bab ii kajian teori a. family well beingrepository.ump.ac.id/2289/3/bab ii.pdf · telah resmi dan...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Family Well Being
1. Pengertian Family Well Being
Undang-Undang No 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera menyatakan bahwa
Family Well Being adalah keluarga yang di bentuk berdasarkan atas
perkawinan yang sah, maupun memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan
material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar
keluarga denganmasyarakat dan lingkungannya.
Menurut Soejipto (1992), Family Well Being adalah terciptanya
suatu keadaan harmoni dan terpenuhinya kebutuhan jasmani serta sosial
bagi anggota keluarga, tanpa mengalami hambatan yang serius dalam
keluarga, dan dalam menghadapi masalah-masalah keluarga akan mudah
untuk di atasi secara bersama oleh anggota keluarga, sehingga standar
kehidupan keluarga dapat terwujud. Konsepsi tersebut mengandung arti
bahwa, Family Well Being adalah suatu yang harus diciptakan oleh
keluarga dalam membentuk keluarga yang sejahtera.
Menurut Gunarsa & Gunarsa (1979) Family Well Being
merupakan kesatuan hubungan baik antara ayah, ibu dan anak yang
diartikan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antara semua
pihak buka bertepuk sebelah tangan.
9
Family Well-Being Pada..., Felicitasya Indah Mujiyanto, Fakultas Psikologi, UMP, 2016
10
Robertson, Jeremy (2010) mengatakan Family Well Being sebagai
kemampuan keluarga untuk memenuhi fungsi dasar mereka kemudian
fungsi dasar didefinisikan dan disepakati yang nanti akan dijalankan
bersama.
Sword, dkk (2010) mengatakan Family Well Being merupakan
hubungan keterkaitan antara kesejahteraan orang tua, kesejahteraan anak
dan kesejahteraan keluarga. Ketiga itu terkait dan membentuk suatu
kesatuan yang dinamakan Family Well Being.
Lestari, dkk (2001) berpendapat bahwa Family Well Being adalah
suatu harapan dan cita-cita yang dapat diusahakan bersama dengan
mewujudkan keadaan rumah tangga yang anggotanya hidup dalam
keadaan tenang lahir batin.
Ishak, Ismahali (2012) adala sebuah konsep multi dimensi,
merangkumi perbagai hal aspek kehidupan seorang individu atau sebuah
keluarga seperti pembangunan modal, kerohanian, psikologis, ekonomi
dan sosial.
Berdasarkan uraian dia atas dapat peneliti simpulkan bahwa
Family Well Being adalah suatu harapan dan cita dalam keluarga yang di
usahakan serta disepakati yang nanti akan dijalankan bersama, kehidupan
seorang individu atau sebuah keluarga seperti pembangunan modal,
kerohanian, psikologis, ekonomi dan sosial dan kesemua itu akan
membentuk suatu kesatuan yang dinamakan Family Well Being.
Family Well-Being Pada..., Felicitasya Indah Mujiyanto, Fakultas Psikologi, UMP, 2016
11
2. Aspek-aspek Family Well Being
Menurut Ishak (2012) aspek-aspek Family Well Being adalah
sebagai berikut:
a. Hubungan keluarga yaitu terdiri dari keterlibatan ibu dan bapak, daya
tahan keluarga, fungsi keluarga, kebersamaan bersama keluarga dan
hubungan suami dan istri.
b. Ekonomi keluarga yaitu terdiri dari taraf hidup, situasi ekonomi
keluarga, tidak ada beban hutang dan tabungan masa depan.
c. Kesehatan keluarga yaitu terdiri dari kesehatan keluarga, asuransi
kesehatan dan kontrol pikiran
d. Keselamatan keluarga yaitu terdiri dari pengetahuan, perasaan selamat
dalam rumah dan keselamatan keluarga.
e. Hubungan dengan masyarakat yaitu terdiri dari hubungan, kerjasama,
dan keterlibatan dengan masyarakat sekitar
f. Keluarga dan spiritual yaitu terdiri dari peranan agama dan amalan
kerhanian
g. Keluarga dan lingkungan yaitu terdiri dari kemudahan dan penyebaran
informasi
Menurut hasil penelitian yang di lakukan oleh The Colorado
Foundation For Families And Children (2003) memberikan hasil data
statistik, yang mengidentifikasi indikator utama dari Kesejahteraan
Keluarga yang di kaitkan dengan kuat dan kesuksesan keluarga yaitu
meliputi:
Family Well-Being Pada..., Felicitasya Indah Mujiyanto, Fakultas Psikologi, UMP, 2016
12
a. Keluarga itu tinggal dimana sebuah keluarga yang bertempat tinggal
pada suatu daerah akan mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga
tersebut, sebagai contoh sebuah keluarga yang tinggal di lingkungan
yang sebagaian besar orang-rangnya bekerja sebagai orang kantoran
namun disitu ada keluarga yang hanya bekerja sebagai buruh
serabuatan. Itu akan mempengaruhi Kepuasan dalam keluarga.
