bab ii kajian pustakaeprints.umm.ac.id/65812/3/bab ii.pdf19 bab ii kajian pustaka 2.1. penelitian...

30
19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian Artikel ini membahas tentang implementasi multikulturalisme oleh masyarakat Desa Kerta Buana. Nilai-nilai multikulturalisme itu telah diterapkan sejak pemerintah Indonesia menempatkan mereka di lokasi yang baru itu sebagai peserta transmigrasi. Implementasi dari nilai-nilai itu penting karena para transmigran di Desa yang jauh dari asal mereka datang dari berbagai tempat dengan agama dan kebudayaan yang berbeda. Perbedaan itu berpotensi menciptakan konflik apabila gagal dikelola. Tokoh dari setiap kelompok masyarakat dan agama memahami perbedaan itu, sehingga mereka mendorong setiap kelompok agar dapat hidup bersama. Meskipun masyarakat di Desa Kerta Buana tidak memahami konsep multikulturalisme, secara tidak sadar bahwa nilai-nilai multikulturalisme itu sudah mereka aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Multikultural : Studi tentang Interaksi Sosial Antara Masyarakat Etnis Bali dan Etnis Sasak di Kota Amlapura oleh Ida Bagus Wicaksana Herlambang, dkk Artikel ini menjelaskan tentang faktor faktor sugesti dalam kekuasaan dan pengaruh pihak puri yang menyebabkan pengaruh kuat antara masyarakat etnis Bali dan mayarakat etnis Sasak di Kota Amlapura sehingga terjadi dalam

Upload: others

Post on 17-Mar-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

19

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert

Siburian

Artikel ini membahas tentang implementasi multikulturalisme oleh

masyarakat Desa Kerta Buana. Nilai-nilai multikulturalisme itu telah

diterapkan sejak pemerintah Indonesia menempatkan mereka di lokasi yang

baru itu sebagai peserta transmigrasi. Implementasi dari nilai-nilai itu penting

karena para transmigran di Desa yang jauh dari asal mereka datang dari

berbagai tempat dengan agama dan kebudayaan yang berbeda. Perbedaan itu

berpotensi menciptakan konflik apabila gagal dikelola. Tokoh dari setiap

kelompok masyarakat dan agama memahami perbedaan itu, sehingga mereka

mendorong setiap kelompok agar dapat hidup bersama. Meskipun masyarakat

di Desa Kerta Buana tidak memahami konsep multikulturalisme, secara tidak

sadar bahwa nilai-nilai multikulturalisme itu sudah mereka aplikasikan dalam

kehidupan sehari-hari.

Masyarakat Multikultural : Studi tentang Interaksi Sosial Antara

Masyarakat Etnis Bali dan Etnis Sasak di Kota Amlapura oleh Ida

Bagus Wicaksana Herlambang, dkk

Artikel ini menjelaskan tentang faktor faktor sugesti dalam kekuasaan dan

pengaruh pihak puri yang menyebabkan pengaruh kuat antara masyarakat

etnis Bali dan mayarakat etnis Sasak di Kota Amlapura sehingga terjadi dalam

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

20

interaksi sosial. Besarnya pengaruh dan peran Puri Karangasem meletakan

dasar pembauran dan pemersatu kehidupan kedua masyarakat etnis tersebut.

Peran pihak puri dalam membantu etnis Sasak secara aspek ekonomi

diwujudkan dengan pemberian tanah tempat tinggal, lahan garapan, dan

sumbangan materi maupun nonmateri.

Faktor imitasi, identifikasi, dan simpati menjadi faktor terlemah yang

disebabkan tingkat kepatuhan dan pemahaman akan norma dan kaidah masih

memerlukan waktu panjang dan intervensi dari pihak puri dalam hal adaptasi

dan kerjasama antara kedua etnis tersebut. Interaksi dalam kehidupan

kemasyarakatan lebih bersifat asosiatif bukan disosiatif, karena belum pernah

terjadi pertikaian atau konflik besar. Adanya saling pengertian dan kerjasama

dari temuan simpulan, memunculkan keakraban dan kerjasama untuk

bersama-sam menjaga lingkungan keamanan yang diwujudkan dalam

organisasi jagabaya. Hal serupa hubungan simakrama menguat deang saling

menghadiri dalam upacara keagamaan seperti upacara Galungan, Lebaran,

perkawinan, sunatan, dan acara kerja bakti bersih lingkungan.

Multikulturalisme Masyarakat Perkotaan (Studi Tentang Integrasi Sosial

Antar Etnis di Kelurahan Nyamplungan Kecamatan Pabean Cantikan

Kota Surabaya) oleh Nur Syamsiah

Artikel ini menjelaskan tentang realitas sosial dalam hubungan sosial antar

etnis di kelurahan Nyamplungan dalam membangun dan menjaga integrase

sosial. Dalam konteks masyarakat majemuk, kesadaran multikultural menjadi

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

21

salah satu unsur yang cukup penting dalam upaya mewujudkan integrasi sosial

masyarakat. Terdapat enam indikator yang menjadi syarat terwujudnya

integrasi sosial, diantaranya : 1) Tidak mempermasalahkan adanya perbedaan;

2) Adanya kemauan untuk memberikan toleransi; 3) munculnya hibridasi

budaya dan identitas bersama; 4) Adanya kesediaan untuk bekerjasama; 5)

Adanya kemauan untuk bermusyawarah dan 6) berkembangnya solidaritas

sosial.

