bab ii kajian pustaka dan landasan teori 2.1 ...eprints.umm.ac.id/50394/3/bab ii.pdf19 bab ii kajian...
TRANSCRIPT
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya oleh para peneliti yang mana memiliki keterkaitan dengan penelitian
yang akan dilakukan ini. Penelitian terdahulu ini juga dapat dijadikan
pertimbangan oleh peneliti untuk melakukan penelitian sehingga dapat
memberikan referensi dalam menulis ataupun mengkaji penelitian yang akan
dilakukan. Dengan adanya penelitian terdahulu, peneliti dapat membandingkan
antara penelitianyang dilakukan dengan penelitian terdahulu yang mana
menjelaskan tentang beberapa hasil penelitian sebelumnya namun masih memiliki
kesamaan tema yang dibahas oleh peneliti mengenai konstruksi sosial masyarakat
terhadap tradisi jamasan pusaka.
Sebagai bahan referensi di ambil dari lima judul penelitian terdahulu yang mana
sesuai dengan tema yang diangkat dalam penelitian sekarang, yang pertama adalah
Rizky Hidayat (2016) menuliskan jurnal dengan judul “Konstruksi Makna Dalam
Upacara Adat Tradisi Pacu Jawi Sebagai Kearifan Lokal Kabupaten Tanah Datar
Propinsi Sumatera Barat” hasil dari penelitan yang didapat adalah, terkandung
nilai lokal yang mana pada tradisi pacu jawi ini terdapat filosofi yang berakar dari
falsafah hidup orang Minangkabau yaitu “alam takambang jadi guru” yang mana
memiliki arti yaitu bahwa alam semesta ini dapat kita jadikan panutan atau guru,
yang mana falsafah ini warisan dari nenek moyang yang dipegang teguh hingga
20
saat ini sebagai pegangan hidup oleh masyarakat minang. Tradisi pacu jawi
merupakan tradisi dimana terdapat perlombaan balapan sapi, dalam tradisi jawi ini
yang layak dinobatkan menjadi pemenang yaitu jika berjalan secara lurus, tidak
miring dan tidak melenceng kemana-mana maka akan dipilih menjadi jawi terbaik.
Disinilah letak makna yang terkandung jika jawi saja harus berjalan lurus apalagi
manusia, jadi tradisi ini menjadi sebuah contoh dalam hal tingkah laku yang
dilakukan oleh masyarakat minang, maka dari itu tradisi jawi ini tetap dijalankan
dan menjadi pedoman hidup masyarakat minang.
Penelitian yang kedua yakni Noor Ifansah Wijayanto (2014), menuliskan jurnal
yang berjudul “Konstruksi Masyarakat Tentang Ritual Air Terjun Sedudo Desa
Ngliman Kecamatan Sawahan Kabupaten Nganjuk” hasil dari penelitian yang
didapat adalah dimana air terjun Sedudo menjadi pusat kekuatan penduduk desa
yang dahulunya menjadi tempat pertapaan Ki Ageng Ngaliman, tokoh penyebar
agama islam di Desa Ngliman, hingga akhirnya namanya diabadikan menjadi
sebuah Desa, yaitu Desa Ngliman itu sendiri. Tempat pemakaman Ki Ageng
Ngaliman itu sendiri tak jauh dari air terjun Sedudo. Pada hal ini pelaku ritual air
terjun Sedudo mulai mengenal dan pemahaman tradisi ritual air terjun Sedudo
setelah disosialisasikan oleh lingkungan keluarga maupun lingkungan terdekatnya.
Dimana ritual pada air terjun sedudo ini berupa siraman yang dalam Bahasa jawa
dapat disebut siram atau menyiramkan air ke seluruh tubuh. Ritual ini ada menurut
mitosnya ada seorag dudo (duda) yang melakukan mandi dan semedi di air terjun
sebut sehingga disebut air terjun sedudo hinggga saat ini. Sebagai penghormatan
21
terhadap sang dudo yang dianggap sebagai Menurut kepercayaan penduduk, sang
dudo tersebut ialah orang yang membuka cikal bakal Desa Ngliman, yang cikal
bakal Desa Ngliman itu, kebiasaan mandi di air terjun tersebut kemudian diikuti
oleh masyarakat Desa Ngliman yang dilaksanakan tiap satu tahun sekali.
Penelitian yang ketiga yakni oleh Nurul Hasanah (2015) dengan judul “
Konstruksi Sosial Tradisi Ontal-Ontal Masyarakat Di Desa Mrandung Kecamatan
Klampis Kabupaten Bangkalan” hasil dari penelitian yang telah didapat pada Desa
Mrandung ini dimana tradisi tersebut hingga saat ini masih terus dilaksanakan dan
dilestarikan oleh masyarakat Desa Mrandung, Yaitu Tradisi yang dinamakan
tradisi Ontal ontal yang mana masyarakat desa Mrandung sangat antusias dan
senang dalam pelaksanaannya. Tradisi Ontal-Ontal itu merupakan sebuah tradisi
melempar uang kepada calon pengantin wanita. tradisi ini dilakukan pada saat
acara lamaran berlangsung dan dilakukan pada kediaman keluarga mempelai laki-
laki. Tradisi Ontal-Ontal tersebut bagus untuk tetap dilakukan dan dujalankan
karena selain melestarikan tradisi dari nenek moyang yang sudah ada sejak dulu di
desa Mrandung, tradisi ini juga bisa mempererat tali silatur-rahmi diantara
keluarga yang sedang melaksanakan hajat dan juga dengan sesama masyarakat
Desa Mrandung. Karena dalam pelaksanaan tradisi ini semua ikut melaksanakan
dan merayakan secara beramai-ramai dengan suasana kekeluargaan, serta
diselangi dengan kata-kata atau kelakuan-kelakuan jenaka, dan godaan-godaan
lucu dari para undangan untuk kedua mempelai, membuat pelaksanaan tradisi ini
semakin ramai dan membuat masyarakat yang datang senang bersama. Tradisi ini
22
dilakukan pada saat acara en maen ke rumah mempelai laki-laki, pada saat jamuan
makan selesai maka disusul dengan prosesi tradisi ontal-ontal ini. Yang dipimpin
oleh seorang sesepuh perempuan di Desa Mrandung. Dalam tradisi ini masyarakat
desa Mrandung sendiri sangat menantikan prosesi ontal-ontal ini pada saat acara
lamaran atau pernikahan, karena selain dianggap sakral tradisi ini juga memberi
kesan gembira dan lucu pada saat pelaksanaannya.
