bab ii kajian pustaka -...

18
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat IPA Pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Sedangkan disebutkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar (SD) berupa mata pelajaran yang mulai di ajarkan pada jenjang kelas tinggi. IPA sebagai cara mencari tahu tentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan proses penemuan. Pendidikan IPA di SD dan MI diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan di dalam kehidupan sehari-hari. 2.1.2 Ruang Lingkup IPA di SD Ilmu pengetahuan alam (IPA) sebagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pengajaran IPA diharapakan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan didalam kehidupan sehari hari. Proses pelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajah dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri untuk menumbuhkan kemampuan

Upload: lenguyet

Post on 01-Jul-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1. Hakikat IPA

Pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman

belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan

keterampilan proses dan sikap ilmiah. Sedangkan disebutkan dalam

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.

Pendidikan IPA di Sekolah Dasar (SD) berupa mata pelajaran yang

mulai di ajarkan pada jenjang kelas tinggi. IPA sebagai cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja, tetapi juga

merupakan proses penemuan. Pendidikan IPA di SD dan MI diharapkan

dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan

alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam

menerapkan di dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.2 Ruang Lingkup IPA di SD

Ilmu pengetahuan alam (IPA) sebagai disiplin ilmu yang

berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa

fakta, konsep, atau prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses

penemuan. Pengajaran IPA diharapakan dapat menjadi wahana bagi

peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta

prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan didalam

kehidupan sehari hari. Proses pelajaran IPA menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar

menjelajah dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA

sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri untuk menumbuhkan kemampuan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

6

fisik, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai

aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu Pendididikan IPA

menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung

melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap

ilmiah.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, menyebutkan

bahwa Ruang Lingkup Pelajaran IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek

berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan tumbuhan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.

3. Energi dan perubahanya, yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta, yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

2.1.3 Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam berasal dari kata sains yang bearti alam

(science) diambil dari kata latin Scientia yang arti harfiahnya adalah

pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus ilmu

pengetahuan alam atau sains. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa

sains merupakan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone

menyebutkan bahwa sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara

untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu.

Menurut Abdullah (1998: 18), “IPA merupakan pengetahuan

teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus,

yaitu dengan cara melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan,

penyusunan teori, dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara

yang satu dengan yang lain”.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa IPA

merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh

dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

7

ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat

umum sehingga akan terus disempurnakan.

2.1.4 Prinsip dan Tujuan Pembelajaran IPA

Prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran IPA diterapkan dalam

program-program yang menekankan pembelajaran melalui penemuan

dan pengalaman-pengalaman nyata dan pemanipulasian alat, bahan, atau

media belajar yang lain serta peranan guru sebagai fasilitator yang

mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan siswa dapat memperoleh

berbagai pengalaman belajar (Slavin, 1994). Implikasi teori kognitif

Piaget pada pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Selain kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.

2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Oleh karena itu, selain mengajar secara klasik, guru mempersiapkan beraneka ragam kegiatan secara langsung dengan dunia fisik.

3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda.

Selain prinsip di atas, pembelajaran IPA juga memiliki beberapa

tujuan pembelajaran bagi peserta didik. Sesuai dengan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar dan MI oleh Refandi (2006:

37) bahwa mata pelajaran IPA di SD/MI diantaranya bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

Pendapat lain (Bernal, 1998: 3) juga menyebutkan bahwa Tujuan

pembelajaran IPA bagi peserta didik agar peserta didik memiliki

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

8

kemampuan sebagi berikut :

1) Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2) Mengembangkan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

Berdasarkan beberapa tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa

belajar sains tidak hanya menimbun pengetahuan, tetapi harus

dikembangkan serta diaplikasikan ke dalam bentuk yang bermanfaat

dalam kehidupan sehari-hari.

2.2 Model Pembelajaran

2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Nana Sudjana (1989), “Belajar adalah suatu proses yang

ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku pada diri seseorang.

Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam

berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan

tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan

aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar”.

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola

yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di

kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan

perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku,

film, komputer, kurikulum. (Joyce, 1992: 4).

Menurut Soekamto, (2000: 10) mengemukakan “Model

pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur

yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk

mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

9

para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan

aktivitas belajar mengajar”.

