bab ii kajian pustaka dan rumusan hipotesis 2.1 … ii.pdf · serta keadaan fisik dan kejiwaan....

33
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Kinerja Hasibuan (2007:121) menyatakan bahwa kinerja merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap karyawan atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan langkah untuk tercapainya tujuan organisasi. Sehingga perlu diupayakan usaha untuk meningkatkan kinerja. Tetapi hal ini tidak mudah sebab banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja seseorang. Fadli (2004) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang disumbangkan oleh seorang karyawan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya kepada organisasi (perusahaan). Darmanegara (2013) kinerja kerja tinggi diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap kinerja dan kemajuan perusahaan, karena kinerja perusahaan merupakan sinergi dari seluruh karyawan dan kinerja seluruh tim/unit- unit usahanya. Kinerja karyawan akan mencerminkan tingkat kinerja yang dapat dicapai oleh organisasi secara keseluruhan. Penelitian Gunawan dalam Nugraheny (2009) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mempengaruhi kinerja, budaya organisasi mempengaruhi kinerja organisasi, bekerja efek motivasi tentang kepemimpinan, budaya organisasi mempengaruhi gaya kepemimpinan dan budaya organisasi mempengaruhi kinerja.

Upload: doannhi

Post on 06-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Pengertian Kinerja

Hasibuan (2007:121) menyatakan bahwa kinerja merupakan perwujudan

kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar

penilaian terhadap karyawan atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan

langkah untuk tercapainya tujuan organisasi. Sehingga perlu diupayakan usaha

untuk meningkatkan kinerja. Tetapi hal ini tidak mudah sebab banyak faktor yang

mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja seseorang. Fadli (2004) menyatakan

kinerja adalah hasil kerja yang disumbangkan oleh seorang karyawan yang

berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya kepada organisasi (perusahaan).

Darmanegara (2013) kinerja kerja tinggi diharapkan dapat memberikan

kontribusi signifikan terhadap kinerja dan kemajuan perusahaan, karena kinerja

perusahaan merupakan sinergi dari seluruh karyawan dan kinerja seluruh tim/unit-

unit usahanya. Kinerja karyawan akan mencerminkan tingkat kinerja yang dapat

dicapai oleh organisasi secara keseluruhan. Penelitian Gunawan dalam Nugraheny

(2009) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mempengaruhi kinerja, budaya

organisasi mempengaruhi kinerja organisasi, bekerja efek motivasi tentang

kepemimpinan, budaya organisasi mempengaruhi gaya kepemimpinan dan budaya

organisasi mempengaruhi kinerja.

Mangkunegara (2009:9) menyatakan bahwa kinerja sumber daya manusia

adalah pretasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang

dicapai sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas

kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikannya. Simamora (2004:39)

menyatakan bahwa kinerja mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang

membentuk sebuah pekerjaan karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik

karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Rivai (2008:131) menyatakan

bahwa kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai

prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam

perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam

upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat dikemukakan bahwa kinerja

adalah hasil kerja nyata yang sangat penting dan diharapkan oleh organisasi yang

mampu dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya

sesuai dengan kriteria dan tujuan yang ditetapkan oleh organisasi dan pada

akhirnya akan membantu kelangsungan hidup organisasi secara

berkesinambungan.

2.1.2 Penilaian Kinerja

Simamora (2004:351) menyatakan bahwa penilaian kinerja seyogyanya

tidak dipahami secara sempit, tetapi dapat menghasilkan beraneka ragam jenis

kinerja yang diukur melalui berbagai cara. Kuncinya adalah dengan sering

mengukur kinerja dan menggunakan informasi tersebut untuk koreksi pertengahan

periode.

Mitchell dalam Sedarmayanti (2009:51) menyatakan bahwa kinerja

meliputi beberapa aspek, yaitu :

1) Quality of work

2) Promptness

3) Initiative

4) Capability

5) Communication

Darmanegara (2013) menggunakan empat indikator kinerja

ketenagakerjaan yaitu :

1) Kuantitas,

2) Kualitas,

3) Ketepatan waktu,

4) Kemampuan kerjasama.

Simamora (2004:383) menyatakan bahwa kinerja karyawan sesungguhnya

dinilai atas lima dimensi :

1) Mutu

2) Kuantitas

3) Penyelesaian proyek

4) Kerjasama

5) Kepemimpinan

Tohardi (2002:225) menyatakan bahwa unsur-unsur yang dinilai adalah

sebagai berikut :

1) Kesetiaan (loyalitas)

2) Tanggung jawab

3) Ketaatan

4) Kejujuran

5) Kerjasama

6) Prakarsa

7) Daerah organisasi

Penelitian dari Cahyono (2014) menggunakan aspek-aspek kinerja sebagai

berikut :

1) Pencapaian jumlah pekerjaan sesuai target

2) Kesediaan menyelesaikan tugas

3) Pengerjaan tugas dan pekerjaan dengan cermat dan teliti

4) Pengerjaan rapi dan mudah dipertanggungjawabkan

5) Tingkat ketidaksalahan dalam bekerja

6) Optimalisasi jam kerja

7) Pengerjaan tugas sesuai dengan kualitas yang ditargetkan

8) Ketepatan waktu kerja

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Martoyo (2000:15), faktor yang berpengaruh terhadap kinerja

karyawan adalah motivasi, kepuasan kerja, tingkat stress, kondisi fisik pekerjaan,

sistem kompensasi, gaya kepemimpinan, aspek-aspek teknis, dan perilaku lainnya.

Dalam penelitian ini faktor yang digunakan untuk menentukan kinerja adalah

gaya kepemimpinan transformasional, motivasi kerja, dan disiplin kerja.