Penelitian yang keempat yakni oleh Kabul Priambadi dan Abraham Nur Cahyo
(2018), dengan judul “ Tradisi Jamasan Pusaka Di Desa Baosan Kidul Kabupaten
Ponorogo (Kajian Nilai Budaya dan Sumber Pembelajaran Sejarah)”. Hasil dari
penelitian ini adalah Jamasan pusaka dikenal sebagai membersihkan atau
memandikan wesi aji seperti halnya keris. Tradisi ini berlokasi di Desa Baosan
Kidul Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo tepatnya berjarak 42 km dari arah
pusat Kota Ponorogo Menuju desa Baosan Kidul. Jamasan Pusaka mulai
dilaksanakan sejak zaman Kerajaan Majapahit yaitu Pusaka milik raja yang
dianggap sakral hingga tradisi jamasan pusaka masih dilaksanakan hingga
sekarang. Tradisi jamasan pusaka di desa Baosan Kidul ini diibaratkan seperti
Ngisahi gaman (memandikan pusaka atau keris) menggunakan perasan air jeruk
nipis dan dilakukan disetiap masing-masing puasaka. Pada prinsipnya jamasan
pusaka adalah salah satu cara merawat benda pusaka seperti keris yang di angggap
mempunyai tuah. Dalam tradisi masyarakat Jawa, jamasan pusaka menjadi sesuatu
kegiatan spiritual yang cukup sakral dan dilaksanakan hanya dalam waktu tertentu
(bulan suro). Jamasan pusaka ini dapat dikatakan salah satu warisan budaya dari
23
nenek moyang khususnya di Desa Baosan Kidul. Tradisi ini dapat dijadikan
sebagai sumber pembelajaran Sejarah. Jamasan pusaka merupakan tradisi yang
masih dilakukan di Desa Baosan kidul. Tradisi ini perlu diperkenalkan kepada
siswa sebagai generasi penerus pada era modernisasi agar tidak tergerus oleh
jaman. Hal ini dikarenakan karena pada jaman sekarang banyak yang tidak
mengenal tradisinya sendiri seperti halnya jamasan pusaka. Keberadaan jamasan
pusaka yang masih dilakukan oleh masyarakat desa Baosan Kidul karena bagi
mereka jamasan pusaka bisa di katakan sebagai tradisi turun temurun. Selanjutnya
kajian terhadap sebuah tradisi jawa menjadi sesuatu hal yang menarik untuk di kaji
sebagai sumber pembelajaran sejarah.
Penelitian kelima yakni oleh Kadek Widiastuti Dan Heny Perbowo Sari (2018)
dengan judul “Character Education Value in the Ngendar Tradition in Piodalan at
Penataran Agung Temple”, yang mana hasil dari penelitian ini adalah Ngendar
tradition was performed by children have a not been returned in Banjar
Sekarmukti, Pangsan Village, Petang District, Badung Regency in piodalan in
Penataran Agung Temple. There are several factors that make this tradition can
only be done by children such as the history that became the mythology of society
and related to the suncity of upacara made in the tradition, the habituation factor
ant the customary and cultural factors that each age group has a role in the success
of piodalan in Penataran Agung Temple.
24
Tabel 1. Penelitian Terdahulu
No Judul Hasil Penelitian Relevansi
1. Konstruksi Makna
Dalam Upacara
Adat Tradisi Pacu
Jawi Sebagai
Kearifan Lokal
Kabupaten Tanah
Datar Propinsi
Sumatera Barat
( Rizky Hidayat,
2016)
Pada dasarnya rangkaian
prosesi adat inilah yang
mencerminkan kearifan
lokal Kabupaten Tanah
Datar yang masih
dipertahankan sampai saat
ini. Tradisi pacu jawi
merupakan sebuah
perlombaan sapi, dimana
tradisi ini memiliki makna,
tradisi pacu jawi adalah
warisan nenek moyang,
pewarisan adat
Minangkabau kepada
generasi muda. Yang mana
tradisi pacu jawi ini adalah
simbol bagaimana seorang
individu bertingkah laku
selama hidupnya.
Relevansi dari penelitian
ini adalah sama-sama
mengkaji tentang makna
tradisi. Perbedaannya pada
fokus dan tempat
penelitiannya penelitian ini
fokus pada konstruksi
sosial masyarakat,
sedangkan jurnal lebih
fokus pada makna
konstruksi
2. Jurnal Konstruksi
Masyarakat Tentang
Ritual Air Terjun
Sedudo Desa
Ngliman
Kecamatan
Sawahan Kabupaten
Nganjuk (Noor
Masyarakat sekitar memiliki
pemikiran bahwa jika tidak
melakukan ritual tersebut
maka kawasan beserta
masyarakat sekitar akan
mendapatkan masalah dan
bencana, jadi hingga
sekarang air terjun sedudo
Relevansi diantara
keduanya adalah sama-
sama membahas mengenai
konstruksi sosial
masyarakat. Perbedaannya
yakni pada fokus
penelitian pada jurnal
mengkaji ritual siraman
25
Ifansah Wijayanto,
2014)
dipercayai sebagai tempat
yang suci selain dijadikan
tempat wisata. Dan
masyarakat juga memiliki
pemahaman terhadap tradisi
siraman sedudo, yang
mereka yakini bahwa
siraman sedudo sangatlah
penting karena dengan
adanya siraman sedudo
yang dilakukan setiap bulan
syura tersebut masyarakat
meyakini bahwa hal tersebut
dapat membawa
keberuntungan dan
keberkahan bagi mereka
selain itu mereka juga
melestarikan tradisi yang
sudah menjadi budaya yang
melekat pada diri
masyarakat sekitar.
sedudo sedangkan
penelitian yang akan
diteliti fokus kepada
tradisi siraman sedudo.