Pembelajaran diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem

lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Belajar

adalah proses aktif siswa dalam membangun atau memproduksi

pengetahuan dengan cara menghubungkan pengetahuan yang dimiliki

dan yang akan dipelajari.

Menurut Cory (1986), menyebutkan “Pembelajaran adalah

suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja di kelola

untuk memungkinkan Ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam

kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi

tertentu, pembelajaran merupakan subyek khusus dari pendidikan”.

Udin. S.Winaputra 2008, Fontana (1981) mengartikan bahwa

“Belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif tetap dalam

perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman”. Bower dan Hilgrad

(1981), bahwa “Belajar mengacu pada perubahan perilaku atau potensi

individu sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan tidak disebabkan

oleh insting, kematangan, atau kelelahan, dan kebiasaan”.

Berdasarkan beberapa pendapat Ahli mengenai model

pembelajaran di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa model

pembelajaran adalah suatu proses belajar yang tersusun secara

sistematis sehingga tercipta perubahan perilaku individu yang baik dan

menciptakan pembelajaran yang aktif di dalam kelas yaitu antara guru

dan siswa terjadi umpan balik sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Dengan demikian pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang

oleh guru untuk membantu atau memfasilitasi siswa dalam mempelajari

atau mengalami suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu

proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan

evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

10

2.3 Pembelajaran Role Playing

2.3.1 Pengertian Role Playing

Istilah role playing dalam metode merupakan dua istilah ganda bagi

metode pembelajaran role playing maupun metode bermain peran, karena

tergolong dalam model pembelajaran simulasi, sehingga di dalam

pelaksanaannya dapat dilakukan dalam waktu bersamaan dan silih berganti.

Metode simulasi (Role Playing) adalah suatu cara mengajar dengan jalan

mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial (Sudjana,

2009: 89). Pada metode role playing ini, proses pembelajaran ditekankan

pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi

masalah yang secara nyata dihadapi, baik guru maupun siswa. Kedua istilah

ini (role playing dan bermain peran), kadang-kadang juga disebut metode

dramatisasi. Hanya bedanya, kedua metode tersebut tidak disiapkan terlebih

dahulu naskahnya.

Dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, kemampuan berbicara siswa

dapat direkayasa untuk ditingkatkan melalui metode pembelajaran role

playing, karena role playing efektif dalam memberikan pemahaman konsep

secara luas kepada siswa melalui pengimitasian tokoh tertentu yang di setting

dalam situasi tertentu. Hal tersebut dapat meningkatkan rasa sosial siswa

terhadap lingkungan dan orang di sekitarnya.

Menurut Alhafidzh (2010: 1), metode role playing memiliki peran penting

dalam proses pembelajaran, dan dapat digunakan apabila:

1. Pelajaran dimaksudkan untuk melatih dan menanamkan pengertian dan perasaan seseorang.

2. Pelajaran dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial dan rasa tanggung jawab dalam memikul amanah yang telah dipercayakan.

3. Jika mengharapkan partisipasi kolektif dalam mengambil suatu keputusan.

4. Apabila dimaksudkan untuk mendapatkan ketrampilan tertentu sehingga diharapkan siswa mendapatkan bekal pengalaman yang berharga, setelah mereka terjun dalam masyarakat kelak.

5. Dapat menghilangkan malu, dimana bagi siswa yang tadinya mempunyai sifat malu dan takut dalam berhadapan dengan sesamanya dan masyarakat dapat berangsur-angsur hilang, menjadi

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

11

terbiasa dan terbuka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

6. Untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa sehingga amat berguna bagi kehidupannya dan masa depannya kelak, terutama yang berbakat bermain drama, lakon film dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka peneliti menyimpulkan Role

Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui

pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan

penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau

benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal

ini bergantung kepada apa yang diperankan.

