bab ii landasan teoritis - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/237/3/yesi wulandari_bab...
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORITIS
Menurut Sayuti (2009 : 291), elemen-elemen pembangunan prosa fiksi
pada dasarnya dapat dibedakan 3 bagian, yaitu : fakta cerita, sarana cerita, dan
tema. Fakta cerita merupakan hal-hal yang akan diceritakan di dalam sebuah
karya fiksi. Fakta cerita meliputi tema, plot (alur), dan tokoh, latar (setting).
A. FAKTA CERITA DALAM NOVEL
Termasuk dalam kategori fakta cerita adalah tema, tokoh, alur (plot),
dan latar (setting). Dalam istilah yang lain, fakta cerita ini sering disebut
sebagai struktur faktual (factual structure) atau tahapan faktual (factual level).
Fakta cerita sangat jelas kelihatan dan mengisi cerita secara dominan sehingga
pembaca sering mendapatkan kesulitan untuk mengidentifikasi unsur-unsur
lainnya. Akan tetapi, perlu diingat bahwa fakta cerita bukannya bagian yang
terpisah dari cerita, dan hanya merupakan salah satu aspeknya, cerita dipadang
dengan cara tertentu (Stanton dalam Supriyadi, 2000 : 19).
a. Tema menurut Baribin (59-60), Kata tema seringkali disamakan dengan
pengertian topik. Padahal kedua istilah itu mengandung pengertian yang
berbeda. Kata topik berasal dari bahasa Yunani, ”topoi” yang berarti
tempat. Topik dalam suatu tulisan atau karangan berarti pembicaraan,
sedangkan tema merupakan suatu gagasan sentral, sesuatu yang hendak
diperjuangkan dalam suatu tulisan atau karya fiksi. Picket menyebutkan
wujud tema dalam sastra berpangkal kepada alasan tindak (motif tokoh).
8
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
9
Sedangkan Robert Stantan (1965), menyebutkan ”theme”as” that meaning
of a story which specially acountas of the largest number of its elements in
the simplest way”.
Jadi, tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tolak
penyusunan karangan dan sekaligus menjadi sasaran dari karangan
tersebut.
Lebih lanjut Stanton berpendapat bahwa dalam karya-karyanya
tertentu, beberapa plot ditemukan lebih kuat ikatannya dari pada yang lain.
Biasanya semakin sedikit tokohnya, semakin kuat plotnya. Setiap tindakan
tokoh berpengaruh terhadap hubungannya dengan tokoh-tokoh lain dan
narasi-narasi mereka juga berpengaruh terhadap tokoh lain. Tegangan ini
bergerak terus sampai terjadi stabilitas. Karya sastra seperti ini lebih
menekankan hubungan kejiwaan dan nilai-nilai norma. Dalam hal yang
ekstrim, sebuah novel terdiri dari episode-episode yang dihubungkan
secara longgar yang melibatkan banyak tokoh, dan beberapa diantaranya
muncul satu kali. Karya seperti ini mungkin lebih menekankan pada
kompleksitas masyarakat luas, dari pada tokoh utamanya.
Subplot adalah sekuen-kuen peristiwa yang sekurang-kurangnya
sedikit berbeda dengan sekuen-kuen dalam plot utama. Sering bentuk
subplot ini sejajar dengan bagian lain plot, sehingga dapat menunjukkan
maknanya dengan cara mementingkan atau menyamakannya. Salah satu
contoh subplot ini adalah cerita berbingkai. Menurut Stanton, plot
merupakan tulang punggung cerita, sebab plot lebih menjelaskan dirinya
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
10
sendiri, dari pada unsur-unsur lainnya. Seperti unsur-unsur cerita lainnya,
plot memiliki kaidahnya sendiri. Plot harus memiliki bagian awal, tengah,
dan akhir. Plot harus plausibel dan logis, tetapi mampu mengejutkan kita
dengan tegangan yang dibangunnya (Stanton dalam Supriyadi, 2000 : 22)
Gerakan plot mengalir ke dalam pikiran atau angan-angan pembaca
terutama melalui kemampuannya memunculkan pertanyaan-pertanyaan
yang mengakibatkan dorongan rasa keingintahuan, harapan, dan
ketakutan. Terdapat dua unsur penting dalam plot, yaitu konflik internal
dan konflik eksternal. Konflik internal merupakan konflik antara dua
keinginan dalam diri seorang tokoh. Sedangkan konflik antara dua
keinginan dalam diri seorang tokoh. Sedangkan konflik eksternal
merupakan konflik antara tokoh yang satu dengan yang lain (antar tokoh),
atau antar tokoh dengan lingkungannya. Banyak konflik terdapat dalam
karya fiksi, tetapi yang paling penting ialah adanya konflik sentral.
