bab ii kajian teoritik -...

32
BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Manajemen Pajak Upaya untuk melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui kegiatan manajemen pajak. Menurut Lumbantoruan (1996) menyebutkan bahwa manajemenpajak sebagai suatu strategi penghematan pajak. Sophar mendefinisikan bahwa manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Pada dasarnya usaha penghematan pajak merupakan usaha Wajib Pajak yang selalu berusahameminimalkan beban pajak dan menunda pembayaran pajak selambatmungkin selamahal tersebut masih diperkenankan oleh peraturan perpajakan. Meminimalkan beban pajak sekecil mungkin dapat dilakukandengan menekan penghasilan-penghasilan dan/atau memperbesar biaya-biayayang boleh dikurangkan dari penghasilan (deductible), sehinggaPenghasilan Kena Pajak (PKP) menjadi lebih kecil, atau memanfaatkanhal-hal yang belum diatur dalam peraturan perpajakan. Sedangkan usahamemanfaatkan peraturan perpajakan yang ada yaitu seperti ketentuan yangberkaitan dengan penyusutan.Fungsi yang terdapat dalam manajemen umum, seperti perencanaan, pengorganisasian,pelaksanaan, dan pengendalian juga berlaku dalam manajemen pajak.Jadi, secara teoritis perencanaan pajak adalah bagian dari manajemenpajak. Tujuan manajemen pajak menurut Suandy (2006) dapat dibagimenjadi dua, yaitu: Menerapkan peraturan perpajakan secara benar, dan; Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya.

Upload: vuliem

Post on 22-Jul-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

BAB II

KAJIAN TEORITIK

2.1 Deskripsi Teori

2.1.1 Manajemen Pajak

Upaya untuk melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui

kegiatan manajemen pajak. Menurut Lumbantoruan (1996) menyebutkan bahwa

manajemenpajak sebagai suatu strategi penghematan pajak. Sophar mendefinisikan bahwa

manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi

jumlah pajak dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang

diharapkan. Pada dasarnya usaha penghematan pajak merupakan usaha Wajib Pajak yang

selalu berusahameminimalkan beban pajak dan menunda pembayaran pajak selambatmungkin

selamahal tersebut masih diperkenankan oleh peraturan perpajakan.

Meminimalkan beban pajak sekecil mungkin dapat dilakukandengan menekan

penghasilan-penghasilan dan/atau memperbesar biaya-biayayang boleh dikurangkan dari

penghasilan (deductible), sehinggaPenghasilan Kena Pajak (PKP) menjadi lebih kecil, atau

memanfaatkanhal-hal yang belum diatur dalam peraturan perpajakan. Sedangkan

usahamemanfaatkan peraturan perpajakan yang ada yaitu seperti ketentuan yangberkaitan

dengan penyusutan.Fungsi yang terdapat dalam manajemen umum, seperti perencanaan,

pengorganisasian,pelaksanaan, dan pengendalian juga berlaku dalam manajemen pajak.Jadi,

secara teoritis perencanaan pajak adalah bagian dari manajemenpajak. Tujuan manajemen

pajak menurut Suandy (2006) dapat dibagimenjadi dua, yaitu:

Menerapkan peraturan perpajakan secara benar, dan;

Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

Tujuan dari manajemen pajak diatas dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen

pajak (Lumbantoruan, 1996) yang terdiri dari:

Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implementation)

Pengendalian Pajak (Tax Control)

Dalam fungsi-fungsi tersebut, perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam

manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan

perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan pengemasan pajak yang akan

dilakukan. Setidaknya terdapat tiga hal yang harus diperhatikan oleh Wajib Pajak jika ingin

menerapkan suatu perencanaan pajak (tax planning)yaitu:

1) Tidak melanggar ketentuan perpajakan. Bila suatu tax planning ingin dipaksakan dengan

melanggar ketentuan perpajakan, bagiWajib Pajak merupakan resiko yang sangat

berbahaya dan mungkin akan mengancam keberhasilan tax planning tersebut.

2) Secara bisnis masuk akal, karena tax planning itu merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari perencanaan menyeluruh perusahaan baik jangka panjang maupun jangka

pendek maka perencanaan pajak yang tidak masuk akal akan memperlemah perencanaan

itu sendiri.

3) Bukti-bukti pendukungnya memadai, misalnya dukungan perjanjian, faktur dan juga

perlakuan akuntansinya.

2.1.2 Perencanaan Pajak(Tax Planning)

2.1.2.1 Pengertian Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun orang pribadi dalam

rangka meminimalkan beban pajak yang terutang yang harusdibayar kepada Negara.

Perencanaan pajak juga dimaksudkan sebagai tindakan yang dilakukan untuk merencanakan

pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar dan tepat waktu sehingga dapat

menghindari pemborosan sumber daya secara optimal.

Page 3: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

Erik dan Suwarta (2004: 11) mendefinisikan perencanaan pajak sebagai berikut:

“Perencanaan pajak (tax planning) merupakan salah satu fungsi tax management yang bertitik tolak pada usaha pencapaian efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan kewajiban perpajakan”.

Hidayat (2003: 11) juga mendefinisikan pengertian perencanaan pajak sebagai berikut:

“Tax planning adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar (tidak melanggar undang-undang) tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan”.

Sedangkan menurut Harnanto (2001: 4) pengertian perencanaan pajak adalah:

“Suatu proses pengintegrasian usaha-usaha Wajib Pajak untuk meminimalisasikan beban atau kewajiban pajaknya, baik yang berupa penghasilan maupun pajak-pajak yang lain melalui pemanfaatan fasilitas perpajakan dan perundang-undangan perpajakan”.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pajak (tax planning) secara

garis besar adalah suatu proses organisasi usaha Wajib Pajak sedemikian rupa, sehingga

hutang pajaknya berada pada posisi yang paling efisien, sepanjang hal itu mungkin dilakukan

berdasarkan peraturan perpajakan. Perlunya perencanaan pajak sebenarnya berawal dari hal

yang sangat mendasar dari sifat manusia, yaitu anggapan “kalau bisa tidak membayar,

mengapa harus membayar; kalau bisa membayar kecil, mengapa harus membayar lebih

besar”.

2.1.2.2 Tujuan dan Manfaat Perencanaan Pajak

Menurut Yenni Mangoting (1999: 45), tujuan penerapan perencanaan pajak secara lebih

khusus adalah untuk memenuhi hal-hal sebagai berikut:

a) Menghilangkan atau menghapus pajak sama sekali;

b) Menghilangkan atau menghapus pajak selama tahun berjalan;

c) Menunda pengakuan penghasilan;

d) Mengubah penghasilan rutin dalam bentuk capital gain;

Page 4: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

e) Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan membentuk badan usaha

baru;

f) Menghindari pengenaan pajak ganda, dan;

g) Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau teratur atau membentuk,

memperbanyak atau mempercepat pengurangan pajak.

