bab ii kajian pustaka a. pendekatan investigatif dalam...
TRANSCRIPT
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendekatan Investigatif dalam Pembelajaran Matematika
Pendekatan pembelajaran adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan
pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa diasimilasi siswa. Ada dua jenis
pendekatan yaitu pendekatan yang bersifat metodologi dan yang bersifat materi.
Pendekatan investigatif lebih bersifat metodologi, dalam pengertian bahwa
pembelajaran matematika dan siswa belajar matematika melalui investigasi
matematika. Copes (2008) menulis buku dengan judul Discovering Geometry: An
Invesigation Approach yang menegaskan bahwa investigasi matematika dapat
dipandang sebagai sebuah pendekatan pembelajaran dibanding hanya sebagai
aktivitas siswa semata. Melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan
investigatif, siswa belajar dan mengembangkan pengetahuan serta kemampuan
proses matematikanya melalui kegiatan investigasi yang terintegrasi dalam
pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika seperti ini akan memuat
investigation activity, investigation task, investigation work atau investigation
process serta meliputi juga aspek-aspek pemecahan masalah, pengajuan masalah,
penalaran induktif dan heuristik atau proses berpikir matematis. Sehingga, yang
dimaksud pendekatan investigatif adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
dapat mendorong suatu aktivitas percobaan, mengumpulkan data, melakukan
observasi, mengidentifikasi suatu pola, membuat dan menguji kesimpulan/dugaan
16
dan jika dapat pula sampai membuat suatu generalisasi. Pembelajaran matematika
dengan pendekatan investigatif merupakan bentuk-bentuk dari pendekatan
pembelajaran tidak langsung yang berciri induktif, artinya siswa dalam
pembelajaran yang dilakukan terlibat aktif dalam membentuk konsep, interpretasi
data, dan kemudian penerapan prinsip-prinsip yang terbentuk.
Pembelajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Menurut Basden, dkk. (dalam Suryadi, 2005), dalam pembelajaran tidak langsung
guru berperan dalam memfasilitasi proses berpikir siswa antara lain melalui
kegiatan berikut: (1) pengajuan pertanyaan tidak mengarah yang memungkinkan
munculnya ide pada diri siswa; (2) menangkap inti pembicaraan atau jawaban siswa
yang dapat digunakan untuk menolong mereka dalam melihat permasalahan secara
lebih teliti; (3) menarik kesimpulan dari diskusi kelas yang mencakup berbagai
pertanyaan yang berkembang, pengaitan ide-ide yang muncul dari siswa, serta
langkah-langkah pemecahan masalah yang harus diambil; (4) menggunakan waktu
tunggu untuk memberi kesempatan pada siswa berpikir serta memberi penjelasan.
Adapun menurut Robertson dan Lang (dalam Suryadi, 2005), pembelajaran tidak
langsung memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) menuntut keterlibatan siswa
secara aktif dalam melakukan observasi, investigasi, pengambilan kesimpulan, dan
pencarian alternatif solusi; (2) guru lebih berperan sebagai fasilitator, pendorong,
serta narasumber melalui penciptaan lingkungan belajar, penyediaan kesempatan
bagi siswa untuk terlibat aktif, serta penyediaan umpan balik bagi siswa. Masih
menurut Robertson dan Lang (dalam Suryadi, 2005), pembelajaran tidak langsung
ini sangat sesuai digunakan apabila hasil belajar berkenaan dengan: (1) kemampuan
17
berpikir, sikap, dan nilai; (2) proses sama pentingnya dengan produk; (3) siswa
perlu melakukan investigasi atau menemukan sesuatu; (4) solusi masalah yang
diberikan bersifat terbuka; (5) pembelajaran berfokus pada pengembangan
pemahaman personal dengan retensi konsep jangka panjang; (6) berkaitan dengan
pengambilan keputusan atau masalah yang perlu dicari solusinya; serta (7) apabila
berkaitan dengan pengembangan kemampuan life-long learning.
Dengan demikian pembelajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik atau siswa untuk menjadi bagian dalam proses
pembelajaran. Peran guru adalah menyediakan langkah-langkah pembelajaran,
sementara siswa berperan dalam proses pembelajaran sampai dalam menentukan
kesimpulan, solusi atau inferensi dari aktivitas di kelas sebagai suatu pengalaman
belajar. Pembelajaran tidak langsung dapat disebut sebagai metode, strategi atau
pendekatan yang diterjemahkan dari: indirect learning approach, indirect
instruction, indirect learning strategy, atau indirect learning method. Penggunaan
istilah tersebut disesuaikan dengan konteks dan penggunaannya.
Berkaitan dengan pembelajaran tidak langsung, Lang dan Evans (2006)
berpendapat bahwa pembelajaran seperti ini akan lebih bermakna bagi siswa karena
berperan langsung dalam memperoleh dan menemukan pengetahuannya sendiri
melalui aktivitas pembelajaran. Perolehan pengetahuan siswa tidak bergantung
kepada apa yang disampaikan dan disiapkan guru tetapi lebih menekankan siswa
sebagai pembelajar dalam menemukan dan memperoleh pengetahuan.
Menurut Lang dan Evans (2006), model-model pembelajaran yang masuk pada
ruang lingkup dan memiliki kedekatan makna dan pengertian pembelajaran tidak
18
langsung adalah seperti : (1) inkuiri, (2) induktif, (3) pemecahan masalah, (4) action
research, (5) pengambilan keputusan, (6) penemuan, (7) investigasi, (8) eksplorasi,
dan (9) eksperimen. Pembelajaran-pembelajaran seperti di atas disamping memiliki
karakteristik yang lebih menekankan kepada siswa sebagai pusat dalam
pembelajaran (student centered), juga memiliki peran penting dalam upaya
peningkatan kemampuan proses matematika siswa sekolah dasar sesuai dengan
tujuan pembelajaran matematika itu sendiri.
Pada intinya, investigasi matematika meliputi 4 (empat) tahapan proses
berpikir, yaitu: spesialisasi, pengajuan dugaan (conjecturing), pembenaran
(justification) dan generalisasi. Menurut Yeo & Yeap (2009: 3), spesialisasi adalah
proses mempertimbangkan beberapa contoh, atau kadang beberapa kasus, untuk
tujuan generalisasi. Jika dalam pertimbangan beberapa contoh tersebut ditemukan
suatu pola, maka pola tersebut dinamakan dugaan untuk dibuktikan atau ditolak.
Jika dugaan tersebut terbukti, maka dugaan tersebut dibenarkan. Kedua proses
tersebut selanjutnya disebut pengajuan dugaan dan pembenaran.
Bastow, et.al. (1984) merinci lebih jelas langkah-langkah kegiatan investigasi
matematika, yaitu:
a. Menafsirkan/memahami masalah (interpreting)
b. Eksplorasi secara spontan (exploring spontaneously)
c. Pengajuan pertanyaan (posing problem)
d. Eksplorasi secara sistematis (exploring systematically)
e. Mengumpulkan data (gathering and recording data)
f. Memeriksa pola (identifying pattern)
19
g. Menguji dugaan (testing conjecture)
h. Melakukan pencarian secara informal (expressing finding informally)
i. Simbolisasi (symbolising)
j. Membuat generalisasi formal (formalising generalitation)
k. Menjelaskan dan mempertahankan kesimpulan (explaining and justifying)
l. Mengkomunikasikan hasil temuan (communicating finding)
Berdasarkan pengertian istilah-istilah yang berkaitan dengan investigasi
matematika, rincian menurut Bastow, et.al. (1984) merupakan investigasi sebagai
aktivitas yang memuat investigasi matematika sebagai proses. Dalam tataran
pelaksanaan yang lebih praktis, Bastow et.al. (1984) merinci kegiatan pembelajaran
yang dapat dilakukan seperti berikut ini.
a. Preliminary Skirmishing
Pada tahapan ini siswa memulai investigasi dengan cara yang tidak
terorganisir. Suatu masalah dapat teridentifikasi dan satu atau lebih dari
tindakan produktif mulai muncul. Siswa harus didorong untuk melakukan
inisiatif mandiri secara individu maupun berkelompok. Siswa mengamati gaya
dan pendekatan temannya dalam melakukan tindakan awal. Pertukaran gaya
dan pendekatan antar siswa menghasilkan cara yang lebih tepat.
b. Gestating
Ini adalah tahapan dimana perhatian sadar tidak dapat diarahkan dalam
investigasi walaupun pikiran tidak sadar tentang itu dapat terjadi. Berikutnya,
setelah menyadari dalam investigasi, ide-ide baru mulai muncul. Hal in akan
terjadi dalam beberapa interval waktu selama investigasi.
20
c. Exploring Systematically
Langkah ini dilakukan secara teratur selama proses. Data dapat diperoleh
dan diorganisasi serta pola dapat ditemukan dan dihasilkan.
d. Making Conjecture
Pola yang diperoleh dapat digunakan untuk generalisasi dan dapat
diberlakukan untuk setiap kasus. Selama benar atau salahnya generalisasi
secara induktif belum bisa ditentukan, maka hal itu disebut konjektur.
e. Testing Conjecture
Langkah ini adalah untuk menguji konsistensi dari konjektur dalam
berbagai kasus dengan data yang tersedia, serta dapat m1emprediksi hasil dari
kasus yang tidak diujicoba dan kemudian menentukan data yang relevan. Data
dapat mendukung konjektur atau menghasilkan counter example yang
mengindikasikan untuk melakukan revisi atau menolak konjektur
f. Explaining or Justifying
Ketika satu konjektur telah diuji melalui data yang ada, siswa harus
didorong untuk menjelaskan tentang pembuktian konjektur. Hal itu bisa
dilakukan oleh setiap siswa untuk menyajikan pertimbangan secara deduktif
untuk kepentingan generalisasi
g. Reorganising
Melalui penataan ulang pendekatan penyelesaian, investigasi bisa lebih
sederhana dan dapat lebih sistematik atau lebih umum atau dikembangkan. Hal
ini dapat dihasilkan dari pengembangan pemahaman yang lebih mendalam
tentang apa yang diinvestigasi atau mungkin sejak tahap gestation. Walaupun
21
penataan ulang mengharuskan usaha lebih, hal itu biasanya dapat
dipertimbangkan untuk hasil yang lebih baik.
h. Elaborating
Pengembangan dari aspek lain baik masalah atau cara penyelesaian dapat
terus dilanjutkan. Tahapan ini mungkin muncul selama tahap 2 sampai 7.
i. Summarizing
Pada tahapan in siswa melakukan kesimpulan baik lisan maupun tulisan
tentang apa-apa yang yang dihasilkan pada tahap 3 dan 8 di atas, dengan
mengacu juga kepada tahap 1 dan 2.
Menurut Setiawan (2006), fase-fase yang harus ditempuh dalam pendekatan
investigatif adalah:
a. Fase membaca, menerjemahkan dan memahami masalah
Pada fase ini siswa harus memahami permasalahannya dengan jelas.
Apabila dipandang perlu membuat rencana apa yang harus dikerjakan,
mengartikan persoalan menurut bahasa mereka sendiri dengan jalan berdiskusi
dalam kelompoknya, yang kemudian mungkin perlu didiskusikan dengan
kelompok lain. Jadi pada fase ini siswa memperlihatkan kecakapannya
bagaimana ia memulai pemecahan suatu masalah, dengan:
a) menginterpretasikan soal berdasarkan pengertiannya.
b) membuat suatu kesimpulan tentang apa yang harus dikerjakannya.
b. Fase pemecahan masalah
Pada fase ini mungkin saja siswa menjadi bingung apa yang harus
dikerjakan pertama kali, maka peran guru sangat diperlukan, misalnya
memberikan saran untuk memulai dengan suatu cara, hal ini dimaksudkan
22
untuk memberikan tantangan atau menggali pengetahuan siswa, sehingga
mereka terangsang untuk mencoba mencari cara-cara yang mungkin untuk
digunakan dalam pemecahan soal tersebut, misalnya dengan membuat gambar,
mengamati pola atau membuat catatan-catatan penting. Pada fase yang sangat
menentukan ini siswa diharuskan membuat konjektur dari jawaban yang
didapatnya, serta mencek kebenarannya, yang secara terperinci siswa diharap
melakukan hal-hal sebagai berikut, yaitu:
1) mendiskusikan dan memilih cara/strategi untuk menangani permasalahan
memilih dengan tepat materi yang diperlukan
2) menggunakan berbagai macam strategi yang mungkin
3) mencoba ide-ide yang mereka dapatkan pada fase 1
4) memilih cara-cara yang sistematis
5) mencatat hal-hal penting
6) bekerja secara bebas atau bekerja bersama-sama (atau kedua-duanya)
7) bertanya kepada guru untuk memperoleh bentuk strategi untuk
penyelesaian
8) membuat konjektur atau kesimpulan sementara
9) mencek konjektur yang didapat sehingga yakin akan kebenarannya.
c. Fase menjawab dan mengomunikasikan jawaban
Setelah memecahkan masalah, siswa harus diberikan pengertian untuk
mencek kembali hasilnya, apakah jawaban yang diperoleh itu cukup
komunikatif/dapat difahami oleh orang lain, baik tulisan, gambar ataupun
penjelasannya. Pada fase ini siswa dapat terdorong untuk melihat dan
memperhatikan apakah hasil yang dicapainya pada masalah ini dapat
23
digunakan pada masalah lain. Jadi pada intinya fase ini siswa diharapkan
berhasil:
1) memeriksa hasil yang diperolehnya
2) mengevaluasi pekerjaannya
3) mencatat dan menafsirkan hasil yang diperoleh dengan berbagai cara yang
berbeda; dan
4) menerapkan keterampilan yang telah diperoleh pada persoalan yang lebih
kompleks.
Dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan investigatif, guru harus
mempertimbangkan hal-hal berikut ini (Bastow, et.al., 1984).
a. Purpose of the investigation
Guru harus menetapkan terlebih dahulu tentang tujuan pembelajaran dan
tujuan kegiatan investigasi yang akan dilakukan baik tujuan yang berkaitan
dengan proses maupun tujuan pengembangan kemampuan matematika siswa.
b. Teacher Trial
Karena investigasi matematika meliputi aktivitas yang kompleks bagi
siswa, maka guru perlu terlebih dahulu mencoba berbagai bahan pembelajaran,
skenario pembelajaran serta rancangan pengelolaan kelas.
c. The First Investigation
Kegiatan investigasi pertama yang dilakukan bisa saja merupakan
pengalaman pertama bagi siswa sehingga perlu perhatian guru dalam
merancang diskusi di kelas, menantang siswa untuk aktif dan disiplin dalam
mengerjakan tugas, melakukan penilaian yang mudah dan simple bagi siswa,
dan dalam mendorong siswa untuk belajar mengambil keputusan.
24
d. Durasi dari investigasi
Guru perlu mempertimbangkan penggunaan waktu pada setiap fase
pembelajaran maupun kegiatan investigasi yang dilakukan oleh siswa.
e. Mode presentation
Guru perlu menentukan model presentasi yag sesuai dengan kondisi kelas.
f. Provision of materials
Guru perlu mempersiapkan dan merancang bahan ajar dan media
pembelajaran yang efektif dan memfasilitas aktivitas investigasi matematika.
g. Direction to students
Guru perlu mengarahkan siswa dalam penggunaan waktu selama kegitan
pembelajaran, cara-cara penyimpulan, teknik penilaian dan kemampuan yang
dinilai.
h. Use of class time
Guru harus menggunakan waktu seefektif mungkin dalam setiap tahapan
proses pembelajaran
i. Provision of hints
Guru bisa memberikan hints untuk membantu proses berpikir siswa, tetapi
dilakukan secara tepat sehingga tidak mendikte proses berpikir siswa.
j. Individual and group activity
Guru perlu mengatur kegiatan baik secara individu maupun kelompok
dengan mempertimbangkan setiap individu siswa, tahapan investigasi, dan
pengetahuan siswa terhadap invesigasi.
k. Summative discussion of an investigation
Guru mendemonstrasikan berbagai aspek dalam kegiatan inevestigasi
yang mereka hasilkan; mendemonstrasikan berbagai pendekatan siswa dalam
25
melalukan investigasi dan hasilnya; menjelaskan strategi pemecahan masalah
yang digunakan dalam investigasi; dan menyajikan dengan lisan hasilnya.
l. Open endedness of investigation.
Guru dapat melanjutkan kegiatan invesigasi jika diperlukan dengan
mendorong siswa untuk mengajukan permasalahan baru dari soal yang sama
atau mendorong siswa untuk mengembangkan cara lain dari permasalahan
yang sama.
m. Assessment of Investigation
Komponennya penilaian yang dapat dipertimbangkan oleh guru adalah: (a)
lingkup masalah dan aspek yang diinvestigasi termasuk inisitaif; (b) kedalaman
dari perawatan masalah dan aspek yang diinvestigasi; (c) kualitas penggunaan
proses termasuk kegiatan diskusi; (d) konten matematika dan kualitas
penggunaannya; I kualitas dari kesimpulan.
Menurut Haylock & Thangata (2007), beberapa hal yang menjadi kunci
kesuksesan dari pembelajaran investigasi matematika adalah memberikan
kesempatan pada siswa untuk melakukan hal-hal berikut ini.
a. Siswa terlibat pada tugas yang menantang, menarik dan merangsang.
b. Mengajukan pertanyaan sendiri tentang situasi matematika.
c. Merencanakan pendekatan sendiri.
d. Menggunakan keterampilan matematika yang penting dan pengetahuan yang
telah mereka pelajari.
e. Melakukan penemuan sendiri dan pengalaman dalam menemukan sesuatu
dengan menyenangkan.
26
f. Mengartikulasikan dan mengomunikasikan apa yang telah mereka temukan
kepada sesama siswa.
g. Menambah pengalaman dalam mengembangkan pamahaman konsep
matematika dan hubungan antar konsep.
Berkaitan dengan investigasi dalam pembelajaran, ada istilah lain yang sangat
terkenal yang merupakan model pembelajaran dalam kelompok model Cooperative
Learning, yaitu Model Pembelajaran Investigasi Kelompok (Group Investigation).
Model pembelajaran Investigasi Kelompok karena merupakan tipe cooperative
learning maka lebih menekankan kepada bagaimana merekayasa aktivitas siswa di
kelas dengan memerankan siswa sebagai anggota masyarakat yang melibatkan diri
secara sosial dalam memecahkan masalah di masyarakat. Ada 3 (tiga) konsep utama
yang dianut dalam Investigasi Kelompok yaitu : (1) penelitian, (2) pengetahuan,
dan (3) dinamika belajar kelompok. Kelas direkayasa menjadi miniatur kehidupan
masyarakat dimana siswa berperan dan berpartisipasi dalam merancang dan
menerapkan aturan dan didorong untuk mampu berperan dalam memecahkan
masalah.
Dalam penelitian ini akan digunakan empat tahapan dalam setiap investigasi
matematika. Keempat tahapan tersebut adalah spesialisasi, pengajuan dugaan,
pembenaran, dan generalisasi. Secara lebih rinci, keempat tahapan investigasi
matematika dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Spesialisasi (Specializing)
Tahap ini memuat aktivitas-aktivitas mengumpulkan, mengamati,
mengorganisasi, dan merepresentasi informasi mengenai kasus-kasus khusus.
27
Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul pada tahap ini antara lain: Apa
yang bisa dilihat? Manakah yang dapat dikelompokkan? Bagaimana label dari
objek yang telah dibuat?
b. Pengajuan Dugaan (Conjecturing)
Tahap pengajuan dugaan memuat aktivitas-aktivitas mengamati dan
mengekspresikan informasi mengenai keteraturan yang dimiliki oleh kasus-
kasus yang dieksplorasi untuk mengidentifikasi kasus yang belum diketahui.
Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul antara lain: Apa yang bisa
ditemukan? Apa yang terjadi? Apa artinya? Gambaran apa yang dapat
dipikirkan? Apa yang dapat diduga?
c. Pembenaran (Justifying)
Setelah suatu dugaan muncul, maka dugaan tersebut dapat disanggah
ataupun dikuatkan oleh data empiris. Jika dugaan tersebut disanggah, maka
proses investigasi kembali ke tahap pertama atau kedua. Sebaliknya, jika
dugaan yang dihasilkan dapat dikuatkan oleh data empiris, maka tahap
investigasi dapat dilanjutkan ke tahap pembenaran. Sehingga, tahap
pembenaran terdiri dari aktivitas-aktivitas memvalidasi kebenaran dugaan
yang dihasilkan dengan menggunakan data empiris. Pertanyaan-pertanyaan
yang muncul antara lain: Bagaimana jika …? Mengapa hal tersebut bisa
terjadi?
d. Generalisasi (Generalizing)
Tahap ini berupa aktivitas menyatakan (mendeskripsikan) suatu aturan
mengenai keteraturan umum dari semua kasus, yang diperoleh berdasarkan
28
pola pokok atau pembuktian deduktif. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul
antara lain: Apa yang dapat disimpulkan? Bagaimana penulisan kesimpulan
tersebut ke dalam simbol-simbol matematis? Bagaimana penerapan
kesimpulan tersebut ke dalam masalah-masalah serupa lainnya?
B. Perangkat Pembelajaran
Menurut Tomlinson (2003:2), materials include anything which can be used to
facilitate the learning of a language. Berdasarkan pengertian tersebut, Tomlinson
mendefinisikan material (perangkat pembelajaran) khusus di dalam pembelajaran
bahasa. Akan tetapi dari pengertian tersebut dapat digeneralisasi bahwa perangkat
pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk memfasilitasi
pembelajaran.
Selain itu, perangkat pembelajaran merupakan sumber-sumber yang digunakan
oleh guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran (Ibrahim, 2003). Sehingga,
dalam penelitian ini yang dimaksud perangkat pembelajaran adalah sekumpulan
sumber belajar yang digunakan guru dan siswa dalam melakukan kegiatan
pembelajaran di kelas. Dalam penelitian ini, perangkat pembelajaran yang
dimaksud adalah perangkat pembelajaran yang menggunakan pendekatan
investigatif, atau disingkat dengan perangkat pembelajaran investigatif. Sehingga,
perangkat pembelajaran investigatif adalah perangkat pembelajaran yang
menggunakan pendekatan investigatif dalam menyelenggarakan proses
pembelajaran dalam kelas. Perangkat pembelajaran investigatif yang
dikembangkan terdiri dari RPP, media pembelajaran komputer, LKS, UH, dan LPP.
29
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik
dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban
menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan
yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
Komponen RPP adalah:
a. Identitas mata pelajaran.
Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester,
program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah
pertemuan.
b. Standar kompetensi.
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta
didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester
pada suatu mata pelajaran.
30
c. Kompetensi dasar.
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai
peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan
indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
d. Indikator pencapaian kompetensi.
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau
diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu
yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian
kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang
dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
e. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
f. Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi.
g. Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD
dan beban belajar.
h. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi
31
dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode
pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta
karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai
pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan
untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI.
i. Kegiatan pembelajaran
1) Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan
memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran.
2) Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD.
Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini
dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi,
elaborasi, dan konfirmasi.
3) Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri
aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk
32
rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan
tindak lanjut.
j. Penilaian hasil belajar.
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan
dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar
Penilaian.
k. Sumber belajar.
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi.
2. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran yang berisi tugas yang harus
dikerjakan oleh peserta didik. LKS biasanya berupa petunjuk, langkah untuk
menyelesaikan suatu tugas, suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan
harus jelas kompetensi dasar yang akan dicapainya.(Depdiknas, 2004:18). Trianto
(2008:148) mendefinisikan bahwa Lembar Kerja Siswa adalah panduan siswa yang
digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan dan pemecahan masalah.
Menurut pengertian di atas maka LKS berwujud lembaran berisi tugas-tugas
guru kepada siswa yang disesuaikan dengan kompetensi dasar dan dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai. Atau dapat dikatakan juga bahwa LKS adalah
panduan kerja siswa untuk mempermudah siswa dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran.
LKS merupakan media pembelajaran berbasis print yang membawa pesan
kepada siswa. Oleh karena itu, strategi pengembangan LKS berbeda dengan jenis
33
media pembelajaran lainnya. Akan tetapi, menurut Leshin et. al. (1992: 258) pada
dasarnya terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan media
pembelajaran, yaitu: desain pesan (message design), interaktivitas (interactivity),
dan alat pemusat perhatian (attention-focusing devices).
a. Menyertakan Prinsip-prinsip Desain Pesan ke dalam Pengajaran
Terdapat enam elemen yang perlu diperhatikan dalam mendesain
LKS, yaitu konsistensi, gaya susunan, organisasi, kemenarikan, ukuran
font, dan penggunaan ruang putih. Berikut ini prinsip-prinsip
menyampaikan pesan pembelajaran dalam media cetak, khususnya dalam
LKS.
1) Konsistensi
• LKS sebaiknya menggunakan gaya susunan yang konsisten di
setiap halaman dan menghindari perpaduan jenis font dan ukuran
font.
• LKS diusahakan ditulis dengan ukuran spasi yang konsisten.
Penulisan LKS sebaiknya menggunakan ukuran spasi yang sama
antara judul dengan batas halaman, dan antara judul dengan badan
teks. Ukuran spasi yang tidak sama dipandang berantakan dan
tidak pantas untuk diberi perhatian secara serius.
2) Gaya Susunan
• Jika dalam LKS sering memuat paragraf yang panjang maka
pemilihan gaya satu kolom dirasa pantas. Sedangkan jika LKS
34
sering memuat paragraf yang pendek maka pemilihan gaya dua
kolom dirasa yang paling sesuai.
• Konten-konten yang yang berbeda sebaiknya dilabeli dan dipisah
secara visual.
• Strategi-strategi pengajara yang berbeda sebaiknya dilabeli dan
dipisah secara visual.
3) Organisasi
• LKS sebaiknya memuat alat yang dapat memberitahu pembaca
bagian mana yang dia baca. Sehingga pembaca dengan mudah
tahu subbab mana yang dia baca. Jika mungkin, sebaiknya LKS
menyediakan pedoman yang menginformasikan pembaca untuk
dapat melihat bagian mana yang dia baca jika dilihat dari teks
secara keseluruhan.
• Teks-teks dalam LKS sebaiknya diorganisasikan agar informasi-
informasi dalam LKS tersebut mudah ditemukan.
• Teks-teks yang perlu dipisah dengan teks lainnya sebaiknya
dipisah dengan menggunakan kotak.
4) Kemenarikan
• Pengenalan masing-masing subbab dalam LKS sebaiknya
digunakan dengan cara yang berbeda. Hal ini akan memotivasi
siswa untuk membaca teks dalam subbab tersebut.
