bab ii kajian pustaka dan kerangka pikir · 10 bab ii kajian pustaka dan kerangka pikir a. kajian...

26
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah banyak dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan terlebih dahulu dan berkaitan dengan masalah yang diteliti penulis dalam penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut. Yustin Fatimah (2015) dengan skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Komisif Berjanji dan Strategi Kesantunan dalam Acara Debat Capres 2014 di Televisi: Tinjauan Pragmatik. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan 2 hal. Pertama, dalam acara “Debat Capres 2014” di televisi terdapat empat penanda realisasi tuturan langsung pada tindak tutur komisif “berjanji”. Empat penanda tersebut meliputi, akan, pasti, Insya Allah, dan harus. Untuk tuturan tidak langsung pada tindak tutur komisif “berjanji” dalam acara “Debat Capres 2014” ditentukan oleh konteks yang melingkupi ketika proses komunikasi berlangsung. Konteks berperan penting untuk menafsirkan maksud atau tujuan dari tindak tutur yang dipilih. Kedua, strategi yang digunakan dalam acara “Debat Capres 2014” di televisi, adalah strategi kesantunan tanpa basa-basi, strategi kesantunan positif, strategi kesantunan negatif, dan strategi kesantunan samar-samar. Mefi Ellini (tahun 2014) dengan skripsinya yang berjudul Tindak Ilokusi Ustaz Yusuf Mansur dalam Acara Wisata Hati di Stasiun Televisi ANTV. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan 2 hal. Pertama, tindak ilokusi yang digunakan oleh Ustaz Yusuf Mansur dalam acara Wisata Hati di stasiun televisi ANTV

Upload: others

Post on 07-Sep-2019

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

banyak dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan

terlebih dahulu dan berkaitan dengan masalah yang diteliti penulis dalam

penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut.

Yustin Fatimah (2015) dengan skripsinya yang berjudul Tindak Tutur

Komisif Berjanji dan Strategi Kesantunan dalam Acara Debat Capres 2014 di

Televisi: Tinjauan Pragmatik. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan 2 hal.

Pertama, dalam acara “Debat Capres 2014” di televisi terdapat empat penanda

realisasi tuturan langsung pada tindak tutur komisif “berjanji”. Empat penanda

tersebut meliputi, akan, pasti, Insya Allah, dan harus. Untuk tuturan tidak

langsung pada tindak tutur komisif “berjanji” dalam acara “Debat Capres 2014”

ditentukan oleh konteks yang melingkupi ketika proses komunikasi berlangsung.

Konteks berperan penting untuk menafsirkan maksud atau tujuan dari tindak tutur

yang dipilih. Kedua, strategi yang digunakan dalam acara “Debat Capres 2014” di

televisi, adalah strategi kesantunan tanpa basa-basi, strategi kesantunan positif,

strategi kesantunan negatif, dan strategi kesantunan samar-samar.

Mefi Ellini (tahun 2014) dengan skripsinya yang berjudul Tindak Ilokusi

Ustaz Yusuf Mansur dalam Acara Wisata Hati di Stasiun Televisi ANTV. Hasil

dari penelitian ini menyimpulkan 2 hal. Pertama, tindak ilokusi yang digunakan

oleh Ustaz Yusuf Mansur dalam acara Wisata Hati di stasiun televisi ANTV

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

11

terdapat 233 tuturan. Tindak ilokusi tersebut di antaranya, tindak tutur

representatif, tindak tutur direktif, tindak tutur ekspresif, dan tindak tutur

deklarasi. Kedua, strategi bertutur yang digunakan oleh Ustaz Yusuf Mansur

dalam acara Wisata Hati di stasiun televisi ANTV di antaranya, strategi bertutur

terus terang tanpa basa-basi, strategi bertutur dengan basa-basi kesantunan

positif, dan strategi bertutur dengan basa-basi kesantunan negatif. Konteks

situasi tutur dalam tindak tutur ilokusi Ustaz Yusuf Mansur dalam situasi tutur

topik sensitif suasana santai, cenderung digunakan strategi bertutur terus terang

dengan basa basi kesantunan positif; dalam situasi tutur topik sensitif suasana

formal, cenderung digunakan strategi bertutur terus terang dengan basa basi

kesantunan negatif; dalam situasi tutur topik tidak sensitif suasana santai,

cenderung digunakan strategi bertutur terus terang tanpa basa-basi; dalam situasi

tutur topik tidak sensitif suasana formal, cenderung digunakan strategi bertutur

terus terang tanpa basa-basi.

Rossida Ayu Wardhani tahun (2014) dengan skripsinya yang berjudul

Tindak Tutur Direktif dan Strategi Kesantunan Berbahasa Dai dalam Wacana

Dakwah Dialogis acara Kata Ustad Solmed, Sarapan Hati, dan Cahaya Hati di

Televisi (Suatu Pendekatan Pragmatik). Penelitian ini menyimpulkan dua hal:

Pertama, terdapat enam jenis tindak tutur direktif dai yang terdapat dalam wacana

dakwah dialogis acara “Kata Ustad Solmed”, “Sarapan Hati”, dan “Cahaya Hati”

di televisi, yang meliputi mempersilakan, mengajak, melarang, menyuruh,

mengharap, dan menasihati. Tindak tutur direktif yang paling banyak digunakan

adalah tindak tutur „mempersilakan‟. Kedua, dalam realisasi strategi kesantunan

yang terdapat dalam wacana dakwah dialogis acara “Kata Ustad Solmed”,

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

12

“Sarapan Hati”, dan “Cahaya Hati” ditemukan sebanyak tiga strategi kesantunan.

