bab ii kajian teori a. riview penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/40397/3/bab ii.pdf7 bab ii...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Riview Penelitian Terdahulu
(Yuniati dkk., 2017) dengan 39 perusahaan manufaktur yang ada di
Indonesia dan terdaftar di BEI tahun 2011-2015, menemukan bahwa kepemilikan
publik dan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen pajak sedangkan
dewan direksi secara parsial berpengaruh positif terhadap manajemen pajak. Dan
Kepemilikan publik, dewan direksi, dan komite audit secara simultan (bersama-
sama) berpengaruh tehadap manajemen pajak.
Putri (2017) menyatakan bahwa kompensasi manajemen berpengaruh
positif dan signifikan terhadap manjemen pajak. Berdasarkan hasil dari pengujian
variabel kompensasi manajemen memiliki t hitung sebesar 2,791 lebih besar dari t
kritis 0,008. Sedangkan pengaruh corporate governance terhadap manajemen pajak
dapat dilihat dari t hitung sebesar 2,115 lebih besar dari t kritis dengan nilai 0,039,
maka dapat disimpulkan bahwa Corporate Governance berpengaruh positif dan
signifikan terhadap manajemen pajak.
Meilinda (2013) melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI tahun 2009-2011. Hasil penelitiannya adalah komisaris
independen, ukuran perusahaan, kinerja perusahaan, dan tingkat hutang
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadapa manajemen pajak. Sedangkan
dewan komisaris dan kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
manajemen pajak.
7
8
Khairunnisa (2016) melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI tahun 2011-2013. Hasil penelitiannya adalah kompensasi
manajemen terbukti berpengaruh signifikan terhadap manajemen pajak perusahaan
yang diukur menggunakan ETR. Semakin besar kompensasi manajemen yang
diberikan oleh perusahaan, semakin memacu manajemen untuk melakukan
manajemen pajak dengan melaksanakan perancanaan pajak agar memperoleh
penghematan pajak. Variabel lain yang di teliti oleh penelitian ini adalah
kepemilikan institusional, dan reputasi auditor terhadap manajemen pajak.
B. Tinjauan Pustaka
1. Teori Keagenan
Jensen & Meckling (1976) menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu
kontrak di bawah satu atau lebih prinsipal yang melibatkan agen untuk
melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian
wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Dalam hubungan antara prinsipal
dan agen diamana ke dua pihak memiliki kepentingan pribadi yang berberda-beda
oleh sebab itu sangat diperlukan pihak yang dapat menjadi penengah untuk
mengatasi atau menghindari konflik yang mungkin saja akan terjadi.
Tujuan utama teori keagenan adalah menjawab masalah keagenan yang
terjadi disebabkan karena pihak-pihak yang saling bekerja sama memiliki tujuan
berbeda. Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat
terjadi dalam hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989). Pertama adalah masalah
keagenan yang timbul pada saat keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan principal
dan agent yang saling berlawanan. Hal ini merupakan hal yang sulit bagi principal
9
untuk melakukan verifikasi apakah agent telah melakukan sesuatu secara tepat.
Kedua, adalah masalah pembagian dalam menanggung risiko yang timbul dimana
principal dan agent memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko.