b. Pendapatan ekonomi keluarga dimana sebuah keluarga haruslah
memiliki pekerjaan untuk bisa memenuhi segalab kebutuhan tidak
hanya kebutuhan sekarang-sekarang namun juga kebutuhan untuk
jangka panjang.
c. Pencapaian pendidikan dimana setiap anggota keluarga harus mampu
memperoleh jenjang pendidikan yang tinggi demi masa depannya.
d. Ukuran keluarga adalah jumlah dari anggota keluarga yang mana di
dalam 1 rumah di huni oleh beberapa anggota keluarga.
e. Status perkawinan disini yang di magsudkan itu adalah status yang
telah resmi dan tercatat dalam agama maupun Negara, dengan bukti
adanya surat nikah.
f. Jumlah anak yang ada dalam sebuah keluarga jumlah anak sangat
penting dimana akan menentukan sebuah Kesejahteraan yang telah di
raih di keluarga tersebut.
g. Usia dimana untuk membuat sebuah keluarga harusnya memiliki umur
yang memenuhi syarat dan harus selaras dengan apa yang telah di
sepakati.
Family Well-Being Pada..., Felicitasya Indah Mujiyanto, Fakultas Psikologi, UMP, 2016
13
Berdasarkan uraian diatas, family well being memiliki beberapa
aspek. Aspek-aspek tersebut ialah hubungan kekeluargaan, ekonomi
keluarga, kesehatan keluarga, keselamatan keluarga, hubungan dengan
masyarakat, keluarga dan spiritual serta keluarga dan lingkungan. Dan
menurut hasil dari Biro Sensus AS ada 7 aspek dalam pencapaian sebuah
Kesejahteraan Keluarga, yaitu keluarga itu tinggsl, pendapatan ekonomi
keluarga, pencapaian pendidikan yang di raih, ukuran keluarga, status
perkawinan, jumlah anak yang adadan usia.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Family Well Being
Menurut Gunarsa & Gunarsa (2012) Family Well Being
mempunyai beberapa faktor adalah sebagai berikut:
a. Perhatian, dapat diartikan sebagai “menaruh hati” pada anggota
seluruh keluarga. Dalam hal ini adalah pelekat dasar utama hubungan
baik diantara para anggota keluarga. Menaruh hati terhadap kejadian
dan peristiwa didalam keluarga, berarti mengikuti dan memperhatikan
seluruh perkembangan keluarganya. Lebih jauh lagi, orang tua dan
anggota keluarga yang lainnya harus mengerahkan perhatian untuk
mencari lebih mendalam sebab-sebab dan sumber-sumber
permasalahan. Selain itu juga perlu perhatian terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi pada anggota keluarga.
b. Pengetahuan, mencapai pengetahuan dan menambah pengetahuan.
Dalam keluarga baik orang tua maupun anak harus menambah
pengetahuan tanpa henti. Diluar rumah mereka harus dapat menarik
Family Well-Being Pada..., Felicitasya Indah Mujiyanto, Fakultas Psikologi, UMP, 2016
14
pelajaran dan inti dari segala yang dilihat dan dialaminya. Lebih
penting lagi ialah usaha mencari tahu mengenai mereka yang “dekat”
yakni seluruh anggota keluarga. Biasanya kita lebih cenderung untuk
memperhatikan kejadian-kejadian diluar keluarga atau rumah,
sehingga kejadian-kejadian dirumah terdesak dengan kemungkinan
kelak kembali dalam bentuk atau akibat yang tidak di sangka dan rasa
sesal akan kelainan kita. Mengetahui setiap perubahan didalam
keluarga dan perubahan anggota keluarga, berarti mengikuti
perkembangan setiap anggota.
c. Pengenalan diri, pengenalan diri setiap anggota berarti juga
pengenalan diri sendiri. Anak-anak biasanya belum mengadakan
pengenalan diri dan baru akan mencapainya melalui bimbingan dalam
keluarganya. Setelah anak banyak pergi keluar rumah, dimana
lingkungan social lebih luas, pandangan dan pengetahuan diri
mengenai kemampuan, kesanggupan dan sebagainya akan menambah
pengenalan dirinya, pengenalan diri yang baik akan memupuk pula
pengertian pada anak.
d. Pengertian, masalah-masalah lebih mudah diatasi karena banyak latar
belakang kejadian lebih cepat terungkapkan dan teratasi. Tujuan
pemberian pengertian terhadap setiap anggota keluarga adalah agar
dengan demikian dapat mengurangi masalah-masalah didalam
keluarga.