Konflik sentral merupakan inti struktur cerita, dan dari konflik itu, plot
dapat berkembang. Pada kenyataannya, konflik sentral berhubungan dekat
dengan tema cerita, bahkan sering identik (Stanton dalam Supriyadi, 2000:
23-24).
b. Tokoh
Stanton dalam Supriyadi (2000 : 24-26), berpendapat bahwa
hampir setiap cerita memiliki tokoh sentral, yaitu tokoh yang berhubungan
dengan setiap peristiwa dalam cerita. Biasanya peristiwa-peristiwa dengan
setiap peristiwa dalam cerita. Biasanya dalam peristiwa-peristiwa itu
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
11
menimbulkan perubahan, baik dalam diri tokoh maupun dalam sikap kita
terhadap tokoh itu. Stanton juga berpendapat bahwa alasan tokoh
mengerjakan apa yang harus dikerjakan disebut motivasi. Alasan
mendadak terhadap suatu pembicaraan atau tindakan, mungkin tidak
disadari, disebut motivasi khusus. Sedangkan motivasi dasar adalah segala
aspek umum, yang antara lain berupa keinginan atau perhatian terus
menerus yang mengatur tokoh melalui cerita. Hampir semua motivasi
khusus mengarah atau mendukung motivasi dasar.
Lebih lanjut Stanton berpendapat setiap pengarang menginginkan
kita untuk memahami tokoh-tokohnya dan motivasi mereka dengan baik.
Tetapi tidak ada seorang pengarang pun yang menceritakan kepada kita
segala sesuatunya secara langsung dalam satu kalimat. Oleh karena itu,
pengalaman kita tentang tokoh biasanya terlalu sederhana. Keterangan
dalam cerita sering melibatkan nama tokoh. Sering nama menyiratkan arti
atau bunyi nama menyiratkan watak tokoh. Keterangan lain yang biasanya
berguna ialah uraian pengarang secara eksplisit mengenai tokoh. Dalam
karya fiksi yang baik, tiap ucapan dan tindakan tidak hanya sebagai
langkah dalam plot, tetapi juga sebagai manifestasi watak tokoh.
c. Alur atau Plot
Stanton dalam Supriyadi (2000 : 21-24), berpendapat bahwa dalam
arti luas, plot cerita adalah keseluruhan sekuen peristiwa-peristiwa. Kita
biasanya membatasi istilah ini hanya pada peristiwa-peristiwa yang
dihubungkan secara sebab-akibat (kansal), yakni peristiwa-peristiwa yang
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
12
secara langsung merupakan sebab atau akibat dari peristiwa lain, dan jika
dihilangkan akan merusak jalannya tindakan (cerita). Peristiwa-peristiwa
ini tidak hanya melibatkan kejadian-kejadian fisikal, seperti percakapan
atau tindakan, tetapi juga melibatkan perubahan sikap (watak), pandangan
hidup, keputusan, dan segala sesuatu yang dapat mengubah jalan cerita.
Peristiwa-peristiwa yang tidak dihubungkan secara kausal, kita katakan
tidak relevan dengan plot, dan biasanya akan dihilangkan ketika kita
menulis ringkasan. Namun, cerita yang bagus jarang berisi peristiwa-
peristiwa yang tidak relevan itu.