2. Manajemen Pajak
Minnick dan Noga (2010) mengartikan manajemen pajak sebagai
kemampuan untuk membayar jumlah yang lebih sedikit atas pajak dalam jangka
waktu yang panjang. Manajemen pajak yang agresif tidak berhubungan langsung
dengan perilaku tidak etis atau ilegal. Peraturan pajak memiliki banyak ketentuan
yang memungkinkan perusahaan untuk mengurangi pajak secara benar tanpa
melanggar hokum. Suandy (2005), mengatakan bahwa manajemen pajak
mempunyai dua tujuan, yaitu menerapkan peraturan pajak secara benar dan usaha
efisiensi untuk mencapai laba yang seharusnya. Untuk mencapai tujuan tersebut,
maka manajemen pajak memiliki 3 fungsi, yaitu perencanaan pajak (tax planning),
pelaksanaan perpajakan (tax implementation), dan pengendalian pajak (tax
control). Hipotesis biaya politik berpendapat bahwa perusahaan mungkin menolak
untuk mengelola pajaknya jika mereka dianggap tidak patriotik atau sebagai
perusahaan yang buruk. Ada beberapa contoh dimana biaya politik memaksa
perusahaan untuk mengubah pilihan mereka, termasuk tidak memperkecil pajak
sesuai dengan keinginan mereka. Bagaimanapun juga, setiap perusahaan perlu
untuk mengelola dan merencanakan pajak yang sesuai. Strategi manajemen pajak
yang dipilih perusahaan sangat bergantung pada struktur governance dan
kompensasi yang ada (Minnick dan Noga, 2010).
10
Banyak anggapan bahwa meminimalisasi pajak adalah tujuan dari
perencanaan pajak (tax planning). Pandangan ini sangat sempit karena pajak
merupakan salah satu faktor, meskipun merupakan faktor utama, dalam serangkaian
biaya dan faktor lainnya yang menghasilkan jumlah yang sering dikenai pajak, yaitu
keuntungan dan kekayaan. Contoh sederhana, perusahaan dapat menghindari pajak
dengan tidak menghasilkan pendapatan atau memiliki properti, tetapi pada
umumnya tidak ada yang ingin mengalami kerugian. Strategi yang dilakukan untuk
mereduksi pajak hampir tidak ada yang bebas biaya. Jika tidak ada hal yang lain,
ketika berfokus pada penghematan pajak, manajer tidak berfokus pada peningkatan
penjualan, peningkatan kualitas produk, atau memproduksi barang atau pun jasa
secara efisien. Tujuan akhir adalah untuk menyeimbangkan manfaat terhadap risiko
dan biayanya.
Oleh karenanya, meskipun pengurangan pajak secara menyeluruh bukan
menjadi tujuan, perusahaan sering menginvestasikan waktu dan sumber daya dalam
jumlah yang besar dalam mewujudkan strategi pengurangan pajak. Tujuan
terpenting yaitu mengurangi pajak tanpa mengganggu operasi perusahaan secara
keseluruhan. Menurut Karayan dan Swenson (2007) strategi penghematan pajak
pada umumnya termasuk dalam empat kategori berikut, yaitu (1) penciptaan
(creation), (2) perubahan (conversion), (3) waktu (timing), dan (4) pemisahan
(splitting). Creation melibatkan perencanaan dalam memanfaatkan subsidi pajak,
seperti memindahkan operasi dalam wilayah hukum yang mengenakan pajak lebih
rendah. Conversion memerlukan pergantian operasi sehingga pendapatan atau aset
yang pajaknya lebih rendah dapat diproduksi lebih banyak. Sebagai contoh, iklan
11
yang ditujukan untuk penjualan persediaan menghasilkan pendapatan yang wajar,
biasanya langsung dipungut pajak dengan tarif yang tinggi. Namun, sebuah iklan
yang sukses membentuk image menghasilkan peningkatan terhadap goodwill
perusahaan, yang tidak dikenakan pajak sampai goodwill tersebut terjual bersamaan
dengan akuisisi perusahaan, dan biasanya dikenakan pajak pada tarif yang rendah.
Timing melibatkan teknik-teknik yang memindahkan jumlah yang dikenai pajak
(dasar pengenaan pajak) kepada periode akuntansi dengan pajak lebih rendah.
Sebagai contoh adalah accelerated depreciation, yang mengizinkan lebih dari satu
biaya aset menjadi beban yang dapat mengurangi pajak tahun berjalan sehingga
menangguhkan pembayaran pajak. Teknik Splitting membagi dasar pengenaan
pajak berdasarkan dua atau lebih pembayar pajak untuk memanfaatkan keuntungan
perbedaan tarif pajak.
