bab ii kajian pustaka 2.1 pangan instan dan … ii... · bab ii kajian pustaka ... 0,2-0,4 dan gula...

18
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan Penyimpangan Mutunya Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, nomor HK.03.1.23.04.12.2205 (Anonim d , 2012) tentang pedoman pemberian sertifikat produksi pangan industri rumah tangga, mendefinisikan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan/atau pembuatan makanan dan minuman. Pangan instan merupakan pangan yang dengan cepat dapat segera dikonsumsi. Pangan instan dapat diartikan sebagai pangan yang secara cepat dapat diubah menjadi pangan yang siap dikonsumsi. Penyajiannya dapat dengan menambahkan air panas ataupun susu sesuai dengan selera. Pada dasarnya untuk membuat makanan instan dilakukan dengan menghilangkan kadar airnya sehingga mudah ditangani dan praktis dalam penyediaannya. Pamurlarsih (2006) menyatakan bahwa produk instan dapat dihasilkan dari hasil modifikasi pemasakan sehingga dapat diubah menjadi produk yang siap dikonsumsi dengan cepat, yaitu dengan cara merehidrasi menggunakan air panas selama beberapa saat. Ubi kayu memiliki kandungan energi, karbohidrat, fosfor dan vitamin yang cukup tinggi. Kandungan-kandungan dari ubi kayu inilah yang merupakan

Upload: vuongcong

Post on 06-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pangan Instan dan Penyimpangan Mutunya

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,

nomor HK.03.1.23.04.12.2205 (Anonimd, 2012) tentang pedoman pemberian

sertifikat produksi pangan industri rumah tangga, mendefinisikan bahwa pangan

adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah

maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan

bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan/atau

pembuatan makanan dan minuman.

Pangan instan merupakan pangan yang dengan cepat dapat segera

dikonsumsi. Pangan instan dapat diartikan sebagai pangan yang secara cepat dapat

diubah menjadi pangan yang siap dikonsumsi. Penyajiannya dapat dengan

menambahkan air panas ataupun susu sesuai dengan selera. Pada dasarnya untuk

membuat makanan instan dilakukan dengan menghilangkan kadar airnya sehingga

mudah ditangani dan praktis dalam penyediaannya. Pamurlarsih (2006)

menyatakan bahwa produk instan dapat dihasilkan dari hasil modifikasi pemasakan

sehingga dapat diubah menjadi produk yang siap dikonsumsi dengan cepat, yaitu

dengan cara merehidrasi menggunakan air panas selama beberapa saat.

Ubi kayu memiliki kandungan energi, karbohidrat, fosfor dan vitamin yang

cukup tinggi. Kandungan-kandungan dari ubi kayu inilah yang merupakan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

8

sumber energi yang dibutuhkan oleh tubuh, yang dapat menjadi pelengkap

atau pengganti konsumsi beras. Adapun kandungan gizi dalam ubi kayu dapat

dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1

Kandungan gizi ubi kayu per 100 g bahan

Kandungan Jumlah

Energi (Kal) 146,00

Protein (g) 1,20

Lemak (g) 0,30

Karbohidrat (g) 34,70

Kalsium (mg) 33,00

Fosfor (mg) 40,00

Zat besi (mg) 0,70

Vitamin A (SI) 0,00

Vitamin B1 (mg) 0,06

Vitamin C (mg) 30,00

Air (g) 62,50

Sumber: Anonime, 1981

Salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan adalah

diversifikasi pangan. Tujuan dari diversifikasi pangan tidak hanya sebagai upaya

mengurangi ketergantungan terhadap beras, namun juga sebagai upaya peningkatan

perbaikan gizi. Pangan instan adalah hasil dari pengawetan yang dilakukan dengan

mengurangi kadar air suatu bahan makanan. Mengeluarkan air dari dalam bahan

pangan, baik sebagian maupun seluruhnya disebut dengan proses pengeringan

(Priyanto, 1988). Pangan instan umumnya memiliki aw yang rendah, dimana

kondisi ini membuat bakteri dan khamir tidak mampu untuk tumbuh, kecuali

beberapa jenis kapang yang membutuhkan kadar air yang sangat rendah.