2.3.2 Fungsi Role Playing

Lee (1986:147) menjelaskan bahwa ”Role-playing bermanfaat untuk

membantu membawa pembelajaran IPA ke dalam kehidupan dan memberikan

pengalaman nyata kepada pembelajaran menggunakan bermain peran melalui

pelestarian dan pemeliharaan alam”. Role-playing dalam kegiatan kelas III untuk

tujuan dapat dilaksanakan untuk menambah pemahaman terhadap apa yang

dipelajarinya, misalnya dalam kelas III (tiga) untuk melestarikan dan

memelihara alam di sekolah. Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk menambah

pengetahuan siswa untuk mengetahui cara melestarikan dan memelihara alam di

sekolah sekaligus menambah keterampilan dalam bermain peran. Selain itu,

role-playing dapat pula digunakan untuk menambah kesadaran sosial terhadap

orang lain, yaitu terutama kepada guru, pembelajaran yang lain dan komponen

pembelajaran yang lain (Amato, 2003: 124). Amato (2003: 214) menambahkan

pula bahwa “Melalui kegiatan role-playing pembelajaran dapat menggali

kemampuan dirinya, memiliki rasa empati terhadap orang lain, dan

menggunakan pengalaman pribadinya agar dapat melakukan tindakan-tindakan

yang hebat”. Role-playing dapat pula menambah kemampuan pembelajaran,

menguasai aspek-aspek komunikasi nonverbal, meningkatkan kemampuan

kerjasama antar pelajar, dan meningkatkan kecakapan ranah afektif.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

12

2.2.3 Kekurangan dan Kelebihan Role Playing

a. Kekurangan

Menurut Wahab (2007: 109) kelemahan model role playing antara lain:

1. Jika siswa tidak dipersiapkan secara baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sungguh- sungguh.

2. Bermain peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung.

3. Bermain peran tidak selamanya menuju ke arah yang diharapkan seseorang yang memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan dengan apa yang diharapkan.

4. Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik, khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang diperankannya.

5. Bermain peran membutuhkan waktu yang banyak/lama.6. Untuk lancarnya bermain perannya, diperlukan kelompok yang

sensitif, imajinatif, terbuka, saling mengenal hingga berkerjasama dengan baik.

Senada dengan Wahab, Mujimin (2007: 86) mengemukakan kelemahan model

role playing terletak pada:

1. Role playing dan bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang/ banyak.

2. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid, dan tidak semua guru memilikinya.

3. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu.

4. Apabila pelaksanaan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.

5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.

6. Pada pelajaran agama masalah keimanan, sulit disajikan melalui model role playing dan bermain peran ini.

7. Strategi pelaksanaan pembelajaran role playing.

Berdasarkan pendapat di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa

kekurangan role playing antara lain:

1. Bermain peran ini memerlukan waktu yang lama.2. Memerlukan kreativitas yang tinggi dari guru maupun siswa.3. Jika pelaksanaan bermain peran atau role playing gagal maka

akan menimbulkan kesan yang kurang baik dan pelaksanaan pembelajaran dianggap gagal.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

13

b. Kelebihan

Kelebihan dari model pembelajaran role playing antara lain:

1. Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.

2. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.

3. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi waktu yang berbeda.

4. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.

5. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

Dengan mempunyai kelebihan dan kekurangan pada pembelajaran role

playing sebagai guru yang baik, guru harus mampu mengatasi beberapa

kelemahan pada pembelajaran role playing sehingga guru dapat memberikan

pengalaman nyata kepada pembelajaran dan memberikan keterampilan kepada

anak dalam bermain peran, sehingga kelebihan pada pembelajaran role playing ini

lebih menonjol daripada kekurangannya.

2.2.4 Tahap Pelaksanaan Role Playing dalam Pembelajaran

Wahab (2007: 114) bahwa bermain peran, ada tiga tahap yang harus

dilaksanakan guru, yaitu:

1. Tahap persiapana. Persiapan untuk bermain peran:b. Memilih Pemain

a) Pilih secara sukarela, jangan dipaksa.b) Sebisa mungkin pilih pemain yang dapat mengenali peran yang

akan dibawakannya.c) Hindari pemain yang ditunjuk sendiri oleh siswa.d) Pilih beberapa pemain agar seorang tidak memainkan dua peran

sekaligus. e) Hindari siswa membawakan peran yang dengan kehidupan

sebenarnya.c. Mempersiapkan Penonton

a) Harus yakin bahwa pemirsa mengetahui keadaan dari tujuan bermain peran.

b) Arahkan mereka bagaimana seharusnya berperilaku.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

14

d. Persiapan para pemaina) Biarkan siswa agar mempersiapkannya dengan sedikit mungkin

campur tangan guru.b) Sebelum bermain setiap pemain harus memahami betul apa yang

dilakukannya.c) Permainan harus lancar, dan sebaiknya ada kata pembuka, tetapi

hindari melatih kembali saat sudah siap bermain.d) Siapkan tempat dengan baik.