Interaksi Sosial Masyarakat Multikultural di Komplek Perumahan

Citraland Kecamatan Sambikerep Surabaya oleh Siti Nurul Janah

Artikel ini menjelaskan tentang Interaksi sosial pada masyarakat

multikultural seperti tolong-menolong, gotong royong, perayaan hari raya

keagamaan, bakti sosial untuk kebersihan lingkungan di komplek perumahan

Citraland Surabaya. Salah satunya adalah Garage sale yaitu pembagian

pakaian layak pakai untuk masyarakat kurang mampu, santunan anak yatim

dan kunjungan bersama ke Lapas.

Sedangkan permasalahan ekonomi menjadi faktor dominan yang

mempengaruhi interaksi sosial masyarakat multikultural di daerah setempat

adalah masalah ekonomi. Dominasi masyarakat ekonomi menengah, yang

memiliki bisnis dagang relatif lengkap, seperti supermarket, pasar tradisional,

kafe dan restoran, waterpark, kolam renang, sinema, Showroom Honda, kantor

pajak dan kantor pertanahan. Faktor agama menjadi dasar untuk saling

menghargai, toleransi, sehingga menciptakan hidup berdampingan yang baik.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

22

Sedangkan sosial budaya menjadi ciri khas ciri khas pendatang, dengan cara

berbicara maupun gaya hidup masing-masing.

Membangun Kerukunan Masyarakat Multikultural oleh Ngainun Naim

Artikel ini membahas tentang Kehidupan umat beragama di Indonesia

bersifat dinamis. Relasinya tidak jarang diwarnai oleh pasang surut. Di tengah

dinamika kehidupan yang semakin kompleks, dibutuhkan pemahaman dan

kesadaran bersama terhadap keberadaan mereka yang berbeda. Karena itulah,

toleransi menjadi modal penting untuk membangun kerukunan. Pemahaman

dan kesadaran toleransi tidak bisa tumbuh secara natural. Dibutuhkan berbagai

upaya, baik secara konseptual maupun praktis, untuk menjadikan toleransi

sebagai bagian tidak terpisah dari kehidupan sehari-hari. Teologi kerukunan

dan fikih kerukunan adalah kontribusi pemikiran yang penting dalam kerangka

mewujudkan relasi antarumat beragama yang harmonis di Indonesia. Agenda

yang penting untuk ditindaklanjuti adalah rekonstruksi teologi kerukunan dan

fikih kerukunan secara lebih sistematis dan metodologis. Kerja intelektual

semacam ini tidak bisa instan. Namun jika ini mampu diwujudkan maka

gagasan semacam ini akan memperkaya khazanah pemikiran dan praktis

kehidupan keagamaan di Indonesia.

Multikulturalisme Dalam Perspektif Budaya Pesisir oleh Singgih Tri

Sulistiono

Artikel ini membahas tentang sifat kosmopolitanitas dan pluralitas

masyarakat dan budaya Perspektif multikulturalisme peradaban pesisir.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

23

Jaringan interaksi global yang luas melalui pelayaran, perdagangan, migrasi,

dan sebagainya merupakan bagian yang inheren dari budaya dunia.

Sifat kosmopolitanitas berupa sifat terbuka, demokratis, toleran, dialog,

kemauan unutk berkoeksistensi damai. Sifat pluralitas masyarakat dan budaya

masyarakat pesisir sebagai akibat dari kegiatan pelayaran, perdagangan,

hubungan-hubungan politik dan budaya, diaspora, dan sebagainya.

Pengalaman hidup bersama dalam perbedaan dengan kepentingan yang sama

melahirkan mentalitas multikulturalisme menjadi ciri khas inheren peradaban

pesisir. Peradaban pesisir yang dinamis dan selalu terbuka dalam perjalanan

sejarah selalu terjadi proses pembentukan dan pembentukan kembali identitas

masyarakat yang bergantung kepada dinamika internal dan pengaruh

eksternal.

Peran Agama Dalam Multikulturalisme Masyarakat Indonesia oleh Rizal

Mubit

Dalam masyarakat modern, multikulturalisme lebih kompleks lagi. Sebab

budaya baru terus bermunculan akibat akses komunikasi dan informasi yang

tak terbendung. Saat terjadi pertemuan antara globalisasi negara-bangsa

(nation-state) dan kelompok identitas maka kemunculan dari kelompok-

kelompok identitas ini semakin menguat. Globalisasi akan mendorong

penguatan kesadaran politik dalam kelompok-kelompok ini dan membuka

kesadaran yang mendorong pentingnya identitas. Globalisasi memberikan

kesempatan kepada kelompok-kelompok identitas untuk menemukan akar

identitasnya.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

24

Pemahaman agama, sebagai salah satu pilar penting dalam membentuk

masyarakat adil dan sejahtera menjadi penting untuk diperhatikan. Artinya,

kerigidan, penuhanan atas pemahaman sendiri dan menganggap yang lain

sebagai golongan sesat harus diberantas. Sebab pada hakikatnya tidak ada

kebenaran apa pun yang menginjak dan meniadakan kebenaran lain.