Ketiga strategi kesantunan yang digunakan dai meliputi, (a) strategi tanpa basa-

basi, (b) strategi kesantunan positif, dan (c) strategi kesantunan negatif. Strategi

positif yang digunakan oleh dai ditemukan tiga substrategi. Substrategi tersebut

adalah (i) strategi menggunakan bentuk-bentuk identitas kelompok, (ii) strategi

melibatkan penutur dan petutur dalam kegiatan, dan (iii) strategi berkelakar atau

lelucon. Adapun untuk strategi kesantunan negatif ditemukan dua substrategi

kesantunan, yaitu (i) strategi menggunakan ungkapan secara tidak langsung dan

(ii) strategi memberi penghormatan. Berdasarkan hasil analisis data,

menunjukkan bahwa dari ketiga strategi kesantunan yang ditemukan, strategi yang

paling banyak digunakan adalah strategi tanpa basa-basi.

Yuli Ratna Nur Pratiwi tahun (2013) dalam skripsi yang berjudul Tindak

Tutur dan Strategi Kesantunan Juri dalam Acara Indonesian Idol Musim Ketujuh

di RCTI, Master Chef Indonesia Musim Kedua di RCTI, dan Indonesia Mencari

Bakat 3 di Trans Tv. Hasil dari penelitian ini adalah (1) terdapat tujuh tindak tutur

ilokusi, yaitu tindak tutur asertif, tindak tutur direktif, tindak tutur verdiktif,

tindak tutur komisif, tindak tutur ekspresif, tindak tutur performatif, dan tindak

tutur fatis. (2) Strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh juri pada saat

mengomentari para peserta terdiri dari sembilan strategi dan strategi kesantunan

positif yang digunakan juri pada saat mengomentari peserta terdiri dari sepuluh

strategi.

Penjabaran di atas merupakan kajian yang pernah mengkaji objek

penelitian dengan menggunakan kajian analisis pragmatik. Beberapa penelitian

tersebut membahas mengenai masalah tindak tutur dan strategi kesantunan dalam

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

13

sebagai objek kajian penelitiannya. Data yang digunakan dalam penelitian

tersebut adalah media elektronik yang diambil dari televisi. Berbeda dengan

penelitian yang sudah ada, penelitian yang membahas mengenai tindak tutur dan

strategi kesantunan dalam komentar ajang pencarian bakat D’Academy Asia

sejauh ini belum pernah dilakukan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa

penelitian tentang tindak tutur dan strategi kesantunan dengan data yang diambil

dari sesi komentar dalam ajang pencarian bakat D’Academy Asia layak untuk

dilakukan. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian-penelitian yang

pernah dilakukan sebelumnya. Dengan kata lain, penelitian ini adalah tindak

lanjut dari penelitian tentang tindak tutur dan strategi kesantunan dalam kajian

pragmatik.

B. Landasan Teori

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori-teori pragmatik sebagai

landasan teori, yakni sebagai berikut.

1. Pragmatik

Ada bermacam-macam definisi pragmatik menurut para ahli. Istilah

pragmatik sudah dikenalkan oleh seorang filsuf yang bernama Charles Morris

(Levinson, 1983: 1). Charles Morris membagi ilmu semiotika menjadi tiga cabang,

yaitu sintaksis (studi mengenai relasi formal yang bersifat linear antara tanda itu

satu sama lain), semantik (studi mengenai relasi antara tanda itu dengan sesuatu

yang diacu oleh tanda itu), pragmatik (studi mengenai relasi antara tanda bahasa

dengan penggunanya). Levinson (1983: 21) sendiri mendefinisikan pragmatik

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

14

sebagai ilmu yang mengkaji hubungan antara bahasa dan konteks yang merupakan

dasar untuk memahami bahasa.

Jenny Thomas dalam bukunya yang berjudul Meaning in Interaction: an

Introduction to Pragmatics juga memberikan batasan dalam ilmu pragmatik.

Menurut Thomas (1995: 22) pragmatik adalah bidang ilmu yang mengkaji makna

dalam interaksi atau meaning in interaction. Pengertian tersebut dengan

mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan

negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial,

dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran.

Leech (dalam terjemahan M.D.D. Oka, 1993:8) mendefinisikan pragmatik

sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar

(speech situations). Leech melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam

linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia sebut

semantisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik;

pragmatisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik; dan

komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang

saling melengkapi.

George Yule (1996: 3) mengartikan pragmatik adalah studi tentang makna

yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar

(atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan

analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada

dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu

sendiri. Yule juga mengutarakan bahwa ilmu pragmatik memiliki empat batasan:

1. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang maksud penutur.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

15

2. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang makna kontekstual.

3. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang bagaimana agar lebih

banyak disampaikan daripada yang dituturkan.

4. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang ungkapan jarak

hubungan.