Wirawan (2009:7) juga menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja karyawan dalam suatu organisasi adalah sebagai berikut.

1) Faktor internal karyawan, yaitu faktor-faktor dari dalam diri karyawan yang

merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika

karyawan berkembang. Faktor-faktor bawaan misalnya bakat, sifat pribadi,

serta keadaan fisik dan kejiwaan. Sementara faktor-faktor yang diperoleh

misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman kerja, dan

motivasi kerja.

2) Faktor-faktor lingkungan internal organisasi seperti strategi organisasi,

dukungan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan,

serta sistem manajemen dan kompensasi. Oleh karena itu, manajemen

organisasi harus menciptakan lingkungan internal organisasi yang kondusif

sehingga dapat mendukung dan meningkatkan produktivitas karyawan.

3) Faktor lingkungan eksternal organisasi seperti keadaan, kejadian, atau situasi

yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang mempengaruhi kinerja

karyawan. Budaya masyarakat juga merupakan faktor eksternal yang

mempengaruhi kinerja karyawan.

2.1.4 Pengertian Kepemimpinan

Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar

ditentukan oleh kepemimpinan. Menurut Yulk (2010:4) kepemimpinan adalah

perilaku individu yang mengarahkan aktivitas kelompok untuk mencapai sasaran

bersama.

Kartono dikutip Priansa dan Garnida (2013:141) menyatakan bahwa

kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memberikan pengaruh yang

konstruktif kepada orang lain untuk melakukan satu usaha kooperatif guna

mencapai tujuan yang sudah direncanakan.

Kouzen dan Posner dikutip Priansa dan Garnida (2013:141) menyatakan

bahwa kepemimpinan adalah penciptaan cara bagi orang untuk ikut berkontribusi

dalam mewujudkan sesuatu yang luar biasa. Kepemimpinan merupakan tulang

punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan

sulit mencapai tujuan organisasi (Groves, 2006).

Kepemimpinan merupakan proses kegiatan yang diarahkan kepada

pencapaian tujuan untuk memperoleh hasil tertentu (Wuradji, 2008:3).

Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti yang didalamnya memiliki

unsur-unsur : seni, adanya kemampuan dan kecerdasan mempengaruhi perasaan

dan pikiran dari proses tersebut mengakibatkan adanya kesediaan untuk

melakukan suatu usaha yang diinginkan dan mengarahkan tercapai tujuan bersama

(Winanti, 2010:12).

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami

dan setuju dengan apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana melakukan

tugas tersebut secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu

dalam kelompok mencapai tujuan bersama (Yukl dalam Sunyoto dan Burhanudin,

2011:86). Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku

bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai

tujuan organisasi (Hasibuan, 2007:170). Hakim (2011) mengatakan bahwa gaya

kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin

dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja.

Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu

proses mempengaruhi dan menggerakkan bawahan agar mau bertindak atau

melaksanakan tugas-tugasnya sehingga tujuan dari organisasi dapat tercapai.

2.1.5 Pengertian Kepemimpinan Transformasional

Salder dalam Wuradji (2008:48) kepemimpinan transformasional adalah

suatu proses kepemimpinan dimana pemimpin mengembangkan komitmen

pengikutnya dengan berbagai nilai-nilai dan berbagai visi organisasi.

Kepemimpinan Transformasional pada dasarnya dapat menciptakan lingkungan

yang memotivasi karyawan dalam mencapai tujuan organisasi serta

mengembangkan minat dalam bekerja (Kresnandito, 2012:80). Kepemimpinan

transformasional mendasarkan diri pada prinsip pengembangan bawahan (follower

development). Pemimpin mengembangkan dan mengarahkan potensi dan

kemampuan bawahan untuk mencapai bahkan melampui tujuan organisasi

(Maulizar, 2012:4).

Kepemimpinan transformasional mengacu pada pemimpin yang berhasil

menggerakkan karyawan melampaui kepentingan diri secara langsung melalui

pengaruh ideal (karisma), inspirasi, stimulasi intelektual, atau pertimbangan

individual. Ini mengangkat kematangan karyawan dan cita-cita serta kemauan

untuk berprestasi, aktualisi diri dan kesejahteraan orang lain, organisasi dan

masyarakat (Hamdani, 2012:6).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa kepemimpinan

transformasional adalah kepemimpinan yang memotivasi karyawan untuk

melakukan pekerjaan atau tugas lebih baik dari apa yang bawahan inginkan

sehingga mampu menimbulkan kesadaran yang tinggi terhadap tujuan dan misi

organisasi serta akan membangkitkan komitmen para pekerja untuk melihat dunia

kerja melampui batas-batas kepentingan pribadi demi kepentingan organisasi.

2.1.6 Indikator Kepemimpinan Transformasional

Wuradji (2008:51) menyatakan bahwa konsep kepemimpinan

tranformasional mengandung empat komponen pokok, yaitu :

1) Charisma : pemimpin transformasional memiliki sifat-sifat kharismatik.

2) Inspiration : pemimpin transformasional kaya akan ide atau inspirasi : di mata

pengikutnya idenya selalu cemerlang

3) Belief : pemimpin yang memiliki insting atau naluri yang kuat, dapat melihat

dan membuat keputusan-keputusan tepat yang berdampak positif bagi

organisasi.

4) Intelectual stimulation : dalam upaya mempengaruhi dan atau mengarahkan

pengikutnya, menggunakan pertimbangan yang dapat diterima nalar. Dia

mengarahkan pengikutnya melalui pendekatan kesadaran.

