bab ii kajian teori -...

24
6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Ilmu Pengetahuan Alam 2.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Samatowa (2011: 3), mengatakan bahwa hakikat pembelajaran IPA di SD adalah berupaya untuk membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya. IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban atas bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Fokus program pengajaran IPA di SD hendaknya ditujukkan untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia mereka di mana mereka hidup. Selanjutnya Samatowa (2011: 5) menuliskan bahwa model yang cocok untuk anak Indonesia adalah belajar melalui pengalaman langsung (Learning by doing). Model belajar ini memperkuat daya ingat anak dan biayanya sangat murah sebab menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada di lingkungan anak sendiri. Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah ataupun di luar sekolah atau bahan bacaan untuk penyebaran pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method) (Trianto, 2010: 137). Selanjutnya Trianto (2010: 138) juga menulis dalam bukunya yang berjudul Model Pembelajaran Terpadu, bahwa IPA hakikatnya mentautkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual, yang

Upload: dodat

Post on 08-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

6

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Ilmu Pengetahuan Alam

2.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

Samatowa (2011: 3), mengatakan bahwa hakikat pembelajaran IPA di SD

adalah berupaya untuk membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan

kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia

yang tak habis-habisnya. IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk

memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka

mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban atas bukti serta

mengembangkan cara berpikir ilmiah. Fokus program pengajaran IPA di SD

hendaknya ditujukkan untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap

dunia mereka di mana mereka hidup. Selanjutnya Samatowa (2011: 5) menuliskan

bahwa model yang cocok untuk anak Indonesia adalah belajar melalui pengalaman

langsung (Learning by doing). Model belajar ini memperkuat daya ingat anak dan

biayanya sangat murah sebab menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada di

lingkungan anak sendiri.

Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan

sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan

sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk

menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan

baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang

diajarkan dalam sekolah ataupun di luar sekolah atau bahan bacaan untuk penyebaran

pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang

dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode

ilmiah (scientific method) (Trianto, 2010: 137). Selanjutnya Trianto (2010: 138) juga

menulis dalam bukunya yang berjudul Model Pembelajaran Terpadu, bahwa IPA

hakikatnya mentautkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual, yang

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

7

sementara ini dianggap sebagai cakrawala kosong, karena suatu anggapan antara IPA

dengan agama merupakan dua sisi yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan satu

sama lain dalam satu bidang kajian. Padahal senyatanya terdapat benang merah

ketertautan diantara keduanya.

Iskandar dan Hidayat (1997: 1) menuliskan bahwa IPA pada hakikatnya

sebagai produk tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sebagai proses. Produk IPA

adalah fakta-fakta, konsep-konsep dan prinsip-prinsip, serta teori-teori. Prosedur yang

digunakan oleh para ilmuwa untuk mempelajari alam ini adalah prosedur empirik dan

analisis. Dalam prosedur empirik ilmuwan mengumpulkan informasi,

mengorganisasikan informasi untuk selanjutnya dianalisa. Proses empirik dalam Ilmu

Pengetahuan Alam mencakup observasi (pengamatan), klasifikasi dan pengukuran.

Sedangkan dalam prosedur analitik ilmuwan menginterpretasikan penemuan mereka

dengan mempergunakan proses-proses seperti hipotesa, eksperimentasi terkontrol ,

menarik kesimpulan, dan memprediksi.

Fakta dalam IPA adalah pernyataan-pernyataan tentang benda-benda yang

benar-benar ada, atau peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah

dikonfirmasi secara obyektif. Contoh: merkurius adalah planet yang terdekat dengan

matahari, ular termasuk reptilian, dan air membeku pada suhu 00

C.

Konsep IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA. Konsep

merupakan penghubung antara fakta-fakta yang ada hubungannya. Contoh: benda-

benda hidup dipengaruhi oleh lingkungan.

Prinsip IPA adalah generalisasi tentang hubungan diantara konsep-konsep

IPA. Contoh: udara yang dipanaskan memuai, adalah prinsip yang menghubungkan

konsep-konsep udara, panas, dan pemuaian. Prinsip ini menyatakan jika udara

dipanaskan maka akan memuai. Prinsip IPA bersifat analitik sebab merupakan

generalisasi induktif yang ditarik dari beberapa contoh.

Teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsep-

konsep, dan prinsip-prinsip yang saling berhubungan. Suatu teori merupakan model

atau gambaran yang dibuat oleh ilmuan untuk menjelaskan gejala alam. Seperti

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

8

halnya prinsip, teoripun dapat berubah jika ada bukti-bukti baru yang berlawanan

dengan teori tersebut. Contoh: teori geosentrik alam semesta yang menonjol lima

ratus tahun yang lalu sekarang hanya merupakan bagian dari sejarah dan tidak

berlaku lagi.