Menurut Asim Gunarwan (dalam PELLBA 7, 1994: 83-84), pragmatik

adalah bidang kajian linguistik yang mempelajari maksud ujaran, bukan makna

kalimat yang diujarkan. Pragmatik mempelajari maksud ujaran atau daya (force)

ujaran. Pragmatik juga mempelajari fungsi ujaran, yakni untuk apa suatu ujaran

itu dibuat atau dilakukan.

Dari pengertian-pengertian para ahli di atas dapat ditegaskan bahwa

pragmatik merupakan studi yang mengkaji tentang makna dalam sebuah ujaran.

Pragmatik mempelajari makna ujaran yang disampaikan oleh penutur dan

bagaimana mitra tutur dapat memahami maksud yang disampaikan oleh penutur.

Selain itu, makna ujaran di sini tidak hanya melibatkan penutur dan mitra tutur,

tetapi makna ujaran di sini juga harus dikaitkan dengan konteks yang

melatarbelakangi ujaran. Jadi, dapat dikatakan bahwa hubungan antara bahasa

dengan konteks merupakan dasar untuk mempelajari pragmatik.

2. Situasi Tutur

Leech (dalam terjemahan M.D.D. Oka, 1993:19-20 menjelaskan bahwa,

situasi tutur mencakupi lima komponen, yaitu menyapa (penyapa) atau yang

disapa (pesapa), konteks sebuah tuturan, tujuan sebuah tuturan, tindak tutur

sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar, dan tuturan sebagai produk

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

16

tindak verbal.

a) Yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa)

Orang yang menyapa dinyatakan sebagai penutur, sedangkan orang

yang disapa dinyatakan sebagai petutur. Penutur disimbolkan dengan n dan

petutur disimbolkan dengan t, yang merupakan singkatan untuk

„penutur/penulis‟ dan „petutur/pembaca‟. Jadi, penggunaan n dan t tidak

membatasi pragmatik pada bahasa lisan saja, tetapi juga bahasa tulis. Dalam

hal ini perlu dibedakan antara „penerima‟ (orang yang menerima dan

menafsirkan pesan) dan „yang disapa‟ (orang yang seharusnya menerima dan

menjadi sasaran pesan). Seorang „penerima‟ berusaha mengartikan isi wacana

hanya berdasarkan bukti kontekstual yang ada saja tanpa menjadi sasaran si

penutur, sedangkan „yang disapa‟ atau „si petutur‟ selalu menjadi sasaran

tuturan.

b) Konteks sebuah tuturan

Leech mengartikan konteks sebagai suatu pengetahuan latar belakang

yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan petutur. Konteks membantu petutur

dalam menafsirkan makna tuturan. Selain itu, konteks juga dapat diartikan

sebagai aspek-aspek yang bergantung dengan lingkungan fisik dan sosial

sebuah tuturan.

c) Tujuan sebuah tuturan

Istilah tujuan atau fungsi lebih berguna daripada maksud penutur

mengucapkan sesuatu. Istilah tujuan lebih netral daripada maksud, karena

tidak membebani pemakainya dengan suatu kemauan atau motivasi yang

sadar, sehingga dapat digunakan secara umum untuk kegiatan-kegiatan yang

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

17

berorientasi tujuan. Untuk kegiatan terakhir ini penggunaan istilah maksud

dapat menyesatkan.

d) Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar

Tata bahasa berurusan dengan wujud-wujud statis yang abstrak

(abstract static entities), seperti kalimat dalam (dalam sintaksis), dan proposisi

(dalam semantik), sedangkan pragmatik berurusan dengan tindak-tindak

verbal yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu. Dengan demikian

pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang lebih konkret daripada tata

bahasa.

e) Tuturan sebagai produk tindak verbal

Selain sebagai tindak ujar atau tindak verbal itu sendiri, dalam

pragmatik kata „tuturan‟ dapat digunakan dalam arti yang lain, yaitu sebagai

produk suatu tindak verbal (bukan tindak verbal itu sendiri).

3. Tindak Tutur

Istilah tindak tutur (speech act) pertama kali digunakan oleh J.L. Austin

yang disebut-sebut sebagai “Bapak Teori Tindak Tutur”. Istilah ini mulai

diperkenalkan pada pidato kuliahnya yang dikumpulkan dalam sebuah buku yang

berjudul How to do Things with Words (1962). Dalam bukunya itu, Austin

mengemukakan bahwa menuturkan kata-kata tidak selalu berarti menyatakan atau

menggambarkan sesuatu, tetapi dapat juga berarti melakukan tindakan (act).

Dalam kaitannya dengan tindak tutur, Austin (dalam Leech edisi

terjemahan M.D.D. Oka, 1993: 280) mengemukakan dua terminologi yang

berkaitan dengan tindak tutur, yaitu tuturan performatif (performative) dan

tuturan konstatif (constative). Menurut Austin, tuturan konstatif dapat dievaluasi

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

18

dari segi benar-salah yang tradisional, sedangkan performatif tidak dievaluasi

sebagai benar atau salah, tetapi sebagai tepat atau tidak tepat.

Tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin

(dalam Leech edisi terjemahan M.D.D Oka, 1993: 316) dirumuskan sebagai tiga

jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak ilokusi

(locutionary act), tindak ilokusi (ilocutionary act), dan tindak perlokusi

(perlocutionary act).

Tindak lokusi (locutionary act) merupakan tindak tutur yang dimaksudkan

untuk menyatakan sesuatu dalam hal ini semata-mata adalah tindak „berbicara‟.

