bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Belajar
Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan
masyarakat. Bagi para pelajar belajar merupakan kata yang tidak asing dan sudah
menjadi bagian dari semua kegiatan yang dilakukan dalam memperoleh ilmu
dalam dunia pendidikan. Namun, tidak semua orang mengetahui apa itu belajar.
Maka peneliti akan membahas tentang pengertian belajar, sehingga tidak
melahirkan pemahaman yang keliru tentang pengertian belajar.
Para ahli pendidikan mengemukakan pengertian dari belajar yang berbeda
antar satu sama lainnya, namun demikian selalu mengacu pada prinsip yang sama
yaitu setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu
perubahan dalam dirinya. Menurut Slameto (2003:23) belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Selanjutnya Hamalik (2004:36) memdefinisikan
belajar adalah suatu pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang
dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan
latihan. Kemudian Winkel (2004:53) mengatakan bahwa belajar adalah suatu
aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan
lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan dan sikap. Menurut Mahmud (2010:61) belajar adalah
proses munculnya atau perubahannya suatu perilaku karena adanya respons
terhadap suatu situasi. Menurut skinner (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009: 9)
bahwa belajar merupakan hubungan antara stimulus dan respons yang tercipta
melalui proses tingkah laku.
Berdasarkan uraian beberapa pengertian belajar dari para ahli, maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan
seseorang melalui interaksi dengan
perubahan kemampuan yang dimiliki seseorang.
2.1.2 Keaktifan Belajar
Dimyati & Mudjiono (2013:44) Kecenderungan psikologi dewasa ini
menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif.
berarti giat (bekerja atau berusaha), sedangkan keaktifan diartikan sebagai hal atau
keadaaan dimana siswa dapat aktif. Menurut
dilakukan guru untuk memperbaiki keterlibatan siswa antara lain seba
a. Tingkat prestasi siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar yang membuat respon yang aktif dari siswa.
b. Masa transisi antara kegiatan dalam mengajar hendaknya di lakukan secara cepat dan luwes.
c. Berikan pengajaran dengan jelas dan tepat mengajar yang akan dicapai.
d. Usahakan agar pengajaran dapat lebih memacu minat siswa.Menurut Lidgren (dalam Usman, 2002: 24)
dalam kegiatan belajar mengajar diantaranya sebagai berikut:
Komunikasi satu arah (gambar 1.a) merupakan komunikasi yang hanya dilakukan oleh guru terhadap siswa, sementara siswa hanya pasif sebatas mendengarkan komunikasi dari guru. (gambar 1.b). komunikasi dari guru sudah mendapat respon balik dari siswa dan
melalui interaksi dengan lingkungan sekitar yang menghasilkan
perubahan kemampuan yang dimiliki seseorang.
Belajar
Dimyati & Mudjiono (2013:44) Kecenderungan psikologi dewasa ini
menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Aktif menurut Alwi (2002)
berarti giat (bekerja atau berusaha), sedangkan keaktifan diartikan sebagai hal atau
keadaaan dimana siswa dapat aktif. Menurut Usman (2002: 26) cara yang dapat
dilakukan guru untuk memperbaiki keterlibatan siswa antara lain seba
Tingkat prestasi siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar yang membuat respon yang aktif dari siswa. Masa transisi antara kegiatan dalam mengajar hendaknya di lakukan secara cepat dan luwes. Berikan pengajaran dengan jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar yang akan dicapai. Usahakan agar pengajaran dapat lebih memacu minat siswa.
Menurut Lidgren (dalam Usman, 2002: 24) terdapat empat jenis interaksi
dalam kegiatan belajar mengajar diantaranya sebagai berikut:
Komunikasi satu arah (gambar 1.a) merupakan komunikasi yang hanya dilakukan oleh guru terhadap siswa, sementara siswa hanya pasif sebatas mendengarkan komunikasi dari guru. (gambar 1.b). komunikasi dari guru sudah mendapat respon balik dari siswa dan
6
lingkungan sekitar yang menghasilkan
Dimyati & Mudjiono (2013:44) Kecenderungan psikologi dewasa ini
Aktif menurut Alwi (2002)
berarti giat (bekerja atau berusaha), sedangkan keaktifan diartikan sebagai hal atau
sman (2002: 26) cara yang dapat
dilakukan guru untuk memperbaiki keterlibatan siswa antara lain sebagai berikut:
Tingkat prestasi siswa secara aktif dalam kegiatan belajar
Masa transisi antara kegiatan dalam mengajar hendaknya di
sesuai dengan tujuan
Usahakan agar pengajaran dapat lebih memacu minat siswa. terdapat empat jenis interaksi
Komunikasi satu arah (gambar 1.a) merupakan komunikasi yang hanya dilakukan oleh guru terhadap siswa, sementara siswa hanya pasif sebatas mendengarkan komunikasi dari guru. (gambar 1.b). komunikasi dari guru sudah mendapat respon balik dari siswa dan
7
ada interaksi antar siswa, tetapi belum keseluruhan siswa yang melakukan interaksi baik dengan guru maupun siswa lainnya (gambar 1.c). komunikasi sudah berjalan baik antar guru dengan siswa maupun antar siswa dengan siswa yang lainnya. Dalam hal ini interaksi sudah optimal selama proses pembelajaran (gambar 1.d).