Penyimpangan suatu produk pangan dari mutu awal disebut dengan

deteriorasi, dimana hal ini akan terus menyimpang dari setelah proses produksi

terjadi. Besarnya deteriorasi bergantung pada lama penyimpanan dan kondisi

lingkungan penyimpanan produk. Faktor-faktor penyebab deteriorasi berasal dari

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

9

produk pangan itu sendiri maupun dari luar produk pangan yang kemudian memicu

reaksi-reaksi kimia, enzimatis dan juga fisik. Produk pangan instan sensitif terhadap

perubahan kadar air sekitarnya, oleh karena itu stabilitasnya ditentukan oleh kadar

air dan aw bahan pangan itu sendiri. Deteriorasi yang dapat terjadi pada pangan

instan adalah penyerapan air yang akan menyebabkan pangan kering menjadi

kehilangan kerenyahan, menjadi lembab, kehilangan vitamin dan kehilangan aroma

sehingga menyebabkan kerusakan dan tidak lagi disukai oleh konsumen (Robetson,

1993). Tingkat penurunan mutu dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan,

sedangkan laju penurunan mutu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan

(Arpah, 1998).

Labuza (1984) menyatakan makanan ringan kehilangan kerenyahannya

pada aw 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada aw 0,4. Aktivitas air terendah dimana

bakteri pembusuk dapat tumbuh yaitu pada saat aw 0,90. Bakteri pembusuk S.

aureus dapat dihambat secara anaerob pada aw 0,91, namun secara aerob pada aw

0,86. Sedangkan untuk pertumbuhan jamur dan ragi berada pada aw 0,61, dan untuk

jamur mikotoksigenik pada aw 0,78. aw ini mampu mempengaruhi reaksi browning

non-enzimatis, degradasi vitamin, reaksi enzimatis, oksidasi lipid, denaturasi

protein dan juga retrogradasi pati.

2.2 Aktivitas Air

Kandungan air dalam pangan menentukan kesegaran, acceptability, daya

tahannya. Jumlah air bebas dalam pangan dapat dipergunakan oleh mikroorganisme

yang dinyatakan dalam besaran aktivitas air (aw), dimana aktivitas ini menunjukkan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

10

besarnya air bebas dalam sistem yang digunakan dalam reaksi biologis maupun

kimia. Aktivitas air merupakan kunci utama mikroba untuk dapat tumbuh,

memproduksi racun, melakukan reaksi enzimatis dan kegiatan lainnya. Diagram

stabilitas pangan yang menunjukkan fungsi dari aw dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1

Diagram stabilitas aw (Labuza, 1984)

Pengaruh aw terhadap mutu produk pangan yang dikemas dijabarkan oleh

Labuza (1982) sebagai berikut:

1. Pada selang aw sekitar 0,7-0,75 dan diatasnya mampu memberikan

kesempatan terhadap mikroorganisme berbahaya untuk tumbuh dan

membuat produk menjadi beracun.

2. Pada selang aw sekitar 0,6-0,7 mampu memberikan kesempatan pada

jamur untuk tumbuh.

3. Pada selang aw 0,4-0,5 produk pasta yang terlalu kering akan mudah

hancur dan rapuh selama dimasak karena goncangan mekanis yang

disebabkan selama pendistribusian maupun penyimpanan.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

11

4. Pada selang aw sekitar 0,35-0,4 mampu membuat makanan kering

kehilangan kerenyahan.

Aktivitas air merupakan potensi kimia dari air. Penggunaan kata relatif

dimaksudkan untuk memudahkan penjelasan bahwa air bebas memiliki nilai aw

sama dengan atau lebih besar dari satu, sedangkan untuk air terikat memiliki aw di

bawah satu (Suyitno, 1995). Labuza (1980) mendefinisikan bahwa aw dapat

dihitung dengan membandingkan tekanan uap air bahan pangan (P) dengan tekanan

uap air murni (Po) pada kondisi yang sama atau didefinisikan sebagai

kesetimbangan kelembaban relatif (ERH/Equilibrium Relative Humidity) dibagi

dengan 100 seperti pada Persamaan (1).

𝑎𝑤= 𝑃

𝑃𝑜 =

𝐸𝑅𝐻

100 (1)

Dimana:

P = Tekanan uap air bahan (mmHg)

Po = Tekanan uap air bebas pada suhu tetap/sama (mmHg)

ERH = Equilibrium Relative Humidity/ Kesetimbangan Kelembaban Relatif (%)

2.3 Kadar Air Kesetimbangan

Bertambah atau berkurangnya kandungan air pada produk pangan

bergantung pada RH lingkungannya. Kadar air kesetimbangan adalah kondisi

dimana jumlah air dalam bahan pangan tersebut tidak mengalami naik atau turun

lagi untuk bobotnya (Fellow, 1990). Sedangkan menurut Brooker dkk. (1992),

kadar air kesetimbangan diartikan sebagai kadar air suatu produk pangan pada

kondisi lingkungan tertentu dalam periode yang lama.