Kerukunan Masyarakat Multikultur Di Desa Banuroja, Gorontalo oleh

Hasanudin

Setiap suku bangsa memiliki kebudayaaan yang berbeda. Walaupun

masyarakat Banuroja memiliki keanekaragaman suku bangsa dan agama,

namun di Banuroja tidak pernah terjadi konflik. Tulisan ini mendeskripsikan

bagaimana masyarakat Banuroja menjaga kerukunan dalam menghindari

terjadinya konflik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan

mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, dan

sikap kepercayaan. Pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan

studi pustaka.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga faktor pendukung

terbangunnya kerukunan masyarakat multikultur dan agama yaitu solidaritas

dari berbagai sukubangsa dan agama dalam bentuk toleransi; para tokoh

masyarakat dalam menjaga keseimbangan dan kesetaraan masyarakat; dan

peranan Pesantren Salafiyah Syafiiyah dalam menjaga kerukunan dan

mempersatukan masyarakat. Kerukunan yang terbangun di Banuroja adalah

kerukunan dan toleransi dari paradigma pluralisme. Masyarakat Banuroja

menerima berbagai agama dan etnis dengan upaya menata keragaman dalam

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

25

membina kerukunan. Berdasarkan pembagian lima kategori multikulturalisme

oleh Bikhu Parekh, maka masyarakat Banuroja termasuk kategori

multikulturalisme otonomis, yaitu masyarakat plural dimana kelompok-

kelompok kultural berusaha mewujudkan kesetaraan dengan budaya dominan

dan menginginkan kehidupan dalam kerangka politik yang secara kolektif

dapat diterima.

Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Pandangan Hidup Masyarakat Adat

Kampung Kuta oleh Sukmayadi

Masyarakat adat Kampung Kuta memiliki pandangan hidup yang sampai

saat ini masih terjaga dan dilaksanakan meskipun dalam himpitan era

globalisasi. Pandangan hidup masyarakat adat Kampung Kuta terdiri dari

pandangan hidup yang berhubungan dengan manusia sebagai pribadi, manusia

dengan masyarakat, manusia dengan Tuhan dan Roh leluhur, manusia dalam

mengejar kepuasan lahiriah dan batiniah, manusia dengan alam.

Nilai-nilai karakter yang tercermin dalam pandangan hidup masyarakat

adat Kampung Kuta adalah nilai ikhlas, taat, visioner, bertanggung jawab,

pengabdian, setia, simpati, empati, kasih sayang, toleran, rela berkorban,

mengabdi, beriman, bertaqwa, sederhana, rendah hati, menghargai kesehatan,

bijaksana, dan berfikir konstruktif. Nilai-nilai karakter nasional bersumber dari

nilai-nilai kearifan lokal. Oleh karena itu, nilai-nilai yang terkandung dalam

ideologi bangsa Indonesia Pancasila, besumber dari nilai-nilai luhur budaya

bangsa.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

26

Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Wisdom) Tradisi Memitu Pada

Masyarakat Cirebon oleh Iin Wariin Basyari

Tradisi Jawa memitu (tingkeban/mitoni) merupakan bagian dari budi

pekerti Jawa yang memiliki makna filosofis dalam kehidupan. Tradisi

akulturasi budaya mempunyai nilai religi, sebagaimana hasil penelitian

penulis, walaupun tidak diajarkan dalam Islam, namun tradisi ini ada muatan

nilai yang diajarkan dalam Islam, yaitu permohonan keselamatan dan

kebahagiaan melalui laku suci (proses penyucian diri) dari berbagai kotoran

dan noda dosa kepada Allah SWT. Dari aspek religius menunjukkan adanya

suatu bentuk penghambaan seseorang untuk meningkatkan iman dan taqwa

kepada Allah SWT. Nilai unsur da’wah dalam penyelenggaraan tidak

bertentangan dengan kaidah agama, baik secara serimonial yang dipimpin oleh

seorang tokoh masyarakat yang berkedudukan sebagai ustadz atau ustadzah

atau kiai.

Kedua nilai psikologis dan kesehatan berupa faktor emosi dan aspek psikis

yang labil dan kritis karena menghadapi pengalaman pertama untuk

mempertaruhkan jiwa dan raga baik ibu maupun anaknya. Dengan adanya

tradisi ini dapat menumbuhkan ketenangan batin dan spiritual untuk

menghadapi persalinan. Ketiga nilai sosial budaya, yang terkandung dalam

nilai filosofis kehidupan dengan melestarikan tradisi leluhur untuk memohon

keselamatan. Nilai istimewa karena melestarikan budaya yang baik merupakan

kekayaan khazanah dalam kehidupan. Mitologi berperan sebagai media

pendidikan agar masyarakat memiliki identitas dan jati dirinya.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

27

Keempat fungsi latency, dengan menjaga keseimbangan sosial, integritas

sosial, dan melestarikan gotong royong. Dengan demikian nilai kearifan lokal

(local wisdom), pada tradisi memitu, meliputi nilai religis, psikologi

kesehatan, nilai sosial dan nialai budaya.

Hubungan Agama dan Kearifan Lokal terhadap Perubahan Sosial

Masyarakat Banjarmasin oleh Desy A Rosyida

Tradisi suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor

geografis, faktor demografis, dan faktor sumber daya alam.

Sehingga melahirkan keunggulan dan keunikan tradisi yang sering kita

sebut sebagai kearifan lokal. Kearifan lokal yang dimiliki masyarakat

Banjarmasin beraneka ragam, diantaranya: tradisi baayun maulid, tradisi

basunat, tradisi bahumaDayakBakumpai, budaya jujuranadat perkawinan

Banjar, dan adanya pasar terapung Banjarmasin.

Kearifan lokal tersebut tidak terlepas dari ajaran agama, terutama ajaran

agama Islam. Karena mayoritas masyarakat banjarmasin beragama Islam.