Apabila implementasi tax planning pada perusahaan dilakukan secara baikdan benar,

maka akan memberikan beberapa manfaat diantaranya:

a) Penghematan kas keluar, pajak dianggap sebagai unsur biaya yang dapatdiminimalisasi

dalam proses operasional perusahaan.

b) Mengatur aliran kas, dengan tax planning yang dikelola secara cermat, perusahaan dapat

mengestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran, sehingga

perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat.

c) Menentukan waktu pembayaran, sehingga tidak terlalu awal atau terlambat yang

mengakibatkan denda atau sanksi. Kewajiban perpajakan dapat dilaksanakan dengan on

time, artinya perusahaan telah melakukan penghematan atas sanksi atau denda yang

terjadi bila terjadi keterlambatan atau kesalahan.

d) Membuat data-data terbaru untuk mengupdate peraturan perpajakan. Tindakan ini berguna

untuk menyikapi peraturan perpajakan yang mungkin dapat berubah setiap waktu,

sehingga perusahaan tetap mengetahui hak dan kewajiban perusahaan sebagai Wajib

Pajak.

Untuk menghemat pajak menurut Syahdan (2001) dapat dilakukan dengan prinsip-

prinsip diantaranya:

Memanfaatkan secara optimal ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.

Pengurangan PKP perusahaan melalui peningkatan penghasilan karyawan.

Membagi perusahaan ke beberapa perusahaan atau menggabungkannya.

Pemilihan bentuk usaha.

Page 5: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

2.1.2.3 Syarat-Syarat Perencanaan Pajak

Syafi’i (2005) dalam “Tax Planning sebagai upaya meminimalkan beban pajak”,

menyebutkan bahwa ada lima persyaratan pokok yang harus ada dalam tax planning, yaitu:

a) Mengerti peraturan perpajakan yangterkait. Akan sangat sulit dapat melakukan tax planning

yang baikdan tidak melanggar undang-undang bila tax planning dirancangtidak dalam

koridor Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.Pelaksanaan tax planning yang

melanggar undang-undang akan berakibat fatal dan bahkan dapat mengancam

keberhasilan tax planning (Suandy, 2001).

b) Menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam tax planning.Tax planning paling tidak

memiliki dua tujuan utama menurutSuandy (2001) yakni:

1. Menerapkan peraturan perpajakan secara benar.

2. Mengefisiensikan laba yang diharapkan.

c) Memahami karakterusaha Wajib Pajak. Hal ini dikarenakan hampir setiap

perusahaanmemiliki perbedaan-perbedaan dalam kebijakan maupun perilakudan

kebiasaan kebiasaannya. Dengan memahami secara mendalamseluk-beluk usaha akan

sangat membantu dalam melakukan taxplanning (Hidayat, 2003).

d) Memahami tingkat kewajaran atas transaksi-transaksi yang diatur dalam tax planning. Hal

ini dikarenakan apabila pelaksanaan tax planning dengan mengabaikan kewajaran sudah

tentu akan menimbulkan kesulitan-kesulitan karena adanya kecurigaan fiskus dan ini dapat

berimplikasi dengan pemeriksaan, karena bisa diindikasikan adanya kecurangan pajak

(Hidayat, 2003).

2.1.2.4 Aspek Perencanaan Pajak

Menurut Aviantara (2008), aspek-aspek yang terdapat dalam perencanaan pajak terdiri

dari aspek formal dan administratif serta aspek material sebagai berikut:

Page 6: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

a). Aspek Formal dan Administratif

Aspek formal dan administratif yang harus dipenuhi suatu badan usaha untuk dapat

melakukan perencanaan pajak antara lain:

Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan

Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).

Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.

Memotong dan/atau memungut pajak.

Membayar pajak.

Menyampaikan surat pemberitahuan (SPT).

b). Aspek Material

Aspek material ini berhubungan dengan perhitungan pajak. Basis atau dasar

perhitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana,

manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk

itu, objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap.

2.1.2.5 Strategi Perencanaan Pajak

Menurut Aviantara (2008), ada beberapa cara yang biasanya dilakukan Wajib Pajak

untuk meminimalkan pajak yang harus dibayar, antara lain:

a). Tax Saving

Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif

pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan yang memiliki PKP

lebih dari Rp. 100 juta dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan

menjadi tunjangan dalam bentuk uang.

b). Tax Avoidance

Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari pengenaan

pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang masih

Page 7: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi

pemberian natura, karena natura bukan merupakan objek pajak PPh pasal 21.

c). Menghindari pelanggaran atas peraturan perpajakan

Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari

timbulnya sanksi perpajakan, seperti sanksi administrasi berupa denda, bunga atau kenaikan,

dan sanksi pidana atau kurungan.

d). Menunda Pembayaran Kewajiban Pajak

Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat

dilakukan melalui penundaan pembayaran pajak PPN. Penundaan ini dilakukan dengan

menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan, khususnya

untuk penjualan kredit.

e). Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan

Wajib Pajak sering juga memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat

dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas pembelian

solar dan/atau impor dan fiskal luar negeri atas perjalanan dinas pegawai.

Sedangkan menurut Lumbantoruan yang dikutip oleh Yenni Mangonting (1999: 47), ada

beberapa cara yang dilakukan Wajib Pajak untuk meminimalkan pajak yang harus dibayar baik

secara legal maupun illegal. Cara atau strategi tersebut dijelaskan dalam gambar berikut ini:

Page 8: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

Gambar 2.1

Strategi dalam Meminimalkan Jumlah Pajak

(Sumber: Sophar B. Lumbartoruan, Akuntansi Pajak, 1994)

Strategi Penghematan

Pajak

Yang merugikan

Penerimaan Negara

Yang tidak merugikan

Penerimaan Negara

Melalui

Undang-

undang

perjanjian

pajak

konvensi

internasional

Cara yang

tidak

diperkenan-

kan oleh

Undang-

undang

Cara yang

diperkenan-

kan oleh

Undang-

undang

Melalui Proses

Produksi

Melalui

Transaksi

Kapitalisasi

Transfor-

masi

Pengecualian

Penggelapan

(Evasion)

Penghindaran

(Avoidance)

Pergeseran

Page 9: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

Menurut Mangoting (1999), ada dua pendekatan lain yang bisadilakukan sebagai suatu

strategi dalam usaha memperkecil laba yangakhirnya juga mengurangi pajak yang harus

dibayar yaitu:

a). Dengan memperkecil pendapatan atau penerimaan.

b). Dengan memperbesar biaya atau pengeluaran.