3. Konstruksi Sosial
Tradisi Ontal-Ontal
Masyarakat Di Desa
Mrandung
Kecamatan Klampis
Kabupaten
sampai saat ini masih tetap
dilakukan dan
dilestarikan oleh masyarakat
Desa Mrandung. Yaitu
Tradisi yang dinamakan
tradisi Ontal-ontal dimana
masyarakat desa Mrandung
relevansi pada penelitian
ini adalah sama-sama
membahas mengenai
konstruksi sosial
perbedaan pada fokus dan
tempat penelitian yakni
jurnal fokus terhadap
26
Bangkalan ( Nurul
Hasanah, 2015)
sangat antusias dan senang
dalam melaksanakan tradisi
ini. Tradisi Ontal-Ontal
merupakan tradisi melempar
uang kepada calon
pengantin wanita yang mana
tradisi ini dilakukan waktu
acara lamaran berlangsung
dan dilakukan pada
kediaman keluarga
mempelai laki-laki. Tradisi
ini membuat acara lamaran
atau pernikahan semakin
ramai dan membuat
masyarakat yang datang
senang.
tradisi ontal-ontal
sedangkan penelitian pada
tradisi jamasan pusaka.
4. Tradisi Jamasan
Pusaka Di Desa
Baosan Kidul
KabupatenPonorogo
(Kajian Nilai
Budaya Dan
Sumber
Pembelajaran
Sejarah)
Kabul Priambadi
dan Abraham Nur
Cahyo, 2018
Jamasan pusaka dikenal
sebagai membersihkan atau
memandikan wesi aji
seperti keris. Tradisi ini
berlokasi di Desa Baosan
Kidul Kecamatan Ngrayun
Kabupaten Ponorogo
tepatnya berjarak 42 km
dari arah puat Kota
Ponorogo Menuju desa
Baosan Kidul. Tradisi
jamasan pusaka dilakukan
hampir bersamaan dengan
relevansi pada penelitian
ini adalah sama-sama
membahas mengenai
jamasan pusaka perbedaan
pada fokus dan tempat
penelitian yakni jurnal
fokus terhadap bagaimana
proses dan makna jamasan
puska sedangkan
penelitian pada konstruksi
masyarakat pada tradisi
jamasan pusaka.
27
upacara adat atau upacara
bersih Desa yang diadakan
pada bulan suro jumat legi.
Jamasan pusaka diibaratkan
seperti ngisahi gaman
(memandikan pusaka atau
keris) menggunakan perasan
air jeruk nipis dan biasanya
dilakukan disetiap masing-
masing rumah pada bulan
suro sebab rata-rata setiap
rumah memiliki pusaka
seperti keris.
5. Character Education
Value in the
Ngendar Tradition
in Piodalan at
Penataran Agung
Temple (Kadek
Widiastuti dan
Heny Perbowosari,
2018)
Ngendar tradition was
performed by children
have not been returned in
Banjar Sekarmukti, Pangsan
Village, Petang District,
Badung Regency in
piodalan in Penataran
AgungTemple.
There are several factors
that make this tradition can
only be done by children
such as the history that
became the mythology of
society and related to the
sanctity of upakara made in
thetradition, the habituation
relevansi pada penelitian
ini adalah sama-sama
membahas mengenai nilai
dari pentingnya sebuah
tradisi yang masih tetap
dijalankan.
perbedaan pada fokus dan
tempat penelitian yakni
jurnal fokus terhadap
tradisi piodalan di candi
penataran agung
sedangkan penelitian pada
tradisi jamasan pusaka.
28
factor and the customary
and cultural factors that
each age group has a role
in the success of piodalan in
Penataran Agung Temple.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Konstruksi Sosial
Konstruksi Sosial merupakan proses sosial melalui tindakan dan
interaksi yang mana individu atau kelompok individu menciptakan secara terus
menerus suatu realitas yang dialami dan dimiliki secara bersama. Menurut
Berger dan Luckman untuk memahami konstruksi sosial dimulai dengan apa
yang dimaksud dengan kenyataan dan pengetahuan. Kenyataan disini yang
dimaksud adalah kenyataan sosial sebagai suatu yang tersirat di dalam sebuah
pergaulan sosial yang diungkapkan secara sosial melalui komunikasi Bahasa,
dan bekerjasama melalui bentuk-bentuk organisasi sosial dan lain-lain.
Kenyataan sosial ditemukan didalam pengalaman intersubyektif.
Sedangkan pengetahuan kenyataan sosial yang dimaknai sebagai seluruh hal
yang memiliki kerkaitan dengan sebuah penghayatan kehidupan masyarakat
dari segala aspek meliputi kognotif, psikomotoris, emosional dan intuitif. Hal
ini kemudian dilanjutkan dengan meneliti suatu hal yang dianggap
intersubyektif tadi, Berger dan Luckman menegaskan bahwa terdapat
subyektivitas dan obyektivitas didalam kehidupan manusia dan masyarakat.
29
Maka ‘realitas’ tersebut tidak harus berhenti pada konsep realitas, sebagai
sebuah realitas dari individual, tapi realitas yang menjadi bagian dari kesadaran,
pengetahuan, dan keyakinan suatu kelompok sosial budaya. Yang mana hal ini
adalah sebuah kepustakaan ilmu sosial yang disebut dengan “realitas sosial”,
sekalipun yang dimaksudkan adalah sebagai “kelompok sosial budaya” disini
hanya kelompok kecil saja, atau bahkan hanya terdiri dari dua individu yang
tengah menjalin integrase saja satu sama lain. Kontruksi sosial adalah
pernyataan keyakinan (a claim) dan sebuah sudut pandang (a viewpoint),
bahwa yang terkandung didalamnya berasal dari kesadaran, dan cara
berhubungan dengan individu lain, hal tersebut diajarkan oleh kebudayaan dan
masyarakat.
