bab ii kajian pustaka, kerangka pemikiran dan …a-research.upi.edu/operator/upload/bab_2(5).pdf ·...

55
Mohamad Fauzan, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pricing Strategy dalam bisnis akomodasi 2.1.1.1 Pengertian Pemasaran (Marketing) Ali Hasan (2009:1) berpendapat sebagai ilmu pengetahuan, marketing merupakan ilmu pengetahuan yang objektif, yang diperoleh dengan penggunaan instrumen-instrumen tertentu untuk mengukur kinerja aktifitas bisnis dalam membentuk, mengembangkan, mengarahkan pertukaran yang saling menguntungkan dalam jangka panjang antara produsen dan konsumen. Berikut ini beberapa ahli pemasaran mengemukakan pengertian atau definisi pemasaran seperti yang diuraikan dalam Tabel 2.1 di bawah ini: TABEL 2.1 PENGERTIAN PEMASARAN MENURUT PARA AHLI No. Nama Para Ahli Definisi 1. Walker dalam Buchory (2010:2) Marketing is total system of business designed to plan, price, promote, and distribute want satisfying products to target markets to achieve organization objective. 2. Keegan dalam Saladin (2010:2) Marketing is the process of focusing the resources and objective of an organization an environmental opportunities and needs. 3. Ali Hasan (2009:1) Pemasaran merupakan sebuah konsep ilmu dalam strategi bisnis yang bertujuan untuk mencapai kepuasan berkelanjutan bagi stakeholder (pelanggan, karyawan, dan pemegang saham). 4. American Marketing Association (AMA) 2009 Suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya. 5. Kotler dan Keller (2009:7) Suatu proses sosial dan manajerial dimana individu-individu dan kelompok-kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan akan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran

Upload: dangkhue

Post on 03-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Mohamad Fauzan, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pricing Strategy dalam bisnis akomodasi

2.1.1.1 Pengertian Pemasaran (Marketing)

Ali Hasan (2009:1) berpendapat sebagai ilmu pengetahuan, marketing

merupakan ilmu pengetahuan yang objektif, yang diperoleh dengan penggunaan

instrumen-instrumen tertentu untuk mengukur kinerja aktifitas bisnis dalam

membentuk, mengembangkan, mengarahkan pertukaran yang saling

menguntungkan dalam jangka panjang antara produsen dan konsumen. Berikut ini

beberapa ahli pemasaran mengemukakan pengertian atau definisi pemasaran

seperti yang diuraikan dalam Tabel 2.1 di bawah ini:

TABEL 2.1

PENGERTIAN PEMASARAN MENURUT PARA AHLI

No. Nama Para Ahli Definisi

1. Walker dalam Buchory

(2010:2)

Marketing is total system of business designed to plan, price,

promote, and distribute want satisfying products to target markets

to achieve organization objective.

2. Keegan dalam Saladin (2010:2) Marketing is the process of focusing the resources and objective of

an organization an environmental opportunities and needs.

3. Ali Hasan (2009:1)

Pemasaran merupakan sebuah konsep ilmu dalam strategi bisnis

yang bertujuan untuk mencapai kepuasan berkelanjutan bagi

stakeholder (pelanggan, karyawan, dan pemegang saham).

4. American Marketing

Association (AMA) 2009

Suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk

menciptakan, mengomunikasikan, dan memberikan nilai kepada

pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara

yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya.

5. Kotler dan Keller (2009:7)

Suatu proses sosial dan manajerial dimana individu-individu dan

kelompok-kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

inginkan akan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran

16

produk-produk yang bernilai.

6. Simon Hudson (2008:9)

The process of planning and executing the conception, pricing,

promotion, and distribution of ideas, goods, and services to create

exchanges that satisfy individual (customer) and organizational

objectives.

Sumber: Modifikasi dari berbagai sumber, 2010

Achmad Buchory (2010:2) mengemukakan, pengertian pemasaran adalah

suatu proses sosial dan manajerial antara individu dan kelompok untuk memenuhi

kebutuhan dan keinginan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran (nilai)

produk dengan yang lain. Dalam peranannya strategi pemasaran mencakup setiap

usaha untuk mencapai kesesuaian antara perusahaan dengan lingkungannya dalam

rangka mencari pemecah atas masalah. Penentuan dua pertimbangan pokok yakni

bisnis apa yang dimasuki masa mendatang dan kedua bagaimana bisnis yang

dipilih tersebut dapat dijalankan dengan sukses dalam lingkungan persaingan atas

dasar perspektif distribusi, produk, harga, dan promosi yang telah lama dikenal

sebagai bauran pemasaran (marketing mix). Berikut ini elemen bauran pemasaran

original menurut Borden dalam Fandy Tjiptono (2009:8):

TABEL 2.2

ELEMEN BAURAN PEMASARAN ORIGINAL

No. Elemen Bauran Pemasaran Deskripsi

1. Product Planning Kebijakan dan prosedur menyangkut:

Lini yang ditawarkan (kualitas, desain, dll.)

Pasar yang dilayani: siapa, di mana, kapan, dan dalam

kuantitas berapa.

Kebijakan produk baru: program riset dan pengembangan.

2. Pricing Kebijakan dan prosedur berkenaan dengan:

Tingkat harga

Harga spesifik (misalnya, odd-even pricing)

Kebijakan harga (one price vs. varying price,

mempertahankan harga, daftar harga, dll.)

3. Branding Kebijakan dan prosedur menyangkut:

Pemilihan merek dagang

Kebijakan merek (individualized brand vs. family brand)

Penjualan melalui private label atau tanpa merek

(unbranded)

17

4.

Channels of Distribution

Kebijakan prosedur dalam hal:

Saluran distribusi antara pabrik dan konsumen

Tingkat selektivitas pedagang grosir dan pengecer

Upaya kerja sama dengan para distributor

5. Personal Selling Kebijakan dan prosedur menyangkut anggaran dan metode

personal selling yang diterapkan pada:

Organisasi pemanufaktur

Segmen grosir dalam distribusi

Segmen ritel dalam distribusi

6. Advertising Kebijakan prosedur dalam hal:

Anggaran periklanan

Copy platform: citra produk dan perusahaan yang diinginkan

Bauran periklanan (ditujukan bagi perantara, melalui

perantara, bagi konsumen)

7. Promotions Kebijakan dan prosedur menyangkut:

Anggaran untuk rencana penjualan spesifikasi yang

ditujukan bagi atau melalui distributor

Bentuk-bentuk promosi bagi konsumen dan bagi ditributor.

8. Packaging Kebijakan dan prosedur berkenaan dengan formulasi kemasan dan

label

9. Display Kebijakan dan prosedur menyangkut:

Anggaran bagi upaya memanjang produk sedemikian rupa

sehingga menarik penjualan

Metode untuk mendapatkan pajangan

10. Servicing Kebijakan dan prosedur dalam penyediaan layanan sesuai

kebutuhan

11. Physical Handling Kebijakan dan prosedur menyangkut pergudangan, transportasi,

dan manajemen sediaan

12. Fact Finding and Analysis Kebijakan dan prosedur dalam pengumpulan, menganalisis, dan

memanfaatkan fakta dalam operasi pemasaran

Sumber: Borden dalam Fandy Tjiptono (2009:8), 2010

Bauran pemasaran di atas yang terdiri dari dua belas elemen tersebut

kemudian disederhanakan dan dipopulerkan oleh Jerome McCarthy tahun 1968

yang merumuskan ke dalam empat elemen pokok yaitu Product, Price, Place, dan

Promotion yang hingga kini dikenal dengan istilah the four Ps of marketing, dan

menurut Kotler dan Keller (2009:62) pengertian dari ke empat bauran pemasaran

adalah sebagai berikut:

1. Product:

Inti dari sebuah penjualan adalah menyampaikan produk kepada

konsumennya. Produk sebagai awal komponen marketing mix. Komponen lain

18

tidak dapat ditentukan tanpa adanya produk yang sudah tersedia. Kotler dan

Keller (2009:356) Mengemukakan pengertian produk adalah segala sesuatu yang

ditawarkan untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi

yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan

2. Price:

Harga sebagai alat tukar seorang konsumen untuk mendapatkan barang

atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Sebuah perusahaan harus menetapkan

harga yang tepat untuk sebuah barang atau jasa dengan melihat faktor-faktor dan

pasar sasaran yang tepat. Kotler dan Keller (2009:415) mengatakan harga

merupakan satu-satunya bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan,

sedangkan unsur lainnya menimbulkan biaya. Harga juga merupakan salah satu

unsur bauran pemasaran yang paling fleksibel dan dapat diubah dengan cepat.

3. Place (saluran distribusi)

Sebuah perusahaan harus menyampaikan sebuah produk tepat dan sesuai

dengan harapan konsumen, baik ketepatan waktu maupun ketepatan sasaran pasar.

Kotler dan Keller (2009:449) berpendapat, Saluran distribusi dapat diartikan

sebagai kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah

penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen, sehingga penggunanya

sesuai dengan yang diperlukan (jenis, jumlah, tempat, dan saat dibutuhkan).

4. Promotion

Kegiatan promosi termasuk kegiatan untuk mempengaruhi konsumen

untuk membeli sebuah produk dan juga sebagai pemberian informasi kepada

konsumen mengenai barang atau jasa yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan.

19

Promosi merupakan strategi paling kuat untuk mempengaruhi konsumen dalam

membeli sebuah produk. Kotler dan Keller (2009:539) mengutarakan, pengertian

promosi adalah salah satu bentuk komunikasi pemasaran, sedangkan yang

dimaksud dengan komunikasi pemasaran adalah aktifitas pemasaran yang

berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi atau membujuk, dan kemudian

mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya, agar bersedia

menerima, membeli, dan setia pada produk yang ditawarkan oleh perusahaan yang

bersangkutan.

Zeithaml (2009:23) mengatakan konsep dasar yang paling baik dalam

pemasaran sebagai elemen kontrol sebuah perusahaan adalah marketing mix yang

terdiri dari product, place, price,dan promotion. Sedangkan untuk service

marketing dibutuhkan variabel-variabel tambahan selain dari keempat variabel

tradisional tersebut seperti:

1. People

Semua orang yang berperan dalam pemberian layanan dan akan

mempengaruhi persepsi pembeli, seperti: karyawan perusahaan, pelanggan dan

pelanggan lain dalam lingkungan pelayanan.

2. Physical Evidence

Lingkungan dimana layanan ini disampaikan dan dimana perusahaan dan

pelanggan berinteraksi, dan setiap komponen nyata yang memfasilitasi kinerja

atau komunikasi layanan.

20

3. Process

Prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas dimana layanan ini

disampaikan, penyampaian layanan dan sistem operasi.

Lovelock (2011:44) juga mengatakan the traditional marketing mix does

not cover managing the customer interface. we therefore need to extend the

marketing mix by adding three Ps associated with service delivery yaitu process,

physical environment, dan people. 7P ini dapat menjadi tuas dalam service

marketing untuk menciptakan konsep layanan yang akan menawarkan nilai untuk

menargetkan pelanggan dan memenuhi kebutuhan mereka secara lebih baik.