Alternatif atau langkah yangpertama umumnya berisiko cukup besar, karena hal ini

biasanyadilakukan dengan cara pemalsuan dokumen atau membukukan jumlah yangfiktif,

dimana pencatatan transaksi dilakukan secara tidak benar.Pendekatan yang kedua juga ada

risikonya, dan cara ataujalan yang ditempuh juga sama dengan alternatif pertama, hanya

sajaperaturan pajak memberikan beban-beban yang dapat dikurangkan daripenghasilan bruto

untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar(Undang-Undang Pajak Penghasilan No.10

tahun 1994 pasal 6).

2.1.2.6 Tahapan dan Langkah Perencanaan Pajak

Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin tajam, seorang manajer

dalam membuat suatu perencanaan pajak sebagaimana strategi perencanaan perusahaan

secara keseluruhan (Global Company’s Strategy) juga harus memperhitungkan adanya

kegiatan yang bersifat lokal maupun internasional, sehingga penerapan tax planning dapat

berhasil sesuai yang diharapkan, maka menurut Ismarita (2007) perencanaan pajak (tax

planning)itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap sebagai berikut:

a) Analisis Sistem Informasi Yang Ada (Analysis of the Existing Data Base).

b) Membuat Satu Model atau Lebih Rencana Kemungkinan Besarnya Pajak (Design of One or

More Possible Tax Plans).

c) Mengevaluasi Pelaksanaan Rencana Pajak (Evaluating the Tax Plan).

d) Mencari Kelemahan dan Kemudian Memperbaiki Kembali Rencana Pajak (Debugging the

Tax Plan).

Page 10: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

e) Memutakhirkan Rencana Pajak (Updating the Tax Plan).

Setelah mengetahui beberapa tahapan dalam perencanaan pajak diatas, maka

selanjutnya langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menerapkan tax planning pada Wajib

Pajak, khususnya perusahaan menurut Tjahjono (2001) adalah sebagai berikut:

1) Maksimalisasi Penghasilan yang Dikecualikan

Usaha maksimalisasi penghasilan yang dikecualikan adalah usaha memaksimalkan

penghasilan yang bukan objek pajak dengan mendasarkan pada variabel penghasilan yang

bukan sebagai objek pajak. Peluang ini tercantum dalam pasal 4 (3) Undang-Undang Pajak

Penghasilan No. 36 tahun 2008 tentang penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, yaitu:

a) Bantuan atau sumbangan;

b) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu

derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan dan

koperasi;

c) Warisan;

d) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh Badan;

e) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau

diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan;

f) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi

kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;

g) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib

Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah,

dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di

Indonesia;

h) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan

Menkeu, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

Page 11: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

i) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari persekutuan komanditer yang

modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi,

termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

j) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba

dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di

Indonesia, dengan syarat badan usaha tersebut:

1. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan

dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri

Keuangan.

2. Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.

k) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut

berdasarkan peraturan Menteri Keuangan;

l) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh Badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam

bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar

pada instansi yang membidanginya;

m) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau

berdasarkan peraturan Menteri Keuangan.

2) Memaksimalkan Biaya-biaya Fiskal

Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dengan meningkatkan biaya-biaya

yang dapat dikurangkan atau menekan biaya yang dapat dikurangkan atau dialihkan ke biaya-

biaya yangdapat dikurangkan. Peluang ini tercantum dalam pasal 6 dan pasal9 Undang-

Undang Pajak Penghasilan No. 36 tahun 2008. Pasal 6mengatur biaya-biaya yang dapat

dikurangkan, yaitu:

a) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan mendapatkan penghasilan, termasuk biaya

pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,

Page 12: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, sewa,

royalty, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya asuransi dan

penjualan;

b) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas

pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat

lebih dari 1 tahun;

c) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;

d) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam

perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;

e) Kerugian selisih kurs mata uang asing;

f) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

g) Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

h) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur

dalam Peraturan Pemerintah;

i) Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia;

j) Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dalam Peraturan

Pemerintah;

k) Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah;

l) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

Biaya-biaya yang dapat dikurangkan tersebut nantinya yang harus diperbesar oleh

perusahaan, sehingga pengurang terhadap penghasilan bruto juga akan semakin besar,

akibatnya pajak yang harus dibayar akan semakin kecil. Adapun pasal 9 Undang-undang Pajak

Penghasilan No. 36 tahun 2008, mengatur biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan sebagai

berikut:

Page 13: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

a) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen

yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa

hasil usaha koperasi;

b) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,

sekutu atau anggota;

c) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan;

d) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan

asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh

pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang

bersangkutan;

e) Penggunaan atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam

bentuk natura atau kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh

pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan di daerah

tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan;

f) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan;

g) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan;

h) Pajak penghasilan;

i) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang

yang menjadi tanggungannya;

j) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer yang

modalnya tidak terbagi atas saham;

k) Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda

yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Page 14: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

3) Meminimalkan Tarif Pajak

Tindakan meminimalkan tarif pajak ini dapat dilakukan dengan upaya pengenaan pajak

dengan tarif seminimal mungkin. Hal ini dapat ditempuh antara lain dengan mengalokasikan

penghasilan dalam beberapa tahun atau dalam perusahaan yang masih satu grup. Sedangkan

menurut Lumbantoruan (1996: 485-486), perencanaan pajak pada perusahaan umumnya dapat

ditempuh sebagai berikut:

a) Mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan mengenai pengecualian dan

potongan atau pengurangan yang diperkenankan;

b) Mengambil keuntungan dari pemilikan bentuk-bentuk perusahaan yang tepat;

c) Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga dapat diatur secara keseluruhan

penggunaan tarif pajak, potensi penghasilan, kerugian dan aktiva yang bisa dihapus;

d) Menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun untuk mencegah penghasilan tersebut

termasuk dalam kategori pendapatan yang tarifnya tinggi. Bila memungkinkan, pembayaran

pajak dapat ditunda.

2.1.3 Motivasi Melakukan Perencanaan Pajak

Motivasi diartikan sebagai semua kondisi yang memberikandorongan dalam diri

seseorang yang digambarkan sebagai keinginan, kemauan, dorongan dan sebagainya (Gibson,

Donnelly, Ivancevich, 1997:340) dalam(Rini, Sartika, 2008). Motivasi dilakukannya perencanaan

pajak adalahkeinginan untuk meminimalkan beban pajak yang pada akhirnya

dapatmemaksimalkan laba setelah pajak karena pajak ikut mempengaruhipengambilan

keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan.Dimana perencanaan pajak

merupakan salah satu unsur penunjang untukmencapai tujuan perusahaan. Unsur penunjang

lainnya yaitu unsur pendapatan atau penghasilan yang dihasilkan oleh perusahaan,

dimanapendapatan/penghasilan merupakan objek pajak tidak final dan ada jugayang

merupakan objek pajak final.