3. Kompensasi Manajemen
Kompensasi Menurut Mahapatro (2010) kompensasi adalah fungsi
manajemen sumber daya manusia yang menunjukkan jenis reward yang diterima
oleh individu untuk menghargai kinerjanya. Kompensasi adalah bentuk balas jasa
organisasi atas pelaksanaan tugas yang diembankan kepada individu di dalam
organisasi. Kompensasi menjadi hak yang harus diperoleh oleh individu karena
mereka secara sukarela telah mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
melaksanakan mandat organisasi. Sistem kompensasi (pay system) berhubungan
dengan bagaimana pegawai dibayar atau bagaimana kompensasi didistribusikan
(Guthrie, 2007). Sistem kompensasi terdiri atas kompensasi ekonomi dan non-
ekonomi atau non-moneter (Reilly et al, 2007). Kompensasi ekonomi misalnya gaji,
12
tunjangan, remunerasi dan bonus, sedangkan kompensasi non-ekonomi bisa berupa
cuti, penghargaan, kenaikan pangkat, fasilitas kerja yang lengkap dan pujian.
Kompensasi memiliki tiga tujuan dasar, yaitu menarik, menahan dan
memotivasi key empolee (Cheeks, 1982). Kompensasi bertujuan untuk
menyelaraskan tujuan pengelola perusahaan dengan tujuan pemilik perusahaan.
Selain itu kompensasi juga bertujuan untuk memotivasi pengelola dan penasihat
perusahaan, dalam hal ini dewan komisaris dan direksi, agar memberikan usaha
yang terbaik demi mencapai keuntungan yang maksimal. Bagi perusahaan,
kompensasi memiliki arti penting karena kompensasi mencerminkan upaya
perusahaan dalam mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan
karyawannya.
Dalam upaya mengatasi atau mengurangi masalah yang muncul akibat
konflik kepentingan antara pemilik perusahaan dengan manajemen (teori agensi),
pemilik pada umumnya mengeluarkan biaya sebagai kompensasi terhadap
manajemen agar manajemen dapat lebih transaparan dan meningkatkan kinerja
manajemen dan otomatis meningkatkan kinerja perusahaan. (McColgan, 2001).
Kinerja perusahaan pada umumnya masih diukur melalui kinerja laba.
Kinerja laba salah satunya dipengaruhi oleh efisiensi pembayaran pajak
perusahaan. Semakin efisien pengelolaan pajak perusahaan maka diharapkan akan
semakin tinggi laba yang dihasilkan perusahaan. Kompensasi manajemen sebagai
bentuk biaya keagenan, diharapkan akan memotivasi manajemen melakukan
peningkatan efisiensi pajak dalam rangka meningkatkan laba perusahaan.
13
4. Corporate Governance
Terdapat berbagai definisi yang menjelaskan tentang Corporate
Governance. Monks dan Minow (2004) menjelaskan bahwa Corporate
Governance merupakan sebuah studi yang mempelajari hubungan direktur,
manajer, karyawan, pemegang saham, pelanggan, kreditur dan pemasok terhadap
perusahaan dan hubungan antar sesamanya. Cadbury Committee, seperti dikutip
oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), mengartikan
Corporate Governance atau Tata Kelola Perusahaan sebagai seperangkat peraturan
yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan. The Institute Indonesia of Corporate Governance
(IICG), dalam situsnya, mendefinisikan Corporate Governance sebagai
serangkaian mekanisme untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan
agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku
kepentingan (stakeholders). Sedangkan good Corporate Governance diartikan
sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan
sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara
berkesinambungan dalam jangka panjang. Dari beberapa definisi atas Corporate
Governance sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Corporate Governance adalah
suatu mekanisme yang mengatur dan mengendalikan perusahaan melalui hubungan
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
14
pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya
sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Penerapan Corporate Governance
yang baik dan benar (GCG) akan menjaga keseimbangan antara pencapaian tujuan
ekonomi dan tujuan masyarakat serta menjauhkan perusahaan dari pengelolaan
yang buruk yang mengakibatkan perusahaan terkena masalah (Dwitridinda, 2007).