Sorpsi air pada produk pangan berkemasan selama penyimpanan dapat

terjadi secara adsorpsi maupun desorpsi. Adsorpsi terjadi saat RH lingkungan lebih

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

12

tinggi dibandingan dengan RH bahan pangan sehingga menyebabkan penyerapan

air oleh bahan pangan. Sedangkan RH lingkungan yang lebih rendah dari RH bahan

pangan dapat menyebabkan distribusi uap air dari bahan menuju lingkungan

melalui desorpsi (Brooker dkk. 1992).

Kondisi kesetimbangan didapatkan melalui penimbangan bobot sampel

hingga konstan. Kondisi ini ditandai dengan selisih penimbangan berturut-turut

tidak lebih dari 2 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di bawah 90% dan

tidak lebih dari 10 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di atas 90%

(Adawiyah, 2006).

2.4 Isotermis Sorpsi Air untuk Produk Pangan

Sorpsi air bahan pangan adalah proses molekul berkombinasi secara

progresif dan reversible dengan bagian solid pangan melalui sorpsi kimia, adsorpsi

fisik dan juga kondensasi multilayer (Heldman dan Lund, 1992). Isotermis sorpsi

air menggambarkan hubungan antara aw dan kadar air pangan pada suhu konstan

yang ditunjukkan melalui kurva ISA. Dalam bidang ilmu dan teknologi pangan,

pengetahuan tentang penyerapan air selama penyimpanan penting untuk desain

kemasan, stabilitas, penghitungan perubahan kadar air yang mungkin terjadi selama

penyimpanan, desain proses pengeringan pangan dan menduga masa kadaluarsa.

Isotermis sorpsi air produk pangan menunjukkan hubungan antara aw

dengan kadar air produk pangan yang berada pada kondisi suhu dan RH tertentu

(Chukwu dan Ajisegiri, 2005). Terdapat tiga fraksi air terikat yaitu air terikat

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

13

primer, air terikat sekunder dan air terikat tersier yang dapat dilihat pada Gambar

2.2

Gambar 2.2

Kurva isotermis sorpsi air produk pangan secara umum (Shimoni dkk. 2002)

Oleh Shimoni dkk (2002) kurva ISA dapat dibagi menjadi tiga daerah. Air

terikat primer (daerah A) yang mewakili air yang terikat kuat dengan enthalpi

penguapan lebih tinggi dari air murni. Air ini terikat pada gugus hidrofilik yang

bermuatan dan polar dari komponen pangan (protein dan polisakarida), termasuk

air monolayer dan air yang terikat dengan ikatan hidrogen dan hidrofobik. Air

terikat sekunder (daerah B) menyatakan bahwa air kurang terikat, dimana air ini

tersedia sebagai pelarut untuk solut dengan berat molekul yang rendah. Air pada

daerah ini merupakan transisi kelanjutan dari air terikat ke air bebas. Sedangkan air

terikat tersier (daerah C) menyatakan bahwa air tidak terikat atau air bebas, yang

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

14

biasanya terdapat pada celah, ruang kecil (void), kapiler dan tidak terikat pada

bahan pangan. Pada kondisi ini, laju kerusakan bahan pangan terjadi dengan cepat.

Kurva yang dihasilkan melalui grafik penyerapan uap air oleh produk

pangan dari udara dan grafik pelepasan uap air oleh produk pangan ke udara tidak

pernah berhimpit apabila disatukan (Gambar 2.2). Fenomena ini disebut dengan

fenomena histeresis, dimana fenomena ini menunjukkan perbedaan nilai kadar air

kesetimbangan yang didapatkan dalam proses penyerapan air oleh produk pangan

dari udara dan pelepasan uap air dari produk pangan ke udara. Besarnya himpitan

yang terjadi ini berbeda antara satu produk pangan dengan produk pangan lainnya,

berdasarkan dari sifat alami produk pangan, perubahan fisik yang terjadi selama

distribusi air, suhu, kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh bahan

pangan (Fennema, 1985). Winarno (1994) menyatakan bahwa tiap jenis produk

pangan memiliki sifat yang khas. Hubungan antara aw dengan keadaan sifat fisik air

dalam pangan dapat juga dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2

Hubungan antara aw dengan keadaan sifat fisik air dalam produk pangan aw Keadaan air dalam pangan