35
5) Ukuran Font
• Penulisan teks dalam LKS sebaiknya menggunakan ukuran font
yang sesuai dengan pembaca, pesan pembelajaran, dan teks di
sekitarnya. Ukuran font yang bagus berkisar antara 10 – 12 poin.
• Penulisan teks dalam LKS sebaiknya menghindari penggunaan
kata yang setiap hurufnya kapital, karena dapat menyulitkan
pembaca.
6) Ruang Putih
• Penggunaan ruang putih atau ruang kosong, yang bebas dari teks
dan gambar, digunakan untuk menambahkan efek kontras.
Penggunaan ruang putih sangat penting dalam desain grafis untuk
menyediakan ruang istirahat bagi mata pembaca setelah membaca
teks-teks sebelumnya. Ruang putih dapat berupa beberapa
bentuk, yaitu
o Sebagai daerah yang mengelilingi penajukan (heading).
o Dalam marjin halaman. Penggunaan marjin yang lebar akan
mendorong perhatian pembaca ke tengah halaman.
o Jarak antar kolom. Jika kolom dalam halaman semakin besar,
maka sebaiknya jarak antar kolom tersebut juga dibuat
semakin lebar.
o Ruang antara garis akhir dari penulisan teks yang tidak
menggunakan gaya rata kanan-kiri.
o Jarak inden awal paragraf.
36
o Jarak antar baris teks atau antar paragraf.
• Jarak antar baris teks sebaiknya disesuaikan untuk meningkatkan
keterbacaan teks dalam LKS.
• Jarak antar paragraf sebaiknya ditambah untuk meningkatkan
keterbacaan teks dalam LKS.
b. Menyertakan Interaktivitas ke dalam Pengajaran
Pengembang sebaiknya sadar akan kapabilitas LKS dan mencari cara
kreatif untuk menyertakan interaktivitas ke dalam LKS tersebut. Berikut
ini beberapa prinsip yang dapat diterapkan untuk menyertakan
interaktivitas dalam LKS.
1) Pengelompokan
Penyajian informasi sebaiknya dikelompokkan ke dalam
kelompok-kelompok dengan ukuran yang sesuai agar dapat dengan
mudah dapat diasimilasi oleh siswa.
2) Analisis Siswa secara Individual
Pengembangan LKS harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
Sehingga LKS yang dikembangkan memuat latihan-latihan yang
dapat memenuhi kebutuhan siswa.
3) Analisis Respon Siswa
LKS dikembangkan berdasarkan hasil analisis respon siswa.
Berdasarkan bagaimana siswa merespon suatu pertanyaan atau
aktivitas kerja, maka dalam LKS seharusnya menyediakan
37
kesempatan siswa untuk latihan tambahan, mengakses contoh-contoh
yang lebih banyak, atau menyarankan bahan bacaan.
4) Belajar dengan Kecepatan Sendiri
LKS sebaiknya menyediakan kesempatan bagi siswa untuk
belajar sesuai dengan kecepatan belajarnya masing-masing. Sebagian
besar program pengajaran yang sukses memberikan kesempatan siswa
untuk belajar sesuai dengan kecepatannya sendiri.
5) Variasi Program
Selain LKS sebaiknya digunakan bermacam-macam media
lainnya. Media memiliki karakteristik berbeda-beda yang dapat
meningkatkan keefektifan pengajaran.
c. Menyertakan Alat Pemusat Perhatian
Alat pemusat perhatian untuk LKS mencakup alat-alat yang
digunakan untuk penekanan. Beberapa isyarat yang dapat digunakan
secara efektif dalam LKS antara lain warna, font, dan kotak.
1) Warna
• Warna dapat digunakan sebagai isyarat untuk penarik
perhatian pada hal yang penting.
• Dalam menekankan kata kunci atau hal yang penting
sebaiknya digunakan warna yang konsisten.
2) Font dan Ketebalan Font
• Penekanan kata kunci ata judul sebaiknya digunakan font
yang enak dipandang mata, huruf miring, atau huruf tebal.
38
3) Kotak dan Garis
• Kotak sebaiknya digunakan sebagai tempat untuk informasi
yang dianggap penting.
• Penggunaan garis bawah untuk teks sebaiknya dihindari
karena hal tersebut dapat mengurangi keterbacaan teks.
3. Ulangan Harian (UH)
Ulangan harian merupakan tes penguasaan, karena tes ini mengukur
penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan oleh guru atau dipelajari oleh
siswa (Purwanto, 2009: 66). Sehingga UH diujikan untuk mengetahui sejauh mana
perubahan perilaku yang diinginkan dalam tujuan pembelajaran telah dapat dicapai
oleh para siswa.
Berdasarkan bentuk pertanyaannya, UH dapat berbentuk objektif dan esai. Tes
esai adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari pertanyaan atau suruhan yang
menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relatif panjang. Tes
dirancang untuk mengukur hasil belajar di mana unsur-unsur yang diperlukan untuk
menjawab soal dicari, diciptakan, dan disusun sendiri oleh siswa. Sedangkan tes
objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab
tes telah tersedia. Butir soal telah mengandung kemungkinan jawaban yang harus
dipilih atau dikerjakan oleh siswa.
Tes esai dan tes objektif memiliki kelebihan dan kelemahnnya masing-masing.
Dibanding dengan tes objektif, soal esai mempunyai beberapa kelebihan, yaitu:
• Kekuatan soal untuk mengukur hasil belajar yang kompleks dan
melibatkan level kognitif yang tinggi.
39
• Memberi kesempatan kepada siswa untuk menyusun jawaban sesuai
dengan jalan pikirannya sendiri.
Walaupun soal esai sangat berguna, namun jenis soal tersebut memiliki
berberapa keleman. Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh soal esai, yaitu:
• Terdapat subjektivitas dalam penilaiannya karena penilai yang berbeda
atau situasi yang berbeda.
• Tes esai menghendaki jawaban yang panjang, sehingga tidak memungkin-
kan ditulis butir tes dalam jumlah banyak.
• Penggunaan soal esai membutuhkan waktu koreksi yang lama dalam
menentukan nilai.
Tes objektif mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan tes esai. Kelebihan-
kelebihan tes tersebut, yaitu:
• Penilaian tes objektif yang sangat objektif. Keuntungan ini membuat soal
objektif memiliki reliabilitas yang tinggi, siapapun yang menilai dan
kapanpun dinilai, hasilnya akan tetap sama.
• Dalam tes bentuk objektif dimungkinkan dapat ditulis butir soal dalam
jumlah banyak. Butir soal yang banyak memungkinkan untuk mencakup
semua daerah prestasi yang hendak diukur.
Di samping kelebihan-kelebihan tersebut, tes objektif juga memiliki beberapa
kelemahan, yaitu:
• Tes objektif diragukan kemampuannya untuk mengukur hasil belajar yang
kompleks dan tinggi.
40
• Peluang melakukan tebakan sangat tinggi. Siswa akan menggunakan
semua informasi yang diingatnya untuk menjawab soal.
Ada enam tahap dalam merencanakan dan menyusun tes agar diperoleh tes
yang baik, yaitu:
a. Pengembangan spesifikasi tes.
Spesifikasi tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan keseluruhan
kualitas tes dan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh tes yang akan dikembangkan.
Hal yang perlu diperhatikan adalah:
1) Menentukan tujuan, tujuan pembelajaran yang baik hendaklah
berorientasi kepada peserta didik, bersifat menguraikan hasil belajar,
harus jelas dan dapat dimengerti, mengandung kata kerja yang jelas
(kata kerja operasional), serta dapat diamati dan dapat di ukur.
2) Menyusun kisi-kisi soal, penyusunan kisi-kisi soal bertujuan untuk
merumuskan setepat mungkin ruang lingkup, tekanan dan bagian-
bagian tes sehingga perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang
efektif bagi penyusun tes.
3) Memilih tipe soal, dalam memilih tipe soal perlu diperhatikan
kesesuaian antara tipe soal dengan materi, tujuan evaluasi, skoring,
pengelolaan hasil evaluasi, penyelenggaraan tes, serta ketersediaan
dana dan kepraktisan.
4) Merencanakan tingkat kesukaran soal, untuk soal objektif dapat
diketahui melalui uji coba atau dapat juga diperkirakan berdasarkan
berat ringannya beban penyeleaian soal tersebut.
41
5) Merencanakan banyak soal.
6) Merencanakan jadwal penerbitan soal.
b. Penulisan soal.
c. Penelaahan soal, yaitu menguji validitas soal yang bertujuan untuk
mencermati apakah butir-butir soal yang disusun sudah tepat untuk
mengukur tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan, ditinjau dari segi
isi/materi, kriteria dan psikologis.
d. Pengujian butir-butir soal secara empiris, kegiatan ini sangat penting jika
soal yang dibuat akan dibakukan.
e. Penganalisisan hasil uji coba.
f. Pengadministrasian soal.
4. Lembar Penilaian Proses
Penilaian proses merupakan penilaian yang menitikberatkan sasaran penilaian
pada tingkat efektivitas kegiatan belajar mengajar dalam rangka pencapaian tujuan
pengajaran. Mulyasa (2013), menyatakan bahwa penilaian proses dimaksudkan
untuk menilai kualitas pembelajaran serta internalisasi karakter dan pembentukan
kompetensi siswa, termasuk bagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan. Dalam
hal ini, penilaian proses dilakukan untuk menilai aktivitas, kreativitas, dan
keterlibatan siswa dalam pembelajaran, terutama keterlibatan mental, emosional,
dan sosial dalam pembentukan kompetensi serta karakter siswa.
Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas jika seluruh
atau setidak-tidaknya sebagian besar (minimal 80%) siswa terlibat secara aktif, baik
fisik, mental ataupun sosial dalam proses pembelajaran. Selain itu, keberhasilan
42
tersebut ditunjukkan dengan kegairahan belajar siswa yang tinggi, semangat belajar
siswa yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Secara umum, proses
pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila masukan merata,
menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan
kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan.
Penilaian proses dapat dilakukan dengan pengamatan (observasi) dan reflektif.
Pengamatan dilakukan oleh guru ketika siswa sedang mengikuti pembelajaran,
mengajukan pertanyaan/permasalahan, merespon atau menjawab pertanyaan,
berdiskusi dan mengerjakan tugas-tugas pembelajaran lainnya, baik di kelas
maupun di luar kelas.
Dimensi penilaian proses belajar mengajar berkenaan dengan komponen-
komponen yang membentuk proses belajar-mengajar dan keterkaitan atau
hubungan di antara komponen-komponen tersebut. Komponen pengajaran sebagai
dimensi penilaian proses belajar-mengajar setidak-tidaknya mencakup:
a. Tujuan pengajaran atau instruksional
Komponen tujuan instruksional, yang meliputi aspek-aspek ruang lingkup
tujuan, abilitas yang terkandung di dalamnya, rumusan tujuan, kesesuaian
dengan kemampuan siswa, jumlah dan waktu yang tersedia untuk
mencapainya, kesesuaian dengan kurikulum yang berlaku, keterlaksanaan
dalam pengajaran.
b. Bahan pengajaran
Komponen bahan pengajaran, yang meliputi ruang lingkupnya, kesesuaian
dengan tujuan, tingkat kesulitan bahan kemudahan memperoleh dan
43
mempelajarinya, daya gunanya bagi siswa, keterlaksanaan sesuai dengan
waktu yang tersedia, sumber-sumber untuk mempelajarinya, cara
mempelajarinya, kesinambungan bahan, relevansi bahan dengan kebutuhan
siswa, prasyarat mempelajarinya.
c. Kondisi siswa dan kegiatan belajarnya
Komponen siswa, yang meliputi kemampuan prasyarat, minat dan
perhatian, motivasi, sikap, cara belajar yang dimiliki, hubungan sosialisasi
dengan teman sekelas, masalah belajar yang dihadapi, karakteristik dan
kepribadian, kebutuhan belajar, identitas siswa dan keluarganya yang erat
kaitannya dengan pendidikan di sekolah.
d. Kondisi guru dan kegiatan belajarnya
Komponen guru, yang meliputi penguasaan mata pelajaran, keterampilan
mengajar, sikap keguruan, pengalaman mengajar, cara mengajar, cara menilai,
kemauan mengembangkan profesinya, keterampilan berkomunikasi,
kepribadian, kemampuan dan kemauan memberikan bantuan dan bimbingan
kepada siswa, hubungan dengan siswa dan rekan sejawatnya, penampilan
dirinya, keterampilan lain yang diperlukan.
e. Alat dan sumber belajar yang digunakan
Komponen alat dan sumber belajar, yang meliputi jenis alat dan
jumlahnya, daya guna, kemudahan pengadaannya, kelengkapannya,
manfaatnya bagi siswa dan guru, cara penggunaannya. Dalam alat dan sumber
belajar ini termasuk alat peraga, buku sumber, laboratorium dan perlengkapan
belajar lainnya.
44
f. Teknik dan cara pelaksanaan penilaiannya
Komponen penilaian, yang meliputi jenis alat penilaian yang digunakan,
isi dan rumusan pertanyaaqn, pemerikasaan dan interpretasinya, sistem
penilaian yang digunakan, pelaksanaan penilaian, tindak lanjut hasil penilaian,
pemanfaatan hasil penilaian, administrasi penilaian, tingkat kesulitan soal,
validitas dan reliabilitas soal penilaian, daya pembeda, frekuensi penilaian dan
perencanaan penilaian.