2. Pelaksanaan1. Upayakan agar singkat, bagi pemula lima menit sudah cukup dan

bermain sampai habis, jangan diinterupsi.2. Biarkan agar spontanitas menjadi kunci utamanya.3. Jangan menilai aktingnya, bahasanya dan lain-lain.4. Biarkan siswa bermain bebas dari angka dan tingkatan.5. Jika terjadi kemacetan hal yang dapat dilakukan misalnya:

a. Dibimbing dengan pertanyaan.b. Mencari orang lain untuk peranan tersebut.c. Menghentikan dan melangkah ke tindak lanjut.

6. Jika pemain tersesat lakukan:a. Rumuskan kembali keadaan dan masalah.b. Simpulkan apa yang sudah dilakukan.c. Hentikan dan arahkan kembali.d. Mulai kembali dengan penjelasan singkat.

3. Tindak Lanjut1. Diskusi tindak lanjut dapat memberi pengaruh yang besar

terhadap sikap dan pengetahuan siswa.2. Diskusi juga dapat menganalisis, menafsirkan, memberi jalan

keluar atau merekreasi.3. Di dalam diskusi sebaiknya dinilai apa yang telah dilaksanakan.4. Melakukan bermain peran kembali.5. Kadang-kadang memainkan kembali dapat memberi

pemahaman yang lebih baik.

Sedangkan Sudrajat (2010: 1) mengemukakan strategi penerapan role

playing sebagai berikut:

1. Bila role playing baru ditetapkan dalam pengajaran, maka hendaknya guru menerangkannya terlebih dahulu teknik pelaksanaanya, dan menentukan diantara siswa yang tepat untuk memerankan lakon tertentu, secara sederhana dimainkan di depan kelas.

2. Menerapkan situasi dan masalah yang akan dimainkan dan perlu juga diceritakan jalannya peristiwa dan latar belakang cerita yang akan dipentaskan tersebut.

3. Pengaturan adegan dan kesiapan mental dapat dilakukan sedemikian rupa.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

15

4. Setelah role playing itu dalam puncak klimaks, maka guru dapat menghentikan jalannya drama. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat diselesaikan secara umum, sehingga penonton ada kesempatan untuk berpendapat dan menilai role playing yang dimainkan. Role playing dapat pula dihentikan bila menemui jalan buntu.

5. Guru dan siswa dapat memberikan komentar, kesimpulan atau berupa catatan jalannya role playing untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya.

Tahap pelaksanaan role playing menurut saya yang harus dilakukan

pertama-tama harus melalui tahap persiapan yang mana tahap persiapan itu

dipersiapkan untuk memilih peran, mempersiapkan penonton kemudian juga

mempersiapkan para pemain, yang kedua yaitu tahap pelaksanaannya dan yang

ketiga ada tindak lanjutnya antara guru dengan murid.

2.2.5 Penerapan Role Playing dalam Proses Belajar Mengajar IPA

a. Kegiatan Awal

1. Siswa memberikan salam kepada guru

2. Apersepsi: siswa menjawab pertanya jawab dari guru:

1. Siapa yang mempunyai kebun bunga dirumah?

2. Bagaimana cara pelestarian dan perawatan kebunnya ?

3. Siswa mendengar penjelasan dari guru bahwa pada pembelajaran hari

ini mereka akan belajar bermain peran yaitu tentang pelestarian dan

pemeliharaan alam di sekolah.

4. Siswa mendengarkan penjelasan dari guru tentang tujuan, manfaat,

dan teknik bermain dalam pembelajaran role playing atau bermain

peran.

b. Kegiatan Inti

Ekspolarasi

1. Siswa menyebutkan contoh pelestarian dan pemeliharaan alam di

sekolah.

2. Siswa berada pada kelompoknya masing- masing.

3. Siswa melakokan drama yang sudah dipersiapkan dengan perannya

masing- masing melalui bermain peran:

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

16

4. Masing- masing kelompok mengamati skenario yang sedang

diperagakan

5. Masing-masing kelompok diberikan lembar kerja untuk membahas

atau memberi penilaian atas penampilan masing- masing kelompok

6. Siswa melakukan diskusi untuk membicarakan hasil kegiatan yang

sudah terlaksana

Elaborasi

1. Masing- masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.

2. Siswa memberikan masukan dan pendapat mengenai penampilan dari

kelompok yang melakukan bermain peran.