Page 15: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang memotivasimanajemen perusahaan dalam

melakukan penerapan tax planning diantaranya dapat dideskripsikan sebagai berikut:

2.1.3.1 Kebijakan Perpajakan

Pajak merupakan kewenangan publik yang ditetapkan oleh pemerintah. Kebijakan

perpajakan merupakan panduan atau pijakan dalam melaksanakan pemungutan pajak.

Kebijakan dapat diartikan dari berbagai sudut pandang dan tujuan. Laswell (2001) menyatakan

“Policy is projected program of goal, values, and practice”, yaitu bahwa kebijakan adalah suatu

program yang diproyeksikan dari tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan praktek yang terarah.

Anderson (2003) mendefinisikan kebijakan adalah serangkaian tindakan yang

mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau kelompok

guna memecahkan suatu masalah tertentu. Sementara itu Koontz dan O’Donnell dalam

Nasucha (2004: 14) mendefinisikan kebijakan sebagai pernyataan umum dalam pembuatan

keputusan.

Menurut Musgrave dan Musgrave (1980: 6), kebijakan pajak merupakan instrumen

kebijakan fiskal yang ditetapkan pemerintah dalam melakukan fungsi alokasi, distribusi,

regulasi, dan stabilisasi. Adapun menurut Michael P. Devereux (1996: 9) dalam Haula Rosdiana

dan Rasin Tarigan (2005: 94), terdapat isu-isu penting dalam kebijakan perpajakan sebagai

berikut:

- What should the tax base be: income, expenditure, or a hybrid?

- What should the tax rate schedule be?

- How should income flows be taxed?

- How should environmental tax be designed?

Selanjutnya, menurut Mansury (1999: 1) kebijakan perpajakan adalah kebijakan fiskal

dalam arti sempit, yaitu kebijakan yang berhubungan dengan penentuan apa yang akan

dijadikan sebagai tax base, siapa-siapa yang akan dikenakan pajak, apa yang akan dijadikan

Page 16: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

dasar pengenaan pajak, bagaimana menghitung besarnya pajak yang harus dibayar dan

bagaimana menentukan tata cara/prosedur pelaksanaan kewajiban perpajakan terutang.

Kebijakan pajak merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam

sistem perpajakan dari berbagai aspek kebijaksanaan pajak. Berikut akan diuraikan faktor-

faktor kebijakan pajak yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, yaitu:

1) Pajak yang akan Dipungut

Di dalam sistem perpajakan ada berbagai tipe pajak yang harus menjadi pertimbangan

utama baik berupa pajak langsung maupun pajak tidak langsung dan cukai seperti pajak

penghasilan badan dan perseorangan; pajak atas capital gains; witholding tax atas gaji, dividen,

sewa, bunga, royalti, dan lain-lain; pajak atas ekspor, impor, serta bea masuk; pajak atas

undian/hadiah; bea materai; capital transfer tax; dan Business license dan trade tax lainnya.

2) Subjek Pajak

Menurut Mansury (2002) subjek pajak adalah siapa-siapa yang menjadi sasaran untuk

dikenakan pajak oleh undang-undang. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008

Pajak Penghasilan menyebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah:

- Orang pribadi;

- Badan, serta;

- Bentuk Usaha Tetap.

3) Objek Pajak

Objek pajak merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat

dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang

bersangkutan,dengan nama dan dalam bentuk laporan. Adanya perlakuan perpajakanyang

berbeda atas objek pajak yang secara ekonomis hakikatnya samaakan menimbulkan usaha

perencanaan pajak agar beban pajaknyarendah. Karena objek pajak merupakan dasar

Page 17: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

perhitungan besarnya pajak, maka untuk optimalisasi alokasi sumber dana, manajemen akan

merencanakan yang tidak lebih dan tidak kurang.

4) Tarif Pajak

Adanya tarif yang diterapkan di Indonesia mengakibatkan seorang perencana pajak

akan berusaha sedapat mungkin dikenakan tarif yang paling rendah. Menurut Barry Bracewell

and Milnes (1980), bahwa “The heavier the burden, the stroner the motive and the wider

thescope for tax avoidance, since the taxpayer may avoid the higher ratesof tax while still

remaining liae to the lower”.

5) Prosedur Pembayaran Pajak

Adanya self assessment system dan payment system mengharuskan seseorang

perencana pajak untuk merencanakan pembayaran pajak dengan baik. Sistem pembayaran

pajak yang berlaku di Indonesia dilandasi oleh sistem pemungutan dimana Wajib Pajak boleh

menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya beban pajak yang terutang.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan

perpajakan merupakan suatu tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang ditetapkan oleh

pemerintah dalam rangka menunjang penerimaan Negara, serta memungut pajak guna

memenuhi kebutuhan dana untuk keperluan Negara dengan menentukan sistem atau prosedur

pemungutan pajak, jenis pajak yang akan dipungut, siapa yang akan dikenakan pajak, dan apa

objek pajaknya.

2.1.3.2 Administrasi Perpajakan

Pembicaraan masalah perpajakan dalam berbagai literatur selalu didahului dengan

menentukan kebijakan perpajakan, kemudian kebijakan diolah dan ditetapkan dalam bentuk

undang-undang perpajakan. Setelah itu, barulah kemudian dibahas masalah pemungutannya

oleh aparat perpajakan yang termasuk dalam ruang lingkup administrasi perpajakan.

Menurut Ensiklopedi perpajakan yang ditulis oleh Lumbantoruan (1997), administrasi

perpajakan adalah cara-cara atau prosedur pengenaan dan pemungutan pajak. Lebih lanjut

Page 18: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

menurut Norman D. Nowak sebagaimana dikutip oleh Mansury (2000: 5), mengungkapkan

bahwa administrasi perpajakan merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan kebijakan

perpajakan.

Sedangkan menurut Abdul Rahman (2010: 183), berpendapat bahwa administrasi

perpajakan dalam arti sempit merupakan penatausahaan dan pelayanan atas hak-hak dan

kewajiban pembayaran pajak, baik penatausahaan yang dilakukan di kantor pajak maupun di

tempat Wajib Pajak, sedangkan dalam arti luas meliputi fungsi, sistem dan organisasi atau

kelembagaan. Mengenai peran administrasi pajak, Pandiangan (2008) menyatakan bahwa

administrasi perpajakan diupayakan untuk merealisasikan peraturan perpajakan dan

penerimaan Negara sebagaimana amanat APBN.