Atau dengan kata lain tindak mengucapkan kata atau kalimat sesuai dengan

makna kata itu dan makna sintaksisnya. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act

of Saying Something.

Tindak ilokusi (ilocutionary act) merupakan tindak tutur yang

dimaksudkan tidak hanya untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu

tetapi juga digunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak tutur ini disebut sebagai

The Act of Doing Something.

Tindak perlokusi (perlocutionary act) mengacu kepada efek yang

dihasilkan penutur dengan mengatakan sesuatu. Sebuah tuturan yang diutarakan

seseorang seringkali mengandung daya pengaruh (perlocutionary force), atau efek

bagi yang mendengarkannya. Efek atau pengaruh ini dapat ditimbulkan oleh

penutur secara sengaja maupun secara tidak sengaja. Jadi, tindak perlokusi

merupakan tindak tutur yang dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur.

Tindak tutur perlokusi ini disebut dengan The Act of Effecting Someone.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

19

Searle (1979: 12-16) mengkategorikan tindak ilokusi menjadi lima jenis.

Kelima jenis tindak tutur itu adalah asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan

deklarasi.

1. Asertif (Assertives)

Tindak tutur asertif adalah tindak tutur yang mengikat penutur pada

kebenaran proposisi yang diungkapkan. Bagian dari tindak tutur asertif ini

wajib diukur dengan penilaian benar atau salah. Dalam bukunya yang

berjudul Foundations of Illocutionary Logic (1985: 182), Searle memaparkan

yang termasuk dalam jenis tindak tutur asertif adalah, menyatakan, yakin,

membantah, memberi tahu, mengingatkan, memprediksi, melaporkan,

menerka, menduga, mengaku, menuduh, menyalahkan, mencela, mengeluh,

membual, memberi kesaksian.

2. Direktif (Directives)

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang bertujuan menghasilkan

suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur. Dengan sikap

yang rendah hati/sopan santun, penutur „berusaha‟ agar mitra tutur melakukan

sesuai yang dituturkan oleh penutur. Searle (1985: 198) memaparkan yang

termasuk dalam tindak tutur direktif ini adalah meminta, memesan,

memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat, menghendaki, melarang,

mengizinkan, menyarankan, berharap.

3. Komisif (Commissive)

Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penutur pada

suatu tindakan di masa depan. Searle (1985: 192) memaparkan bahwa yang

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

20

termasuk dalam kategori tindak tutur komisif ini adalah berjanji, mengancam,

bersumpah, menerima, menyetujui, menolak, menawarkan, bertaruh.

4. Ekspresif (Exspresives)

Tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur yang berfungsi

mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis dengan kesungguhan

hati penutur terhadap keadaan yang mengandung muatan proposisi. Searle

(1985: 211) memaparkan bahwa yang termasuk dalam tindak tutur ekspresif

ini adalah mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf,

mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, mengucap salam, menyesal,

menyambut, menyanggah.

5. Deklarasi (Declarations)

Tindak tutur deklarasi adalah tindak tutur yang menghubungkan

proposisi dengan kenyataan. Searle (1985: 205) memaparkan bahwa yang

termasuk dalam tindak tutur deklarasi ini adalah, mengundurkan diri,

menangguhkan, membaptis, mengesahkan, menamai, memanggil, memecat,

memberi nama, merestui, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/ membuang,

mengangkat (pegawai), memaki.

Adapun jenis-jenis tindak tutur yang lain adalah tindak tutur langsung dan

tidak langsung. Yule (1996: 54-56) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

tindak tutur langsung dan tidak langsung adalah sebagai berikut.

a) Tindak Tutur Langsung

Menurut Yule (1996: 54-55), tindak tutur langsung terjadi apabila ada

hubungan langsung antara struktur dengan fungsi. Jadi, tindak tutur langsung

adalah bentuk deklaratif yang digunakan untuk membuat suatu pernyataan.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

21

Secara formal, berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi

kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah

(imperatif). Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberikan

suatu (informasi), kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat

perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan, atau permohonan.

Bila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu,

kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak,

memohon, dan sebagainya tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur

langsung (direct speech act) (Wijana, 1996: 30).

Contoh: “Supri memiliki lima ekor kucing.”

Jadi, tindak tutur langsung adalah tuturan yang dituturkan secara

langsung sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan. Seperti pada contoh

tuturan di atas. Tuturan tersebut disebut dengan kalimat berita (deklaratif),

yang berfungsi untuk memberikan informasi. Sudah jelas bahwa maksud

yang ingin disampaikan dalam tuturan itu adalah menginformasikan bahwa

Supri memiliki lima ekor kucing

b) Tindak Tutur Tidak Langsung

Yule (1996: 55) memaparkan bahwa tindak tutur tidak langsung

terjadi apabila ada hubungan tidak langsung antara struktur dengan fungsi.

Jadi tindak tutur tidak langsung adalah bentuk deklaratif yang digunakan

untuk membuat suatu pernyataan.

Tindak tutur tidak langsung bisa digunakan untuk berbicara secara

sopan, perintah dapat diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

22

agar orang yang diperintah tidak merasa diperintah (Wijana, 1996: 30),

seperti dalam contoh berikut.

Contoh: “Ada makanan di almari.”