Bass, Silin, Rumtini dalam Winanti (2010:29) menyatakan bahwa model

kepemimpinan tranformasional terdiri dari tiga komponen yaitu :

1) Karisma merupakan komponen yang paling penting didalam kepemimpinan

transformasional. Perilaku yang mencerminkan seorang pemimpin karismatik,

diantaranya membangun rasa cinta dan percaya diri dari bawahan, bawahan

menerima pemimpinnya karena ekspresi keteladanan dari si pemimpin, dapat

membangkitkan antusiasme kerja bawahan, mampu membedakan hal-hal yang

benar atau tidak, mengemban misi organisasi melalui sikap loyal, setia, tekun,

menanamkan rasa kebanggaan serta membangkitkan rasa hormat.

2) Konsiderasi individual, tidak mengingkari hakekat manusia sebagai makhluk

individu, seorang pemimpin transformasional akan memperhatikan faktor-

faktor individu sebagaimana tidak boleh disamaratakan, karena danya

perbedaan kepentingan dan pengembangan diri yang berbeda satu sama lain.

3) Stimulus intelektual, seorang pemimpin transformasional akan selalu

melakukan situmulasi-stimulasi intelektual, unsur-unsurnya akan tercermin

dalam kemampuan seorang pemimpin dalam menciptakan,

menginterpretasikan, mengelaborasi simbol-simbol yang muncul dalam

kehidupan, mengajak bawahan untuk berpikir dengan cara-cara baru dan

mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah secara bebas.

Bass dan Avilio dalam Sudarwan Danim dan Suparno (2009:54)

menyatakan bahwa indikator kepemimpinan transformasional antara lain :

1) Atribut-atribut pengaruh ideal

2) Perilaku pengaruh ideal

3) Motivasi inspirasional

4) Stumulasi intelektual

5) Individualisasi konsiderasi

Kepemimpinan transformasional memiliki beberapa karakteristik. Menurut

Pramastuti dalam Danang Sunyoto dan Burhanudin (2011:110) karakteristik

kepemimpinan transformasional terdiri dari :

1) Charismatic Leadership

Pemimpin transformasional memiliki suatu karisma yang dikagumi dan

dihormati, sehingga dengan pengaruh dan kekuatan karisma tersebut

pemimpin mudah untuk mengkomunikasikan visi atau misi organisasi

kepada pengikut. Pengikut menganggap pemimpin sebagai model yang ingin

ditiru, sehingga menumbuhkan antusiasme kerja. Melalui karisma yang

dimiliki tersebut pemimpin dapat membentuk dan memperbanyak

anggotanya melalui keyakinan, ambisi, energi, jeli melihat dan

memanfaatkan peluang yang ada. Di samping itu melalui karismanya,

pemimpin dapat mengilhami loyalitas, ketekunan, menanamkan kebanggaan

dan kesetiaan, serta membangkitkan rasa hormat.

2) Inspirational Leadership

Pemimpin transformasional mampu untuk membangkitkan semangat

pengikutnya yang merasa ragu-ragu atau tidak mampu dalam menyelesaikan

suatu tugas. Pemimpin dapat memberikan inspirasi, secara emosional

membangkitkan, menggerakkan, dan menyemarakkan kondisi yang sudah

tidak lagi menggairahkan. Misalnya dengan cara memberikan semangat,

pujian maupun dorongan.

3) Belief

Pemimpin transformasional memiliki insting atau naluri yang kuat, dapat

melihat dan membuat keputusan-keputusan tepat yang berdampak positif

bagi organisasi, sehingga mampu bertindak dengan penuh keyakinan dan

menanamkan kepercayaan kepada para pengikutnya.

4) Intellectual Stimulation

Pemimpin transformasional mampu memberikan dan melakukan stimuli-

stimuli intelektual kepada para pengikutnya, mampu mendorong para

pengikutnya untuk bertindak secara kreatif, mengajak bawahan untuk

berpikir dengan cara-cara baru, berani memunculkan ide-ide dan berpikir

rasional dalam menyelesaikan suatu masalah, tidak berdasarkan opini atau

dugaan saja. Bawahan dikondisikan pada situasi untuk selalu bertanya pada

dirinya sendiri dan membandingkan dengan asumsi yang berkembang di

masyarakat, kemudian mengembangkan kemampuan pemecahan masalah

secara bebas dengan menggunakan intelectual stimulation yang mereka

miliki.

5) Individualized Consideration.

Ciri ini berkaitan dengan tanggung jawab dan kemampuan pemimpin dalam

memberikan kepuasan dan meningkatkan produktivitas para pengikutnya.

Pemimpin transformasional cenderung bersikap membaur menjadi satu

dengan pengikutnya, bersahabat, dekat, informal, dan mampu

memberlakukan pengikutnya sebagaimana layaknya individu dengan

kebutuhan masing-masing. Pemimpin memperhatikan faktor-faktor

individual, karena adanya perbedaan, kepentingan, dan pengembangan diri

yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Dengan demikian, kelima perilaku tersebut diharapkan mampu

memotivasi terjadinya perubahan perilaku bawahan untuk mengoptimalkan usaha

dan kinerja yang lebih memuaskan kearah tercapainya visi dan misi organisasi.

2.1.7 Pedoman Untuk Kepemimpinan Transformasional

Yukl dalam Wuradji (2008:53) menyatakan bahwa pedoman untuk

kepemimpinan transformasional antara lain :

1) Kembangkan visi dan misi yang jelas yang dapat dipahami dan diterima

pengikutnya.

Visi merupakan gambaran suatu cita-cita ke depan yang menggambarkan

idealisme dari pemimpin mengenai apa yang akan diharapkan dalam rangka

merubah kondisi organisasi dari suatu kondisi kekondisi lain yang lebih baik.

Adanya visi yang jelas dan menarik akan menjadi inspirasi bagi pengikutnya

dalam memaknai dan menarik semua pihak akan kebutuhan fundamental dari

organisasi, oleh karena itu visi organisasi harus jelas dan menarik, sehingga

semua komponen organisasi akan menerima dan kemudian memiliki

komitmen untuk merealisasikannya dalam tindakan nyata.