Lebih tegas lagi Stanton dalam Supriyadi (2000 : 24),
mengemukakan bahwa klimaks dalam cerita adalah momen-momen ketika
konflik berlangsung memuncak dan mengakibatkan terjadinya
penyelesaian yang tidak dapat dihindari. Klimaks cerita merupakan
pertemuan kritis antara dua kekuatan, sehingga menetukan pertentangan
itu terselesaikan. Sebab meskipun kekuatan yang satu mungkin
mengalahkan yang lain, tetapi sering dalam kehidupan nyata penyelesaian
konflik memerlukan keseimbangan yang kompleks, yang tidak
sepenuhnya menang dan tidak sepenuhnya kalah. Sering konflik tidak
merupakan peristiwa yang spektakuler, dan sering sulit
mengidentifikasinya, sebab konflik-konflik bawahan memiliki klimaksnya
masing-masing. Oleh karena itu, perlu dilihat satu konflik utama yang
mendukung struktur cerita secara keseluruhan.
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
13
d. Latar atau Setting
Menurut Stanton dalam Supriyadi (2000 : 26), latar cerita adalah
lingkungan peristiwa, yaitu dunia cerita tempat terjadinya peristiwa. Salah
satu bagian latar ialah latar belakang yang tampak, misalnya gunung di
California, jalan buntu di Dublin, dan pantai di Florida. Salah satu bagian
latar lain, dapat berupa waktu (hari, minggu, bulan), iklim atau periode
sejarah. Meskipun latar tidak melibatkan tokoh-tokoh secara langsung,
tetapi mungkin melibatkan masyarakat sebagai latar belakang. Biasanya
latar dihadirkan dalam bentuk deskripsi, dan banyak pembaca yang tidak
sabar melanjutkan ke bagian cerita lain. Namun, selama sekurang-
kurangny dalam pembacaan kedua, kita akan memberi perhatian pada latar
ini. Menanyaka kepada diri sendiri mengapa pengarang telah memiliki
latar belakang dan rincian demikian. Salah satu cara untuk menjawab
pertanyaan demikian. Salah satu cara untuk menjawab pertanyaan
demikian ialah mencoba membayangkan perubahan dan pendeskripsian
rincian latar itu dengan cara lain, dan kemudian mencatat perubahan yang
mempengaruhi akhir cerita.
Stanton juga menjelaskan bahwa kadang-kadang kita menemukan
bahwa latar secara langsung mempengaruhi tokoh, dan kadang-kadang
dapat menjelaskan tema. Dalam banyak cerita, latar dapat menggugah
nada emosi disekiling tokoh. Istilah lain nada emosi ini adalah atmosfer.
Baik atmosfer yang mencerminkan emosi tokoh, atau merupakan bagian
dari dunia di sekeliling tokoh.
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
14
B. KONSEP NILAI-NILAI ISLAMI
Menurut Hasan Alwi (2007 : 789), pengertian nilai adalah sifat atau
hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, atau sesuatu yang
menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Sedangkan pengertian
islami adalah sesuatu yang bersifat keislaman. Dari dua pengertian diatas,
dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai islami adalah sifat-sifat penting yang
bersifat keislaman dan berguna bagi kemanusiaan, serta dapat
menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Konsep nilai-nilai
islami meliputi tiga hal yaitu mengenai (1) hubungan manusia dengan Tuhan,
(2) hubungan manusia dengan manusia, (3) hubungan manusia dengan alam
sekitar.
A Hubungan Manusia dengan Tuhan/Hablumin’allah
Azyumardi (2002 : 222), berpendapat bahwa seorang yang
bertakwa adalah orang yang menghambakan dirinya kepada Allah dan
selalu menjaga hubungan dengan-Nya setiap saat. Memelihara hubungan
dengan Allah terus menerus akan menjadi kendali dirinya. Sehingga dapat
menghindarkan diri dari kejahatan dan kemungkaran dan membuatnya
konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Karena inti dari ketakwaan adalah
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Memelihara
hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan tugas penghambaan
dengan melaksanakan ibadah secara sungguh-sungguh dan ikhlas, seperti
mendirikan sholat dengan khusyuk dan penuh penghayatan sehingga
sholat memberi warna dalam kehidupannya. Melaksanakan puasa dengan
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
15
ikhlas melahirkan kesabaran dan pengendalian diri, zakat mendatangkan
sikap peduli dan menjauhkan diri dari ketamakan dan kerakusan, dan haji
mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan diri dari takabur dan
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Lebih lanjut lagi Humaidi (1991 : 23), mengungkapkan tentang
seharusnya manusia terhadap Tuhan-Nya. Sebagai makhluk ciptaan-Nya,
kita diharuskan untuk memiliki akhlak yang terpuji terhadap Tuhan.