Family Well-Being Pada..., Felicitasya Indah Mujiyanto, Fakultas Psikologi, UMP, 2016
15
e. Sikap menerima, sikap menerima setiap anggota keluarga, sebagai
langkah kelanjutan pengertian, berarti dengan segala kelemahan,
kekurangan dan kelebihannya, ia seharusnya mendapatkan tempat
dalam keluarga. Seseorang harus yakin bahwa ia sungguh diterima
dan merupakan anggota penuh dari keluarganya. Setiap anggota
keluarga berhak atas kasih saying orang tuanya, sebaliknya anak harus
pula menunaikan tugas dan kewajiban sebagai anak terhadap orang
tuanya. Setiap hak selalu harus disertai kewajiban. Menerima terhadap
kekurangan-kekurangan yang sulit berubah. Sikap menerima terhadap
kekurangan-kekurangan ini sangat perlu, supaya tidak menimbulkan
kekesalan yang kronis. Kekecewaan yang disebabkan kegagalan atau
tidak tercapainya harap tidak merusak suasana keluarga dan
memenuhi perkembangan lainnya.
f. Peningkatan usaha, setelah setiap anggota diterima dengan segala
kekurangan dan kemampuannya sebagai anggota penuh yang
menduduki tempatnya masing-masing dalam keluarga, perlu adanya
peningkatan usaha. Peningkatan usaha dilakukan dengan
memperkembangkan setiap aspek dari anggotanya secara optimal.
Peningkatan usaha ini perlu supaya tidak terjadi keadaan yang statis
dan membosankan.
Peningkatan usaha disesuaikan dengan setiap kemampuan, baik
materi dari pribadinya sendiri maupun kondisi lainnya. Sebagai hasil
Family Well-Being Pada..., Felicitasya Indah Mujiyanto, Fakultas Psikologi, UMP, 2016
16
peningkatan usaha, tentu akan kembali menimbulkan perubahan-
perubahan.
g. Penyesuaian, penyesuaian harus selalu mengikuti setiap perubahan,
baik dari pihak orang tua maupun anak. Penyesuaian terhadap
perubahan-perubahan ini dialami oleh dirinya sendiri, misalnya akibat
perkembangan biologis. Penyesuaian ini meliputi perubahan-
perubahan di diri sendiri, perubahan diri anggota keluarga lainya dan
perubahan diluar keluarga.
Berdasarkan uraian diatas, family well being dipengaruhi berbagai
faktor yaitu faktor perhatian, pengetahuan, pengenalan diri, pengertian,
sikap menerima, peningkatan usaha dan penyesuaian.
B. Keluarga
1. Definisi Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Departemen Kesehatan RI, 1988).
Kalau kita mempersempit pengertiannya, keluarga dapat diartikan
sebagai sekumpulan orang-orang yang bertempat tinggal dalam satu atap
rumah dimana satu sama lainnya saling ketergantungan (BKKBN, 1990).
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dikatakan keluarga
adalah mereka yang tinggal di dalam satu rumah atau satu atap baik itu
Family Well-Being Pada..., Felicitasya Indah Mujiyanto, Fakultas Psikologi, UMP, 2016
17
adanya ikatan darah maupun bukan ikatan darah. Jadi dalam hal ini,
pengertian keluarga dibatasi oleh tempat tinggal.
Keluarga adalah kelompok terkecil yang biasanya terdiri dari
seorang ayah dengan seorang ibu serta satu atau lebih anak-anak. Dimana
ada keseimbangan, kselarasan kasih sayang dan tanggung jawab serta anak
menjadi orang yang berkepribadian dan berkecenderungan untuk
bermasyarakat.
Ahmadi, (2005) Keluarga adalah merupakan kelompok primer
yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah
grup yang terbentuk dari perhubungan mana sedikit banyak berlangsung
lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga
dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari
suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa. Satuan ini mempunyai
sifat tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan masyarakat manusia.
