bab ii kajian teoritik 2. 1. deskripsi...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN TEORITIK
2. 1. Deskripsi Teori
2.1.1. Bahan Ajar
1. Pengertian
Menurut Hamdani (2011, hal. 30) bahan ajar adalah segala bentuk bahan
atau materi yang disusun secara sistematis yang digunakan untuk membantu guru
atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar sehingga tercipta
lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Bahan ajar juga
disebut teaching-material.
Bahan ajar menurut National Center for Vocational Education Research Ltd
yang dikutip oleh Andi Prastowo adalah segala bentuk bahan, informasi, alat dan
teks yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa tertulis
maupun bahan yang tidak tertulis (I'anah & Raharjo, 2014, hal. 6).
Menurut Pannen yang juga dikutip oleh Andi Prastowo (2014, hal. 24)
menyatakan bahwa bahan ajar adalah bahan atau materi pelajaran yang disusun
secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pengertian bahan ajar yang telah dijelaskan di atas,
penulis dapat menyimpulkan bahwa bahan ajar adalah bahan atau materi pelajaran
yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak tertulis yang digunakan
oleh guru dalam pembelajaran di kelas untuk menciptakan suasana/lingkungan
pembelajaran yang memungkinkan siswa berminat untuk belajar sehingga
mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan.
2. Klasifikasi Bahan Ajar
Menurut Rivai (2003, hal. 39) bahan ajar terbagi atas:
10
a. Media tulis
b. Audio visual, elektronik
c. Interaktif, terintegrasi, yang kemudian disebut medienver bund (bahasa
Jerman yang berarti media terintegrasi) atau mediamix.
3. Peran Bahan Ajar
Pemanfaatan bahan ajar dalam proses pembelajaran memiliki peran penting.
Peran tersebut menurut Belawati (2003, hal. 45) yaitu:
a. Adanya bahan ajar, siswa dapat ditugasi mempelajari terlebih dahulu topik atau
materi yang akan dipelajarinya, sehingga guru tidak perlu menjelaskan secara
rinci.
b. Adanya bahan ajar maka pelajaran akan lebih efektif karena guru memiliki
bayak waktu untuk membimbing siswanya dalam memahami suatu topik
pembelajaran, dan juga metode yang digunakannya lebih variatif dan interaktif
karena guru tidak cenderung berceramah.
c. Siswa dapat belajar tanpa kehadiran atau harus ada guru.
d. Dapat dijadikan pelengkap atau suplemen buku siswa.
Bahan ajar sangat penting artinya bagi guru maupun siswa dalam proses
pembelajaran. Tanpa bahan ajar akan sulit bagi guru untuk meningkatkan
efektivitas pembelajaran. Demikian juga halnya dengan siswa, tanpa bahan ajar
akan sulit untuk menyesuaikan diri dalam belajar, apalagi jika gurunya
mengajarkan materi dengan cepat dan kurang jelas. Oleh karena itu, bahan ajar
dianggap sebagai bahan yang dapat dimanfaatkan, baik oleh guru maupun siswa,
sebagai suatu upaya untuk memperbaiki mutu pembelajaran.
4. Modul
a. Pengertian Modul
Menurut Russel (Mehrabiah & Russell, 1974, hal. 19) modul sebagai suatu
paket pembelajaran yang berisi satu unit konsep tunggal. Modul pembelajaran
(Houtson & Howson, 1992, hal. 23) meliputi seperangkat aktivitas yang bertujuan
mempermudah peserta didik untuk mencapai seperangkat tujuan pembelajaran.
Pengertian-pengertian tersebut, dapat dilihat unsur-unsur sebuah modul
pembelajaran yaitu: (Wena, 2014, hal. 230)
1) Modul merupakan seperangkat pengalaman belajar yang berdiri sendiri,
11
2) Modul dimaksudkan untuk mempermudah peserta didik mencapai seperangkat
tujuan yang telah ditetapkan,
3) Modul merupakan unit-unit yang berhubungan satu dengan yang lain secara
hirarkis.
Menurut Walter Dick dan Lou Cary modul diartikan sebagai unit
pembelajaran berbentuk cetak. Mengajar terpadu yang memiliki satu tema terpadu,
menyajikan kepada siswa keterangan-keterangan yang diperlukan untuk menguasai
dan menilai pengetahuan dan keterampilan yang ditentukan, dan berfungsi sebagai
satu komponen dari keseluruhan kurikulum. Hal di atas sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh B. Suryosubroto bahwa modul adalah sejenis satuan kegiatan
belajar yang terencana, didesign guna membantu peserta didik menyelesaikan
tujuan-tujuan tersebut. Darwanto (2014, hal. 19) mengemukakan bahwa modul
adalah sebagai paket program yang disusun dalam bentuk satuan guna keperluan
belajar.
Jadi dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modul merupakan
bahan belajar terprogam yang disusun sedemikian rupa dan disajikan secara
terpadu, sistematis dan terperinci. Mempelajari materi modul, peserta didik
diarahkan pada pencarian suatu tujuan melalui langkah-langkah belajar tertentu,
karena modul merupakan paket progam untuk keperluan belajar.
b. Karakteristik Modul
Menurut Ramadhan (2014, hal. 7) untuk menghasilkan modul yang mampu
meningkatkan motivasi belajar, pengembangan modul harus memperhatikan
karakteristik yang diperlukan sebagai modul.
1) Self Intruction
Self Intruction merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan
karakter tersebut memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak
tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi self instruction, modul tersebut harus:
a) Memuat tujuan pembelajaran yang jelas dan dapat menggambarkan
pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
b) Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang
kecil atau spesifik, sehingga memudahkan dipelajari secara tuntas.
12
c) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan
materi pembelajaran.
d) Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan
untuk mengukur penguasaan peserta didik.
e) Kontekstual yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas atau
konteks kegiatan dan lingkungan peserta didik.
f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.
g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran.
h) Terdapat instrument penilaian, yang memungkinkan peserta didik
melakukan penilaian sendiri (self assessment).
i) Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta didik
mengetahui tingkat penguasaan materi.
j) Terdapat informasi tentang rujukan/pertanyaan/referensi yang
mendukung.
2) Self Contained
Menurut Sugiyani (2014, hal. 5) mengatakan bahwa modul dikatakatan self
contained, bila seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan termuat dalam modul
tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan peserta didik
mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi belajar dikemas
kedalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan
materi dari satu standar kompetensi atau kompetensi dasar, harus dilakukan dengan
hati-hati dan memperhatikan keluasan standar kompetensi atau kompetensi dasar
yang dikuasai oleh peserta didik.
3) Berdiri Sendiri (Stand Alone)
Stand Alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak
tergantung pada bahan ajar atau media lain atau tidak harus digunakan bersama-
sama dengan bahan ajar atau media lain. Menggunakan modul, peserta didik tidak
perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan mengerjakan tugas pada modul
tersebut. Jika peserta didik masih menggunakan dan bergantung pada bahan ajar
lain selain modul yang digunakan, bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai
modul yang berdiri sendiri.
4) Adaptif
13
Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul tersebut dapat
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel
digunakan diberbagai perangkat keras (hardware).