Menurut Weblog (dalam Aries. S, E.F, 2009) menyatakan bahwa keaktifan
belajar siswa dapat dilihat dari:
a. Perhatian siswa terhadap penjelasan guru. b. Kerjasamanya dalam kelompok. c. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok. d. Memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam
kelompok. e. Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat. f. Memberi gagasan yang cemerlang. g. Membuat perencanaan dan pembagian kerja yang matang. h. Saling membantu dan menyelesaikan masalah. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, Keaktifan siswa
merupakan suatu keadaan dimana siswa berpartisipasi secara aktif dalam
pembelajaran. Keaktifan dapat dilihat dalam pembelajaran siswa semangat
mengikuti penjelasan dari guru, respon siswa terhadap pertanyaan ysng diberikan
oleh guru, sering bertanya kepada guru, senang ketika diberi tugas, mengerjakan
tugas yang diberikan guru dengan baik dan tepat waktu, mampu bekerjasama
dalam kelompok, aktif dalam mengungkapkan ide atau pendapat dan memberikan
kesempatan kepada teman untuk berpendapat.
2.1.3 Hasil Belajar
2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar
Aunurrahman (2011:37) mengemukakan hasil belajar merupakan
perubahan tingkah laku yang diperoleh dai aktivitas belajar. Walaupun tidak
semua perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas
belajar umumnya disertai perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku pada
kebanyakan hal merupakan sesuatu perubahan yang dapat diamati, akan tetapi
juga tidak selalu perubahan tingkah laku dimaksudkan sebagai hasil belajar
tersebut dapat diamati. Perubahan-perubahan yang dapat diamati kebanyakan
berkenaan dengan perubahan aspek-aspek motorik.
8
Menurut Winkel dalam Purwanto (2011) hasil belajar adalah perubahan
yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Nana
sudjana (2010: 3) hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah
laku yang terjadi akibat aktivitas belajar.
Dari tiga pendapat di atas mengenai hasil belajar, maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari belajar.
2.1.3.2 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
untuk mencapai hasil belajar yang optimal perlu diciptakan suasana belajar
yang kondusif, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapat
pengetahuan, pemahaman konsep, ketrampilan, dan pembetukan sikap.
Menurut Slameto (2010: 54) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Faktor Intern Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor-faktor yang temasuk dalam faktor internal antar lain: a. Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh). b. Faktor psikologis (intelegensi, minat, perhatian, bakat motif, dan
kematangan). c. Faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan kelelahan rohani).
2. Faktor Ekstern Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu. Yang termasuk dalam faktor eksternal adalah: a. Faktor keluarga (cara mendidik orang tua, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan).
b. Faktor sekolah (metode mengajar, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah).
c. Faktor masyarakat (keadaan siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan eksternal yang memberikan
pengaruh yang banyak bagi siswa. Untuk dapat memperoleh hasil belajar yang
9
optimal atau memuaskan siswa harus memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar di atas agar tewujud kebiasaan belajar yang baik.
2.1.4 Pembelajaran Matematika di SD
2.1.4.1 Pengertian pembelajaran dan Matematika
Trianto (2010:17) pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang
kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai “proses,
cara, menjadikan orang atau mahluk hidup belajar” (Suratin, 2007). Dimyati &
Mudjiono (2002) menjabarkan bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru secara
terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif,
yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Pembelajaran merupakan proses komunikatif-interaktif antara sumber
belajar, guru, dan siswa yaitu saling bertukar informasi. Istilah keterampilan
dalam Pembelajaran teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika
diskrit.