Perwujudan hal tersebut, antara lain : cinta dan ikhlas kepada-Nya, berbaik
sangka kepada-nya, rela atas kadar dan qada-Nya, bersyukur atas nikmat-
Nya, bertawakal kepada-Nya, senantiasa mengingat-Nya, memikirkan
keindahan ciptaan-Nya, serta melaksanakan apa yang disuruh-Nya.
Hubungan manusia dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa sebagai
dimensi taqwa pertama, karena itu hubungan inilah yang seyogyanya
diutamakan dan tetap terpelihara. Sebab dengan menjaga hubungan
dengan Allah manusia akan terkendali tidak melakukan kejahatan terhadap
dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya dan sesungguhnya
inti taqwa kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa adalah melaksanakan
segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Ketaqwaan dan pemeliharaan hubungan dengan Allah, Tuhan
Yang Maha Esa itu, dapat dilakukan dengan :
a. Kebersihan dan Kesucian
Allah Swt adalah Maha Suci, oleh karena itu Dia hanya bisa
didekati oleh orang yang suci. Untuk berhubungan dengan Allah diri
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
16
kita harus suci. Islam menekankan betapa pentingnya kebersihan,
sehingga kebersihan disebut-sebut sebagai salah satu tujuan dan
keimanan. Al-Qur’an menjelaskan masalah kebersihan dan kesucian
dalam ayat berikut yang terjemahannya :
”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan basuh kakimu sampai dengan kedua mata kaki. Dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari kakus atau menyentuh perempuan lalu kamu tidak memperoleh air maka bertanyamumlah dengan tanah yang baik (bersih) : usaplah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan hendak menyempurnakan nikmatnya bagimu supaya kamu bersyukur (QS Al-Maidah : 6).
Ada dua kesucian yang harus dijaga yaitu :
1) Menjaga Kebersihan Badan
Bila hendak mengerjakan shalat, diwajibkan terlebih dahulu
berwudlu. Melakukan wudlu hendaknya dengan air yang suci dan
yang diperoleh secara legal (baik airnya maupun tempatnya).
Dinyatakan Labib, (2000 : 25) Wudlu menurut bahasa
adalah bersih. Sedangkan menurut istilah syara, artinya
membersihkan anggota tubuh tertentu dengan cara tertentu untuk
menghilangkan hadast kecil, dalam rangka akan melaksanakan
shalat.
2) Menjaga kesucian jiwa
Untuk dapat mendekatkan diri dengan Allah SWT, jiwa kita
harus suci. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Syam ayat 19-10, yang
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
17
artinya : ”Sesungguhnya beruntunglah orang mensucikan jiwa itu,
dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya” .
Dalam menjaga kesucian jiwa kita harus men-Tauhidkan
(Meng-Esakan) Allah dengan semurni-murninya Tauhid. Dialah
Allah Yang Maha Esa dan Dzat, Sifat, ataupun perbuatanNya,
tidak boleh ada benih syirik sekecil apapun dalam jiwa kita.
MengEsakan Allah berarti pula bahwa kita hanya memandang
Allah sebagai satu-satunya pencipta dan pemeliharaan alam.
b. Memohon pertolongan hanya kepada Allah
Dalam beribadah ataupun dalam hidup di dunia ini tidak ada
seorang pun manusia ataupun jin yang dapat menolong manusia selain
Allah. Pada prinsipnya, Allah itu sangat dekat dengan kita. Dalam
(Q.S. Al-Baqoroh : 186), disebutkan yang terjemahannya sebagai
berikut : ”Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang
Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka
selalu berada dalam kebenaran”.
Dalam berdo’a hal yang paling penting adalah mengerjakan
adab-adab bathiniyah, caranya ialah dengan bertaubat, mengembalikan
segala sesuatu yang berasal dari perbuatan dzalim, menghentikan
kedzaliman, dan memusatkan perhatian sepenuhnya kepada Allah.
