eputarindonesia - universitas padjadjaranpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/04/se... ·...

2
OSep OOkt o Selasa Rabu 0 Kamis 0 Jumat EPUTAR INDONESIA 23 17 18 19 45678 9 10 11 20 21 22 23 24 25 26 OJan OPeb o Mar eApr OMei OJun OJul 0 Ags o Senin o Sabtu 0 Minggu Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Harus diingat bahwa negara lain dapat memanfaatkan UUtersebut untuk kepentingan negaranya. Dalam praktik selama ini kepentingan Indonesia selalu dikalahkan jika berhadapan dengan negara laindalam pemberantasan korupsi. 12 @ 15 27 28 1JasalahInnpleurrentasi _ Konvensi PBB Antikorupsi 2003 atifikasi terhadap Kon- vensi Anti Korupsi PBBIKAK PBB (2003) bukan semata-mata tugasrutin pemerintah. Ratifikasi ini di- lakukan dengan penuh pertim- bangan yang serius atas komit- men politik luar negeri RI un- tuk ikut bekerja sama dengatJ. bangsa lain mencegah dan memberantas korupsi. Tindak lanjut ratifikasi KAKPBB 2003ke dalamsistem hukum nasional dari sudut UUD 1945 Indonesia masih menganut prinsip 'non-self im- plementing legislation' (Pasal 11) sekalipun dalam UU Per- janjian Internasional (2005) dianut prinsip 'self-implement- ing legislation' (Pasal13). Tindak lanjut penting pas- caratifikasi adalah implemen- tasi ke dalam sistem hukum nasional dalam bentuk UU baru pengganti UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001. Pemerintah dapat memilih tiga model penafsiran hukum atas -ketentuan KAK PBB 2003. Pertama, tafsir hu- kum secara sempit dalam arti tekstual sebagaimana bunyi rumusan ketentuan konvensi. Kedua, menggunakan model pendekatan 'policy oriented approach' (doktrin McDougall). Ketiga, menggunakan pende- katan liberal (liberal approach) yang lazim dipraktikkan oleh pengadilan diAmerika Serikat danInggris. RUUTipikor RUUTipikor2009mengikuti tafsir hukum dalam arti sempit sehinggakebijakan pemerintah yang telah terbentuk dalam UU Nomor31 Tahun1999 jo UUNo- mor 20Tahun 20001 diabaikan. Sudah tentu masing-masing model pendekatan dalam pe- nafsiran hukum tersebut me- miliki konsekuensi-buka hanya akibat dari sisi hukum, melainkan juga akan menjadi "beban politik" Indonesia ke- tika berhadapan dengan ne- gara lain. Ada prinsip hukum yang tidak boleh didegradasi oleh setiap negara dalam implementasi KAK PBB ini yaituprinsip'dueprocessoflaw' dan prinsip penolakan pida a mati, pidana in absentia, dan 'non-self incrimination' karena ketiga prinsip tersebut me- rupakan 'mandatory grounds for refusal' dalam kerja sama internasional. Begitu pula sebaiknya di- perlukan kehati-hatian me- masukkan ketentuan pembuk- tian terbalik. Sebagian besar negara peserta konferensi PBB Antikorupsi menolak pember- lakuan pembuktian tersebut sekalipun terhadap harta ke- kayaan tersangka/terdakwa tanpa penuntutan pidana.Atas dasar inilah, ketentuan pem- buktian terbalik dalam KAK PBB ditetapkan bersifat 'non- mandatory obligations'. Dalam proses penyusunan RUUTipikorharusdiingathah- . wa UU Tipikor bukan hanya untuk kepentingan Indonesia, melainkan juga negara lain da- pat memanfaatkan UU terse- butuntukkepentingannegara- nya. Dalam praktik selama ini kepentingan Indonesia selalu dikalahkan jika berhadapan dengan negara lain dalam pem- berantasan korupsi.· Hal ini berlaku untuk pro- sedur pembuktian terbalik di mana keberhasilannya di Indo- .nesia tidak mutatis mutandis IUlplng Huma. Onpad 2011