Bernard T Widjaja (2009:75), menambahkan elemen bauran pemasaran

jasa dengan psychological. Yaitu, elemen penting khusus dalam services,

dikarenakan nilai intangible sangat dipengaruhi oleh faktor emotional, terlebih

pada industri jasa.

Morrison (2002:249) dalam bukunya yang berjudul Hospitality and Travel

Marketing terdapat 8p yang terdiri dari empat bauran pemasaran tradisional dan

empat elemen tambahan yaitu:

1. People

Semua orang yang berperan dalam pemberian layanan yang berfungsi

untuk menjalani kerjasama antara karyawan, perusahaan, dan konsumen.

2. Packaging

Kombinasi produk atau jasa yang berhubungan dan saling melengkapi

menjadi sebuah penawaran harga tunggal.

21

3. Programming

Sebuah teknik yang berkaitan erat dengan kemasan dalam pengembangan

kegiatan khusus, acara, atau program untuk meningkatkan pengeluaran konsumen,

atau memberikan daya tarik tambahan ke paket atau lainnya.

4. Partnership

Kerjasama promosi dan upaya pemasaran lainnya untuk membangunan,

memeliharaan, dan meningkatkan hubungan jangka panjang dengan pelanggan,

pemasok, dan perusahaan lainnya.

Pada umumnya berbagai perusahaan jasa maupun produk menggunakan

marketing mix sebagai elemen yang menjadi patokan perusahaan dari keempat

bauran pemasaran tradisional ataupun ketujuh bauran pemasaran jasa yang telah

dikemukakan oleh beberapa para ahli pemasaran di atas, memiliki fungsi dan

kegunaannya masing-masing dalam menjalankan strategi perusahaan. Cannon

(2008:47) berpendapat, penting untuk ditekankan bahwa pemilihan pasar dan

penyusunan bauran pemasaran harus ditentukan secara bersamaan karena

keduanya saling berhubungan. Oleh karena itu, pemasar harus menganalisis target

pasar mereka secara hati-hati.

Menurut Kotler dan Keller (2009:415), mengatakan harga merupakan satu-

satunya bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, sedangkan unsur

lainnya menimbulkan biaya. Harga juga merupakan salah satu unsur bauran

pemasaran yang paling fleksibel dan dapat diubah dengan cepat. Sedangkan Ali

Hasan (2009:298), mengatakan bagi konsumen, harga merupakan segala biaya

bentuk moneter yang dikorbankan oleh konsumen untuk memperoleh, memiliki,

22

memanfaatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanan dari suatu

produk. Harga merupakan salah satu elemen bauran pemasaran yang

membutuhkan pertimbangan cermat, oleh karena itu perusahaan harus dapat

menyeimbangkan penetapan harga yang dibuat dengan permintaan yang ada dan

pola perubahan konsumen pasarnya.

2.1.1.2 Pengertian Pricing Strategy

Kegiatan penetapan harga memainkan peranan penting dalam proses

bauran pemasaran, karena penentuan harga terkait langsung nantinya dengan

pendapatan yang diterima oleh perusahaan khususnya perusahaan jasa. Keputusan

penetapan harga juga sangat penting dalam menentukan seberapa jauh layanan

jasa dinilai oleh konsumen dan juga memberikan persepsi tertentu dalam hal

kualitas, dalam proses membangun atau menciptakan keputusan pembelian.

Berikut ini pengertian pricing strategy menurut beberapa para ahli:

Lovelock (2011:158) mengatakan pricing strategy adalah “Creating a

viable service a business model that allows for the costs of creating and

delivering, plus a margin for profit.”, dan Achmad Buchory (2010:159)

berpendapat “Pricing strategy merupakan komponen bauran pemasaran yang

menghasilkan pendapatan, sedangkan yang lainnya mengeluarkan biaya.

Zeithaml (2009:512) mengungkapkan “Price is a key signal of quality in

service” Sedangkan Kotler dan Keller (2009:67) mengutarakan “Pricing strategy

adalah strategi penetapan sejumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau

23

jasa dengan nilai yang dipertukarkan konsumen untuk mendapatkan manfaat,

memiliki, atau pembelian produk atau jasa.”

Menurut Fandy Tjiptono (2009:137) mengutarakan “pricing strategy

merupakan tugas yang paling penting untuk menunjang keberhasilan operasi

organisasi profit maupun non-profit.” Ali Hasan (2009:298) juga mengungkapkan

“harga merupakan segala bentuk biaya moneter yang dikorbankan oleh konsumen

untuk memperoleh, memiliki, memanfaatkan sejumlah kombinasi dari barang

beserta pelayanan dari suatu produk.”

Berdasarkan pengertian-pengertian dari para ahli pemasaran di atas, maka

diperoleh penjelasan bahwa pricing strategy merupakan salah satu dari unsur

bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan dan akan mempengaruhi

kuantitas dari tingkat harga yang ditetapkan.

Simon Hudson (2008:179) berpendapat “The pricing element of the

marketing mix is unique in that it is the only one that directly affects an

organization’s revenues, and hence its profits.” Singkat kata, berbagai manfaat

yang dimiliki oleh suatu produk atau jasa harus dibandingkan dengan berbagai

biaya (pengorbanan) yang ditimbulkan dalam mengkonsumsi produk atau jasa

tersebut. Dalam berbagai situasi, konsumen dihadapkan kepada berbagai

pertimbangan mengenai apa yang akan mereka dapatkan dengan biaya sekian bila

mengkonsumsi produk atau jasa tersebut.

Keputusan dalam penetapan harga tidaklah mudah dilakukan, Fandy

Tjiptono (2009:137) berpendapat bahwa harga yang terlalu mahal bisa

meningkatkan laba jangka pendek, tetapi akan sulit dijangkau konsumen dan

24

sukar bersaing dengan kompetitor. Sedangkan harga yang terlalu murah pangsa

pasar bisa melonjak, namun margin kontribusi dan laba bersih yang diperoleh

akan berkurang. Selain itu, sebagian konsumen bisa saja mempersepsikan

kualitasnya jelek.

Achmad Buchory (2010:160) mengatakan dalam pasar yang konsumennya

sangat sensitif terhadap harga, bila suatu perusahaan menurunkan harganya, maka

para pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka dalam menetapkan harga

untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan

harga pemimpin perusahaan yang menjadi leader.

Ali Hasan (2009:302) mengungkapkan bahwa kondisi persaingan sangat

mempengaruhi penentuan harga. Oleh karena itu, marketer perlu mengetahui

reaksi persaingan yang terjadi dipasar serta sumber-sumber yang menyebabkan

persaingan itu terjadi, umumnya persaingan bersumber dari produk sejenis yang

dihasilkan oleh perusahaan lain (produk subtitusi).

Lovelock (2011:159) berpendapat any pricing strategy must be based on a

clear understanding of a company’s pricing objectives. The most common pricing

objective are related to revenue and profits as well as building demand and

developing a user base. Menurut Morrison (2002:514) mengungkapkan there are

good and bad approaches to pricing, all of which are evident in a industry.

Pricing is a determinant of profitability, the other role of pricing is as an implicit

promotional-mix element. People trend to base their perceptions of services and

products partly on the price.

25

Cannon (2008:456) mengutarakan “Pricing decisions effect both the

number one of sales a firm makes and how much money it earns. Price is what a

customers must give up to get the benefits offered by the rest of a firm’s marketing

mix, so it plays a direct role in shaping customers value.” Sedangkan Kotler dan

Keller (2009:416) berpendapat “Price has operated as the major determinant of

buyer choice. Many firm are bucking the low price trend and have been successful

in trading customers up to more expensive products and services by combining

unique product formulations with engaging marketing campaigns.”

Zeithaml (2009:512) mengungkapkan “What role does price play in

customers decisions about services? How important is price to potential buyers

compared with other factors and service features? Service companies must

understand how pricing works, but first they must understand how customers

perceive prices and price changes.”

Semakin tingginya tingkat persaingan di berbagai macam perusahaan

membuat pelaku perusahaan tersebut merancang berbagai strategi penetapan

harga yang dapat menjadikan perusahaan menjadi leader diantara pesaing lainnya.

Selanjutnya Bernard T Widjaja (2009:79) mengutarakan bahwa “pricing strategy

dapat dilakukan dengan berbagai pemilihan strategi dan mempertimbangkan juga

berbagai elemen lainnya seperti tingkat fungsional psikologi jasa yang

ditawarkan, tingkat persaingan, derajat uniqueness produk dan jasa yang

ditawarkan, target market, kombinasi product service dan cost based.”

Berdasarkan pernyataan di atas pricing strategy dilakukan oleh berbagai

macam perusahaan, baik perusahaan yang baru muncul atau perusahaan yang

26

sudah lama berada di dunianya, pricing strategy inilah yang akan menunjang

keberhasilan sebuah perusahaan dalam meraih berbagai macam hal yang dapat

membangun perusahaan agar dapat bertahan di dunia persaingan ataupun untuk

membangun ke tingkat yang lebih tinggi lagi.

2.1.1.3 Tujuan Pricing Strategy

Metode penetapan harga harus dimulai dengan pertimbangan atas tujuan

penetapan harga itu sendiri. Adapun tujuan-tujuan tersebut menurut Ali Hasan

(2009:299), antara lain:

a. Tujuan berorientasi pada laba, setiap perusahaan selalu memilih harga yang

dapat menghasilkan laba paling tinggi, tetapi memaksimalisasi laba sangat

sulit dicapai karena kesulitan dalam memperkirakan jumlah penjualan yang

dapat dicapai dalam tingkat harga tertentu. Oleh sebab itu, perusahaan harus

memiliki target yaitu target marjin dan target return on investment.

b. Tujuan berorientasi pada volume, selain tujuan berorientasi pada laba, ada

pula perusahaan yang menetapkan harganya berdasarkan tujuan yang

berorientasi pada volume tertentu. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar

dapat mencapai target volume penjualan.

c. Tujuan berorientasi pada citra, citra perusahaan dapat dibentuk melalui

strategi penetapan harga. Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk

membentuk atau mempertahankan citra dalam meningkatkan persepsi

konsumen terhadap keseluruhan bauran produk yang ditawarkan perusahaan.

27

d. Tujuan stabilisasi harga, dilakukan dengan cara menetapkan harga untuk

mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan

harga pemimpin (leader).

e. Tujuan-tujuan lainnya seperti, tujuan mencegah masuknya pesaing,

mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau

menghindari campur tangan pemerintah.

Menurut Fandy Tjiptono (2009:473) Program penetapan harga merupakan

pemilihan yang dilakukan perusahaan terhadap tingkat harga umum yang berlaku

untuk produk tertentu. Keputusan harga memiliki peran strategik yang penting

dalam implementasi strategi pemasaran seperti dalam Tabel 2.3 berikut:

TABEL 2.3

STRATEGI PEMASARAN DAN TUJUAN

PRICING STRATEGY

STRATEGI PEMASARAN TUJUAN PRICING STRATEGY

Strategi permintaan primer

1. Meningkatkan jumlah pemakaian Mengurangi risiko ekonomi dari percobaan produk.

Menawarkan nilai yang lebih baik dibandingkan bentuk/kelas

produk pesaing.