Carlos A. Silvani seperti yang dikutip oleh Gunadi (2006) mengemukakan bahwa

administrasi perpajakan dikatakan efektif apabila mampu mengatasi masalah seperti Wajib

Pajak yang tidak terdaftar, Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT),

penyelundupan pajak, serta penunggakan pajak. Apabila administrasi pajak mampu mengatasi

masalah-masalah tersebut secara efektif, maka administrasi pajaknya sudah dapat dikatakan

baik, sehingga akan meningkatkan penerimaan. Dasar bagi terwujudnya suatu administrasi

pajak yang baik adalah diterapkannya prinsip-prinsip manajemen modern, yaitu Planning,

Organizing, Actuating dan Controlling, terdapatnya kebijakan perpajakan yang jelas dan

sederhana sehingga memudahkan Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajibannya, tersedianya

pegawai pajak yang berkualitas dan jujur, serta pelaksanaan penegakan hukum yang tegas dan

konsisten.

Adapun dalam meningkatkan efektivitas administrasi perpajakan digunakan ukuran

seperti: (1) kepatuhan pajak sukarela; (2) prinsip-prinsip self assessment; (3) menyediakan

informasi kepada Wajib Pajak; (4) kecepatan dalam menemukan masalah-masalah yang

berhubungandengan Surat Pemberitahuan (SPT) dan pembayaran; (5) peningkatan dalam

controldan supervisi, dan; (6) sanksi yang tepat. Tugas administrasi perpajakan tidak membuat

Page 19: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

kebijakan atau ketentuan undang-undang, tetapi kebijakan pajak yang baik tidak akan berjalan

tanpa adanya dukungan administrasi perpajakan. Oleh karena itu, administrasi perpajakan perlu

disusun dengan sebaik-baiknya sehingga mampu menjadi instrumen yang bekerja secara

efektif dan efisien dalam penyelenggaraan pemungutan pajak.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa administrasi

perpajakan yaitu meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian

pajak, juga sebagai proses yang mencakup semua kegiatan untuk melaksanakan pemungutan

pajak, seperti mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, mengisi dan melaporkan Surat

Pemberitahuan (SPT) baik Masa maupun Tahunan secara tepat waktu, melakukan pembukuan,

atau pemahaman atas sanksi-sanksi perpajakan agar dapat dihindari.

2.1.3.3 Loopholes

Loopholes dapat dimanfaatkan untuk membayar pajak lebih kecil dari atau bahkan tidak

membayar sama sekali atas suatu income tertentu. Dalam tax avoidance,Wajib Pajak

memanfaatkan peluang-peluang (loopholes) yang ada dalam undang-undang perpajakan,

sehingga dapat membayar pajak yang lebih rendah atau bahkan dapat menghindari pengenaan

pajak. Pengetahuan yang memadai bagi perusahaan sangatlah penting dalam perencanaan

pajak karenaberguna dalam menentukan celah-celah (loopholes) yang menguntungkan dalam

pelaksanaan kewajiban perpajakannya, terutama dengan memanfaatkan hal-hal yang

dikecualikan dalam peraturan perpajakan.

Dalam Farlex Financial Dictionary (2012), mendefinisikan bahwa loopholes merupakan

ketentuan yang disengaja atau tidak disengaja dalam peraturan perpajakan yang

memungkinkan seseorang individu atau badan untuk dibebaskan dari beberapa ketentuan.

Selanjutnya, John F. Due (1997: 128) berpendapat bahwa loopholes merupakan “a way

of escaping a difficulty, especially an omission or ambiguity in the wording of a contract or law

that provides a means of evading compliance”. Menurutnya, celah-celah yang ada dalam

ketentuan dan peraturan perpajakan adalah suatu kondisi yang memungkinkan sesorang

Page 20: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

menghindari suatu kewajiban tanpa adanya pengenaan penalti atau sanksi hukum, asalkan

diterapkan sesuai koridor yang diperbolehkan oleh undang-undang pajak.

Hal lain diungkapkan oleh Steven Haddock (2004) yang mengungkapkan pengertian

loopholes sebagai interpretasi yang sebenarnya dari peraturan pajak sebagaimana yang dibuat

oleh pembuat peraturan tersebut, yang memungkinkan seseorang untuk mengurangi secara

hukum kewajiban perpajakannya. Dengan demikian, celah-celah (loopholes) dapat mengurangi

pendapatan pemerintah tanpa memberikan manfaat untuk publik yang sesuai.

Tindakan dalam memanfaatkan loopholesini dimungkinkan, karenabagaimanapun

lengkapnya suatu undang-undang, belum tentu mencakup semua aspek yang

diinginkan.Loopholes sengaja diciptakan oleh pembuat kebijakan untuk memberikan

kemudahan atau fasilitas bagi Wajib Pajak, dapat juga diartikan tidak sengaja diciptakan, tetapi

lebih mengarah kepada kelemahan dari peraturan itu sendiri. Sehingga secara rinci,loopholes

ini memiliki 2 makna yaitu:

Loopholes yang memang sengaja diberikan oleh pemerintah di dalamsuatu tax policy yang

dibuat sedemikian rupa guna mendukung suatuaktivitas atau kegiatan ekonomi tertentu.

Loopholes yang sebetulnya bukan maksud pembuat undang-undang di dalam membuat

peraturan perpajakan tersebut, atau dengan kata lain tidak sejalan dengan jiwa dan

semangat ketentuan perpajakan.

Pemanfaatan loopholes yang dapat dilakukan misalnya perusahaan dapat mengurangi

penerimaan dengan jumlah biaya seperti biaya untuk pendidikan pegawai, pelatihan pegawai,

riset dan pemgembangan, perbaikan kantor, dan lain-lain. Maksudnya, daripada mengeluarkan

uang untuk membayar pajak lebih besar, lebih baik digunakan untuk kepentingan perusahaan

yang manfaatnya bisa dirasakan langsung oeh perusahaan, asalkan sesuai dengan UU.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa loopholes

merupakan suatu keadaan, peraturan, transaksi atau kejadian yang memungkinkan seseorang

Page 21: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

atau badan untuk memanfaatkan peluang penghematan pembayaran pajak atau terhindar dari

kewajiban perpajakan tertentu, atau terhindar dari pengenaan sanksi administratif perpajakan.

