bab ii kajian pustaka dan kerangka pikir a. penelitian

31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian Terdahulu Kajian pustaka dalam penelitan ini dilakukan dengan cara menelusuri penelitian-penelitian terdahulu, khususnya yang berkaitan dengan objek plesetan Kaos Tomat, yakni: Skripsi Aris Mustofa (2010) berjudul “Wacana Humor Dalam Plesetan Gokil Karya Diela Maya(Suatu Kajian Pragmatik). Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah prinsip kerja sama dalam buku plesetan Gokil Karya Diela Maya?, (2) bagaimanakah implikatur percakapan terbentuk dengan adanya pelanggaran prinsip kerja sama dalam buku plesetan Gokil Karya Diela Maya?. Simpulan penelitian ini adalah penerapan prinsip kerja sama yang meliputi pelanggaran-pelanggaran dan pemenuhan terhadap prinsip kerja sama. Pelanggaran prinsip kerja sama mencakup pelanggaran satu maksim, pelanggaran dua maksim, pelanggaran tiga maksim, dan pelanggaran empat maksim; adapun pelanggaran dan pemenuhan prinsip kerja sama mencakup pelanggaran satu maksim dan pemenuhan satu maksim, pelanggaran satu maksim dan pemenuhan dua maksim, pelanggaran dua maksim dan pemenuhan satu maksim. Skripsi Elisabet Verdiana (2007) berjudul “Plesetan dalam Kolom Capek Harian Suara Merdeka (Sebuah Analisis Wacana)”. Permasalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1a) bagaimanakah implikatur yang terdapat dalam kolom 13

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Penelitian Terdahulu

Kajian pustaka dalam penelitan ini dilakukan dengan cara menelusuri

penelitian-penelitian terdahulu, khususnya yang berkaitan dengan objek plesetan

Kaos Tomat, yakni:

Skripsi Aris Mustofa (2010) berjudul “Wacana Humor Dalam Plesetan Gokil

Karya Diela Maya” (Suatu Kajian Pragmatik). Rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah (1) bagaimanakah prinsip kerja sama dalam buku plesetan Gokil Karya Diela

Maya?, (2) bagaimanakah implikatur percakapan terbentuk dengan adanya

pelanggaran prinsip kerja sama dalam buku plesetan Gokil Karya Diela Maya?.

Simpulan penelitian ini adalah penerapan prinsip kerja sama yang meliputi

pelanggaran-pelanggaran dan pemenuhan terhadap prinsip kerja sama. Pelanggaran

prinsip kerja sama mencakup pelanggaran satu maksim, pelanggaran dua maksim,

pelanggaran tiga maksim, dan pelanggaran empat maksim; adapun pelanggaran dan

pemenuhan prinsip kerja sama mencakup pelanggaran satu maksim dan pemenuhan

satu maksim, pelanggaran satu maksim dan pemenuhan dua maksim, pelanggaran dua

maksim dan pemenuhan satu maksim.

Skripsi Elisabet Verdiana (2007) berjudul “Plesetan dalam Kolom Capek

Harian Suara Merdeka (Sebuah Analisis Wacana)”. Permasalahan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah (1a) bagaimanakah implikatur yang terdapat dalam kolom

13

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

capek? (1b) bagaimanakah praanggapan yang terdapat dalam kolom capek ? (2a)

mendeskripsikan referensi yang terdapat dalam kolom capek (2b) bagaimanakah

inferensi dalam kolom capek? (3) mendeskripsikan jenis dan fungsi plesetan yang

terdapat dalam kolom capek?

Simpulan dalam penelitian ini adalah (1a) implikatur yang terdapat dalam

Kolom Capek menyatakan sindiran terhadap perseorangan, kelompok maupun

lembaga yang ada di Indonesia. (1b) beberapa hal pentingnya praanggapan dalam

Kolom Capek, yaitu : penulis tidak perlu menjelaskan arti kata satu-persatu sehingga

dapat menghemat tempat, penulis tidak terlalu menggurui pembaca, (2a) jenis-jenis

referensi atau pengacuan yang terdapat dalam Kolom Capek, yaitu pengacuan

endofora yang meliputi: (a) endofora kataforis, (b) endofora anaforis, dan pengacuan,

(2b) inferensi dalam Kolom Capek ini yang ditafsirkan melalui penafsiran lokal

(mencari konteks terdekat yang melingkupi wacana) dan penafsiran analogi

(memahami makna dan mengidentifikasi maksud dari (bagian/keseluruh) sebuah

wacana), (3) beberapa jenis plesetan yang terdapat dalam Kolom Capek, yaitu

plesetan fonologis, plesetan grafis, plesetan morfemis, plesetan frasal, plesetan

kalimat, plesetan ideologis, dan beberapa fungsi plesetan yang terdapat dalam Kolom

Capek.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada

penelitian Aris Mustofa, 2010 membuat skripsi dengan judul “Wacana Humor Dalam

Plesetan Gokil Karya Diela Maya” menggunakan kajian pragmatik dengan sumber

data buku plesetan gokil karya Diela Maya. Penelitian selanjutnya oleh Elisabet

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Verdiana, 2007 dengan judul “Plesetan dalam Kolom Capek Harian Suara Merdeka”.

Menggunakan kajian analisis wacana dengan sumber data Koran. Dari uraian tersebut

yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pendekatan

penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik dengan sumber data Kaos Tomat.

Penelitian lain yang membedakan Kaos Tomat dan penelitian sebelumnya adalah

penelitian ini bersifat lebih mengembangkan, lebih bervariasi dan menambah

wawasan khususnya pembelajaran pragmatik yang terdapat pada plesetan Kaos

Tomat, di dalamnya menjelaskan tentang wujud tindak tutur ilokusi dan wujud

implikatur apa saja yang terdapat dalam Kaos Tomat.