Proses pembelajaran IPA selain mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari

siswa juga penemuan sesuatu yang bermakna. Pembelajaran IPA lebih menekankan

eksperimen dan pengamatan untuk menemukan hal-hal yang baru bagi siswa.

Kegiatan tersebut akan menunjang siswa untuk aktif dalam pembelajaran, karena

siswa terlibat penuh dalam proses pembelajaran. IPA merupakan Ilmu Pengetahuan

yang sangat memungkinkan untuk melakukan eksperimen dan pengamatan, serta

dalam proses pembelajaran juga mudah dilakukan variasi-variasi yang menarik bagi

siswa supaya perhatian siswa terfokus dalam pembelajaran.

2.1.2 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai disiplin

ilmu dari Physical sciences dan life sciences. Yang termasuk physical sciences adalah

ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogy, meteorology, dan fisika, sedangkan

life sciences meliputi biologi (anatomi, fisiologi, zoology, citologi, dan seterusnya)

Samatowa, 2011: 1.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau

Sains yang semula berasal dari bahasa inggris „science‟. Kata „science‟ itu sendiri

berasal dari kata dalam Bahasa Latin „scientia‟ yang berarti saya tahu. „Science‟

terdiri dari cocial science (ilmu pengetahuan social) dan natural science (ilmu

pengetahuan alam). Trianto (2010:136)

Kata “IPA” merupakan singkatan dari Imu Pengetahuan Alam . IPA

merupakan terjemahan dari kata-kata Bahasa Inggris “Natural Science” secara

singkat sering disebut “science: Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam

atau bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi, Ilmu

Pengetahuan Alam atau science secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

9

alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Untuk

selanjutnya kita akan menggunakan IPA sebagai suatu istilah (Iskandar dan Hidayat,

1997: 2).

Trianto (2010:136-137) berpendapat bahwa, IPA adalah satu kumpulan teori

yang sistematis, penerapanya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan

berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut

sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa

inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan

dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan.

Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) pengertianya dapat disebut sebagai ilmu tentng

alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini (Samatowa,

2009: 3).

Berdasarkan segi istiah yang digunakan IPA berarti “ilmu” tentang

“pengetahuan alam “. Ilmu artinya suatu pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang

benar artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut tolak ukur kebenaran ilmu, yaitu

rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal dan logis, diterima oleh akal sehat,

sedangkan objektif artinya sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataanya, atau

sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui panca indra. Jadi, pengetahuan alam

merupakan pengetahuan tentang alam semesta dan segala isinya. Adapun

pengetahuan itu sendiri artinya segala sesuatu yang diketahui oleh manusia. Jadi, IPA

adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dan segala isinya

(Darmodjo dan Kaligis, 1991: 3).

Menurut Ismed dan Slamet (2009: 1) IPA merupakan cabang ilmu

pengetahuan yang mempelajari tentang fenomena-fenomena alam yang disusun

melalui tahapan-tahapan metode ilmiah yang bersifat khas-khusus, penarikan

kesimpulan, dan seterusnya. Fenomena-fenomena alam yang diungkap biasanya

dapat dirumuskan dalam besaran-besaran fisika.

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

10

Berdasarkan pengertian IPA yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan

bahwa IPA merupakan bidang studi yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang

terjadi di alam yang tersusun secara teratur, sistematis dan berlaku umum yang

merupakan hasil dari observasi dan eksperimen, IPA juga menghasilkan produk yang

berupa fakta, prinsip, konsep, hukum, dan teori.

Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa

yang terjadi di alam dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan,

penyusunan teori agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang

terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui

serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian

gagasan-gagasan.

2.1.3 Pendekatan –Pendekatan dalam Pembelajaran IPA SD

Pendekatan-pendakatan dalam pembelajaran IPA SD menurut Iskandar dan

Hidayat (1997: 49-78), yaitu sebagai berikut:

1) Pendekatan Keterampilan Proses pada IPA SD

Pengembangan keterampilan proses IPA dalam diri murid-murid adalah

yang paling tepat di dalam pembelajaran IPA. Keterampilan-keterampilan proses

IPA dapat ditransfer ke dalam disiplin ilmu yang lain dan keterampilan-

keterampilan ini tidak mudah dilupakan. Pendekatan keterampilan proses IPA

memungkinkan murid-murid merasakan hakikat IPA serta membuat mereka

terampil melakukan kegiatan sains. Dengan demekian mereka mempelajari juga

fakta-fakta dan konsep-konsep IPA. Sebagai kesimpulan, dengan mempergunakan

pendekatan keterampilan proses IPA murid-murid mempelajari proses dan produk

IPA.

2) Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Inquiri

Proses-proses inquiri adalah menemukan masalah, menyusun hipotesis,

merencanakan eksperimen, melaksanakan eksperimen untuk menguji hipotesis.

Mensistesis pengetahuan mengembangkan beberapa sikap yaitu sikap obyektif,

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

11

ingin tahu, terbuka, dan bertanggung jawab. Jadi pendektan inquiri lebih

menekankan pada pencarian pengetahuan dari pada perolehan pengetahuan.

Dalam pelaksanaan pendekatan inquiri keterampilan guru bertanya berperan

penting dalam membimbing murid-murid melakukan semua kegiatan yang

dipandang perlu.

3) Pembelajaran IPA SD dengan Pendekatan STM

Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan istilah yang diberikan

kepada usaha mutakhir untuk menyajikan konteks dunia nyata dalam pendidikan

sains dan pembelajaran sains. Dalam pendekatan STM murid-murid harus diikut

sertakan dalam penentuan tujuan, prosedur perencanaan, dan dalam usaha

mendapatkan informasi, serta dalam mengevaluasi. Yang menjadi tujuan utama

dalam pendekatan STM adalah murid-murid setelah lulus sekolah menjadi warga

negara yang mampu untuk mengambil keputusan-keputusan tentang masalah-

masalah di dalam masyarakat dan mengambil tindakan sebagai akibat

menekankan pentingnya sains dan teknologi sebab di dalam masyarakat modern

keterkaitan antara sains teknologi masyarakat sangan erat.

2.1.4 Prinsip Proses Belajar Mengajar IPA

Prinsip proses belajar mengajar IPA menurut Darmodjo dan Kaligis (1991),

yaitu:

1. Prinsip Keterlibatan Siswa Secara Aktif

Siswa harus ikut berbuat sesuatu yang memperoleh ilmu yang mereka

cari. Sebenarnya guru IPA termasuk guru yang beruntung karena objek belajar

IPA terdapat di mana-mana, dalam kelas, di luar kelas, di alam sekitar atau di

mana saja. Sehingga guru dengan mudah dapat mengajak siswa untuk melakukan

kegiatan mendapatkan ilmu dari lingkungan sekitar.

2. Prinsip Belajar Berkesinambungan

Yang dimaksud dengan prinsip belajar berkesinambungan adalah proses

belajar yang selalu dimulai dari apa-apa yang telah dimiliki oleh siswa. Dalam hal

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

12

ini pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa itu seolah-olah merupakan jabatan

yang esensial bagi siswa yang dapat meraih pengetahuannya yang baru. Untuk

melaksanakan prinsip ini tentu saja harus mengetahui sejauh mana pengetahuan

yang dimiliki oleh siswanya.

3. Prinsip Motivasi

Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan yang menyebabkan

seorang mau berbuat sesuatu. Dalam proses belajar IPA tentunya motivasi

dimaksudkan sebagai dorongan untuk mau belajar IPA. Dorongan itu dapat

bersumber dari kebutuhan yang hakiki dari manusia yang disebut sebagai

motivasi intrinsic. Dorongan berbuat sesuatu dapat juga timbul dari pengaruh

yang datang dari luar dirinya, misalnya hadiah-hadiah yang dijanjikan apabila

mau berbuat sesuatu, motivasi semacam ini disebut sebagai motivasi ekstrinsik.

2. Prinsip Multi Saluran

Prinsip multi saluran merupakan suatu kenyataan bahwa daya penerimaan

masing-masing siswa tidak sama. Maksudnya, ada siswa yang mudah belajar

melalui membaca, ada siswa yang mudah mengerti apabila diberi ceramah oleh

guru, ada pula yang baru mengerti jika ia ikut aktif melakukan percobaan. Oleh

karena itu multi saluran dalam proses belajar IPA sangat diperlukan agar semua

siswa dengan berbagai kemampuan daya tangkap dapat menerima pelajaran

dengan baik. Tugas guru untuk mengorganisasi belajar sedemikian rupa sehingga

terjadi proses belajar melalui berbagai saluran.

3. Prinsip Penemuan

Yang dimaksud prinsip penemuan adalah bahwa untuk memahami

sesuatu konsep atau simbol-simbol, siswa tidak diberitahu oleh guru, tetapi guru

memberi peluang agar siswa dapat memperoleh sendiri pengertian-pengertian itu,

melalui pengalamanya.