2) Kembangkan strategi untuk merealisasikan visi yang telah ditentukan.

Strategi merupakan cara dan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam

mencapai tujuan. Penentuan strategi dilandasi oleh adanya visi yang jelas dan

menarik. Visi yang jelas akan berfungsi memedomani dan mengarahkan

strategi untuk mencapai tujuan. Penetapan strategi ini penting, karena dengan

strategi yang jelas yang telah dipahami semua komponen organisasi, semua

tindakan dan kegiatan organisasi menjadi jelas arahnya.

3) Jelaskan dan promosikan visnya tersebut kepada pengikutnya.

Agar semua komponen organisasi merasa memiliki dan merasa bertanggung

jawab akan terlealisasinya visi menjadi kenyataan, maka visi organisasi harus

dimengerti atau dipahami dengan baik oleh semua anggota organisasi. Tanpa

memiliki pemahaman yang baik, tidak mungkin mereka bersedia dan siap

merealisasikannya dalam tindakan-tindakan nyata.

4) Bertindaklah dengan penuh percaya diri dan selalu bersikap positif.

Pemimpin yang tidak memiliki rasa percaya diri dan memiliki sikap positif,

tidak akan mungkin dapat membawa atau mempengaruhi pengikutnya untuk

bertindak mengikuti arahannya dengan baik. Mana mungkin pemimpin yang

ragu-ragu dalam menetapkan kebijakan organisasi akan diikuti oleh

pengikutnya. Oleh karena itu, agar perintah dan arahannya diikuti

pengikutnya, agar ajakan untuk melakukan perubahan-perubahan organisasi

secara mendasar, di mata pengikutnya, pemimpin harus penuh percaya diri

dan memiliki sikap positif terhadap perubahan.

5) Ekspresikan sikap percaya dirinya tersebut dihadapan pengikutnya.

Agar para pengikutnya bersedia mengikuti arahannya untuk merealisasikan

visi organisasi menjadi kenyataan, maka pemimpin harus mampu

mewujudkan bahwa dirinya memang memiliki ambisi dan kemampuan untuk

merealisasikan visinya tersebut. Jangan sampai pemimpin terihat ragu-ragu

dalam mengambil kebijakan yang harus di tempuh dalam upaya

merealisasikan visinya tersebut.

6) Gunakan keberhasilan yang telah dicapai untuk membangun rasa percaya diri.

Keberhasilan yang telah dicapai merupakan modal dasar bagi pelaku

organisasi untuk memotivasi usaha-usaha berikutnya. Keberhasilan yang

dicapai merupakan buah dari hasil kerja yang telah dilakukan selama ini.

Apabila organisasi memperoleh keberhasilan, hal itu berarti bahwa apa yang

dilakukannya selama ini berada pada jalur yang benar, dan oleh karena itu

perlu dilanjutkan.

7) Rayakan setiap mencapai keberhasilan.

Upacara merayakan suatu keberhasilan, apakah sifatnya formal ataupun

informal, akan memberikan peluang dan kesempatan kepada semua komponen

organisasi untuk meningkatkan optimismenya, membangun komitmen, dan

memperkuat nilai-nilai kebersamaan dalam organisasi. Hal ini juga

mengandung makna bahwa organisasi mengakui dan menghargai prestasi

yang telah dicapai dan ditunjukkan oleh karyawannya.

8) Gunakan tindakan-tindakan yang bersifat dramatis dan simbolis untuk

menekankan nilai-nilai kunci organisasi.

Cara ini diperlukan untuk mengembangkan komitmen anggota organisasiakan

adanya kesediaan dan kemauan untuk memperjuankann terlealisasinya visi

organisasi. Untuk mewujutkan visi organisasi menjadi kenyataan, anggota

organisasi harus, memiliki, memahami dan menghayati nilai-nilai organisasi.

9) Pemimpin harus menempatkan diri sebagai panutan.

Sebagaimana banyak ungkapkan dikemukakan, banyak orang mudah

mengatakan sesuatu akan tetapi sulit melaksanakannya. Demikian juga banyak

pemimpin yang lebih mudah memberikan arahan supaya pengikutnya disiplin,

tetapi dirinya sendiri tidak disiplin. Juga banyak diantara pemimpin yang tidak

konsekuen mengenai apa yang diucapkan dengan tindakannya.

10) Ciptakan budaya kerja yang produktif.

Upaya untuk mewujudkan visi menjadi kenyataan tidak dapat dilakukan

dengan mudah. Untuk itu perlu diciptakan semangat baru dan budaya kerja

baru. Budaya kerja lama yang kurang mendukung gerakan transformasi harus

dibuang jauh-jauh, dan diciptakan budaya kerja baru yang mendukung semua

pihak termotivasi untuk melakukan transformasi.

11) Gunakan upacara untuk menandai adanya transisi suatu perubahan.

Suatu transformasi yang diprogram secara jangka panjang, biasanya

pelaksanaanya melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan periode waktu

tertentu. Periode tersebut bisa satu tahun, lima tahunan, sepuluh tahunan, atau

dua puluh lima tahunan. Untuk menandai tingkat kemajuannya, biasanya

setiap periode pelaksanaan suatu program atau kegiatan telah berakhir,

diperlukan upacara untuk melakukan refleksi akan keberhasilan dan atau

kegagalan yang dijumpai, dan dengan refleksi tersebut hasilnya digunakan

untuk memperbaiki program atau kegiatan pada tahapan periode berikutnya.