2.1.3.4 Tarif Pajak

Pemberlakuan tarif pajak atas suatu objek pajak mempengaruhi Wajib Pajak dalam hal

pembayaran pajak. Tarif pajak, dimana semakin besar tarif pajak maka semakin besar pajak

terutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, sehingga pembebanan tarif pajak yang tinggi

terkadang akan membuat Wajib Pajak menjadi keberatan untuk memenuhi kewajiban

perpajakannya.Oleh karena itu, dengan adanya perlakuan tarif pajak atas objek pajak, maka

akan memotivasi manajemen perusahaan untuk melakukan perencanaan pajak agar beban

pajaknya menjadi rendah.

Menurut Rismawati Sudirman dan Antong Amirudin (2012: 9) dalam bukunya yang

berjudul “Perpajakan Pendekatan Teori dan Praktik di Indonesia”, mengemukakan bahwa

pengertian tarif pajak adalah ketentuan presentase (%) atau jumlah (Rupiah) pajak yang harus

dibayar oleh Wajib Pajak sesuai dengan dasar pajak atau objek pajak.

Sedangkan menurut Prof. Supramono dan Theresia Damayanti (2010: 7) dalam

bukunya yang berjudul “Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan”, mengemukakan

pengertian tarif pajak yaitu tarif yang digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang harus

dibayar, yang secara umum dinyatakan dalam bentuk presentase (%).

Lain halnya dengan pendapat yang dikemukakan oleh Dwi Sunar Prasetyono (2012:

31), yang mendefinisikan bahwa dalam pemungutan pajak harus ditetapkan terlebih dahulu

jenis tarif pajak yang dipergunakan, karena tarif ini berhubungan erat dengan fungsi pajak, yaitu

fungsi anggaran (budgetair) dan fungsi mengatur (regulerend). Adapun penentuan jenis tarif

pajak yang dimaksud menurut Mardiasmo (2009: 9) adalah sebagai berikut:

1) Tarif proporsional, yaitu tarif berupa presentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang

dikenakan pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya

nilai yang dikenai pajak;

Page 22: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

2) Tarif tetap, yaitu tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang

dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang tetap;

3) Tarif progresif, yaitu presentase tarif yang digunakan semakin besar apabila jumlah yang

dikenai pajak semakin besar, dan;

4) Tarif degresif, yaitu presentase tarif yang digunakan semakin kecil apabila jumlah yang

dikenai pajak semakin besar.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang tarif pajak diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa tarif pajak adalah dasar pengenaan pajak terhadap objek pajak yang menjadi

tanggungannya (dalam hal ini Wajib Pajak), yang biasanya berupa presentase (%). Tarif pajak

yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak, seperti tarif untuk PPh pasal

21, pasal 22, pasal 23, pasal 25, maupun pasal 29 merupakan salah satu unsur yang

menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak, sehingga berapapun Penghasilan Kena

Pajak (PKP), maka tarif yang berlaku adalah sama. Penentuan besar kecilnya suatu tarif pajak

adalah hal yang krusial dimana kesalahan persepsi dalam penentuannya dapat merugikan

berbagai pihak, termasuk Negara.

Dapat disimpulkan juga bahwa tarif pajak merupakan ukuran atau standar pemungutan

pajak, dalam hubungannya dengan pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang Pajak Penghasilan (PPh), maka jenis tarif yang ditetapkan adalah tarif progresif

sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat (1) UU PPh, sedangkan untuk Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) berlaku tarif pajak proporsional yaitu 10%.

2.1.3.5 Kesadaran Wajib Pajak

Bagaimanapun juga, menuju Wajib Pajak patuh adalah tujuan yang ingin dicapai oleh

pemerintah, dan kepatuhan ini hanya akan terwujud apabila setiap masyarakat memiliki

kesadaran yang tinggi. Kesadaran merupakan unsur kemauan dalam diri manusia untuk

memahami realitas dan bagaimana mereka bertindak atau bersikap terhadap realitas (Widayati

Page 23: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

dan Nurlis, 2002: 125). Kesadaran dalam membayar pajak memiliki arti dimana seseorang

mengetahui, memahami dan mengerti tentang bagaimana cara membayar pajak.

Menurut Nasution (2006: 62), kesadaran Wajib Pajak merupakan sikap Wajib Pajak

yang telah memahamidan mau melaksanakan kewajibannya untuk membayar pajak,serta

telahmelaporkan semua penghasilannya tanpa ada yang disembunyikan sesuaidengan

ketentuan yang berlaku. Nasution juga berpendapat bahwa dalam mewujudkan Wajib Pajak

yang sadar dan peduli pajak, telah dijalankan berbagai macam cara seperti pelayanan prima,

penyuluhan pajak, pemeriksaan dan penagihan pajak.

Sedangkan Nurmantu (2005: 7), menyatakan bahwa kesadaran Wajib Pajak

menyatakan penilaian positif masyarakat (dalam hal ini Wajib Pajak) terhadap pelaksanaan

fungsi Negara oleh pemerintah, sehingga akan menggerakanmasyarakat untuk mematuhi

kewajibannya untuk membayar pajak. Kesadaran perpajakan tumbuh karena rakyat merasa ikut

serta dalam menentukan peraturan perpajakan.

Irianto (2005: 36) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang

mendorong Wajib Pajak untuk membayar pajak, diantaranya:

1) Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjangpembangunan

negara. Dengan menyadari hal ini, Wajib Pajak maumembayar pajak karena merasa tidak

dirugikan dari pemungutan pajakyang dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk

pembangunan Negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara.

2) Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan bebanpajak sangat

merugikan negara. Wajib Pajak mau membayar pajakkarena memahami bahwa penundaan

pembayaran pajak danpengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber

dayafinansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara.

3) Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib

Pajak akan membayar karena pembayaran pajakdisadari memiliki landasan hukum yang

kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga Negara.

Page 24: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran

perpajakan adalah suatu sikap sadar terhadap arti, fungsi, dan peranan pajak, serta merupakan

kesukarelaan Wajib Pajak dalam memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi

perpajakan, dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan tepat jumlah.

Kesadaran masyarakat yang rendah akan perpajakan seringkali menjadi salah satu sebab

banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dijaring. Kesadaran perpajakan masih menjadi

kendala dalam masalah pemungutan pajak dari masyarakat.

Oleh karena itu, diperlukan penyuluhan atau pelayanan tentang arti, fungsi, dan peranan

pajak untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak agar mau membayar pajak kepada Negara

guna membiayai pembangunan demi kepentingan dan kesejahteraan umum. Dengan

demikian, masyarakat akan sukarela dan disiplin membayar pajak tanpa adanya paksaan.