B. Landasan Teori

Landasan teori digunakan untuk membedah permasalahan yang diangkat

dalam sebuah penelitian. Teori yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Hakikat Pragmatik

Istilah pragamatik pertama kali muncul dari seorang filosof pada tahun 1938

yang bernama Charles Morris. Menurut Charles Morris yang dikutip dari Levinson

dalam F. X. Nadar (2009:5), membagi ilmu tentang tanda atau semiotik menjadi tiga

konsep dasar, yaitu sintaksis, semantik, dan pragmatik. mengartikan bahwa pragmatik

sebagai “the study of relation of signs to interpreters” atau studi relasi antara tanda-

tanda dengan para penafsiran. Oleh karena itu, tanda-tanda yang dimaksud dalam

pengertian tersebut adalah bahasa yang berawal dari suatu pemikiran dan kemudian

berkembang pragmatik sebagai salah satu cabang ilmu linguistik. Perkembangan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

bidang ini di Amerika diilhami oleh karya filsuf yang memperhatikan bahasa, yaitu

Austin pada tahun 1962 dan muridnya Searle pada tahun 1969-1975. Austin menulis

buku yang berjudul How to Do Things with Word, Austin mengemukakan gagasan

tentang tuturan gagasan tentang tuturan perfomatif dan konstatif. Gagasan lain yang

amat penting adalah tentang tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

Searle meneruskan pemikiran Austin dengan bukunya yang berjudul Speech

Acts: An Essay in The Philosophy of Language. Pada karyanya yang lain Searle

berpendapat bahwa tindak tutur yang tidak terbatas jumlahnya itu dapat dikategorikan

menjadi lima macam saja, yaitu asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi.

Sejak terbitnya dua karya perintis pragmatik itu, bermunculan karya lain di bidang

ini. Grice pada tahun 1975 mencetuskan teori tentang implikatur percakapan

(conversational implikatur). Gagasan itu dipublikasikan dalam artikelnya yang

berjudul Logic and Conversation. Gagasan penting lain dalam artikel itu adalah

prinsip kerja sama (cooperative principle), yaitu prinsip percakapan yang

membimbing pesertanya agar dapat melakukan percakapan secara kooperatif dan

dapat menggunakan bahasa secara efektif dan efisien. Prinsip itu dijabarkan ke dalam

empat maksim, yaitu maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara. Pada tahun 1978

Brown dan Levinson mengemukakan masalah kesantunan berbahasa yang berkenaan

dengan nosi muka, yaitu muka positif dan muka negatif.

Pada tahun 1983 terbit karya Leech berjudul Principles of Pragmatics. Buah

pikiran penting penulisannya terdapat di dalam karya ini, yaitu tentang prinsip

kesantunan (politeness principle). Gagasan Leech tentang kesantuan itu berkenaan

dengan kaidah yang dirumuskan dalam enam maksim. Keenam maksim itu adalah

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

maksim kebijaksanaan, penerimaan, kemurahan, kerendahan hati, kecocokan, dan

kesimpatian.

Menurut Yule (2006:3) pragmatik adalah studi tentang maksud tuturan.

Artinya studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau penulis dan

ditafsirkan oleh pendengar atau pembaca. Sebagai akibatnya studi lebih banyak

berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-

tuturannya dari pada dengan makna terpisah atau frase yang ada dalam tuturan itu

sendiri. Yule dalam bukunya yang berjudul Pragmatics menyebutkan beberapa

batasan ilmu pragmatik. Menurutnya (2006:3-4) ilmu pragmatik mempunyai empat

batasan. Keempat batasan itu, yakni:

1. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang maksud penutur.

2. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang makna kontekstual.

3. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang bagaimana agar lebih banyak

yang disampaikan dari pada yang dituturkan.

4. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang ungkapan jarak hubungan.

Menurut I Dewa Putu Wijana pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang

mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu

digunakan dalam komunikasi (1996:1).

Pragmatik mengungkapkan maksud suatu tuturan di dalam peristiwa

komunikasi, oleh karena itu analisis pragmatik berupaya menemukan maksud

penutur, baik yang diekspresikan secara tersurat maupun yang diungkapkan secara

tersirat di balik tuturan. Maksud tuturan dapat diidentifikasikan dengan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

mempertimbangkan komponen situasi tutur yang mencakupi penutur, mitra tutur,

tujuan, konteks, tuturan sebagai hasil aktivitas, dan tuturan sebagai tindakan verbal

(Rustono, 1999:17). Pragmatik selalu dikaitkan dengan pemakaian bahasa sebagai

alat komunikasi yang sesuai konteksnya atau sesuai dengan faktor-faktor penentu

dalam komunikasi (Harimurti Kridalaksana, 2001:137). Berdasarkan definisi di atas

dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah studi bahasa yang mempelajari bahasa

sekaligus konteks yang melatarbelakanginya.

Levinson memaparkan bahwa pragmatik merupakan kajian hubungan antara

bahasa dengan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Dengan

demikian untuk memahami pemakaian bahasa dituntut pula pemahaman konteks yang

mewadahi pemakaian bahasa tersebut. Batasan lain yang dikemukakan Levinson,

yaitu bahwa pragmatik mengkaji tentang kemampuan pemakai bahasa untuk

mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai dengan kalimat-kalimat

tersebut (levinson dalam Muhammad Rohmadi, 2004:4).

Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa

yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar,

dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang

dibicarakan (Verhaar, 1999:14).

Menurut Mey (1993: 38), pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari

kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh

konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. Lebih lanjut dapat

dijelaskan bahwa konteks yang dimaksud terdiri dari konteks yang bersifat sosial dan

konteks yang bersifat sosietal. Konteks sosial (social context) muncul dari dampak

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

interaksi antar anggota dalam suatu masyarakat dan budaya tertentu. Konteks sosial

(societal context) merupakan jenis konteks yang faktor penentunya berupa kedudukan

(rank) anggota masyarakat dalam institusi. Orientasi konteks sosietal adalah

kekuasaan (power), sedangkan pada konteks sosial berupa solidaritas (solidarity).

Dari uraian Mey di atas bahwa pragmatik adalah studi bahasa yang

mendasarkan pijakan analisisnya pada entitas konteks. Adapun konteks yang

dimaksud adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh

penutur dan mitra tutur dan yang menyertai dan mewadahi pertuturan tertentu.

Dalam pragmatik, ada dua hal penting yang perlu dicermati, yakni

penggunaan bahasa dan konteks. Penggunaan bahasa di sini menyangkut fungsi

bahasa (language functions), sedangkan konteks terkait erat dengan budaya di dalam

masyarakat yang menunjukkan masyarakat satu dengan lainnya (Edy Tri Sulistyo,

2013:4).

