahan. Untuk alternatif strategi salah satunya

yakni tetap mempertahankan konsep wisata yang sudah ada dan mengoptimalkan

sistem informasi baik dalam operasional maupun promosi. Penilitian ini

mengunakan konsep manajemen strategi dengan mengunakan metode kuantitatif

dengan didukung data kualitatif.

Berdasarkan sejumlah penelitian diatas,dapat ditarik kesimpulan bahwa

penelitian ini berbedadengan penelitian-penelitian sebelumnya yang telah

disebutkan. Penelitian-penelitian sebelumnya memaparkan tentang keterkaitan

antara kawasan Taman Nasional dengan pola pemanfaatan dan tingkat

ketergantungan masyarakat, begitu juga keterkaitan antara kondisi, sikap, akses

masyarakat petani serta kesejahteraan petani dan nafkah nelayan dengan taman

nasional. dan strategi pengembangan wisata alam. Perlu diperhatikan bahwa

penelitian ini mengandung hal baru karena pemikiran yang berbeda, yaitu

membahas perubahan sosial masyarakat desa enclave pasca penetapan Taman

25

Nasional Bromo Tengger Semeru terhadap kesejahteraan masyarakat Desa

Ngadas. Berdasarkan beberapa deskripsi penjelasan di atas, penelitian terdahulu

secara singkat dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu yang Relevan dengan Penelitian ini

Judul Penelitian Deskripsi Penelitian Perbedaan dengan

penelitian ini

Oktania Kusuma

Handayani, 2015 “Nilai Ekonomi Pemanfaatan Kawasan

Konservasi Bagi Masyarakat Sekitar

Resort Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango”.

Tulisan ini mengulas dan

mengidentifikasi pola-pola pemanfaatan

kawasan dan mengukur

tingkat ketergantungan masyarakat terhadap

kawasan Taman Nasional Gunung Gede

Pangrango. Pola-pola

pemanfaatan kawasan yang dilakukan berupa

kegiatan pertanian, perkebunan dan

pemanfaatan hasil hutan.

Tulisan ini juga menghitung nilai

ekonomi langsung dari setiap hasil hutan dan kegiatan pemanfaatan

kawasan taman nasional yang dilakukan oleh

masyarakat disekitar kawasan Resort Bodogol Taman Nasional Gunung

Gede Pangrango. Sekaligus mengukur

tingkat ketergantungan masyarakat terhadap

kawasan Resort Bodogol

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Tulisan

ini menggunakan konsep ketergantungan

masyarakat, dengan

menggunakan metode

Peneliti sebelumnya

menjelaskan tentang pola-pola pemanfaatan kawasan dan mengukur tingkat

ketergantungan masyarakat terhadap kawasan Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango. Tulisan ini menggunakan konsep

ketergantungan masyarakat. Sedangkan peneliti sekarang

berfokus pada perubahan sosial masyarakat Desa Ngadas semenjak penetapan

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan

kesejahteraan sosial masyarakat Desa Ngadas pasca penetapan Taman

Nasional Bromo Tengger Semeru, dengan

mengunakan teori rasionalisme Max Weber dan konsep kesejahteraan

sosial.

26

penelitian deskriptif kualitatif.

Zain Panji Pangestu,

2011, “Sikap Petani Lereng Gunung

Merbabu Terhadap Pembentukan Kawasan Taman

Nasional Gunung Merbabu di

Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali.”

Tulisan ini mengulas

tentang faktor- faktor pembentuk sikap petani

lereng Gunung Merbabu terhadap Taman Nasionl Gunung Merbabu di

Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali, dan

mengkaji hubungan antara sikap petani lereng Gunung Merbabu dengan

Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb).

Selanjutnya hasil penelitian menunjukan bahwa sikap petani

lereng Gunung Merbabu terhadap konsep program

TNGMb dalam kategori positif sebanyak 42 orang (70%), sikap

petani lereng Gunung Merbabu terhadap tujuan program TNGMb dalam

kategori positif sebanyak 32 orang (53,3%), sikap

petani lereng Gunung Merbabu terhadap kegiatan program

TNGMb dalam kategori positif sebanyak 47

orang (78,3%), sikap petani lereng Gunung Merbabu terhadap

dampak program TNGMb dalam kategori

positif sebanyak 33 orang (55%). Sedangkan tidak ada hubungan yang

signifikan antara tingkat pengalaman pribadi,

tingkat pengaruh orang yang dianggap penting, tingkat pengguanaan

Penelitian Zain Panji

Pangestu membahans mengenai faktor- faktor

pembentuk sikap petani lereng Gunung Merbabu terhadap Taman Nasionl

Gunung Merbabu di Kecamatan Selo kabupaten

Boyolali, dan mengkaji hubungan antara sikap petani lereng Gunung

Merbabu dengan Taman Nasional Gunung Merbabu

(TNGMb). Tulisan ini mengunakan konsep pembangunan kehutanan

dan sikap. Sedangkan peneliti sekarang berfokus

pada perubahan sosial masyarakat Desa Ngadas semenjak penetapan Taman

Nasional Bromo Tengger Semeru dan kesejahteraan sosial masyarakat Desa

Ngadas pasca penetapan Taman Nasional Bromo

Tengger Semeru, dengan mengunakan teori rasionalisme Max Weber

dan konsep kesejahteraan sosial.