Kata matematika berasal dari kata mathema dalam bahasa yunani yang
artinya sains, ilmu pengetahuan atau belajar. Juga mathematikos yang diartikan
sebagai suka belajar. Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian
pola-pola dari struktur, perubahan, dan ruang, seorang mungkin mengatakan
adalah penelitian bilangan dan angka. Dalam pandangan formalis, matematika
adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan
logika simbolik dan notasi matematika sebagai pelayanan dan sekaligus raja dari
ilmu-ilmu lain.
Matematika menurut Ruseffendi (dalam Heruman, 2010) adalah bahasa
symbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu
tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang
tidak di definisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil. Sedangkan
Setyono (2007: 1) mengemukakan bahwa Matematika adalah ilmu yang sangat
penting dalam dan untuk hidup kita. Banyak hal di sekitar kita yang selalu
berhubungan dengan matematika.
10
Pernyataan yang hampir sama adalah pernyataan dari Johnson dan Myklebus
(dalam Abdulrahman, 2003: 252) matematika adalah bahasa simbolik yang fungsi
praktisnya untuk mengekpresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan
sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.
Sedangkan menurut Suherman (2007) Matematika sebagai ilmu mengenai
struktur dan hubungan-hubungannya, simbul-simbul diperlukan. Simbul-simbul
itu penting untuk membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang di
terapkan.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang tersebut di atas dapat di simpulkan
bahwa pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan
tujuan untuk belajar tentang bahasa simbolik yang berhubungan dengan bentuk-
bentuk dan setruktur-setruktur yang abstrak dan juga mempermudah manusia
untuk berfikir dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
BSNP ( dalam Hardini dan Puspitasari, 2011: 159) matematika merupakan
ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai
peranan penting dalam berbagai disiplin da memajukan daya pikir manusia.
Hardini dan Puspitasari (2011: 159) menyatakan bahwa mata pelajaran
Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analitis,
sistematis, krisis, dan kreatif serta mampu bekerjasama. Kompetensi tersebut
diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengolah,
dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu
berubah, tidak pasti dan kompetitif.
11
2.1.4.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Tujuan matematika di sekolah, khusus di SD atau MI menurut Aisyah
(2008: 1) agar peserta didik memiliki kemampuan:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matamatika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memilki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah.
Jadi tujuan dari pembelajaran matematika adalah untuk membuat siswa
paham dengan konsep-konsep yang terdapat dalam matematika, sehingga siswa
dapat menjelaskan keterkaitan antar konsep satu dengan yang lain yang saling
berhubungan dengan penalaran dan pola sifat yang ada dalam matematika.
Dengan begitu siswa dapat memecahkan masalah yang ada dalam kegiatan belajar
mengajar atau pun dikehidupan sehari-hari dengan menerapkan sikap
mengahargai kegunaan matematika seperti rasa ingin tahu, minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap percaya diri dalam memecahkan
permasalahan yang ada.
2.1.5 Pembelajaran Kooperatif
Salah satu model pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan
aspek ketrampilan sosial sekaligus aspek kognitif dan aspek sikap siswa adalah
Model Kooperatif (Cooperative Learning). Model pembelajaran kooperatif
merupakan rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Pembelajaran kooperatif ini
12
merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham
konstruktivis.
Menurut Johnson (dalam Isjoni, 2010: 15) pembelajaran kooperatif
mengandung pengertian bekerjasama demi mencapai tujuan bersama. Menurut
Slavin 1985, pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana
siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan
Johnson & Johnson (dalam Isjoni, 2010: 17) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu
kelompok kecil agar siswa dapat bekerja dengan kemampuan maksimal yang
mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.
Dalam pembelajaran kooperatif diterapkan strategi belajar dengan
sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok
harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran
Artzt dan Newman dalam (Trianto, 2010: 56) menyatakan bahwa dalam
belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan
tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota
kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih
mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling
berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk
saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi hakekat
sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam
pembelajaran kooperatif.
Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-
kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen,
kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain membantu. Tujuan
dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatatan kepada
semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan
belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah
13
mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman
sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.
Selama belajar secara koopertaif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya
selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan ketrampilan-ketrampilan
khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti
terjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan pada teman sekelompok dengan
baik, berdiskusi, dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, siswa diberikan
lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
diajarkan. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah
mencapai ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika salah satu anggota
kelompok ada yang belum menguasai materi pelajaran. Oleh sebab itu,
pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa bekrjasama
dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapi.