5) Bersahabat (User Frendly)
Modul hendaknya juga memenuhi kaidah User Frendly atau bersahabat
dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat
membantu dan bersahabat dengan pemakaianya, termasuk kemudahan pemakai
dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Pengguanaan bahasa
yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum
digunakan, merupakan salah satu bentuk User Frendly (Darwanto, 2014, hal. 187)
c. Langkah-langkah Pembuatan Modul
Menurut (Darwanto, 2014, hal. 189) mengatakan bahwa suatu modul yang
digunakan disekolah, disusun atau ditulis dengan menggunakan langkah-langkah
berikut ini:
1) Merumuskan sejumlah tujuan secara jelas, spesifik, dalam bentuk tingkah laku
siswa yang dapat diamati dan diukur.
2) Urutan tujuan-tujuan itu yang menentukan langkah-langkah yang diikuti dalam
modul.
3) Test diagnostik untuk mengukur latar belakang siswa, pengetahuan dan
kemampuan yang telah dimilikinya sebagai pra-syarat untuk menempuh
modul.
4) Adanya butir test dengan tujuan-tujuan modul.
5) Menyusun alasan atau rasional pentingnya modul bagi siswa.
6) Kegiatan-kegiatan belajar direncanakan untuk membantu dan membimbing
siswa agar mencapai kompetensi seperti dirumuskan dalam tujuan.
7) Menyusun post-test untuk mengukur hasil belajar siswa.
8) Menyiapkan pusat sumber-sumber berupa bacaan yang terbuka bagi siswa
setiap waktu memerlukannya (Nasution, 2013, hal. 217).
Secara teoritis penyusunan modul dimulai dengan perumusan tujuan, akan
tetapi dalam prakteknya sering dimulai dengan penentuan topik atau bahan
14
pelajarannya dapat dipecahkan dalam bagian-bagian yang lebih kecil yang akan
dikembangkan menjadi modul.
d. Menurut Kurniawan (2015, hal. 3) manfaat Modul Manfaat modul bagi
peserta didik adalah:
1) Peserta didik memiliki kesempatan melatih diri belajar secara mendiri.
2) Belajar menjadi lebih menarik karena dapat dipelajari diluar kelas dan diluar
jam pembelajaran.
3) Peserta didik berkesempatan mengekspresikan cara-cara belajar yang sesuai
dengan kemampuan dan minatnya.
4) Berkesempatan menguji kemampuan diri sendiri dengan mengerjakan latihan
yang disajikan didalam modul.
5) Mampu membelajarkan diri sendiri, mengembangkan kemampuan peserta
didik dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar
lainnya.
Selain itu modul juga memiliki manfaat bagi pendidik, manfaat modul
bagi pendidik yaitu:
a) Mengurangi ketergantungan terhadap ketersediaan buku teks.
b) Memperluas wawasan karna disusun menggunakan berbagai referensi.
c) Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menulis bahan ajar.
d) Membangun komunikasi yang efektif antara dirinya dengan peserta didik
karena pembelajaran tidak harus berjalan secara tatap muka.
e. Keunggulan dan Keterbatasan Modul
Menurut Ramadhan (2014, hal. 8) beberapa keunggulan modul dapat
dikemukakan sebagai berikut.
1) Berfokus pada kemampuan individual siswa, karena pada hakekatnya mereka
memiliki kemampuan untuk bekerja sendiri dan lebih bertanggung jawab atas
tindakan-tindakannya.
2) Adanya kontrol terhadap hasil belajar melalui penggunaan standar kompetensi
dalam setiap modul yang harus dicapai oleh siswa.
3) Relevansi kurikulum ditunjukkan dengan adanya tujuan dan cara
pencapaiannya, sehingga siswa dapat mengetahui keterkaitan antara
pembelajaran dan hasil yang akan diperolehnya.)
15
Menurut Kurniawan (2015, hal. 8) selain keunggulan, modul juga
memiliki keterbatasan sebagai berikut:
1) Penyusunan modul yang baik membutuhkan keahlian tertentu. Sukses atau
gagalnya suatu modul bergantung pada penyusunnya. Modul mungkin saja
memuat tujuan dan alat ukur berarti, akan tetapi pengalaman belajar yang
termuat di dalamnya tidak ditulis dengan baik atau tidak lengkap. Modul
yang demikian kemungkinan besar akan ditolak oleh siswa, atau lebih parah
lagi siswa harus berkonsultasi dengan fasilitator. Hal ini tentu saja
menyimpang dari karakteristik utama sistem modul.
2) Sulit menentukan proses penjadwalan dan kelulusan, serta membutuhkan
manajemen pendidikan yang sangat beda dari pembelajaran konvensional,
karena setiap siswa menyelesaikan modul dalam waktu yang berbeda-beda,
bergantung pada kecepatan dan kemampuan masing-masing.
3) Dukungan pembelajaran berupa sumber belajar, pada umumnya cukup
mahal, karena setiap siswa harus mencarinya sendiri. Berbeda dengan
pembelajaran konvensional, sumber belajar seperti alat peraga dapat
digunakan secara bersama-sama dalam pembelajaran.
f. Menurut Darwanto (2014, hal. 176) perbedaan Modul dan Buku Teks
Modul:
1) Menimbulkan minat baca.
2) Ditulis dan dirancang untuk siswa.
3) Disusun berdasarkan pola belajar yang fleksibel.
4) Memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih.
5) Gaya penulisan komunikatif dan semi formal.
Buku:
1) Dirancang untuk dipasarkan secara luas.
2) Disusun secara linear.
3) Gaya penulisan naratif tetapi tidak komunikatif.
4) Struktur berdasar logika bidang ilmu.
5) Tidak mengantisipasi kesukaran belajar siswa.
16
2.1.2. Multimedia
Multimedia adalah gabungan dari kata “multi” dan “media”. Multi berarti
banyak atau lebih dari satu dan media berarti bentuk atau jenis sarana yang dipakai
untuk menyampaikan informasi. Komputer, video, televisi, merupakan contoh
media penyampaian informasi yang melibatkan beberapa komponen sekaligus,
namun yang membedakan aplikasi multimedianya adalah adanya interaksi dengan
manusia lain.
Menurut Riyana (2009, hal. 125) mengatakan bahwa strategi peningkatan
kualitas pembelajaran dilakukan dengan berbagai strategi antara lain melalui
pembelajaran berbasis pemanfaatan Information and Communication Technology
(ICT) dengan bersandar pada penguasaan kompetensi (competensy based learning).
Pelaksanaan strategi tersebut dilakukan melalui (1) penataan kurikulum, (2)
penyusunan bahan ajar/modul, (3) penyusunan standar minimal (delivery system),
(4) penyelenggaraan pelajaran berbasis produksi (production based learning), (5)
pengembangan prosedur penilaian berbasis ICT yang bersandar pada kompetensi
(competency based assesment).
Dalam Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan dipaparkan pada Pasal 16 (1) Dalam
menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan nasional, Kementerian
mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan nasional berbasis
teknologi informasi dan komunikasi. Pendekatan pembelajaran dengan
pemanfaatan ICT/TIK salah satunya melalui sistem pembelajaran dengan
menggunakan modul berbasis multimedia interaktif.