Berger mengemukakan bahwa suatu realitas kehidupan sehari-hari
mempunyai ruang dimensi subjektif dan objektif. Dimana individu adalah
sebagai media dalam menciptakan sebuah realitas sosial yang objektif dengan
proses eksternalisasi, sebagai halnya manusia mempengaruhi melalui proses
internalisasi (yang mencerminkan realitas subjektif), Melalui proses
internalisasi atau yang dapat dikatakan sosialisasi ini individu menjadi anggota
masyarakat. Hal tersebut merupakan realitas yang memahami dunia kehidupan
selalu dalam sebuah proses dialektis, antara manusia dan sosial budaya menurut
Berger dan Luckman. Proses dialektis tersebut meliputi tiga momen dialektis
berupa, eksternalisasi (pembiasaan diri dengan dunia sosiokultural sebagai
bagian dari manusia), objektivasi (interaksi dengan dunia intersubjektif yang
30
dilembagakan lalu mengalami institusionalisasi), dan internalisasi (individu
mengidentifikasi dengan lembaga sosial dan organisasi sosial tempat individu
menjadi anggotanya).
Ketiga fase dialektis tersebut mengandung fenomena sosial yang saling
berhubungan dan menciptakan konstruksi kenyataan sosial, yang bisa dilihat
dari asal mulanya berupa hasil dari manusia itu sendiri, dan bukan merupakan
substansi dari lembaga, melainkan memang benar-benar manusia itu sendiri
yang memunculkan. Bagi Berger dan Luckman realitas sosial dalam kehidupan
sehari-hari manusia merupakan konstruksi sosial ciptaan masyarakat. Dalam
sejarahnya, dari masa lalu ke masa sekarang, disusun dan diterima, untuk
melegitimasi konstruksi sosial yang telah ada sebelumnya dan memberikan
makna pada berbagai pengalaman dalam hidup individu sehari-hari. Hal ini
menjelaskan, bahwa dalam kehidupan manusia sebenarnya ditandai dengan
adanya keterbukaan, dan perilaku dari manusia tersebut hanya terbatas saja
yang ditentukan oleh naluri. Dalam kaitannya dengan konstruksi sosial seperti
yang dijelaskan, Berger mengungkapkan bahwa pemikiran dari seseorang
terbentuk melalui proses konstruksi yang cukup panjang.
Berger dan Luckmann mengungkapkan bahwa kebiasaan masyarakat
terbentuk dan dipertahankan atau diubah dengan tindakan dan interaksi
manusia. meskipun kebiasaan sosial dan masyarakat terlihat nyata secara
obyektif, akan tetapi pada kenyataannya semua diciptakan dalam interpratasi
subjektif dengan proses interaksi. Obyektivitasi baru dapat timbul dengan
31
penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang mempunyai
makna subyektif yang sama. Pada fase generalitas yang paling tinggi, manusia
menciptakan dunia ke dalam makna simbolis yang umum, yaitu pada
pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur
bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai ranah kehidupan. Berger dan
Luckman juga mengungkapkan bahwa terjadinya dialektika antara individu
satu dengan yang lainnya dapat menciptakan masyarakat, dan masyarakat
menciptakan individu. Proses dialektika yang terjadi pada masyarakat desa
Ngliman melalui proses internalisasi, eksternalisasi dan objektivasi.
Teori konstruksi sosial dalam gagasan Berger dan Luckman
menggambarkan bahwa agama sebagai bagian dari kebudayaan, yang mana
merupakan konstruksi dari manusia. artinya terkandung sebuah proses
dialektika ketika melihat hubungan masyarakat dengan agama, bahwa agama
adalah wujud yang objektif karena agama berada diluar diri manusia. dengan
demikian agama mengalami proses internalisasi, seperti saat agama berada
didalam teks atau menjadi tata nilai, norma, aturan dan sebagainya. Teks atau
norma tersebut kemudian mengalami proses ekternalisasi kedalam diri
individu, sebab agama telah diinterpretasikan oleh masyarakat untuk menjadi
pedoman dalam hidupnya. Agama juga mengalami proses objektivasi karena
agama menjadi acuan norma dan tata nilai yang memiliki fungsi menuntun dan
mengontrol tindakan masyarakat.
Teori konstruksi sosial ini berakar pada pola konstruktivis yang melihat
kenyataan sosial sebagai kontruksi sosial yang diciptakan oleh individu.
32
Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikontruksi berdasarkan
keinginannya. Manusia dalam keseluruhan hidupnya memiliki kebebasan untuk
melakukan segala sesuatu diluar batas kontrol stuktur dan pranata sosialnya,
dimana individu dengan respon-respon terhadap stimulus dalam dunia
kognitifnya. Dalam proses sosial, individu dipandang sebagai pencipta dari
realitas sosial yang cenderung bebas di dalam dunia sosialnya. Berger dan
Luckman mengatakan bahwa institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan
atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Walaupun masyarakat dan
institusi sosial terlihat objektif, namun pada kenyataannya semua dibangun oleh
pendefinisian subjektif atas individu dengan interaksinya.
Pandangan dan pengetahuan oleh masyarakat itu sendiri mendapat suatu
generalitas yang paling tinggi, dimana dibangun suatu dunia arti simbolis yang
universal, yang akhirnya disebut sebgai pandangan hidup atau ideologi.
Pandangan hidup yang diterima oleh masyarakat secara umum tersebut
dibentuk untuk membentuk dan memberi legitimasi pada konstruksi sosial
yang sudah ada dan juga memberikan sebuah makna pada berbagai bidang
pengalaman masyarakat sehari-hari. Dimana legitimasi disini merupakan
proses sebagai penjelasan (unsur kognitif) dan pembenaran (unsur normatif)
dari suatu interaksi antar individu ( Frans M Parera, 2018: 4-9)1.
1 Frans M Parera, Tafsir Sosial Atas Kenyataan Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan (Jakarta:
LPE3S, 2018) hlm 4-9
33
2.2.2 Masyarakat
Masyarakat merupakan sekumpulan individu yang didalamnya hidup
secara bersama dalam kurun waktu yang lama. Dalam kebersamaan yang lama
tersebut terjadilah sebuah interaksi. Jadi bukan hanya kerumunan individu
dalam waktu yang hanya sesaat, lalu individu-individu yang membentuk
masyarakat harus mempunyai kesadaran bawa mereka adalah satu kesatuan.
Masyarakat adalah suatu bentuk hidup bersama, dimana mereka menciptakan
norma, nilai, kebudayaan, dan tradisi bagi kehidupan mereka.