2. Menaikan tingkat pembelian Meningkatkan frekuensi konsumsi.

Menambah aplikasi/pemakaian dalam situasi yang lebih banyak.

Strategi permintaan selektif

1. Memperluas pasar yang dilayani Melayani segmen yang berorientasi pada harga.

Menawarkan versi produk yang lebih mahal.

2. Merebut pelanggan pesaing Mengalahkan pesaing dalam hal harga.

Pembelian harga untuk mengidikasikan kualitas tinggi.

3. Mempertahankan/meningkatkan

permintaan pelanggan saat ini

Mengeliminasi keunggulan harga pesaing.

Menaikan penjualan produk komplementer.

Sumber: Fandy Tjiptono (2009:474), 2010

Menurut Fandy Tjiptono (2009:475) mengatakan bahwa ada beberapa

faktor yang mempengaruhi dalam tujuan penetapan harga yang dijabarkan ke

dalam program penetapan harga, kesuksesan program penetapan harga ditentukan

oleh beberapa faktor, diantaranya: faktor elastisitas harga dari permintaan pasar

28

dan permintaan perusahaan, faktor aksi dan reaksi pesaing, faktor biaya dan

konsekuensinya pada profitabilitas, dan faktor kebijakan lini produk.

Menurut Ali Hasan (2009:304), keputusan harga yang baik adalah apabila

mampu mencerminkan seluruh kepentingan perusahaan. Oleh karena itu,

perusahaan harus paham mengenai faktor-faktor yang secara langsung

mempengaruhi tingkat harga yang akan ditentukan yaitu, faktor kondisi

perekonomian, faktor tujuan perusahaan, faktor biaya, faktor ukuran bisnis, faktor

persaingan, faktor legal dan etis, faktor permintaan dan penawaran, faktor

karakteristik produk, faktor sifat pasar, dan faktor bauran pemasaran.

2.1.1.4 Metode Pricing Strategy

Menurut Ali Hasan (2009:311) mengatakan, kompleksitasnya persoalan

dalam hal produk, pasar, harga, distribusi, promosi serta informasi permintaan

biaya/harga yang tidak lengkap akan menjadi kendala dalam menetapkan harga.

Informasi tentang perminataan, biaya, pesaing yang lengkap, dan pertimbangan-

pertimbangan yang relevan dapat memudahkan penghitungan harga. Dalam

menetapkan tingkat harga, marketer dapat menggunakan salah satu atau

kombinasi dari berbagai metode penghitungan harga.

Metode penghitungan harga yang sudah dipilih ditindaklanjuti dengan

memasukan data yang diperlukan untuk menghasilkan satu tingkat harga tertentu,

tingkat harga ini yang ditawarkan kepada konsumen. Beberapa metode dalam

menetapkan harga menurut Ali Hasan (2009:311) sebagai berikut:

29

2.1.1.4.1 Metode Berorientasi Biaya

1. Metode Mark-up Pricing

Metode penetapan harga yang dipandang paling sederhana dan paling

banyak digunakan adalah menambah sejumlah kenaikan (mark-up) pada biaya

produk. Metode semacam ini disebut metode penetapan harga mark-up (mark-up

pricing) atau cost-plus pricing. Mark-up merupakan jumlah rupiah yang

ditambahkan kepada biaya produk untuk menghasilkan harga jual. Mark-up

ditetapkan dengan maksud untuk menutupi biaya overhead (biaya tidak langsung)

dan laba bagi perusahaan.

2. Metode Target Return On Investment Pricing

Kebijakan penetapan harga untuk mencapai tingkat pengembalian

investasi (rate of return on investment) merupakan kebijakan yang banyak dipakai

oleh perusahaan-perusahaan besar. Dalam metode ini perusahaan menetapkan

besarnya target ROI tahunan berdasarkan rasio antara laba dan investasi total yang

ditanamkan perusahaan pada fasilitas produksi dan aset yang mendukung produk

tertentu, kemudian harga ditentukan agar dapat mencapai ROI.

3. Metode Break Even

Dalam break even pricing kita dapat mengetahui tentang bagaimana satu-

satuan produk itu dijual pada harga tertentu untuk mengambalikan dana yang

tertanam dalam produk tersebut. Masalah yang dianggap paling serius dalam

penetapan harga break even ini adalah masalah kurangnya permintaan, karena

berkaitan dengan harga. Harga yang optimal sangat dipengaruhi oleh hubungan

antara harga jual eceran dan jumlah produk yang akan dibeli oleh konsumen,

30

dengan mengkombinasikan harga dan volume break even yang paling

menguntungkan dengan mempertimbangkan faktor persaingan, pengalaman dalam

penetapan harga, dan kondisi produk yang ditawarkan.

4. Metode Biaya Variabel

Ide penetapan harga biaya variabel (variable cost pricing) bahwa biaya

total tidak selalu harus ditutup untuk menjalankan kegiatan bisnis yang

menguntungkan. Sistem penetapan harga biaya variabel dapat digunakan untuk

menentukan harga minimum yang mampu ditawarkan.

5. Metode Peak-Load Pricing

Metode penetapan harga beban puncak (peak-load pricing) merupakan

bentuk khusus metode penetapan biaya variabel. Metode ini dapat dipakai jika

jumlah barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan sangat terbatas dan

permintaan pembelian cenderung berubah dikemudian hari. Dalam metode ini,

perusahaan dapat menaikan harga diatas biaya rata-rata selama periode

permintaan tinggi, dan mengurangi pada biaya variabel periode permintaan

rendah.

2.1.1.4.2 Metode Berorientasi Persaingan,

1. Above Market Pricing

Harga yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar. Metode ini hanya

sesuai digunakan oleh perusahaan yang sudah memiliki reputasi atau perusahaan

yang menghasilkan produk prestise.

31

2. Below Market Pricing

Harga yang ditetapkan di bawah pasar, banyak diterapkan oleh produsen

produk-produk generik dan pengecer yang menjual produk dengan private brand.

3. Loss Leader pricing

Perusahaan yang menjual harga suatu produk di bawah biayanya untuk

keperluan promosi khusus. Tujuannya bukan untuk meningkatkan penjualan

produk yang bersangkutan, tetapi untuk menarik konsumen untuk membeli

produk-produk lainnya, khususnya produk-produk yang ber-markup cukup tinggi

yang dijadikan sebagai penarik agar produk yang lainnya tejual.

4. Sealed Bid Pricing

Metode ini menggunakan sistem penawaran harga dan biasanya

melibatkan agen pembelian (buying agency). Jika ada perusahaan atau lembaga

yang ingin membeli suatu produk, maka yang bersangkutan menggunakan jasa

agen pembelian untuk menyampaikan spesifikasi produk yang dibutuhkan kepada

para calon produsen.

2.1.1.4.3 Metode Berorientasi Permintaan,

1. Maksimalisasi Laba

Tujuan memaksimalisasi laba sering dianggap tidak realistis, dan dapat

dilakukan jika produknya mempunyai siklus kehidupan yang pendek. Sejak

perusahaan memutuskan untuk memaksimalkan laba, maka biaya tetap dan biaya

variabel harus dikumpulkan untuk membantu dalam penentuan harga optimum.

32

2. Maksimalisasi Pendapatan

Maksimalisasi pendapatan banyak digunakan oleh para manajer untuk

mempertahankan eksistensi perusahaan. Untuk memaksimalisasi pendapatan,

sering dipengaruhi oleh faktor pemisahan manajemen dari pemiliknya, sistem

penggajian, dan berbagai risiko yang mungkin dihadapi.

3. Maksimalisasi Volume Unit

Penetapan harga yang didasarkan pada volume unit maksimum yang

mungkin terjual akan memberikan kemungkinan bagi perusahaan untuk

mendapatkan laba yang lebih kecil, sebab masing-masing perusahaan sudah

ditentukan batas maksimum tingkat pangsa pasar (market share) sehingga tidak

dapat melebihi ketentuan tersebut.

2.1.1.4.4 Metode Berorientasi Pelanggan.

Zeithaml dalam Ali Hasan (2009:332) mengatakan bahwa penetapan harga

yang berorientasi pada pelanggan dimaksudkan adalah nilai produk yang

dipersepsikan atau dirasakan (perceived value) oleh pelanggan, baik manfaat

ekonomis dan fungsional maupun manfaat psikologis. Konsumen biasanya

membandingkan harga-harga yang dibebankan oleh perusahaan dan pesaingnya

pada manfaat atau nilai yang mereka peroleh dari pembelian produk.

2.1.1.5 Dimensi Pricing Strategy

Pricing strategy digunakan di berbagai penelitian agar setiap perusahaan

dapat bersaing di dunia perusahaan yang begitu berkembang pesat. Sebagai salah

satu elemen bauran pemasaran, harga mengandung dimensi strategik sekaligus

33

taktikal dan membutuhkan pertimbangan cermat. Berikut ini berbagai dimensi

pricing strategy yang dikemukakan para ahli:

Lovelock (2011:160) mengungkapkan dimensi dari pricing strategy for service

marketing terdiri dari:

a) Cost based pricing, penetapan harga berdasarkan harga dasar dengan

menghitung seluruh biaya yang digunakan untuk menghasilkan dan

memasarkan sebuah produk.

b) Value based pricing, penetapan harga dilihat dari nilai produk yang dirasakan

oleh pelanggan baik manfaat ekonomis, fungsional, maupun psikologis.

c) Competition based pricing, penetapan harga berdasarkan harga pesaing atau

harga perusahaan yang menjadi leader diantara pesaing lainnya pada pasar

yang sama.

Berry dalam Fandy Tjiptono (2009:179) mengatakan dimensi pricing strategy for

service marketing terdiri dari:

a) Satisfaction based pricing, adalah untuk mengurangi ketidakpastian yang

dirasakan pelanggan karena dalam pembelian suatu produk atau jasa terdapat

berbagai macam ketidakpastian yang biasanya muncul dalam benak

pelanggan.

b) Relationship pricing, merupakan upaya menarik, mempertahankan, dan

meningkatkan relasi dengan para pelanggan.

c) Efficiency pricing, elemen utama dalam strategi ini adalah pemahaman,

pengelolaan dan penekanan biaya yang akan diteruskan kepada para

34

pelanggan untuk meningkatkan persepsi positif konsumen terhadap nilai

produk.