2.1.8 Pengertian Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja yang menyenangkan menjadi dambaan seluruh

karyawan yang ada dalam sebuah perusahaan atau organisasi serta akan membuat

pegawai bekerja pada kondisi yang menyenangkan atau bersemangat dan akan

menyebabkan pekerjaan dapat terselesaikan secara memuaskan dan tepat pada

waktunya. Menurut Handoko (2001:22) lingkungan kerja adalah gejala fisik dan

non fisik dari dalam organisasi yang dilayani karyawan yang dapat mempengaruhi

karyawan dalam bekerja dalam lingkungannya. Menurut Nitisemito (2002:109)

lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan pekerja yang dapat

mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan. Menurut

Peralatan-peralatan yang baik dan perlindungan terhadap mara bahaya, ventilasi

yang baik, penerangan yang cukup, dan kebersihan bukan saja menambah

kegairahan dalam bekerja tetapi juga akan meningkatkan kinerja karyawan.

Manullang (2007:12) menyatakan bahwa lingkungan kerja fisik adalah

kondisi-kondisi pekerjaan yang menyenangkan terlebih lagi semasa jam kerja

akan memperbaiki moral karyawan dan kesungguhan bekerja. Lingkungan kerja

mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap para karyawan dan jalannya

operasi perusahaan, sehingga dengan demikian baik secara langsung maupun

tidak langsung akan mempengaruhi tingkat produktivitas perusahaan (Tohardi,

2002:136).

Menurut Sedarmayanti (2007:26) yang dimaksud dengan lingkungan kerja

fisik yaitu semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja

dimana dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Lingkungan kerja fisik sendiri dapat dibagi dalam dua kategori, yakni:

1) Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (seperti : pusat

kerja, kursi, meja dan sebagainya).

2) Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan

kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, (misalnya : temperatur,

kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau

tidak sedap, warna, dan lain-lain).

Dari pernyataan para ahli dapat dinyatakan bahwa lingkungan kerja

merupakan keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan

yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan

pekerjaan.

2.1.9 Indikator Lingkungan Kerja Fisik

Sulistyadi dalam Priansa dan Garnida (2013:129) menyatakan bahwa

beberapa kondisi lingkungan fisik kerja yang mempengaruhi kinerja dan

produktivitas kerja adalah.

1) Siklus Udara

Komposisi udara sekitar manusia, terdiri dari 21 persen oksigen, 78 persen

nitrogen, 0,03 persen karbondioksida dan 0,97 persen gas lainnya

(campuran). Oksigen terutama merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk

hidup. Udara sekitar kita dinyatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara

telah berkurang atau bercampur dengan polusi gas buang atau bau-bauan

yang berbahaya bagi kesehatan tubuh, biasanya ditandai dengan sesak

pernafasan.

2) Pencahayaan

Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat obyek secara

jelas, cepat tanpa menimbulkan kesalahan. Pencahayaan yang kurang

mengakibatkan mata menjadi cepat lelah, sehingga mengakibatkan lelahnya

mental dan menimbulkan kerusakan mata. Kemampuan mata untuk melihat

sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu.

(1) Lamanya waktu untuk melihat obyek

(2) Ukuran obyek

(3) Derajat kontras antara obyek dengan sekelilingnya.

3) Kebisingan

Kemajuan teknologi ternyata membawa masalah seperti polusi. Salah satu

bentuk dari polusi adalah kebisingan dari bunyi-bunyian yang dapat

menggangu ketenangan kerja, merusak pendengaran, dan kesalahan

komunikasi. Kebisingan dinyatakan dalam ukuran desibel (db). Getaran

tersebut dapat menyebabkan terganggunya konsentrasi kerja, mempercepat

proses kelelahan, dan menyebabkan gangguan pada anggota tubuh seperti :

mata, telinga, syaraf, otot dan lain-lain.

4) Warna

Warna berkaitan dengan warna tembok ruangan dan interior yang ada di

sekitar tempat kerja. Warna sangat berpengaruh tehadap kemampuan mata

melihat obyek. Beberapa penelitian menunjukkan beberapa pengaruh

terhadap kemampuan mata melihat obyek, antara lain.

(1) Warna merah bersifat merangsang

(2) Warna kuning memberikan kesan luas, leluasa dan tenang

(3) Warna hijau/biru memberikan kesan sejuk, aman dan segar

(4) Warna gelap memberikan kesan sempit

(5) Warna terang memberikan kesan luas.

Sedarmayanti dalam Priansa dan Garnida (2013:131) menyatakan bahwa

faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja

dikaitkan dengan kemampuan manusia dalam bekerja adalah.

1) Penerangan/Cahaya di tempat Kerja

Cahaya/penerangan yang kurang jelas mengakibatkan penglihatan menjadi

kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan

dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan

pekerjaan, sehingga tujuan organisasi dapat dicapai.

2) Sirkulasi udara di tempat kerja

Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan makhluk hidup untuk menjaga

kelangsusngan hidup, yaitu untuk proses metabolisme.

3) Kebisingan di tempat kerja

Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya

adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak

dikehendaki terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat

mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran dan menimbulkan

kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius

bisa menyebabkan kematian.

4) Tata warna di tempat kerja

Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan

sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan

penataan dekorasi musik di tempat kerja.

Seperti telah diuraikan, lingkungan kerja berpengaruh terhadap

produktivitas kerja karyawan, ini berarti suatu organisasi harus berusaha

menciptakan suasana lingkungan kerja sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan

pegawainya yang melaksanakan tugas pada satu tempat kerja di dalam mencapai

tujuan yang diinginkan suatu organisasi. Untuk dapat meningkatkan produktivitas

kerja para pegawai, perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan kerja.