2.1.3. Multimedia Interaktif
Multimedia interaktif saat ini bisa dikatakan mengalami perkembangan
sangat pesat dalam dunia pendidikan dan memiliki peran penting. Menurut Riyana
(2009, hal. 126) penggunaan multimedia interaktif dalam pembelajaran bertujuan
untuk mempermudah dan memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat
verbalistis, mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera para siswa, dapat
digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti: meningkatkan motivasi dan gairah
belajar para siswa untuk menguasai materi pelajaran, mengembangkan kemampuan
17
siswa dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya
terutama bahan ajar yang berbasis ICT dan memungkinkan bagi siswa untuk
mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya. Multimedia interaktif
merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-
batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk
mencapai kompetensi/subkompetensi mata pelajaran yang diharapkan sesuai
dengan standarnya.
Terdapat beberapa istilah yang sering digunakan berhubungan dengan
media pembelajaran menggunakan komputer, diantaranya “Computer Based
Instruction” (CBI) yaitu setiap bentuk kegiatan belajar yang melibatkan komputer
baik sebagai bahan belajar maupun sebagai alat bantu. Beberapa contoh
penggunaannya diantaranya: penggunaan word processing dalam membuat
dokumen surat, menerjemahkan kata dalam bahasa Inggris mengunakan Transtool,
belajar menggunakan CD, dan lain– lain. Istilah lain adalah “Computer Assisted
Instruction (CAI)”. CAI lebih memposisikan komputer sebagai alat bantu dalam
belajar, materi pembelajaran sudah dikemas dan diprogram untuk dipelajari secara
mudah oleh siswa. Siswa cukup untuk mengikuti langkah-langkah yang terdapat
dalam program tersebut dari awal hingga akhir. Melalui CAI siswa tidak hanya
mempelajari satu materi tertentu melainkan juga dapat mengevaluasi hasil
belajarnya sendiri (self evaluation). Misalnya siswa mempelajari Ilmu Bangunan
Gedung melalui CAI yang sudah terprogram dan telah dilengkapi dengan visual,
audio, animasi, grafis dan video, selain itu siswa dapat berinteraksi langsung
dengan program secara interaktif.
Ada pendapat menyebutkan bahwa program CAI merupakan program yang
digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan perangkat lunak
berupa program komputer yang berisi materi pelajaran. “Computer system can
delivery instruction by allowing them to interact with the lesson programmed into
the system this refered to CAI” (Roberth Heinich, Michele Molenda, James d.
Russel, 1996) dalam (Riyana, 2009, hal. 139). Buku tersebut, terdapat empat model
dasar (Computer Based Instruction) CBI/ CAI yaitu : Drill, Tutorial, Simulasi, dan
Games. Berikut dijelaskan masing-masing dari model tersebut.
a. Model Drill
18
Pada CAI merupakan satu teknik pembelajaran berbantuan komputer yang
bertujuan untuk memberikan pengalaman–pengalaman belajar pada diri siswa
mealui penyediaan latihan–latihan soal untuk menguji penampilan siswa melalui
kecepatan menyelesaikan soal latihan yang disediakan program.
b. Model Tutorial
Model ini dibuat untuk membantu siswa belajar keterampilan-keterampilan
baru yang diperoleh melalui penyajian informasi dan materi pelajaran yang diikuti
dengan pemberian latihan soal terkait dengan materi yang diberikan. Tambahan
informasi, penguatan, dan umpan balik diberikan berdasarkan respon siswa.
c. Model Simulasi
Menurut Lillir dalam Riyana (2009, hal. 155) mengatakan bahwa model
simulasi merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan
pengalaman belajar yang lebih kongkrit melalui tiruan-tiruan yang mendekati
bentuk sebenarnya. “Simulation differ from both simulasis and drill and practice
program in the interaction of the learners are not responses to question but rather
decisions they make a role-playing simulation”. Model ini dibuat untuk memahami
berbagai kejadian nyata atau peristiwa-peristiwa yang karena alsan tidak praktis dan
tidak efisien tidak mungkin disajikan secara langsung. Melalui model simulasi ini
sangat baik untuk menggambarkan hubungan sebab akibat, memodelkan
permasalahan, serta mengeliminasi beberapa faktor untuk memudahkan
penyelesaian suatu permasalahan.
d. Model eksperimen
Format ini mirip dengan format simulasi, namun lebih ditunjukkan pada
kegiatan-kegiatan yang bersifat eksperimen, seperti kegiatan praktikum di
laboratorium IPA, biologi atau kimia. Program menyediakan serangkaian peralatan
dan bahan, kemudian pengguna bisa melakukan percobaan atau kesperimen sesuai
petunjuk dan kemudian mengembangkan eksperimen-ekperimen lain berdasarkan
petunjuk tersebut. Diharapkan pada akhirnya pengguna dapat menjelaskan suatu
konsep atau fenomena tertentu berdasarkan eksperimen yang mereka lakukan
secara maya tersebut.
e. Model Games
19
Model Games adalah model pembelajaran berbasis komputer dengan
menggunakan format permainan, yang bertujuan untuk menyediakan suasana atau
lingkungan yang memberikan fasilitas belajar untuk menambah kemampuan siswa.
Untuk pembelajaran model games ini lebih dikenal dengan Instructional Games
yang memiliki komponen dasar sebagai pembangkitmotivasi dan memunculkan
cara berkompetisi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Distribusi
presentase model-model CAI terhadap penggunaannya untuk program-program
pembelajaran dapat dilihat pada Tabel II.1.
Tabel II.1
Distribusi Presentase Program Pembelajaran dengan Komputer Pembelajaran Komputer Presentase
Tutorial 32%
Latihan dan Praktik 22%
Penemuan 20%
Simulasi 13%
Permainan 3%
Lain-lain 10%
Jumlah Seluruhnya 100%
Sumber : (Sukmadinata, 2007, hal. 139)
Menurut Riyana (2009, hal. 133) mengatakan bahwa proses
pengembangan Multimedia Interaktif perlu dilakukan mengingat terdapat beberapa
keunggulan, antara lain: daya coba dan latihan tinggi, menumbuhkan kretifitas
mahasiswa, visualisasi informasi/proses yang bersifat abstrak (tidak kasat mata),
mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, ada stimulus-respon, meningkatkan
motivasi peserta didik, visualisasi relevan dengan materi, mengandung unsur teks,
visual (grafis, video/film, animasi) dan audio. Pengembangan multimedia interaktif
dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut: (1) pembuatan garis besar
program media (GBPM), (2) pembuatan Flowchart, (3) pembuatan storyboard, (4)
pengumpulan bahan-bahan yang dibutuhkan, (5) pemrograman dan (6) finishing.
2.1.4. Motivasi Belajar Matematika
Motivasi belajar bagi peserta didik secara tidak langsung mempengaruhi
gaya belajar siswa. Apabila motivasi belajar siswa menurun maka gaya belajar
siswa juga akan cenderung jelek dan secara tidak langsung juga akan berpengaruh
terhadap pencapaian prestasi belajar siswa. Di sini peranan guru sangat penting
sekali terhadap peningkatan motivasi belajar siswa. Guru merupakan faktor
20
dominan terhadap tinggi dan rendahnya motivasi siswa terhadap proses
pembelajaran yang sedang berlangsung. Guru merupakan komponen yang utama
pada dunia pendidikan, karena secara langsung berinteraksi dengan siswa.