Masyarakat itu merupakan sekelompok atau kolektifitas manusia yang
melakukan hubungan antar manusia lain, memiliki sifat kekal, berdasarkan
perhatian dan memiliki tujuan bersama, dan juga telah melakukan ikatan secara
berkesinambungan dalam kurun waktu yang relatif lama. Jika hal itu sudah
terjadi pasti mereka menempati suatu kawasan tertentu. Salah satu unsur
masyarakat lainnya yang erat yaitu berupa adanya kebudayaan yang mana
dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri. Yang dimaksud dengan kebudayaan
disini meliputi tradisi, nilai, norma, upacara-upacara tertentu, yang mana
merupakan pengikut dan hal yang sangat melekat pada interaksi sosial warga
masyarakat yang bersangkutan ( Elly M Setiadi, 2006:82-84)
Unsur-unsur masyarakat yakni:
a. kumpulan orang
b. sudah terbentuk dengan lama
c. memiliki system dan struktur sosial tersendiri
34
d. memiliki kepercayaan, pandangan hidup, sikap dan perilaku yang dimiliki
bersama
e. terdapat kesinambungan dan pertahanan diri
f. memiliki kebudayaan dan tradisi yang dibentuk oleh masyarakat itu sendiri.
Ciri-ciri masyarakat yakni:
a. Berada di Wilayah Tertentu
Mengacu pada pengertian masyarakat di atas, suatu kelompok masyarakat
mendiami di suatu wilayah tertentu secara bersama-sama dan memiliki
suatu sistem yang mengatur hubungan antar individu.
b. Hidup Secara Berkelompok
Manusia adalah mahluk sosial dan akan selalu membentuk kelompok
berdasarkan kebutuhan bersama. Kelompok manusia ini akan semakin
besar dan berubah menjadi suatu masyarakat yang saling tergantung satu
sama lain.
c. Terdapat Suatu Kebudayaan
Suatu kebudayaan hanya dapat tercipta bila ada masyarakat. Oleh karena
itu, sekelompok manusia yang telah hidup bersama dalam waktu tertentu
akan melahirkan suatu kebudayaan yang selalu mengalami penyesuaian dan
diwariskan secara turun-temurun.
d. Terjadi Perubahan
Suatu masyarakat akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu karena
memang pada dasarnya masyarakat memiliki sifat yang dinamis. Perubahan
35
yang terjadi di masyarakat akan disesuaikan dengan kebudayaan yang
sebelumnya telah ada.
e. Terdapat Interaksi Sosial
Interaksi sosial akan selalu terjadi di dalam suatu masyarakat. Interaksi ini
bisa terjadi bila individu-individu saling bertemu satu dengan lainnya.
f. Terdapat Pemimpin.
Aturan dan norma dibutuhkan dalam suatu masyarakat agar kehidupan
harmonis dapat terwujud. Untuk itu, maka dibutuhkan pemimpin untuk
menindaklanjuti hal-hal yang telah disepakati sehingga dapat berjalan
sebagaimana mestinya.
g. Terdapat Stratafikasi Sosial
Di dalam masyarakat akan terbentuk golongan tertentu, baik berdasarkan
tugas dan tanggungjawab, maupun religiusitasnya. Dalam hal ini
stratafikasi dilakukan dengan menempatkan individu pada posisi tertentu
sesuai dengan keahlian dan kemampuannya2.
Masyarakat tradisional
Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang memelihara,
menjaga, melestarikan dan mempertahankan tradisi, adat-istiadat, sistem
nilai, sistem norma serta mempertahankan sistem kebudayaan yang telah
diwariskan oleh generasi pendahulunya, dan masyarakat tradisional sangat
menjunjung tingggi suatu tradisi.
2 Elly M Setiadi, Ilmu Sosial & Budaya Dasar ( Bandung: Pranada Media, 2006) hlm 82-84
36
Masyarakat tradisional merupakan kelompok masyarakat yang masih
terikat dengan adat-istiadat dan kebiasaan secara turun temurun.
Keterikatan tersebut menjadikan masyarakat tradisional kurang terbuka
dengan adanya hal-hal atau ide-ide baru. Masyarakat tradisional dalam
melangsungkan hidupnya berdasarkan pada pegangan atau patokan dari
kebiasaan adat-istiadat yang ada didalam lingkungan mereka. masyarakat
tradisional memiliki ketergantungan terhadap alam yang mana ditandai
dengan adanya proses penyesuaian terhadap alam. Oleh karena itu
masyarakat tradisional memiliki karakteristik tersendiri secara sosiologis
yakni berupa:
a) Masyarakat yang bersifat homogen
b) Adanya rasa kekeluargaan, solidaritas yang tinggi, dan rasa
kepercayaan kuat antar warga masyarakat tradisional
c) Sistem sosial yang masih memegang teguh rasa kesadaran
kepentingan kolektif
d) Tradisi adat istiadatlah yang efektif guna menghidupkan disiplin
sosial
e) Budaya malu dimana budaya ini dijadikan sebagai pengawas
langsung pada lingsungan sosial masyarakat tradisional, rasa malu
tersebutlah yang menjadi beban jika seseorang melakukan
penyimpangan sistem nilai dalam adat istiadat dan diketahui oleh
orang lain.
37
f) Orientasi yang bersifat kebersamaan sehingga sedikit kemungkinan
terdapat perbedaan pendapat.
Masyarakat tradisional memiliki solidaritas mekanis, yang mana
solidaritas mekanis merupakan solidaritas yang ada atau muncul atas dasar
kesamaan atau keserupaan, masyarakat tradisional saling membaur dan
dapat saling dipertukarkan antara individu dengan individu lain yang mana
berada pada kelompok masyarakat tradisional itu sendiri. Dan dalam
masyarakat tradisional tidak memandangan status sosial serta tidak ada
kekhususan pada masing-masing individu. Disiplin hukum adat pada
masyarakat tradisional lebih kuat, yang mana kontrol sosial dan disiplin
hukum adat akan digunakan masyarakat tradisional untuk mengatur dan
mengontrol ketertiban tata hidup sosialnya ( Adon Nasrullah, 2007: 300)3.
Seperti halnya masyarakat yang berada di desa Ngliman Kecamatan
Sawahan Kabupaten Nganjuk, merupakan masyrakat tradisional yang
masih sangat menjunjung tinggi adat istiadat dan tradisi yang ada pada desa
Ngliman salah satunya yaitu tradisi jamasan pusaka tersebut.