Tradisi tersebut telah dilaksanakan sejak zaman nenek moyang. Namun seiring

perkembangan zaman dan teknologi, mereka tetap melaksanakan

tradisi tersebut sesuai dengan ajaran Islam. Agar anak cucu mereka bisa

mengetahui dan melestarikan tradisi tersebut tanpa mengurangi

kekhusukandalam menjalankan ibadahserta menghindari kemusyrikan.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

28

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Nama dan Judul

Penelitian

Hasil Penelitian Perbedaan dan

Persamaan

1. Robert Siburian,

2017

Implementasi Nilai-nilai

multikulturalisme itu telah

diterapkan sejak

pemerintah Indonesia

menempatkan mereka di

lokasi yang baru itu

sebagai peserta

transmigrasi. Tokoh dari

setiap kelompok

masyarakat dan agama

memahami perbedaan itu,

sehingga mereka

mendorong setiap

kelompok agar dapat hidup

bersama. Meskipun

masyarakat di Desa Kerta

Buana tidak memahami

konsep multikulturalisme,

secara tidak sadar bahwa

nilai-nilai

multikulturalisme itu sudah

mereka aplikasikan dalam

kehidupan sehari-hari.

Perbedaan:

masyarakat Desa pada

lokasi penelitian

tersebut adalah

masyarakat

transmigrant,

keberagaman yang

ada di lokasi

penelitian tersebut

disebabkan oleh

budaya yang dibawa

oleh masing-masing

kelompok masyarakat

dari daerah asal.

Persamaan : tema

penelitian yang

dilakukan Robert

sama dengan

penelitian yang

direncanakan peneliti,

tema yang diambil

adalah

Multikulturalisme di

masyarakat pedesaan.

Multikulturalisme:

Belajar dari

masyarakat

Perdesaan

2. Ida Bagus

Wicaksana

Faktor penyebeb terjadinya

interaksi sosial masyarakat

Perbedaan :

penelitian oleh Ida

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

29

Herlambang, dkk,

2015

etnis Bali dan mayarakat

etnis Sasak di Kota

Amlapura yang paling kuat

pengaruhnya adalah faktor

sugesti dalam kekuasaan

dan pengaruh pihak puri

terhadap masyarakat

tersebut dalam bentuk

interaksi sifat asosiatif dari

pada disosiatif.

Bagus dkk lebih

mengarah ke Interaksi

sosial yang terjalin

antara komunitas suku

bali dan suku sasak.

Persamaan :

Persamaan penelitian

oleh Ida Bagus dkk

adalah sama-sama ada

pengaruh yang

menjadikan

masyarakat hidup

rukun, jika di

penelitian Ida Bagus

menyebutkan adanya

pengaruh Puri,

sementara di Desa

Balun adanya

pengaruh dari

ketokohan Mbah

Alun.

Masyarakat

Multikultural :

Studi Tentang

Interaksi Sosial

Antara Masyarakat

Etnis Bali Dan

Etnis Sasak Di

Kota Amlapura

3. Nur Syamsiyah,

2018

Kesadaran multikultural

menjadi salah satu unsur

yang cukup penting dalam

upaya mewujudkan

integrasi sosial masyarakat.

Terdapat enam indikator

yang menjadi syarat

terwujudnya integrasi

sosial, diantaranya : 1)

Tidak mempermasalahkan

Perbedaan:

Perbedaan penelitian

oleh Nur Syamsiah

adalah, bahwa adanya

enam indikator yang

menjadi syarat

terwujudnya integrasi

sosial. Sementara

penelitian yang

direncanakan peneliti

Multikulturalisme

Masyarakat

Perkotaan (Studi

Tentang Integrasi

Sosial Antar Etnis

di Kelurahan

Nyamplungan

Kecamatan Pabean

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

30

Cantikan Kota

Surabaya)

adanya perbedaan; 2)

Adanya kemauan untuk

memberikan toleransi; 3)

munculnya hibridasi

budaya dan identitas

bersama; 4) Adanya

kesediaan untuk

bekerjasama; 5) Adanya

kemauan untuk

bermusyawarah dan 6)

berkembangnya solidaritas

sosial.

adalah

mendeskripsikan lima

nilai kearifan lokal

sebagai perekat

kerukunan

masyyarakat

multikultur.

Persamaan:

Persamaan dari

penelitian ini adalah,

sama-sama membahas

faktor yang

menjadikan integritas

sosial dalam

masyarakat

multikultur.

4. Siti Nurul Janah,

2018

Interaksi sosial pada

masyarakat multikultural di

komplek perumahan

Citraland Surabaya

berjalan dengan baik, hal

ini terbukti bentuk-bentuk

interaksinya seperti tolong-

menolong, gotong royong,

perayaan hari raya

keagamaan, bakti sosial

untuk kebersihan

lingkungan, garage sale

Perbedaan:

Penelitian ini

dilakukan di

Perkotaan, sementara

penelitian yang akan

dilakukan oleh

peneliti mengambil

lokasi di perDesaan.

Persamaan:

Persamaan penelitian

pada penelitian ini

adalah sama-sama

Interaksi Sosial

Masyarakat

Multikultural Di

Komplek

Perumahan

Citraland

Kecamatan

Sambikerep

Surabaya

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

31

yaitu membagikan pakaian

layak pakai pada

masyarakat kurang mampu,

kunjungan bersama ke

penjara-penjara, santunan

anak yatim.

membahas pola

interaksi sosial

masyarakat

multikultural disuatu

lingkungan

masyarakat.

5. Ngainun Naim,

2016

Teologi kerukunan dan

fikih kerukunan adalah

kontribusi pemikiran yang

penting dalam kerangka

mewujudkan relasi

antarumat beragama yang

harmonis di Indonesia.

Agenda yang penting untuk

ditindaklanjuti adalah

rekonstruksi teologi

kerukunan dan fikih

kerukunan secara lebih

sistematis dan metodologis.

Kerja intelektual semacam

ini tidak bisa instan.

Namun jika ini mampu

diwujudkan maka gagasan

semacam ini akan

memperkaya khazanah

pemikiran dan praktis

kehidupan keagamaan di

Indonesia.