Konfirmasi

1. Siswa diberi motivasi oleh guru agar lebih aktif lagi dalam belajar

melalui bermain peran.

2. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum

dipahami melalui model pembelajaran role playing atau bermain

peran.

3. Siswa bersama dengan guru membuat rangkuman mengenai

pelestarian dan pemeliharaan alam di sekolah melalui bermain peran.

c. Kegiatan Akhir

1. Siswa diberi penguatan oleh guru mengenai pelestarian dan

perawatan di sekolah alam melalui bermain peran.

2. Siswa mengerjakan evaluasi.

3. Siswa mengucapkan salam penutup.

2.4 Pengertian Hasil Belajar

Uzer Usman (1997), berpendapat bahwa belajar merupakan perubahan

tingkah laku individu sebagai akibat interaksi individu dengan lingkungan

sehingga mampu berinteraksi dengan baik dengan lingkungan. Mulyana (1999),

menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah

melakukan kegiatan belajar mengajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu

proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan

perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan belajar mengajar yang terprogram

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

17

dan terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional.

Tujuan belajar telah ditetapkan terlebih dahulu oleh guru. Anak yang berhasil

belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran atau tujuan

instruksional. Mudhofir (1996), menyatakan bahwa secara garis besar yang

mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (a)

factor internal yang bersumber dari diri manusia, yang meliputi faktor biologis

dan psikologis dan (b) faktor eksternal yang bersumber dari luar manusia yang

meliputi faktor manusia dan faktor non manusia, seperti alam, benda, hewan dan

lingkungan fisik. Ada dua cara mengukur pencapaian belajar siswa, yaitu: (a)

norm referenced evaluation (NRE) atau Penilaian Acuan Norma (PAN),

Dengan cara penilaian ini tiap siswa dituntut untuk dapat mencapai tujuan

belajar yang telah ditentukan sebelum siswa melakukan kegiatan belajar,

sehingga pencapaian hasil belajar siswa dapat dilihat dengan penguasaan belajar

tuntas. Nana Sujana (2000), menyatakan bahwa ada 3 ranah (domainss hasil

belajar yaitu kognitif, psikomotorik, dan afektif. Ranah kognitif merupakan

aspek yang berkaitan dengan kemampuan berfikir, kemampuan memperoleh

pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan

penalaran. Ranah psikomotorik merupakan aspek yang berkaitan dengan

kemampuan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan, kemampuan yang

berkaitan dengan gerak fisik. Sedangkan ranah afektif merupakan aspek yang

berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajad penerimaan atau penolakan

terhadap suatu objek. Jadi hasil belajar merupakan perubahan yang diperoleh

setelah terjadinya proses belajar mengajar yang dapat dinilai melalui bentuk tes

Ujian Akhir Semester (UAS) dan Ujian Akhir Nasional (UANAS).

Menurut saya hasil belajar siswa itu tidak hanya diukur dari nilai akademis

saja, tetapi sikap siswa juga harus dinilai karena sebagai guru yang baik, guru itu

tidak hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik karakter siswa.

2.4.1 Pentingnya Hasil Belajar

Oemar Hamalik (2010: 159) mengemukakan hasil belajar adalah bila

seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

18

tersebut. Perubahan yang dimaksud tidak hanya perubahan pengetahuan,

tetapi juga meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengertian dan

penghargaan diri pada individu tersebut.

Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar

yang optimal cenderung menunjukkan hasil berciri sebagai berikut.

1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada

diri siswa.

2. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya.

3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan

lama diingatannya, membentuk perilakunya, bermanfaat untuk

mempelajari aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk

memperoleh informasi dan pengetahuan yang lainnya.

4. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai hasil yang

dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha

belajarnya.

Hasil belajar adalah kemampuan berbicara siswa melalui

dramatisasi yang dapat memberikan pemahaman konsep secara luas

kepada siswa melalui pengimitasian tokoh tertentu yang di setting

dalam situasi tertentu yang mana dapat meningkatkan rasa sosial siswa

terhadap lingkungan dan orang di sekitarnya.