Maryati (2008:135-143) menyatakan bahwa lingkungan kerja yang baik

akan membuat para pekerja merasa nyaman. Jika pekerja atau karyawan merasa

nyaman dalam bekerja bisa dipastikan produktivitas akan meningkat. Peningkatan

produktivitas secara tidak langsung akan meningkatkan keuntungan perusahaan.

Banyak faktor yang mempengaruhi kenyamanan kerja, salah satunya bisa

diciptakan melalui perencanaan lingkungan kerja fisik yang baik. Lingkungan

kerja fisik kantor terdiri dari.

1) Warna

Pemilihan warna dalam ruang kerja perusahaan mempengaruhi kondisi kerja

para karyawan. Selain warna mempunyai efek dari segi psikologis, pemilihan

warna juga akan mempunyai hubungan yang erat dengan sistem penataan

penerangan dalam ruang kerja, terutama untuk sistem penerangan yang

mempergunakan dinding atau atap sebagai pembaur/pemantul sinar.

2) Penerangan

Penerangan dari ruang keraj merupakan faktor penting untuk meningkatkan

produktivitas kerja karyawan. Dengan penerangan yang baik para karyawan

akan bekerja lebih baik, lebih teliti sehingga hasil kerja karyawan tersebut

mempunyai kualitas yang lebih baik.

3) Suara

Dalam perusahaan sering kali menggunakan alat-alat kerja yang sistem

operasinya menimbulkan suara bising. Misalnya suara mesin pabrik, suara

diesel, suara alat ketik dan lain sebagainya. Secara langsung suara bising

akan berpengaruh buruk terhadap fisik karyawan, dan secara tidak langsung

akan menurunkan prestasi kerja karyawan. Oleh karena itu penanggulangan

suara bising juga diperlukan dalam perencanaan lingkungan kerja, dalam

upaya menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.

4) Musik

Penggunaan musik di kantor dimungkinkan namun tergantung dari kondisi

kerja serta selera karyawan dalam kantor tersebut. Musik bisa menjadi sarana

untuk meningkatkan motivasi, namun sebaliknya bisa juga mengganggu jika

pemilihan jenis musik tidak tepat.

5) Udara

Udara yang baik atau bersih berpengaruh positif dalam meningkatkan

produktivitas, kualitas kerja, kesehatan, serta semangat kerja. Selain itu udara

yang bersih dan segar dalam lingkungan kerja akan menimbulkan kesan yang

baik bagi tamu.

6) Suhu

Suhu atau temperatur ruang kerja merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kondisi kenyamanan kerja karyawan perusahaan. Suhu ruang

kerja yang terlalu panas akan menyebabkan karyawan merasa gerah, gelisah,

cepat capai, mengantuk, akibatnya akan menurunkan gairah kerja serta

meningkatkan tingkat kesalahan kerja. Sedangkan suhu yang terlalu dingin

menyebabkan tidak nyaman dan menurunkan daya tangkap. Suhu pada ruang

kerja mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam hubungannya dengan

tingkat produktivitas perusahaan. Oleh karena itu dalam perencanaan

lingkungan kerja, masalah suhu ruangan perlu direncanakan dengan baik.

Tohardi (2002:137) menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam

lingkungan kerja fisik adalah ruangan, penerangan, gangguan dalam ruang kerja

(noisy), keadaan udara (kelembaban, temperatur, sirkulasi udara) dan warna.

2.1.10 Pengertian Kompensasi

Kompensasi adalah seluruh balas jasa baik berupa uang, barang maupun

kenikmatan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan atas kinerja yang

disumbangkan kepada perusahaan. Kompensasi merupakan kontra prestasi yang

diterima oleh karyawan atas kinerjanya. Bila ditinjau dari sudut pandang

karyawan sendiri, maka kompensasi merupakan hak yang timbul karena karyawan

telah memenuhi kewajibannya. Sedangkan dari sudut pandang perusahaan,

kompensasi merupakan kewajiban atas hak yang telah diterima dari karyawan

(Gorda, 2006:179).

Kompensasi adalah sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa

untuk jerja mereka (Umar, 2008:16). Kompensasi merupakan sesuatu yang

diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan

(Rivai, 2008:357).

Dari pendapat para ahli tersebut maka dapat dikatakan kompensasi adalah

balas jasa yang diberikan oleh perusahaan baik berupa uang, barang maupun

kenikmatan kepada para pekerja yang memberikan kontribusi dalam mewujudkan

tujuannya melalui kegiatan yang disebut bekerja.

2.1.11 Jenis-Jenis Kompensasi

Kompensasi dapat dibagi 2 menjadi : (Rivai, 2008:357–358)

1) Kompensasi Finansial

Kompensasi finansial terdiri dari kompensasi langsung dan kompensasi tidak

langsung. Kompensasi langsung terdiri dari pembayaran karyawan dalam

bentuk upah, gaji, bonus, atau komisi. Kompensasi tidak langsung, atau

benefit, terdiri dari semua pembayaran yang tidak tercakup dalam

kompensasi finansial langsung yang meliputi liburan, berbagai macam

asuransi, jasa seperti perawatan anak atau kepedulian keagamaan, dan

sebagainya.

2) Kompensasi Non Finansial

Kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan berupa

peluang promosi, pengakuan kerja, dapat pujian, bersahabat, menyenangkan,

kondusif, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi motivasi kerja

karyawan, produktifitas, dan kepuasan.

2.1.12 Tujuan Kompensasi

Tujuan dari pemberian kompensasi adalah : (Gorda, 2006:180–182)

1) Menjamin tumbuhnya rasa keadilan

Pimpinan perusahaan di dalam merumuskan kebijaksanaan kompensasi

untuk karyawan harus diupayakan seadil-adilnya. Untuk mendekati rasa

keadilan itu, pimpinan perusahaan harus mempertimbangan beberapa faktor

di dalam merumuskan kebijaksanaan kompensasi seperti ruang lingkup

tugas dan tanggung jawab, tingkat resiko dari pelaksanaan tugas, berat

ringannya tugas yang dipangku, pengalaman melaksanakan tugas di

perusahaan, dan sebagainya.