Konteks yang semacam itu lazim disebut dengan konteks situasi tutur (speech

situasional contexts). Konteks situasi tutur di dalam bidang pragmatik mencakup

aspek-aspek: (1) penutur dan lawan tutur (2) konteks tuturan, (3) tujuan tuturan, (4)

tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan (5) tuturan sebagai produk tindak

verbal (I Dewa Putu Wijana, 1996:10-12).

2. Aspek-Aspek Tindak Tutur

Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Pernyatan ini sejalan

dengan pandangan bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi tutur

merupakan sebabnya. Di dalam komunikasi tidak ada tuturan tanpa situasi tutur.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Memperhitungkan situasi tutur sangat penting di dalam pragmatik. Maksud tuturan

yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya.

Tidak selamanya tuturan itu secara langsung menggambarkan makna yang dikandung

oleh unsur-unsur (Rustono, 1999:25).

Menyangkut kemungkinan bermacam-macam maksud yang dapat

diekspresikan oleh penutur, Leech (dalam Rustono, 1999:26-29) menyatakan bahwa

di dalam bahasa pada dasarnya terdapat lima komponen situasi tutur, yakni:

a. Penutur dan Mitra Tutur

Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan fungsi

pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Mitra tutur adalah orang yang

menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pertuturan. Aspek-aspek yang

terkait antara lain usia, latar belakang, sosial ekonomi, jenis kelamin tingkat

pendidikan, dan tingkat keakraban (Rustono, 1999:25).

b. Konteks Tuturan

Konteks tuturan mencakup semua fisik atau latar sosial yang relevan dengan

tuturan yang diekspresikan. Konteks yang berupa fisik disebut ko-teks (cotext),

sedangkan konteks latar sosial disebut konteks. Dalam pragmatik, konteks itu pada

hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang

dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur. Konteks ini membantu mitra tutur di

dalam menafsirkan maksud diinginkan oleh penutur.

c. Tujuan Tuturan

Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan

tindakan bertutur. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Sebaliknya berbagai macam

maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Bentuk-bentuk tuturan Pagi,

Selamat pagi dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama, yakni menyapa

mitra tuturan yang dijumpai pada pagi hari. Selain itu Selamat pagi dengan berbagai

variasinya bila diucapkan dengan nada tertentu dan situasi yang berbeda dapat pula

digunakan untuk mengejek guru yang terlambat masuk kelas (I Dewa Putu Wijana,

1996:11).

d. Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas

Tindak tutur merupakan tindakan juga. Konsep ini bertentangan dengan

akronim NATO (no action talking only) yang memandang berbicara bukanlah

tindakan. Menuturkan sebuah tuturan dapat dilihat sebagai melakukan tindakan (act).

Tindak tutur sebagai suatu tindakan tidak ubahnya sebagai tindakan mencubit dan

menendang. Hanya saja, bagian tubuh yang berperan berbeda. Pada tindakan

mencubit tanganlah yang berperan, pada tindakan menendang kakilah yang berperan,

sedangkan pada tindakan bertutur alat ucaplah yang berperan. Tangan kaki, dan alat

ucap adalah bagian tubuh manusia (Rustono, 1999:28).

e. Tuturan sebagai produk tindak verbal

Tuturan merupakan hasil tindakan mengekspresikan kata-kata atau bahasa.

Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal yang terjadi dalam situasi tertentu.

Tuturan dibedakan menjadi dua yaitu tindakan verbal dan tindakan non verbal.

3. Tindak Tutur

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Di dalam pragmatik, tuturan merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks

situasi tutur sehingga aktivitasnya disebut tindak tutur. Menurut Rustono (1999:31)

tindak tutur (speech act) merupakan entitas yang bersifat sentral dalam pragmatik.

Oleh karena sifatnya yang sentral itulah, tindak tutur bersifat pokok di dalam

pragmatik. Mengajarkan sebuah tuturan tertentu bisa dipandang sebagai melakukan

tindakan (mempengaruhi, menyuruh) mengucapkan atau mengujarkan tuturan itu.

Secara singkat dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah produk atau hasil

dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari

interaksi lingual. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah

sepenggal tuturan yang dihasilkan sebagai bagian terkecil dalam interaksi lingual.

Tindak tutur dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah.

Istilah dan teori tindak tutur diperkenalkan pertama kali oleh J. L. Austin,

seorang guru besar Universitas Harvard pada tahun 1956. Teori yang berasal dari

mata kuliah itu kemudian dibukukan oleh J. O. Urmson (1962) dengan judul How to

do Things with Word? Tetapi teori tersebut baru menjadi terkenal dalam studi

linguistik setelah Searle (1969) menerbitkan buku berjudul Speech Acts: An Essay in

The Philosophy of Language (Abdul Chaer dan Leoni Agustina, 2004:50). Melalui

buku itu, Austin mengemukakan pandangan bahwa bahasa tidak hanya berfungsi

untuk mengatakan sesuatu, bahasa juga dapat digunakan untuk melakukan sesuatu.

Berkaitan dengan teori tindak tutur Austin (1962) mengemukakan dua

terminologi, yaitu tindak tutur konstatif (constative) dan tuturan performatif

(performative). Tuturan konstatif adalah tuturan yang pengutaraanya hanya

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

dipergunakan untuk menyatakan sesuatu (1962:4-6). Tuturan performatif adalah

tuturan pengutaraanya dipergunakan untuk melakukan sesuatu.

Searle mengemukakan bahwa secara pragmatik setidak-tidaknya ada tiga jenis

tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yaitu tindak tutur lokusi,

tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi (dalam Suyono, 1990:17). Berikut

keterangan lebih lanjut tentang ketiga tindak tutur tersebut.

1) Tindak lokusi

Tindak lokusi yaitu tindak tutur yang menyatakan sesuatu. Secara jelasnya

tindak lokusi merupakan makna harfiah. Tindak lokusi adalah tindak tutur yang

menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang

bermakna dan dapat dipahami.

2) Tindak ilokusi

Tindak ilokusi adalah tindak tutur untuk menginformasikan sesuatu, juga

dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak tutur ilokusi di samping

menginformasikan sesuatu kepada mitra tutur juga menuntut suatu tindakan. Tindak

ilokusi dalam pemahamannya harus mempertimbangkan siapa penutur dan mitra

tuturnya, kapan, dan dimana tindak tutur itu terjadi, situasi, dan sebagainya. Tindak

tutur ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima

kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan. Dengan demikian, tindak ilokusi

merupakan bagian sentral dalam memahami tindak tutur.