3 Adon Nasrullah, Sosiologi Pedesaan (Bandung: Pustaka Setia, 2007) hml 300
38
2.2.3 Tradisi
Kebudayaan berasal dari kata sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak
dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Maka dengan ini ke-budayaan
dapat diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal” dimana kebudayaan
merupakan hasil dari cipta, karsa, dan rasa yang mana hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusi, selain
itu kebudayaan juga sebagai keseluruhan sistem gagasan dan tindakan. Pada
dasarnya hakikat kebudayaan adalah dimana kebudayaan tewujud dan
tersalurkan dari perilaku manusia, budaya ada sebelum adanya generasi lahir
dan kebudayaan akan terus ada dari generasi ke generasi, kebudayaan juga
mencangkup aturan-aturan mana aturan tersebut memberikan sebuah
kewajiban. Adapun tujuh unsur-unsur dari kebudayaan:
1. Bahasa
2. Sistem Pengetahuan
3. Organisasi Sosial
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
5. Sistem mata pencaharian hidup
6. Sistem religi
7. Kesenian
Kebudayaan merupakan fase yang paling tiggi dan paling generalisasi dari
adat-istiadat. Yang mana hal tersebut dikarenakan nilai budaya adalah suatu
39
konsep mengenai sesuatu yang terkandung dalam alam pikiran sebagian besar
dari masyarakat yang mereka rasa bernilai, berharga, dan penting dalam
kehidupan mereka, sehingga berfungsi sebagai pedoman yang dijadikan
pemberi arah dan orientasi terhadap kehidupan suatu masyarakat. Didalam
suatu kebudayaan terdapat sebuah tradisi yang mana jika tradisi sudah melekat
terhadap suat masyarakat maka hal tersebut merupakan bagian dari
kebudayaan, dan juga dapat disebut kebudayaan ( Koentjaraningrat, 2009:164-
165)4.
Definisi tradisi adalah suatu hal yang diwariskan dari masa lalu ke masa
kini. Segala suatu hal yang diwariskan pada masa sekarang dan memiliki ikatan
yang kuat dengan masa lalu. Adanya suatau benda yang diwariskan dari masa
lalu ke masa kini maka hal tersebut juga dapat disebut dengan tradisi. Lalu dapat
kita lihat bahwa tradisi ini adalah sebuah peninggalan dari masa lalu ke masa
sekarang ini yang mana cara menyalurkannya dengan diwariskan. Tradisi
merupakan perilaku dan tindakan sekelompok masyarakat dengan wujud suatu
benda atau sebuah tingkah laku sebagai unsur kebudayaan yang mana
diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan di dalamnya memuat
suatu norma,nilai-nilai, cita-cita dan harapan tanpa adanya batas waktu yang
membatasi. Hal yang diteruskan tersebut berupa benda-benda, sistem nilai
maupun sistem norma, sistem kepercayaan dan pola perilaku yang ada didlam
suatu masyarakat. Tradisi terbentuk dengan melalui sebuah pemikiran,
4 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) hml 164-165
40
imajinasi dan tindakan yang seluruh kelompok masyarakat lakukan, yang mana
kemudian di wariskan secara turun temurun.
Tradisi dalam kamus antropologi yaitu sama dengan adat istiadat yang
berarti suatu kebiasaan yang memiliki sifat magis religius dari kehidupan suatu
masyarakat asli yang mana meliputi norma-norma budaya, nilai-nilai, dan
aturan yang saling memiliki keterkaitan, yang akhirnya menjadi peraturan yang
sudah ditetapkan dan mencakup segala konsep budaya dari suatu kebudayaan
guna mengarahkan perilaku sosial. Sedangkan dalam kamus sosiologi tradisi
merupakan adat istiadat dan keyakinan turun temurun dan dapat dijaga
keberadaannya.
Tradisi merupakan hal yang diwariskan dari masa lalu hingga ke masa
sekarang. Pada pengertian secara khusus tradisi merupakan bagian-bagian
warisan yang memiliki arti khusus dan memenuhi syarat yakni yang masih terus
ada hingga pada masa sekarang. Tradisi sama halnya dengan benda sakral yang
berasal dari masa lalu hingga saat ini masih tetap ada dan dijaga. Dilihat dari
segi pandangan, dalam tradisi terdapat sebuah keyakinan, kepercayaan, simbol-
simbol, ideologi dan aturan, yang mana semua itu merupakan peninggalan masa
lalu yang hingga kini masih dijalankan dan dipelihara.
Sebuah tradisi dijalankan atau dilakukan kerena berkaitan dengan suatu
kebiasaan yang mana sudah melekat pada masyarakat tradisional. Oleh karena
itu tradisi memiliki arti secara umum, yang mana hal ini dimaksudtkan untuk
41
menunjukkan nilai, norma, dan adat istiadat atau kebiasaan yang sudah ada
sejak dulu hingga saat ini masih diterima, diikuti, dijalankan, dan dipertahankan
oleh masyarakat yang bersangkutan. Dimana tradisi dan adat istiadat disepakati
untuk dipegang bersama, yang mana merupakan sistem nilai yang dapat
mempengaruhi sistem jiwa masyarakat serta menjadi sumber etika dalam
kehidupan bersama.
Tradisi muncul dengan dua cara yakni, cara pertama tradisi muncul dari
bawah melalui mekanisme kemunculannya dengan cara yang tiba-tiba dan tidak
diketahui dan tidak melibatkan masyarakat secara banyak, namun karena suatu
alasan manusia menemukan suatu warisan lama atau sejarah yang memiliki arti
dan keunikan. Kekaguman, kecintaan tersebutlah lalu disebarkan dengan
berbagai cara dan mempengaruhi masyarakat dalam jumlah yang banyak,
kemudian sikap kakugum itulah yang kemudian berubah menjadi perilaku
dalam bentuk ritual atau upacara. Rasa kagum itulah yang dapat memperkokoh
keyakinan dan tindakan individual menjadi milik bersama dan berubah menjadi
sebuah fakta sosial yang sesuungguhnya. Cara kedua yakni tradisi muncul dari
atas melalui paksaan yang mana sesuatu dianggap sebagai sebuah tradisi dipilih
dan dijadikan sebuah perhatian umum yang mana hal itu dipaksakan oleh pihak
yang berpengaruh atau berkuasa ( Adon Nasrullah Jamaludin, 2007:295-296).