C. Urbanisasi
Urbanisasi merupakan gejala alamiah sejalan dengan perkembangan
ekonomi dan tingkat kesejahteraan penduduk di suatu daerah, adanya
konsentrasi penduduk yang tinggi atau berlebihan di suatu wilayah dapat
menimbulkan apa yang disebut dengan aglomerasi atau primacy
Tjiptoherijanto (dalam Nurwati 2005).
Di negara berkembang termasuk Indonesia urbanisasi lebih berfungsi
sebagai faktor penghambat daripada faktor pendorong bagi pembangunan
Family Well-Being Pada..., Felicitasya Indah Mujiyanto, Fakultas Psikologi, UMP, 2016
18
nasional. Urbanisasi dapat menimbulkan masalah di perkotaan yang berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan public utilitas dan kesempatan kerja. Gejala
yang selama ini terjadi sudah sangat jelas dengan berbagai indikator,
misalnya munculnya perumahan kumuh (slums) dan pemukiman liar,
kemiskinan dan pengangguran yang tinggi di perkotaan Sukamdi (dalam
Nurwati 2005). Selain itu, menurut Wiyono (dalam Nurwati 2005)
pertumbuhan penduduk yang cepat di perkotaan berdampak langsung
terhadap lingkungan melalui berbagai cara, seperti; (1) Karena luas perkotaan
terus berkembang, pemerintah mengubah lahan pertanian menjadi lahan
industri dan pemukiman, (2) Penduduk perkotaan lebih banyak menggunakan
air dan energi, serta lebih banyak membuang limbah atau sampah
dibandingkan dengan penduduk pedesaan, dan (3) Penduduk perkotaan yang
padat akan menyebabkan polusi udara dan air. Selain itu, terkonsentrasinya
penduduk dan lokasi industri menyebabkan meningkatnya polusi di
perkotaan.
Selanjutnya Keban (dalam Nurwati 2005) mengemukakan, jika dilihat
dari pendekatan demografis urbanisasi dapat diartikan sebagai proses
peningkatan konsentrasi penduduk di perkotaan sehingga penduduk yang
tinggal di perkotaan secara keseluruhan meningkat. Biasanya konsep
konsentrasi tersebut dapat diukur dari proporsi penduduk yang tinggal di
perkotaan, kecepatan perubahan proporsi tersebut, atau kadang-kadang
perubahan jumlah pusat kota. Kesulitan yang sering timbul dari konsep
tersebut adalah menyepakati definisi kota atau perkotaan.
Family Well-Being Pada..., Felicitasya Indah Mujiyanto, Fakultas Psikologi, UMP, 2016
19
Urbanisasi jika dilihat dari konsep modernisasi merupakan perubahan
orientasi tradisional ke orientasi modern tempat terjadinya difusi modal,
teknologi, nilai-nilai, pengelolaan kelembagaan dan orientasi politik dari
dunia barat (kota) ke masyarakat yang masih tradisional (desa). Pada mulanya
banyak yang menilai urbanisasi sebagai suatu kesuksesan pembangunan
nasional, karena dalam proses tersebut terjadi replikasi pola barat dan
perluasan nilai-nilai barat dalam bidang teknologi, politik, ekonomi, dan
budaya. Pada tataran seperti ini urbanisasi identik dengan modernisasi Smith
dan Nemeth (dalam Nurwati 2005), dan proses tersebut meningkatkan
intensitas kontak sosial per unit waktu sehingga dapat menyebabkan
perubahan sosial.
Dari sisi legal formal, urbanisasi dapat dilihat dari perkembangan kota
yang telah ada. Secara hukum kota memiliki batas-batas admistratif tertentu,
dan hanya dapat berubah melalui prosedur legal formal. Konsep ini berlainan
dengan konteks fungsional yang batas-batas kotanya lebih ditentukan oleh
fungsi atau karakteristik suatu lokasi. Misalnya ada desa yang memiliki batas-
batas wilayah administratif tertentu, tetapi sebagian besar wilayahnya
terklasifikasi sebagai perkotaan.
Selanjutnya Evers dan Korff (dalam Nurwati 2005) mengemukakan,
riset mengenai proses urbanisasi di negara berkembang sangat dipengaruhi
oleh teori-teori urbanisasi Eropa dan Amerika yang berpendapat kota kecil
(town) atau kota besar (city) adalah pusat kemajuan dan pembangunan serta
pusat perubahan sosial. Kritik terhadap teori urbanisasi di atas dikemukakan
Family Well-Being Pada..., Felicitasya Indah Mujiyanto, Fakultas Psikologi, UMP, 2016
20
oleh Castells yang mengatakan kota tidak otomatis sebagai pusat modernisasi
dan belum tentu pula menghimpun semua struktur modernitas.