27

media massa dan tingkat pendidikan formal

dengan sikap petani lereng Gunung Merbabu terhadap pembentukan

kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu

(TNGMb). Sebaliknya terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat

pengaruh kebudayaan, kepercayaan, adat dan

pendidikan non formal dengan sikap petani lereng Gunung Merbabu

terhadap program pembentukan kawasan

Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb). Tulisan ini mengunakan

konsep pembangunan kehutanan dan sikap,

dengan mengunakan metode kuantitatif.

Faris Priyanto, 2011, “Dampak Zonasi

Taman Nasional Karimunjawa

Terhadap Strategi Nafkah Nelayan Kompresor. ( Studi

Kasus Desa Karimunjawa,

Kecamatan Karimunjawa Kabupaten Jepara)”

Tulisan ini memaparkan dan menganalisis

dampak kehadiran Taman Nasional

karimunjawa beserta dengan zonasi perairan laut terhadap nafkah

nelayan, dan menganalisi eksistensi keberadaan

zona lingkungan Taman Nasional Karimunjawa. Selanjutnya hasil dari

penelitian ini juga menunjukan bahwa

penetapan zonasi Taman Nasional Karimunjawa tidak serta merta

menyelesaikan masalah yang ada, karena

keberadaanya tidak sepenuhnya dipahamidan dipatuhi oleh

Peneliti sebelumnya memaparkan dan

menganalisis dampak kehadiran Taman Nasional

Karimunjawa beserta dengan zonasi perairan laut terhadap nafkah nelayan,

dan menganalisi eksistensi keberadaan zona lingkungan

Taman Nasional Karimunjawa. Tuisan ini menggunakan konsep zonasi

kawasan taman nasional. Sedangkan peneliti sekarang

berfokus pada perubahan sosial masyarakat Desa Ngadas semenjak penetapan

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan

kesejahteraan sosial masyarakat Desa Ngadas pasca penetapan Taman

28

masyarakat. Efektifitas Pengelolaan Taman

Nasional Karimunjawa dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya manusia,

ketersediaan sarana dan prasarana, serta

dukungan anggaran yang memadahi. Taman Nasional Karimunjawa

juga mampu meningkatkan

diverifikasi nafkah dengan mendorong pertumbuhan sektor

pariwisata, namun tidak mempengaruhi daerah

tangkap dan alat tangkap nelayan kompressor. Tuisan ini menggunakan

konsep zonasi kawasan taman nasional dengan

metode kuantitatif dengan didukung data kualitatif.

Nasional Bromo Tengger Semeru, dengan

mengunakan teori rasionalisme Max Weber dan konsep kesejahteraan

sosial.

Vahya Annisaningrum,

2016, “Dampak Penetapan Taman

Nasional Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani (Studi

Kasus Desa Ranu Pani, Taman Nasional

Bromo Tengger Semeru)”

Tulisan ini memaparkan

tentang bagaimana kondisi sosial masyarakat

Desa Ranu Pani sebelum dan sesudah taman nasional ditetapkan, dan

melihat pengaruh taman nasional terhadap

kesejahteraan rumah tangga petani, dan juga melihat akses masyarakat

sebelum dan setelah Desa Ranu Pani menjadi

desa enclave. Setelah taman nasional ditetapkan, akses

masyarakat terhadap sumber daya alam seperti

kayu dan air semakin terbatas terutama akses terhadap sumber daya

Peneliti sebelumnya

membahas tentang bagaimana kondisi sosial

masyarakat Desa Ranu Pani sebelum dan sesudah taman nasional ditetapkan, dan

melihat pengaruh taman nasional terhadap

kesejahteraan rumah tangga petani, dan juga melihat akses masyarakat sebelum

dan setelah Desa Ranu Pani menjadi desa enclave.

Tulisan ini mengunakan konsep agraria dan teori akses menurut Ribot dan

Peluso. Sedangkan peneliti sekarang berfokus pada

perubahan sosial masyarakat Desa Ngadas semenjak penetapan Taman Nasional

29

lahan, berada di tengah kawasan konservasi

membuat masyarakat yang seluruhnya merupakan petani tidak

bisa memperluas lahan pertanian mereka.

Tulisan ini mengunakan konsep agraria dan teori akses menurut Ribot dan

Peluso pendekatan kuantitatif dengan

didukung data kualitatif.

Bromo Tengger Semeru dan kesejahteraan sosial

masyarakat Desa Ngadas pasca penetapan Taman Nasional Bromo Tengger

Semeru, dengan mengunakan teori

rasionalisme Max Weber dan konsep kesejahteraan sosial.

Chaerul Ramdani, 2008, “Strategi

Penembangan Wisata Alam Taman Nasional Gunung Gede

Pangrango Cibodas Cianjur Jawa Barat”,

Tulisan ini mengulas tentang strategi yang

menjadi prioritas dalam pengembangan Taman Nasional Gunung Gede

Pangrango, sekaligus juga menguas tentang

alternatif strategi yang paling tepat dikembangkan di Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango. Selain itu tulisan ini juga mengulas

tentang kondisi lingkungan internal dan

eksternal dalam mengembangkan Taman Nasional Gunung Gede

Pangrango. Penilitian ini mengunakan konsep

manajemen strategi dengan mengunakan metode kuantitatif

dengan didukung data kualitatif.