Model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu
dalam memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk
menumbuhkan kemampuan berfikir kritis, bekerjasama, dan membantu teman.
dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada saat proses pembelajaran
berlangsung, sehingga memberikan dampak positif terhadap interaksi dan
komunikasi antara guru dan siswa, siswa dengan siswa, dan dapat memotivasi
siswa untuk meningkatkan prestasi belajar.
2.1.6 Model pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournamen
(TGT)
Menurut Trianto (2010: 83) Model Pembelajaran kooperatif tipe TGT, atau
pertandingan permainan tim dikembangkan secara asli oleh David De Vies dan
Keath Edward (1995). Pada model ini siswa memainkan permainan dengan
anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim
mereka. TGT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mudah
diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan
dan penguatan.
14
Joko Purnomo (2011: 9) Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe
TGT dapat diilustrasikan sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan : mempersiapkan soal-soal yang akan digunakan dalam kegiatan diskusi, game dan turnamen.
2. Penyampaian materi di kelas : guru menyampaikan materi didepan kelas.
3. Pembagian team dan diskusi kelompok : Kelompok biasanya terdiri dari 4-6 siswa.
4. Permainan (game) : Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyampaian materi di kelas dan belajar kelompok.
5. Pertandingan (tournament) : Biasanya tournamen dilaksanakan setelah guru menyampaikan materi dan kelompok mempraktikan tugas-tugasnya.
6. Penghargaan kelompok : Dalam pembelajaran kooperatif, penghargaan diberikan untuk kelompok, bukan individu, sehingga keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan setiap kelompoknya..
Prosedur pelaksanaan TGT dimulai dari tahap persiapan soal-soal yang
akan digunakan dalam melaksanakan model pembelajaran Team Games
Tournamen, kemudian dilanjutkan dengan aktivitas guru dalam menyampaikan
materi pelajaran didepan kelas, langkah selanjutnya siswa bekerja dalam tim
mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran.
Selanjutnya diadakan turnamen, di mana siswa memainkan game akademik
dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya.
Menurut Tukiran (2011: 72) Kelebihan pembelajaran Kooperatif Pembelajaran
tipe Team Games Tournamen adalah:
1. Dalam kelas kooperatif siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan menggunakan pendapatnya.
2. Rasa percaya diri siswa menjadi lebih tinggi. 3. Perilaku mengganggu terhadap siswa lain menjadi lebih kecil. 4. Motivasi belajar siswa bertambah. 5. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap pokok bahasa
Dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model kooperatif
siswa lebih mendalami pokok bahasan karena siswa bebas untuk berinteraksi
dengan siapa saja dan bebas mengemukakan pendapatnya sehingga dapat
15
mengurangi perilaku siswa untuk mengganggu teman yang lainnya. Sedangkan
kekurangan pembelajaran Kooperatif tipe Team Games Tournamen adalah:
1. Dalam kegiatan pembelajaran tidak semua siswa ikut serta menyumbangkan pendapatnya.
2. Kekurangan waktu untuk proses pembelajaran. 3. Terjadi kegaduhan bila guru kurang pintar mengelola kelas.
Jadi kekurangan dari model pembelajaran Kooperatif tipe Team Games
Tournamen yaitu waktu yang diperlukan lebih banyak sehingga tidak semua siswa
dapat menyampaikan pendapatnya dan guru harus pintar dalam mengatur siswa
supaya kelas tetap dalam keadaan yang kondusif.
2.1.7 Alat Peraga
2.1.7.1 Pengertian Alat Peraga
Menurut Ahmadin Sitanggang (2013) Alat peraga merupakan bagian dari
media pembelajaran yang diartikan sebagai semua benda (dapat berupa manusia,
objek atau benda mati) sebagai perantara di mana digunakan dalam proses
pembelajaran. Sedangkan menurut Djoko Iswadji (dalam Pujiati: 2004) Alat
peraga matematika adalah seperangkat benda konkret yang dirancang, dibuat,
dihimpun atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu
menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam
matematika. Selanjutnya menurut Elly E, (dalam Ahmadin Sitanggang, 2013)
Alat peraga merupakan media pembelajaran yang mengandung atau
membawa ciri-ciri dari konsep yang dipelajari. Menurut Gagne (dalam Nasution,
1998) gagne menerapkan alat peraga sebagai sumber. Alat peraga adalah sebagai
komponen sumber belajar di lingkungan siswa yang merangsang siswa untuk
belajar.