Pengaruh guru terhadap peningkatan motivasi siswa sangat besar.
Guru harus dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam kegiatan
proses belajar mengajar baik individu maupun klasikal sehingga diharapkan gaya
belajar siswa menjadi lebih baik. Ada beberapa definisi motivasi, seperti yang
diungkapkan Hamalik (1994, hal. 38) bahwa motivasi adalah perubahan energi
dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan
reaksi untuk mencapai tujuan. Menurut Supriyono (2004, hal. 83), motivasi sebagai
faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari dan mengarahkan perbuatan
belajar. Menurut Mc. Donald yang dikutip oleh Sardiman (2003, hal. 73) motivasi
adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya
“feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Dalam kegiatan belajar motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan kegiatan belajar dan yang memberikan arah kegiatan belajar sehingga
tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai" (Sardiman A. M.,
2003, hal. 75).
Menurut Purwanto (2004, hal. 64) apa saja yang diperbuat manusia, yang
penting maupun kurang penting, yang berbahaya maupun yang tidak mengandung
resiko, selalu ada motivasinya. Motivasi adalah pendorongan suatu usaha yang
didasari untuk melakukan tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk
bertindak melakukan sesuatu sesingga akan mecapai hasil atau tujuan tertentu.
Pendapat Davis (1991, hal. 214) menyatakan bahwa motivasi merupakan kekuatan
tersembunyi didalam diri kita untuk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang
khas.
21
Menurut Sardiman (2003, hal. 89) ada berbagai jenis motivasi, yaitu:
1. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang aktif atau berfungsinya tidak
perlu dirangsang dari luar karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu. Seorang siswa melakukan belajar karena didorong tujuan
ingin mendapatkan pengetahuan, nilai dan keterampilan.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena
adanya perangsang dari luar. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat juga
dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan
diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan
dengan aktivitas belajar. motivasi instrinsik, yaitu motivasi yang timbul dari diri
orang itu sendiri. Kegiatan belajar dimulai dan diteruskan, berdasarkan
penghayatan suatu kebutuhan dan dorongan yang secra mutlak berkaitan dengan
aktivitas belajar itu.
Menurut Winkel (2005, hal. 169) motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang
timbul karena adanya stimulus dari luar. Aktivitas belajar dimulai dan diteruskan,
berdasarkan kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan
aktivitas belajar sendiri. Motivasi instrinsik, yaitu motivasi yang timbul dari diri
orang itu sendiri. Kegiatan belajar dimulai dan diteruskan, berdasarkan
penghayatan suatu kebutuhan dan dorongan yang secra mutlak berkaitan dengan
aktivitas belajar itu.
Seseorang yang tidak memiliki motivasi namun dipaksa untuk
melaksanakan proses belajar mengajar hasilnya tidak akan maksimal. Sama halnya
dengan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP), siswa yang memiliki motivasi
belajar dari dalam dirinya terdapat usaha dan sikap yang mengarah kepada
pencapaian hasil belajar yang baik. Akibatnya prestasi belajar mereka akan baik
pula. Siswa yang motivasi belajarnya rendah tidak akan memiliki usaha dan sikap
yang mengarah kepada pencapaian hasil belajar yang baik dan akibatnya prestasi
belajarnya tidak bagus.
22
Menurut Teresa. N. Amabile yang dikutip Harjanto (1997, hal. 5) terdapat
4 aspek yang dapat memacu motivasi kreatif antara lain; ketertarikan atau
kesenangan, dedikasi, kerja bermain, bekerja, dan memusatkan diri. Ketertarikan
menekankan pada kesenangan terhadap pelajaran, dedikasi akan menimbulkan
semangat disiplin dan ketekunan belajar. Bekerja bermain, bermain bekerja
menekankan pada suatu usaha untuk menciptakan pekerjaan dengan rasa senang
dan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan tugas. Memusatkan diri atau
konsentrasi yaitu sebagai akibat dari ketiga dimensi yang telah diterapkan di atas.
Tingkat motivasi siswa yang berbeda-beda tersebut tidak mudah diketahui.
Menurut Munandar (1992, hal. 34-35) untuk mengetahuinya maka perlu diketahui
ciri-ciri orang yang bermotivasi, yaitu:
1) Tekun dalam menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu
yang lama, tiada henti sebelum selesai),
2) Ulet dalam menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa),
3) Tidak memerlukan dorongan dari luar
4) Ingin mendalami lebih jauh materi yang dipelajari,
5) Selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin,
6) Menunjukkan minat terhadap macam-macam masalah,
7) Senang dan rajin belajar, penuh semangat dan tidak cepat bosan dengan
tugastugas rutin,
8) Dapat mempertanggung jawabkan pendapat-pendapatnya,
9) Mengejar tujuan jangka panjang (dapat menunda kepuasan sesaat yang ingin
dicapai kemudian),
10) Senang mencari soal dan memecahkan soal.
Menurut Arikunto (2007, hal. 24), tingkat motivasi dapat dikategorikan
dalam beberapa tingkatan dapat dilihat pada Tabel II.2.
23
Tabel II.2
Kualifikasi Hasil Persentase Skor Angket motivasi belajar siswa
Presentase skor yang diperoleh Kategori
81% ≤ 𝑆 ≤ 100% Sangat tinggi
61% ≤ 𝑆 ≤ 80% Tinggi
41% ≤ 𝑆 ≤ 60% Sedang
21% ≤ 𝑆 ≤ 40% Rendah
𝑆 ≤ 20% Sangat rendah
Keterangan: S = skor rata-rata hasil angket motivasi.
Berdasarkan definisi motivasi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi
adalah dorongan pada diri seseorang untuk bertindak atau melakukan sesuatu
pekerjaan baik yang timbul dari diri orang itu sendiri ataupun dari luar yang
berkaitan erat dengan tujuan dan cita-cita yang hendak dicapai dalam kaitannya
dengan belajar. Motivasi dapat dipandang sebagai keseluruhan daya penggerak
dalam diri siswa yang akan menimbulkan kegiatan belajar dan memberikan arah
pada kegiatan belajar.
Motivasi instriksi yaitu adanya keinginan sendiri untuk belajar tanpa
adanya bujukan dari luar. Hal ini adalah kenyataan ideal yang dapat menghasilkan
pembelajaran yang sungguh-sungguh dan masalah pelajaran yang sedikit. Motivasi
ekstrinsik adalah adanya dorongan belajar karena adanya pengaruh / bujukan dari
luar misalnya tanda nilai penghargaan dari luar dan penghargaan nyata lainnya.
2.1.5. Pembelajaran Matematika
Kegiatan pembelajaran merupakan aktivitas untuk menciptakan kondisi
yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal di dalam lingkup
sekolah. Menurut Slameto (1995, hal. 2) belajar ialah proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Menurut Sardiman (1992, hal. 22) belajar merupakan perubahan tingkah
laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan, seperti membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru, dan sebagainya. Belajar akan baik jika siswa mengalami
atau melakukannya secara langsung. Demikian belajar adalah proses perubahan
tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman.