0,00-0,35 Adsorpsi pada lapisan tunggal (monolayer)

0,35-0,60 Adsorpsi pada lapisan tambahan (multilayer)

0,60-1,00 Air terkondensasi pada celah, ruang kecil, kapiler yang tidak terikat

dengan bahan pangan

Sumber: Floros dan Gnanasekharan (1993)

Pangan hasil pertanian bersifat higroskopis, yaitu mampu menyerap air dari

udara sekelilingnya yang dapat ditunjukkan oleh kurva ISA.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

15

2.5 Model Persamaan Isotermis Sorpsi Air

Labuza (1984) mengklasifikasikan tiga tipe kurva ISA. Kurva ISA tipe I

menggambarkan kemampuan produk yang menyerap sedikit uap air sehingga

kemampuan bahan mengikat air hanya pada permukaan bahan saja. Penyerapan air

yang terjadi pada tipe ini mencapai selang aw 0,7-0,8. Produk yang berbentuk

kristal, seperti gula murni mengikuti kurva ISA tipe I. Kurva ISA tipe II, seperti

pada produk pangan kering menggambarkan kemampuan produk menyerap air

pada selang aw 0,2-0.4 dan 0,6-0,7. Penyerapan yang terjadi pada bahan pangan ini

dipengaruhi oleh efek fisika-kimia yang menyebabkan terdapat dua lengkungan

yang terlihat sigmoid (berbentuk huruf S). Sedangkan pada tipe III kemampuan

bahan dalam menyerap uap air cukup besar, sehingga pada perubahan nilai aw yang

kecil perubahan kadar air yang terjadi akan sangat besar (Labuza, 1984). Produk

pangan kering, seperti buah yang dikeringkan maupun produk olahan seperti wafer,

biasanya mengikuti kurva ISA tipe II dan III. Tipe-tipe kurva ISA dapat dilihat pada

Gambar 2.3.

Gambar 2.3

Tipe-tipe kurva isotermis sorpsi Air (Labuza, 1984)

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

16

Pembuatan kurva ISA bertujuan mendapatkan kemulusan kurva yang

tinggi, sehingga model-model persamaan yang sederhana dan lebih sedikit jumlah

parameternya akan lebih cocok digunakan (Labuza, 1982). Metode kuadrat terkecil

ini dapat memilih suatu regresi terbaik diantara semua kemungkinan garis lurus

yang dapat dibuat pada suatu diagram pencar (Walpole, 1995).

Model persamaan ISA menjelaskan hubungan antara aw dan kadar air

produk pangan berdasarkan parameter-parameter yang berpengaruh terhadap

kondisi produk dan memiliki parameter kurang dari atau sama dengan tiga dan

mampu digunakan dalam RH yang luas agar mampu mewakili ketiga daerah pada

sorpsi isotermis (Labuza, 1968). Hal ini harus diuji, karena model persamaan sorpsi

isotermis suatu produk pangan satu dengan yang lainnya tidaklah sama.

Kendala yang dihadapi dalam menyusun suatu persamaan yang mampu

menjelaskan ISA pada kesemua selang aw dan dapat diaplikasikan pada berbagai

jenis produk pangan menurut Chirife dan Iglesias (1978) adalah:

a. Perubahan aw pada produk pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang

masing-masing telah mendominasi dalam selang aw yang berbeda.

b. Kemampuan higroskopis yang kompleks dan dipengaruhi oleh interaksi

baik fisik maupun kimia antara komponen-komponen produk pangan yang

diinduksi oleh perlakuan awalnya digambarkan dalam sorpsi isotermis.

c. Dengan menyerapanya uap air dari udara ke produk pangan menyebabkan

perubahan fisik, kimia dan biokimia.

Terdapat banyak model atau persamaan ISA yang telah dikemukakan oleh

para ahli. Tidak ada satupun model yang benar-benar tepat, namun beberapa model

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

17

mampu menggambarkan kondisi bahan pangan dengan baik. Dalam penelitian ini,

digunakan tujuh buah model pendekatan yaitu Brunauer-Emmet-Teller (BET),

Oswin, Halsey, Henderson, Caurie, Chen Clayton dan Guggenheim-Anderson-de

Boer (GAB).