Dari empat pendapat para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa alat peraga
merupakan bagian dari media pembelajaran yang dibuat dari benda-benda konkrit
yang ada dilingkungan sekitar dan dirancang untuk mempermudah belajar dalam
proses kegiatan pembelajaran.
16
2.1.7.2 Fungsi Alat Peraga
Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah teknik penggunaan alat
peraga dalam pembelajaran matematika secara tepat. Untuk itu perlu
dipertimbangkan kapan digunakan dan jenis alat peraga mana yang sesuai untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Agar dalam memilih dan menggunakan alat
peraga sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran, maka perlu
diketahui fungsi alat peraga. (Pujiati: 2004) Secara umum fungsi alat peraga
adalah :
1. Sebagai media dalam menanam konsep-konsep matematika.
2. Sebagai media dalam memantapkan pemahaman konsep.
3. Sebagai media untuk menunjukkan hubungan antara konsep matematika
dengan dunia di sekitar kita serta aplikasi konsep dalam kehidupan nyata.
2.1.8 Roda Pintar Matematika
Roda pintar matematika merupakan salah satu alat peraga matematika
yang digunakan oleh guru untuk mempermudah penyampaian materi, khususnya
penyampaian materi untuk mencari geometri (bangun datar dan bangun ruang).
Alat Peraga Roda Pintar Matematika menciptakan situasi “learning by playing”
pada anak agar mudah memahami materi pelajaran sehingga anak menjadi lebih
senang dan tertarik pada mata pelajaran Matematika. Matematika lebih bermakna
dan memudahkan para siswa untuk mengingat kembali materi-materi yang telah
mereka pelajari dan yang pasti lebih menarik dan memberikan kesan bahwa
Matematika itu tidak sulit seperti mereka yang bayangkan sebelumnya, dan
memberikan inspirasi dan motivasi untuk terus menggali pembelajaran
Matematika khususnya agar selalu di senangi dan di minati para siswa.
Alat peraga roda pintar matematika adalah sebuah alat peraga yang
menggabungkan antara ilmu matematika dan ilmu psiologis anak, berisi tentang
rumus bangun datar dan bangun ruang. Roda Pintar Matematika ini merupakan
alat peraga yang kreatif, menarik dan mudah digunakan serta mudah dibawa
sehingga dapat digunakan setiap saat bagi siswa.
17
Gambar 2.1 Roda Pintar Matematika
2.1.8.1 Cara Pemakaian
Cara pemakaian dari roda pintar matematika sangatlah mudah, yaitu:
1. Putar dan arahkan anak panah petunjuk berada pada bangun yang diinginkan.
2. Pastikan anak panah petunjuk berada di garis tengah rumus bangun yang
dicari.
3. Setelah tepat pada bangun yang dituju, baik bangun datar maupun bangun
ruang, akan muncul rumus keliling, rumus luas dan rumus volume yang
sesuai dengan rumus bangun yang dicari.
2.2 Kajian hasil penelitian yang relevan
Banyak penelitian yang dilakukan dalam rangka penelitian hasil belajar
pembelajaran, salah satunya dengan menggunakan Model pembelajaran
kooperatif learning tipe team games tournament, akan tetapi berbeda dengan
penelitian yang penulis lakukan ini, diantaranya adalah:
Inayati (2012) dengan judul penelitian “Upaya Peningkatan Hail Belajar
Matematika Melalui Metode Kooperatif Team Games Tournamen pokok bahasan
Perkalian Dan pembagian Bilangan Pada Siswa Kelas 2 SD Negeri Sidorejolor 01
Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012”. Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan oleh Neneng Inayati dengan menggunakan metode Kooperatif
Team Games Tournamen dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 2 SD N
Sidorejolor 01 Salatiga Semester II tahun 2011/2012. Hal ini dapat dilihat dari
18
nilai hasil belajar siswa pada siklus 1. Hasil belajar matematika siswa kelas 2 pada
siklus 1 nilai tertingginya adalah 85 menjadi 100 sedangkan nilai terendah dari
nilai 25 menjadi 55 dan presentase ketuntasan siswa pada siklus 1 sejumlah 66%
atau 14 siswa. Pada siklus II ketuntasannya meningkat menjadi 92% atau 21 siswa
siswa. Siswa yang dibawah KKM pada siklus I terdapat 10 siswa atau 34%
menjadi 2 orang siswa atau 8 %
Nuriyanto, Rhony (2013) Peningkatan Hasil Belajar Dan Keaktifan Siswa
Melalui Model Pembelajaran TGT Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas 4 SDN
1 Baleharjo Tahun Pelajaran 2012/2013. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan dengan penerapan model TGT hasil belajar dan keaktifan siswa kelas 4
dapat meningkat. Peningkatan hasil belajar siswa meningkat secara bertahap pada
kondisi awal yang tuntas ada 10 siswa (50%), siklus 1 jumlah siswa tuntas ada 19
(95%) siswa dan siklus 2 jumlah siswa yang tuntas ada 20 siswa (100%).