42
Fungsi tradisi
Tradisi memiliki fungsi dalam masyarakat yakni:
a. Tradisi merupakan warisan secara turun temurun, terdapat pada diri
masyarakat yang mana berupa keyakinan, kesadaran, norma, dan nilai yang
dianut serta didalam benda yang diciptakan dimasa lalu. Tradisi juga
memiliki kutipan historis yang dipandang bermanfaat. Tradisi seperti
sebuah gagasan dan materil yang dapat digunakan untuk pedoman atau
pegangan dalam berperilaku dan dapat membangun masa depan
berdasarkan pengalaman masa lalu.
b. Tradisi juga dapat diartikan sebagai legitimasi mengenai pandangan hidup,
keyakinan, dan aturan-aturan yang sudah ada. Hal ini juga membutuhkan
sebuah kebenaran yang mana untuk mengikat anggota masyarakat, karena
salah satu sumber legitimasi terdapat pada tradisi.
c. Tradisi juga memberikan simbol identitas kolektif serta membantu
memberikan tempat untuk pelarian, keluhan, ketidakpuasan ataupun
kekecewaan dan pelarian atas sebuah musibah.
d. Tradisi sebagai alat pengikat kelompok, yang mana manusia fitrahnya tidak
dapat hidup sendiri dalam menjalankan kehidupannya. Maka dari itu
manusia memerlukan bantuan dari manusi lain, memerlukan kebersamaan
dan memerlukan sebuah kelompok. Dalam berkehidupan secara bersama
dapat membentuk suatu masyarakat yang mana dapat berjalan dengan baik
manakala kehidupan tersebut diikat dengan adanya tradisi. Semakin kokoh
43
suatu tradisi, maka semakin bersemangat pula masing-masing kelompok
masyarakat dalam melangsungkan kehidupannya. Mereka merasa bangga
dengan tradisi yang dimiliki, maka semakin kuat pula ikatan antar individu-
individu yang ada didalam kelompok masyarakat tersebut.
e. Tradisi sebagai benteng pertahanan, fungsi sebagai benteng pertahanan
kelompok (masyarakat tradisional) meruapakan sebuah ciri khas dari
tradisionalitas sutau masyarakat tersebut, yang mana hal tersebut terletak
pada kecenderungan dan sebuah upaya dalam mempertahankan tradisi
yang mereka miliki secara turun temurun5.
Jamasan pusaka merupakan bagian dari tradisi, yang dijalankan oleh
masyarakat jawa, yaitu menjaga benda-benda pusaka, benda bersejarah, dan
juga benda-benda yang dipercaya memiliki tuah atau yang dipercaya
mempunyai kekuatan. Jamasan pusaka juga dapat diartikan mencuci atau
memandikan benda pusaka. Pusaka yang diyakini tersebut memiliki kekuatan
dapat berupa gong, keris, tombak, kereta pusaka dan berbagai jenis pusaka
lainnya. Jamasan pusaka ini adalah perihal yang suci dan akan dilakukan hanya
pada waktu tertentu. Umumnya jamasan pusaka dilakukan hanya sekali setahun
pada bulan sura. Maka dari itu mengandung makna dan tujuan luhur yang telah
ditanamkan pada tradisi yang dianggap sakral ini.
Tradisi jamasan pusaka dilaksanakan pada setiap bulan Sura, karena
dalam bulan sura adalah bulan yang paling sakral bagi orang Jawa. Di mana
5 Adon Nasrullah, Sosiologi Pedesaan (Bandung: Pustaka Setia, 2007) hml 295-296
44
orang Jawa dianjurkan untuk lebih banyak melakukan mawas diri, evaluasi
diri, dan waspada. Memang pada kenyataanya dalam bulan sura kerap kali
terjadi peristiwa yang meberikan makna mendalam. Tujuan dari tradisi jamasan
pusaka itu sendiri adalah untuk tetap mempunyai jalinan rahsa, ikatan kebatinan
terhadap sejarah dan makna yang terdapat dibalik benda pusaka tersebut.
Sehingga jamasan pusaka tidak hanya sekedar memandikan dan merawat fisik
benda pusaka saja, melainkan lebih mementingkan dan memahami segenap
nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam benda pusaka.
Nilai-nilai luhur yang telah diwariskan ini perlu untuk dipahami lebih
dalam dan digunakan untuk pedoman atau pegangan dalam kehidupan manusia.
Nilai tersebut juga menjadi kekayaan budaya yang mana meliputi filsafat dan
seni. Tradisi jamasan pusaka yang ada didesa Ngliman ini masuk kedalam tujuh
unsur kebudayaan yaitu unsur system religi karena didalam unsur religi terdapat
wujud sebagian sistem kepercayaan, dan kryakinan tentang Tuhan, dewa, roh
halus, surga, neraka dan sebagainya. Dalam unsur system religi juga
mempunyai wujud berupa upacara, baik upacara yang bersifat musiman
maupun kadang kala, dan selain itu setiap system religi juga memiliki wujud
sebagai benda-benda suci dan benda-benda religius.
45
2.3 Landasan Teori
Teori Konstrusi Sosial – Peter L Berger dan Thomas Luckman
Berdasarkan yang telah dikemukakan oleh Petter L. Berger konstruksi
sosial merupakan penciptaan sebuah pengetahuan yang diperoleh melalui hasil
penemuan sosial. Realitas sosial menurut keduanya terbentuk secara sosial, dan
sosiologi merupakan ilmu pengetahuan (sociology of knowledge) untuk
menganalisa bagaimana proses terjadinya. Maka hal ini memberikan penafsiran
bahwa didalam konstruksi sosial terdapat “realitas” dan “pengetahuan”.
Dimana dalam hal ini relaitas sosial merupakan konstruksi sosial yang
diciptakan oleh manusia, manusia sebagai penentu dalam dunia sosial yaang
telah dikonstruksi berdasarkan kehendak dari manusi itu sendiri.