Sudjana (dalam Zone, 2013) menyatakan bahwa penilaian proses memiliki
kriteria, yaitu:
a. Konsistensi kegiatan belajar mengajar dengan kurikulum
Kurikulum adalah program belajar mengajar yang telah ditentukan sebagai
acuan apa yang seharusnya dilaksanakan. Keberhasilan proses belajar
mengajar dilihat sejauh mana acuan tersebut dilaksanakan secara nyata dalam
bentuk aspek-aspek:
1) Tujuan-tujuan pengajaran
2) Bahan pengajaran yang diberikan
3) Jenis kegiatan yang dilaksanakan
4) Cara melaksanakan jenis kegiatan
5) Peralatan yang digunakan untuk masing-masing kegiatan
6) Penilaian yang digunakan untuk setiap tujuan
b. Keterlaksanaannya oleh guru
Dalam hal ini adalah sejauh mana kegiatan program yang telah
dilaksanakan oleh guru tanpa mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti.
45
Dengan apa yang direncanakan dapat diwujudkan sebagaimana seharusnya,
keterlaksanaan ini dapat dilihat dalam hal:
1) Mengkondisikan kegiatan belajar siswa
2) Menyiapkan alat, sumber, dan perlengkapan mengajar
3) Waktu yang disediakan untuk waktu belajar mengajar
4) Memberikan bantuan dan bimbingan belajar kepada siswa
5) Melaksanakan proses dan hasil belajar siswa
6) Menggeneralisasikan hasil belajar saat itu dan tindak lanjut untuk kegiatan
belajar mengajar berikutnya.
c. Keterlaksanaannya oleh siswa
Dalam hal ini dinilai sejauh mana siswa melakukan kegiatan belajar
mengajar dengan program yang telah ditentukan guru tanpa mengalami
hambatan dan kesulitan yang berarti, keterlaksanaan siswa dapat dilihat dalam
hal:
1) Memahami dan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh guru
2) Semua siswa turut melakukan kegiatan belajar
3) Tugas-tugas belajar dapat diselesaikan sebagaimana mestinya
4) Manfaat semua sumber belajar yang disediakan guru
5) Menguasai tujuan-tujuan pengajaran yang ditetapkan guru
d. Motivasi belajar siswa
Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dalam motivasi belajar
yang ditujukan para siswa pada saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar
dalam hal:
46
1) Minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran
2) Semangat siswa untuk melakukan tugas-tugas belajarnya
3) Tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas belajarnya
4) Reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru
5) Rasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas yang diberikan
e. Keaktifan para siswa dalam kegiatan belajar
Penilaian proses belajar mengajar terutama adalah melihat sejauh mana
keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar, keaktifan siswa
dapat dilihat dalam hal:
1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya
2) Terlibat dalam pemecahan masalah
3) Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami
persoalan yang dihadapi
4) Berusaha tahu mencari informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah
5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai petunjuk guru
6) Menilai kempuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya
7) Melatih diri dalam memecahkan masalah atau soal sejenis
8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya
dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya
47
f. Interaksi guru siswa
Interaksi guru siswa berkenaan dengan komunikasi atau hubungan timbal
balik atau hubungan dua arah antara siswa dan guru atau siswa dengan siswa
dalam melakukan kegiatan belajar mengajar, hal ini dapat dilihat:
1) Tanya jawab atau dialog antara guru dengan siswa atau antara siswa
dengan siswa
2) Bantuan guru terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar, baik
secara individual maupun secara kelompok
3) Dapatnya guru dan siswa tertentu dijadikan sumber belajar
4) Senantiasa beradanya guru dalam situasi belajar mengajar sebagai
fasilitator belajar
5) Tampilnya guru sebagai pemberi jalan keluar manakala siswa menghadapi
jalan buntu dalam tugas belajarnya
6) Adanya kesempatan mendapat umpan balik secara berkesinambungan dari
hasil belajar yang diperoleh siswa
g. Kemampuan atau keterampilan guru mengajar
Kemampuan atau keterampilan guru mengajar merupakan puncak
keahlian guru yang profesional sebab merupakan penerapan semua
kemampuan yang telah dimilikinya dalam hal bahan pengajaran, komunikasi
dengan siswa, metode mengajar, dll. Beberapa indikator dalam menilai
kemampuan ini antara lain:
1) Menguasai bahan pelajaran yang diajarkan kepada siswa
2) Terampil berkomunikasi dengan siswa
48
3) Menguasai kelas sehingga dapat mengendalikan kegiatan kelas
4) Terampil menggunakan berbagai alat dan sumber belajar
5) Terampil mengajukan pertanyaan, baik lisan maupun tulisan
h. Kualitas hasil belajar yang diperoleh siswa
Salah satu keberhasilan proses belajar-mengajar dilihat dari hasil belajar
yang dicapai oleh siswa. Dalam hal ini aspek yang dilihat antara lain:
1) Perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa setelah menyelesaikan
pengalaman belajarnya
2) Kualitas dan kuantitas penguasaan tujuan instruksional oleh para siswa
3) Jumlah siswa yang dapat mencapai tujuan instruksional minimal 75% dari
jumlah instruksional yang harus dicapai
4) Hasil belajar tahan lama diingat dan dapat digunakan sebagai dasar dalam
mempelajari bahan berikutnya
Penilaian proses dalam penelitian ini adalah penilaian yang ditujukan untuk
menilai kualitas proses pembelajaran serta internalisasi karakter dan pembentukan
kompetensi siswa yang meliputi aktivitas, kreativitas, dan keterlibatan siswa secara
fisik, mental, emosional, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Penilaian
proses ini dilakukan melalui pengamatan saat pembelajaran dengan menggunakan
lembar penilaian unjuk kerja dan lembar penilaian sikap.
Penilaian unjuk kerja dipilih karena menurut Kunandar (2014: 263) penilaian
jenis ini secara efektif dapat digunakan untuk kepentingan pengumpulan berbagai
informasi tentang bentuk-bentuk perilaku atau keterampilan yang diharapkan
49
muncul dalam diri peserta didik. Hal ini sesuai dengan tujuan penilaian proses
dalam hal pengumpulan data aktivitas siswa dalam pembelajaran.
Penilaian sikap ditujukan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi
sikap dari peserta didik yang meliputi aspek menerima atau memperhatikan,
merespons atau menanggapi, menilai atau menghargai, mengorganisasi atau
mengelola, dan berkarakter. Sehingga penilaian kompetensi sikap ini sesuai dengan
penilaian proses dalam menilai internalisasi karakter dan keterlibatan siswa secara
mental, emosional, dan sosial dalam proses pembelajaran.
C. Media Pembelajaran Berbasis Komputer
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Djamarah (2006)
menyatakan bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai
penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran. Materi yang ingin disampaikan
adalah pesan pembelajaran, dan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya
proses belajar.
Danim (2010) mengungkapkan media pembelajaran atau media pendidikan
adalah seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru atau
pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik. Sehingga
media menurut Danim berasal dari guru dan ditujukan untuk murid dalam rangka
membangun komunikasi. Sedangkan Munadi (2012: 7) mendefinisikan media
pembelajaran sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan
pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang
50
kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan
efektif.
Berdasarkan uraian tersebut, dalam penelitian ini yang dimaksud media
pembelajaran adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar yang
berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan sehingga tujuan
pembelajaran tercapai dengan lebih baik dan sempurna. Penyampaian pesan ini
berasal dari guru dan ditujukan kepada siswa untuk membangun suatu proses
belajar yang bermakna bagi siswa.
Menurut Gerlach & Ely (1980), ciri-ciri dari media pembelajaran yang
merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat
dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu (atau kurang efisien)
melakukannya adalah sebagai berikut:
• Ciri Fiksatif (Fixative Property)
Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan,
melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Dengan ciri fiksatif,
media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi pada satu
waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu.
• Ciri Manipulatif (Manipulative Property)
Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki
ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan
kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar
time-lapse recording. Suatu kejadian dapat dipercepat dan dapat juga diperlambat
pada saat menayangkan kembali hasil suatu rekaman video.
51
• Ciri Distributif (Distributive Property)
Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian
ditransformasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan
kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama
mengenai kejadian itu.
Media mempunyai beberapa fungsi sebagai alat bantu dalam proses belajar
mengajar. Nana Sudjana (dalam Djamarah & Zain, 2006) merumuskan fungsi
media pembelajaran menjadi enam kategori, sebagai berikut: (1) penggunaan media
dalam proses belajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi
sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif;
(2) penggunaan media pembelajaran merupakan bagian yang integral dari
keseluruhan situasi belajar; (3) media pembelajaran penggunaannya integral
dengan tujuan dan isi pelajaran; (4) penggunaan media dalam pembelajaran bukan
semata-mata alat hiburan, dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses
belajar supaya lebih menarik perhatian siswa; (5) penggunaan media dalam
pembelajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan
membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru; dan (6)
penggunaan media dalam pembelajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu
belajar mengajar.
Selain fungsi-fungsi di atas, media juga memiliki peranan bagi proses
pembelajaran. Peranan yang pertama adalah bahwa media dapat digunakan guru
sebagai penjelas dari keterangan terhadap suatu bahan yang guru sampaikan. Yang
kedua, media dapat memunculkan permasalahan untuk dikaji lebih lanjut dan
52
dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajarnya. Dan yang ketiga, media
sebagai sumber belajar bagi siswa. Media sebagai bahan konkret berisikan bahan-
bahan yang harus dipelajari para siswa, baik individual maupun kelompok.
Kekonkretan sifat media itulah yang akan banyak membantu tugas guru dalam
kegiatan belajar mengajar.
Ada berbagai macam media pembelajaran yang dapat dikategorikan dalam
berbagai bagian, antara lain berdasarkan bentuknya, yaitu suara, media bentuk
visual, dan media gerak. Kategori lainnya berdasarkan dari audiensnya (peserta
didik), yaitu media untuk audiens besar (digunakan televise, radio) dan media untuk
audiens kecil (misalnya papan tulis, poster, dan lainnya) (Widodo & Jasmadi,
2008). Sedangkan menurut Gerlach dan Ely (1980), secara garis besar media dapat
dikategorikan menjadi enam macam, yaitu still pictures; audio recordings; motion
pictures; television; real things, simulations, and models; programmed and
computer-assisted instruction. Media pembelajaran yang berbeda akan
memberikan pengalaman yang berbeda bagi peserta didik.
Dalam beberapa kategori media pembelajaran di atas, terdapat media
pembelajaran komputer (computer-assisted instruction). Media pembelajaran
berbasis komputer adalah suatu media pembelajaran yang dalam penggunaannya
menggunakan komputer (Wena, 2011). Penggunaan komputer atau yang disebut
sebagai teknologi informasi dalam menyampaikan bahan pengajaran
memungkinkan untuk melibatkan pelajar secara aktif serta dapat memperoleh
umpan balik secara cepat dan akurat. Sedangkan Sudatha (2012) mengungkapkan
media pembelajaran berbasis komputer adalah penggunaan komputer sebagai
53
media penyampaian informasi pembelajaran, latihan soal, umpan balik, dan skor
jawaban peserta didik. Berdasarkan uraian tersebut, yang dimaksud media
pembelajaran berbasis komputer dalam penelitian ini adalah suatu media
pembelajaran, yang menyajikan materi dan soal uji kompetensi, yang dapat
digunakan oleh guru, sebagai alat bantu mengajar, dan siswa, sebagai sumber
belajar mandiri, yang memerlukan komputer dalam pengoperasiannya.
Media pembelajaran berbasis komputer memiliki beberapa kriteria/ciri-ciri.
Brown (1977:224) mengungkapkan, ciri-ciri media pembelajaran berbasis
komputer adalah sebagai berikut:
• Media pembelajaran berbasis komputer memberikan informasi secara efektif
dan secara langsung tanpa memerlukan kemampuan membaca kata-kata
tingkat lanjut.
• Media pembelajaran berbasis komputer memberikan gambaran kepada
pengguna mengenai konsep sesuai dengan keadaan nyata, sehingga pengguna
tidak perlu mengalami/mempraktikkan secara langsung konsep yang disajikan.
• Media pembelajaran komputer dapat menyajikan suatu proses seperti proses
aslinya, atau proses tersebut dapat diubah untuk memberikan pengalaman
visual khusus demi kepentingan pemahaman pengguna. Misalkan, media
pembelajaran berbasis komputer dapat digunakan secara normal, dipercepat,
atau diperlambat tampilan visualnya sesuai dengan keinginan pengguna.
• Media pembelajaran komputer dapat memberikan gambaran konsep secara
berulang-ulang, ataupun dapat menggambarkan suatu konsep yang tidak dapat
dilakukan secara langsung di kehidupan nyata.
54
• Media pembelajaran berbasis komputer dapat menyamakan persepsi antar
siswa dalam satu kelompok.
• Media pembelajaran komputer dapat digunakan sebagai pengukur pemahaman
siswa melalui soal-soal yang ditampilkan.
Menurut Azhar (2002), beberapa ciri media yang dihasilkan teknologi berbasis
komputer (baik perangkat keras maupun perangkat lunak) adalah sebagai berikut:
• Mereka dapat digunakan secara acak, non-sekuensial, atau secara linear.