Penilitian Chaerul Ramdani mengulas tentang strategi

yang menjadi prioritas dalam pengembangan Taman Nasional Gunung

Gede Pangrango, sekaligus juga menguas tentang

alternatif strategi yang paling tepat dikembangkan di Taman Nasional Gunung

Gede Pangrango. Selain itu tulisan ini juga mengulas tentang kondisi lingkungan

internal dan eksternal dalam mengembangkan Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango. Penilitian ini mengunakan konsep

manajemen strategi. Sedangkan peneliti sekarang

berfokus pada perubahan sosial masyarakat Desa Ngadas semenjak penetapan

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan

kesejahteraan sosial masyarakat Desa Ngadas pasca penetapan Taman

Nasional Bromo Tengger Semeru, dengan

mengunakan teori rasionalisme Max Weber dan konsep kesejahteraan

30

sosial.

Sumber: hasil olahan peneliti, 2017

2.2 Kerangka Teoritik

Pada sub bab ini, peneliti memaparkan beberapa kerangka teori yang

berkenaan dengan judul yang dipilih. Kerangka teori ini nantinya dapat menjadi

acuan dasar peneliti dalam menelisik lebih jauh penelitian.

2.2.1 Teori Perubahan Sosial

Membahas mengenai Teori perubahan sosial, August Comte dalam Agus

Salim membagi menjadi dua konsep, yaitu bangunan struktural (social static) dan

dinamika Struktural (social dynamics).6 Perubahan bangunan strukrural dan

dimanika struktural merupakan dua hal yang saling terkait, serta tidak dapat

dipisahkan. Struktur dapat digambarkan sebagai hierarki masyarakat yang

memuat pengelompokan masyarakat berdasarkan kelas-kelas tertentu, sedangkan

dinamika sosial merupakan proses perubahan kelas-kelas masyarakat itu dari satu

masa ke masa yang lain.7 Struktur sosial pada dasarnya tidak sekedar perubahan

struktur, melainkan terjadi perubahan kemasyarakatan (Societal change), dengan

demikian dapat dinyatakan societal change in societal structure.8 Perubahan yang

terjadi mencangkup perubahan tiga struktur diawali dengan perubahan struktur

ekonomi, kemudian perubahan pada struktur sosial dan sampai pada perubahan

ideological super strukture.9

6Agus Salim, Perubahan Sosial (Sketsa Teori dn Refleksi Metodologi Kaasus Indonesia ), 2014,

Yogyakarta : Tiara Wacana, hlm 9 7Ibid, hlm 10

8Ibid, hlm 17

9Ibid, hlm 17

31

Perubahan sosial merupakan suatu realitas yang majemuk, bukan realitas

tunggal yang diakibatkan oleh dinamika masyarakat tertentu, perubahan sosial

adalah suatu bentuk peradaban umat manusia akibat adanya eskalasi perubahan

alam, biologi, fisik yang terjadi sepanjang kehidupan manusia.10 Samuel Koeing

mendefinisikan bahwa perubahan sosial sebagai modifikasi yang terjadi dalam

pola-pola kehidupan manusia, disebabkan oleh perkara-perkara intern atau

ekstern.11 Damsar berpendapat bahwa perubahan sosial masyarakat merupakan

perubahan yang mengacu pada cara orang atau masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang langkah.12

Pola perubahan sosial ada dua macam, yaitu yang datang dari negara

(state) dan yang datang dari bentuk pasar bebas (free market).13 Perubahan yang

dikelolah oleh pemerintah berorientasi pada ekonomi garis komando yang datang

secara terpusat, sedangkan yang datang dari pasar bebas campur tangan

pemerintah sangat terbatas.14 Perubahan yang datang dari negara seringkali berupa

pemberdayaan dibidang-bidang tertentu, Perubahan yang berasal dari pemerintah

berbentuk suatu kebijakan atau program tujuannya untuk pengentasan kemiskinan

dan memandirikan masyarakat. Dalam hal ini melihat bagaimana perubahan yang

dialami masyarakat Desa Ngadas Setelah dan Sesudah ditetapkanya kawasan

konservasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru oleh Menteri Kehutanan

pada 1997, apakah berdampak pada kesejahteraan atau malah kesenjangan dan

10

Ibid, hlm 1 11

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, 2010, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hlm

89. 12

Damsar, Sosiologi Ekonomi, 2002Jakarta : PT Raja Grasindo Persada, hal 7. 13

Op-cit, Agus Salim, hlm 13 14

Op-cit, Agus Salim, hlm 13

32

kesengsaraan. Menurut Robert H. Lauer, Pemerintah adalah sumber utama

perubahan, dan kebanyakan arah perubahan dalam suatu masyarakat dengan

pemerintah pusat yang kuat, harus dipahami menurut aktifitas pemerintah

bersangkutan.15 Sedang Marxis memandang negara adalah organisasi reaksioner

yang melayani kepentingan kelas orang kaya, dan menentang adanya perubahan.16

Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat dibedakan menjadi

beberapa bentuk, yaitu perubahan yang terjadi secara cepat (revolusi), perubahan

secara lambat (evolusi), perubahan yang direncanakan dan yang tidak

direncanakan.17 Perubahan dapat terjadi dengan lambat, sedang atau keras,

tergantung situasi (fisik, buatan atau sosial) yang mempengaruhinya.18 Seperti

hanya rasionalitas bisa mengerakkan banyak perubahan sosial dan mengubah

perilaku kehidupan setiap orang secara kontekstual.19 Kemudian perubahan sosial

memiliki ciri yaitu berlangsung terus menerus dari waktu ke waktu, apakah

direncanakan atau tidak yang terus terjadi tak tertahankan.20 Bentuk dan ciri

perubahan tersebut dalam konteks ini akan menjadi acuan untuk menelaah lebih

lanjut mengenai perubahan sosial yang dialami masyarakat Desa Ngadas dari segi

dampak yang ditimbulkan, seperti pemberdayaan yang dilakukan oleh Taman

Nasional sudah bisa memberikan dampak positif atau bahkan negatif.