2.1.3.6 Pemeriksaan Pajak

Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28

tahun 2007 dijelaskan tentang definisi pemeriksaan pajak, yaitu serangkaian kegiatan

menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif

dan proporsional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan

pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Waluyo, 2010: 66).

Menurut Pardiat (2008: 11), pengertian pemeriksaan pajak menekankan pada

pemeriksaan bukti yang berupa buku-buku, dokumen dan catatan yang dilaksanakan secara

objektif oleh pemeriksaan pajak yang professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan,

pemeriksaan pajak tidak mencari-cari kesalahan Wajib Pajak tetapi untuk menguji kepatuhan

pemenuhan perpajakan.

Sementara itu, definisi pemeriksaan pajak menurut pendapat Siti Rahayu (2010: 245)

merupakan hal pengawasan pelaksanaan sistem self assesment yang dilakukan oleh Wajib

Page 25: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

Pajak serta harus berpegang teguh pada undang-undang perpajakan. Adapun yang diperiksa

adalah apakah dasar pengenaan pajaknya sesuai dengan ketentuan atau tidak, tarif pajaknya

sudah sesuai atau belum, perhitungan pajaknya sudah benar atau belum, dan sebagainya.

Pemeriksaan pajak dilakukan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak, yaitu Pegawai

Negeri Sipil (PNS) yang telah memiliki keahlian sebagai pemeriksa pajak. Selain itu, pemeriksa

pajak bisa juga merupakan tenaga ahli yang ditunjuk oleh DJP dan diberi wewenang, tugas dan

tanggung jawab sebagai pemeriksa pajak. Adapun tujuan pemeriksaan pajak menurut Erly

Suandy (2008) yaitu:

a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, diantaranya:

1) SPT lebih bayar dan/atau rugi.

2) SPT tidak disampaikan atau terlambat.

3) SPT memenuhi kriteria yang ditentukan Dirjen Pajak untuk diperiksa.

4) Adanya indikasi tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban selain kewajiban pada angka (2).

b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan, diantaranya:

1) Pemberian atau pencabutan NPWP.

2) Pemberian pengukuhan penghasilan kena pajak.

3) Penentuan besarnya angsuran pajak suatu masa untuk Wajib Pajak baru.

4) Wajib Pajak mengajukan keberatan dan banding.

5) Pencocokan data dan/atau keterangan, dan lain-lain.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian

pemeriksaan pajak merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data atau

keterangan secara professional berdasarkan standar pemeriksaan dan berpegang teguh pada

peraturan undang-undang perpajakan. Pemeriksaan pajak dilakukan sebagai salah satu alat

pengawasan dalam rangka menguji tingkat kepatuhan Wajib Pajak atau ketaatan Wajib Pajak

dalam memenuhi kewajibannya, terutama dalam ketepatan pelaporan SPTnya.

Page 26: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

SPT merupakan dasar yang mengawali dilakukannya pemeriksaan pajak. SPT yang

dilaporkan oleh Wajib Pajak akan dapat menentukan apakah akan dilakukan pemeriksaan atau

tidak. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya kecurangan atau kekeliruan yang

dilakukan Wajib Pajak terkait pelaksanaan kewajiban perpajakannya.

2.2 Hasil Penelitian Relevan

Berikut ini akan dipaparkan mengenai penelitian yang dilakukan terkait dengan faktor

yang mempengaruhi penerapan tax planning, diantaranya:

Tabel 2.1

Hasil Penelitian Relevan

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

1. Ida Hamadah (2010)

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning pada perusahaan di DKI Jakarta

Kebijakan perpajakan, undang-undang perpajakan, dan administrasi perpajakan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tax planning. Sedangkan loopholes dan tarif pajak berpengaruh secara signifikan terhadap tax planning

2. Marfuah (2010)

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi manajemen perusahaan melakukan tax planning

Memperoleh hasil yang tidak signifikan antara kebijakan perpajakan, undang-undang berpengaruh tidak signifikan terhadap tax planning, administrasi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap tax planning, loopholes berpengaruh tidak signifikan terhadap tax planning, dan tarif pajak berpengaruh tidak signifikan terhadap tax planning

3. Martha Tanuwardi (2009)

Analisis faktor-faktor yang memotivasi manajemen perusahaan melakukan tax planning

Penelitian ini membuktikan bahwa kebijakan perpajakan, undang-undang perpajakan, dan administrasi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap tax planning

4. Agus Subekti (2007)

Faktor-faktor yang memotivasi manajemen perusahaan melakukan tax planning pada perusahaan yang

Memperoleh hasil yang signifikan antara kebijakan perpajakan terhadap tax planning, undang-undang perpajakan berpengaruh tidak

Page 27: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

terdaftar sebagai Wajib Pajak badan di KPP Perusahaan masuk bursa Jakarta

signifikan terhadap tax planning, dan administrasi perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap tax planning. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen

Berdasarkan tabel diatas, penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

penerapan tax planning pada perusahaan seperti kebijakan perpajakan, undang-undang

perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes, dan tarif pajak telah banyak dilakukan oleh

para peneliti terdahulu. Penelitian ini masih merupakan issu kontroversial, hal ini diperkuat

dengan adanya hasil yang beragam dari penelitian relevan diatas, sehingga belum bisa

ditentukan secara pasti faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerapan tax planning

pada perusahaan. Sebagian besar penelitian terdahulu menyebutkan bahwa faktor yang paling

banyak berpengaruh signifikan adalah kebijakan perpajakan dan administrasi perpajakan.

Penelitian ini oleh beberapa peneliti lainnya selanjutnya dikembangkan lagi dengan menambah

variabel loopholes dan tarif pajak.

Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ida Hamadah (2010), peneliti termotivasi

untuk melakukan penelitian sejenis dengan maksud melanjutkan penelitian yang dilakukan

sebelumnya agar dapat mengetahui dan menjelaskan faktor apa saja yang sebenarnya

berpengaruh dan berhubungan terhadap penerapan tax planning pada perusahaan. Persamaan

antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek yang akan diteliti serta

metode pengumpulan data. Adapun hal yang membedakan yaitu terletak pada metode analisis

data, variabel independen dan jumlah sampel yang digunakan. Dalam penelitian ini, metode

analisis data menggunakan koefisien korelasi Rank Spearman, kemudian peneliti tidak

memasukkan variabel undang-undang perpajakan, tetapi menambah dua variabel independen,

yaitu variabel kesadaran Wajib Pajakdanvariabel pemeriksaan pajak. Sedangkan untuk jumlah

populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan secara rinci dalam

bab selanjutnya.