3) Tindak Perlokusi

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Tindak perlokusi yaitu tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudnya untuk

mempergunakan mitra tutur. Tindak tutur ini mempunyai pengaruh bagi mitra tutur

baik secara sengaja atau tidak secara sengaja dilakukan oleh penuturnya. Tindak tutur

perlokusi sulit dideteksi, karena harus melibatkan konteks tuturannya. Hal ini dapat

ditegaskan bahwa setiap tuturan dari seorang penutur memungkinkan sekali

mengandung hanya mengandung tindak tutur lokusi, dan perlokusi. Namun, tidak

menutup kemungkinan bahwa satu tuturan mengandung kedua atau ketiga-tiganya

sekaligus.

4. Jenis-Jenis Tindak Tutur

Tindak tutur yang tidak terhitung jumlahnya oleh Searle (1975:59-82)

dikategorikan:

1) Tindak Tutur Asertif (assertives) atau Representatif

Tindak tutur Asertif (assertives) adalah tindak tutur yang mengikat

penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkannya. Termasuk dalam tindak tutur

ini misalnya tuturan-tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan,

menunjukkan, menyebutkan, memberikan, kesaksian, berspekulasi, dan sebagainya.

2) Tindak Tutur Direktif (directives)

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar

mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturannya itu. Jenis tindak

tutur ini kadang-kadang disebut juga tindak tutur impositif. Yang termasuk ke dalam

jenis tindak tutur direktif adalah tuturan-tuturan memaksa, mengajak, meminta,

menyuruh, menagih, mendesak, memohon, menyarankan, menasihati, memberi aba-

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

aba, menantang, dan sebagainya. Indikator bahwa tuturan itu direktif adalah suatu

tindakan yang harus dilakukan oleh mitra tutur setelah mendengar tuturan itu.

3) Tindak Tutur Ekspresif

Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar

ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu.

Tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ekspresif adalah tuturan-tuturan

memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan,

mengucapkan selamat, mengucapkan rasa senang, menyanjung, dan sebagainya.

4) Tindak Tutur Komisif

Tindak tuturan komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk

melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Yang termasuk ke dalam

jenis tindak tutur komisif adalah tuturan-tuturan berjanji, bersumpah, mengancam,

menyatakan, kesanggupan, menawarkan, dan sebagainya.

5) Tindak Tutur Deklarasi

Tindak tutur deklarasi adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya

untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Fraser (dalam

Rustono, 1999:40) menyebut jenis tindak tutur ini dengan istilah establishive atau

isbati. Tuturan yang termasuk dalam tindak tutur deklarasi adalah tuturan-tuturan

dengan maksud mengesahkan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan,

mengabulkan, mengangkat, menggolongkan, mengampuni, memaafkan, dan

sebagainya. Menurut Yule (1996:53), penutur harus memiliki peran institusional

khusus, dalam konteks khusus, untuk menampilkan suatu deklarasi secara tepat.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Sebuah tuturan mempunyai tujuan. Untuk dapat menerima tujuan itu, agar

tepat dengan tujuannya, beberapa situasi sangat mempengaruhi: isi leksikal dari suatu

ujaran harus tepat, situasi sosial yang terjadi harus tepat, penutur harus bersungguh-

sungguh dengan apa yang dikatakan dan mitra menerima tuturan sesuai dengan

tujuannya. Tindak tutur dibedakan menurut tujuannya, apakah berkaitan dengan

kenyataan atau fakta-fakta potensial, sesuatu yang akan atau sudah terjadi antara

penutur dan mitra tutur. Dalam hal ini Kreidler (1998:183-194) membagi tindak tutur

menjadi tujuh:

1) Asertif (Assertif Utterances)

Penutur menggunakan bahasa untuk menceritakan apa yang mereka ketahui

dan percayai. Tujuannya yaitu memberikan informasi, misalnya mengatakan,

mengumumkan, menjelaskan, menunjukkan, menyebutkan, melaporkan,

menceritakan, memberitahukan (Kreidler, 1998:183).

Bahasa ini berkaitan dengan pengetahuan, dengan pengertian, ini menyangkut

soal data yang akan atau sudah ada, yang terjadi atau sudah terjadi atau tidak terjadi.

Jadi, tuturan asertif berada benar atau salah, dan biasanya dapat verivikasi atau

dipalsukan.

2) Performatif (Performative Utterences)

Tindak tutur yang membuat atau menyebabkan resminya apa yang diucapkan,

misalnya mengumumkan, membabtis, menyebut, mencalonkan, menamakan,

menjatuhkan hukuman (Kreidler, 1998:185).

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Tuturan performatif membuat sesuatu terjadi hanya dengan menuturkannya.

Hal ini meliputi taruhan-taruhan dan hal-hal yang diucapkan dalam berbagai upacara

dan tindakan resmi yang mempengaruhi orang lain dengan siapa penutur berbicara.

3) Verdikatif (Verdikative Utterances)

Tindak tutur verdikatif terjadi karena penutur membuat perkiraan atau penilaian

terhadap tindakan orang lain, biasanya mitra tutur, misalnya menuduh, bertanggung

jawab, berterima kasih (Kreidler, 1998:187). Sejak tuturan-tuturan ini ada, penilaian

seorang penutur terhadap tindakan mitra tutur sebelumnya atau apa yang terjadi pada

mitra tutur, diingat oleh penutur.

4) Ekpresif (Expressive Utterances)

Tindak tutur ekspresif terjadi karena tindakan penutur, kegagalan penutur

serta akibat yang ditimbulkan kegagalan itu, misalnya mengakui, bersimpati,

memaafkan, dan sebagainya (Kreidler, 1998:188). Ekspresif terjadi ketika penutur

mengatakan perbuatan yang telah mereka lakukan dan perasaannya saat ini.

5) Direktif (Direktif Utterances)

Penutur meminta mitra tutur untuk melakukan perbuatan atau tidak

melakukan tindakan. Dalam direktif, penutur mencoba untuk mempengaruhi tindakan

mitra tutur. Tindakan tutur direktif terbagi menjadi tiga macam, yaitu:

a. Perintah (Commands)

Sebuah perintah dapat berjalan jika penutur mempunyai derajat yang

lebih tinggi dalam mengatur tindakan mitra tutur.

b. Permohonan atau Permintaan (Request)

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Permohonan atau permintaan adalah ekspresi dari apa yang penutur

inginkan dari mitra tutur untuk melakukan atau membalas dengan perbuatan.