2) Memperoleh sumber daya menusia yang berkualitas

Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi baik aspek spiritual,

intelektual, sosial maupun aspek profesionalnya adalah yang cukup mahal,

karena mereka menurut kompensasi yang cukup tinggi. Oleh sebab itu untuk

memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas, pimpinan perusahaan

dipandang perlu menetapkan kebijaksanaan kompensasi yang layak sebagai

daya tariknya. Kebijaksanaan kompensasi yang layak tersebut lebih penting

lagi dihubungkan dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi di

kalangan dunia bisnis di dalam memperebutkan sumber daya manusia yang

berkualitas.

3) Mempertahankan sumber daya manusia di perusahaan

Dewasa ini persaingan dunia bisnis semakin meningkatkan dan ketat yang

diwarnai oleh saling bajak-membajak sumber daya manusia yang berkualitas

dengan menjanjikan kompensasi yang lebih baik dan menarik. Oleh, sebab

itu, kebijaksanaan kompensasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan yang

kompentitif sifatnya akan menjadi faktor penyebab sumber daya manusia

yang dimilikinya akan lari beralih ke perusahaan lain yang menjanjikan

kompensasi yang lebih baik dan relatif lebih tinggi. Bila ini terjadi maka

tingkat perputaran karyawan (labour turn-over) di perusahaan yang

bersangkutan tinggi, kondisi perusahaan yang demikian itu mencirikan

bahwa dalam perusahaan terjadi komerosotan semangat kerja di kalangan

karyawan.

4) Memenuhi ketentuan perundang-undangan

Pemerintah mengeluarkan ketentuan tantang upah minimum bagi karyawan

menurut jenis perindustrian/industri. Bila pimpinan perusahaan tidak

mengindahkan ketentuan-ketentuan upah minimum maka pimpinan

perusahaan akan dihadapkan kepada berbagai masalah seperti :

(1) Pimpinan perusahaan dapat dituntut di depan pengadilan karena

melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam

menetapkan kompensasi.

(2) Terbuka kemungkinan terjadi protes berupa unjuk rasa bahkan

pemogokan karyawan, karena menuntut dilaksanakan ketentuan upah

minimum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

5) Mengendalikan biaya kearah efesiensi

Kebijaksanaan kompensasi yang tepat merupakan faktor pendorong tumbuh-

kembangnya kinerja karyawan, kepuasan kerja dan semangat kerja di

kalangan karyawan. Indicator tersebut merupakan faktor utama

meningkatkan efesiensi di dalam perusahaan yang dicerminkan semakin

meningkat kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan

(rentabilitas). Sumber daya manusia di perusahaan itu mampu

meminimalkan biaya-biaya dalam hubungannya dengan operasi perusahaan.

6) Mengokohkan dan menentukan struktur

Kebijaksanaan sistem kompensasi dapat membantu struktur organisasi

perusahaan, hierarki statusnya, tingkat di mana orang-orang dalam posisi

teknik dapat mempengaruhi orang-orang yang ada di posisi ini.

7) Memudahkan sasaran strategis

Suatu perusahaan yang ingin membentuk budaya perusahaan yang

menguntungkan dan kompetitif, atau mungkin ingin menjadi tempat kerja

yang menarik sehingga dapat menarik pelamar-pelamar terbaik. Kompensasi

total dapat mencapai sasaran ini, dan dapat pula memajukan sasaran

perusahaan lainnya, seperti pertumbuhan pesat, kelangsungan hidup, dan

inovasi.

2.1.13 Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya Kompensasi

Adapun faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh perusahaan dalam

pemberian kompensasi, antara lain : (Hasibuan, 2007:127)

1) Penawaran dan permintaan tenaga kerja.

Jika pencarian kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan pekerjaan

(permintaan) maka kompensasi relatif kecil. Sebaliknya jika pencarian kerja

lebih sedikit daripada lowongan pekerja, maka kompensasi relative semakin

besar.

2) Kemampuan dan kesediaan perusahaan

Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin

baik maka tingkat kompensasi akan semakin besar. Tetapi sebaliknya, jika

kemampuan dan keadilan perusahaan untuk membayar kurang maka tingkat

kompensasi relative kecil.

3) Serikat buruh / organisasi karyawan

Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka, tingkat kompensasi

semakin besar. Sebaliknya jika serikat buruh tidak kuat dan kurang

berpengaruh maka tingkat kompensasi relative kecil.

4) Produktivitas kerja karyawan

Jika produktifitas kerja karyawan baik dan banyak maka kompensasi akan

semakin besar. Sebaliknya kalau produktifitas kerjanya buruk serta sedikit

maka kompensasinya kecil.

5) Pemerintah dengan undang-undang dan Keppres

Pemerintah dengan undang-undang dan keppres menetapkan besarnya batas

upah / balas jasa minimum. Peraturan pemerintah ini sangat penting supaya

pengusaha tidak sewenang-wenang menetapkan besarnya balas jasa bagi

karyawan. Pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat dari

kesewenang-wenangan.

6) Biaya hidup/cost of living

Apabila tingkat hidup di daerah itu tinggi maka tingkat kompensasi/upah

semakin besar. Sebaliknya, apabila tingkat hidup di daerah itu rendah maka

tingkat kompensasi/upah relative kecil. Seperti tingkat upah di Jakarta lebih

besar dari di Bandung. Karena tingkat hidup di Jakarta lebih besar daripada

di Bandung.