Ketujuh model pendekatan ini dapat dilihat pada uraian berikut:

2.5.1 Model Brunauer-Emmet-Teller

Model BET merupakan model yang berlaku pada selang aw 0,05-0,6. Model

ini biasa digunakan untuk menentukan kondisi kadar air optimum suatu bahan

pangan untuk stabilitas penyimpanan. Bentuk persamaan model BET dapat dilihat

pada Persamaan (2).

me=𝑚𝑜 𝐶 𝑎𝑤

(1−𝑎𝑤)(1+(𝐶−1)𝑎𝑤) (2)

Dimana: me = Kadar air (g H2O/g padatan)

mo = kadar air monolayer (g

H2O/g padatan)

C = Tetapan energi adsorpsi

aw = Aktivitas air

2.5.2 Model Oswin

Model yang dikemukakan oleh Oswin (1946) dapat berlaku pada produk

pangan mulai dari RH 0 sampai dengan 85% yang sesuai dengan kurva sorpsi

isotermis berbentuk huruf S atau sigmoid. Model Oswin dapat ditulis sebagaimana

Persamaan (3).

me = P1 [aw

(1−aw)] P2 (3)

Dimana:

me = Kadar air (g H2O/g padatan)

P1 dan P2 = Konstanta

aw = Aktivitas air

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

19

2.5.3 Model Halsey

Model Halsey (1948) mampu mendeskripsikan jenis kurva ISA I, II maupun

III dengan baik pada berbagai jenis produk pangan kering. Persamaan ini

menggambarkan kondensasi lapisan multilayer pada selang aw yang luas. Model

Hasley dapat dilihat pada Persamaan (4).

aw = exp( - P1 / me P2) (4)

Dimana:

aw = Aktivitas air

P1 dan P2 = Konstanta

me = Kadar air (g H2O/g padatan)

2.5.4 Model Henderson

Model Henderson dinyatakan secara empiris mampu menggambarkan

kondisi bahan pangan pada suhu ruang. Model Henderson dapat dilihat pada

Persamaan (5).

1 − aw = exp (K x me x n) (5)

Dimana:

aw = Aktivitas air

K dan n = Konstanta

me = Kadar air (g H2O/g padatan)

2.5.5 Model Caurie

Model Caurie mampu menggambarkan kondisi bahan pangan pada selang

aw 0,0-0,85. Persamaan (6) merupakan bentuk model Caurie.

ln me = ln P1 - (P2 x aw) (6)

Dimana:

me = Kadar air (g H2O/g padatan)

P1 dan P2 = Konstanta

aw = Aktivitas air

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

20

2.5.6 Model Chen-Clayton

Model Chen-Clayton mampu menggambarkan kondisi bahan pangan pada

semua rentang aw. Model Chen-Clayton dapat dilihat pada Persamaan (7).

aw = exp [−P1

exp(P2 x me)] (7)

Dimana:

aw = Aktivitas air

P1 dan P2 = Konstanta

me = Kadar air (g H2O/g padatan)

2.5.7 Model Guggenheim-Anderson-de Boer

Model GAB merupakan model yang mampu menggambarkan kondisi

bahan pangan yang cukup luas, mulai pada selang aw 0-0,9. Telah banyak produk

pangan yang cocok dianalisis menggunakan persamaan ini, baik untuk buah,

sayuran dan daging. Model GAB dapat dilihat pada Persamaan (8).

me =mo x C x K x aw

(1−K x aw)(1−K x aw+C x K x aw) (8)

Dimana:

me = Kadar air (g H2O/g padatan)

mo = kadar air monolayer (g H2O/g padatan)

C = Tetapan energi adsorpsi

K = Konstanta energi lapisan multilayer

aw = Aktivitas air

2.6 Kemasan

Produk pangan kering memiliki sifat sangat sensitif terhadap perubahan

kadar air, yang dapat menyebabkan perubahan mutu seperti timbul jamur dan

bakteri, kehilangan kerenyahan, dan kehilangan nilai gizi. Dalam mempertahankan

mutu dan bentuk produk, maka dilakukan perlindungan menggunakan kemasan.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

21

Perubahan kadar air dalam produk yang dikemas akan berpengaruh terhadap

produk pangan di dalamnya. Buckle dkk. (1987) menyatakan, kemasan pangan

harus mampu memenuhi persyaratan sebagai wadah penyimpanan, yaitu mampu

mempertahankan mutu produk agar tetap bersih, baik dari kotoran, pencemaran,

kerusakan fisik dan juga perpindahan gas serta uap air.