Dalam tuturan itu, perintah diutarakan dengan kalimat berita. Tidak

hanya berfungsi untuk menginformasikan, namun tuturan tersebut juga

berfungsi memerintah untuk mengambil makanan di almari.

4. Strategi Kesantunan Brown Levinson

Leech (edisi terjemahan oleh M. D. D. Oka, 1993:170) menggambarkan

kesopanan sebagai “usaha untuk membuat kemungkinan adanya keyakinan-

keyakinan dan pendapat-pendapat tidak sopan menjadi sekecil mungkin”. Yule

(1996: 60) mengungkapkan bahwa “politeness in an interaction, can then be

defined as the means employed to show awareness of another person’s face. In

this sense, politeness can be accomplished in situations of social distance or

closeness”. Yang artinya adalah kesantunan dalam suatu interaksi dapat

didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk menunjukkan kesadaran tentang

wajah orang lain. Dalam pengertian ini, kesantunan dapat disempurnakan dalam

situasi kejauhan dan kedekatan sosial.

Menurut Asim Gunarwan (dalam PELLBA 7, 1994: 87) ada beberapa

pakar yang membahas kesantunan berbahasa yaitu Lakoff, Fraser, Brown dan

Levinson, dan Leech. Teori mereka pada dasarnya beranjak dari pengamatan yang

sama, bahwa dalam komunikasi yang sebenarnya, penutur tidak mematuhi Prinsip

Kerja Sama Grice, yang terdiri atas maksim kualitas, kuantitas, hubungan dengan

cara itu. Perbedaannya antara lain terletak pada bagaimana pakar-pakar itu melihat

wujud kesantunan kaidah (kaidah sosial).

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

23

Asim Gunarwan (dalam PELLBA 7, 1994: 90) mengungkapkan bahwa

teori kesantunan berbahasa menurut Brown Levinson berkisar atas nosi muka

(face), yang dibagi menjadi dua, yaitu muka negatif dan muka positif. Muka

negatif mengarah ke citra diri setiap orang (yang rasional) yang berkeinginan agar

dihargai dengan jalan membiarkannya bebas melakukan tindakan atau

membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu. Muka positif,

sebaliknya, mengacu pada citra diri setiap orang (yang rasional) yang

berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya atau apa yang

merupakan nilai-nilai yang ia yakini (sebagai akibat dari apa yang dilakukan atau

dimilikinya itu) diakui orang lain sebagai suatu hal yang baik, yang

menyenangkan, yang dihargai, dan seterusnya.

Menurut Brown Levinson, sebuah tindak tutur dapat merupakan sebuah

ancaman terhadap muka, hal ini disebut dengan face treathening act (FTA).

Karena ada dua sisi muka terancam, yaitu muka negatif dan muka positif,

kesantunan pun dibagi menjadi dua: kesantunan negatif (untuk menjaga muka

negatif) dan kesantunan positif (untuk menjaga muka positif).

Brown Levinson dalam bukunya yang berjudul Politeness Some

Universals in Language Usage (1987) mengemukakan bahwa terdapat lima

macam strategi yang dapat digunakan untuk melakukan FTA, yaitu:

1. Strategi tanpa basa-basi (bald on record)

2. Strategi kesantunan positif (positive politeness)

3. Strategi kesantunan negatif (negative politeness)

4. Strategi samar-samar (off record)

5. Strategi jangan lakukan FTA (don’t do the FTA)

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

24

Perlu dikemukakan bahwa urutan strategi 1 sampai dengan strategi 5 di

atas tidak bersifat acak, tetapi bersifat hierarkis. Semakin tinggi angkanya

semakin tinggi juga tingkat kesantunannya. Menurut Brown Levinson, setiap FTA

memiliki bobot (weightness) yang berbeda-beda. Untuk mengetahui bobot FTA,

bisa membuat kalkulasi berdasarkan tiga faktor sosiologis. Ketiga faktor

sosiologis itu adalah:

a. Jarak sosial (social distance), dalam hal ini terdapat hubungan simetris

antara penutur dan mitra tutur. Faktor jarak sosial ini bisa dipengaruhi

oleh usia, jenis kelamin, dan latar belakang sosio kultural seseorang.

b. Kekuasaan relatif (relative power), dalam hal ini terdapat hubungan

asimetris antara penutur dan mitra tutur. Faktor kekuasaan relatif ini

dipengaruhi oleh faktor besarnya perbedaan kekuasaan di antara

penutur dan mitra tutur.

c. Derajat imposisi (rank of imposition), status relatif jenis tindak tutur

yang diujarkan penutur dalam budaya yang bersangkutan.

1. Strategi Tanpa Basa-Basi (Bald on Record)

Strategi ini dilakukan dengan mengemukakan FTA secara jelas, lugas,

ringkas tidak ambigu, apa adanya, tanpa basa-basi, dan tanpa adanya upaya

penyelamatan muka. FTA diungkapkan secara langsung, tanpa memberikan

opsi kepada petutur. Penutur lebih mementingkan komunikasi efektif

daripada penyelamatan muka mitra tutur. Situasi penggunaan strategi bald on

record adalah sebagai berikut:

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

25

a. Penutur dan mitra tutur sama-sama menyadari bahwa mereka berada

dalam keadaan yang bersifat mendesak maka hal-hal yang terkait

dengan muka dapat ditangguhkan terlebih dahulu.

b. Bilamana ancaman terhadap muka mitra tutur sangatlah kecil, misalnya

untuk tindakan yang terkait pada penawaran, permintaan, saran, dan

lain-lain yang jelas-jelas mengacu pada kepentingan mitra tutur dan

tidak membutuhkan pengorbanan yang besar pada pihak penutur.

c. Penutur memiliki kekuasaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan mitra

tutur, atau penutur mendapatkan dukungan luas untuk melakukan

tindakan menganca muka mitra tutur tanpa harus kehilangan mukanya

sendiri.