Permohonan tidak mengharuskan penutur mempunyai derajat lebih tinggi dari

mitra tutur.

c. Anjuran (Suggestions)

Tuturan yang kita ujarkan untuk orang lain untuk memberikan pendapat

kita apa yang harus dan tidak mereka lakukan.

6) Komisif (Commissive Utterances)

Tuturan yang kita ujarkan untuk orang lain untuk melakukan suatu tindakan,

misalnya menyetujui, bertanya, menawarkan, menolak, berjanji, bersumpah (Kreidler,

1998:192).

7) Fatis (Phatic Utterances)

Tindak tutur yang bertujuan untuk menciptakan hubungan antara penutur dan

mitra tutur (Kreidler, 1998:194). Tindak tutur fatis meliputi ucapan salam, ucapan

salam berpisah, cara-cara yang sopan seperti thank you, you are welcome, exusme me

yang tidak berfungsi verdikatif atau ekspresif. Tuturan fatis juga meliputi semua

pertanyaan-pertanyaan pendek tentang cuaca, menanyakan keadaan satu sama lain,

dan apapun biasa, dan diharapkan dalam kehidupan sosial. Tuturan fatis merupakan

suatu tuturan yang bertujuan untuk mempererat ikatan dalam kehidupan sosial.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Tindak tutur menurut Wijana dibedakan menurut jenis-jenisnya. Wijana

membagi jenis tindak tutur menjadi beberapa jenis sebagai berikut (I Dewa Putu

Wijana, 1996:29-36).

a. Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung

1) Tindak tutur langsung

Tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang dengan mudah dapat diketahui

adanya hubungan langsung antara struktur dengan fungsi. Berdasarkan modusnya

secara formal, kalimat dibagi menjadi tiga yaitu kalimat berita (deklaratif), kalimat

tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Kalimat berita digunakan untuk

menyampaikan sesuatu atau memberitahukan sebuah informasi, kalimat tanya

dipergunakan untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah digunakan untuk

memerintah, ajakan, permintaan, atau permohonan. Apabila ketiga jenis kalimat

tersebut difungsikan secara konvensional, maka akan terbentuklah tindak tutur

langsung (direct speech act).

2) Tindak tutur tidak langsung

Tindak tutur tidak langsung (indirect speech act) adalah tindak tutur untuk

memerintah seseorang melakukan sesuatu secara tidak langsung. Tindakan ini

dilakukan dengan memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang

diperintah tidak merasa dirinya diperintah.

b. Tindak tutur literal dan Tindak tutur tidak literal

Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna

kata-kata yang menyusunnya, sedangkan tindak tutur literal adalah tindak tutur yang

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang

menyusunnya (I Dewa Putu Wijana, 1996:32).

Contoh.

1. Penyanyi itu suaranya bagus.

2. Suaramu bagus, (tapi tak usah nyanyi saja).

Kalimat pertama apabila diutarakan untuk maksud memuji atau mengagumi

kemerduan suara penyanyi yang dibicarakan, merupakan tindak tutur literal,

sedangkan kalimat kedua, karena penutur memaksudkan bahwa suara lawan tuturnya

tidak bagus dengan mengatakan tak usah nyanyi saja, merupakan tindak tutur tidak

literal.

Selanjutnya apabila tindak tutur langsung disinggungkan (diinteraksikan)

dengan tindak tutur literal dan tidak literal, akan didapatkan tindak tutur tindak tutur

sebagai berikut.

c. Tindak Tutur Langsung Literal dan Tindak Tutur Langsung Tidak Literal

1) Tindak tutur langsung literal

Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan

modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Maksud

memerintah disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat

berita, menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya, dan sebagainya (I Dewa Putu

Wijana, 1996:33).

2) Tindak tutur langsung tidak literal

Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diungkapkan

dengan modus kalimat tidak sesuai dengan maksud pengutaraanya, tetapi makna kata-

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penutur. Dalam tindak

tutur ini maksud memerintah diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya (I

Dewa Putu Wijana, 1996:34).

d. Tindak Tutur Tidak Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal

1) Tindak Tutur Tidak Langsung Literal

Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan

modus kalimat yang sesuai maksud tuturan tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak

memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Maksud memerintah

diungkapkan dengan kalimat perintah, dan maksud menginformasikan dengan

kalimat berita (I Dewa Putu Wijana, 1996:35).

2) Tindak tutur tidak langsung tidak literal

Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan

dengan modus kalimat dan tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan (I

Dewa Putu Wijana, 1996:35-36).

5. Implikatur

Salah satu bagian dari pragmatik adalah implikatur. Implikatur (implicature)

berasal dari kata kerja “to imply” kata tersebut secara etimologis bermakna “to fold

something into something else” yang berarti mengatakan sesuatu dalam sesuatu.

Konsep implikatur pertama kali dikenalkan H. P. Grice (1975) untuk memecahkan

persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa.

Implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

dimaksud oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara

harfiah (Brown dan Yule dalam Abdul Rani, Bustanul Arifin, Martutik, 2006:170).

Muhammad Rohmadi, (2004:113) menyatakan bahwa Implikatur adalah

ujaran atau pernyataan yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang

sebenarnya diucapkan. Pemahaman terhadap implikatur akan lebih mudah jika

penulis atau penutur dan pembaca atau lawan tutur telah berbagi pengalaman.

Pengalaman dan pengetahuan yang dimaksud di sini adalah pengetahuan dan

pengalaman tentang berbagai konteks tuturan yang melingkupi kalimat-kalimat yang

dilontarkan penulis.

Pertuturan yang terdapat dalam sebuah komunikasi tidak selalu menghasilkan

pemahaman yang mirip atau sama antara pembaca dan penulis. Pembaca dan penulis

harus memiliki latar belakang yang sama tentang sesuatu yang dipertuturkan.

Keduanya terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang

sedang dipertuturkan tersebut saling dimengerti.