Ketika tidak terjadi kesetimbangan antara RH produk pangan berkemasan

dengan RH lingkungan, maka akan terjadi perubahan kadar air produk pangan.

Produk pangan kering harus dilindungi dari distribusi uap air, melalui kemasan

dengan permeabilitas yang rendah. Halim (1998) mendefinisikan permeabilitas

sebagai banyaknya komponen yang ditransfer per unit luas, Syarief, dkk (1989)

menyatakan umumnya pangan yang memiliki ERH rendah dan bersifat hidrofilik

harus dikemas menggunakan kemasan dengan permeabilitas air yang rendah untuk

mencegah pangan berkadar gula tinggi merekat, atau tepung yang menjadi basah

sehingga dapat bersifat free flowing/mawur.

Sifat terpenting bahan kemasan terdiri dari bentuk, luas permukaan, dan

permeabilitas gas dan uap air. Permeabilitas uap air dan gas mempengaruhi

distribusi jumlah gas dan uap air dalam menjaga produk menjadi lebih tahan lama.

Jenis kemasan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kemasan plastik low

density polyethylene (LDPE), plastik polypropylene (PP) dan retort pouch.

Plastik banyak digunakan sebagai kemasan karena harganya yang murah

dan mudah di dapat. Plastik polyethylene (PE) adalah plastik yang lunak, transparan

dan fleksibel yang memiliki kekuatan benturan dan sobekan yang baik. Plastik PE

banyak digunakan untuk laminasi terutama untuk bagian luar karena mampu

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

22

meningkatkan daya tahan kemasan terhadap kikisan dan sobekan (Syarief, dkk.

1989). Plastik PE, secara garis besar terbagi menjadi dua jenis, yaitu plastik LDPE

dan high density polyethylene (HDPE). Plastik LDPE memiliki daya proteksi yang

baik terhadap uap air yang biasa digunakan untuk mengemas produk pangan,

sedangkan plastik HDPE banyak digunakan sebagai botol susu, galon dan lain-lain

(Koswara, 2006).

Plastik PP bersifat ringan dan mudah dibentuk. Jenis plastik film ini

memiliki kekuatan yang lebih besar dari jenis plastik film PE, tidak mudah sobek,

tahan terhadap suhu tinggi, tahan terhadap asam yang kuat, basa dan minyak.

Namun demikian jenis plastik film ini kaku, tidak bisa digunakan untuk kemasan

beku karena rapuh pada suhu -30°C dan memiliki permeabilitas uap air yang rendah

sehingga tidak baik untuk pangan yang peka terhadap oksigen (Syarief, dkk. 1989).

Alumunium foil bersifat tipis, dengan ketebalan kurang dari 0,15 mm.

Tingkatan kekerasan alumunium foil bernilai 0 dengan arti sangat lunak hingga

bilangan H-n, yang berarti semakin keras. Semakin tebal aluminium foil, semakin

tinggi sifat permeabilitas uap airnya (t.t). Penyebutan aluminium foil adalah al-foil,

alu-foil, tinfoil, silver-foil dan alufo. Pada pengemasan produk pangan, terutama

pangan kering, biasa digunakan kemasan retort pouch yang berbahan alumunium

foil. Retort pouch adalah kemasan yang mampu berdiri sendiri dan membentuk

struktur tegap dan memiliki kemampuan daya simpan yang tinggi, tidak mudah

sobek tertusuk dan resisten terhadap penetrasi lemak, minyak dan komponen

makanan lainnya.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

23

Permeabilias uap air kemasan diartikan banyaknya uap air yang mampu

melewati suatu kemasan dalam kecepatan perpindahan uap air (WVTR/Water

Vapour Transmission Rate) pada kondisi atmosfer tertentu yang dinyatakan dalam

g (H2O/hari/m2). Berat uap air yang mampu melewati suatu kemasan per hari pada

beda tekanan parsial air sebesar 1 mmHg dinyatakan sebagai konstanta

permeabilitas uap air kemasan (k/x). Persamaan (9) oleh Supriyadi (1999)

digunakan untuk menghitung permeabilitas uap air kemasan.

k

x=

W/Ѳ

A.Pout (9)

Dimana:

k/x = Permeabilitas uap air kemasan (g H2/hari.m2.mHg)