Menurut Sheikh dan Rees (1995) tujuan penerapan Corporate Governance
itu hanya terdiri dari dua tujuan utama. Tujuan pertama adalah untuk mengontrol
biaya agensi (agency cost). Sebuah struktur tata kelola yang baik adalah salah
satunya yang dapat meminimalisasi agency cost. Agency cost merupakan kerugian
yang diderita pemegang saham sebagai akibat perilaku manajemen yang
menyimpang dari memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham ditambah biaya
yang dikeluarkan untuk mengawasi perilaku tersebut. Tujuan yang kedua adalah
untuk mempromosikan tanggung jawab sosial. Kebijakan maksimalisasi
keuntungan tidak selalu memaksimalkan kekayaan, dan bahkan maksimalisasi
kekayaan merupakan suatu hal yang tidak diinginkan. Kepentingan perusahaan dan
sosial dapat disejajarkan melalui berbagai regulasi teknik. Perusahaan dapat,
misalnya dipaksa untuk membatasi emisi bahaya melalui larangan, lisensi, atau
perpajakan.
5. Dewan komisaris
Dewan komisaris dalam urutan manajemen merupakan tingkatan tertinggi
setelah pemegang saham. Dewan komisaris memegang peranan sentral dalam
corporate governance karena hukum perseroan memusatkan tanggung jawab legal
atas urusan perusahaan pada dewan komisaris. Fungsi komisaris adalah sebagai
15
wakil pemegang saham untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada direksi dalam rangka menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance).
Indonesia menganut system dual board (two-tier) seperti yang dipakai di
Eropa dalam struktur organisasi internalnya. Satu board dikenal sebagai dewan
komisaris, dan satu yang lain dikenal sebagai dewan direksi. Keduanya merupakan
inti dari mekanisme pengendalian internal. Dewan komisaris terdiri dari komisaris
independen dan non independen. Dewan komisaris secara luas dipercaya
memainkan peranan penting dalam pengendalian internal dan corporate
governance, khususnya memonitor manajemen (Gunarsih dan Hartadi, 2002).
Menurut Egon Zehnder (2000), dewan komisaris merupakan inti dari
corporate governance, yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi
perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta
mewajibkan terlaksananya akuntabilitas.
Menurut Destriana dan Arifn (2016:88) dewan direksi merupakan salah satu
komponen dalam tata kelola perusahaan (Corporate Governance) yang terdiri dari
beberapa anggota untuk menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan dalam
perushaan. Semakin banyak dewan direksi akan memberikan suatu bentuk
manajemen yang baik bagi perusahaan. Jika Manajemen perusahaan baik, akan
melakukan pengelolaan yang baik, berarti perusahaan tersebut berupaya
melaksanakan efesiensi pajak. Efesiensi pajak menjadi salah satu solusi manajemen
menekan beban pajak sehingga pendapatan bertambah.
16
6. Komisaris Independen
Komisaris independen membantu untuk merencanakan strategi jangka
panjang perusahaan dan secara berkala melakukan review atas implementasi
strategi. Menurut Herwidayatmo (2000) komisaris independen dapat membantu
memberikan kontinuitas dan objektivitas yang diperlukan bagi suatu perusahaan
untuk berkembang dan makmur.
Komisaris sebuah organisasi adalah anggota dewan pengawasnya. Beberapa
istilah spesifik digunakan untuk menjelaskan keberadaan atau ketiadaan
hubungannya terhadap organisasi tersebut. Komisaris independen adalah seorang
komisaris yang juga merupakan seorang pegawai, petugas, pemegang saham utama,
atau seseorang yang berhubungan dengan organisasi (perusahaan) tersebut.