Perbedaan:

Penelitian ini melihat

faktor pembentuk

kerukunan antar umat

beragama adalah

bersumber dari

teologi dan fikih.

Persamaan:

Persamaan pada

kerukunan antar umat

beragama yang ada

disuatu lingkungan

masyarakat.

Membangun

Kerukunan

Masyarakat

Multikultural

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

32

6. Singgih Tri

Sulistiono, 2017

Sifat kosmopolitanitas

yang menyebabkan

peradaban pesisir memiliki

sifat terbuka, demokratis,

toleran, dialog, kemauan

untuk berkoeksistensi

damai. Sementara itu sifat

pluralitas masyarakat dan

budaya pesisir juga tidak

dapat dilepaskan dari akan

historis. Hal ini

mengondisikan masyarakat

pesisir sebagai masyarakat

plural. Pengalaman hidup

bersama dalam perbedaan

namun memiliki

kepentingan yang sama

telah melahirkan mentalitas

multikulturalisme yang

merupakan ciri inheren

peradaban pesisir.

Persamaan :

Adanya faktor nilai

kearifan lokal yang

menjadi pengikat bagi

masyarakat pesisir

sehingga masyarakat

pesisir bertekat untuk

hidup damai dalam

perbedaan atau dalam

kondisi yang plural

dan multikultur

Perbedaan :

Seting penelitian

dilakukan di daerah

pesisir, berbeda

dengan Desa balun

yang berseting di

daerah yang jauh dari

bibir pantai

Multikulturalisme

Dalam Perspektif

Budaya Pesisir

7. Rizal Mubit, 2016 Pemahaman agama,

sebagai salah satu pilar

penting dalam membentuk

masyarakat adil dan

sejahtera menjadi penting

untuk diperhatikan.

Artinya, kerigi dan,

penuhanan atas

pemahaman sendiri dan

menganggap yang lain

Perbedaan :

Pemahaman agama

menjadi faktor

penting dalam

menjaga kerukunan

masyarakat

multikultural

Persamaan :

Penelitian yang akan

dilakukan, sama-sama

Peran Agama

Dalam

Multikulturalisme

Masyarakat

Indonesia

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

33

sebagai golongan sesat

harus diberantas. Sebab

pada hakikatnya tidak ada

kebenaran apa pun yang

menginjak dan meniadakan

kebenaran lain

membahas tentang

faktor yang

menjadikan

kerukunan dalam

masyarakat

multikultur

8. Hasanudin, 2018 terdapat tiga faktor

pendukung terbangunnya

kerukunan masyarakat

multikultur dan agama

yaitu solidaritas dari

berbagai sukubangsa dan

agama dalam bentuk

toleransi; para tokoh

masyarakat dalam menjaga

keseimbangan dan

kesetaraan masyarakat; dan

peranan Pesantren

Salafiyah Syafiiyah dalam

menjaga kerukunan dan

mempersatukan

masyarakat. Kerukunan

yang terbangun di

Banuroja adalah kerukunan

dan toleransi dari

paradigma pluralisme.

Perbedaan :

Lokasi penelitian

terdapat di luar pulau

jawa, sementara

penelitian berseting di

pulau jawa dan

kearifan lokal yang

ada di jawa sebagai

perekat kohesivitas

sosial masyarakat

multikultural.

Persamaan :

terdapat faktor

pendukung

terbangunnya

kerukunan

Kerukunan

Masyarakat

Multikultur Di

Desa Banuroja,

Gorontalo

9. Sukmayadi , 2018 Nilai-nilai karakter yang

tercermin dalam

pandangan hidup

masyarakat adat Kampung

Kuta adalah nilai ikhlas,

Perbedaan :

Kohesivitas

masyarakat kuta

dibentuk dengan

adanya nilai karakter

Nilai-Nilai

Kearifan Lokal

Dalam Pandangan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

34

Hidup Masyarakat

Adat Kampung

Kuta

taat, visioner, bertanggung

jawab, pengabdian, setia,

simpati, empati, kasih

sayang, toleran, rela

berkorban, mengabdi,

beriman, bertaqwa,

sederhana, rendah hati,

menghargai kesehatan,

bijaksana, dan berfikir

konstruktif.

yang berasal dari nilai

kearifan lokal

nasional

Persamaan :

Nilai kearifan lokal

yang menjadi perekat

masyarakat

multikultural

10. Iin Wariin Basyari Tradisi adat Jawa memitu

(tingkeban/mitoni)

merupakan bagian dari

budi pekerti Jawa yang

memiliki makna filosofis

dalam kehidupan. Tradisi

ini memang merupakan

akulturasi budaya lokal

dengan Islam. Pertama

nilai religi, Kedua nilai

psikologis dan kesehatan,

Perbedaan :

Terdapat tradisi yang

menjadi filosofis

kehidupan bagi

masyarakat di cirebon

Persamaan :

Nilai-nilai tradisi dan

budaya yang dipegang

masyarakat menjadi

faktor pengikat

kerukunan masyarakat

Nilai-Nilai

Kearifan Lokal

(Local Wisdom)

Tradisi Memitu

Pada Masyarakat

Cirebon

11. Desy A Rosyida,

2019

Kearifan lokal yang

dimiliki masyarakat

Banjarmasin beraneka

ragam, diantaranya:

tradisi baayun maulid,

tradisi basunat, tradisi

bahuma Dayak Bakumpai,

budaya jujuran adat

perkawinan Banjar, dan

adanya pasar terapung

Perbedaan :

Tradisi yang ada di

masyarakat

Banjarmasin dibentuk

dan dipengaruhi oleh

ajaran agama

Persamaan :

Nilai kearifan lokal

yang menjadi perekat

masyarakat

Hubungan Agama

dan Kearifan

Lokal terhadap

Perubahan Sosial

Masyarakat

Banjarmasin oleh

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

35

Banjarmasin.