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
18
c. Shalat sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan Allah
Dinyatakan Labib, (2000 : 63) Shalat menurut bahasa artinya
do’a. Sedangkan menurut arti istilah adalah suatu amalan yang
tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan, yang dimulai dari
takbirotul ihram dan diakhiri dengan salam dengan syarat rukun yang
telah dilakukan.
Shalat adalah amalan ibadah dari seorang hamba yang beriman
untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan dirinya dihadapan
Allah SWT, dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
hidup di akhirat nanti. Shalat wajib dikerjakan oleh setiap orang yang
mengaku dirinya kepada Allah SWT.
Di antara beberapa macam ibadah utama, shalat merupakan
ibadah yang menjadi sarana untuk mendekatkn diri kepada Allah.
Dalam shalat, segala gerakan, bacaan, dan hati sepenuhnya ditujukkan
kepada Allah.
d. Ikhlas dalam beribadah
Dalam beribadah harus yakin bahwa Allah ada dihadapan kita,
tidak beribadah asal-asalan, melainkan harus mengikhlaskan diri
kepada-Nya. Ungkapan ”shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku”
hanya untuk Allah harus benar-benar direalisasikan dalam kehidupan.
Firman suci mengungkapkan sebagai berikut yang tercantum dalam
(QS Al-Bayyinah : 5) yang artinya :
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
19
Padahal mereka tidak di suruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat : dan yang demikian itulah agama yang lurus.
B Hubungan Manusia dengan Manusia/Habluminan’annas
Muchtar (2005 : 39-40), berpendapat bahwa pada umumnya
kewajiban terhadap sesama manusia hampir sama terhadap kewajiban
terhadap sesama muslim, hanya bedanya kalau terhadap sesama muslim
kita terikat oleh kesamaan akidah dan agama, sehingga bersifat khusus,
sedangkan terhadap sasama manusia, kita terikat oleh kesamaan insan
sebagai mahluk Allah SWT. Berdasarkan hal tersebut maka kewajibannya
hampir sama, yakni menghormati dan memenuhi hak-hak dasar manusia,
bersikap lemah-lembut dan sopan santun serta saling menolong dalam
kebaikan, mengajak pada kebaikan dan mencegah keburukan.
Ilyas (2007: 199 - 221), mengungkapkan tentang hubungan baik
manusia dengan sesamanya juga terwujud dalam hal berikut, antara lain:
membantu tetangga yang terkena musibah. Hal ini sesuai dengan sabda
HR.Khatib: “Tetangga sebelum rumah, kawan sebelum jalan dan bekal
sebelum perjalanan.”HR.Hakim juga menegaskan lagi dalam sabdanya:
“Di antara yang membuat bahagia seorang muslim adalah tetangga yang
baik, rumah yang lapang dan kendaraan yang nyaman”.
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
20
Hubungan antara manusia dapat dibina dan dipelihara antara lain
dengan mengembangkan cara dan gaya hidup yang selaras dengan nilai
dan norma yang disepakati bersama dalam masyarakat dan negara yang
sesuai dengan nilai dan norma agama.
Menurut Muslichudin (2002 : 249) hubungan antara manusia
dengan manusia lain dalam masyarakat dapat dipelihara antara lain dengan
cara menepati janji. Menepati janji adalah persetujuan antara dua pihak
atau lebih dan orang yang berjanji adalah orang yang mengadakan
persetujuan terhadap suatu masalah, dan bila orang yang mengadakan
persetujuan itu tetapi tidak menepati terhadap apa disetujuinya itu
dinamakan orang yang mengingkari janji.
Menunaikan janji merupakan kepribadian seorang muslim dan
termasuk sebagian iman, Allah berfirman dalam QS. Al-Isra’ : 34 yang
terjemahannya sebagai berikut : ”Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji
itu pasti diminta pertanggungjawabannya”.
Selain beberapa pendapat di atas, ada pula pendapat yang
menyebutkan bahwa hubungan antar manusia dengan manusia bersumber
dari Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan dan ilmu
pengetahuan yang yang mengajarkan manusia dengan bahasanya yang
lemah lembut dan indah (http://jawaposting.blogspot.com/2010 /02/
kontribusi-nilai-nilai-pendidikan-islam.html).