Ali Hasan (2009:333) mengatakan dimensi pricing strategy terdiri dari:

a) Penetapan harga produk baru, harus dapat memberikan pengaruh yang baik

bagi pembentukan dan pertumbuhan dan kelangsungan hidup produk

bersangkutan.

b) Penetapan harga produk mapan, meskipun produk sudah mapan di pasar,

perusahaan harus selalu meninjau kembali strategi penetapan harga tersebut.

c) Penetapan harga psikologi, faktor psikologi juga dapat mempengaruhi persepsi

pelanggan, penyesuaian harga sesuai dengan harapan pelanggan dalam

hubungan antara harga dan nilai yang dapat memenuhi kebutuhan nonekonomi

konsumen.

d) Penetapan harga bersaing, strategi bersaing lewat harga maupun nonharga

diperlukan untuk memperoleh cost effectiveness yang tinggi sebagai dasar

penentu harga jual yang bersaing.

Simon Hudson (2008:189) mengatakan dimensi pricing strategy terdiri dari:

a) Cost based methods, penetapan harga berdasarkan biaya yang telah

dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk dan menentukan harga akhir

dari seluruh biaya.

b) Demand based methods, penetapan harga yang berfokus pada perspektif

konsumen dan memberikan pertimbangan kepada konsumen.

c) Competition oriented, penetapan harga berdasarkan perusahaan-perusahaan

lain dengan pasar yang sama.

35

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, Ali Hasan (2009:333) berpendapat

bahwa setiap organisasi yang berorientasi pada laba harus menetapkan harga agar

harga yang ditetapkan itu tepat, para eksekutor perusahaan harus memiliki

berbagai alternatif strategi dalam penetapan harga. Pengguna strategi tersebut bisa

salah satu atau dengan kombinasi beberapa strategi, dalam penelitian ini berfokus

kepada perspektif konsumen. Oleh karena penelitian ini menganut pendapat dari

Simon Hudson (2008:191) yang menyatakan penetapan harga yang berfokus pada

demand based methods menggunakan sejumlah strategi yang dapat dilakukan

adalah sebagai berikut: demand based pricing methods mencakup buyer based

pricing, psychological pricing, negotiation, dan price lining. Hal ini dikarenakan

dimensi-dimensi tersebut sesuai dengan kondisi objek penelitian di lapangan

sehingga diiharapkan dapat memberikan informasi yang akurat mengenai pricing

strategy pada objek yang diteliti.

Ali Hasan (2009:333) mengungkapkan ketika perusahaan pertama kali

mengembangkan produk baru, memperkenalkan produk ke saluran pemasaran,

menghadapi perubahan pasar, atau ketika merespon pesaing, dan sebagainya harus

dapat memberikan pengaruh baik bagi pembentukan dan pertumbuhan pasar, dan

sedapat mungkin mencegah timbulnya persaingan harga. Sedangkan menurut

Fandy Tjiptono (2009:483) mengatakan bahwa harga bagi sebuah produk baru

maupun yang sudah mapan harus ditetapkan secara cermat, karena berpengaruh

terhadap potensi pertumbuhan dan kelangsungan hidup produk.

Simon Hudson (2008:191) menyatakan bahwa penetapan harga yang

berfokus pada perspektif konsumen dapat memberikan pertimbangan kepada

36

konsumen dan memberikan kenyamana sebagai nilai lebih dari sebuah produk,

karena beberapa alasan seperti adanya perubahan dalam lingkungan pemasaran,

adanya pergeseran permintaan karena perubahan selera konsumen, dan adanya

produk baru atau subtitusi yang menawarkan manfaat lebih dengan harga yang

sama. Penetapan harga yang berfokus pada demand based methods, perusahaan

memiliki empat alternatif strategi yaitu:

1. Buyer Based Pricing

Simon Hudson (2008:192) mengutarakan, buyer based pricing merupakan

strategi yang menetapkan harga sesuai dengan permintaan dan penawaran

konsumen terhadap suatu produk. Strategi ini efektif dalam memberikan

kenyaman dan nilai lebih kepada konsumen terhadap kualitas sebuah produk yang

ditawarkan perusahaan. Perspektif konsumen terhadap harga yang diinginkan

mempermudah perusahaan untuk melakukan segmentasi pasar yang dilayani

misalnya, untuk melayani para pelanggan yang tidak terlalu sensitif terhadap

harga. Jika strategi ini berhasil diterapkan, maka perusahaan akan menikmati

marjin penjualan yang lebih besar, pasar yang tersegmentasi dan dapat

meningkatkan hubungan baik antara perusahaan dengan konsumennya.

Perusahan dapat melakukan segmentasi pasar yang dilayani dengan

merespon keinginan konsumen, pasar mana yang sensitif dengan harga dan pasar

mana yang tidak sensitif dengan harga. Pasar yang tidak sensitif terhadap harga

cenderung mimilih harga premium dengan melihat kualitas dan spesifikasi produk

yang dapat menguntungkannya. Menurut Bernard (2009:75) mengatakan, harga

37

yang tinggi menunjukan kualitas yang tinggi, karena persepsi pelanggan terhadap

kualitas dilihat dari harga yang tinggi.

2. Psychological Pricing

Simon Hudson (2008:192) mengungkapkan bahwa psychological pricing

dilakukan untuk mempengaruhi persepsi konsumen dalam hubungan harga

dengan nilai. Strategi ini bertujuan untuk menarik konsumen untuk membeli

produk yang telah ditawarkan oleh perusahaan dan mengurangi sensitifitas

konsumen terhadap harga tanpa mengurangi pandangan konsumen terhadap

kualitas sebuah produk. Adanya perubahan lingkungan konsumen dan pesaing

membuat konsumen mencari berbagai alternatif agar biaya yang dikeluarkannya

lebih efisien dengan apa yang didapat.

Menurut Kotler dan Keller (2009:419) menyatakan banyak konsumen

menggunakan harga sebagai indikator dari kualitas suatu produk atau jasa dan

konsumen akan mencari berbagai macam informasi mengenai harga, manfaat, dan

kualitas produk yang konsumen inginkan dengan berbagai alternatif. Misalnya

melalui penawaran brosur obral suatu produk, penawaran paket sebuah produk

dengan berbagai macam produk yang dikemas dalam satu harga.

3. Negotiation

Simon Hudson (2008:193), Strategi negotiation ini menetapkan harga

produk sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak antara konsumen dengan

produsen. Strategi ini sangat baik untuk menjalin hubungan antara perusahaan

dengan konsumen agar mereka nyaman dengan harga dan pelayanan yang

perusahaan berikan, seperti merespon terhadap kebutuhan pelanggan, memberikan

38

kebebasan pelanggan untuk memilih, dan akhirnya terbentuk kesepakatan yang

akan memberikan kenyaman kepada pelanggan sehingga mendorong terbentuknya

keunggulan kompetitif yang berkelanjutan di masa yang akan datang.

Persaingan dalam sebuah perusahaan saat ini semakin tinggi, perang harga

sudah menjadi sebuah fenomena, banyak cara dilakukan oleh perusahaan untuk

mendapatkan keunggulan bersaing dan selalu berhadapan dengan perubahan

lingkungan dari masa ke masa. Perusahaan percaya dengan menurunkan harga

akan meningkatkan volume penjualan yang lebih tinggi dan akan mengakibatkan

unit lebih rendah biaya dan keuntungan jangka panjang lebih tinggi, hal ini akan

menguntungkan perusahaan di masa yang akan datang. Menurut Zeithaml

(2009:524), berpendapat bahwa menentukan harga berdasarkan perpektif

konsumen memberikan nilai terhadap sebuah harga produk baik dari segi kualitas

maupun manfaat yang dirasakan konsumen.

4. Price Lining

Simon Hudson (2008:192) berpendapat price strategy yang digunakan

perusahaan yang memasarkan lebih dari satu jenis atau lini produk. Produsen

dapat melakukan strategi ini dengan menjual setiap item produk dengan harga

yang sama kepada pengecer. Kemudian pengecer menambahkan persentase mark

up yang berbeda dengan masing-masing item sehingga tingkat harganya berbeda

ataupun dengan merancang produk dengan tingkat harga yang berbeda-beda dan

pengecer menambahkan persentase mark up yang relatif sama, sehingga harga jual

yang ditawarkan kepada konsumen akhir akan bervariasi.

39

Strategi ini akan membuat perbedaan yang jelas antara harga dengan

kualitas dan konsumen harus menerima perbedaan itu dan memilih salah satunya.

Pada umumnya price lining yang efektif berkisaran antara tiga hingga empat

macam tingkat harga, bila terlampau banyak konsumen justru akan kebingungan.

Menurut Ali Hasan (2009:344) berpendapat penetapan harga yang digunakan

untuk menjual satu kategori produk dengan harga yang sama agar memudahkan

konsumen memilih.

2.1.1.6 Bisnis Akomodasi dalam Pariwisata

Menurut Gamal Suwantoro (74:2004) pariwisata adalah adalah suatu

proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar

tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan

seperti kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan

maupun kepentingan lain seperti karena sekedar ingin tahu, menambah

pengalaman ataupun untuk belajar. Adapun pendapat McIntosh dalam buku

muljadi (2009:7) yang mengatakan pengertian pariwisata adalah a composite of

activities, service and industries that delivers a travel experience: transportation,

accomodation , eating and dringking establishment, shops, entertainment, activity,

and other hospitality service available for individuals or group that are away

from home.

Istilah pariwisata berhubungan erat dengan pengertian perjalanan wisata,

yaitu sebagai suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang di luar tempat

tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan

40

menghasilkan upah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjalanan wisata

merupakan suatu perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih dengan

tujuan antara lain untuk mendapatkan kenikmatan dan memenuhi hasrat ingin

mengetahui sesuatu. Dapat juga karena kepentingan yang berhubungan dengan

kegiatan olah raga untuk kesehatan, konvensi, keagamaan dan keperluan usaha

yang lainnya.

Gamal Suwartono (76:2004) berpendapat pengertian wisatawan adalah

seseorang atau kelompok orang yang melakukan suatu perjalanan wisata disebut

dengan wisatawan (tourist), jika lama tinggalnya sekurang-kurangnya 24 jam di

daerah atau negara yang dikunjungi. Apabila mereka tinggal di daerah atau negara

yang dikunjungi dengan waktu yang kurang dari 24 jam maka mereka disebut

pelancong (excursionst). Sedangkan Menurut Undang-Undang kepariwisataan

BAB I pasal 1 mengenai ketentuan umum butir 1, wisata adalah kegiatan

perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan

mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau

mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu

sementara, dan pada butir 2, wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

Saat ini kegiatan wisatawan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu

wisatawan yang melakukan kegiatan berlibur dan wisatawan yang melakukan

kegiatan berbisnis. Tony Roger (20:2003) berpendapat Business tourism, in

particular, can involve a substantial leasure element. Incentive travel, for

example, may a consist entirely of leisure, sport and entertainment. But, even for

conference delegates, visitors to trade fairs and individual business travelers,

41

excursions to local restaurants and places of entertainment, or sightseeing tours,

can be a way of relaxing at the end of the working day.