Kearifan lokal tersebut

tidak terlepas dari ajaran

agama, terutama ajaran

agama Islam. Karena

mayoritas masyarakat

banjarmasin beragama

Islam. Tradisi tersebut

telah dilaksanakan sejak

zaman nenek moyang.

Namun seiring

perkembangan zaman

dan teknologi, mereka

tetap melaksanakan

tradisi tersebut sesuai

dengan ajaran Islam.

multikultural

2.2.Kerukunan Antar Umat Beragama

2.2.1. Pengertian Kerukunan Umat Beragama

Kerukunan merupakan istilah yang mempunyai makna baik dan damai.

Menurut Magnis Suseno (2001) dalam (Hasanudin, 2018), bahwa

kerukunan berasal dari kata rukun yang diartikan berada dalam keadaan

selaras, tenang dan tentram, tanpa perselisihan dan pertentangan serta

bersatu dalam rangka untuk saling membantu. Kerukunan berkonotasi

sebagai kehidupan bersama dalam masyarakat dengan sepakat untuk tidak

menciptakan perselisihan dan konflik. Kerukunan mencerminkan

hubungan timbal balik yang bercirikan saling menerima, menghargai,

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

36

kebersamaan dan toleransi (Ali, dkk, 2009: 301) dalam (Hasanudin, 2018).

Kerukunan secara luas bermakna adanya suasana persaudaraan dan

kebersamaan antar semua orang walaupun mereka berbeda secara suku,

agama, ras, dan golongan. Selain bermakna sebagai kemampuan dan

kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama dengan damai serta

tenteram, kerukunan juga bermakna sebagai proses untuk menjadi rukun

karena sebelumnya ada ketidakrukunan. Untuk mencapai kerukunan

seperti itu, tentu diperlukan adanya proses dialog, saling terbuka, saling

menerima, saling menghargai, serta saling menanamkan rasa cinta-kasih.

Istilah kerukunan umat beragama pertama kali dikemukakan oleh

Menteri Agama, K.H. M. Dachlan, dalam pidato pembukaan Musyawarah

Antar Agama tanggal 30 Nopember 1967 antara lain menyatakan: "Adanya

kerukunan antara golongan beragama adalah merupakan syarat mutlak

bagi terwujudnya stabilitas politik dan ekonomi yang menjadi program

Kabinet AMPERA. Oleh karena itu, kami mengharapkan sungguh adanya

kerjasama antara Pemerintah dan masyarakat beragama untuk menciptakan

“iklim kerukunan beragama ini, sehingga tuntutan hati nurani rakyat dan

cita-cita kita bersama ingin mewujudkan masyarakat yang adil dan

makmur yang dilindungi Tuhan Yang Maha Esa itu benarbenardapat

berwujud” (Rusydi et al., 2018)

2.2.2. Faktor Pembentuk Kerukunan Umat Beragama

Untuk menciptakan sebuah kerangka konseptual dan partikal

kerukunan beragama, ada beberapa aspek atau faktor yang perlu diamati.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

37

Faktor yang dapat mengkondusifkan aktualisasi kerukunan diataranya

menurut (Iwan, 2013) :

a) Semua agama melalui pemuka dan umatnya dapat melaksanakan

kegiatan dengan tujuan mensejahterakan sosial masyarakat.

b) Semua agama di Indonesia bersedia mengembangkan wawasan

keagamaan yang inklusif, bersedia menerima dan menghargai

kehadiran golongan agama-agama lain di luar dirinya.

c) Hubungan kekerabatan yang dapat meredam pertentangan antar

agama.

d) Kebiasaan-kebiasaan masyarakat tradisional yang sudah

terinstitusionalisasikan untuk memelihara ketertiban masyarakat.

e) Kerjasama antara pemerintah dengan pemuka agama

f) Penggunaan media informasi yang positif.

2.3.Nilai-Nilai Kearifan Lokal

Indonesia merupakan salah satu negara multi etnis, ras, suku, Bahasa, budaya

dan agama. Agama-agama di Indonesia dan berbagai aliran keprcayaan tumbuh

dan berkembang subur. Budaya Nusantara yang Bhinneka merupakan kenyataan

hidup yang tidak dapat dihindari. Kebhinnekaan ini perlu disandingkan bukan

dipertentangkan. Keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia adaah sebuah

manifestasi gagasan dan nilai sehingga saling menguat dan untuk meningkatkan

wawasan dalam saling apresiasi. (Radmila, 2011)

Kearifan lokal sebagai bentuk kebudayaan yang mengalami penguatan secara

terus menerus dan menjadi lebih baik. Kearifan lokal sebagai manifestasi

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

38

kebudayaan menunjukan sebagai salah satu bentuk humanisasi manusia dalam

berkebudayaan. Di kalangan antropolog ada tiga pola yang dianggap berkaitan

dengan masalah perubahan kebudayaan, tiga pola tersebut adalah evolusi, difusi

dan akulturasi. (Radmila, 2011)

Setidaknya ada lima nilai-nilai kearifan lokal yang membentuk kerukunan

dalam masyarakat multikultural, kelima nilai tersebut adalah :

a) Toleransi, Toleransi berasal dari bahasa latin tolerantia, berarti kelonggaran,

kelembutan hati, keringanan dan kesabaran. Secara umum istilah toleransi

mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, suka rela dan kelembutan. (Casram,