15

Robert H. Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, 1989, Jakarta : Bina Aksara, hlm 319 16

Ibid, hlm 314 17

Loc-Cit, Agus Salim, hlm 13 18

Loc-Cit, Agus Salim, hlm 11 19

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, 2001, Jakarta : Rajawali Pers,

hlm 47. 20

Loc-Cit, Agus Salim h lm 10

33

Proses perubahan sosial meliputi proses reproduction dan proses

transformation.21 Proses Reproduction merupakan proses mengulang-ulang,

menghasilkan kembali segala hal yang diterima sebagai warisan budaya dari

nenek moyang kita sebelumnya.22 Proses Transformation merupakan suatu proses

menciptakan hal baru yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, yang

berubah adalah aspek budaya yang bersifat material sedangkan yang bersifat

norma dan nilai cenderung dipertahankan dan sulit diadakan perubahan.23 Melihat

Desa Ngadas merupakan desa Adat dari Suku Tengger dan memiliki kearifan

lokal tersendiri serta pola masyarakat Desa Ngadas bergantungan terhadap alam

sekitar, yang dari pihak taman nasional ingin mengalihkan ketergantungan

tersebut dalam pola pemberdayaan kesektor lain, seperti pariwisata, apakah sudah

bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau sebaliknya.

Roy Bhaskar dalam Agus Salim menyatakan, Reproduction berkaitan

dengan lampau perulaku masyarakat, yang berhubungan dengan masa sekarang

dan masa yang akan datang.24

21

Loc-Cit, Agus Salim, hlm 20. 22

Loc-Cit, Agus Salim, hlm 20 23

Loc-Cit, Agus Salim, hlm 21 24

Loc-Cit, Agus Salim, hlm 20

34

Bagan 2.1 Pola Pemikiran Roy Bhaskar Tentang Reproduction dan trasformation

Reproduction ¾ Pengulangan berlaku universal (semua organisasi)

1/3 mengubah Transformation

The Past The Present The Fature

(dikutip dari Agus Salim Perubahan Sosial (Sketsa Teori dn Refleksi Metodologi Kaasus

Indonesia), 2014, Yogyakarta : Tiara Wacana)

Menurut Karl Marx perubahan sosial hanya mungkin terjadi karena

konflik kepentingan material (benda) atau hal yang bersifat material

(dibendahkan).25 Sedangkan pemikiran Max Weber yang dapat berpengaru pada

teori perubahan sosial adalah dari bentuk rasionalisme yang dimiliki.26 Konsep

Emile Durkheim tentang perubahan sosial bertolak dari pembagian Kerja (The

Division of Labour), yang menyatakan bahwa proses pembagian kerja

berkembang karena lebih banyak individu dapat berinteraksi satu sama lain.27

Mengacu pada masyarakat Desa Ngadas lebih dulu bertempat tinggal di kawasan

tersebut, sebelum kawasan tersebut dijadikan taman nasional, tentu akan ada

konflik-konflik antara taman nasional dan masyarakat, seperti kepentingan lahan.

Dengan demikian apakah konflik tersebut berdampak pada kesejahteraan atau

malah sebaliknya, dengan menacu pada upaya-upaya penyelesaikan konfliknya.

Menurut Marx ada tiga tema menarik mengenai perubahan sosial di

lingkungan masyarakat, dalam konsepsi Marx, perubahan sosial ada pada kondisi

25

Loc-Cit, Agus Salim h lm 38 26

Loc-Cit, Agus Salim h lm 38 27

Loc-Cit,Agus Salim hlm 55

35

historis yang melekat pada perilaku manusia secara luas.28 Ketiga tema itu

diantaranya :

Pertama, perubahan sosial menekankan pada konsisi materialistis berpusat pada perubahan-perubahan cara atau teknik-teknik produksi material

sebagai sumber perubahan sosial budaya. Kedua, perubahan sosial utama adalah kondisi-kondisi material dan cara-cara produksi disatu pihak dan hubungan-hubungan sosial serta norma-norma pemilikan dipihak yang lain

pihak, mulai dari komunitas bangsa primitif sampai bentuk kapitalis modern. Ketiga, dapat dinyatakan bahwa manusia menciptakan sejarah

materialnya sendiri, selama ini mereka berjuang menghadapi lingkungan materialnya dan terlibat dalam hubungan-hubungan sosial yang terbatas dalam proses pembetukannya.29

Unsur perubahan sosial yang mempengaruhi dinamika aspek-aspek

srukturak dalam masyarakat. Ada lima unsur yang dapat dirunut sebagai kekuatan

eksternal dan menjadi mesin pengerak perubahan sosial, yang memiliki potensi

penuh mengubah masyarakat di negara berkembang. Informasi komunikasi,

birokrasi, ideologi, modal dan teknologi.30 Sebuah perubahan tentu akan

membawa dampak yang ditimbulkan, baik itu positif maupun negatif dan dampak

langsung maupun tidak langsung.