4. Prinsip Totalitas

Prinsip totalitas bertolak dari suatu paham bahwa siswa belajar dengan

segenap kemampuan yang ia miliki sebagai makhluk hidup, yaitu pancainderanya,

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

13

perasaan serta pikiranya. Dalam proses belajar, siswa tidak hanya memperhatikan

materi pelajaran tetapi meliputi bagaimana guru mengajar, situasi kelas,

lingkungan kelas, perabotan sekolah, pencahayaan kelas, lingkungan sekitar,

teman-temannya, dan semua yang mempengaruhi jiwa raganya. Itu semua ikut

menentukan keberhasilan belajar siswa.

5. Prinsip Perbedaan Individu

Prinsip ini tidak dimaksudkan untuk mebeda-bedakan siswa, tetapi

bertolak pada suatu kenyataan bahwa setiap siswa perbedaan yang satu dengan

yang lain. Perbedaan individu terutama ditujukkan kepada adanya perbedaan

kemampuan (termasuk kecerdasan dan kecepatan belajar) dan perbedaan minat

termasuk motivasi belajar. Prinsip perbedaan individu dimaksudkan agar siswa

mendapatkan kesempatan belajar sesuai dengan kapasitas dan minatnya.

2.1.5 Tujuan Pembelajaran IPA

Menurut Hardini dan Puspitasari (2011: 151) menuliskan bahwa mata

pelajaran IPA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan

keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2) Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan

prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya

hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan

masyarakat.

4) Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap

dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi.

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan

melestarikan lingkungan serta sumber daya alam.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya

sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

14

7) Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk

melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Ilmu Pengetahuan Alam di SD hendaknya membuka kesempatan untuk

memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka

mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban berdasarkan bukti serta

mengembangkan cara berpikir ilmiah. Fokus program pengajaran IPA di SD

bertujuan untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia

mereka dimana mereka hidup.

Karakteristik kajian Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai

pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen,

pengamatan dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala

yang dapat dipercaya.

2.2 Model Pembelajaran CTL

2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang

digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau

pembelajaran dalam tutorial (Trianto, 2010:51).

Menurut Sagala (2010:62-64), istilah “model” dapat dipahami suatu kerangka

konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan sesuatu kegiatan.

Selain itu istilah “model” dapat juga dipahami sebagai suatu barang atau media tiruan

dari benda yang sesunggunya. Jadi, model pembelajaran adalah kerangka konseptual

(yang dilandasi oleh teori, belajar, psikologi, filsafat, sosial, komunikasi, dan

sebagainya) yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Model

pembelajaran merupakan operasionalisasi dari teori yang melandasinya berfungsi

sebagai pedoman bagi perencana pembelajaran yang diimplementasikan dari

pelaksanaan aktivitas pembelajaran untuk membantu pembelajar mengembangkan

kognitif, emosional, sosial, dan spiritual.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

15

Ada banyak model dan strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para

ahli dalam usaha untuk mengoptimalkan pembelajaran pada siswa. diantaranya

adalah model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran kooperatif, mpdel

pembelajaran quantum, dan model pembelajaran terpadu. Banyaknya model atau

strategi pemelajaran yang dikemangkan tidak berarti semua pengajar menerapkan

semua untuk setiap mata pelajaran karena tidak semua model cocok untuk setiap

topik pembelajaran.

Berdasarkan pengertian model pembelajaran yang telah diuraikan, maka dapat

disimpulkan, bahwa model pemelajaran adalah suatu pola yang melukiskan prosedur

yang sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman

para perancang dan pelaksana pembelajaran.

2.2.2 Pengertian CTL

Contextual teaching and learning adalah suatu konsepsi yang membantu

guru mengaitkan content mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi

siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapanya dalam kehidupan

mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan tenaga kerja (Trianto, 2009:

104). Selanjutnya Trianto juga mengemukakan bahwa pembelajaran yang terjadi

apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan

mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan

tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga dan warga masyarakat.

Contextual teaching and learning (CTL) adalah suatu pendekatan

pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk

dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi

kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

kehidupan mereka (Sanjaya 2005: 109).

Sagala (2010: 61) mengemukakan pengertian CTL adalah suatu sistem

pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan

menghubungkan suatu akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari peserta

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

16

didik. Konteks biasanya disamakan dengan lingkungan, yaitu dunia luar yang

dikomunikasikan melalui pancaindra, ruang yang digunakan setiap hari.

Mahfiroh (2009: 13) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual

(contextual teaching and learning) atau biasa disingkat dengan CTL merupakan

konsep pemelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran

dengan dunia kehidupan nyata. Selanjutnya Mahfiroh (2009: 13-14) berpendapat

dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar

kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber yang

memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa

hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan

peserta didik belajar.