Upload: others

Post on 13-Jan-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EPUTARINDONESIA - Universitas Padjadjaranpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/04/se... · tafsir hukum dalam arti sempit sehinggakebijakan pemerintah yangtelah terbentuk dalamUU

OSep OOkt

o Selasa • Rabu 0 Kamis 0 Jumat

EPUTAR INDONESIA2 3

17 18 194 5 6 7 8 9 10 1120 21 22 23 24 25 26

OJan OPeb oMar eApr OMei OJun OJul 0 Ags

o Senin o Sabtu 0 Minggu

Guru Besar Hukum PidanaUniversitas Padjajaran

Harus diingatbahwa negara lain

dapatmemanfaatkan

UUtersebutuntuk

kepentingannegaranya. Dalampraktik selama ini

kepentinganIndonesia selaludikalahkan jika

berhadapandengan negara

laindalampemberantasan

korupsi.

12 @ 1527 28

1JasalahInnpleurrentasi _Konvensi PBB Antikorupsi 2003

atifikasi terhadap Kon-vensi Anti KorupsiPBBIKAK PBB (2003)

bukan semata-mata tugasrutinpemerintah. Ratifikasi ini di-lakukan dengan penuh pertim-bangan yang serius atas komit-men politik luar negeri RI un-tuk ikut bekerja sama dengatJ.bangsa lain mencegah danmemberantas korupsi.

Tindak lanjut ratifikasiKAKPBB 2003ke dalamsistemhukum nasional dari sudutUUD 1945 Indonesia masihmenganut prinsip 'non-self im-plementing legislation' (Pasal11) sekalipun dalam UU Per-janjian Internasional (2005)dianut prinsip 'self-implement-ing legislation' (Pasal13).

Tindak lanjut penting pas-caratifikasi adalah implemen-tasi ke dalam sistem hukumnasional dalam bentuk UUbaru pengganti UU Nomor 31Tahun 1999 jo UU Nomor 20Tahun 2001. Pemerintah dapatmemilih tiga model penafsiranhukum atas -ketentuan KAKPBB 2003. Pertama, tafsir hu-kum secara sempit dalam artitekstual sebagaimana bunyirumusan ketentuan konvensi.Kedua, menggunakan modelpendekatan 'policy orientedapproach' (doktrin McDougall).Ketiga, menggunakan pende-katan liberal (liberal approach)yang lazim dipraktikkan olehpengadilan diAmerika SerikatdanInggris.

RUUTipikorRUUTipikor2009mengikuti

tafsir hukum dalam arti sempitsehinggakebijakan pemerintahyang telah terbentuk dalam UUNomor31 Tahun1999 jo UUNo-mor 20Tahun 20001diabaikan.

Sudah tentu masing-masingmodel pendekatan dalam pe-nafsiran hukum tersebut me-miliki konsekuensi-bukahanya akibat dari sisi hukum,melainkan juga akan menjadi"beban politik" Indonesia ke-tika berhadapan dengan ne-gara lain. Ada prinsip hukumyang tidak boleh didegradasioleh setiap negara dalamimplementasi KAK PBB iniyaituprinsip'dueprocessoflaw'dan prinsip penolakan pida amati, pidana in absentia, dan'non-self incrimination' karenaketiga prinsip tersebut me-rupakan 'mandatory groundsfor refusal' dalam kerja samainternasional.

Begitu pula sebaiknya di-perlukan kehati-hatian me-masukkan ketentuan pembuk-tian terbalik. Sebagian besarnegara peserta konferensi PBBAntikorupsi menolak pember-lakuan pembuktian tersebutsekalipun terhadap harta ke-kayaan tersangka/terdakwatanpa penuntutan pidana.Atasdasar inilah, ketentuan pem-buktian terbalik dalam KAKPBB ditetapkan bersifat 'non-mandatory obligations'.