Dampak positif diantaranya : manusia semakin mudah dan cepat menyelesaikan aktifitasnya, integrasi sosial semakin tinggi, kualitas

individu dan masyarakat semakin baik, mobilitas sosial semakin cepat dan dan pola pikir manusia semakin berkembang. Sedangkan dampak negatifnya antara lain : meningkatnya angka kemiskinan, jumlah

penganguran semakin tinggi, peningkatan angka kriminalitas, terjadi konflik sosial, individualitas semakin meningkat dan pencemaran

lingkungan.31 Terjadinya suatu perubahan sosial pada masyarakat lantaran karena adanya

suatu faktor, dan diantara faktor-faktor tersebut dapat memperngaruhi terjadinya

28

Loc-Cit, Agus Salim h lm 36 29

Loc-Cit, Agus Salim h lm 37 30

Loc-Cit, Agus Salim h lm 13 31

Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial, Perpektif Klasik, modern, posmodern dan

poskolonial. 2016, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, hlm 26-29

36

suatu perubahan, beberapa faktor tersebut dibagi dua ada yang dari dalam dan

luar, diataranya :

1. Faktor Internal

a. Dinamika penduduk, yaitu pertambahan dan penurunan Jumlah penduduk, pertambahan penduduk yang sangat cepat, akan mengakibatkan perubahan dalam struktur masyarakat, khususnya

dalam struktur kemasyarakatanya. b. Adanya penemuan-penemuan baru yang berkembang di masyarakat,

baik penemuan yang bersifat baru (discovery) maupun penemuan baru yang bersifat menyempurnakan dari bentuk penemuan lama (Invention),

c. Munculnya berbagai bentuk pertentangan (conflic) dalam masyarakat, pertentangan ini bisa terjadi antara individu dengan kelompok atau

antara kelompok dengan kelompok, d. Terjadinya pemberontakan atau revolusi sehingga mampu menyulut

terjadinya perubahan-perubahan besar. Revolusi yang terjadi pada

suatu masyarakat akan berakibat berubahnya segala tata yang berlaku pada lembaga- lembaga kemasyarakatannya.32

2. Faktor Ekternal

a. Adanya pengaruh bencana alam, kondisi ini terkadang memaksa masyarakat suatu daerah untuk mengungsi meninggalkan tanah

kelahiranya, b. Adanya peperangan, baik perang saudara maupun perang antar negara

dapat menyebabkan perubahan, karena pihak yang menang biasanya

akan dapat memaksa ideologi dan kebudayaanya kepada pihak yang kalah,

c. Adanya pengaruh kebudayaan masyarakat lain, bertemunya dua kebudayaan yang berbeda akan menghasilkan perubahan. Jika pengaruh suatu kebudayaan dapat diterima tanpa Paksaan, maka

disebut demonstration effect.33

Selain foktor penyebab ada pula faktor pendorong dan penghambat dalam

suatu prubahan sosial di antaranya :

1. Faktor pendorong

32

Jurnal, Abdul Karim, perpustakaan dan Perubahan Sosial, Fakultas Dakwah Universitas Islam

Negeri Sumatra Utara, 2012. Diunduh di http://repository.uinsu.ac.id/ pada 11 maret 2017 pukul

12.24 33

Ibid.

37

a. Kontak dengan budaya lain. Bertemunya budaya yang berbeda

menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli maupun budaya asing.

b. Sistem pendidikan formal yang maju, Dengan tingkat pendidikan yang tinggi bisa menilai apakah perlu terjadinya suatu perubahan

atau tidak. c. Sikap menghargai kaya seseorang dan keinginan untuk maju,

sebuah hasil karya dapat memotivasi seseorang untuk mengikuti

jejak karya orang lain, orang yang berfikiran dan berkeinginan maju senantiasa termotivasi untuk mengembangkan diri.

d. Adanya toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Asal bukan suatu tindak pidana dan hal ini dapat menimbulkan suatu hal kreatif,

e. Sistem stratifikasi yang terbuka, masyarakat tidak lagi mempermasalahkan status sosial dalam menjalin hubungan dengan

sesamanya. f. Penduduk yang heterogen, masyarakat heterogen akan dapat

mendorong terjadinya suatu perubahan demi terciptanya

keselarasan sosial. g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu,

ketidakpuasan ini bisa menimbulkan reaksi berupa perlawanan, pertentangan dan berbagai gerakan revolusi atau upaya-upaya untuk mengubahnya.

h. Adanya orientasi masa depan, pandangan manusia yang senantiasa berorientasai ke masa depan akan membuat masyarakat maju dan

mendorong terciptanya penemuan-penemuan baru yang disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.

i. Adanya nilai bahwa manusia harus selalu berusaha untuk

memperbaiki perubahanya.34

2. Faktor Penghambat a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain,

b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat c. Sikap masyarakat yang tradisional,

d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau (versted interest),

e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada ingrasi kebudayaan,

f. Perasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup,

g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis

34

Op-Cit, Nanang hlm 19-21

38

h. Adat atau kebiasaan, adat atau kebiasaan merupakan pola perilaku

bagi anggota masyarakat di dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

i. Adanya nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak

mungkin diperbaiki.35

2.2.2 Teori Perubahan Sosial Menurut Max Weber

Teori perubahan sosial Max Weber pada dasarnya melihat perubahan yang

terjadi pada masyarakat akibat pergeseran nilai yang menjadi orientasi dari

kehidupan masyarakat. Pemikiran Weber yang dapat berpengaruh pada teori

perubahan sosial adalah dari bentuk rasionalisme yang dimiliki. Menurut Weber,

bentuk rasionaisme meliputi mean (alat) yang menjadi sasaran utama dan ends

yang meliputi aspek kutural, sehingga dapat dinyatakan bahwa pada dasarnya

manusia (berangkat dari orang barat) hidup dengan pola pemikiran rasional yang

ada pada perangkat alat yang dimiliki dan kebudayaan yang mendukung

kehidupanya.36.