Contextual Teaching and Learning adalah sebuah sistem yang menyeluruh.

CTL terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan. Jika bagian-bagian ini

terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang

diberikan bagian-bagiannya secara terpisah. Seperti halnya biola, clarinet dan alat

musik yang lain di dalam sebuah orkhestra yang menghasilkan bunyi yang berbeda-

beda yang secara bersama-sama menghasilkan musik, demikian juga bagian-bagian

CTL yang terpisah melibatkan proses-poses yang berbeda, yang ketika digunakan

secara bersama-sama, memampukan para siswa membuat hubungan yang

menghasilkan makna (Johnson, 2006:65).

Berdasarkan pengertian CTL yang sudah diuraikan para ahli, dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning)

merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang

diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan mereka sehari-

hari.

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

17

2.2.3 Karakteristik dalam Proses Pembembelajaran Menggunakan Pendekatan

CTL

Menurut Sanjaya (2006: 256) terdapat lima karakteristik dalam pembelajaran

menggunakan pendekatan CTL, yaitu:

1) Activiting Knowledge

Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan

yang sudah ada, artinya yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang

sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah

pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

2) Acquiring Knowledge

Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh

dan menambah pengetahuan baru. Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara

deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan,

kemudian memperhatikan detailnya.

3) Understanding Knowledge

Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan

untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta

tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan

tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.

4) Appliying Knowledge

Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan

dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan

siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

5) Reflecting knowledge

Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini

dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan

strategi.

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

18

2.2.4 Peran Guru dan Siswa dalam CTL

Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru hendaknya memahami

tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar

terhadap gaya belajar siswa. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini sering

terlupakan sehingga proses pembelajaran hanya sebagai proses pemaksaan kehendak.

Hal-hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru dalam menggunakan

pendekatan CTL menurut Sanjaya (2006: 263), adalah:

1) Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang

berkembang

Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat

perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang

dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organism yang sedang berada dalam

tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh

tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian, peran guru

bukanlah sebagai penguasa yang memaksakan kehendak melainkan guru adalah

pembimbing siswa agar mereka bisa belajar sesuai dengan tahap

perkembangannya.

2) Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh

tantangan

Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru.

Oleh karena itu belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap

persoalan yang menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam memilih

bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.

3) Proses belajar anak adalah mengkaitkan hubungan antara pengetahuan baru dan

pengetahuan sebelumnya

Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan antara hal-hal yang

baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian, peran guru adalah

membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman

baru dengan pengalaman sebelumnya.

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

19

4) Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada

(asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian

tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan

proses asimilasi dan proses akomodasi.

Sistem CTL mencakup delapan komponen, yaitu:

1. Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna.

2. Melakukan pekerjaan yang berarti.

3. Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri.

4. Bekerja sama.

5. Berpikir kritis dan kreatif.

6. Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang.

7. Mencapai standar yang tinggi.

8. Menggunakan penilaian autentik (Elaine B. Johnson, 2006: 65-66).

2.2.5 Kelebihan Model Pembelajaran CTL

Menurut Anisa dan Dzaki (2009) dalam tilisannya yang berjudul Keefektifan

Model Pembelajaran CTL menyebutkan ada beberapa kelebihan dalam pembelajaran

CTL, yaitu:

1. Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang

berhubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya

sendiri.

2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep

kepada siswa karena pembelajaran CTL menuntut siswa menemukan sendiri

bukan menghafalkan.

3. Menumbuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi

yang dipelajari.

4. Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya

kepada guru.

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

20

5. Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk

memecahkan masalah yang ada.

6. Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran.

2.2.6 Kelemahan Model Pembelajaran CTL

Menurut Anisa dan Dzaki (2009) dalam tilisannya yang berjudul Keefektifan

Model Pembelajaran CTL menyebutkan ada beberapa kelemahan dalam

pembelajaran CTL yaitu :

1. Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak mendapatkan

pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa

tidak mengalami sendiri.

2. Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa

karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya.

3. Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan yang

lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain

dalam kelompoknya.

2.2.7 Langkah-langkah Penerapan CTL

1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara

kerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan

keterampilan barunya.

2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.

3. Kembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya.

4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).

5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

6. Lakukan refleksi diakhir pertemuan.

7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (Trianto, 2009: 111).

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

21

Tabel 2.1

Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran Menggunakan Model

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

No Langkah-Langkah

Pembelajaran

Kegiatan Pembelajaran

1 Pendahuluan 1. Guru membukan pelajaran dengan

berdoa dan absensi.