24
Usman (2002, hal. 5) berpendapat bahwa belajar adalah proses perubahan
tingkah laku pada diri individu karena adanya interaksi antar individu dan interaksi
antara individu dengan lingkungannya. Hal ini berarti bahwa seseorang setelah
mengalami proses belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek
pengetahuannya, ketrampilannya, maupun aspek sikapnya. Hilgard dan Brower
yang dikutip oleh Hamalik (2002, hal. 45), mempunyai pendapat lain tentang
definisi belajar, menurutnya belajar adalah perubahan dalam perbuatan melalui
aktivitas, praktek, dan pengalaman.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu
dengan individu maupun dengan lingkungannya dalam perbuatan melalui aktivitas,
praktek, dan pengalaman.Dari perubahan itu didapatkan kemampuan baru berupa
pengetahuan (aspek kognitif), sikap (aspek afektif), dan keterampilan (aspek
psikomotor).
Peristiwa belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan lebih
terarah dan sistematik dari pada belajar yang hanya dari pengalaman dalam
kehidupan sosial di masyarakat. Pembelajaran merupakan suatu proses belajar dan
mengajar dengan segala interaksi di dalamnya. Pembelajaran merupakan suatu
proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar
hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai
tujuan tertentu (Usman, 2000, hal. 4).
Dalam pembelajaran, guru diharapkan mampu menciptakan suasana
pembelajaran yang menarik, sehingga dapat meningkatkan keaktifan siswa. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memilih model pembelajaran yang
dapat memberi kesan seluas-luasnya kepada siswa untuk berkembang sesuai
dengan keinginan dan kemampuan siswa. Sebenarnya belajar adalah berbuat dan
sekaligus merupakan proses yang membuat peserta didik harus aktif (Sardiman A.
M., 2003, hal. 2).
Tujuan utama diselenggarakannya pembelajaran adalah demi tercapainya
tujuan pembelajaran. Tujuan tersebut utamanya adalah keberhasilan siswa dalam
belajar dalam rangka pendidikan baik dalam suatu mata pelajaran maupun
25
pendidikan pada umumnya. Jika guru terlibat didalamnya dengan segala macam
metode yang dikembangkan, yang berperan sebagai pengajar berfungsi sebagai
pemimpin belajar atau fasilitator belajar, sedangkan siswa berperan sebagai pelajar
atau individu yang belajar. Usaha-usaha guru dalam proses tersebut utamanya
adalah membelajarkan siswa agar tujuan khusus maupun umum proses belajar itu
tercapai (Krismanto, 2003, hal. 1).
Upaya pengembangan strategi mengajar tersebut berdasar pada pengertian
bahwa mengajar merupakan suatu bentuk upaya memberikan bimbingan kepada
siswa untuk melakukan kegiatan belajar atau dengan kata lain membelajarkan siswa
seperti disebut di atas. Tercermin suatu pengertian bahwa balajar tidak semata-mata
berorientasi kepada proses. Kualitas proses akan memberikan sumbangan dalam
menentukan kualitas hasil yang dicapai. Ini menunjukkan bahwa setiap orang yang
belajar harus aktif sendiri, karena tanpa adanya aktivitas, proses belajar tidak
mungkin terjadi (Krismanto, 2003, hal. 1).
Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani mathematike yang
mempunyai akar kata mathema yang berarti ilmu atau pengetahuan. Kata
matematika juga berhubungan dengan sebuah kata yang serupa, yaitu mathanein
yang berarti belajar atau berfikir. Jadi secara etimologis menurut Elea Tinggih
(1972) yang dikutip oleh Suherman (2001, hal. 16) kata matematika berarti ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Matematika adalah ilmu tentang
logika mengenai bentuk susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan
satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa pembelajaran matematika
merupakan serangkaian proses kegiatan dalam mempelajari konsep-konsep dan
struktur-struktur yang melibatkan guru matematika dan siswanya dalam usaha
mencapai tujuan pembelajaran. Hal yang penting bagi guru adalah memahami
bagaimana siswa-siswanya memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya. Jika
guru dapat memahami proses pemerolehan pengetahuan, gurupun dapat
menentukan strategi pembelajaran yang tepat bagi murid-muridnya.
26
2.1.6. Adobe Flash CS6
a. Pengenalan Adobe Flash CS6
Adobe flash merupakan program yang digunakan untuk mengembangkan
multimedia pembelajaran interaktif (MPI) karena mendukung untuk pembuatan
animasi, gambar, image, teks, dan pemrogaman (Nurtantio & Syarif, 2013, hal. 10).
Adobe flash memiliki kemampuan untuk membuat animasi mulai dari yang
sederhana hingga kompleks. Adobe flash jugadapat menggabungkan gambar, suara,
dan video ke dalam animasi yang dibuat (Hasrul, 2011, hal. 13). Keunggulan
multimedia interaktif berbasis adobe flash dibandingkan powerpoint adalah dengan
menggunakan adobe flash dapat membuat animasi dan simulasi. Animasi yang
dihasilkan oleh adobe flash dapat memotivasi peserta didik untuk belajar biologi
karena terdapat unsur audio dan visual yang mempermudah penyampaian suatu
materi, termasuk materi sistem reproduksi (Azaria, Panjaitan, & Titin, 2014, hal.
9).
Izham (2013, hal. 1) mengatakan bahwa Adobe Flash CS6 adalah software
yang menyajikan animasi yang merupakan salah satu bentuk visual bergerak yang
dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan materi pelajaran yang sulit disampaikan
secara konvensional. Diintegrasikan ke media lain seperti video, presentasi (power
point), atau sebgai bahan ajar tersendiri dengan animasi yang cocok untuk
menjelaskan materi-materi pelajaran yang secara langsung sulit disampaikan dlam
bentuk buku. Menurut Kardinata (2007, hal. 15) mengatakan bahwa aplikasi media
pembelajaran sebagai bahan ajar atau software pembelajaran dapat menyajikan
konsep dan keterampilan yang baik, yang memiliki keterkaitan antara satu unsur
dan unsur lainnya yang sulit diajarkan dan dipelajari melalui buku semata.
Flash merupakan software yag memiliki kemampuan menggambar
sekaligus menganimasikannya, serta mudah dipelajari. Flash tidak hanya
digunakan dalam pembuatan animasi, tetapi pada zaman sekarang ini flash juga
banyak digunakan untuk keperluan lainnya seperti dalam pembuatan game,
presentasi, membangun web, animasi pembelajaran, bahkan juga dalam pembuatan
film. Animasi yang dihasilkan flash adalah berupa file movie, movie yang dimaksud
27
dihasilkan dapat berupa grafik atau teks. Grafik yang dimaksud disini adalah grafik
yang berbasis vektor, sehingga saat diakses melalui internet, animasi akan
ditampilkan lebih cepat dan terlihat halus. Selain itu flash juga memiliki
kemampuan untuk mengimpor file suara, video maupun file gambar dari aplikasi
lain.
Flash adalah program grafis yang diproduksi pada tahun 1996.