Urbanisasi yang cepat dan terpusat hanya di satu kota utama
mengakibatkan timbulnya sejumlah masalah seperti kemacetan, polusi dan
daerah kumuh. Dominasi berlebihan kota utama menghambat pertumbuhan
kota-kota yang lebih kecil, bahkan dalam hal pertumbuhan dan
perkembangan, kota utama berekspansi lebih cepat dibandingkan kota kecil.
Rendahnya tingkat urbanisasi keseluruhan, ditambah dengan
terkonsentrasinya penduduk di satu kota utama yang memiliki karakter
heterogen, metropolitan dan internasional bukan karakter nasional, serta
adanya fakta bahwa kota-kota utama (primate cities) ini masih muda (usia di
bawah 200 tahun) memperkuat kesan bahwa urbanisme memang asing bagi
budaya dan masyarakat Asia Tenggara.
Di masa kini, perkembangan urbanisasi di Asia Tenggara rancu dan
cenderung ruwet untuk dianalisa. Salah satunya adalah karena di Asia
Tenggara sulit untuk menunjuk suatu gerakan yang benar-benar gerakan
sosial kota, gerakan yang berbasis pada permasalahan kota, sebab antara
gerakan yang bertujuan untuk mencapai perubahan politik secara umum dan
gerakan kota sulit sekali dibedakan
Urbanisasi sebagaimana migrasi pada umumnya mempunyai faktor
penarik dan faktor pendorong. Perbedaan karakteristik antara perdesaan dan
perkotaan menjadi faktor utama yang melandasi faktor penarik dan
pendorong terjadinya arus urbanisasi.
Family Well-Being Pada..., Felicitasya Indah Mujiyanto, Fakultas Psikologi, UMP, 2016
21
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan jika Urbanisasi
adalah pertambahan proporsi penduduk yang tinggal di daerah kota yang
berupa pertambahan penduduk yang tinggal di perkotaan dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu; (1) kelahiran alamiah yang terjadi di daerah
tersebut, (2) perpindahan penduduk, baik dari perkotaan lainnya maupun dari
pedesaan, (3) anexasi, dan (4) reklasifikasi. Ada yang menyebutkan bahwa
urbanisasi merupakan gejala alamiah sejalan dengan perkembangan ekonomi
dan tingkat kesejahteraan penduduk di suatu daerah, adanya konsentrasi
penduduk yang tinggi atau berlebihan di suatu wilayah.
D. Kerangka Berfikir
Menurut Soejipto (1992), Family Well Being adalah terciptanya suatu
keadaan keharmonis dan terpenuhinya kebutuhan jasmani serta sosial bagi
anggota keluarga, tanpa mengalami hambatan yang serius dalam keluarga,
dan dalam menghadapi masalah-masalah keluarga akan mudah untuk di atasi
secara bersama oleh anggota keluarga, sehingga standar kehidupan keluarga
dapat terwujud. Konsepsi tersebut mengandung arti bahwa, Family Well
Being adalah suatu yang harus diciptakan oleh keluarga dalam membentuk
keluarga yang sejahtera.
Menurut Gunarsa & Gunarsa (1979) Family Well Being merupakan
kesatuan hubungan baik antara ayah, ibu dan anak yang diartikan adanya
keserasian dalam hubungan timbal balik antara semua pihak buka bertepuk
sebelah tangan.
Family Well-Being Pada..., Felicitasya Indah Mujiyanto, Fakultas Psikologi, UMP, 2016
22
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis tuliskan jika adanya
urbanisasi yang di lakukan oleh kepala keluarga (suami) dapat mempengaruhi
sebuah kualitas keluarga karena Urbanisasi merupakan gejala alamiah sejalan
dengan perkembangan ekonomi dan tingkat kesejahteraan penduduk di suatu
daerah, adanya konsentrasi penduduk yang tinggi atau berlebihan di suatu
wilayah.
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir
Family Well-Being
Keluarga yang
ditinggal berurbaniasi
1. Hubungan keluarga
2. Pemenuhan ekonomi keluarga
3. Terjaminnya kesehatan keluarga
4. Pencapaian kualitas pendidikan
5. Hubungan dengan masyarakat
6. Keluarga dalam kehidupan
beragama
Family Well-Being Pada..., Felicitasya Indah Mujiyanto, Fakultas Psikologi, UMP, 2016