2. Guru melakukan apersepsi untuk

mendorong semangat siswa dalam

belajar.

3. Guru menyampaikan kompetensi

dasar yang akan dicapai.

2 Kegiatan inti

a. Eksplorasi

b. Elaborasi

1. Guru mengeksplor kemampuan

awal siswa terhadap materi dengan

tanya jawab.

2. Guru menjelaskan materi.

1. Guru membagi siswa ke dalam

beberapa kelompok, masing-

masing kelompok terdiri dari lima

siswa.

2. Guru menyampaikan aturan, tugas,

dan masalah yang harus

diselesaikan dalam berdiskusi.

3. Siswa melakukan percobaan

mengenai sifat-sifat cahaya di

dalam kelompok diskusi.

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

22

c. Konfirmasi

4. Perwakilan setiap kelompok

melaporkan hasil diskusi dan siswa

lain menanggapi atau bertanya.

1. Melakukan tanya jawab tentang

hal-hal yang belum diketahui

siswa.

2. Melakukan kesimpulan dari

pembelajaran.

3 Kegiatan akhir 1. Guru melakukan refleksi.

2. Evaluasi diakhir pertemuan.

2.3 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan uraian untuk menjawab pertanyaan “apa yang harus

digali, dipahami, dan dikerjakan siswa”. hasil belajar ini merefleksikan keluasan,

kedalaman, dan kompleksitas (secara berdegradasi) dan digambarkan secara jelas

serta dapat diukur dengan teknik-teknik tertentu. Perbedaan antara kompetensi dan

hasil belajar terdapat pada batasan dan patokan-patokan kinerja siswa yang dapat

diukur (Furchan, 2005:39).

Sagala (2010:30) berpendapat bahwa hasil belajar akan terus menetap sampai

ia dilupakan atau muncul hasil belajar baru yang menggantikan hasil belajar yang

lama. Jadi, keadaan temporer dan proses belajar akan memodifkasi perilaku, tetapi

lewat belajar itulah modifikasi tersebut akan lebih permanen. Namun durasi

modifikasi yang muncul dari belajar atau keadaan tubuh yang temporer itu tidak bisa

ditentukan secara pasti.

Hasil belajar adalah kebutuhan pola tingkah laku. Apabila usaha murid

telah menghasilkan pola tingkah laku yang dituju semula, proses belajar dapat

mencapai titik akhir sementara. Pola tingkah laku tersebut terlihat pada

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

23

perbuatan reaksi dan sikap murid secara fisik maupun mental. Bersamaan

dengan hasil utama itu terjadi bermacam-macam proses mengiringi yang juga

menghasilkan “tambahan” perubahan tingkah laku, sehingga akhirnya terdapat

satu kesatuan yang menyeluruh. Ini menjelaskan bahwa hasil belajar itu tidak

pernah terpisah-pisah. Hasil yang dicapai lebih kemudian akan mendapat tempat

di dalam perbendaharaan pengetahuan murid dan setiap penambahan akan

mempengaruhi struktur perbendaharaan itu secara menyeluruh lagi (Daryanto

dan Tasrial, 2012:46-47).

Sanjaya (2005:88) menjelaskan bahwa, belajar adalah hasil bukan

proses. Keberhasilan belajar diukur dari hasil yang diperoleh. Semakin banyak

informasi yang dapat dihafal maka semakin bagus hasil belajar. Bukan hanya

itu, kemampuan mengungkapkan hasil belajar juga ditentukan oleh kecepatan

dan ketepatan. Semakin cepat dan tepat individu mengungkapkan informasi

yang dihafalnya, semakin bagus hasil belajar. Dengan demikian belajar lebih

berorientasi pada hasil yang harus dicapai. Sanjaya (2005:90) juga menjelaskan

bahwa, belajar bukan hanya sebagai hasil, akan tetapi juga sebagai proses.

Belajar mengembangkan dua sisi yang sama pentingnya yaitu sisi hasil dan

proses. Oleh karena itu, keberhasilan belajar tidak hanya diukur dari sejauh

mana siswa dapat menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana proses

penguasaan itu terjadi. Hal ini terutama diajukan untuk menentukan perubahan

perilaku yang non kognitif.

Sanjaya (2012) dalam tulisannya yang berjudul Pengertian Hasil Belajar

menyebutkan bahwa, hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah

terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh

guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan.

Santoso (2012) dalam tulisannya yang berjudul Pengertian Hasil Belajar

menyebutkan bahwa, hasil belajar adalah bentuk akibat dari kegiatan belajar

mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswanya.

Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap dalam diri

seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang dengan lingkungannya. Hasil

belajar memiliki beberapa ranah atau kategori dan secara umum merujuk kepada

aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan (Hamzah B. Uno, 2008: 213).

Hasil belajar terdapat tiga ranah atau kawasan, yaitu (1) ranah kognitif

(cognitive domain), (2) ranah afektif (affective domain), dan (3) ranah psikomotor

(motor skill domain). Kawasan kognitif mengacu pada respons intelektual, seperti

pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

24

mengacu pada respon sikap, sedangkan ranah psikomotor berhubungan dengan

perbuatan fisik (action).

2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Sabri (2007: 45-46) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

keberhasilan belajar. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua

kelompok yaitu faktor dalam diri siswa sendiri (intern) dan faktor dari luar diri siswa

(ekstern).

1. Faktor dari dalam diri siswa yang berpengaruh terhadap hasil belajar diantaranya

adalah kecakapan, minat, bakat, usaha, motivasi, perhatian, kelemahan dan

kesehatan, serta kebiasaan siswa. Salah satu hal pentingda lam kegiatan belajar

yang harus ditanamkan dalam diri siswa bahwa belajar yang dilakukanya

merupakan kebutuhan dirinya. Minat belajar berkaitan dengan seberapa besar

individu merasa suka atau tidak suka terhadap suatu materi yang dipelajari siswa.

Minat inilah yang harus dimunculkan lebih awal dalam diri siswa. Minat,

motivasi, dan perhatian siswa dapat dikondisikan oleh guru. Setiap individu

memiliki kecakapan yang berbeda-beda. Kecakapan tersebut dapat

dikelompokkan berdasarkan kecepatan belajar, yaitu sangat cepat, sedang, dan

lambat. Demikian pula pengelompokan kemampuan siswa berdasarkan

kemampuan penerimaan, misalnya proses pemahamannya harus dengan cara

perantara visual, verbal, atau harus dibantu dengan alat/media.

2. Faktor dari luar diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah

lingkungan fisik dan nonfisik (termasuk suasana kelas dalam belajar, seperti riang

gembira, menyenangkan), lingkungan sosial, budaya, lingkungan keluarga,

program sekolah (termasuk dukungan komite sekolah), guru, pelaksana

pembelajaran, dan teman sekolah. Guru merupakan faktor yang paling

berpengaruh terhadap proses maupun hasil belajar, sebab guru merupakan

manajer atau sutradara dalam kelas. Dalam hal ini, guru harus memiliki

kompetensi dasar yang disyaratkan dalam profesi guru.

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

25

Berdasarkan pengertian hasil belajar yang telah diuraikan, dapat disimpulkan

hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar

mengajar, hasil belajar diperoleh melalui tes setelah akhir pembelajaran dan hasil

belajar berupa nilai tes yang diberikan oleh guru setelah mengerjakan soal tes. Hasil

belajar dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki siswa dan kemampuan tersebut

diperoleh dari keprofesionalnya guru yang mengajar. Guru sangat berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa. Jadi seorang guru harus memiliki kemampuan dasar

dibidang kognitif, afektif dan psikomotorik, ke tiga bidang tersebut harus dimiliki

seorang guru dengan baik.

2.4 Hubungan Antara Model Pembelajaran CTL dengan Hasil Belajar

Hasil belajar dapat diartikan sebagai hasil yang diperoleh karena adanya

aktivitas yang telah dilakukan. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa

setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, hasil belajar diperoleh melalui tes

setelah akhir pembelajaran dan hasil belajar berupa nilai tes yang diberikan oleh guru

setelah mengerjakan soal tes. Hasil belajar dipengaruhi oleh kemampuan yang

dimiliki siswa dan kemampuan tersebut diperoleh dari keprofesionalnya guru yang

mengajar. Guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Jadi seorang guru

harus memiliki kemampuan dasar dibidang kognitif, afektif dan psikomotorik, ke tiga

bidang tersebut harus dimiliki seorang guru dengan baik. Salah satu faktor yang

mempengaruhi hasi belajar adalah lingkungan sekolah, mencakup metode mengajar,

kurikulum, relasi guru dengan siswa, kedisiplinan sekolah, pelajaran dan waktu

sekolah, keadaan gedung, belajar dan tugas rumah.