Sedangkan keaktifan siswa kondisi awal frekuensi terbanyak berada pada kondisi
cukup aktif (65%), siklus 1 frekuensi terbanyak berada pada kondisi aktif (100%),
dan pada siklus 2 frekuensi terbanyak berada pada sangat aktif (65%). Dari hasil
penelitian dengan menggunakan model pembelajaran TGT terbukti dapat
meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa.
Menurut Edy Hartomo (2014) penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe tgt berbantuan permainan ular tangga untuk meningkatkan hasil belajar
matematika siswa kelas 4. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan
berbantuan permainan ular tangga dapat meningkatkan hasil belajar siswa
kelas 4 di SDN Kemiri 1 tahun pelajaran 2012/2013 Kecamatan Jepon
Kabupaten Blora. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan persentase hasil
belajar siklus I sebesar 70,5% yaitu pada kategori sedang menjadi 80,20% pada
kategori tinggi. Hasil belajar matematika siswa kelas IV siklus I ke siklus II
mengalami peningkatan sebesar 9,75%. Hasil tes siswa berupa rata-rata nilai
setiap siklusnya mencapai lebih dari KKM dan mencapai kategori nilai yang
peneliti harapkan.
2.3 Kerangka Berfikir
Pada kondisi awal guru
ceramah, sehingga siswa menjadi bosan dan malas memperhatikan penjelasan dari
guru, tidak ada yang bertanya ketika guru memberikan kesempatan untuk
bertanya. Hal tersebut disebabkan karena, guru kurang
memanfaatkan model pembelajaran
rendah.
Dari keadaan ini
pembelajaran kooperatif tipe TGT
melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, mengandung
unsur permainan dan penguatan, memungkinkan siswa lebih aktif dalam
pembelajaran. Disamping
dalam persaingan sehat dan keterlibatan
kemampuan untuk mengingat dan memahami materi dengan baik.
Kondisi akhir
matematika dan semua siswa mencapai nilai KKM.
berfikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Kerangka Berfikir
kondisi awal guru masih menggunakan model pembelajaran
sehingga siswa menjadi bosan dan malas memperhatikan penjelasan dari
, tidak ada yang bertanya ketika guru memberikan kesempatan untuk
Hal tersebut disebabkan karena, guru kurang
memanfaatkan model pembelajaran dan menyebabkan hasil belajar siswa menjadi
Dari keadaan ini akan dilakukan tindakan berupa penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT berbantuan roda pintar matematika
ivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, mengandung
unsur permainan dan penguatan, memungkinkan siswa lebih aktif dalam
isamping itu dapat menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama
dalam persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Sehingga siswa
kemampuan untuk mengingat dan memahami materi dengan baik.
akhir yang diharapkan adalah hasil belajar pada mata pelajaran
dan semua siswa mencapai nilai KKM. Adapun skema kerangka
berfikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
19
menggunakan model pembelajaran
sehingga siswa menjadi bosan dan malas memperhatikan penjelasan dari
, tidak ada yang bertanya ketika guru memberikan kesempatan untuk
optimal dalam
dan menyebabkan hasil belajar siswa menjadi
dilakukan tindakan berupa penggunaan model
berbantuan roda pintar matematika. Model ini
ivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, mengandung
unsur permainan dan penguatan, memungkinkan siswa lebih aktif dalam kegiatan
menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama
belajar. Sehingga siswa memiliki
kemampuan untuk mengingat dan memahami materi dengan baik.
pada mata pelajaran
Adapun skema kerangka
20
2.4 Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran
kooperatif tipe TGT Berbantuan Roda Pintar Matematika dalam pembelajaran
Matematika diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa
kelas 5 SD Negeri 2 Wates Kecamatan Kedungjati.