Rasionalisme merupakan suatu kerangka acuhan maka masalah keunikan

orientasi subjektif individu serta motivasinya sebagian dapat diatasi37. Pola

tindakan rasional yang menjadi awal dalam pembentuk tindakan sosial, dan dari

tindakan sosial akan terbentuk pola perubahan sosial. Perkembangan rasionalisme

masyarakat sesuai dengan konsepsi Weber adalah bergerak dari jenis-jenis

rasionalitas (pentahapan) tertentu. Pada awalnya model rasionalitas bermula dari

masyarakat agraris (pertanian) ke arah masyarakat industri. 38

35

Op-Cit, Nanang hlm 21-23 36

Loc-Cit, Agus Salim h lm 38 37

Doyle Pau l Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jakarta : Gramedia, 1986. hlm, 220 38

Loc-Cit, Agus Salim h lm 43

39

Weber mengelompokan masyarakat berdasarkan kepentingan-kepentingan

tertentu, yaitu dalam bentuk class (pengelompokan berdasarkan ekonomi), status

(pengelompokan berdasarkan kondisi dan kepentingan sosial) dan party

(pengelompokan berdasarkan kepentingan politik).39 Pada masyarakat modern

Weber dan Marx memiliki kesamaan pandangan, bahwa masyarakat modern itu

telah diikat oleh spirit dalam struktur kapitalis.40 Bagi Weber masyarakat kapitalis

tidak akan pecah, sebab mereka memiliki rasionalisme tinggi dalam peradabannya

dibanding masyarakat lain.41

Asumsi Weber, Bahwa Agama merupakan sumber utama dari nilai-nilai

dan cita-cita yang berkembang keseluruh aspek kehidupan manusia. 42 Weber

mengangap bahwa etika protestan menghasilkan kekuatan kerja dengan disiplin

serta motivasi tinggi.43 Proses perubahan nilai dasar keagamaan ini yang oleh

Weber dijadikan penjelasan terhadap perubahan sosial yang terjadi secara besar-

besaran dikalangan masyarakat Eropa yang dikenal sebagai konsensi pengamat

agama-agama kristen dunia.44

Rationalitas dalam pikiran Weber meliputi empat macam model yang ada

dikalangan masyarakat. Keberadaan rasionalitas itu dapat berdiri sendiri, tetapi

juga simultan yang secara bersama menjadi acuhan perilaku masyarakat. 45 Empat

macam model rationalitas tersebut diantaranya :

39

Loc-Cit, Agus Salim h lm 39 40

Loc-Cit, Agus Salim h lm 61 41

Loc-Cit, Agus Salim h lm 61 42

Tahrir Khasnawi dan Sulaiman Asang, Konsep dan Pendekatan Perubahan Sosial, modul, di

unduh di https://repository.ut.ac.id pada tanggal 20 maret 2017 pukul 21.23 43

Ibid. 44

Ibid. 45

Loc-Cit, Agus Salim h lm 39

40

A. Tradisional Rationality, yang menjadi tujuan adalah perjuangan

nilai-nilai yang berasal dari tradisi kehidupan masyarakat (sehingga ada yang menyebut sebagai tindakan yang non-rasional). Disetiap kehidupan masyarakat seringkali dikenal adanya aplikasi nilai, setiap

kegiatan selalu berhubungan dengan orientasi nilai kehidupan. Sehingga norma hidup bersama tampak lebih kokoh berkembang.

Perubahan sosial masyarakat yang dapat dilihat dari indikator ini yakni dari segi adat dan tradisi masyarakat. Pola tindakan masyarakat dalam menjaga Kokohnya atau malah meninggalakan

tradisi adat yang akan dilihat dengan indikator ini. B. Value Oriented Rationality (Wertrationalitat), suatu kondisi dimana

masyarakat melihat nilai sebagai potensi hidup, sekalipun tidak aktual dalam kehidupan keseharian. Kebiasaan ini didukung oleh periaku kehidupan agama (nilai agama) serta budaya masyarakat

yang berbuat-berakar dalam kehidupan (tradisi). perubahan dalam segi ini yakni dilihat dari kerukunan yang terjalin di masyarakat

Desa Ngadas. Perkembang tiga agama merupakan bentuk perubahan karena taman nasional atau terjadi karena pola perkembangan yang terjadi pada masyarakat sendiri, faktor kebudayaan lain juga bakal

mempengaruhi dalam perubahan tersebut. Sikap masyarakat dalam menyikapai perubahan tersebut menjadi bagian dalam tindakan

masyarakat akan terjadinya perubahan tersebut. C. Affective Rationality, jenis rasional yang bermuara dalam hubungan

emosional yang sangat mendalam, dimana ada relasi hubungan

khusus yang tidak bisa diterangkan diluar lingkaran tersebut. Peneliti akan melihat pola hubungan yang terjalin antara taman nasional

dengan masyarakat maupun pemerintah. Pandangan akan taman nasional yang hadir di sekitar Desa Ngadas yang merupakan pendatang, sedang masyarakat telah lama menetap jauh sebelum

taman nasional hadir di sekitar Ngadas yang menjadi bagian dalam indikator ini. Hubungan tersebut bisa berjalan baik atau malah

terhalang dengan konflik-konflik antar kedua belak pihak. D. Purposive Retionality atau lebih dikenal dengan Rationalitas

Instrumental (aweckrationalitat), bentuk rasional yang paling tinggi

dengan unsur pertimbangan pilihan yang rasional sehubungan

dengan tujuan tindakan itu dan alat yang dipilihnya. Disetiap

komunitas masyarakat, kelompok masyarakat, etnik tertentu, ada

banyak unsur rasionalitas yang dimiliki dan dapat diterapkan.