Macromedia Flash telah diproduksi dalam beberapa versi. Versi terakhir dalam
Macromedia Flash adalah Macromedia Flash 8. Sekarang Flash telah berpindah
vendor ke Adobe. Semua tools pada dasarnya sama, hanya yang membedakan disini
adalah adanya jenis Action script 3.0. action script ii merupakan versi terbaru dari
penulisan action script di flash.
b. Area kerja Adobe Flash CS6
Izham (2013) menjelaskan bahwa halaman awal pada Adobe flash CS6
adalah tampilan yang pertama kali muncul ketika kita mengakses Adobe Flash CS6.
Cara mengakses Adove Flash CS6 pertama kali yaitu double klik pada icon yang
ada pada desktop atau lihat dari gambar program. Tampilan start page pertama kali
membuka Adobe Flash CS6 yaitu: Area kerja Adobe Flash CS6 terdiri atas lima
komponen, yaitu Menu, Toolbox, Timeline, Stage dan Panel. Dapat dilihat pada
Gambar II.1 dan Gambar II.2.
28
Gambar II.1
Halaman Awal Adobe Flash CS6
Gambar II.2
Start Page Adobe Flash CS6
a) Menu berisi control untuk berbagai fungsi seperti membuat, membuka, dan
menyimpan file, copy, paste, dan lain-lain.
b) Stage adalah alat persegi empat yang merupakan tempat kita membuat objek
atau animasi yang akan dimainkan.
c) Toolbox berisi koleksi untuk membuat atau menggambar, memilih dan
memanipulasi isi stage dan timeline. Toolbox dibagi menjadi empat, yaitu:
Tols, View, Colors dan Options. Beberapa tools mempunyai bagian option.
Contohnya, ketika Selection tool dipilih, Option snap, smouth, straigten, rotate
dan scale akan muncul di bagian option.
d) Timeline adalah tempat kita dapat membuat dan mengontrol objek dan animasi.
e) Panels berarti control fungsi yang dipakai dalam flash, yaitu untuk mengganti
dan memodifikasi berbagai property objek atau animasi secara cepat dan
mudah.
29
f) Properties merupakan window yang digunakan untuk mengatur property dari
objek yang kita buat.
g) Componen digunakan untuk menambahkan objek untuk web application yang
nantinya di publish ke internet.
2.1.7. Materi Bangun Ruang Sisi Datar Kubus
Kubus adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh enam daerah persegi
yang kongruen.
Pada sebuah kubus, setiap daerah persegi disebut bidang (sisi). Setiap sisi
daerah persegi disebut rusuk kubus. Selanjutnya titik sudut-titik sudut daerah
persegi yang setitik disebut titik sudut kubus.
Unsur-unsur kubus :
a) Titik Sudut
b) Rusuk
c) Bidang (Sisi)
a. Titik Sudut
Titik sudut- titik sudut daerah persegi yang setitik disebut titik sudut kubus.
Titik suduk kubus merupakan titik pertemuan dari 3 rusuk kubus yang berdekatan.
Ada 8 buah titik sudut pada sebuah kubus yaitu:
1) Titik A 5) Titik E
2) Titik B 6) Titik F
3) Titik C 7) Titik G
4) Titik D 8) Titik H
30
b. Rusuk
Setiap sisi daerah persegi disebut rusuk kubus. Rusuk kubus yaitu ruas garis
yang merupakan perpotongan dua bidang sisi pada sebuah kubus.
Rusuk kubus terdiri dari rusuk datar dan rusuk tegak. 1) Rusuk datar Rusuk
datar terdiri dari rusuk atas dan rusuk bawah yaitu AB, BC,CD, AD, EF, FG, GH,
dan EH. 2) Rusuk tegak Rusuk tegak diperoleh dari pertemuan dengan sisi depan
kiri/kanan dan sisi belakang kiri/kanan yaitu AE, DH, BF, dan CG. Kubus memiliki
12 rusuk yang sama panjang yaitu:
1) Rusuk AB 7) Rusuk CG
2) Rusuk AD 8) Rusuk DH
3) RusukAE 9) Rusuk EF
4) Rusuk BC 10) Rusuk EH
5) Rusuk BF 11) Ruuk FG
6) Rusuk CD 12) Rusuk GH
c. Bidang (Sisi)
Setiap daerah persegi disebut bidang (sisi). Bidang (sisi) kubus merupakan
suatu bidang persegi (permukaan kubus) yang membatasi bangun ruang kubus.
Bidang (sisi) kubus terdiri dari bidang (sisi) alas dan bidang (sisi) atas, bidang (sisi)
depan dan (sisi) belakang, serta bidang (sisi) samping kiri dan bidang (sisi) samping
kanan. Bidang (sisi) tersebut masing-masing berpasangan dan kongruen. Ada 6
buah bidang (sisi) kubus yaitu ABCD, EFGH, ADHE, BCGD, ABFH, dan CDGH.
Sifat-sifat Kubus
1. Sifat-sifat titik sudut
a. Dua titik sudut kubus dikatakan berhadapan jika kedua titik tidak bersama-
sama menjadi titik sudut suatu bidang.
31
Contoh:
1) A dengan G
2) B dengan H
3) E dengan C
4) F dengan D
b. Dua titik sudut kubus dikatakan berdekatan jika kedua titik merupakan titik
ujung-ujung suatu sisi.
Contoh:
1) A dengan B
2) A dengan E
3) B dengan C
4) C dengan G
2. Sifat-sifat Rusuk
a. Dua rusuk kubus dikatakan berhadapan jika kedua rusuk tidak mempunyai titik
sekutu dan tidak terletak pada satu bidang (sisi).
Contoh:
1) AE dengan CG
2) BF dengan DH
3) AD dengan FG
b. Dua rusuk kubus dikatakan berpotongan jika kedua rusuk memiliki titik
persekutuan.
Contoh:
1) AB dengan AE
2) AB dengan BF
3) BC dengan CG
4) DH dengan HE
c. Dua rusuk kubus dikatakan bersilangan jika kedua rusuk tidak dapat dibuat satu
bidang.
Contoh:
1) AE dengan BC
2) BF dengan EH
3) AD dengan CG
32
4) AB dengan DH
3. Sifat-sifat bidang (sisi)
a. Dua bidang (sisi) kubus dikatakan sejajar jika kedua sisi tidak bersekutu pada
satu garis.
Contoh:
1) ABCD sejajar dengan EFGH
2) BCGF sejajar dengan ADHE
3) BFE sejajar dengan CDHG
b. Dua bidang (sisi) kubus dikatakan berpotongan jika kedua sisi bersekutu pada
satu garis.
Contoh:
1) ABCD dengan CDHG
2) ABCD dengan ABFE
33
3) CDHG dengan EFGH
4) EFGH dengan BCGF
Jaring-jaring kubus
Jaring-jaring kubus adalah rangkaian sisi-sisi kubus yang jika
dibentangkan akan terbentuk sebuah bidang datar.
34
Diagonal
1) Diagonal sisi (bidang)
Diagonal sisi (bidang) adalah ruas garis yang menghubungkan dua
titik sudut sebidang yang saling berhadapan pada sisi kubus. Kubus
mempunyai 12 diagonal bidang (sisi) yaitu AF, BE,CH, DG, AC, BD, EG,
FH, AH, DE, BG dan CF.