Lloyo hudman & richard jackson (2003:23), berpendapat The definition of

tourism includes three common element:

1. Movement of people between two or more places (origin and destination)

2. Length of time of movement (temporary)

3. Purpose

The concept of tourism does not include normal activities of work and

play, such as daily or weekly journeys to work. It does not include the availibility

of recreation and other leisure pursuits within a reasonable distance that can be

reashed in a same day roundtrip after work or on a weekend day.

MICE merupakan salah satu segmen pasar wisata yang saat ini sangat

berkembang dan mulai dikenal secara internasional. Perusahaan yang bergerak di

bidang industri pariwisata ikut mendorong peningkatan kegiatan MICE karena

industri ini sangat berperan dalam memberikan pelayanan pada peserta MICE,

MICE dapat mempercepat proses pertumbuhan ekonomi dan merupakan ujung

tombak perekonomian negara,.

Menurut Muljadi (167:2009) berpendapat segmen pasar wisata MICE

sangat potensial bagi keberhasilan kepariwisataan suatu negara yang

penyelenggaran kegiatan MICE tersebut, karena dampak dari kegiatan tersebut

selain citra pariwisata dimata internasional juga akan terjadi peningkatan

penerimaan negara dan devisa, khususnya dari peserta asing. Semakin banyak

pembelanjaan, maka semakin besar pula devisa yang diterima negara.

42

Perbedaan karakteristik wisatawan yang ada, menjadikan tantangan

sekaligus menjadi sebuah peluang bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di

bidang pariwisata untuk mengembangkan fasilitas-fasilitas yang menunjang

kepariwisataan agar menjadi lebih berkembang lagi.

Keberadaan akomodasi sudah menjadi hal yang sangat penting sekali di

industri pariwisata, karena dengan adanya akomodasi para wisatawan dapat

menghabiskan waktunya dengan menginap di hotel yang wisatawan inginkan.

Oleh karena itu perkembangan industri perhotel mengikuti dengan perkembangan

pariwisata yang ada sekarang ini.

Muljadi A.J (147:2009) mengemukakan Hotel adalah suatu jenis

akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangungan untuk

menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi

umum, yang dikelola secara komersial. Hotel merupakan bagian yang integral dari

usaha pariwisata dan dapat dikatakan sebagai usaha akomodasi yang

dikomersialkan dengan menyediakan fasilitas-fasilitas.

Menurut Tom Power & Clayton W. Barrows (261:2006) mengungkapkan

lodging properties can be categorized according to varied. classification criteria

can include price, funtion, location, particular market segment, and

distinctiveness of style of offerings. Perkembangan indutri akomodasi yang

mengikuti perkembangan pariwisata saat ini, banyak jenis hotel menjadi ke dalam

lebih dari satu jenis kategori.

Wisatawan MICE yang terus berkembang membawa keuntungan bagi

hotel yang memprioritaskan hotelnya sebagai hotel bisnis yang menyediakan

43

berbagai kebutuhan yang diperlukan untuk kegiatan MICE, karena karakteristik

wisatawan bisnis ini cenderung berkelompok yang akan mendatangkan

pemasukan yang cukup besar bagi industri pariwisata.

2.1.2 Proses Keputusan Pembelian Organisasi

2.1.2.1 Konsep Keputusan Pembelian Organisasi

Konsep keputusan penggunaan dalam penelitian ini diadopsi dari teori

keputusan pembelian Kotler & Keller (2009:184) mengatakan proses pengambilan

keputusan konsumen untuk melakukan pembelian suatu produk berdasarkan

adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan yang oleh Assael

dalam Schiffman dan Kanuk (2004:561) disebut need arousal. Kebanyakan

penulis menyatakan tahapan ini sebagai tahap menyadari adanya masalah

(problem recognition), selanjutnya jika sudah disadari adanya kebutuhan dan

keinginan maka konsumen akan mencari informasi mengenai karakteristik produk

yang ditetapkan pada produk yang diinginkannya. Proses pencarian informasi ini

akan dilakukan dengan mengumpulkan semua informasi yang berhubungan

dengan karakteristik produk atau jasa dari produk yang diinginkan. Dari berbagai

informasi yang diperoleh konsumen melakukan seleksi atas alternatif-alternatif

yang tersedia. Proses seleksi inilah yang disebut sebagai tahap evaluasi informasi.

Dengan pembelian berbagai kriteria yang ada dalam benak konsumen.

Kotler & Keller (2009:184) mengungkapkan bahwa keputusan pembelian

merupakan tahap pengambilan keputusan pembelian di mana konsumen benar-

benar membeli produk atau jasa. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan

44

keputusan pembelian merupakan suatu tahapan setelah konsumen benar-benar

melakukan pembelian.

Keputusan pembelian timbul karena adanya penilaian objektif atau karena

dorongan kebutuhan dan keinginan. Menurut Achmad Buchory (2010:74)

mengatakan bahwa sebagian besar orang berpikir tentang konsumen akhir

individu ketika mereka mendengar istilah pelanggan. Akan tetapi, pelanggan

dapat dibagi menjadi dua yaitu pelanggan individu dan pelanggan organisasi atau

pelanggan bisnis, dalam dunia perusahaan jasa biasa disebut dengan tamu bisnis.

Cannon (2008:213) juga mengatakan bahwa dalam pelanggan bisnis biasanya

berfokus pada faktor-faktor ekonomis ketika membuat keputusan pembelian dan

kurang emosional dalam pembelian dibandingkan konsumen akhir. Dalam segmen

pelanggan bisnis, proses pengambilan keputusan pembelian sebuah produk

dipengaruhi sejumlah orang yang terlibat di dalam pengambilan keputusan

tersebut.

Menurut Achmad Buchory (2010:76), sejumlah orang yang memiliki

keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan pembelian diantaranya:

a) Pencetus (initiator) orang pertama kali menyadari adanya kebutuhan yang

belum terpenuhi dan berinisiatif mengusulkan untuk membeli produk tertentu.

b) Pemakai (users) anggota kelompok yang akan pembelian produk atau jasa

tersebut.

c) Pendorong (influencers) orang yang mempengaruhi keputusan pembelian.

45

d) Penentu (deciders) orang yang berperan sebagai pengambil keputusan dalam

menentukan apakah produk jadi dibeli, produk apa yang akan dibeli,

bagaimana cara membeli, dan dimana produk itu dibeli.

e) Yang menyetujui (approvers) orang-orang yang menyetujui, yang memiliki

kekuasaan untuk memutuskan pembelian.

f) Pembeli (buyers) orang-orang dengan wewenang formalnya menyeleksi atau

memilih produk atau jasa yang akan digunakan.

g) Penjaga gerbang (gatekeepers) orang yang mengendalikan arus informasi

dalam organisasi.

Tamu bisnis membentuk berbagai pertimbangan-pertimbangan pada saat

menentukan keputusan. Karena pembuatan keputusan adalah sebuah proses,

bukan hanya tindakan sederhana memilih diantara antara alternatif yang ada.

Menurut Robbins & Coulter (2010: 161) berpendapat bahwa pembelian organisasi

adalah proses pengambilan keputusan oleh organisasi atau perusahaan dalam

menetapkan kebutuhan barang atau jasa yang dibutuhkan, dan ada delapan

langkah dalam proses pembuatan keputusan pembelian tamu bisnis yang diambil

oleh deciders yaitu sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi suatu masalah

Setiap keputusan diawali dengan masalah yang dirasakan oleh initiator, yaitu

perbedaan antara kondisi yang ada dan yang diinginkan. Sesuatu yang

dibutuhkan menjadi sebuah masalah yang sedang dihadapi setiap

tamu/perusahaan.

46

2. Mengidentifikasi kriteria keputusan

Setelah initiator mengidentifikasi masalah, deciders memegang peran penting

dalam mengambil sebuah keputusan yang harus mengidentifikasi kriteria

keputusan yang dapat memecahkan masalah. Setiap pembuat keputusan

mempunyai kriteria yang memandu keputusannya dalam hal apa saja yang

dapat memenuhi kebutuhannya dan menjadi alternatif untuk memenuhi

kebutuhan users mereka.

3. Mengalokasikan bobot pada kriteria

Setiap kriteria tidak sama pentingnya, influencers yang harus mengalokasikan

dan menilai kembali dari masing-masing alternatif yang sudah menjadi pilihan

agar dapat memberikan prioritas yang tepat dalam membuat keputusan, mana

yang paling penting dan yang paling dibutuhkan users.

4. Mengembangkan alternatif

Mengembangkan alternatif menjadi suatu hal yang harus dilakukan dalam

proses pembuatan keputusan agar dapat mengetahui mana saja yang menjadi

alternatif deciders dalam memilih produk atau jasa yang akan digunakan.

5. Menganalisis alternatif

Deciders harus mengevaluasi setiap alternatif yang telah dikembangkan oleh

influencers. Manfaat yang bisa didapat oleh users menjadi sebuah keputusan

approvers untuk pembelian produk atau jasa hotel tersebut.

47

6. Memilih sebuah alternatif

Deciders dapat memilih hasil penilain, mana manfaat dan kegunaan yang

paling tinggi dirasakan dari sebuah produk atau jasa yang telah menjadi

alternatif.

7. Mengimplementasikan alternatif

Pembelian dan merasakan manfaat dan kegunaan yang didapat menjadi sebuah

keputusan yang diambil oleh buyers dalam menciptakan sebuah proses

keputusan pembelian produk atau jasa yang telah dipilih.

8. Mengevaluasi efektivitas keputusan

Mengevaluasi kembali keputusan yang telah diambil oleh approvers, dengan

merasakan seberapa besar manfaat dan kegunaan bagi users yang telah

merasakannya dan melihat keputusan yang diambil oleh deciders adalah benar

dapat memecahkan masalah sesuai yang diinginkan.

Menurut Achmad Buchory (2010:75), ada lima keputusan yang dilakukan

oleh pembeli organisasi, yaitu:

1. Spesifikasi Produk

Deciders akan menilai dan melihat produk mana yang akan memenuhi kriteria

users, setelah itu approvers akan memutuskan pembelian yang akan dilakukan

oleh buyers. Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui produk yang

bagaimana yang dapat memenuhi kebutuhan sebuah organisasi yang menjadi

pangsa pasarnya. Misalnya bentuk layout kapasitas meeting room dan

sebagainya yang dibutuhkan sebuah perusahaan yang akan mengadakan

meeting.

48

2. Waktu Pembelian

Keputusan organisasi dalam memilih waktu pembelian bisa berbeda-beda

yang disesuaikan dengan kegiatan organisasi tersebut, oleh sebab itu perlu

adanya kontak antara penyedia dengan organisasi, misalnya jam pembelian,

dan kapan mereka akan mengadakan meeting.

3. Jumlah Pemesanan

Organisasi dapat mengambil keputusan seberapa banyak jumlah yang akan

dipesan oleh organisasi pada setiap pembeliannya. Misalnya jumlah peserta

yang akan meeting dan berapa jumlah meeting room yang akan digunakan.