Kunjana Rahardi (2002:43), mengemukakan bahwa di dalam implikatur,

hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan itu

bersifat tidak mutlak. Berpijak pada pendapat tersebut dapat diketahui bahwa dalam

membuat perumusan sebuah ungkapan terdapat berbagai macam kemungkinan

implikatur dari sebuah ungkapan yang sama tanpa pembatasan satu maksud saja.

Kecenderungan sifat implikatur yang tidak terbatas dan tidak mutlak ini

sejalan dengan pendapat I Dewa Putu Wijana (1996:38), karena implikatur bukan

merupakan bagian tuturan yang mengimplikasikannya, hubungan kedua proposisi itu

bukan merupakan konsekuensi mutlak (necessary consequence). Implikatur biasanya

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

ditandai dengan penggunaan kata “mungkin”. Ungkapan yang berbunyi “ Kakak

segera datang, cepatlah diam dan jangan menangis!” bukan semata-mata

dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa kakaknya akan segera datang dari tempat

tertentu. Ungkapan tersebut dapat mengimplikasikan bahwa Si Kakak adalah orang

yang paling ditakuti anak yang menangis tersebut karena sering marah apabila

adiknya menangis. Implikasi lainnya dapat pula Si Kakak seorang yang sangat

penyayang karena biasa memberikan hadiah pada keduanya setelah pulang dari

bepergian sehingga tangisan salah satu adiknya harus segera diakhiri.

Implikatur yang diutarakan oleh Grice (dalam Soeseno Kartomihardjo,

1993:30) sebagai ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang

sebenarnya diucapkan.

Dengan demikian, implikatur mengisyaratkan adanya perbedaan antara

tuturan dengan maksud yang ingin disampaikan. Namun, perbedaan itu tidak menjadi

kendala dalam percakapan, karena para peserta tutur sudah saling mengetahuinya.

Oleh karena itu, maksud atau implikasi terkadang memang tidak perlu

diungkapkannya secara eksplisit.

Dalam penggunaan bahasa sehari-hari, masyarakat bahasa sering

menggunakan implikatur untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya memperhalus

proposisi yang diujarkan dan menyelamatkan muka (saving save). Dalam hubungan

timbal balik dalam konteks budaya kita, penggunaan implikatur terasa lebih sopan,

misalnya untuk tindak tutur memerintah, menolak, meminta, memberi nasihat,

menegur, dan lain-lain. Tindak tutur yang banyak melibatkan reaksi “emosi” mitra

tutur pada umumnya lebih diterima jika disampaikan dengan implikatur.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Jadi, implikatur merupakan salah satu gagasan cukup penting dalam

pragmatik, karena secara umum implikatur memberikan beberapa sumbangan sebagai

berikut (Levinson dalam Abdul Rani, Bustanul Arifin, Martutik, 2006:173).

a. Implikatur dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta kebahasaan

yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik.

b. Implikatur dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah

dari yang dimaksudkan si pemakai bahasa.

c. Implikatur dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang

hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama.

d. Implikatur dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan

tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).

Implikatur konvensional adalah implikatur yang mengungkapkan suatu makna

implisit yang secara umum atau secara konvensional dapat diterima oleh semua

orang. Menurut Grice (dalam Leech, 1993:17) implikatur konvensional sebagai

implikasi pragmatik yang diperoleh langsung dari makna dan bukan dari prinsip-

prinsip percakapan.

Implikatur konvensional ditentukan oleh arti konvensioanl kata-kata yang

dipakai. Contohnya adalah “Suroto orang Jawa, karena itu ia mengerti sopan

santun” (Rustono, 1999:80).

Implikasi tuturan di atas adalah bahwa Suroto akan sopan santun merupakan

konsekuensi karena ia orang Jawa. Jika Suroto bukan orang Jawa, tentu tuturan itu

tidak berimplikasi bahwa Suroto mengerti sopan santun.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Kebalikan dari seluruh implikatur percakapan yang dibahas ini, implikatur

konvensional tidak didasarkan pada prinsip kerja sama atau maksim-maksim.

Implikatur konvensional tidak harus terjadi dalam percakapan, dan tidak tergantung

pada konteks khusus untuk menginterpretasikannya. Implikatur konvensional

diasosiasikan dengan kata-kata itu digunakan. Kata penghubung “tetapi” dalam

bahasa Inggris adalah salah satu dari kata-kata ini.

Contoh:

Jack is old and healthy.

(Jack itu tua dan sehat)

Jack is old but healthy

(Jack itu tua tapi sehat)

Secara konvensional ujaran kedua menjelaskan bahwa ada kontras antara tua

dan sehat yakni meskipun tua tapi Jack sehat. Namun demikian, implikatur yang

sama ini tidak dihasilkan oleh ujaran yang pertama, suatu padanan ujaran yang kedua

tergantung pada kebenaran. Perubahan bentuk linguistik dari ”but” ke “and” dalam

hal ini telah menyebabkan implikatur tersebut menjadi terlepas.

Implikatur non konvensional atau implikatur percakapan adalah implikasi

pragmatis yang tersirat di dalam suatu percakapan. Implikatur percakapan memiliki

makna dan pengertian yang lebih bervariasi. Pasalnya, pemahaman terhadap hal

“yang dimaksudkan” sangat bergantung kepada konteks terjadinya percakapan.

Implikatur percakapan hanya muncul dalam suatu tindak percakapan (speech act).

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Grice (dalam Leech, 1993:18) memperkenalkan verba implicate dan nomina

yang berkaitan dengannya, yaitu implicature (impliying) dan implicatum (what is

implied). Tuturan memgimplikasikan sesuatu, yang memiliki fungsi pragmatis lain,

yang kemudian dinamakan implikasi. Karena implikasi itu hadir dalam kaitannya

dengan prinsip pragmatis, implikasi itu dinamakan pula implikasi pragmatis. Jadi,

implikatur percakapan itu merupakan implikasi pragmatis yang dikandung di dalam

suatu tuturan percakapan akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan.

6. Plesetan

a. Latar Belakang dan Pengertian Plesetan

Menurut kamus Horne plesetan berasal dari akar kata pleset (bahasa Jawa)

yang artinya „meluncur di tempat licin untuk bersenang-senang atau bermai-main

dengan kata‟ (Ariel Heryanto, 1996:110) sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI, 2005:366), bahasa Indonesia menyerap bentuk ini menjadi

“peleset”: gagal mencapai tujuan, tidak mengenai sasaran, atau terpelanting jatuh

(dalam Ariel Heryanto, 1996: 110). Kedua pengertian tersebut mempunyai makna

yang bertentangan, namun yang paling mendekati plesetan dalam pembahasan ini

adalah istilah berdasarkan kamus Horne.