Berdasarkan situasi tersebut, maka tindakan penyelamatan muka mitra tutur

dibutuhkan karena penutur biasanya berkeinginan untuk menjaga

kelangsungan hubungan yang harmonis dengan mitra tuturnya.

Brown Levinson (1987:69-70) mendefinisikan tindakan

penyelamatan muka „redressive action‟ sebagai tindakan yang „memberi

muka‟ kepada mitra tutur, yang berusaha untuk menangkal rasa kurang

senang mitra tutur akibat tindakan yang kurang menyenangkan. Tindakan

penyelamatan muka bisa dilakukan dengan cara melakukan penambahan

dan perubahan tuturan sedemikian rupa yang dapat ditunjukkan secara jelas

kepada mitra tutur bahwa keinginan untuk melakukan tindakan yang kurang

menyenangkan tersebut sebenarnya tidak dikehendaki sama sekali oleh

penutur. Penutur sesungguhnya memahami keinginan mitra tutur dan

menginginkan keinginan mitra tutur tersebut bisa tercapai. Tindakan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

26

penyelamatan muka tersebut tercipta dalam dua bentuk tergantung aspek

muka (negatif atau positif) yang diberi tekanan S = penutur, H = mitra tutur.

2. Strategi Kesantunan Positif (Positive Politeness)

Strategi ini dilakukan dengan mengemukakan FTA secara jelas, tidak

ambigu, dan tidak multitafsir, tetapi disertai dengan kesantunan positif.

Kesantunan positif adalah kesantunan untuk melindungi muka positif. Muka

positif berkenaan dengan keinginan agar apa yang dilakukan, apa yang

dimiliki, atau apa yang merupakan nilai-nilai yang diyakini dihargai orang lain

dan diakui sebagai sesuatu yang baik, yang menyenangkan, dan sebagainya.

Strategi kesantunan positif menekankan segi kedekatan, keakraban, solidaritas,

persahabatan, dan hubungan baik antara penutur dan mitra tutur. Strategi

kesantunan positif ini dapat dilakukan dengan lima belas macam strategi

seperti berikut ini.

a. Strategi 1: Notice; attend to H (His interests, wants, needs, goods)

(memperhatikan minat, keinginan, kebutuhan, dan barang-barang mitra

tutur).

Contoh: “Sepertinya ada kelihatan sangat lelah, bagaimana jika istirahat

dulu.”

b. Strategi 2: Exaggerate (interest, approval, sympathy with H) (melebih-

lebihkan rasa ketertarikan, persetujuan, simpati terhadap mitra tutur).

Contoh: “Penampilan Anda malam ini benar-benar sangat mengagumkan.”

c. Strategi 3: Intesify interest to H (meningkatkan rasa tertarik terhadap mitra

tutur).

Contoh: “Cuaca hari ini cerah, iya kan?”

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

27

d. Strategi 4: Use in-group identity marks (menggunakan penanda yang

menunjukkan kesamaan jati diri atau kelompok).

Contoh: “Sayang, bagaimana kabarmu hari ini?”

e. Strategi 5: Seek agreement (mencari dan mengusahakan persetujuan

dengan mitra tutur).

Contoh:

A: “Joni pergi ke Jerman akhir minggu ini!”

B: “Ke Jerman!”

f. Strategi 6: Avoid disagreement (menghindari pertentangan dengan mitra

tutur).

Contoh:

A: “Kenapa dia, tubuhnya pendek?”

B: “Ya, ya dia memang pendek, tapi tidak terlalu pendek tapi juga tidak

terlalu tinggi.”

g. Strategi 7: Pressupose/raise assert common ground (menimbulkan

persepsi sejumlah persamaan penutur dengan mitra tutur).

Contoh:

A: “Oh, ini sangat menyakitkan, Bu.”

B: “Iya sayang, ibu tahu, ini sangat sakit.”

h. Strategi 8: Joke (berkelakar atau lelucon).

Contoh:

A: “OK, if I tackle those cookies now?”

B: “How about lending me this old heap of junk?” (H‟s new cadillac).

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

28

i. Strategi 9: Assert or presuppose S’s knowledge of and concern for H’s

(membuat persepsi bahwa penutur memahami keinginan mitra tutur).

Contoh: “Saya tahu kamu suka mawar, tapi di toko bunga sudah tidak ada

lagi, jadi aku membelikanmu tulip.” (mengandung permohonan)

j. Strategi 10: Offer, promise (membuat penawaran dan janji).

Contoh: “Saya akan membawakannya minggu depan.”

k. Strategi 11: Be optimistic (menunjukkan rasa optimis).