4. Syarat Pembayaran

Setiap organisasi memilih sebuah produk yang akan digunakan oleh

anggotanya, organisasi tersebut pasti akan melakukan sebuah transaksi. Pada

saat transaksi inilah biasanya organisasi ada yang melakukan pembayaran

secara tunai maupun mebebankan pada organisasinya. Hal ini tergantung dari

kesanggupan buyers dalam melakukan suatu transaksi.

5. Pilihan Saluran Distribusi

Organisasi harus mengambil keputusan mana yang akan digunakan untuk

melakukan booking-an meeting room yang akan digunakan. Setiap organisasi

berbeda-beda dalam hal menentukan cara yang mana yang paling efektif

dikarenakan faktor lokasi, harga, dan persediaan meeting room yang tersedia

dan sebagainnya.

Achmad Buchory (2010:74) mengatakan bahwa ada empat macam pasar

organisasi, yaitu pasar perusahaan (perusahaanal market), pasar penjual (reseller

49

markets), pasar pemerintah (government markets), dan pasar global (global

markets). Dan menurut Cannon (2008:213) mengatakan tidak semua pelanggan

organisasi adalah perusahaan bisnis, meskipun demikian, mereka terkadang

disebut pembeli bisnis dan para manajer pemasaran sering menyebut pelanggan

organisasi secara kolektif sebagai pasar “business to business” atau disingkat B2B

market. Berdasarkan pengertian diatas, dapat dikatakan tamu bisnis adalah

sebagian dari B2B market. Dalam perusahaan jasa pasar organisasi berfokus pada

segmen pasar indusrti dan pasar pemerintah.

Kotler & Keller (2009:184) mengungkapkan lima tahap proses keputusan

pembelian (pembelian) individual yaitu sebagai berikut:

Sumber : Kotler dan Keller (2009:185)

GAMBAR 2.1

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN

Pengenalan masalah

Pencarian berbagai informasi

Evaluasi berbagai alternatif merek produk

Keputusan pembelian

Perilaku pasca pembelian

50

a. Pengenalan kebutuhan (need recognition)

Proses pembelian dimulai ketika konsumen menyadari suatu masalah atau

kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Dengan

rangsangan internal seperti rasa lapar, haus, seks yang naik ke tingkat

maksimum dan menjadi dorongan; atau kebutuhan bisa timbul akibat

rangsangan eksternal.

b. Pencarian informasi (information search)

Pada tingkat ini, konsumen hanya menjadi reseptif terhadap informasi tentang

sebuah produk.

c. Pengevaluasian alternatif (evaluation of alternative) adalah tahap proses

keputusan pembelian dimana konsumen pembelian informasi untuk

mengevaluasi berbagai produk alternatif di dalam serangkaian pilihan.

d. Keputusan pembelian (purchase decision) adalah tahap proses keputusan

dimana konsumen secara aktual melakukan pembelian produk berdasarkan

karakteristik produk yang sesuai dengan gaya hidupnya.

e. Perilaku setelah pembelian (post purchase behavior) adalah tahap proses

keputusan pembelian konsumen di dalam melakukan tindakan lebih lanjut

setelah pembelian berdasarkan pada kepuasan atau ketidakpuasan.

Perbedaan antara pembelian tamu individual dengan pembelian tamu

bisnis akan banyak menghadapi bebagai masalah dan keputusan yang berbeda,

seperti halnya masalah yang terstruktur yang bersifat langsung, dikenal, dan

mudah didefinisikan membutuhkan keputusan yang terprogram yaitu keputusan

yang dapat diatasi dengan pembelian pendekatan rutin. Sedangkan masalah yang

51

tidak terstruktur yang bersifat masalah baru dengan informasi yang sulit

membutuhkan keputusan yang tidak terprogram yaitu keputusan yang unik dengan

membutuhkan solusi yang disesuaikan.

2.1.2.2 Jenis Situasi Pembelian Organisasi

1) Pembelian ulang langsung (straight rebuy), adalah situasi di mana bagian

pembelian suatu perusahaan memesan ulang produk-produk yang

dibutuhkannya, dan ini dilakukannya secara rutin.

2) Pembelian ulang dengan penyesuaian (modified rebuy), adalah suatu situasi di

mana pembeli ingin mengubah spesifikasi produk, harga, persyartan-

persyaratan lain atau mengubah bentuk lainnya.

3) Tugas baru (new task), adalah pembeli yang membeli produk atau jasa untuk

pertama kali.

Besarnya persepsi risiko bervariasi dengan jumlah keyakinan diri

konsumen. Konsumen melakukan pengurangan risiko secara rutin seperti

penghindaran putusan, pengumpulan informasi lebih banyak dan pencarian

produk dengan penetapan harga yang tepat. Pemasar harus memahami faktor yang

menimbulkan suatu perasaan tentang risiko dalam konsumen dan memberikan

informasi serta dukungan yang akan mengurangi risiko dengan situasi ini di mana

pembuat keputusan dapat membuat keputusan yang akurat karena semua hasil

sudah diketahui.

52

2.1.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi

Agar dapat sukses dalam persaingan, maka perusahaan harus berusaha

menciptakan dan mempertahankan pelanggan dengan cara menghasilkan dan

menyampaikan produk yang diinginkan konsumen dengan harga layak. Oleh

karena itu, setiap perusahaan harus selalu berupaya memahami perilaku

pelanggan. Melalui pemahaman perilaku pelanggan bisnis secara mendalam,

perusahaan dapat menyusun strategi dan program pemasaran yang tepat untuk

memanfaatkan setiap peluang yang ada secara optimal untuk menghasilkan laba di

atas para pesaingnya.

Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku

konsumen dalam melakukan setiap pembelian menurut Achmad Buchory

(2010:76):

Sumber: Achmad Buchory (2010:76)

GAMBAR 2.2

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PEMBELIAN ORGANISASI

Tingkat permintaan

Pandangan ekonomi

Biaya modal

Tingkat perubahan

teknologi

Perkembangan

politik dan peraturan

Perkembangan

persaingan

Usia

Pendapatan

Pendidikan

Posisi jabatan

Kepribadian

Sikap terhadap resiko

Tujuan

Kebijakan

Prosedur

Struktur organisasi

Sistem perusahaan

Wewenang

Kedudukan

Empati

Sikap meyakinkan

Individu

Perorangan Faktor

Antarpribadi

Faktor

Organisasi

Faktor

Lingkungan

53

2.1.2.4 Pertimbangan Pengambilan Keputusan Organisasi

1) Rasionalitas

Jenis pengambilan keputusan di mana pilihan bersifat logis dan konsisten

serta memaksimalkan nilai. Pembuat keputusan yang rasional sangat objektif dan

logis yang mempunyai tujuan jelas dan spesifik serta mengetahui semua alternatif

yang akan diambil serta konsekuensinya dan akan secara konsisten menghasilkan

pemilihan alternatif yang memaksimalkan kemungkinan tercapainya tujuan.

2) Rasionalitas terikat

Pengambilan keputusan yang rasional tetapi terbatas (terikat) oleh

kemampuan individu untuk mengidentifikasi masalah, mempertimbangkan

alternatif, mengumpulkan informasi, dan bertindak tegas namun bijaksana agar

mendapatkan solusi yang baik.

3) Intuisi

Pembuatan keputusan berdasarkan pengalaman, perasaan, dan akumulasi

pertimbangan dengan mengidentifikasi dari lima elemen yaitu keputusan

berdasarkan kognitif (keterampilan, pengetahuan, dan pelatihan), keputusan

berdasarkan perasaan atau emosi, keputusan berdasarkan pengalaman, keputusan

berdasarkan nilai etika atau budaya, dan keputusan berdasarkan mental bawah

sadar.

Apabila organisasi telah memutuskan alternatif yang akan dipilih dan

sesuai dengan evaluasi dari keputusan yang diambil. Pembelian meliputi

keputusan organisasi mengenai apa yang dibeli, apakah membeli/tidak, kapan dan

dimana membeli dan bagaimana cara membayarnya. Sehingga yang harus

54

diperhatikan disini adalah keinginan yang sudah bulat untuk membeli sesuatu

produk berdasarkan karakteristik kebutuhan organisasi tersebut.

Sedangkan jenis-jenis perilaku pembelian menurut Kotler (2009:221),

yaitu:

1. Perilaku pembelian yang kompleks

Konsumen melakukan perilaku pembelian yang kompleks manakala

sangat terlibat dalam pembelian dan merasa perbedaan yang berarti di antara

harga yang ditetapkan. Konsumen mungkin sangat terlibat apabila produk itu

mahal, berisiko, jarang dibeli dan terlalu swaekspresif. Biasanya, konsumen harus

belajar tentang kategori harga produk. Pembeli ini harus melalui proses belajar,

pertama mengembangkan keyakinan terhadap harga produk, kemudian sikap dan

lalu membuat pilihan pembelian yang bijaksana. Pemasar produk berketerlibatn

tinggi harus memahami pengumpulan informasi dan evaluasi perilaku konsumen

yang keterlibatan tinggi. Mereka perlu membantu pembeli belajar tentang atribut

kelas-produk dan arti-penting relatifnya dan tentang apa yang ditawarkan harga

perusahaan atas atribut penting.

2. Perilaku pembelian yang mengurangi ketidakcocokan

Perilaku pembelian yang mengurangi ketidakcocokan terjadi kalau

konsumen sangat terlibat dalam pembelian yang mahal, jarang atau berisiko tetapi

terdapat sedikit perbedaan di antara merek-merek.

3. Perilaku pembelian yang merupakan kebiasaan

Perilaku pembelian yang merupakan kebiasaan terjadi pada keadaan

keterlibatan konsumen adalah rendah dan sediki perbedaan harga yang berarti.

55

Oleh karena pembeli tidak terlalu terikat pada merek yang manapun, pemasar

produk yang berketerlibatan rendah dengan sedikit perbedaan harga sering

pembelian harga dan promosi penjualan untuk mendorong coba-coba pakai

produk.

4. Perilaku pembelian yang mencari variasi

Konsumen menjalani perilaku pembelian yang mencari variasi dalam

situasi yang dicirikan oleh keterlibatan konsumen rendah tetapi cukup merasakan

perbedaan harga. Dalam keadaan seperti itu, konsumen sering melakukan

penggantian merek.

Proses keputusan dimulai ketika seorang konsumen menyadari adanya

kebutuhan yang tak terpenuhi. Proses pemecahan masalah konsumen selanjutnya

terfokus pada bagaimana sebaiknya memenuhi kebutuhan tersebut. Pengenalan

masalah sering terjadi secara cepat. Cannon, et al, (2008:201) juga mengatakan

terdapat tiga tingkat pemecahan masalah yang bermanfaat, yaitu:

1. Pemecahan masalah ekstensif

Konsumen pembelian pemecahan masalah ekstensif ketika mereka

berupaya keras untuk memutuskan bagaimana memenuhi suatu kebutuhan, seperti

halnya melakukan pembelian sesuatu yang baru atau untuk memenuhi kebutuhan

yang penting.

2. Pemecahan masalah terbatas

Pemecahan masalah terbatas digunakan oleh konsumen ketika dibutuhkan

suatu upaya dalam memutuskan cara terbaik untuk memuaskan suatu kebutuhan.