Page 28: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

2.3 Kerangka Pemikiran

Wajib Pajak Badan di Kota Metro yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Metro dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sudah bukan menjadi rahasia umum lagi

apabila ada tindakan manajemen perusahaan untuk meminimalkan besarnya pajak terutang

yang harus dibayar guna memperoleh laba bersih yang optimal, tindakan seperti ini sering

disebut juga dengan tax planning. Berikut ini akan dijelaskan faktor-faktor yang berhubungan

dengan dilakukannya penerapan tax planning, diantaranya:

a) Hubungan Kebijakan Perpajakan dengan Penerapan Tax Planning

Kebijakan perpajakan (tax policy)merupakan suatu pilihan atau keputusan yang diambil

oleh pemerintah dalam rangka menunjang penerimaan Negara, serta memungut pajak guna

memenuhi kebutuhan dana untuk keperluan Negara. Dengan diterapkannya self assessment

system yang mewajibkan Wajib Pajak menghitung, membayar, serta melaporkan

perpajakannya sendiri, maka terdapat faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu

perencanaan pajak, yaitu jenis pajak yang akan dipungut, subjek pajak, objek pajak, besarnya

tarif pajak, dan prosedur pembayaran pajak. Semakin tinggi tingkat pemahaman manajemen

perusahaan tentang kebijakan perpajakan, maka semakin tinggi pula motivasi manajemen

perusahaan untuk menerapkan tax planning.

b) Hubungan Administrasi Perpajakan dengan Penerapan Tax Planning

Administrasi perpajakanmerupakan metode untuk meyakinkan bahwa apa yang

dilaksanakan telah sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini biasanya dilakukan dengan

memonitor semua transaksi yang memiliki dampak perpajakan serta melakukan pengawasan

internal apakah semua kewajiban perpajakan telah dilakukan dengan tepat dan benar, seperti

mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, mengisi dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT),

melakukan pembukuan atau penghindaran atas sanksi-sanksi perpajakan, baik sanksi

administratif maupun sanksi pidana. Semakin baik administrasi perpajakan yang dilakukan

Page 29: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

manajemen perusahaan, maka semakin baik pula manajemen perusahaan melakukan

penerapan tax planning.

c) Hubungan Loopholes dengan Penerapan Tax Planning

Loopholes merupakan suatu keadaan, peraturan, transaksi, kejadian atau celah-celah

yang dapat dimanfaatkan dalam undang-undang perpajakan yang memungkinkan seseorang

atau badan untuk memanfaatkan peluang penghematan pembayaran pajak atau terhindar dari

kewajiban perpajakan tertentu. Pemanfaatan loopholes yang dapat dilakukan misalnya

perusahaan dapat mengurangi penerimaan dengan jumlah biaya seperti biaya untuk pendidikan

pegawai, riset dan pengembangan, perbaikan kantor, dan lain-lain. Semakin banyak celah-

celah(loopholes) yang terdapat di dalam undang-undang perpajakan, maka semakin tinggi pula

kesempatan manajemen perusahaan untuk merencanakanpajaknya dengan baik.

d) Hubungan Tarif Pajak dengan Penerapan Tax Planning

Tarif pajak merupakan ukuran standar atau dasar pengenaan yang akan digunakan

untuk menentukan berapa besarnya pajak terutang yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak.

Secara umum, tarif pajak dinyatakan dalam bentuk presentase (%). Semakin besar tingkat

presentase tarif pajak yang dikenakan atas suatu objek pajak, maka akan semakin besar jumlah

pajak terutang yang harus dibayar, sehingga akan memotivasi manajemen perusahaan untuk

melakukan penerapan tax planning.

e) Hubungan Kesadaran Wajib Pajak dengan Penerapan Tax Planning

Kesadaran perpajakan merupakan suatu sikap sadar terhadap arti, fungsi dan peranan

pajak. Kesadaran Wajib Pajakakan pentingnya perpajakan bagi pembangunan Negara

merupakan sikap Wajib Pajak yang memahami dan mau melaksanakan kewajibannya untuk

membayar pajak secara sukarela dan telah melaporkan semua penghasilannya tanpa ada yang

Page 30: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

disembunyikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Semakin tinggi tingkat kesadaran Wajib

Pajak, maka semakin tinggi motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan perencanaan

pajaknya.

f) Hubungan Pemeriksaan Pajak dengan Penerapan Tax Planning

Pemeriksaan pajak merupakan seberapa besar kemungkinan resiko terdeteksinya

kecurangan apabila dilakukan pemeriksaan pajak oleh aparat pajak (fiskus). Ketika Wajib Pajak

menganggap persentase tingkat terdeteksi kecurangan melalui pemeriksaan pajak tinggi, maka

mereka akan cenderung patuh terhadap peraturan pajak. Sehingga, semakin tinggi

kemungkinan adanya pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh aparat pajak, maka akan semakin

tinggi pula motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan penerapan tax planning.

Adapun gambaran secara menyeluruh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

penerapan tax planning yang merupakan kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Page 31: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

Kebijakan Perpajakan (X1)

Administrasi Perpajakan (X3)

Loopholes (X4)

Penerapan Tax Planning (Y)

Tarif Pajak (X5)

Kesadaran Wajib Pajak (X6)

Pemeriksaan Pajak (X7)

Gambar 2.2

Page 32: BAB II KAJIAN TEORITIK - repository.ummetro.ac.idrepository.ummetro.ac.id/files/mhs/5791f9a64b907ad189d9d4351f33df15.pdfPerencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun

Skema Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan dugaan sementara yang mungkin benar atau salah. Hipotesis

ditolak apabila faktanya menyangkal dan diterima jika faktanya membenarkan. Jadi, hipotesis

merupakan dugaan sementara yang perlu dibuktikan kebenarannya. Umi Narimawati (2008: 63)

mengemukakan hipotesis sebagai suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang

masih belum sempurna.

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian

untuk masing-masing variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y) sebagai berikut:

H1: Terdapat hubungan antara Kebijakan Perpajakan dengan Penerapan Tax Planning.

H2: Terdapat hubungan antara Administrasi Perpajakan dengan PenerapanTax Planning.

H3: Terdapat hubungan antara Loopholes dengan Penerapan Tax Planning.

H4: Terdapat hubungan antara Tarif Pajak dengan Penerapan Tax Planning.

H5: Terdapat hubungan antara Kesadaran Wajib Pajak dengan PenerapanTax Planning.

H6: Terdapat hubungan antara Pemeriksaan Pajak dengan Penerapan Tax Planning.