2016)

b) Kesetaraan, masyarakat plural yang kelompok-kelompok kultural utamanya

berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan

menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif

bisa diterima. (Ana Irhandayaningsih, 2018)

c) Gotong royong, kehidupan manusia dalam masyarakat tidak terlepas dari

adanya interaksi sosial antar sesamanya. Pada dasarnya manusia sesuai dengan

fitrahnya merupakan makhluk sosial yang tidak biasa hidup sendiri melainkan

membutuhkan pertolongan orang lain. Oleh sebab itu di dalam kehidupan

masyarakat diperlukan adanya kerjasama dan sikap gotong royong dalam

menyelesaikan segala permasalahan. (Irfan, 2017)

d) Kebersamaan, kebersamaan, kerja sama, dan hidup berdampingan secara

damai dalam perbedaan. (Suardi, 2017)

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

39

e) Persaudaraan, salah satu upaya dalam menciptakan keharmonisan dalam

masyarakat multikultural adalah dengan meningkatkan solidaritas dan rasa

persaudaraan antar masyarakat. (Afandi, 2018)

2.4.Pengertian Multikulturalisme

Multikulturalisme berasal dari dua kata, multi (banyak) dan cultural (budaya

atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya. Budaya

yang mesti dipahami adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan harus

dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap kehidupanya. Dialektika ini

akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, Bahasa,

dan lain-lain. (Maksum, 2011)

Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan

derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme

diperlukan landasan pengetahuan yang berupa konsep-konsep yang relevan dan

mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan

manusia. Dalam visi Mpu Tantular, kebhinnekaan, keragaman, atau pluralitas

terbatas hanya sebagai kenyataan fisik-biotik. (Maksum, 2011)

Multikulturalisme dijadikan sebagai acuan utama terbentuknya masyarakat

multikultural yang damai, masyarakat multikultural sangat mungkin terjadi

konflik vertikal dan horizontal yang dapat menghancurkan masyarakat tersebut.

Sebagai contoh, pertikaian yang melibatkan sentimen etnis, ras, golongan dan juga

agama terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia seperti konflik poso. (Suardi,

2017)

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

40

2.4.1. Ciri-ciri Masyarakat Majemuk

Sebagaimana dikemukakan oleh Berghe dalam (Rustanto, 2015)

menyebutkan ciri-ciri masyarakat majemuk antara lain :

a. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang

seringkali memiliki subkebudyaan yang berbeda satu sama lain.

b. Memiliki struktur sosial yang terbagi dalam lembaga yang bersifat

non-komplementer.

c. Kurang mengembangkan konsensus di antara anggota terhadap nilai-

nilai yang bersifat dasar.

d. Secara relatif seringkali mengalami konflik-konflik di antara

kelompok yang satu dengan yang lainya.

e. Secara relatif integrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling

ketergantungan di dalam bidang ekonomi.

f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-

kelompok yang lain.

2.4.2. Jenis Multikulturalisme

Menurut konfigurasi dari komunitas etnisnya, masyarakat majemuk

menurut Berghe dalam (Rustanto, 2015) membedakan menjadi empat

kategori, yaitu sebagai berikut :

a. Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang, yaitu masyarakat

majemuk yang terdiri dari komunitas atau kelompok etnis yang

memiliki kekuatan kompetitif seimbang.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

41

b. Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan, yaitu masyarakat

majemuk yang terdiri atas sejumlah komunitas atau kelompok etnis

yang kekuatan kompetitif tidak seimbang.

c. Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan, yaitu masyarakat

yang antara komunitas atau kelompok etnisnya terdapat kelompok

minoritas, tetapi mempunyai kekuatan kompetitif di atas yang lain,

sehingga mendominasi politik dan ekonomi.

d. Masyarakat majemuk dengan fragmatasi, yaitu masyarakat yang

terdiri atas sejumlah besar komunitas atau kelompok etnis, dan tidak

ada satu kelompok pun yang mempunyai posisi politik atau ekonomi

yang dominan

2.4.3. Faktor Penyebab Terbentuknya Multikulturalisme

Faktor-faktor yang menyebabkan kemajemukan di masyarakat adalah :

a. Letak suatu negara/ masyarakat

Indonesia terletak di antara Samudera Indonesia dan Samudera

Pasifik, sangat memengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam

masyarakat Indonesia. Letak Indonesia yang berada di tengah-tengah

lalu-lintas perdagangan laut, maka masyarakat Indonesia telah sejak

lama memperoleh pengaruh-pengaruh kebudayaan asing melalui para

pedagang asing.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

42

b. Keadaan geografis

Keadaan geografis yang membagi wilayah Indonesia kurang lebih

3000 pulau merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap

terciptanya pluralitas suku bangsa di Indonesia.

c. Iklim yang berbeda dan keadaan struktur tanah yang berbeda

Perbedaan curah hujan dan kesuburan tanah merupakan kondisi yang

menciptakan dua macam lingkungan ekologis yang berbeda di

Indonesia. Daerah pertanian (wet rice cultivation) banyak di pulau

Jawa dan Bali, sementara daerah pertanian lading (shifting culvation)

banyak dijumpai di luar pulau Jawa. Hal ini dapat menjadikan

perbedaan yang kontras antara Jawa dan luar Jawa dalam bidang

kependudukan, ekonomi, dan sosial-budaya.