56

Hal ini biasa ketika konsumen memiliki pengalaman sebelumnya dengan sebuah

produk tetapi tidak yakin benar pilihan mana yang diambil pada saat itu.

3. Perilaku respon rutin

Seorang konsumen pembelian perilaku respon rutin saat ia secara reguler

memilih cara tertentu untuk memuaskan suatu kebutuhan ketika kebutuhan itu

muncul. Respon rutin bersifat tipikal/khas ketika seorang konsumen memiliki

banyak pengalaman dalam hal bagaimana memenuhi suatu kebutuhan dan tidak

menharuskan informasi baru.

Proses pengambilan keputusan berakhir pada tahap perilaku purnabeli di

mana konsumen merasakan tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan

akan mempengaruhi perilaku beikutnya. Jika organisasi tersebut merasa puas,

mereka akan memperlihatkan peluang yang besar untuk melakukan pembelian

ulang atau membeli produk lain pada perusahaan yang sama di masa mendatang,

dan cenderung merekomendasikan kepada orang lain. Banyak orang berpendapat

bahwa pembeli yang puas merupakan iklan yang terbaik bagi produk.

2.1.3 Pengaruh Pricing Strategy Terhadap Keputusan Penggunaan

Pricing strategy merupakan peran penting bagi perusahaan untuk

mendapatkan laba ataupun pangsa pasar yang besar di dalam dunia persaingan.

Menetapkan harga agar konsumen memahami dan menerima harga suatu produk

atau jasa, merupakan prioritas pemasaran yang penting karena berpengaruh

langsung terhadap keputusan konsumen untuk membeli ataupun pembelian ulang

suatu produk atau jasa tersebut.

57

Keputusan konsumen untuk membeli selalu diharapkan oleh setiap pelaku

bisnis, mayoritas pandangan pertama yang dilihat konsumen untuk pembelian

sebuah produk atau jasa yang diinginkan yaitu harga sebelum konsumen melihat

kualitas, faktor inilah yang menjadi hal yang sangat penting ketika konsumen

akan membeli, kemenarikan harga yang ditetapkan akan membuat konsumen

memutuskan untuk pembeliannya.

Pricing strategy yang salah akan menimbulkan masalah yang serius dalam

sebuah perusahaan karena akan berdampak terhadap laba atau kelangsungan hidup

perusahaan. Menurut Ali Hasan (2009:333) Sebagai salah satu elemen bauran

pemasaran, harga mengandung dimensi strategik sekaligus taktikal dan

membutuhkan pertimbangan cermat mengenai penetapan harga.

Demand based pricing methods inilah yang akan mempertahankan bahkan

menaikan perusahaan dalam dunia persaingan yang semakin tinggi saat ini,

dengan beberapa faktor dari indikator yang digunakan dalam demand based

pricing methods yang dijalankan akan membuat perusahaan tetap bertahan. Simon

Hudson (2008:192) Penetapan harga yang berfokus pada demand based pricing

methods, perusahaan memiliki tiga alternatif strategi yaitu:

1. Buyer Based Pricing

Strategi ini efektif dalam memberikan kenyaman dan nilai lebih kepada

konsumen terhadap kualitas sebuah produk dengan harga yang ditawarkan Hotel

Bumi Asih Jaya Bandung. Perspektif konsumen terhadap harga yang diinginkan

mempermudah perusahaan untuk melakukan segmentasi pasar yang dilayani.

58

2. Psychological Pricing

Adanya perubahan lingkungan konsumen dan persaingan membuat

konsumen mencari berbagai alternatif agar biaya yang dikeluarkannya lebih

efisien dengan apa yang didapat. Strategi ini bertujuan untuk menarik konsumen

untuk membeli produk yang telah ditawarkan oleh perusahaan dan mengurangi

sensitifitas konsumen terhadap harga tanpa mengurangi pandangan konsumen

terhadap kualitas sebuah produk.

3. Negotiation

Strategi ini sangat baik untuk menjalin hubungan antara perusahaan

dengan konsumen agar mereka nyaman dengan harga dan pelayanan yang

perusahaan berikan, seperti merespon terhadap kebutuhan pelanggan, memberikan

kebebasan pelanggan untuk memilih, dan akhirnya terbentuk kesepakatan yang

akan memberikan kenyaman kepada pelanggan sehingga mendorong terbentuknya

keunggulan kompetitif yang berkelanjutan di masa yang akan datang.

Upaya Hotel Bumi Asih Jaya Banung dengan menerapkan pricing strategy

demand based methods bertujuan untuk dapat memberikan sebuah keputusan bagi

konsumen untuk membeli atau pembelian produk atau jasa yang telah ditawarkan

agar perusahaan dapat bertahan dalam persaingan yang semkin tinggi.

59

2.1.4 Hasil Penelitian Terdahulu dan Orisinilitas Penelitian

Berikut ini tersaji tabel mengenai hasil penelitian yang berkaitan dengan

pricing strategy dan keputusan pembelian:

TABEL 2.4

PENELITIAN TERDAHULU DAN ORISINALITAS PENELITIAN

No Nama peneliti Judul Temuan penelitian

1. Ika Putri Iswayanti,

2010

Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas

Layanan, Harga, dan Tempat Terhadap Keputusan

Pembelian Soto Angkring Mas Boed di Surabaya

Variabel kualitas produk, layanan, harga

dan tempat berpengaruh signifikan

terhadap keputusan pembelian

2. Fitria Kusumastuti,

2010

Pengaruh Harga, Atribut Produk dan Promosi

Terhadap Keputusan Pembelian Produk Telepon

Seluler Sony Ericsson

Variabel harga, atribut produk dan

promosi berpengaruh signifikan

terhadap keputusan pembelian.

3. M Rhendria Dinawan,

2010

Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Keputusan Pembelian

Vaiabel-variabel yang mempengaruhi

signifikan terhadap keputusan

pembelian adalah variable kualitas

produk, harga kompetitif, dan citra

merek.

4. Made Novandri SN,

2010

Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Harga, dan

Iklan Terhadap Keputusan Pembeliaan Sepeda

Motor Yamaha pada Harpindo Jaya cabang

Ngaliyan

Variable kualitas produk, harga, dan

iklan, memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap keputusan

pembelian

5. Risa Chaerun Nisa,

2009

Pengaruh harga dan kualitas Produk Terhadap

Keputusan Pembelian Konsumen Wanita dalam

Pembeli Produk Fashion di Ramayana

Departemen Store Semarang

Variabel harga dan kualitas produk

memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap keputusan pembelian.

Sumber : Diolah dari beberapa sumber 2010

Persamaan dalam penelitian ini dengan peneliti terdahulu adalah terletak

pada variable yang diteliti yaitu pricing strategy dan keputusan pembelian yang di

samping itu, bahwa pada kenyataannya, sampai saat ini pricing strategy masih

terus berkembang dalam dunia pariwisata khususnya industri jasa.

Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada

teori yang digunakan pada variabel independent yang mengambil teori Simon

Hudson (2008:191) yaitu pricing strategy demand based methods, yang terdiri

dari buyer based pricing, psychological pricing, dan negotiating serta objek

penelitian yang menjadi pusat penelitian. Objek penelitian ini adalah Hotel Bumi

Asih Jaya Bandung. Penelitian ini berusaha untuk memperoleh temuan mengenai

upaya meningkatkan keputusan pembelian melalui pricing strategy, yang dimana

60

keputusan pembelian merupakan indikator dari segmentasi dari pasar sasaran,

sehingga memudahkan perusahaan untuk mengelompokan pasar sasaran yang ada.

2.2 Kerangka Pemikiran

Perusahaan jasa merupakan sektor ekonomi yang sangat besar dan tumbuh

sangat pesat. Pertumbuhan tersebut selain diakibatkan oleh pertumbuhan jenis jasa

yang sudah ada sebelumnya, juga disebabkan oleh munculnya jenis jasa baru,

sebagai akibat dari tuntutan dan perkembangan teknologi. Sudut pandang dari

konteks globalisasi, pesatnya pertumbuhan perusahaan jasa antar negara ditandai

dengan meningkatnya intensitas pemasaran lintas negara serta terjadinya aliansi

berbagai penyedia jasa di dunia.

Pada dasarnya manusia itu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, oleh

sebab itu setiap perusahaan yang bergerak di bidang produk dan jasa harus

memiliki berbagai strategi untuk mendapatkan apa yang diharapkan sebuah

perusahaan. Menurut Kotler dan Keller (2009:7), pemasaran adalah suatu proses

sosial dan manajerial dimana individu-individu dan kelompok-kelompok

mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan melalui penciptaan,

penawaran, dan pertukaran produk-produk yang bernilai.

Berbagai elemen yang dapat menunjang tumbuhnya perusahaan produk

dan jasa yang sedang dikelola, dengan tidak terlepas dari strategi yang dijalankan

oleh perusahaan tersebut, dalam teori marketing mix yang diungkapkan oleh

Lovelock (2011:44) terdapat tujuh bauran pemasaran yang sering digunakan

dalam pelayanan yang terdiri dari product, price, place, promotion, people,

61

process and physical evidence, tetapi menurut Kotler dan Keller (2009:63),

mengatakan harga merupakan satu-satunya bauran pemasaran yang menghasilkan

pendapatan, sedangkan unsur lainnya menimbulkan biaya. Harga juga merupakan

salah satu unsur bauran pemasaran yang paling fleksibel dan dapat diubah dengan

cepat.

Keputusan dalam penetapan harga tidaklah mudah dilakukan, Fandy

Tjiptono (2009:137) mengatakan bahwa harga yang terlalu mahal bisa

meningkatkan laba jangka pendek, tetapi akan sulit dijangkau konsumen dan

sukar bersaing dengan kompetitor. Sedangkan menurut Ali Hasan (2009:302)

mengatakan bahwa kondisi persaingan sangat mempengaruhi penentuan harga.

Oleh karena itu, marketer perlu mengetahui reaksi persaingan yang terjadi dipasar

serta sumber-sumber yang menyebabkan persaingan itu terjadi, umumnya

persaingan bersumber dari produk sejenis yang dihasilkan oleh perusahaan lain

(produk subtitusi). Situasi persaingan yang semakin tinggi saat ini membuat para

pelaku pembisnis melakukan berbagai strategi harga termasuk strategi harga

dalam produk yang sudah mapan. Meskipun produk itu sudah mapan di pasar luar,

perusahaan harus selalu meninjau kembali strategi penetapan harga yang

disebabkan perubahan selera konsumen atau perubahan lingkungan persaingan.

Simon Hudson (2008:192) Penetapan harga yang berfokus pada demand

based methods, perusahaan memiliki empat alternatif strategi yang terdiri dari

buyer based pricing, psychological pricing, negotiation dan price lining.