• Mereka dapat digunakan berdasarkan keinginan siswa atau berdasarkan
keinginan perancang/pengembang sebagaimana direncanakannya.
• Biasanya gagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan kata, simbol, dan
grafik.
• Prinsip-prinsip ilmu kognitif untuk mengembangkan media ini.
• Pembelajaran dapat berorentasi siswa dan melibatkan interaktivitas yang
tinggi.
Selain itu, Arsyad (2002) mengungkapkan beberapa ciri utama teknologi
berbasis komputer adalah sebagai berikut:
• Ia dapat digunakan secara acak, sekuensial, secara linear.
• Ia dapat digunakan sesuai dengan keinginan siswa, bukan saja dengan cara
yang direncanakan dan diinginkan oleh perancangnya.
• Gagasan sering disajikan secara realistik dalam konteks pengalaman siswa,
menurut apa yang relevan dengan siswa, dan di bawah pengendalian siswa.
• Prinsip ilmu kognitif dan konstruktivisme diterapkan dalam pengembangan
dan penggunaan pelajaran.
55
• Pembelajaran ditata dan terpusat pada lingkup kognitif sehingga pengetahuan
dikuasai jika pelajaran itu digunakan.
• Bahan-bahan pelajaran melibatkan banyak interaktivitas siswa.
• Bahan-bahan pelajaran memadukan kata dan visual dari berbagai sumber.
Komputer menjadi popular sebagai media pembelajaran karena komputer
memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh media pembelajaran lain sebelum
adanya komputer. Nandi (2006) menjelaskan keistimewaan komputer sebagai
media, yaitu:
• Hubungan interaktif
Komputer menyebabkan terwujudnya hubungan antara stimulus dan respon,
menumbuhkan inspirasi dan meningkatkan minat.
• Pengulangan
Komputer memberikan fasilitas bagi pengguna untuk mengulang materi atau
bahan pelajaran yang diperlukan, memperkuat proses pembelajaran dan
memperbaiki ingatan, memiliki kebebasan dalam memilih materi atau bahan
pelajaran.
• Umpan balik dan peneguhan
Media komputer membantu siswa memperoleh umpan balik (feedback)
terhadap pelajaran secara leluasa dan dapat memacu motivasi pelajar dengan
peneguhan positif yang diberi apabila pelajar memberikan jawaban.
• Simulasi dan uji coba
Media komputer dapat mensimulasikan atau menguji coba penyajian bahan
pelajaran yang sulit.
56
Di samping kelebihan dan keuntungan dari media pembelajaran komputer tentu
saja ada kekurangan dan kelemahannya. Hambatan pemakaian komputer sebagai
media pembelajaran antara lain adalah hambatan dana, ketersediaan piranti lunak
dan keras komputer, keterbatasan pengetahuan teknis dan teoritis dan penerimaan
terhadap teknologi.
Ada beberapa tipe-tipe media pembelajaran berbasis komputer, yaitu tutorial
(penjelasan), drill-and-practice (latihan dan praktik), dan simulasi (Wena,
2011:203). Pada tipe latihan dan praktik, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan
atau masalah untuk dipecahkan, kemudian komputer akan memberi respons (umpan
balik) atas jawaban yang diberikan siswa. Model ini hampir sama dengan pekerjaan
rumah yang diberikan pada siswa, kemudian guru memberikan umpan balik.
Namun, dalam pembelajaran berbasis komputer, balikan akan diberikan segera
pada masing-masing siswa sehingga tahu di mana letak kesalahannya. Media
pembelajaran berbasis komputer tipe tutorial menyediakan rancangan pembelajaran
yang kompleks yang berisi materi pelajaran, latihan yang disertai umpan balik.
Sedangkan media pembelajaran berbasis komputer tipe simulasi menyajikan
pembelajaran dengan sistem simulasi yang berhubungan dengan materi yang
dibahas.
Dalam penelitian ini, media pembelajaran berbasis komputer yang dipakai
merupakan media pembelajaran interaktif berbasis flash. Media pembelajaran
tersebut berupa materi dan latihan-latihan, sehingga media tersebut memiliki fungsi
simulasi, tutorial, dan drill-and-practice.
57
a. Materi
Materi pada media pembelajaran yang dikembangkan sebagian besar
berupa simulasi bagaimana untuk melakukan kegiatan investigasi
matematika. Sehingga media tersebut secara visual dapat
mendemonstrasikan langkah-langkah dalam setiap kegiatan investigasi.
Selain fungsi simulasi, media yang dikembangkan juga memuat
materi-materi yang dapat berfungsi sebagai tutor bagi siswa. Sehingga
media tersebut menyediakan segala informasi, baik berupa tulisan,
gambar, maupun animasi, yang berhubungan dengan materi pencerminan.
b. Latihan
Latihan pada media pembelajaran yang dikembangkan berupa soal-
soal drill-and-practice dan problem solving. Soal-soal yang berupa drill-
and-practice dapat dijawab pada komputer dan secara langsung
mendapatkan umpan balik. Sedangkan soal problem solving dirancang
untuk dikerjakan pada LKS karena membutuhkan proses yang relatif
panjang.
D. Media Pembelajaran Komputer dalam Pembelajaran Matematika dengan
Pendekatan Investigatif
Menurut Kwang (2002), guru dalam kelas investigasi tidak lagi membelajarkan
siswanya dengan metode ceramah ataupun membaca, melainkan guru dalam kelas
tersebut lebih berperan sebagai penyedia permasalahan yang menantang bagi siswa
untuk mendukung inkuiri siswa dalam pembelajaran yang kondusif. Oleh karena
itu, peran guru dalam kelas investigasi dapat diuraikan sebagai berikut.
58
• Mendemonstrasikan bagaimana mendekati berbagai macam aspek dalam
proses investigasi.
• Menjadi pendorong sosial dalam membantu siswa untuk terlatih secara
matematis dengan mendorong mereka untuk bertanya, memberikan tantangan
kepada dirinya, dan belajar apapun mengenai perilaku matematis.
• Mendengarkan siswa sehingga guru dapat memahami keyakinan siswa
mengenai pembelajaran, pengalaman yang mereka bawa kepada penyelidikan
tertentu, dan untuk memperoleh pemahaman dalam makna dan hubungan yang
siswa bangun selama penyelidikan.
• Memberikan investigasi ‘singkat’ kepada siswa yang menghasilkan
penghargaan jangka pendek. Secara bertahap, ketika siswa sudah mulai terbuka
dengan investigasi, investigasi yang lebih ‘panjang’ di mana tujuannya tidak
begitu kelihatan dapat dikenalkan.
Peran guru yang pertama dalam kelas investigasi tersebut sesuai dengan fungsi
dari media pembelajaran komputer, yaitu fungsi simulasi. Menurut Roblyer dan
Doering (2009) simulasi adalah suatu model yang dikomputerisasi dari sistem nyata
atau imajiner yang didesain untuk mengajar bagaimana suatu sistem bekerja. Alessi
dan Trollip (2001) membagi simulasi menjadi dua jenis, yaitu simulasi yang
digunakan untuk mengajarakan mengenai sesuatu dan sumulasi yang digunakan
untuk mengajarkan bagaimana melakukan sesuatu. Selanjutnya, simulasi untuk
mengajarkan mengenai sesuatu dibagi lagi menjadi 2 jenis, yaitu:
• Simulasi Fisik. Simulasi ini dapat digunakan oleh pengguna untuk
memanipulasi sesuatu atau proses yang direpresentasikan pada layar. Dalam
59
pembelajaran investigatif, fungsi ini dapat digunakan untuk menyelidiki sifat-
sifat segitiga siku-siku dengan menampilkan animasi yang menunjukkan
bahwa luas persegi pada sisi miring sama dengna jumlah dari luas persegi pada
kaki-kaki segitiga tersebut. Dengan menampilkan beberapa segitiga siku-siku
dengan ukuran yang berbeda, diharapkan siswa mampu mengambil dugaan
(conjecturing) mengenai sifat dari segitiga siku-siku.
• Simulasi yang Berulang. Simulasi ini dapat mempercepat (atau memperlambat)
proses yang biasanya terjadi terlalu lambat (atau terlalu cepat) sehingga siswa
tidak dapat melihat proses tersebut secara berulang kali. Simulasi jenis ini
dapat digunakan dalam pembelajaran investigatif, khususnya dalam proses
spesialisasi (specializing). Ketika siswa masuk dalam tahap mengumpulkan
dan mengamati data, proses pengulangan dalam penyajian data sangat
diperlukan. Misalkan ketika dalam proses investigasi konvers Teorema
Pythagoras, penyajian animasi bentuk-bentuk segitiga yang memenuhi tripel
Pythagoras perlu dilakukan pengulangan agar siswa mendapatkan pola untuk
kemudian dijadikan acuan mereka untuk mengambil suatu dugaan.
Serupa dengan simulasi yang mengajarkan mengenai sesuatu, simulasi yang
mengajarkan bagaimana melakukan sesuatu juga dibagi lagi menjadi dua jenis,
yaitu:
• Simulasi Prosedural. Simulasi ini dapat menyediakan aktivitas-aktivitas yang
mengajarkan tahap-tahap dalam melakukan prosedur tertentu. Simulasi ini
dapat mendukung keempat proses berpikir investigatif, yaitu specializing,
conjecturing, generalizing, dan justifying. Misalkan dalam proses investigasi
60
segitiga siku-siku istimewa. Media pembelajaran komputer dapat digunakan
untuk menyajikan urutan langkah-langkah dalam menyelidiki segitiga siku-
siku istimewa. Pertama, media tersebut dapat digunakan untuk menyajikan
bagaimana dalam melukis segitiga siku-siku istimewa, yang menggiring siswa
masuk ke dalam proses berpikir specializing. Selanjutnya, secara interaktif
(dengan peran guru) media tersebut dapat bertanya kepada siswa apa saja yang
dapat diamati dari segitiga-segitiga tersebut. Proses ini mendorong siswa dalam
tahapan conjecturing. Selain itu, media pembelajaran komputer juga dapat
membantu siswa untuk masuk ke dalam tahap generalizing dengan
memberikan tampilan interaktif yang dapat diisi oleh siswa, dan kemudian
secara langsung komputer memberikan kilas balik (feedback) mengenai
kesimpulan siswa tersebut. Dan yang terakhir, komputer juga dapat
menampilkan bukti formal yang mendorong siswa untuk melakukan tahap
justifying.
• Simulasi Situasional. Program ini memberikan masalah hipotetis kepada siswa
dan mendorong mereka untuk bereaksi terhadap permasalahan tersebut.
Misalkan, komputer dapat memberikan berbagai macam urutan tiga bilangan,
beserta segitiga-segitiga yang merepresentasikannya, kemudian meminta siswa
untuk memilih pasangan bilangan mana saja yang merupakan tripel
Pythagoras.
Selanjutnya, peran guru yang keempat sesuai dengan fungsi drill-and-practice
dari media pembelajaran komputer. Peran dalam memberikan investigasi dan
penghargaan kepada siswa dapat dibantu oleh komputer, melalui fungsi drill-and-
61
practice tersebut. Menurut Roblyer dan Doering (2009) drill-and-practice
menyediakan latihan-latihan kepada siswa beserta umpan baliknya (feedback).
Jenis-jenis dari drill-and-practice dibedakan berdasarkan bagaimana program
tersebut menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa (Roblyer & Doering, 2009).
Berikut ini jenis-jenis dari drill-and-practice:
• Aktivitas Kartu Flash. Pada jenis ini siswa melihat sekumpulan pertanyaan atau
permasalahan, yang disajikan dalam suatu waktu. Siswa kemudian memilih
atau mengetikkan jawaban, dan program tersebut meresponnya dengan umpan
balik yang positif atau negatif tergantung kebenaran dari jawaban siswa
tersebut. Dalam pembelajaran dengan pendekatan investigatif, fungsi ini sesuai
dengan fase menjawab dan mengomunikasikan jawaban (Setiawan, 2006).
Pada fase ini, siswa menerapkan keterampilan yang telah diperoleh pada
persoalan yang lebih kompleks. Dengan kegiatan ini, diharapkan siswa lebih
terbuka terhadap investigasi matematika dan siap untuk investigasi yang lebih
‘panjang.’
• Dril/Latihan Bercabang. Jenis ini merupakan bentuk yang lebih rumit dari drill-
and-practice. Pada jenis ini, siswa diarahkan ke permasalahan yang lebih
rumut apabila mereka berhasil menjawab dengan benar permasalahan-
permasalahan yang sederhana. Pada jenis ini, program tersebut juga
memberikan penghargaan, ucapan selamat misalnya, kepada siswa jika mereka
berhasil menguasai level tertentu. Fungsi ini sangat sesuai dengan peran guru
pada pembelajaran investigatif yang terus memotivasi siswa untuk melakukan
investigasi tingkat lanjut.
62
• Aktivitas Umpan Balik yang Luas. Pada drill-and-practice jenis ini, siswa
tidak hanya mendapatkan umpan balik berupa salah atau benar, tetapi mereka
juga mendapatkan umpan balik mengapa mereka melakukan kesalahan.
Dengan demikian, siswa dapat menambah pengalaman dalam mengembangkan
pamahaman konsep matematika dan hubungan antar konsep (Haylock &
Thangata, 2007) yang sesuai dengan salah satu tujuan dari pembelajaran
investigatif.