Dari beberapa pendapat di atas, penulis mengambil kesimpulan
mengenai beberapa contoh wujud hubungan manusia dengan manusia,
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
21
antara lain : lemah lembut, ramah, membantu orang yang membutuhkan,
rendah hati, beramal, pemaaf, dan sebagainya.
C. Hubungan Manusia Dengan Alam Sekitar
Muchtar (2005: 41-42), mengungkapkan ada dua fungsi utama
diciptakannya manusia, yakni untuk beribadah (seperti di firmankan Allah
SWT dalam Q.S Ad-Dzariyat:56), dan sebagai khalifah di muka bumi
(Q.S Al-Baqarah: 30). Fungsi manusia sebagai khalifah dimuka bumi,
artinya manusia bertugas mengelola semua yang ada dan telah diciptakan
oleh Allah dimuka bumi. Hal ini erat kaitanya dengan alam sekitar.
Sehubungan dengan itu, ada tiga kewajiban utama manusia terhadap alam
sekitar yaitu:
1) Mengelola Sumber Daya Alam (SDA)
Di dalam semesta ini banyak terdapat sumber daya yang dapat diolah
dan didayagunakan oleh manusia. Baik yang terdapat didaratan
maupun dilautan. Diantara sumber daya itu, ada yang sudah
ditemukan, diolah, didayagunakan namun ada juga yang belum secara
optimal terutama yang ada dilautan. Sesungguhnya di lautan itu
terdapat banyak sumber daya. Apabila dikelola dan didayagunakan
dengan lebih baik. Namun, tentu saja memerlukan sarana, prasarana,
dan fasilitas yang lebih canggih.
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
22
2) Tidak merusak lingkungan
Manusia sudah diserahi tugas oleh Allah untuk mengolah dan
mengelola semua sumber daya yang terdapat dialam ini, bukan hanya
yang terdapat di muka bumi ini, tetapi juga yang berada di planet-
planet lain, apabila ternyata ada. Dalam mengolah dan mengelola
sumber daya yang terdapat di alam ini manusia dipersilahkan untuk
mengerahkan semua potensi serta peralatan yang dimilikinya secara
maksimal. Namun ada satu syarat yang harus dipenuhi, yakni tidak
boleh membuat kerusakan dimuka bumi.
3) Memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA).
Manusia diberi kebebasan untuk mengolah, mengelola dan
mendayagunakan semua potensi serta sumber daya yang terdapat di
alam ini secara maksimal. Namun, harus diperuntukan bagi
kesejahteraan manusia. Dengan demikian, tidak diperbolehkan kita
berbuat tamak dalam memanfaatkan sumber daya itu hanya untuk
kebutuhan sendiri atau kelompoknya saja. Tapi juga harus untuk
kesejahteraan manusia. Tidak hanya untuk manusia yang hidup
sekarang, tapi juga yang akan hidup dimasa datang.
Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya dapat
dikembangkan antara lain dengan memelihara dan menyayangi
binatang dan tumbuh-tumbuhan, tanah, air, dan udara serta semua alam
semesta yang sengaja diciptakan Allah untuk kepentingan manusia dan
makhluk lainnya.
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
23
Melihat pola taqwa yang dilukiskan dengan mengikuti empat
jalur komunikasi manusia tersebut, bahwa ruang lingkup taqwa kepada
Allah, Tuhan Yang Maha Esa menyangkut seluruh jalur dan aspek
kehidupan manusia, baik yang berhubungn dengan Allah, dengan diri
sendiri, dengan manusia lain maupun dengan alam dan lingkungan
hidup.
Demikianlah gambaran orang yang taqwa menurut agama
Islam. Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang
yang taat orang yang selalu memelihara keempat jalur hubungan itu
secara baik dan seimbang serta mampu mempertanggung jawabkan
perbuatannya. Orang yang taqwa adalah orang yang senantiasa
memenuhi kewajiban dalam rangka melaksanakan perintah Allah.