Contoh:
a) Pada sisi ABCD, terdapat diagonal sisi AC dan BD
b) Pada sisi EFGH, terdapat diagonal sisi EG dan FH
2) Diagonal Ruang
Diagonal ruang adalah ruas garis yang menghubungkan dua buah titik
sudut tidak sebidang yang saling berhadapan. Kubus mempunyai 4 diagonal
ruang yaitu AG, BH, CE dan DF.
Contoh:
a) Diagonal ruang AG
35
b) Diagonal ruang BH
3) Bidang diagonal
Bidang diagonal adalah bidang didalam kubus yang dibuat melalui
dua buah rusuk yang saling sejajar tetapi tidak terletak pada satu bidang (sisi).
Kubus mempunyai 6 buah bidang diagonal yaitu ABGH, CDEF, ADGF,
BCHE, ACGE, dan BDHF.
Contoh:
a) Bidang diagonal BCHE
b) Bidang diagonal ABGH
c) Bidang diagonal BDHF
36
Rumus mencari panjang diagonal bidang (sisi) kubus dan panjang
diagonal ruang kubus adalah
1. Panjang diagonal bidang (sisi) kubus
Pada bidang alas ABCD, garis BD merupakan diagonal
bidang (sisi) kubus, misalkan ukuran rusuk kubus
dinyatakan dengan r, per.hatikan ∆ABC yang siku-siku
di B.
Menurut teorema phytagoras:
BD2 = 𝐴𝐵2 + 𝐴𝐷2
BD2 = 𝑠2 + 𝑠2
BD = √𝑠2 + 𝑠2 = √𝑠2 = 𝑠√2
Jadi rumus panjang diagonal bidang (sisi) kubus adalah:
db = √𝑠2 + 𝑠2
db = √𝑠2 = 𝑠√2
Keterangan: db = panjang diagonal bidang (sisi) kubus
s = panjang rusuk kubus
2. Panjang diagonal ruang kubus
Pada bidang BDHF, garis HB merupakan diagonal
ruang kubus, misalkan ukuran rusuk kubus dinyatakan
dengan s,
Menurut teorema phytagoras:
HB2 = DH2 + BD2
37
HB2 = s2 + 2s2
HB2 = 3s2
HB = √𝑠2 + 𝑠2 + 𝑠2 = √3𝑠2 = 𝑠√3
Jadi rumus panjang diagonal ruang kubus adalah:
dr = √𝑠2 + 𝑠2 + 𝑠2
dr = √3𝑠2 = 𝑠√3
Keterangan:
dr = panjang diagonal ruang kubus
s = panjang rusuk kubus
Luas permukaan (sisi) kubus
Luas permukaan (sisi) kubus adalah jumlah luas seluruh bidang sisi
kubus.
Pada gambar (a) menyatakan kubus yang panjang rusuknya adalah s.
Pada gambar (b) menyatakan jaring-jaring kubus yang terdiri dari 6 persegi
yang kongruen dengan sisi s.
Untuk mencari luas permukaan (sisi) kubus, berarti sama saja
dengan menghitung luas jaring-jaring kubus tersebut. Oleh karena jaring-
jaring kubus merupakan 6 buah persegi yang sama dan kongruen maka.
38
luas permukaan kubus = luas jaring-jaring kubus
L = 6 × (s × s)
L = 6 × s2
L = 6 s2
Jadi, luas permukaan kubus dapat dinyatakan dengan rumus
L = 6 x s2
Keterangan: L = luas permukaan (sisi) kubus
s = rusuk kubus
Volume Kubus
Untuk menentukan volume kubus terlebih dahulu kita tentukan luas
alas kubus kemudian dikalikan dengan tinggi.
Luas alas kubus = s x s
tinggi kubus = s
Rumus volume kubus sebagai berikut:
Volume = luas alas x tinggi
V = (s x s) x s
V = s 3
Keterangan : V = volume kubus
s = rusuk kubus
39
2. 2. Penelitian yang Relevan
1. Skripsi yang di tulis oleh Lusi Selfia (2017) jurusan Pendidikan Biologi
IAIN Raden Intan Lampung dengan judul “Pengembangan Modul Interaktif
Berbasis Kartun untuk Memberdayakan Berfikir Kreatif dan Minat Belajar
Siswa Kelas XI SMA Negeri 13 Bandar Lampung” Tahun Pelajaran 2017.
Berdasarkan hasil validasi ahli materi, ahli media dan ahli bahasa pada tahap
II terhadap media pembelajaran interaktif, skor rata-rata yang diperoleh
pada ahli materi adalah 81,45%, ahli media 89,23% dan ahli bahasa 82%.
Kemenarikan media pembelajaran berdasarkan uji coba satu lawan satu
yang dilakukan pada 6 peserta didik mendapatkan skor rata-rata 81,57%,
pada uji coba kelompok kecil yang dilakukan pada 12 peserta didik
mendapat skor rata-rata 82,63%, dan pada uji lapangan yang dilakukan pada
30 peserta didik mendapat skor 84,24%, sedangkan skor rata-rata pendidik
sebagai pengguna adalah 83,04%. Data-data tersebut dapat disimpulkan
bahwa modul layak digunakan.
2. Skripsi yang di tulis oleh Yusefdi (2014) jurusan Pendidikan Matematika
Universitas Bengkulu dengan judul “Pengembangan LKS Matematika
dengan Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif pada Materi Ruang
Dimensi Tiga Kelas X MAN 2 Bengkulu” Tahun Pelajaran 2014. Hasil
penelitian menunjukan bahwa: (a) LKS Matematika dengan Model
Pembelajaran Kreatif dan Produktif pada Materi Ruang Dimensi Tiga Kelas
X SMAN 6 Bengkulu termasuk dalam kategori valid dari aspek materi,
konstruksi dan bahasa dengan skor rata-rata 4,17, (b) LKS Matematika
dengan Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif pada Materi Ruang
Dimensi Tiga Kelas X SMAN 6 Bengkulu termasuk dalam kategori sangat
praktis dengan skor rata-rata 4,25, (c) LKS Matematika dengan Model
Pembelajaran Kreatif dan Produktif pada Materi Ruang Dimensi Tiga Kelas
X SMAN 6 Bengkulu termasuk dalam kategori efektif dengan skor rata-rata
4,10 dan pencapaian efektifitas : (1) Aktivitas dalam kegiatan belajar
mengajar aktif dengan skor rata-rata aktivitas siswa dan aktivitas guru
sebesar 4,08 ; (2) Respon siswa terhadap pembelajaran efektif dengan skor
rata-rata respon siswa sebesar 4,18 ; (3) Hasil belajar siswa kelas XE dan
40
XF SMA Negeri 6 Kota Bengkulu efektif dengan skor sebesar 4,64 dan
persentase rata-rata jumlah siswa yang mencapai nilai ketuntasan minimal
75 adalah 87 % untuk kelas XF dan 90% untuk kelas XE.