2.4.4. Perkembangan Multikulturalisme

a. Kelompok sosial berdasarkan ras

Pola pergaulan di Indonesia tidak mengenal adanya rasialisme atau

superioritas satu ras di atas ras yang lainya, dalam pengertian tidak ada

ras yang di istimewakan atau dianggap unggul.

b. Kelompok sosial berdasarkan Bahasa

Bangsa Indonesia mengalami proses Panjang untuk mewujudkan suatu

persamaan pada Bahasa yaitu Bahasa Indonesia. Persamaan asal

rumpun Bahasa yaitu Austronesia inilah yang menjadikan mudah

untuk dipahami oleh suku bangsa lainya.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

43

c. Kelompok sosial berdasarkan suku bangsa

Masing-masing suku bangsa di Indonesia memiliki kebudayaan yang

berbeda yang tercermin pada kehidupanya. Terdapat lebih dari 366

suku bangsa yang didasarkan pada Bahasa, daerah, kebudayaan, dan

susunan masyarakat.

d. Kelompok sosial berdasrkan perbedaan agama

Masyarakat Indonesia terbagi menjadi beberapa kelompok sosial yang

diikat oleh unsur-unsur religi. Setidaknya ada lima kelompok religi

yang jumlah anggotanya cukup besar, yaitu Islam, Katolik, Protestan,

Budha dan Hindu.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

44

2.5.Kerangka Teori

Pierre L. Van Den Bergh

(Rustanto, 2015: 31, 34)

Multikulturalisme

(Andre Ata Ujan, et.all)

(Ahmad Sonhaji)

Ciri-ciri Masyarakat

Majemuk

Masyarakat Desa Balun yang Multikultur

Jenis Multikulturalisme

Nilai-nilai Kearifan Lokal

Faktor Penyebab Terjadinya

Multikulturalisme

Perkembangan Multikultural

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

45

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosial

multikultural. Suatu perkkembangan mukhtakhir yang terkait dengan

posmodernisme khususnya penekananya pada pinggiran dan kecenderungan untuk

menumbangkan medan permainan intelektual adalah munculnya teori sosial

multikultural (Limert, 2001, Roger, 1926a dalam George Ritzer, 2012)

Kemunculan teori multikultural tersebut ditengarai oleh munculnya teori

sosiologis feminis pada tahun 1970-an. Kaum feminis mengeluhkan bahwa teori

sosiologis sebagian besar tertutup bagi suara-suara wanita, dan pada tahun-tahun

berikutnya banyak kelompok minoritas menggemakan keluhan-keluhan kaum

feiminis. Nyatanya, wanita minoritas (misalnya, wanita Amerika keturunan Afrika

dan Latin) mulai mengeluh bahwa teori feminis terbatas pada perempuan kelas

menengah kulit putih dan harusnya lebih tanggap terhadap banyak suara lainya.

Sekarang ini teori feminis sudah jauh lebih beragam, sebagaimana teori sosiologis.

Teori multikultural telah mengambil serangkaian bentuk yang beragam.

Contoh-contohnya meliputi, teori Arosentrik (Asante, 1996) studi-studi

Appalachian (Bhanks, Billings, dan Tice, 1996), teori Amerika pribumi (Buffalo

Head, 1996) dan bahkan teori-teori maskulinitas (Connell, 1996; Kimmel, 1996).

Sebagaimana dikemukakan Roges (1996b: 11-16) dalam George Ritzer (2012:

385-387) Hal-hal yang mencirikan teori multikultural antara lain :

a. Teori-teori multikultural menolak teori-teori universalistic yang cenderung

mendukung pihak yang berkuasa; teori-teori multikultural berusaha

memberdayakan orang-orang yang kurang mempunyai kekuatan.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

46

b. Teori multikultural berusaha bersikap inklusif, menawarkan teori yang

memihak kepada banyak kelompok yang dilemahkan.

c. Teoritisi multikultural tidak bebas nilai; mereka sering berteori dengan

memihak orang-orang yang tidak mempunyai kuasa dan bekerja di dunia

untuk mengubah struktur sosial, kebudayaan, dan prospek-prospek untuk

individu.

d. Para teoritisi multikultural berusaha mengganggu bukan hanya dunia sosial,

tetapi juga dunia intelektual; mereka membuatnya jauh lebih terbuka dan

beragam.

e. Tidak ada usaha untuk menarik garis yang jelas antara teori dan tipe-tipe

narasi lainya.

f. Biasanya ada suatu ujung kritis bagi teori multikultural; itu adalah kritik diri

dan juga kritik atas teori-teori lain dan yang paling penting atas dunia sosial.

g. Para teoritisi multikultural mengakui bahwa karya mereka dibatasi oleh

konteks historis, sosial, dan budaya tertentu yang kebetulan merupakan tempat

tinggal mereka.

Kaitanya dengan penelitian ini adalah terdapatnya fenomena multikultural

yang ada di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan, dimana Desa

tersebut memiliki masyarakat yang beragam (majemuk) yang dilandasi oleh nilai-

nilai kearifan lokal sekaligus menjadi perekat kohesivitas sosial. Oleh karena itu

diberi predikat Desa Pancasila oleh khalayak pada umumnya.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

47

2.6. Kerangka Berpikir

PEMERINTAH DESA BALUN KOMUNITAS ISLAM KOMUNITAS

KRISTEN

KOMUNITAS HINDU

NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL

(CORE VALUES) :

• GOTONG ROYONG

• TOLERANSI

• KESETARAAN

• KEBERSAMAAN

• PERSAUDARAAN

MASYARAKAT DESA BALUN YANG MULTIKULTUR

TOKOH MASYARAKAT/ ADAT TOKOH AGAMA

MASYARAKAT BALUN YANG MAJEMUK

DESA PANCASILA

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/65812/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Multikulturalisme: Belajar dari masyarakat PerDesaan oleh Robert Siburian

48