Contoh: “Saya yakin jika kamu bisa melakukannya.”

l. Strategi 12: Include both S and H in the activity (berusaha melibatkan

penutur dan mitra tutur dalam suatu aktivitas tertentu).

Contoh: “Mari kita membuat kue.”

m. Strategi 13: Give (or ask for) reason (memberi dan meminta alasan).

Contoh: “Mengapa kita tidak jadi mendaki gunung?”

n. Strategi 14: Assume or assert reciprocity (menawarkan suatu tindakan

timbal balik).

Contoh: “Saya akan memberi kamu hadiah, jika kamu berhasil dalam

pertandingan itu.”

o. Strategi 15: Give sympathy to H (memberikan hadiah pada mitra tutur).

Contoh: “Saya memahami kesulitan Anda.”

3. Strategi Kesantunan Negatif (Negative Politeness)

Strategi ini dilakukan dengan mengemukakan FTA secara jelas, tidak

ambigu, dan tidak multitafsir, tetapi disertai dengan kesantunan negatif.

Kesantunan negatif adalah kesantunan untuk melindungi muka negatif. Muka

negatif mengacu pada keinginan agar dirinya bebas melakukan suatu tindakan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

29

dan bebas dari keharusan melakukan suatu tindakan (freedom of action and

freedom from imposition). Kesantunan negatif menekankan pada segi

penghormatan terhadap mitra tutur. Kesantunan negatif dapat dilakukan

dengan sepuluh macam strategi, yakni sebagai berikut.

a. Strategi 1: Be conventioally indrect (ungkapkan FTA secara tidak

langsung sesuai dengan konvensi).

Contoh: “Bisakah kamu mengambilkan garam itu, tolong?”

b. Strategi 2: Question, hedge (gunakan bentuk-bentuk berpagar).

Contoh: “Tutup jendelanya, jika kamu bisa!”

c. Strategi 3: Be pessimistic (bersikaplah pesimistis).

Contoh: “Mungkin kamu bisa menolongku.”

d. Strategi 4: Minimize the imposition (minimalkan imposisi terhadap mitra

tutur).

Contoh: “Saya hanya ingin Anda datang tepat waktu besok.”

e. Strategi 5: Give deference (beri penghormatan pada mitra tutur).

Contoh: “Permisi, Tuan, berkenankah Anda jika saya menutup

jendelanya?”

f. Strategi 6: Apologize (gunakan permohonan maaf).

Contoh: “Maaf, telah menyusahkanmu.”

g. Strategi 7: Impersonalize S and H (jangan menyebutkan penutur dan

mitra tutur).

Contoh: “Surat itu harus segera diketik secepatnya.”

h. Strategi 8: State the FTA as a general rule (nyatakan tindakan

mengancam muka sebagai suatu ketentuan sosial yang umum berlaku).

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

30

Contoh: “Penumpang dimohon untuk tidak merokok di dalam kereta.”

i. Strategi 9: Nominalize (kemukakan pernyataan dalam bentuk nominal).

Contoh: “Anda tampil dengan sangat baik dan kami sangat terkesan.”

j. Strategi 10: Go on record as icurring a debt, or as not indebting

(nyatakan bahwa penutur berhutang budi pada mitra tutur).

Contoh: “Saya akan sangat berterima kasih jika kamu bisa...”

4. Strategi Samar-Samar (Off Record)

Strategi ini pada umumnya dilakukan dengan cara mengemukakan

FTA secara ambigu. FTA yang dikemukakan sengaja dibuat sedemikian rupa

agar dapat diinterpretasikan lebih dari satu makna. Mitra tutur dibiarkan

menafsirkan sendiri apa yang sesungguhnya yang dimaksud oleh penutur

dengan tuturannya. Strategi ini cenderung dikemukakan dengan

menggunakan tuturan tidak langsung, karena hanya tuturan samar-samar yang

memungkinkan dapat memberikan makna yang ambigu. Strategi samar-samar

(off record) dapat dilakukan dengan lima belas cara, yaitu:

a. Strategi 1: Give hints (memberi isyarat).

Contoh: “Betapa membosankan film itu!”

b. Strategi 2: Give association chies (memberi petunjuk asosiasi).

Contoh: “Rumah saya di Jalan Dr. Sutomo. Tidak jauh dari sini dan tidak

sulit mencarinya.”

c. Strategi 3: Presuppose (menggunakan presuposisi).

Contoh: “Wah, hari ini aku cuci piring lagi ya.”

d. Strategi 4: Understate (menggunakan ungkapan yang lebih halus).

Contoh: “Ian kurang pandai di sekolah.”

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

31

e. Strategi 5: Overstate (menggunakan ungkapan yang berlebih) .

Contoh: “Kamu tidak pernah mencuci sama sekali.”

f. Strategi 6: Use tautologiesi (gunakan tautologi).

Contoh: “Perang tetaplah perang.”

g. Strategi 7: Use contradictions (menggunakan kontradiksi).

Contoh: “Saya nggak apa-apa. Kecewa tidak. Nggak kecewa juga tidak.”

h. Strategi 8: Be ironic (menggunakan ironi).

Contoh: “Rumahmu bersih sekali ya.” (sangat kotor dan tidak pernah

disapu).

i. Strategi 9: Use metaphors (menggunakan metafora).

Contoh: “Hasan betul-betul kuda.” (kuat berlari tanpa kenal lelah)

j. Strategi 10: Use rhetorical questions (menggunakan pertanyaan retorik).