Taqwa dalam makna memenuhi kewajiban perintah Allah yang
menjadi kewajiban manusia taqwa untuk melaksanakannya pada
pokoknya adalah (1) kewajiban kepada Allah, (2) kewajiban kepada
diri sendiri, (3) kewajiban kepada masyarakat, terutama kewajiban
kepada keluarga, tetangga, dan negara, (4) kewajiban kepada
lingkungan hidup.
Pengelompokan kewajiban ini bertitik tolak dari kerangka
acuan bahwa manusia diciptakan Allah untuk menunaikan
kewajibannya mengabdi kepada Allah, bekerja dan beramal untuk
kepentingan dirinya sendiri, masyarakat, dan lingkungan hidupnya.
Kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian kesatuan yang
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
24
tidak mungkin dipisahkan. Dilihat dari segi iman, pelaksanaan
kewajiban-kewajiban itu bagi seorang muslim dan muslimat tidak
hanya berupa keuntungan dalam bentuk hak di dunia ini, tetapi juga
pahala di akhirat kelak yang dijanjikan Allah. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain
1) Kewajiban kepada Allah adalah kewajiban utama manusia.
Kewajiban ini harus ditunaikan manusia untuk memenuhi tujuan
hidup dan kehidupannya di dunia yakni mengabdikan kepada
Allah.
2) Kewajiban kepada diri sendiri, menjaga dan memelihara diri, agar
tidak melakukan sesuatu yang dilarang Allah.
3) Kewajiban terhadap keluarga
Dalam sistem ajaran Islam, kewajiban terhadap keluarga
merupakan fardu’ain, terutama bagi suami istri yang menjadi
kepala keluarga dan ibu rumah tangga. Keluarga adalah sumbu
tempat seluruh kehidupan manusia berputar, karena itu
kedudukannya penting sekali dalam Islam. Hubungan manusia
dengan keluarga antara lain :
a) Birrul Walidain
Dinyatakan Ilyas (2007 : 147-157) birrul walidain terdiri dari
kata birru dan al-walidain. Birru atau al-birru artinya kebajikan.
Al-walidain artinya dua orang tua atau Ibu Bapak. Jadi birrul
walidain adalah berbuat kebajikan kepada orang tua. Banyak
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
25
cara bagi seorang anak untuk dapat mewujudkan birrul
walidain, antara lain sebagai berikut :
1. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai
aspek kehidupan, baik masalah pendidikan, pekerjaan,
jodoh maupun masalah lainnya.
2. Menghormati dan memuliakan kedua orang tua dengan
penuh rasa terima kasih dan kasih sayang atas jasa-jasa
keduanya yang tidak mungkin bisa dinilai dengan apapun.
3. Membantu Ibu Bapak secara fisik dan materiil
4. Mendo’akan Ibu Bapak semoga diberi oleh Allah SWT
ampunan, rahmat dan lain sebagainya.
4) Kewajiban terhadap lingkungan hidup
Secara umum kewajiban terhadap lingkungan hidup dapat
disimpulkan dari pernyataan Tuhan dalam Al-Qur’an Surat Ar-
Ruum ayat 41 yang terjemahannya ”Telah tampak kerusakan
didarat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).
Sebagai seorang muslim yang baik, seharusnya kita dapat
menjaga alam dengan cara memanfaatkannya sesuai dengan
keharusannya dan memeliharanya dengan sebaik mungkin. Alam
disamping sebagai nikmat Allah, juga merupakan amanat yang
harus dipelihara dan dirawat dengan baik. Karena dengan kita
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010
26
menjaga dan memelihara alam dengan baik Allah akan menambah
nikmat yang diberikan kepada manusia. Sebaliknya, jika kita tidak
bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan, Allah akan
memberikan azab yang sangat menyedihkan. Hal ini terdapat
dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 7, yang artinya : ”Tetapi
apabila kamu kufur (terhadap nikmat itu) sesungguhnya azab-Ku
sungguh sangat berat.
Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan beberapa contoh
wujud hubungan manusia dengan alam sekitar, antara lain dengan
senantiasa menjaga kebersihan dan keindahan alam di sekitar kita.
Nilai-Nilai Islami..., Yesi Wulandari, FKIP UMP, 2010