Dalam proses penyusunanRUUTipikorharusdiingathah- .wa UU Tipikor bukan hanyauntuk kepentingan Indonesia,melainkan juga negara lain da-pat memanfaatkan UU terse-butuntukkepentingannegara-nya. Dalam praktik selama inikepentingan Indonesia selaludikalahkan jika berhadapandengan negara lain dalam pem-berantasan korupsi.·

Hal ini berlaku untuk pro-sedur pembuktian terbalik dimana keberhasilannya di Indo-

. nesia tidak mutatis mutandis

IUlplng Huma. Onpad 2011

Page 2: EPUTARINDONESIA - Universitas Padjadjaranpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/04/se... · tafsir hukum dalam arti sempit sehinggakebijakan pemerintah yangtelah terbentuk dalamUU

keberhasilan menyelamatkanaset tindak pidana yang ditem-patkan di negara lain. Contoh-nya kasus BLBI,Kasus HendraRahardja, dan terakhir kasusCentury di Dresden.

teritorial karena korupsi me-rupakan tindak pidana trans-nasional yang memerlukankerja sama internasional.Dalam konteks ini prinsip' dualcriminalitu principle' merupa-kan faktor yang sangat me-nentukan.

Ketiga, perlu dipertimbang-kan aspirasi yang berkembangdalam masyarakat termasukreaksi spontan terhadap subs-tansi RUUTipikor yang dipan-dang kontroversial dan me-lemahkan gerakan pemberan-tasan korupsi,

Keempat, KAK PBB 2003telah menetapkan tiga strategiutama pemberantasan korupsiyaitu pencegahan, penindakan(termasuk kriminalisasi), danpengembalianasetkorupsime-lalui kerja sama internasional.Ketiga strategi ini harus dip er-lakukan secara seimbang, kon-sisten, sistematis, dan berkesi-nambungan.

Bukan saatnya lagi lebihmengedepankan efek jerahukuman semata-mata tanpamempertimbangkan efek pre-ventif di masa yang akan da-tang. Dan bukan saatnya lagimengedepankan hukuman se-bagai satu-satunya efek jerakarena perampasan aset ko-rupsi melalui kerja sama inter-nasional dalam KAKPBB2003merupakan bentuk lain daripenghukuman terhadap pe-laku korupsi dan kroninya.

Keberhasilan implemen-tasi KAK PBB 2003 ke dalampenyusunan RUUTipikor 2003bergantung dari politik Peme-rintahRIdalammenyikapi tigamodel penafsiran hukum de-ngan segala konsekuensinyasebagaimana diuraikan diatas .•

Kearifan PemerintahAplikasi KAK PBB 2003 ke

dalam sist em hukum nasionalmemerlukankearifan pemerin-tah. Pertama, apakah sikap po-litik pemerintah RI sudah ajek(firmed) untuk konsisten padapilihan tafsir hukum atas KAKPBB 2003 pada salah sa tu daritiga model pendekatan sebagai-mana diuraikan di atas. Modelpendekatan liberal semata-ma-ta hanya ditujukan untuk ke-pentingannasionalnegarayangbersangkutan dengan berlin-dung di balik konstitusi dengantafsir yang ketat pada prinsip'due process of law' sepanjangmengangkut kepentingan ne-gara yang bersangkutan. Modelpendekatan McDougall dalampenafsiran atas KAKPBB2003justru hanya dilihat dari tujuan(teleologis) yang cocok dengankebijakan negara yang ber-sangkutan.

Jika merujuk pada pende-katan pertama, UNCLT-1969tentu merupakan model yangrelatiflebih "aman" dibanding-kan dengan dua model pen-dekatan terdahulu yang rentanterhadap 'tekananan inter-nasional'. Kecuali PemerintahIndonesia memiliki posisi nego-siasi yang kuat (strong bargain-ing positions) dalam kerja samainternasional terutama dalammenyelamatkan aset-asettindakpidanakorupsi terutamadari negara lain.

Kedua, ketentuan KAKPBB2003 berlaku yurisdiksi ekstra---~--

r