E. Karakteristik Media Pembelajaran Berbasis Komputer yang Efektif
Hannafin dan Peck (1988: 16) menyatakan bahwa media pembelajaran berbasis
komputer yang efektif merupakan media pembelajaran berbasis komputer yang
memenuhi tujuan-tujuan mengapa media tersebut dikembangkan. Sebagai contoh,
tujuan-tujuan yang sering ditetapkan untuk mengembangkan suatu media
pembelajaran berbasis komputer antara lain untuk mencapai tujuan pembelajaran,
untuk menyesuaikan kebutuhan individual siswa, untuk memudahkan implementasi
pembelajaran dalam lingkungan tertentu, dan untuk meningkatkan minat belajar
siswa.
Sebelum mendefinisikan karakteristik media pembelajaran berbasis komputer
yang efektif, peninjauan terhadap media pembelajaran yang tidak bagus diperlukan.
Menurut Bork (dalam Hannafin dan Peck, 1988) ciri-ciri media pembelajaran
berbasis komputer yang tidak baik antara lain bahwa media pembelajaran tersebut
gagal menggunakan kemampuan interaktivitas komputer, gagal menggunakan
kemampuan individualisasi komputer, menggunakan format isian interaktif yang
tidak sesuai, menggunakan presentasi yang memuat banyak teks dalam satu layar,
63
menggunakan ilustrasi yang tidak bermakna, memperlakukan layar komputer sama
seperti halaman buku, menyajikan materi yang menarik tetapi tidak sesuai dengan
tujuan pembelajaran, menyajikan game yang tidak sesuai dengan tujuan
pembelajaran, menyajikan banyak “perintah” ketika memulai program, sulit untuk
dioperasikan walaupun oleh guru, sulit untuk memanggil salah satu topik yang
terlanjur terlewatkan, bergantung pada media cetak tambahan, menyajikan materi
yang tidak menarik perhatian siswa.
Beberapa ciri-ciri media pembelajaran berbasis komputer yang tidak bagus
tersebut harus dihindari dalam mengembangkan media pembelajaran berbasis
komputer, sehingga akan dihasilkan suatu media pembelajaran berbasis komputer
yang berkualitas. Akan tetapi, terdapat perbedaan antara mengeliminasi kelemahan
dan menciptakan kelebihan. Sehingga, perlu diperjelas lagi karakteristik media
pembelajaran berbasis komputer yang efektif.
Menurut Hannafin dan Peck (1988: 17) karakteristik media pembelajaran
berbasis komputer yang efektif adalah sebagai berikut.
• Media pembelajaran berbasis komputer yang efektif didasarkan pada
tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran berkontribusi kepada pembelajaran dalam
berbagai macam cara. Tujuan pembelajaran dapat membantu pengembang
untuk mendesain aktivitas-aktivitas yang sesuai dan fokus terhadap topik-
topik yang diperlukan. Tujuan pembelajaran membantu siswa dalam hal
penegasan topik-topik yang penting. Tujuan pembelajaran juga membantu
guru untuk menentukan apakah pembelajaran yang didesain cocok untuk
64
belajar secara kelompok atau secara individu. Terakhir, tujuan
pembelajaran merupakan dasar evaluasi bagi hasil belajar siswa dan
pembelajaran itu sendiri.
Agar tujuan pembelajaran dapat meningkatkan desain media
pembelajaran berbasis komputer, maka tujuan pembelajaran tersebut harus
dinyatakan secara jelas sehingga pengembang, siswa, dan guru dapat
membaca serta memahaminya. Selain itu, karena tujuan pembelajaran
digunakan sebagai dasar evaluasi, maka tujuan pembelajaran tersebut juga
harus terukur. Tujuan pembelajaran tersebut haruslah jelas apakah siswa
sudah menguasai materi yang disampaikan atau belum.
• Media pembelajaran berbasis komputer yang efektif berpadanan pada
karakteristik siswa.
Media pembelajaran berbasis komputer haruslah didesain untuk
subpopulasi tertentu. Sebagai contoh, media pembelajaran berbasis
komputer tersebut didesain untuk siswa kelas VII, untuk siswa kelas XI
IPA, atau untuk mahasiswa calon guru. Penyampaian materi dalam media
tersebut harus sesuai dengan karakteristik siswa di mana media itu akan
diimplementasikan.
• Media pembelajaran berbasis komputer yang efektif memaksimalkan
interaksi.
Interaktivitas dapat dikatakan sebagai kelebihan utama media
pembelajaran berbasis komputer dibanding dengan media pembelajaran
lainnya. Oleh karena itu, kelebihan tersebut haruslah digunakan secara
65
maksimal oleh pengembang dalam mendesain media pembelajaran
berbasis komputer.
• Media pembelajaran berbasis komputer yang efektif bisa digunakan secara
individual.
Urutan materi dalam media pembelajaran berbasis komputer dapat
diadaptasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa. Potensi
tersebut dapat digunakan untuk mengajarkan beberapa topik yang
diperlukan oleh siswa dan untuk menyediakan pengajaran remidial.
• Media pembelajaran berbasis komputer yang efektif mempertahankan
minat belajar siswa.
Pengembang media pembelajaran berbasis komputer tidak boleh
beranggapan bahwa siswa akan termotivasi untuk mengikuti
pembelajaran, hanya karena komputer sebagai media penyampaian
pengajarannya. Walaupun beberapa siswa pada awalnya lebih menyukai
pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran berbasis
komputer, pengembang juga harus memperhitungkan kemungkinan
motivasi mereka berkurang setelah dilaluinya beberapa proses
pembelajaran. Sehingga pengembang harus mendesain suatu media
pembelajaran berbasis komputer yang akan tetap mempertahankan minat
belajar siswa. Suatu pembelajaran yang tidak mencipatakan dan
mempertahankan minat belajar siswa tidak hanya akan gagal, tetapi juga
akan mengurangi minat belajar siswa pada materi selanjtunya.
66
• Media pembelajaran berbasis komputer yang efektif memberikan
pendekatan yang posisit kepada siswa.
Salah satu alasan mengapa banyak siswa menyukai media
pembelajaran berbasis komputer adalah bahwa mereka menganggap media
pembelajaran berbasi komputer tersebut sebagai media yang nyaman dan
tidak mengancam. Sedangkan siswa sering menganggap bahwa guru
merupakan seseorang yang mengancam dan kritis, oleh karena itu
pengembang sebaiknya mendesaian media pembelajaran berbasis
komputer sebagai media yang sabar, yaitu media yang bisa selalu bisa
memaklumi kesalahan siswa tanpa memberikan hukuman.
• Media pembelajaran berbasis komputer yang efektif memberikan berbagai
macam umpan balik.
Umpan balik positif diperlukan bagi siswa usia muda. Sebaliknya
peserta didik yang lebih dewasa sering lebih memilih untuk mengeliminasi
umpan balik positif untuk membuat pembelajaran yang lebih efisien.
Dalam kedua kasus tersebut, pengembang media pembelajaran berbasis
komputer sebaiknya membuat bentuk umpan balik yang beraneka ragam.
• Media pembelajaran komputer yang efektif sesuai dengan situasi
pembelajaran.
Media pembelajaran berbasis komputer sebaiknya dikembangkan
dengan melihat situasi belajar siswa. Apakah media tersebut
dikembangkan untuk pembelajaran secara individual atau pembelajaran
secara klasikal merupakan hal yang perlu diperhitungkan dalam
67
mengembangkan media tersebut. Sebagai contoh, jika media tersebut
dikembangkan untuk pembelajaran klasikal maka sebaiknya penggunaan
audio yang terlalu keras dihindari karena dapat mengganggu kegiatan
pembelajaran di kelas lain.
• Media pembelajaran berbasis komputer yang efektif dapat mengevaluasi
unjuk kerja secara tepat.
Berikut ini teknik-teknik agar evaluasi dalam media pembelajaran
berbasis komputer dapat dilakukan dengan tepat.
o Berikan pertanyaan-pertanyaan yang benar.
o Hindari pemberian pertanyaan-pertanyaan yang memuat kata-kata
ambigu.
o Pertimbangkan sepenuhnya jawaban-jawaban yang dapat diberikan
oleh siswa.
o Bedakan antara ketidakmampuan menjawab siswa dengan
ketidakmampuan mereka dalam mengoperasikan komputer.
• Media pembelajaran berbasis komputer yang efektif menggunakan
komputer secara bijak.
Pengembang media pembelajaran berbasis komputer harus
memahami kapabilitas sistem komputer agar dapat menyusun suatu
pembelajaran yang efektif. Pengembang harus sadar akan keterbatasan
komputer dengan tujuan untuk menghindari keadaan yang menggangu.
Beberapa contoh keadaan yang harus dihindari adalah animasi gambar
68
yang terlalu pelan dan program yang dihasilkan terlalu besar bagi RAM
komputer.
• Media pembelajaran berbasis komputer yang efektif didasarkan pada
prinsip-prinsip desain pembelajaran.
Seperti media pembelajaran lainnya, materi dalam media
pembelajaran berbasis komputer disusun dengan fase-fase tertentu, dan
masing-masing fase tersebut pada umumnya sangat penting. Materi yang
disusun dengan baik dapat memotivasi siswa, memberitahu tujuan-tujuan
pembelajaran yang akan dicapai, meninjau materi prasyarat yang
diperlukan siswa agar berhasil dalam pembelajaran, menyajikan perintah-
perintah yang disusun dengan baik, mengevaluasi perkembangan siswa
berkali-kali, menyediakan umpan balik yang cukup, menyediakan latihan-
latihan yang cukup, dan mengevaluasi hasil belajar siswa.
• Media pembelajaran berbasis komputer yang efektif telah dievaluasi
secara menyeluruh.
Media pembelajaran berbasis komputer harus dievaluasi pada
beberapa level. Media pembelajaran berbasis komputer harus dievaluasi
dari segi kualitas pembelajarannya, pertimbangan afektif, daya tarik
riasan, dan relevansi kurikulum, serta akurasi program komputernya.
F. Kriteria Perangkat Pembelajaran yang Berkualitas
Terdapat empat kriteria perangkat pembelajaran bisa dikatakan berkualitas,
yaitu: (1) relevansi (atau biasa disebut validitas konten), (2) konsistensi (atau
disebut juga validitas konstruksi), (3) kepraktisan, dan (4) keefektifan. Menurut
69
Nieveen (2007), suatu intervensi, dalam hal ini perangkat pembelajaran, disebut
memiliki kriteria relevansi yang tinggi jika terdapat kebutuhan terhadap perangkat
pembelajaran tersebut, serta perangkat tersebut didesain berdasarkan ilmu
pengetahuan yang terbaru. Kriteria konsistensi yang tinggi mengindikasikan adanya
desain yang ‘logis’ dalam perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Apabila
perangkat pembelajaran yang dikembangkan memenuhi kedua kriteria tersebut,
maka bisa dikatakan perangkat tersebut valid. Terdapat dua jenis kriteria
kepraktisan, yaitu kepraktisan yang diharapkan dan kepraktisan sebenarnya. Suatu
perangkat pembelajaran memiliki kriteria kepraktisan sesuai yang diharapkan
apabila perangkat tersebut diharapkan berguna dalam seting dimana perangkat
tersebut didesain dan dikembangkan. Sedangkan kriteria kepraktisan yang
sebenarnya mengindikasikan kebergunaan perangkat tersebut dalam seting dimana
perangkat tersebut didesain dan dikembangkan. Begitu juga kriteria keefektifan
dibagi menjadi dua macam, yaitu keefektifan yang diharapkan dan keefektifan yang
sebenarnya. Suatu perangkat pembelajaran dikatakan efektif sesuai harapan apabila
perangkat tersebut diharapkan mengakibatkan suatu hasil yang sesuai dengan
tujuan. Sedangkan keefektifan yang sebenarnya menunjukkan apakah perangkat
yang dikembangkan dapat mengakibatkan hasil yang sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan.
Validitas, baik konten maupun konstruksi, suatu perangkat pembelajaran dapat
diukur dengan menggunakan metode screening dan validasi ahli. Metode screening
merupakan suatu metode dimana anggota dari tim penelitian pengembangan
melakukan pengecekan terhadap karakteristik-karakteristik penting yang harus
70
dimiliki oleh perangkat pembelajaran. Sedangkan dalam validasi ahli, beberapa ahli
(misalkan ahli materi, ahli desain pembelajaran, dan guru, sebagai peninjau bahan
ajar) memberikan tanggapan terhadap perangkat pembelajaran yang
dikembangkan, yang biasanya berdasar pada pertanyaan-pertanyaan panduan yang
dibuat oleh peneliti.
Kepraktisan perangkat pembelajaran dapat dievaluasi dengan metode
screening, validasi ahli, walkthrough, evaluasi mikro, dan uji coba. Dalam metode
walkthrough, peneliti dan satu atau beberapa sasaran representatif yang akan dituju,
dikumpulkan bersama-sama untuk memperbaiki perangkat pembelajaran. Dalam
evaluasi mikro, kelompok kecil dari pengguna yang disasar (misalkan siswa atau
guru) diminta untuk menggunakan beberapa bagian perangkat pembelajaran saja.
Sedangkan dalam metode uji coba, beberapa pengguna yang terbatas menggunakan
perangkat pembelajaran secara keseluruhan untuk menyelenggarakan suatu
pembelajaran yang sesuai dengan perangkat tersebut.