Meskipun demikian dari banyak segi rasionalitas tersebut hanya ada

satu unsur rasionalitas yang paling populer, yang banyak diikuti oleh

masyarakat. Perubahan yang dilihat salam indikator kali ini yakni

dari pola tindakan masyarakat dalam menyikapi hadirnya taman

nasional, dan juga hadirnya taman nasional memberikan dampak

positif atau negatif, serta masyarakat menganggap taman nasiona l

41

membantu dalam menciptakan kesejahteraan atau malah

memberikan kesenjangan.46

Max Weber Mengatakan bahwa, individu manusia dalam masyarakat

merupakan aktor yang kreatif dan realitas sosial bukan merupakan alat yang statis

dari pada Paksaan fakta sosial47. Munculnya tindakan rasional berawal dari sikap

pilihan dari individu untuk memilih tindakan yang diambil. Perubahan sosial

masyarakat berawal dari perubahan struktur sosial masyarakat, dan perubahan

sruktur sosial akan mempengaruhi perubahan sosial disegi lainnya. Weber juga

mengatakan bahwa struktur sosial dan pranata sosial merupakan konsep yang

saling berkaitan dalam membentuk tindakan sosial48.

Max Weber menyampaikan lima ciri terkait tindakan sosial yang menjadi

sasaran penelitian sosiologi yaitu :

A. Jika tindakan manusia itu menurut aktornya mengandung makna subjektif dan hal ini bisa meliputi tindakan nyata.

B. Tindakan nyata itu bersifat membatin sepenuhnya. C. Tindakan itu bisa berasal dari akibat pengaruh positif atas suatu situasi,

tindakan yang sengaja diulang, atau tindakan dalam bentuk persetujuan

secara diam-diam dari pihak manapun. D. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu

E. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain49.

2.2.3 Konsep Kesejahteraan Masyarakat

Kehidupan yang didambakan oleh semua manusia di dunia ini adalah

kesejahteraan, baik yang tinggal di kota maupun yang di desa, semua

46

Loc-Cit, Agus Salim h lm 39-40 47

I.B Wirawan. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma, 2015. Jakarta : Kencanan

Prenadamedia Grub, Hlm. 79. 48

Ibid. Hlm 79. 49

Op-cit, George Ritzer, hlm 132.

42

mendambakan kehidupan yang sejahtera. Karena kesejahteraan merupakan titik

ukur bagi suatu masyarakat, bahwa telah berada pada kondisi sejahtera.

Kesejahteraan tersebut dapat diukur dari kesehatan, keadaan ekonomi,

kebahagiaan dan kualitas hidup rakyat. Masyarakat yang bisa dikatakan sejahtera

merupakan suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup,

khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan,

pendidikan dan perawatan kesehatan50. Kesejahteraan ini diwujudkan agar warga

negara tersebut dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga

dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik, jika masyarakat sejahtera maka

masyarakat tersebut mengalami kemakmuran.51

Namun, dalam perjalanannya, kehidupan yang dijalani oleh manusia tak

selamanya dalam kondisi sejahtera. Pasang surut kehidupan ini membuat manusia

selalu berusaha untuk mencari cara agar tetap sejahtera. Mulai dari pekerjaan

kasar seperti buruh atau sejenisnya, sampai pekerjaan kantoran yang bisa sampai

ratusan juta gajinya dilakukan oleh manusia. Kesejahteraan dalam hal yang dasar

adalah terkait urusan ekonomi, dengan begitu kehidupan mereka terjamin minimal

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar seperti kebutuhan akan sandang, pangan

dan papan.

Selain itu kesejahteraan sosial pada pandangan lain merupakan suatu

bidang atau lapangan usaha praktek pekerjaan sosial. Ini nenunjukkan bahwa

50

E.journa, Habibullah, Pemanfaatan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial , 2017 diunduh di

https://ejournal.kemsos.go.id pada 17 september 2017 pukul 20.51 51

Astriana Widyastuti, 2012. “Analisis hubungan Antara Produktivitas pekerja dan Tingkat

Pendidikan Pekerja Terhadap Kesejahteraan Keluarga di Jawa Tengah Tahun 2009” dilihat di

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj diakses pada 20 februari 2017 pukul. 12.01

43

kesejahteraan sosial mengandung arti yang luas, meliputi pekerjaan sosial,

program-program dan kegiatan sosial lainnya dalam bidang kehidupan manusia.

Konsepnya sebagai suatu program yang berhubungan dengan berbagai upaya

yang terorganisir dan sistematis yang dilengkapi dengan berbagai terobosan-

terobosan untuk masyarakat.