Plesetan adalah cabang humor yang tergolong humor ganas, karena mengajak

penikmatnya untuk berpikir. Pada intinya, plesetan mengurangi kesedihan seseorang,

asal kata dari Keep Less Sad yang berarti: jaga jangan sampai sedih, (Wahyu Liz,

2012:49). Dunia plesetan awalnya terangkat dari kota Yogyakarta, tepatnya pada

tahun 80-an ketika muncul ketoprak plesetan, yakni ketoprak yang gaya panggungnya

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

di luar pakem. Ketoprak plesetan mengusung cerita-cerita ketoprak pada umumnya,

namum disampaikan dalam bahasa humor khas Yogyakarta. Plesetan sudah menjadi

bahasa keseharian di Yogyakarta karena bahasa ini santai dan banyak digunakan oleh

anak remaja, (Wahyu Liz, 2012:50).

Adanya fenomena plesetan ini memunculkan sebuah ide untuk menggarapnya

ke bidang yang lebih luas lagi. Di Yogyakarta muncul kaos plesetan Dagadu dengan

gaya dan konsep tentang Yogyakarta. Selanjutnya di Bali muncul Kaos Jogger

(pabrik kata-kata), sedangkan di Bandung ada C 59 dengan ciri khasnya tersendiri,

dan di Indonesia sendiri kini muncul Kaos Tomat Adaideaje. Semuanya bermain

dengan kata-kata verbal kata-kata yang unik dan menggelitik.

Bahasa plesetan merupakan sebuah gejala sosio-budaya dan politik yang

memahami berbahasa sebagai sebuah subjek, bahkan sumber pengetahuan, dan bukan

sekedar sebuah objek pelajaran yang beku bagi para pemakainya. Contoh gejala

berbahasa khususnya di Yogyakarta, menunjukkan bertahannya ketidak-terdugaan

dari kejawan dalam masyarakat modern. Sebagaimana dikemukakan Budi Sutanto

(1992: 41-42) bahwa:

Bahasa plesetan di Yogyakarta dipelopori mahasiswa arsitektur UGM pada

tahun 1991. Mereka meniru nama-nama berbau asing dari beberapa toko barang

konsumeris modern di jalan Malioboro, seperti Matahari Departement Stores, New

City Fashion, Kentucky Fried Chiken, dan toko jeans Madonna diplesetkan menjadi;

matasapi, Yu Sity, Kethaki fried chiken dan Mae Donna.

Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa bahasa plesetan

sebenarnya muncul dari golongan akademisi modern. Bahasa plesetan pada

kemunculannya berhubungan erat dengan prokem dan slang. Hubungan ini terletak

pada bentuknya, tetapi fungsi, makna, dan tujuannya berbeda.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

b. Aturan Plesetan

Menurut Wahyu Liz Adaideaje (2012:49), tidak ada peraturan khusus dalam

plesetan, karena yang ditekankan adalah hasil akhir berupa kegembiraan. Pada iklan-

iklan di berbagai media, banyak yang menggunakan plesetan kata sebagai penarik

minat massa. Plesetan adalah unikversal, artinya unik dan diterima semua lapisan

masyarakat. Plesetan yang bagus adalah plesetan yang bukan sekedar humor belaka,

tetapi juga memiliki makna yang dalam. Misalnya, pepatah yang menyatakan bahwa

kita harus memilih sesuatu hal yang baik, namun jangan mencampakkan begitu saja

yang telah berjasa pada kita, ibarat Gadis Manis Simbah Dibuang. Ini adalah plesetan

dari Habis Manis Sepah Dibuang. Jadi pepatah plesetan tersebut memiliki makna

yang dalam.

c. Kategori plesetan

Kategori plesetan dideskripsikan Wahyu Liz Adaideaje menjadi 5 yaitu: (1)

Plesetan dengan persamaan bunyi. “Aku belajar desain grafis secara autodijak,

artinya dijak konco, diajak temen belajar bareng”. Kata autodijak ini diplesetkan dari

autodidak, letak plesetannya pada persamaan bunyi. Inilah plesetan verbal yang

terucap dan bagi kalangan komedian ini banyak digunakan di atas panggung, (2)

Plesetan dalam bahasa tulis. Ada faktor ambigu dalam sebuah kalimat yang

dimanfaatkan oleh para penulis humor untuk dijadikan bahan plesetan. Contoh “saat

lebaran tiba adalah saat yang paling romantis dan bahagia, karena semua orang

mengungkapkannya dengan : padamu Dik”. Makna kata Padamu Dik ini sebenarnya

adalah PADA MUDIK: bersama-sama mudik. Namun mengandung makna mudik

untuk bertemu kekasihnya di kampong, (3) Plesetan dalam Ucapan Verbal dan

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Bahasa Tulis. Menggunakan kategori seperti nama buah, nama bunga, nama pohon,

untuk dirangkai dalam satu kalimat, (4) Plesetan dengan membolak-balikkan kata, (5)

Plesetan dengan menguraikan kata, (Wahyu Liz, 2012:49).

d. Teori Pembentuk Plesetan

Pada dasarnya bahasa plesetan bertujuan menimbulkan senyum, bahkan tawa

orang yang menikmatinya. Berangkat dari pernyataan ini, humor merupakan aspek

terpenting dari diciptakannya plesetan. Wilson (dalam Wuri Soedjatmiko, 1992: 70)

mengemukakan bahwa ada tiga teori humor, yakni: teori pembebasan, teori konflik,

dan teori ketidakselarasan. (1) Teori Pembebasan merupakan penjelasan dari sudut

dampak emosional, berkaitan langsung dengan kondisi psikologi si pembuat dan si

penerima; (2) Teori Konflik memberikan tekanan pada implikasi perilaku humor,

yaitu konflik antara dua dorongan yang saling bertentangan;dan (3) Teori

Ketidakselarasan merujuk pada penjelasan kognitif, yaitu dua makna atau interpretasi

yang tidak sama, yang digabungkan dalam satu makna gabungan yang kompleks.