Serupa dengan uji kepraktisan, uji keefektifan dapat dilakukan dengan metode
screening, validasi ahli, walkthrough, evaluasi mikro, dan uji coba. Yang
membedakan hanyalah kriteria-kriteria yang akan diujikan terhadap perangkat
pembelajaran yang dikembangkan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat tiga metode tambahan yang
dapat digunakan untuk menguji kepraktisan dan keefektifan perangkat
pembelajaran, yaitu walkthrough, evaluasi mikro, dan uji coba. Ketiga metode
tersebut berkaitan dengan penggunaan atau penerapan perangkat pembelajaran
terhadap pengguna sasaran dalam situasi yang sudah diatur sesuai dengan rencana
71
pembelajaran dalam perangkat pembelajaran. Sehingga kepraktisan dan keefektifan
dari perangkat pembelajaran dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran yang
meliputi: (1) kemampuan guru mengelola pembelajaran, (2) aktivitas siswa, (3)
respon siswa, (4) hasil UH siswa, dan penilaian proses.
Perangkat pembelajaran yang dikembangkan, yaitu RPP, media pembelajaran
berbasis komputer, LKS, UH, dan LPP semuanya melibatkan guru dan siswa di
dalam pembelajaran. Sehingga kepraktisan dan keefektifan perangkat pembelajaran
dapat diuji dengan melihat bagaimana kemampuan guru dalam mengelola kelas.
Aktivitas-aktivitas guru yang diamati adalah:
a. Aktivitas dalam kegiatan pendahuluan
1. Memotivasi siswa
2. Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran
3. Menghubungkan pelajaran saat itu dengan pelajaran sebelumnya
b. Aktivitas dalam kegiatan inti
1. Menjelaskan masalah kontekstual
2. Mengarahkan siswa untuk menemukan jawaban sendiri dengan
memberi bantuan terbatas
3. Mengamati cara siswa menyelesaikan masalah
4. Mengoptimalkan interaksi siswa dalam bekerja
5. Mendorong siswa untuk membandingkan jawaban dengan jawaban
temannya
6. Memimpin diskusi kelas
7. Menghargai pendapat siswa
72
8. Mendorong siswa agar mau bertanya, mengeluarkan pendapat atau
menjawb pertanyaan.
9. Mengajukan dan menjawab pertanyaan
c. Aktivitas guru dalam kegiatan penutup
1. Mengarahkan siswa untuk menyimpulkan atau membuat rangkuman
materi
2. Memberi tugas mandiri dan memotivasi siswa untuk mengerjakan
soal pengayaan
Aktivitas siswa dalam pembelajaran juga merupakan aspek yang diamati dalam
pengujian kriteria kepraktisan dan keefektifan perangkat pembelajaran. Apakah
perangkat pembelajaran yang dikembangkan praktis dan efektif sangat tergantung
pada aktivitas siswa di kelas. Aktivitas-aktivitas siswa yang diamati adalah:
1. Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru/teman dengan aktif
2. Memahami permasalahan pada LKS
3. Menyelesaikan masalah/menemukan cara dan jawaban secara individu
4. Menyampaikan pendapat/ide kepada guru atau teman dalam kelompoknya
saat diskusi kelompok
5. Berdiskusi/bertanya kepada teman/guru
6. Menarik kesimpulan suatu prosedur atau konsep dengan kalimat sendiri
7. Perilaku lain yang tidak relevan dengan kegiatan pembelajaran
Minat merupakan salah satu indikator keefektifan suatu rancangan pengajaran
(Mudhofir, 1987: 164). Jika siswa tidak berminat untuk mempelajari sesuatu maka
tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan baik dalam mempelajari hal tersebut,
73
sebaliknya jika siswa belajar sesuai dengan minatnya maka dapat diharapkan
hasilnya akan lebih baik. Siswa diberi kesempatan untuk belajar melakukan
aktivitas matematisasi, jadi dalam pembelajaran guru hanya sebagai fasilitator.
Motivasi juga merupakan unsur yang paling penting dan memiliki pengaruh yang
cukup kuat untuk menentukan keberhasilan suatu pengajaran (Nur, 2001: 2). Siswa
yan termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih
tinggi dalam mempelajari materi itu sehingga siswa tersebut akan menyerap materi
itu dengan lebih baik.
Berdasar uraian tersebut maka perlu diketahui minat/motivasi siswa dalam
mengikuti pembelajaran. Minat dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran
pada penelitian ini akan ditunjukkan dengan respon siswa terhadap kegiatan
pembelajaran materi pencerminan dengan pendekatan investigatif. Respon siswa
yang dimaksud adalah tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran yang
mengacu pada pendekatan investigatif dan komponen pembelajaran.
Perangkat pembelajaran yang efektif akan membantu siswa untuk mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Sehingga hasil UH siswa sangat
menentukan. Dalam menguji apakah UH yang dikembangkan efektif atau tidak,
dapat digunakan uji validitas, reliabilitas, dan sensitivitas terhadap butir soal-soal
UH.
G. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Menurut Carey (dalam Abdurrahman, 2002: 2007), pengembangan sistem
pembelajaran adalah suatu proses menentukan dan menciptakan situasi dan kondisi
tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi sedemikian sehingga terjadi
74
perubahan dalam tingkah lakunya. Dalam penelitian ini, perangkat pembelajaran
yang dikembangkan adalah perangkat pembelajaran yang menggunakan
pendekatan investigatif, atau disingkat dengan perangkat pembelajaran investigatif.
Sehingga pengembangan perangkat pembelajaran investigatif adalah proses
penyusunan perangkat pembelajaran investigatif yang sesuai dengan alur
pengembangan perangkat pembelajaran tertentu untuk mendapatkan perangkat
pembelajaran investigatif yang valid, efektif, dan praktis.
Model pengembangan perangkat seperti yang disarankan oleh Thiagarajan,
Semmel, dan Semmel (1974: 6) biasa disebut model 4-D (four D Models). Model
ini terdiri dari 4 tahap pengembangan yaitu pendefinisian (define), perancangan
(design), pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate).
Berikut uraian keempat tahap beserta komponen-komponen Model 4-D
Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (1974).
1. Tahap I Pendefinisian (Define)
Tujuan tahap ini adalah untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat
pembelajaran. Fase-fase awal pada tahap ini sebagian besar adalah analisis. Selama
analisis tersebut dilakukan spesifikasi tujuan-tujuan dan batasan-batasan terhadap
materi pembelajaran. Lima fase dalam tahap pendefinisian ini dapat ditunjukkan
oleh Gambar 2.1 berikut.
75
Gambar 2.1 Tahap I Pendefinisian
a. Analisis awal-akhir. Analisis awal-akhir merupakan kajian terhadap
masalah dasar yang dihadapi oleh guru. Selama proses ini, kemungkinan-
kemungkinan pembelajaran alternatif yang lebih efisien dan elegan
diperhatikan. Apabila tidak ditemukan, maka dilakukan pencarian
terhadap perangkat pembelajaran yang telah ada. Jika tetap tidak
ditemukan perangkat pembelajaran alternatif yang relevan, maka perlu
dilakukan pengembangan perangkat pembelajaran.
b. Analisis siswa. Analisis siswa merupakan proses telaah siswa sasaran.
Karakteristik siswa yang relevan terhadap perancangan dan
pengembangan pembelajaran diidentifikasi. Karakteristik tersebut antara
lain kompetensi awal dan latar belakang siswa, sikap umum siswa terhadap
topik pembelajaran, dan media, format, serta preferensi bahasa.
Analisis awal-akhir
Analisis siswa
Analisis tugas Analisis konsep
Spesifikasi tujuan
76
c. Analisis tugas. Langkah ini merupakan pengidentifikasian keterampilan-
keterampilan utama yang diperlukan dan menganalisisnya ke dalam suatu
kerangka sub keterampilan.
d. Analisis konsep. Langkah ini digunakan untuk mengidentifikasi konsep-
konsep utama yang akan diajarkan, menyusunnya secara hierarkis, dan
memilah konsep-konsep individual sehingga dapat dikategorikan mana
konsep yang kritis dan mana konsep yang tidak relevan. Analisis ini dapat
membantu mengidentifikasi kumpulan contoh dan bukan contoh yang
digambarkan dalam pengembangan protokol.
e. Spesifikasi tujuan pembelajaran. Fase ini digunakan untuk mengkorvesi-
kan hasil analisis tugas dan analisis konsep menjadi tujuan-tujuan khusus
yang dinyatakan dengan tingkah laku. Kumpulan tujuan-tujuan ini
merupakan dasar penyusunan tes dan desain pembelajaran. Selanjutnya,
tujuan-tujuan tersebut diintegrasikan ke dalam perangkat pembelajaran
yang akan digunakan oleh guru.
2. Tahap II Perancangan (Design)
Tahap ini bertujuan untuk merancang prototipe perangkat pembelajaran. Tahap
ini dapat dimulai setelah penentuan tujuan-tujuan pembelajaran. Pemilihan media
dan format perangkat pembelajaran serta pembuatan perangkat pembelajaran awal
merupakan aspek penting dalam tahap ini. Empat langkah dalam tahap ini dapat
ditunjukkan oleh Gambar 2.2 berikut.
77
Gambar 2.2 Tahap II Perancangan
a. Penyusunan kisi-kisi tes merupakan langkah yang menjembatani tahap 1,
pendefinisian, dan tahap 2, perancangan. Kisi-kisi tes mengubah tujuan
pembelajaran menjadi ikhtisar perangkat pembelajaran.
b. Pemilihan media dilakukan untuk menentukan media yang tepat untuk
penyajian materi pelajaran. Proses pemilihan media disesuaikan dengan
analisis tugas dan analisis konsep, karakteristik siswa dan fasilitas yang
tersedia di sekolah.
c. Pemilihan format meliputi penyusunan format untuk mendesain isi,
pemilihan strategi pembelajaran dan sumber belajar.
d. Desain awal, kegiatan utamanya adalah menyajikan pembelajaran ke
dalam media yang sesuai dan urutan materi yang pantas. Selain itu, dalam
langkah ini juga memuat perancangan berbagai macam aktivitas
Analisis siswa Spesifikasi tujuan
Penyusunan kisi-kisi tes
Pemilihan media
Pemilihan format
Desain awal
78
pembelajaran, seperti membaca materi, diskusi kelompok, dan presentasi
hasil kerja.
3. Tahap III Pengembangan (Develop)
Tujuan tahap ini adalah untuk memodifikasi prototipe perangkat pembelajaran.
Walaupun sebagian besar prototipe sudah dibuat pada tahap pendefinisian, hasil
pada tahap tersebut harus dipertimbangkan untuk dimodifikasi sebelum menjadi
perangkat pembelajaran akhir yang efektif. Pada tahap pengembangan, umpan balik
diterima selama dilakukan evaluasi formatif dan kemudian berdasarkan umpan
balik tersebut, prototipe perangkat pembelajaran direvisi. Dua langkah dalam tahap
ini dapat diilustrasikan oleh Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Tahap III Pengembangan
a. Penilaian tenaga ahli. Langkah ini dilakukan untuk memperoleh saran
perbaikan. Beberapa ahli diminta untuk mengevaluasi perangkat
pembelajaran. Berdasarkan saran mereka, perangkat pembelajaran
Penilaian tenaga ahli
Tes untuk pengembangan
Desain awal Penyusunan kisi-kisi tes
79
diperbaiki sehingga lebih tepat, efektif, bermanfaat, dan berkualitas teknis
tinggi.
b. Tes untuk pengembangan. Pada langkah ini dilakukan uji coba terbatas.
Berdasarkan tanggapan, reaksi, dan komentar dari objek uji coba,
dilakukan modifikasi perangkat pembelajaran. Siklus menguji, merevisi,
dan menguji kembali dilakukan terus menerus sampai diperoleh perangkat
pembelajaran yang konsisten dan efektif.
4. Tahap IV Penyebaran (Disseminate)
Pengembangan perangkat pembelajaran mencapai tahap akhir jika telah
memperoleh penilaian positif dari tenaga ahli dan melalui tes pengembangan.
Perangkat pembelajaran tersebut kemudian dikemas, disebarkan, dan diterapkan
untuk skala yang lebih luas. Tiga langkah dalam tahap ini dapat ditunjukkan oleh
Gambar 2.4 berikut.
Gambar 2.4 Tahap IV Penyebaran
Tes untuk pengembangan
Uji validasi
Pengemasan
Penyebaran dan adopsi
80
H. Pencerminan
Dengan memindah semua titik bangun geometri berdasarkan aturan tertentu
akan menghasilkan suatu bayangan bangun geometri tersebut. Proses ini disebut
sebagai transformasi. Setiap titik pada bangun geometri yang asli berkorespondensi
dengan titik pada bayangannya. Bayangan titik A setelah dilakukan transformasi
disebut titik A’, seperti yang ditunjukkan oleh transformasi ∆𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 ke ∆𝐴𝐴′𝐴𝐴′𝐴𝐴′
berikut.
Gambar 2.5 Transformasi ∆𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 ke ∆𝐴𝐴′𝐴𝐴′𝐴𝐴′
Pada contoh di atas, ∆𝐴𝐴′𝐴𝐴′𝐴𝐴′ yang merupakan bayangan ∆𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 kongruen
dengan bangun geometri aslinya. Transformasi yang demikian masuk ke dalam
kategori isometri. Salah satu jenis transformasi yang masuk ke dalam kategori
isometri adalah pencerminan atau refleksi. Pencerminan adalah transformasi yang
memasangkan suatu titik dengan banyangannya sedemikian sehingga ruas garis
yang menghubungkan titik dan bayangannya tersebut tegak lurus dan dibagi sama
panjang oleh sumbu pencerminan.