7) Posisi jabatan karyawan

Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima / gaji atau

kompensasi lebih besar. Sebaliknya karyawan yang menduduki jabatan lebih

rendah akan memperoleh gaji/kompensasi lebih kecil. Hal ini wajar karena

seseorang yang mendapat kewenangan yang memegang tanggung jawab

yang besar harus mendapatkan gaji/kompensasi yang lebih besar pula.

8) Pendidikan dan pengalaman kerja

Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka gaji/

balas jasanya akan semakin besar, karena kecakapan serta keterampilannya

lebih baik. Sebaliknya, karyawan yang berpendidikan rendah dan

pengalaman kerja yang kurang maka tingkat gaji dan kompensasi kecil.

9) Kondisi perekonomian nasional

Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju maka tingkat upah dan

kompensasi akan semakin besar, karena akan mendekati kondisi full

employment. Sebaliknya, jika kondisi perekonomian kurang maju maka

tingkat upah rendah, karena terdapat banyak pengangguran.

10) Jenis dan sifat pekerjaan

Kalau jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai resiko yang besar

maka tingkat upah/balas jasanya semakin besar karena membutuhkan

kecakapan serta ketelitian untuk mengerjakannya. Tetapi jika jenis dan sifat

pekerjaannya mudah dan resiko kecil, maka tingkat upah atau balas jasa

relatif rendah.

2.2 Kerangka Konseptual

Berdasarkan definisi dan kajian teori dari beberapa para ahli yang ada,

maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran sebagai dasar penentu hipotesis

seperti gambar berikut.

Gambar 2.1 Model Konseptual Penelitian

Kepemimpinan H1

Transformasional (X1)

Lingkungan Kerja H2

Fisik (X2)

Kinerja (Y)

Kompensasi (X3) H3

2.3 Hipotesis Penelitian

2.3.1 Pengaruh kepemimpiana transformasional, lingkungan kerja fisik, dan

kompensasi terhadap kinerja

Salain (2014) menemukan bahwa kepemimpinan transformasional

berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan di lingkungan Kanwil PT.

Pegadaian (Persero) Denpasar. Ekawarna dan Sofyan (2010) menemukan terdapat

pengaruh yang signifikan variabel lingkungan kerja fisik terhadap kinerja.

Vemmylia (2009) dan Afani (2008) menemukan bahwa variabel lingkungan kerja

fisik memiliki pengaruh yang positif serta signifikan terhadap kinerja karyawan.

Penelitian dari Dhermawan (2012) menunjukkan variabel kompensasi terhadap

variabel kinerja menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan. Islam et al.

(2011) menyatakan ada hubungan yang positif dan signifikan antara kompensasi

dan kepuasan kerja. Syah (2013) menyatakan bahwa kompensasi finansial

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan hipotesis sebagai

berikut.

H1 : Kepemimpinan transformasional, lingkungan kerja fisik, dan kompensasi

berpengaruh secara simultan terhadap kinerja karyawan.

2.3.1 Pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja

karyawan

Salain (2014) menemukan bahwa kepemimpinan transformasional

berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan di lingkungan Kanwil PT.

Pegadaian (Persero) Denpasar. Yudistira dan Siwantara (2012) menemukan

bahwa gaya kepemimpinan transformasional ketua koperasi berpengaruh positif

dan signifikan secara langsukompensasing terhadap kinerja manajer koperasi di

Kabupaten Buleleng.

Givens (2008) menemukan gaya kepemimpinan transformasional

berdampak positif terhadap organizational outcomes (kinerja, kultur, dan visi).

Adnan Riaz dan Mubarak Hussain Haider (2010) menyatakan bahwa pemimpin

transformasional memfasilitasi pemahaman baru dengan meningkatkan atau

mengubah kesadaran akan masalah. Akhirnya, mereka menumbuhkan inspirasi

dan semangat untuk menempatkan usaha ekstra untuk mencapai tujuan bersama.

Penelitian dari Agustina dkk. (2012) menemukan bahwa gaya kepemimpinan

transformasional dapat memberikan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan

pada Rumah Sakit Malang. Nurita (2008) menyatakan bahwa kepemimpinan

transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan

pada PT. Adira Finance.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan hipotesis sebagai

berikut.

H2 : Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan.

2.3.2 Pengaruh lingkungan kerja fisik terhadap kinerja karyawan

Cahyono (2014) menemukan bahwa lingkungan kerja memberikan

pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di PT. Telkom

Indonesia.tbk.

Ekawarna dan Sofyan (2010) menemukan terdapat pengaruh yang

signifikan variabel lingkungan kerja fisik terhadap kinerja. Vemmylia (2009) dan

Afani (2008) menemukan bahwa variabel lingkungan kerja fisik memiliki

pengaruh yang positif serta signifikan terhadap kinerja karyawan. Farid (2008)

menyatakan bahwa lingkungan kerja fisik berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja guru dan karyawan di SMA Wachid Hasyim Surabaya.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan hipotesis

sebagai berikut.

H3 : Lingkungan kerja fisik berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

karyawan.

2.3.3 Pengaruh kompensasi terhadap kinerja karyawan

Penelitian dari Dhermawan (2012) menunjukkan variabel kompensasi

terhadap variabel kinerja menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan.

Islam et al. (2011) menyatakan ada hubungan yang positif dan signifikan antara

kompensasi dan kepuasan kerja. Syah (2013) menyatakan bahwa kompensasi

finansial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.

Siregar (2011) menyatakan bahwa kompensasi finansial berpengaruh positif

terhadap kepuasan kerja guru, artinya sistem kompensasi finansial yang tinggi

mengakibatkan peningkatan kepuasan kerja. Riyadi (2011) menyatakan bahwa

kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada

perusahaan manufaktur di Jawa Timur.

H4 : Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

xii