Komisaris dalam mewakili kepentingan dari para pemegang saham, dan terkadang
memiliki pengetahuan yang dalam atas kinerja, keuangan, penguasaan pangsa pasar
dari organisasi tersebut.
Komisaris luar (komisaris independen) adalah anggota dewan komisaris
yang bukan merupakan pegawai atau orang yang berurusan langsung dengan
organisasi tersebut, dan tidak mewakili pemegang saham. Komisaris luar diangkat
karena pengalamannya dianggap berguna bagi organisasi. Mereka bisa mengawasi
komisaris dalam dan mengawasi bagaimana organisasi tersebut dijalankan.
Komisaris luar biasanya berguna dalam melerai sengketa antara komisaris dalam,
atau antara pemegang saham dan dewan komisaris. Komisaris luar dianggap
berguna karena mereka bisa bersikap objektif dan memiliki resiko kecil dalam
17
conflict of interest. Di sisi lain, komisaris luar mungkin kekurangan pengalaman
dalam menangani masalah spesifik yang dihadapi oleh organisasi tersebut.
Semakin besar jumlah komisaris independen pada dewan direksi akan
semakin baik mereka bisa memenuhi peran meraka untuk mengawasi dan
mengontrol tindakan-tindakan para direktur eksekutif. komisaris independen
dibutuhkan untuk mengawasi dan mengontrol direksi, sehubungan dengan perilaku
direksi terhadap perusahaan. Dengan adanya pegawasan yang baik maka akan
tercipta tata kelola yang baik sehingga manajemen akan berjalan efektif.
C. Perumusan Hipotesis
1. Pengaruh kompensasi manajemen terhadap manajemen pajak
Tujuan corporate governance adalah untuk mengatasi masalah akibat
terjadinya konflik kepentingan antara pemilik perusahaan dengan manajemen.
Manajemen tidak akan bertindak untuk kepentingan pemengang saham jika tidak
bermanfaat bagi mereka sendiri. Untuk mengatasi konflik tersebut, permilik
mengeluarkan biaya sebagai kompensasi terhadap manajemen. Dengan adanya
kompensasi diharapkan kinerja perusahaan yaitu melalui efisiensi pembayaran
pajak akan meningkat. Selain itu kompensasi dapat diperoleh melalui kepemilikan
saham direksi. Kepemilikan saham direksi didapat dengan cara membeli sendiri
atau melalui program khusus untuk perolehan saham yang dilakukan perusahaan.
Kegiatan ini bertujuan agar manajemen mempunyai motivasi untuk meningkatkan
nilai pemegang saham perusahaan dengan cara peningkatan kinerja perusahaan.
Khairunnisa (2016) menyebutkan pada penelitian terdahulu terkait
kompensasi manajemen terhadap manajemen pajak, dalam hasil penelitiannya
18
menunjukan bahwa kompensasi manajemen berpangaruh positif terhadap
manajemen pajak. Minnick dan Noga (2010) manyebutkan bahwa kebijakan
kompensasi, baik sacara kas maupun saham berpengaruh positif terhadap
manajemen pajak yaitu mendorong efisiensi pembayaran pajak perusahaan. Putri
(2017) juga menyebutkan bahwa kompensasi manajemen berpangaruh positif dan
signifikan terhadap manajemen pajak.
Kompensasi Manajemen adalah proses pengembangan dan penerapan
strategi, kebijakan, serta sistem kompensasi yang membantu organisasi untuk
mencapai sasarannya (Cahayani, 2005:77-78). Atas dasar pengertian tersebut, maka
yang perlu dielaborasi bahwa pemberian kompensasi yang tinggi terhadap
manajemen melalui kontrak kompensasi manajemen diharapkan memotivasi
manajamen untuk memperkecil pajak jangka panjang juga meningkatkan kinerja
perusahaan dalam meningkatkan laba perusahaan. Berdasarkan dari penjelasan
teori dan penelitian terdahulu yang ada maka penulis membuat hipotesis sebagai
berikut:
H1: Kompensasi manajemen berpengaruh positif terhadap manajemen pajak.