81
1. Sifat Dasar Pencerminan
Sifat dasar pencerminan dapat ditemukan dengan investigasi. Investigasi ini
memerlukan kertas lipat dan penggaris. Berikut langkah-langkah dalam
menemukan sifat penting pencerminan.
1. Lukis suatu poligon dan sumbu simetri di sampingnya pada kertas lipat.
Lipat kertas lipatmu menurut sumbu simetri yang telah dilukis.
2. Lukis bayangan poligon dengan menjiplak poligon tersebut pada sisi
kertas lipat yang lain.
3. Lukis ruas garis yang menghubungkan setiap titik pada poligon dengan
bayangannya.
Gambar 2.6 Investigasi Sifat Dasar Pencerminan
4. Ukurlah besar sudut antara sumbu simetri dan ruas garis yang terbentuk
pada langkah 4.
5. Ukurlah jarak antara perpotongan ruas garis yang terbentuk pada langkah
2 dengan titik pada poligon dan titik bayangannya.
82
Berdasarkan investigasi di atas, diperoleh sifat dasar pencerminan adalah
sebagai berikut.
Sifat Sumbu Simetri Pencerminan
Sumbu simetri suatu pencerminan merupakan garis sumbu ruas-ruas garis yang
menghubungkan suatu titik dengan bayangannya.
2. Pencerminan pada Bidang Koordinat Cartesius
Pencerminan sembarang titik pada bidang koordinat Cartesius terhadap sumbu
pencerminan garis 𝑦𝑦 = 𝑥𝑥, 𝑦𝑦 = −𝑥𝑥, 𝑦𝑦 = 0, dan 𝑥𝑥 = 0 memiliki aturan tertentu.
Berikut ini langkah-langkah dalam menemukan sifat pencerminan suatu titik
terhadap garis 𝑦𝑦 = 0 atau sumbu-𝑥𝑥.
1. Lukis sembarang titik pada koordinat Cartesius (minimal 4 titik).
2. Lukis ruas garis yang salah satu ujungnya merupakan titik-titik yang
terbentuk pada langkah 1 dan memiliki garis sumbu garis 𝑦𝑦 = 0.
3. Tentukan koordinat semua titik yang menjadi titik ujung ruas garis yang
terbentuk pada langkah 2. Titik-titik tersebut merupakan bayangan titik
yang berada pada ujung lain ruas garis.
4. Daftar semua titik beserta bayangannya kemudian tentukan aturan yang
memasangkan setiap titik dengan bayangnnya.
83
Gambar 2.7 Pencerminan terhadap Sumbu-𝑥𝑥
Tabel 2.1 Pencerminan terhadap Sumbu-𝑥𝑥 No. Koordinat Titik Koordinat Bayangan
1. A(4, 2) A’(4, –2)
2. B(–2, 1) B’(–2, –1)
3. C(–4, –3) C’(–4, 3)
4. D(3, –1) D’(3, 1)
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa ordinat titik bayangan
merupakan lawan dari ordinat titik yang dicerminkan. Sehingga sifat pencerminan
terhadap sumbu-𝑥𝑥 atau garis 𝑦𝑦 = 0 dapat dituliskan sebagai berikut.
Sembarang titik 𝐴𝐴(𝑥𝑥,𝑦𝑦) apabila dicerminkan terhadap sumbu-𝑥𝑥 akan menghasilkan
bayangan 𝐴𝐴′(𝑥𝑥,−𝑦𝑦), atau apabila disimbolkan
( ) ( )0, ' ,yCA x y A x y=→ −
84
Untuk menemukan aturan pencerminan sembarang titik terhadap sumbu 𝑥𝑥 = 0
atau sumbu-𝑦𝑦 dapat dilakukan langkah-langkah berikut.
1. Lukis sembarang titik pada koordinat Cartesius (minimal 4 titik).
2. Lukis ruas garis yang salah satu ujungnya merupakan titik-titik yang
terbentuk pada langkah 1 dan memiliki garis sumbu garis 𝑥𝑥 = 0.
3. Tentukan koordinat semua titik yang menjadi titik ujung ruas garis yang
terbentuk pada langkah 2. Titik-titik tersebut merupakan bayangan titik
yang berada pada ujung lain ruas garis.
4. Daftar semua titik beserta bayangannya kemudian tentukan aturan yang
memasangkan setiap titik dengan bayangnnya.
Gambar 2.8 Pencerminan terhadap Sumbu-𝑦𝑦
85
Tabel 2.2 Pencerminan terhadap Sumbu-𝑦𝑦 No. Koordinat Titik Koordinat Bayangan
1. A(4, 2) A’(–4, 2)
2. B(–2, 1) B’(2, 1)
3. C(–4, –3) C’(4, –3)
4. D(3, –1) D’(–3, –1)
5. A(4, 2) A’(–4, 2)
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa absis titik bayangan
merupakan lawan dari absis titik yang dicerminkan. Sehingga sifat pencerminan
terhadap sumbu-𝑦𝑦 atau garis 𝑥𝑥 = 0 dapat dituliskan sebagai berikut.
Sembarang titik 𝐴𝐴(𝑥𝑥,𝑦𝑦) apabila dicerminkan terhadap sumbu-𝑦𝑦 akan menghasilkan
bayangan 𝐴𝐴′(−𝑥𝑥,𝑦𝑦), atau apabila disimbolkan
( ) ( )0, ' ,xCA x y A x y=→ −
Aturan pencerminan suatu titik terhadap garis 𝑦𝑦 = 𝑥𝑥 dapat ditemukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
1. Lukis sembarang titik pada koordinat Cartesius (minimal 4 titik).
2. Lukis garis 𝑦𝑦 = 𝑥𝑥, yaitu garis yang melalui titik (0,0) dan (1,1).
3. Lukis ruas garis yang salah satu ujungnya merupakan titik-titik yang
terbentuk pada langkah 1 dan memiliki garis sumbu garis 𝑦𝑦 = 𝑥𝑥.
4. Tentukan koordinat semua titik yang menjadi titik ujung ruas garis yang
terbentuk pada langkah 2. Titik-titik tersebut merupakan bayangan titik
yang berada pada ujung lain ruas garis.
86
5. Daftar semua titik beserta bayangannya kemudian tentukan aturan yang
memasangkan setiap titik dengan bayangnnya.
Gambar 2.9 Pencerminan terhadap Garis 𝑦𝑦 = 𝑥𝑥
Tabel 2.3 Pencerminan terhadap Garis 𝑦𝑦 = 𝑥𝑥 No. Koordinat Titik Koordinat Bayangan
1. A(3, 1) A’(1, 3)
2. B(–2, 1) B’(1, –2)
3. C(–2, –1) C’(–1, –2)
4. D(1, –1) D’(–1, 1)
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa absis dan ordinat titik
bayangan secara berturut-turut merupakan ordinat dan absis titik yang dicerminkan.
Sehingga sifat pencerminan terhadap garis 𝑦𝑦 = 𝑥𝑥 dapat dituliskan sebagai berikut.
87
Sembarang titik 𝐴𝐴(𝑥𝑥,𝑦𝑦) apabila dicerminkan terhadap garis 𝑦𝑦 = 𝑥𝑥 akan
menghasilkan bayangan 𝐴𝐴′(𝑦𝑦, 𝑥𝑥), atau apabila disimbolkan
( ) ( ), ' ,y xCA x y A y x=→
Aturan pencerminan suatu titik terhadap garis 𝑦𝑦 = −𝑥𝑥 dapat ditentukan dengan
langkah-langkah berikut.
1. Lukis sembarang titik pada koordinat Cartesius (minimal 4 titik).
2. Lukis garis 𝑦𝑦 = −𝑥𝑥, yaitu garis yang melalui titik (0,0) dan (−1,1).
3. Lukis ruas garis yang salah satu ujungnya merupakan titik-titik yang
terbentuk pada langkah 1 dan memiliki garis sumbu garis 𝑦𝑦 = −𝑥𝑥.
4. Tentukan koordinat semua titik yang menjadi titik ujung ruas garis yang
terbentuk pada langkah 2. Titik-titik tersebut merupakan bayangan titik
yang berada pada ujung lain ruas garis.
5. Daftar semua titik beserta bayangannya kemudian tentukan aturan yang
memasangkan setiap titik dengan bayangnnya.
88
Gambar 2.10 Pencerminan terhadap Garis 𝑦𝑦 = −𝑥𝑥
Tabel 2.4 Pencerminan terhadap Garis 𝑦𝑦 = −𝑥𝑥 No. Koordinat Titik Koordinat Bayangan
1. A(3, 1) A’(–3, –1)
2. B(–2, 1) B’(–1, 2)
3. C(–2, –1) C’(1, 2)
4. D(1, –1) D’(1, –1)
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa absis dan ordinat titik
bayangan secara berturut-turut merupakan lawan dari ordinat dan absis titik yang
dicerminkan. Sehingga sifat pencerminan terhadap garis 𝑦𝑦 = −𝑥𝑥 dapat dituliskan
sebagai berikut.
Sembarang titik 𝐴𝐴(𝑥𝑥,𝑦𝑦) apabila dicerminkan terhadap garis 𝑦𝑦 = 𝑥𝑥 akan
menghasilkan bayangan 𝐴𝐴′(−𝑦𝑦,−𝑥𝑥), atau apabila disimbolkan
( ) ( ), ' ,y xCA x y A y x=−→ − −
89
I. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang pendekatan investigatif dalam pembelajaran matematika
pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain sebelumnya. Kukuh, Setiani, dan
Fakhrudin (2014) mendapatkan hasil bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa yang memperoleh pendekatan investigasif dengan strategi
pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik secara signifikan daripada
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional. Selain itu, peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa yang memperoleh pendekatan investigasi dengan strategi pembelajaran
kooperatif tipe STAD lebih baik secara signifikan daripada peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional.
Selain meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik, menurut
Rahmi (2009), secara umum aktivitas siswa dalam pembelajaran kooperatif dengan
pendekatan investigasi cenderung meningkat meskipun persentase aktivitas yang
dilakukan masih sedikit. Hal ini terjadi karena siswa belum terbiasa dengan model
pembelajaran yang dilaksanakan dan kebiasaan siswa yang cenderung pasif.
Namun variasi model pembelajaran ini membuat siswa lebih aktif dan lebih berani
untuk mengkomunikasikan apa yang mereka lakukan dan temukan. Chasanah
(2011) mendeskripsikan bahwa pembelajaran matematika dengan melaksanakan
kegiatan investigasi pada pendekatan Realistik Mathematics Education (RME)
dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa dalam bidang konten
90
yang pada akhirnya dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang konten dari
konsep pencerminan.
Diezmann, Watters, dan English (2001) mengkaji beberapa aspek literasi
matematika yang dapat menghalangi anak-anak usia dini untuk berhasil dalam
melakukan investigasi matematika. Tiga kesulitan anak yang teridentifikasi dalam
aspek pemecahan masalah yaitu (1) metode solusi tidak pantas, (2) lebih fokus pada
fitur permukaan masalah daripada strukturnya, dan (3) kesulitan dalam membuat
masalah mereka sendiri. Kesulitan anak dalam aspek representasi yang dapat
diidentifikasi antara lain (1) salah interpretasi pada kata kunci, (2) penjelasan yang
kurang cukup, dan (3) kesulitan dalam melaporkan temuan mereka. Kesulitan
dalam aspek manipulasi adalah ketidakefektifan dalam penggunaan alat ukur.
Sedangkan dalam aspek beralasan, beberapa kesulitan yang dapat ditemukan antara
lain (1) melakukan dugaan tanpa memberikan bukti-bukti, (2) kesulitan dalam
menemukan penyebab temuan yang berbeda, (3) tidak menggunakan satuan biasa
dalam proses pengukuran, (4) kesulitan dalam membandingkan dua himpunan
objek, dan (5) membuat asumsi yang tidak bisa dibuktikan.
Banyak peneliti yang telah melakukan penelitian dalam penggunaan media
pembelajaran berbasis komputer dalam pembelajaran matematika. Masduki (2011)
mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan siswa yang diberikan
pembelajaran dengan media pembelajaran berbasis komputer dengan siswa yang
diberikan pembelajaran dengan metode konvensional terhadap prestasi belajar
siswa. Siswa yang diberikan pembelajaran dengan media pembelajaran berbasis
91
komputer mempunyai prestasi belajar lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
diberikan pembelajaran dengan metode konvensional.
Rahmayani (2011) mendapatkan temuan bahwa nilai rata-rata tes hasil belajar
matematika dengan menggunakan multimedia berbasis Camtasia Studio (video
tutorial) lebih baik dari pada nilai rata-rata tes hasil belajar matematika siswa
dengan menggunakan multimedia powerpoint. Sedangkan Hartanto (2013),
mengungkapkan bahwa siswa merasa tertarik dalam mengikuti pembelajaran yang
menggunakan mutimedia interaktif sehingga timbul minat belajar yang lebih baik.
Selain itu, melalui penerapan aplikasi multimedia interaktif terbukti dapat
mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran matematika pokok
bahasan bangun ruang balok. Bagi guru, dengan menggunakan media pembelajaran
multimedia interaktif, guru merasa lebih mudah dalam menyampaikan materi
pelajaran matematika pokok bahasan bangun ruang balok.