3. Skripsi yang di tulis oleh Latifa Arina Rizqi (2014) jurusan Pendidikan
Teknil Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Negeri
Yogyakarta dengan judul “Pengaruh Penggunaan Multimedia Interaktif
Berbasis Macromedia Flash Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Kompetensi Dasar Kejuruan Kelas X Program Keahlian Teknik
Gambar Bangunan SMK N 2 Depok” Tahun Pelajaran 2014. Berdasarkan
hasil penelitian, diperoleh rata-rata nilai hasil belajar pretest kelas kontrol
sebesar 47,19 dan nilai rata-rata posttest sebesar 78,75; sedangkan pada
kelas eksperimen nilai rata-rata pretest sebesar 49,22 dan nilai rata-rata
posttest sebesar 86,88. Peningkatan hasil belajar kelas kontrol sebesar 31,56
dan kelas eksperimen sebesar 37,66. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
siswa yang menggunakan multimedia interaktif berbasis macromedia flash
lebih besar dari hasil belajar siswa yang menggunakan metode konvensional
pada standar kompetensi mengidentifikasi ilmu bangunan gedung kelas X
Teknik Gambar Bangunan SMK N 2 Depok. Analisis hasil tes siswa yang
diuji dengan uji-t dengan perolehan t hitung > t tabel (5,183 > 1,671).
4. Skripsi yang di tulis oleh Lenny Puspita Dewi (2013) jurusan Pendidikan
Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Negeri Yogya dengan judul “Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar
Matematika Siswa Kelas X Sma N 2 Wates Melalui Pelaksanaan Team
Teaching” Tahun Pelajaran 2013. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
kesimpulan bahwa pelaksanaan team teaching agar dapat meningkatkan
motivasi belajar matematika yaitu guru kelas X A sebagai guru 1 dan
peneliti sebagai guru 2 melaksanakan tahap perencanaan yang meliputi: (1)
Menyususun RPP dengan menetapkan metode pembelajaran kooperatif tipe
belajar bersama (learning together). (2) Pembagian peran dan tanggung
jawab guru anggota team teaching serta pembagian pos-pos pengawasan di
dalam kelas. (3) Menyusun teaching material yang berisi materi, LKS,
latihan soal dan penugasan terstruktur. (4) Menyiapkan media dan perangkat
41
pembelajaran. Kemuadian pada tahap pelaksanaan meliputi: (1) Memeriksa
kesiapan siswa dengan cara membahas tugas terstruktur, pemberian
apersepsi dan motivasi. (2) Salah satu guru menyampaikan pengarahan
umum sedang guru yang lain melakukan tindak lanjut dan memonitor
perilaku dan kemajuan siswa. (3) Siswa bergabung dengan kelompoknya
yang terdiri dari 4 siswa. (4) Siswa berdiskusi dalam kelompoknya
mengerjakan LKS dan latihan soal pada teaching material sedangkan guru
1 dan guru 2 menempatkan diri pada pos-pos pengawasan membimbing
jalannya diskusi. (5) Perwakilan kelompok siswa mempresentasikan hasil
diskusi. (6) Menyimpulkan materi, diberikan tugas terstruktur dan pesan
mempelajari materi pertemuan berikutnya. Selanjutnya pada tahap refleksi
yaitu seusai proses pembelajaran di kelas, guru 1 dan guru 2 berdiskusi
mengenai pelaksanaan pembelajaran agar diperoleh berbagai rumusan
perbaikan yang tepat untuk pembelajaran berikutnya. Hasil observasi
keterlaksanaan team teaching, pada siklus I mencapai 90,48% dan 100%
pada siklus II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan
motivasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan besarnya rata-rata
persentase dalam angket motivasi belajar siswa, yakni secara keseluruhan
pada siklus I sebesar 74,41% dengan kategori sedang menjadi 87,28%
dengan kategori tinggi pada siklus II.
Untuk menghindari adanya plagiasi dari penelitian terdahulu yang
ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan maka sebelum
melaksankan penelitian, peneliti menelusuri terlebih dahulu beberapa
penelitian yang dilakukan. Hasil penelusuran tersebut ditemukan hasil
penelitian yang ada kemiripan dengan masalah penelitian yang akan diteliti,
yang dapat dilihat pada Tabel II.3:
42
Tabel II.3
Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitan Sebelumnya
No Nama
Metode Design Teknik Pengumpulan
Data
Variabel Independen Kuan
titatif
Kuali
tatif R&D Tes
Angk
et
Lemba
r
Valida
si
1 Lusi Selfia √ √ √
Memberdayakan
Berfikir Kreatif dan
Minat Belajar Siswa
2 Yusefdi √ √ √ √ Model Pembelajaran
Kreatif dan Produktif
3 Latifa Arina
Rizqi √ √ √ Hasil Belajar Siswa
4 Lenny Puspita
Dewi √ √ √
Meningkatkan
Motivasi Belajar
Matematika Siswa
5 Dika Dani
Septiati √ √ √
Meningkatkan
Motivasi Belajar
Matematika Siswa
Dika Dani Septiati Penelitian yang akan dilakukan dengan judul
“Pengembangan Modul Berbasis Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan
Motivasi Belajar Matematika” menggunakan metode penelitian Reserch and
Depelopment dengan desain penelitian One Shot Case Study serta teknik sampling
yang digunakan untuk menentukan kelas yang akan dijadikan sampel menggunakan
Purposive sampling.
2. 3. Kerangka Pemikiran
Era teknologi semakin berkembang masyarakat bahkan peserta didik tentu
sudah mengenal media komputer, yang dapat membantu memudahkan pekerjaan.
Modul berbasis Multimedia Interaktif merupakan media pembelajaran yang
digunakan dalam membantu kegiatan pembelajaran dalam bentuk softfile yang
dioperasikan melalui komputer. Modul berbasis Multimedia Interaktif memotivasi
siswa untuk belajar lebih semangat, aktif, dan mandiri. Proses pembelajaran
matematika di SMP Negeri 8 Kota Cirebon masih terjadi secara tekstual. Siswa
memerlukan media pembelajaran yang dapat membantu siswa aktif dan mandiri
dalam pembelajaran. Penggunaan modul berbasis multimedia interaktif ini
43
diarahkan kepada penyampaian materi yang sesuai dengan target waktu yang
disediakan sesuai dengan kondisi peserta didik.
Pengembangan modul berbasis Multimedia Interaktif untuk meningkatkan
motivasi belajar matematika pada mata pelajaran matematika ini juga dapat
menunjang peserta didik dalam kegiatan belajar mandiri. Peserta didik dapat
mempelajari materi dengan sendiri tanpa harus menunggu bantuan materi diberikan
oleh guru. Hal ini dapat membuat peserta didik mengembangkan pengetahuan dan
kemampuannya.
Pengembangan modul berbasis Multimedia Interaktif untuk meningkatkan
motivasi belajar matematika pada mata pelajaran matematika terdapat beberapa
tahapan. Tahapan yang dilakukan meliputi tahap potensi dan masalah,
pengumpulan data, desain, validasi desain, revisi, dan uji coba pemakaian. Modul
berbasis Multimedia Interaktif yang diterapkan akan melalui proses validasi dan uji
coba pemakaian sebelum dimanfaatkan.
Gambar II.3
Kerangka Pemikiran
Motivasi Belajar Matematika
Uji Coba Pemakaian Modul Berbasis Multimedia Interaktif
Revisi Produk
Validasi Produk
Desain Pengembangan Modul Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika
Potensi dan Masalah