Contoh: “Aku harus ngomong apa lagi?” (Sudah aku jelaskan panjang

lebar, tetapi kamu masih tidak mengerti).

k. Strategi 11: Be ambiguous (menggunakan ungkapan ambigu).

Contoh: “Aku mau beli semangka, tapi dompetku ketinggalan.”

l. Strategi 12: Be vague (menggunakan ungkapan samar-samar).

Contoh: “Perhaps someone did something naughty.”

m. Strategi 13: Over-generalize (menggunakan generalisasi berlebihan)

Contoh: “Orang dewasa tidak boleh menangis.”

n. Strategi 14: Displace H (tidak mengacu ke mitra tutur langsung).

Contoh: “Tito, buatkan ayah minum, ya!”

o. Strategi 15: Be incomplete (menggunakan ungkapan tidak lengkap).

Contoh: “Jika kamu meninggalkan anakmu selama tiga bulan...”

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

32

5. Strategi jangan lakukan FTA

Strategi ini digunakan ketika ancaman muka mitra tutur sangat tinggi.

Untuk menghindari sesuatu yang tidak menyenangkan atas diri mitra tutur dan

bahkan bisa menimbulkan ketidakharmonisan hubungan penutur dan mitra

tutur, maka penutur memilih strategi Bertutur dalam Hati.

Guna kepentingan analisis serta untuk keefektifan dalam mempergunakan

teori, maka di dalam penelitian ini penulis hanya meneliti tentang tindak tutur dan

strategi kesantunan menurut Brown dan Levinson.

5. D’Academy Asia

D’ Academy Asia merupakan ajang kompetisi menyanyi yang diikuti oleh

beberapa negara di Asia, di antaranya Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam,

dan Singapura. Acara ini disiarkan langsung di stasiun televisi Indosiar. Dalam

kompetisi ini, lagu yang dibawakan peserta adalah lagu bergenre dangdut dan

melayu. Acara ini mulai tayang pada tanggal 16 November 2015 dan berakhir

pada tanggal 29 Desember 2015.

Ajang pencarian bakat D’Academy Asia ini dipandu oleh 4 pembawa acara

yaitu, Ramzi, Rina Nose, Irfan Hakim, dan Andhika Pratama. Selain itu, ada pula

dewan juri yang menjadi tim penilai yaitu Hetty Koes Endang, Hendro Saky, DJ

Daffy, Hans Anwar, Pak Ngah, Zul 2BY2, dan Mayuni Omar. Setiap peserta

setelah tampil juga mendapatkan komentar dari para komentator. Komentator

tersebut adalah Saipul Jamil, Soimah, Ivan Gunawan, Iis Dahlia, Inul Daratista,

Benigno, Nassar, Fakhrul Razi, Mas Idayu, Amelina, dan Rosalina Musa

(https://id.wikipedia.org/wiki/D_Academy_Asia_28musim_pertama29).

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

33

Acara ajang pencarian bakat sangat diminati masyarakat, hal ini

dikarenakan lagu yang dibawakan adalah lagu bergenre dangdut yang banyak

diminati oleh masyarakat Indonesia. Terlebih kompetisi ini adalah acara tingkat

Asia yang menampilkan peserta, dewan juri, serta komentator dari negara Asia.

Selain suguhan lagu dangdut, komentar menyenangkan, komentar tidak

menyenangkan, sekaligus candaan antara komentator dan pembawa acara menjadi

suguhan dan hiburan tersendiri untuk masyarakat. Penonton bisa menikmati acara

ini berjam-jam tanpa kebosanan.

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir adalah sebuah cara kerja yang dilakukan oleh penulis

untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Kerangka berpikir yang

terkait dalam penelitian ini secara garis besar digambarkan pada bagan di bawah

ini.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

34

Data

Tuturan yang mengandung

tindak tutur dan strategi

kesantunan dalam komentar

D’Academy Asia

Pendekatan

Pragmatik dengan tindak

tutur (Searle) dan strategi

kesantunan (Brown dan

Levinson)

Metode Pengumpulan

Data

Metode simak dan teknik

catat

Metode Analisis Data

Kontekstual, cara-tujuan

(means end), dan

heuristik Mendeskripsikan tindak

tutur dan strategi

kesantunan dalam komentar

D’Academy Asia

Sumber Data

Ajang pencarian bakat

D’Academy Asia

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR · 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur dan penerapan strategi kesantunan sudah

35

Bagan di atas menggambarkan bahwa sumber data dalam penelitian ini

adalah acara ajang pencarian bakat D’Academy Asia. Data yang diperoleh dari

sumber data berupa tuturan komentator, saat mengomentari peserta kompetisi.

Tuturan yang diambil adalah tuturan yang mengandung jenis tindak tutur dan

strategi kesantunan berbahasa. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah

realisasi tindak tutur dan strategi kesantunan yang terdapat pada tuturan dalam

komentar ajang pencarian bakat D’Academy Asia.

Komentar dalam acara ajang pencarian bakat D’Academy Asia akan

dianalisis dengan teori tindak tutur dari Searle dan strategi kesantunan berbahasa

dari Brown dan Levinson. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

metode simak dan teknik catat. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan metode analisis kontekstual, cara-tujuan (means end), dan

heuristik.