Pengetahuan merupakan aktivitas yang mana melahirkan suatu realitas
menjadi bisa untuk dikemukakan, yang mana berbeda dengan kesadaran.
Kesadaran merupakan dimana manusia lebih mengetahui dirinya sendiri dalam
suatu hal ketika dihadapkan dengan suatu kenyataan tertentu, Jadi disini
kesadaran menciptakan pengetahuan. Pengetahuan hanya berurusan dengan
subjek dan objek yang berbeda dengan diri sendiri, sedangkan kesadaran lebih
mengarah pada urusan subjek yang sedang mengetahui dirinya sendiri dan
Realitas yang dikemukakan Berger terdapat masyarakat sebagai masyarakat
subjektif dan masyarakat objektif.
46
Masyarakat objektif dalam pandangan Berger dan Luckman merupakan
suatu kenyataan yang mana didalamnya terkandung sebuah proses
pelembagaan yaang diciptakan diatas pembiasaan, yang mana terdapat perilaku
yang diulang-ulang sehingga terlihat pola-pola dan terus dilakukan sebagai
tindakan yang difahaminya. Bila kebiasaan tersebut telah berlangsung secara
terus menerus maka terjadi tradisi dan melekat terhadap masyarakat. Seluruh
pengalaman setiap manusia tersimpan dalam kesadaran yang mana pada
akhirnya dapat memahami dirinya pada kontek sosial kehidupannya, dengan
melalui proses tradisi maka akhirnya pengalaman tersebut ditularkan kepada
generasi berikutnya. Sedangkan masyarakat subjektif untuk menjadikan
masyarakat sebagai kenyataan internal maka diperlukan suatu sosialisasi yang
mana hal ini berfungsi untuk mentranfer kenyataan subjektif tersebut.
Sosialisasi berlangsung dalam sebuah kontek struktur sosial tertentu. Jadi
analisis terhadap sosial mikro dari fenomena-fenomena internalisasi maka
harus dilator belakangi oleh suatu pemahaman sosial makro mengenai aspek-
aspek strukturalnya. Maka hal tersebut terjadi kedalam proses dialektika.
Realitas sosial yang di kemukakan oleh Petter L. Berger dan Thomas
Luckman terbentuk secara sosial, dimana realitas sosial tidak berdiri sendiri
tanpa hadirnya seseorang baik dalam maupun luar realitas tersebut. Realitas
mempunyai makna saat realitas tersebut telah di konstruksi dan dimaknakan
secara subyektif oleh orang lain sehingga memantapkan realitas tersebut secara
obyektif. Berger dan Luckmann mengungkapkan kebiasaan masyarakat muncul
47
dan dipertahankan atau diubah dengan tindakan dan interaksi antar manusia.
walaupun kebiasaan sosial dan masyarakat terlihat nyata secara obyektif,
namun pada realitasnya semua diciptakan dalam definisi subjektif melalui
proses interaksi. Obyektivitas dapat terjadi dengan melalui penekanan secara
berulang-ulang dan diberikan oleh orang lain yang memiliki pemahaman
subyektif yang sama.
Pada fase generalitas yang paling tinggi, manusia membangun dunia
dalam makna simbolis secara umum, yaitu mengenai pandangan hidup manusia
secara menyeluruh, Memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial
serta memberi makna pada berbagai kehidupan masyarakat. Konstruksi sosial
selalu memahami kehidupan sosial dengan Proses dialektis yaitu meliputi tiga
momen berupa, eksternalisasi ( pembiasaan diri dengan dunia sosiokultural
sebagai bagian dari manusia), objektivasi (interaksi dengan dunia intersubjektif
yang dilembagakan lalu mengalami institusionalisasi), dan internalisasi
(individu mengidentifikasi dengan lembaga sosial dan organisasi sosial tempat
individu menjadi anggotanya).
a) Eksternalisasi
Eksternalisasi, sebuah proses kesengajaan menciptakan suatSu
subjek. Dimana pada proses ini masyarakat menciptakan sendiri
apa yang mereka telah yakini sebagai realitas sosial dan
pengetahuan masyarakat sebagai fakta sosial.
b) Internalisasi
48
Proses internalisasi merupakan suatu hal yang telah terjadi nilai
dalam kelompok sosial masyarakat. Dimana nilai dianggap
benar maupun salah oleh kelompok sosial yang telah mereka
sepakati.
c) Objektivasi
Proses objektivasi, dimana proses ini telah mengikat sebuah
fakta sosial, yang mana pada kelompok sosial mengalami
konstruksi sosial, yang telah mereka ciptakan sendiri.
Proses-proses dialektis yang telah dijelaskan diatas merupakan satu
kesatuan yang mana menciptakan sebuah konstruksi sosial yang ada pada
kelompok masyarakat. Dimana pada proses eksternalisasi, masyarakat secara
sadar mengeksternalisasi keberadaannya ke dalam dunia sosial yang mana
diinternalisasi menjadi suatu kenyataan obyektif dengan kata lain jika telah
mencapai pada taraf internalisasi maka individu menjadi anggota masyarakat
dengan cara sosialisasi dan interaksi.
Pada proses internalisasi dimana hal ini membentuk suatu nilai pada
kelompok sosial yang telah disepakati. Selanjutnya pada proses objektivasi,
pada proses ini telah mengikat adanya sebuah fakta sosial yang telah di bentuk
dan diyakini realitasny, maka pada tahap ini kelompok sosial masyarakat secara
sadar sudah membentuk suatu konstruksi sosial. Teori konstruksi sosial oleh
Peter L Berger lebih rinci mengemukakan konstruksi sosial dan proses
terjadinya sebuah konstruksi pada masyarakat. Mengenai teori konstruksi sosial
49
ada dua tokoh sosiologi yang membahas bersama yaitu Peter L Berger dan
Thomas Luckman, sebelumnya teori ini sempat untuk dibahas oleh beberapa
tokoh sosiologi lain namun karena adanya suatu hal maka yang menulis buku
dan teori konstruksi sosial ini adalah Peter L Berger dan Thomas Luckman
secara bersama6.
6 Frans M Parera, Tafsir Sosial Atas Kenyataan Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan (Jakarta:
LPE3S, 2018) hlm 176-180