Teori humor menurut aliran semantik merupakan wujud pemanfaatan keambiguan di

tingkat kata (keambiguan leksikal), keambiguan di tingkat kalimat, dan di tingkat

wacana.

Victor Raskin (dalam Wuri Soedjatmiko, 1992: 76) yang meneliti humor dari

segi linguistik, juga memiliki konsep seperti Wilson dengan istilah yang sedikit

berbeda, yaitu “persepsi-kognitif ”, Perilaku sosial, dan “psikoanalitis”. Teori

“persepsi-kognitif” sama dengan teori ketidakselarasan, teori perilaku sosial sama

dengan teori konflik, dan teori psikoanalitik sama dengan teori pembebasan. Ada

pembagian-pembagian lain seperti yang dikemukakan oleh Freud (dalam Wuri

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Soedjatmiko, 1992:76), yang merupakan sintetis dari ketiga teori Wilson.Freud

mengatakan bahwa humor (a) merupakan penyimpangan dari pikiran wajar, dan (b)

diekspresikan secara ekonomis dalam kata-kata dan waktu.

Teori yang menurut peneliti layak dipakai dalam analisis ini adalah teori

pragmatik humor. Teori humor memanfaatkan penyimpangan tindak tutur (Speech

act) dalam komunikasi yang wajar atau serius. Senada dengan pernyataan itu I Dewa

Putu Wijana (2003:19) merinci pendekatan pragmatik humor pada hakikatnya adalah

penyimpangan dua jenis implikatur, yakni implikatur konvensional (conventional

implicature) dan implikatur pertuturan (cooperative implicature). Implikatur

konvensional berisi bentuk linguistik yang menentukan makna. Implikatur pertuturan

berisi wacana yang menentukan makna.

Grice (dalam Wuri Soedjatmiko, 1992:76), merumuskan prinsip tindak ujar

sebagai ungkapan: “Buatlah sumbangan komunikasi Anda seperlunya, sesuai dengan

tujuan dan arah pembicaraannya”. Ungkapan tersebut dirinci menjadi beberapa

maksim atau aturan penindakan ujaran, yaitu : (1) maksim kuantitas; (2) maksim

kualitas; (3) maksim relevansi; dan (4) maksim cara. Keempat maksim tersebut berisi

anjuran-anjuran agar peserta tutur mematuhi dalam peristiwa komunikasi yang wajar.

Keempat maksim ini terangkum dalam sebuah prinsip kerja sama antara penutur dan

lawan tutur.

e. Fungsi plesetan

Sebagaimana fungsi bahasa, fungsi plesetan juga sebagai alat komunikasi,

terutama oleh kaum muda tetapi tidak menutup kemungkinan anak-anak dan orang

tua menggunakannya. Dapat ditelusuri bahwa kaum remaja cenderung kreatif dan

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

inovatif dalam berbahasa. Plesetan merupakan jenis perkembangan fenomena bahasa

dalam wujud pidjin, slang, prokem, dan jargon di kalangan remaja.

Fungsi lain dari bahasa plesetan diungkapkan Ariel Heryanto (1996:117),

yakni fungsi bahasa plesetan sebagai fungsi estetik atau puitik dalam bahasa yang

dimungkinkan oleh hakikat bahasa itu sendiri. Bahasa plesetan mengandung fungsi

psikologi. Plesetan ini menjadi semacam “pelarian“ dari problema dunia dan hanya

memainkan gambaran tentang dunia, tanpa berupaya mengubah dunia itu supaya

lebih baik (Ariel Heryanto, 1996:118). Orang yang berbahasa plesetan bermaksud

menghindar dari aturan konvensi bahasa pada masyarakat di sekitarnya. Remaja

sebagai kaum dalam kondisi psikologi memberontak aturan, mencari eksistensi, dan

ingin menonjol juga menjadikan plesetan sebagai produk dari transformasinya.

Menurut Kunjana Rahardi, (2006:14) jika dilihat dari sisi pembinaan dan

pengembangan bahasa secara formal-struktural, bentuk-bentuk plesetan bahasa

memang tidak sepenuhnya mendukung pemahaman dan pendalaman khalayak.

Bahasa plesetan mempunyai fungsi ekonomi. Hal ini sejalan dengan pendapat Ariel

Heryanto (1996: 118) bahwa plesetan dianggap dapat serius, yakni ketika menjadi

komoditi (barang dagangan) dalam industri tontonan hiburan. Bahasa plesetan pada

Kaos Tomat termasuk juga dalam fungsi ini.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir adalah sebuah cara kerja yang dilakukan oleh peneliti untuk

meyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Kerangka berpikir yang terkait dalam

penelitian ini secara garis besar dilukiskan pada bagan di bawah ini.

Wacana Plesetan

Pada Kaos Tomat

1. Print-out Desain Kaos Tomat

2. Pencipta Plesetan Kaos Tomat

Implikatur

Menurut Grice

Tindak Tutur

Menurut Searle

Masalah :

1. Wujud Tindak Tutur Ilokusi

2. Wujud Implikatur

Hasil Analisis:

1. Deskripsi Tindak Tutur Ilokusi

2. Deskripsi Implikatur

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Penjelasan tentang bagan.

Sumber data penelitian ini adalah Print-out desain Kaos Tomat dan pencipta

plesetan Kaos Tomat, yakni Wahyu Liz Adaideaje. Data dalam penelitian ini adalah

kata, frasa, klausa, kalimat, dan indeksial gambar. Dari data tersebut muncul

permasalahan berupa tuturan yang mengandung tindak tutur ilokusi dan implikatur.

Permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini dianalisis dengan

menggunakan teori pragmatik, yaitu teori tindak tutur Searle dan teori Implikatur

Grice.

Teori Searle digunakan untuk mengidentifikasi jenis tindak tutur ilokusi yang

terdapat dalam plesetan Kaos Tomat. Hal ini merupakan langkah awal sebelum

menjawab permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini. Tahap selanjutmya

adalah menjawab permasalahan implikatur dengan menggunakan teori Grice.

Permasalahan tersebut sangat tepat apabila dianalisis dengan menggunakan teori

Searle dan Grice dikarenakan teori Searle dan Grice membahas tindak tutur dan

implikatur yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini.

Hasil analisis data penelitian ini berwujud deskripsi tindak tutur ilokusi dan

implikatur yang mengandung plesetan Kaos Tomat.