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Slameto (2003:56-72) faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar siswa yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri

atas faktor-faktor jasmaniah, psikologi, minat, motivasi dan cara

belajar. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar

yang berasal dari peserta didik yang sedang belajar. Faktor dari dalam

ini meliputi kondisi fisiologis dan kondisi psikologi.

Kondisi fisiologis adalah keadaan jasmani dari seseorang yang

sedang belajar, keadaan jasmani dapat dikatakan sebagai latar belakang

aktivitas belajar. Sedangkan kondisi psikologis yang dapat

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

19

mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah kecerdasan, bakat, minat,

motivasi, emosi dan kemampuan kognitif. Faktor ekstern yaitu faktor-

faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Salah satu faktor ekstern yang

mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor sekolah, yang

mencakup metoda mengajar, kurikulum, relasi guru siswa, sarana, dan

sebagainya.

Clark dalam Nana Sudjana & Ahmad Rivai (2001:39)

mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi

oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.

Sedangkan menurut Sardiman (2007:39-47), faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar adalah faktor intern (dari dalam) diri siswa dan

faktor ekstern (dari luar) siswa. Berkaitan dengan faktor dari dalam diri

siswa, selain faktor kemampuan, ada juga faktor lain yaitu motivasi,

minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi sosial

ekonomi, kondisi fisik dan psikis. Kehadiran faktor psikologis dalam

belajar akan memberikan andil yang cukup penting. Faktor-faktor

psikologis akan senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam

upaya mencapai tujuan belajar secara optimal.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah

faktor internal siswa antara lain kemampuan yang dimiliki siswa

tentang materi yang akan disampaikan, sedangkan faktor eksternal

antara lain strategi pembelajaran yang digunakan guru di dalam proses

belajar mengajar.

2.4.3 Pengukuran Hasil Belajar IPA

Melalui pembelajaran IPA dengan materi Pelestarian dan Pemanfaatan

Alam melalui pembelajaran role playing siswa:

1. Menambah pengetahuan untuk mengetahui cara melestarikan

dan memelihara alam tidak hanya di sekolah tetapi juga di

lingkungan masyarakat.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

20

2. Menambah kesadaran sosial terhadap lingkungan di sekitar

dalam menjaga kelestarian alam dan segala keteraturan sebagai

salah satu ciptaan Tuhan.

3. Mengembangkan sikap positif adanya hubungan yang saling

mempengaruhi antara IPA pada materi pelestarian dan

pemeliharaan alam dengan teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam

sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

2.5 Kajian Hasil Penelitian Relevan

Adapun hasil penelitian yang relevan yang mendekati judul penelitian ini

adalah:

1. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Wibowo (2011) dengan judul

“Peningkatan Hasil Belajar IPA Dengan Penerapan Metode Pembelajaran Role

Playing Dan True Or False Pada Siswa Kelas IV SD N II Boto”, yaitu

pengetahuan kognitif siswa meningkat dari siklus I yang hanya 54,78 menjadi

78,78 pada siklus II. Penelitian dilakukan dengan penilaian kognitif dan afektif

dalam setiap siklusnya. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa

nilai rata-rata kognitif siswa pada siklus I sebesar 54,78 meningkat pada siklus

II menjadi 78,78 dan meningkat lagi pada siklus III menjadi 94,60; sedangkan

nilai rata-rata afektif pada siklus I sebesar 11,08 (termasuk kategori cukup

berminat), pada siklus II sebesar 14,13 (termasuk kategori cukup berminat),

dan pada siklus III meningkat menjadi 16 (termasuk kategori berminat).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan

penerapan metode pembelajaran Role Playing dan True or False dapat

meningkatkan hasil belajar IPA pada kelas IV SD N II Boto, Jatiroto, Wonogiri

tahun ajaran 2011/2012.