2. Pengaruh dewan komisaris terhadap Manajemen Pajak
Dalam tata kelolah perusahaan peran dewan komisaris sangat diperlukan.
Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan bahwa dewan komisaris sebagai prisipal
atau pemilik bertugas untuk mengawasi dan mengontrol tindakan-tindakan direksi,
sehubungan dengan perilaku oportunistik mereka. Dewan komisaris adalah inti
corporate governance yang bertujuan untuk menjamin pelaksanaan strategi
perusahaan.
19
(Yuniati dkk., 2017) dalam penelitiannya menemukan pengaruh positif atas
jumlah dewan komisaris terhadap manajemen pajak dengan dewan komisaris yang
sedikit akan menghasilkan fungsi pengawasan yang lebih baik. Maria (2013) juga
menyebutkan bahwa jumlah komisaris independen berpengaruh positif terhadap
manajemen pajak.
Dewan komisaris dalam urutan manajemen merupakan tingkatan tertinggi
setelah pemegang saham. Dewan komisaris memegang peranan sentral dalam
corporate governance karena hukum perseroan memusatkan tanggung jawab legal
atas urusan perusahaan pada dewan komisaris. Fungsi komisaris adalah sebagai
wakil pemegang saham untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada direksi dalam rangka menjalankan tata kelola perusahaan yang baik.
Berdasarkan dari penjelasan teori dan penelitian terdahulu yang ada maka penulis
membuat hipotesis sebagai berikut :
H2: Dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen pajak
3. Pengaruh Komisaris Independen terhadap Manajemen pajak
berdasarkan teori agency, semakin besar jumlah komisaris independen pada
dewan direksi akan semakin baik mereka bisa memenuhi peran meraka untuk
mengawasi dan mengontrol tindakan-tindakan para direktur eksekutif. komisaris
independen dibutuhkan untuk mengawasi dan mengontrol direksi, sehubungan
dengan perilaku direksi terhadap perusahaan.
Rahmawati (2017) dalam penelitiannya menemukan pengaruh positif
terhadap manajemen pajak yaitu bahwa proporsi komisaris independen yang lebih
tinggi akan memungkinkan mereka memastikan bahwa tindakan manajemen telah
20
sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Zulkarnaen (2015) menyebutkan,
bahwa komisaris independen berpengaruh positif terhadap manajemen pajak
menjelaskan bahwa peningkatan komisaris independen akan menyebabkan kinerja
perusahaan akan semakin efektif, sehingga perusahaan akan melakukan hal yang
dianggap penting agar tercapainya suatu keefektifan dalam kegiatan perusahaan
termasuk dalam penetapan kebijakan yang berkaitan dengan tarif pajak efektif.
komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang bukan
merupakan pegawai atau orang yang berurusan langsung dengan organisasi
tersebut, dan tidak mewakili pemegang saham. Komisaris luar diangkat karena
pengalamannya dianggap berguna bagi organisasi. Mereka bisa mengawasi
komisaris dalam dan mengawasi bagaimana organisasi tersebut dijalankan.
Berdasarkan dari penjelasan teori dan penelitian terdahulu yang ada maka penulis
membuat hipotesis sebagai berikut :
H3: komisaris independen berpengaruh positif terhadap manajemen pajak
21
D. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pengembangan hipotesis, determinan-derteminan yang
berhubungan dengan pengaruh kompensasi manajemen, dewan komisaris, dan
komisaris independen terhadap manajemen pajak dapat digambarkan dalam suatu
model seperti berikut:
H1: Kompensasi manajemen berpengaruh positif terhadap manajemen pajak.
H2: dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen pajak
H3: komisaris independen berpengaruh positif terhadap manajemen pajak
Komisaris Independen
Kompensasi manajemen
Dewan Komisaris Manajemen pajak