Menurut Arthur Dunham kesejahteraan sosial didefinisikan sebagai

kegiatan yang terorganisir dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi

sosial melalui pemberian bantuan kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan didalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak,

kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan

hubungan-hubungan sosial.52

Disisi lain, pengertian kesejahteraan sosial dituangkan dalam undang-

undang nomor 6 tahun 1974, Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan

Sosial, pasal 2 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut:

“Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga

Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban

manusia sesuai dengan pancasila.53

Selanjutnya di dalam undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2009 Tentang

Kesejahteraan Sosial, bahwa kesejahteraan sosial sebagai kondisi terpenuhinya

52

T Sumarnonugroho, sistem intervensi Kesejahteraan Sosia, 1987,. Yogyakarta: PT. Hanindita,

catatan kedua, , Hlm: 28-31 53

T Sumarnonugroho,Op.-Cit, hlm 33

44

kebutuhan material, sepiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan

mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya 54.

Dengan pertimbangan beberapa artian dasar mengenai kesejahteraan dan

juga berpacu dari undang-undang maka kesejahteraan sosial bisa dianggap sebuah

kebutuhan yang mutlak dibutuhkan oleh masyarakat luas. Masyarakat disini dari

berbagai demografi baik kota maupun desa, serta dengan berbagai kebutuhan

mulai kesejahteraan yang dasar terkait sandang, pangan, papan hinggap masalah

keamanan dan ketentraman dalam bersosial.

Konsep ini nantinya diharapkan mampu mengantarkan peneliti untuk

mengetahui masalah kesejahteraan yang harus disentuh oleh negara karena

memang merupakan kebutuhan masyarakat desa. Masyarakat desa lebih spesifik

dihubungkan dengan konsep ini karena tulisan ini nantinya akan membahas

mengenai perubahan sosial masyarakat desa enclave pasca penetapan Taman

Nasional Bromo Tengger Semeru desa enclave. Dari hal tersebut maka lebih

khusus konsep ini nantinya akan megantarkan peneliti menuju lapangan dengan

spesifik lebih kepada kesejahteraan sosial, ini dikarenakan fokus yang diambil

juga terkait perubahan sosial masyarakat Desa Ngadas semenjak adanya Taman

Nasional, dengan melihat tingkat kesejahteraan sosialnya.

Menurut Kolle kesejahteraan sosial dalam Bintaro, kesejahteraan dapat

diukur dari beberapa aspek kehidupan diantaranya :

54

Ejurnal, suradi, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial, 2012, d i unduh di

www.ejournal.kemsos.go.id pada 17 september 2017 pukul 19.13

45

1. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah bahan pangan dan sebagainya,

2. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan, lingkungan dan sebaganya,

3. Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya dan sebagainya,

4. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual seperti moral, etika, dan keserasian penyesuaian, dan sebagainya.55

Melalui empat indikator tersebut, peneliti akan melihat tingkat kualitas

hidup masyarakat Desa Ngadas, yang dilihat dari pola perubahan sosial

masyarakat pasca penetapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Kesejateraan sosial menurut Jemes Midgley merupakan suatu kondisi atau

keadaan kehidupan manusia yang tercipta ketika berbagai permasalahan sosial

dapat dikelola dengan baik, ketika kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan ketika

kesempatan sosial dapat dimaksimalkan.56

Selain itu, kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem memiliki tujuan

sebagai berikut:

a. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera, misalnya sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi sosial yang baik dengan lingkungannya.

b. Untuk mencapai penyesuaian diri baik kepada masyarakat maupun lingkungannya.57

Fungsinya untuk menghilangkan atau mengurangi tekanan-tekanan yang

diakibatkan oleh perubahan-perubahan sosial ekonomi dan menghindarkan

terjadinya konsekuensi sosial yang negatif terhadap pembangunan serta

55

Bintarto, Interaksi Desa-Kota dan Permasalahanya, 1989, Jakarta : Ghalia ,h lm 44 56

Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial Dan

Kajian Pembangunan), 2013, Jakarta : RajaGrafindo Persada, hlm 23. 57

M. Fadhil nurdin, Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial, 1990, Bandung: Angkasa, hlm 9

46

menciptakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong peningkatan kesejahteraan

masyarakat.58

2.3 Alur Pikir Penelitian

Sebagai salah satu upaya dalam memudahkan peneliti untuk mencari data,

menganalisa dan memaparkan hasil analisa, maka dibuatlah sebuah alur pikir

penelitian sebagai kerangka berfikir dalam penelitian. Berdasarkan pemaparan

peneliti terkait latar belakang, fokus penelitian hingga konsep yang digunakan

dalam melakukan penelitian, maka peneliti menentukan alur pikir penelitian

sebagai berikut:

58

Ibid, hlm 32-34

47

Bagan 2.2 Alur Pikir Penelitian

Sumber : diolah oleh peneliti, 2017

TAMAN NASIONAL BROMO

TENGGER SEMERU

MASYARAKAT DESA

NGADAS

PERUBAHAN SOSIAL

KESEJAHTERAAN SOSIAL

a. Tradisional Rationality

b. Value Oriented

Rationality

(Wertrationalitat)

c. Affective Rationality

d. Purposive Retionality

atau Rationalitas

Instrumental

(aweckrationalitat)

1. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi,

2. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik,

3. Dengan melihat kualitas

hidup dari segi mental, 4. Dengan melihat kualitas

hidup dari segi spiritual.

Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Desa Ngadas Meningkat Semenjak

menjadi Desa enclave Taman Nasional Bromo Tengger Semeru