2. Penelitian yang dilakukan Djariyo Mudzanatun (2012) dengan judul

”Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Pada Mata Pelajaran IPA Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV Semester I SD N Wonokerto 1

Karangtengah Demak Tahun Ajaran 2011/2012”. Hal ini dapat dilihat pada

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

21

persentase motivasi belajar pada siklus I sebesar 59,39 % dan pada siklus II

naik menjadi 75,11 %, persentase kreativitas belajar pada siklus I sebesar 60,54

% dan pada siklus II naik menjadi 71,32 %, sedangkan aktivitas belajar naik

dari 64,21 % pada siklus I menjadi 75,43 % pada siklus II. Hal ini juga

ditunjukkan dengan siswa yang tuntas belajar atau yang mendapat nilai ≥ 7

sebanyak 11 siswa, ketuntasan belajar klasikal hanya 31,43 %, sedangkan nilai

rata-rata kelas hanya mencapai 5,57 kemudian pada siklus II meningkat dengan

banyaknya siswa yang tuntas belajar secara klasikal mencapai 77,14 %

sedangkan nilai rata-rata kelas mencapai 7,27. Dengan demikian penerapan

model pembelajaran IPA dengan model Role Playing pada siklus II dapat

mencapai kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan yaitu 7,0

dibandingkan dengan siklus I yang tidak menerapkan model Role Playing.

Model Role Playing pada Pembelajaran IPA dapat meningkatkan keaktifan

belajar siswa yang ditunjukkan dengan persentase keaktifan pada siklus I

sebesar 46,88 % naik menjadi 71,88 % pada siklus II.

Dari dua penelitian di atas membuktikan bahwa pembelajaran role

playing dapat membantu proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar

siswa. Mengacu pada penelitian terdahulu, maka peneliti ingin melakukan

penelitian lagi dengan menggunakan cara pembelajaran yang sama. Meskipun

demikian, terdapat beberapa perbedaan antara penelitian yang dilakukan kali

ini dengan penelitian-penelitian terdahulu. Penulis berasumsi bahwa perbedaan

subyek didik, merupakan faktor lain yang akan mempengaruhi hasil belajar.

Situasi sekolah yang berbeda, fasilitas yang berbeda, tantangan masyarakat

yang berbeda, demikian juga pola asuh dari orangtua yang berbeda karena

budaya yang berbeda tentu berkontribusi terhadap prestasi belajar siswa juga.

Karena itu, dengan memilih subyek penelitian yaitu siswa kelas III SDN

Blotongan 02 Salatiga, peneliti bermaksud melihat peningkatan hasil belajar

siswa dengan menggunakan pembelajaran role playing. Artinya, jika

pembelajaran ini berhasil, maka pembelajaran ini akan menjadi rujukan bagi

sekolah bersangkutan, maupun sekolah yang berbeda, karena terbukti teruji

pada sekolah yang tentu saja memiliki situasi yang berbeda-beda.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8403/2/T1_292011610_BAB II.pdftentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan

22

2.6 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah dengan penerapan model

pembelajaran yang interaktif dan maksimal, dapat meningkatkan hasil belajar

siswa. Oleh karena itu pemikiran peneliti bahwa pembelajaran yang menggunakan

model role playing, siswa akan lebih mudah memahami konsep, materi yang

disampaikan guru sehingga hasil belajar siswa dapat tercapai secara maksimal.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang dilaksanakan oleh guru dapat

memenuhi target kurikulum yang telah ditetapkan perlu dilaksanakan secara

efektif dan efesien. Agar kegiatan pembelajaran secara efektif dapat berlangsung,

maka guru perlu mengelola kegiatan pembelajaran yang efektif. Salah satu cara

yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan model pembelajaran role

playing yang tepat untuk setiap materi pembelajaran yang diajarkan dalam kelas.

Setelah guru mengajarkan kepada siswa tentang bermain peran melalui

siklus I kemudian di refleksi dan dilanjutkan pada siklus II, maka akan

menghasilkan hasil belajar dari murid. Dari hasil belajar murid tersebut, lalu akan

di analisis. Kemudian dari hasil analisis itu akan di temukan hasil peningkatan

pengetahuan murid dan akan direkomendasikan untuk pelaksanaan proses belajar

mengajar pada materi yang sama.

2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, kajian pustaka dan kerangka berpikir,

maka tindakan dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran

role playing dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam pada

siswa kelas 3 SDN Blotongan 02 Salatiga. Cara yang digunakan pada

pembelajaran role playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas III

pada mata pelajaran IPA SDN Blotongan 02 Salatiga semester II tahun

pelajaran 2012/2013.