W/Ѳ = Slope/Kemiringan (g H2O/hari)

A = Luas kemasan (m2)

Pout = Tekanan uap air pada suhu ruang penyimpanan x RH (mmHg)

2.7 Pendugaan Masa kadaluarsa

Anonime (1974) mendefinisikan masa kadaluarsa sebagai periode antara

produksi dan pembelian secara retail, dimana kondisi produk masih memuaskan

dalam segi nilai gizi, bau, tekstur dan kenampakannya. Masa kadaluarsa juga

diartikan sebagai waktu yang diperlukan oleh suatu produk pangan dalam kondisi

penyimpanan untuk mencapai tingkatan degradasi mutu tertentu (Floros dan

Gnanasekharan, 1993). Produk dikatakan tidak layak konsumsi, setelah melewati

tingkatan degradasi tertentu yang disebabkan oleh perubahan-perubahan yang

terjadi baik secara kimia, fisika maupun mikrobiologis.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

24

Masa kadaluarsa dipengaruhi oleh sifat produk pangan kemasan yang

digunakan dan juga kondisi lingkungan. Masa kadaluarsa merupakan parameter

ketahanan produk bersangkutan selama penyimpanan yang menunjukkan selang

waktu produk masih dapat diterima dan dikonsumsi, maka dari itu masa kadaluarsa

dapat diduga melalui laju penurunan mutu. Melalui analisis secara kuantitatif,

pengukuran laju deteriorasi dilakukan berdasarkan analisis penyerapan uap air dari

lingkungan ke dalam sampel.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, ditentukan melalui

Accelerated Storage Shelf-Life Testing (ASLT) dengan pendekatan kadar air kritis,

dimana perubahan konsentrasi uap air menjadi parameter pengukuran dengan

menyimpan sampel pada kondisi penyimpanan yang diatur diluar kondisi normal

sehingga lebih cepat mengalami deteriorasi dan masa kadaluarsa dapat ditentukan.

Labuza (1982) mengemukakan, bahwa dalam menduga masa kadaluarsa suatu

produk pangan kering yang dikemas, diperlukan data-data sebagai berikut:

1. Kurva ISA

2. Permeabilitas kemasan (k.x)

3. Luas permukaan kemasan (A) dengan berat produk (Basis kering) (Ws)

(A/Ws = m2/g padatan)

4. Sifat terpenting bahan kemasan terdiri dari bentuk, luas permukaan, dan

permeabilitas gas dan uap air. Permeabilitas uap air dan gas

mempengaruhi distribusi jumlah gas dan uap air dalam menjaga produk

menjadi lebih tahan lama. Jenis kemasan yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari plastik PE plastik PP dan retort pouch.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan … II... · BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 0,2-0,4 dan gula menjadi lengket pada a w ... kemampuan desorpsi dan adsorpsi tingkatan air oleh

25

Labuza menyatakan perubahan kandungan air suatu produk pangan dapat

dihitung menggunakan Persamaan (10):

dw

dt =

k

x (Pout − Pin)A (10)

Dimana:

dw/dt = Jumlah air yang bertambah atau berkurang per hari (g)

k/x = Permeabilitas Uap Air kemasan (g H2O/hari.m2/mmHg)

A = Luas Permukaan kemasan (m2)

Pout = Tekanan uap air di luar kemasan (mmHg)

Pin = Tekanan uap air di dalam kemasan (mmHg)

Dengan mengetahui pola sorpsi air dan menentukan kurva ISA, maka dapat

ditentukan masa kadaluarsanya menggunakan asumsi bahwa perubahan kadar air

produk pangan mempengaruhi mutu produk pangan. Berdasarkan laju perubahan

kadar air, masa kadaluarsa dapat ditentukan menggunakan pendekatan kadar air

kritis, oleh Labuza (1982) pada Persamaan (11).

t = ln (

me−mime−mc

)

k

x x (

A

Ws)x (

Po

b) (11)

Dimana:

t = Masa kadaluarsa produk (hari)

me = Kadar air kesetimbangan produk (g H2O/g padatan)

mi = Kadar air awal produk (g H2O/g padatan)

mc = Kadar air kritis produk

k/x = Konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg)

A = Luas penampang kemasan (m2)

Ws = Berat kering produk dalam kemasan (g)

Po = Tekanan uap jenuh (mmHg)

b = Kemiringan kurva ISA/slope