Sering ditemukan di lapangan bahwa guru menguasai materi suatu subjek

dengan baik tetapi tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Hal

ini terjadi karena kegiatan tersebut tidak didasarkan pada metode pembelajaran

tertentu sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah. Timbul pertanyaan

apakah mungkin dikembangkan suatu metode pembelajaran yang sederhana,

sistematik, bernakna, dan dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar untuk

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

26

melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik sehingga dapat membantu

meningkatkan hasil belajar. Berdasarkan uraian tersebut, maka dengan

memperhatikan berbagai konsep atau teori belajar dikembangkan suatu model

pembelajaran yang disebut model pembelajaran CTL (contextual teaching and

learning). Model pembelajaran CTL dikembangkan sebagai alternatif yang dapat

digunakan oleh guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik.

Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan konsep

belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan

situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan mereka sehari-hari. Tujuan

pembelajaran CTL adalah menumbuhkan atau mengembangkan sikap rasional dan

kritis terhadap materi yang dipelajari untuk dikaitkan dan diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari.

2.5 Kajian Hasil-hasil yang Relevan

Hasil penelitian dilakukan oleh Tati Hendrawati (2011) dengan judul

peningkatan hasil belajar IPA tentang energi panas melalui model pembelajaran CTL

dan benda nyata bagi siswa kelas VI SDN 1 Purwasari pada semester II tahun

2010/2011. Hasil penelitian dengan kesimpulan penggunaan pendekatan contextual

teaching and lerning (CTL) dan benda nyata dapat meningkatkan hasil belajar materi

energi panas. Hasil belajar tersebut mencapai tingkat penguasaan sebesar 77%.

Hasil penelitian dilakukan oleh Jemikem (2011) dengan judul meningkatkan

hasil belajar Bahasa Indonesia dalam menulis puisi melalui pendekatan CTL siswa

kelas VI SDN Blengorkulon Kebumen semester II tahun pelajaran 2010/2011. Hasil

penelitian dengan kesimpulan menggunakan pendekatan contextual teaching and

learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia

serta meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Pada pra siklus siswa

yang tuntas sebanyak 42%, meningkat pada siklus I menjadi 65%, pada siklus II lebih

optimal peningkatannya menjadi 86,9%. Penggunaan model pembelajaran CTL

Page 22: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

27

dengan bantuan alat peraga sangat efektif, karena mampu untuk mempermudah siswa

dalam memahami materi mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dengan penggunaan

model pembelajaran CTL pada mata pelajaranBahasa Indonesia diperoleh hasil tes

yang baik dengan nilai rata-rata 82,33.

Hasil penelitian dilakukan oleh Dwi Handayani (2012) dengan judul

peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui pembelajaran CTL pada mata

pelajaran melakukan prosedur administrasi pokok bahasan melakukan surat menyurat

di SMK Kristen Sala Tiga. Hasil penelitian dengan kesimpulan dengan menggunakan

model pembelajaran contextual teaching and learning dapat meningkatkat hasil

belajar yang diperoleh. Hal ini dapat dibuktikan dari pencapaian target yaitu 86%

siswa mampu mencapai hasil belajar di atas KKM atau di atas nilai 70.

Mengkaji beberapa temuan penelitian terdahulu, nampaknya model

pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) menunjukka efektivitas yang

sangat tinggi bagi perolehan hasil belajar siswa. baik dilihat dari pengaruhnya

terhadap penguasaan materi pelajaran maupun dari perkembangan yang tinggi dari

keaktifan siswa yang terjadi dalam proses pembelajaran.

Page 23: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

28

2.6 Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan maka perlu dituliskan

kerangka pikir sebagai berikut:

Bagan 2.1 Kerangka Pikir

Pembelajaran menggunakan

metode konvensional

Guru kurang

memaksimalkan

kegiatan siswa di kelas

Hasil belajar IPA siswa

rendah dibawah KKM

>70

Siswa dapat menemukan

gagasan sendiri dari materi

yang diajarkan

Diterapkan model

pembelajaran CTL dalam

pembelajaran IPA

Kelebihan Model Pembelajaran CTL:

1. Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan

dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya sendiri.

2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa

karena pembelajaran CTL menuntut siswa menemukan sendiri bukan menghafalkan.

3. Menumuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang

dipelajari.

4. Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru.

5. Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk memecahkan

masalah yang ada.

6. Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran

lebih bermakna

Siswa lebih aktif dalam

pembelajaran

Hasil belajar IPA siswa kelas

5 meningkat di atas KKM 70

Page 24: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3832/3/T1_292009283_BAB II.pdf · Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai

29

2.7 Hipotesa Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir, maka perlu dilakukan

perumusan hipotesis tindakan. Hipotesis tindakan dirumuskan sebagai berikut:

“Penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan

menggunakan alat peraga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SDN

01 Majasari Kecamatan Pagentan Kabupaten Banjarnegara Semester II Tahun

Pelajaran 2012/2013”.