Buyer based pricing, merupakan strategi yang menetapkan harga sesuai

dengan permintaan dan penawaran konsumen terhadap suatu produk. Strategi ini

62

efektif dalam memberikan kenyaman dan nilai lebih kepada konsumen terhadap

kualitas sebuah produk yang ditawarkan perusahaan. Perspektif konsumen

terhadap harga yang diinginkan mempermudah perusahaan untuk melakukan

segmentasi pasar yang dilayani misalnya, untuk melayani para pelanggan yang

tidak terlalu sensitif terhadap harga. Jika strategi ini berhasil diterapkan, maka

perusahaan akan menikmati marjin penjualan yang lebih besar, pasar yang

tersegmentasi dan dapat meningkatkan hubungan baik antara perusahaan dengan

konsumennya.

Psychological pricing, dilakukan untuk mempengaruhi persepsi konsumen

dalam hubungan harga dengan nilai. Strategi ini bertujuan untuk menarik

konsumen untuk membeli produk yang telah ditawarkan oleh perusahaan dan

mengurangi sensitifitas konsumen terhadap harga tanpa mengurangi pandangan

konsumen terhadap kualitas sebuah produk. Adanya perubahan lingkungan

konsumen dan pesaing membuat konsumen mencari berbagai alternatif agar biaya

yang dikeluarkannya lebih efisien dengan apa yang didapat.

Negotiation, ini menetapkan harga produk sesuai dengan kesepakatan

kedua belah pihak antara konsumen dengan produsen. Strategi ini sangat baik

untuk menjalin hubungan antara perusahaan dengan konsumen agar mereka

nyaman dengan harga dan pelayanan yang perusahaan berikan, seperti merespon

terhadap kebutuhan pelanggan, memberikan kebebasan pelanggan untuk memilih,

dan akhirnya terbentuk kesepakatan yang akan memberikan kenyaman kepada

pelanggan sehingga mendorong terbentuknya keunggulan kompetitif yang

berkelanjutan di masa yang akan datang.

63

Pricing strategy sangat mempengaruhi keputusan konsumen untuk

membeli produk atau jasa yang mereka butuhkan. Perilaku konsumen sangat

menentukan untuk menciptakan keputusan pembelian, sama halnya dengan

perilaku pembelian organisasi (tamu bisnis), hanya saja pada pembelian pada

sebuah organisasi atau perusahaan banyak sekali pertimbangan-pertimbangan

pada saat menentukan sebuah keputusan dan dipengaruhi sejumlah orang yang

terlibat di dalam pengambilan keputusan.

Sheryl E. Kimes dalam jurnal Pricing and Revenue Management 2009

yang mengungkapkan “In order to successfully use price as a strategic weapon,

firms must address two questions: what prices to charge and how to determine

which customers or market segments should be offered those prices determine his

decision”. Sedangkan Stowe Shoemaker and Anna S. Mattila dalam jurnal Pricing

In Services 2009 yang berpendapat “services have characteristics that make

pricing in a different service with the goods”.

Menurut Achmad Buchory (2010:76) sejumlah orang yang memiliki

keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan pembelian pada organisasi

diantaranya yaitu, initiator, users, influencers, decider, approvers, buyers, dan

gatekeeper, sedangkan menurut Robbins & Coulter (2010:161) proses

pengambilan keputusan yang dilakukan organisasi diantaranya yaitu, identifikasi

masalah, identifikasi kriteria keputusan, alokasi bobot kriteria, pengembangan

alternatif, analisis alternatif, pemilihan alternatif, implementasi alternatif, dan

evaluasi efektifitas keputusan bersama dalam organisasi.

64

Ada beberapa faktor yang menjadi kriteria sebuah keputusan, menurut

Achmad Buchory (2010:75), ada lima keputusan yang dilakukan oleh pembeli

organisasi, yaitu:

1. Spesifikasi Produk

Deciders akan menilai dan melihat produk mana yang akan memenuhi kriteria

users, setelah itu approvers akan memutuskan pembelian yang akan dilakukan

oleh buyers. Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui produk yang

bagaimana yang dapat memenuhi kebutuhan sebuah organisasi yang menjadi

pangsa pasarnya. Misalnya bentuk layout kapasitas meeting room dan

sebagainya yang dibutuhkan sebuah perusahaan yang akan mengadakan

meeting.

2. Waktu Pembelian

Keputusan organisasi dalam memilih waktu pembelian bisa berbeda-beda

yang disesuaikan dengan kegiatan organisasi tersebut, oleh sebab itu perlu

adanya kontak antara penyedia dengan organisasi, misalnya jam pembelian,

dan kapan mereka akan mengadakan meeting.

3. Jumlah Pemesanan

Organisasi dapat mengambil keputusan seberapa banyak jumlah yang akan

dipesan oleh organisasi pada setiap pembeliannya. Misalnya jumlah peserta

yang akan meeting dan berapa jumlah meeting room yang akan digunakan.

4. Syarat Pembayaran

Setiap organisasi memilih sebuah produk yang akan digunakan oleh

anggotanya, organisasi tersebut pasti akan melakukan sebuah transaksi. Pada

65

saat transaksi inilah biasanya organisasiada yang melakukan pembayaran

secara tunai maupun mebebankan pada organisasinya. Hal ini tergantung dari

kesanggupan buyers dalam melakukan suatu transaksi.

5. Pilihan Saluran Distribusi

Organisasi harus mengambil keputusan mana yang akan digunakan untuk

melakukan booking-an meeting room yang akan digunakan. Setiap organisasi

berbeda-beda dalam hal menentukan cara yang mana yang paling efektif

dikarenakan faktor lokasi, harga, dan persediaan meeting room yang tersedia

dan sebagainnya.

Pricing strategy demand based methods yang membentuk keputusan

pembelian pada sebuah organisasi, memegang peranan penting bagi kemajuan

setiap perusahaan produk dan jasa. Faktor-faktor penentu yang digunakan dalam

proses keputusan pembelian terhadap pricing strategy demand based methods

yang dijalankan perusahaan terdiri dari buyer based pricing, psychological

pricing, dan negotiation dengan mengukur melalui faktor keputusan pembelian

sebuah organisasi yang terdiri dari spesifikasi produk, waktu pembelian, jumlah

pemesanan, syarat pembayaran, dan pilihan saluran distribusi.

Berdasarkan penjelasan teori di atas, secara teoritis penjelasan pricing

strategy demand based methods yang terdiri dari buyer based pricing,

psychological pricing dan negotiation mempunyai hubungan yang positif terhadap

keputusan pembelian. Keterkaitan antara dua konsep di atas merupakan kerangka

berpikir yang dijadikan landasan dalam penelitian sebagaimana terlihat dalam

bagan kerangka pemikiran seperti yang disajikan Gambar 2.3 berikut ini:

Mohamad Fauzan, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

66

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

= Pengaruh

= Feed Back (tidak diteliti)

GAMBAR 2.3

KERANGKA PEMIKIRAN

UPAYA MENINGKATKAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN MEETING PACKAGE DI HOTEL BUMI ASIH JAYA

BANDUNG MELALUI DEMAND BASED PRICING METHODS

PRICING

STRATEGY

MARKETING MIX

Product

Place

Promotion

PRICE

People

Process

Physical Evidence

Lovelock

(2011:44)

BUYER BASED PRICING

PSYHOLOGICAL PRICING

NEGOTIATION

Simon Hudson (2008:191)

KEPUTUSAN

PENGGUNAAN

Spesifikasi Produk

Waktu Pembelian

Jumlah Pemesanan

Syarat Pembayaran

Pilihan Saluran

Ditribusi

Achmad Buchory

(2010:75)

MARKETING

MANAGEMENT

Kotler & Keller

(2009:7)

Cost Based Methods

DEMAND BASED

METHODS

Competition Oriented

Simon Hudson

(2008:189)

67

Berdasarkan kerangka pemikiran maka disusun paradigma penelitian

penciptaan keputusan penggunaan meeting package pada tamu wisatawan bisnis

melalui demand based pricing methods yang terdiri dari buyer based pricing,

psychological pricing, dan negotiation. Sedangkan keputusan penggunaan

meeting package adalah, spesifikasi produk, waktu pembelian, jumlah pemesanan,

syarat pembayaran, pilihan saluran distribusi. Secara jelas digambarkan dalam

Gambar 2.4 di bawah ini:

Demand Based Pricing Methods

GAMBAR 2.4

PARADIDMA PENELITIAN

UPAYA MENINGKATKAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN MEETING

PACKAGE DI HOTEL BUMI ASIH JAYA BANDUNG MELALUI

DEMAND BASED PRICING METHODS

2.3 Hipotesis

Ulber Silalahi (2009: 160) mengutarakan bahwa Hipotesis merupakan

pernyataan atau jawaban tentatif atas masalah dan kemudian hipotesis dapat

diversifikasi hanya setelah hipotesis diuji secara empiris. Jadi, hipotesis juga dapat

dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum

merupakan jawaban yang empirik.

Keputusan

Penggunaan

Buyer Based

Pricing

Psychological

Pricing

Negotiation

68

Berdasarkan penyusunan hipotesis penelitian ini, didukung oleh beberapa

premis yang mendukung bahwa pricing strategy mempunyai pengaruh terhadap

keputusan penggunaan (pembelian) sebagai berikut:

1. Menurut Compeau dalam Solomon (2011:95) mengatakan survey

consistentlyshow that consumers consider price the most important factor

when they buy.

2. Ali Hasan (2009:298) mengutarakan bahwa harga mempengaruhi kinerja

finansial dan memiliki pengaruh penting terhadap persepsi pembelian.

3. Fandy Tjiptono (2009:468) mengungkapkan bahwa berdasarkan hukum

permintaan harga mempengaruhi pembelian, semakin tinggi harga semakin

sedikit permintaan, sebaliknya semakin rendah harga semakin tinggi

permintaan.

4. Harga merupakan faktor utama penentu posisi dan harus diputuskan sesuai

dengan pasar sasaran, bauran ragam produk, dan pelayanan, serta persaingan.

(Kotler dan Amstrong dalam Bernard 2009:78)

5. Gregorius Chandra (2008:468) berpendapat bahwa Harga bersifat fleksibel,

artinya dapat disesuaikan dengan cepat. Dari empat unsur bauran pemasaran

tradisional, harga adalah elemen yang paling mudah diubah dan diadaptasikan

dengan dinamika pasar. Berdasarkan hukum permintaan, besar kecilnya harga

mempengaruhi kuantitas produk yang dibeli konsumen.

6. Eric T. Anderson and Duncan I. Simester dalam jurnal Price cues and

customer price knowledge (2009:150) yang mengungkapkan ”Pricing strategy

is one of the marketing tactics used to convince customers that the prices

69

provide good value compared with competitors’ prices and will affect

customers to evaluate a price that in its decision

Berdasarkan uraian permasalahan-permasalahan di atas, maka penulis

merumuskan bahwa:

“Terdapat pengaruh secara positif antara keputusan penggunaan meeting

package di Hotel Bumi Asih Jaya Bandung melalui demand based pricing

methods yang terdiri dari buyer based pricing, psychological pricing, dan

negotiation”.