blog.ub.ac.idblog.ub.ac.id/.../files/2012/04/rifki-doni.docx · web viewpestisida yang lengket pada...
TRANSCRIPT
0
MAKALAH TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
Pengendalian Kimiawi pada Tanaman Kubis
Dosen Pengampu : Anton Muhibuddin
Disusun oleh: Kelompok 8 / Kelas: U
1. Agustin Dwi Pangesti (105040101111070)
2. Nisaul Mahmudah (105040101111105)
3. Taramitta Handaningrum (105040101111107)
4. Reisha Alfianti (105040101111108)
5. Nurhayati (105040101111110)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga kubis-kubisan memiliki jenis yang cukup banyak. Yang lazim
ditanam di Indonesia, antara lain kubis, kubis bunga, brokoli, kubis tunas, kubis
rabi, dan kale. Jenis kubis-kubisan ini diduga dari kubis liar Brassica oleracea var.
sylvestris, yang tumbuh di sepanjang pantai Laut Tengah, pantai Inggris,
Denmark, dan sebelah Utara Perancis Barat. Kubis liar tersebut ada yang tumbuh
sebagai tanaman biennial dan ada juga yang perenial.
Kubis yang telah dibudidayakan dibuat menjadi tanaman annual. Untuk
memperoleh bijinya, kubis tersebut dibiarkan tumbuh sebagai tanaman biennial.
Sayuran ini dapat ditanam di dataran rendah maupun di dataran tinggi
dengan curah hujan rata-rata 850-900 mm. Daunnya bulat, oval, sampai lonjong,
membentuk roset akar yang besar dan tebal, warna daun bermacam-macam, antara
lain putih (forma alba), hijau, dan merah keunguan (forma rubra).
Awalnya, daunnya yang berlapis lilin tumbuh lurus, daun-daun berikutnya
tumbuh membengkok, menutupi daun-daun muda yang terakhir tumbuh.
Pertumbuhan daun terhenti ditandai dengan terbentuknya krop atau telur (kepala)
dan krop samping pada kubis tunas (Brussel sprouts). Selanjutnya, krop akan
pecah dan keluar malai bunga yang bertangkai panjang, bercabang-cabang,
berdaun kecil-kecil, mahkota tegak, berwarna kuning. Buahnya buah polong
berbentuk silindris, panjang 5-10 cm, berbiji banyak. Biji berdiameter 2-4 mm,
berwarna cokelat kelabu. Umur panennya berbeda-beda, berkisar dari 90 hari
sampai 150 hari. Daun kubis segar rasanya renyah dan garing sehingga dapat
dimakan sebagai lalap mentah dan matang, campuran salad, disayur, atau dibuat
urap.
Kubis dapat diperbanyak dengan biji atau setek tunas. Oleh karena itu
kami ingin membahas bagaimana pengendalian hama penyakit khususnya
pengendalian secara kimiawi pada tanaman kubis yang kami lakukan di Cangar,
tepatnya hari Jumat 18 November 2011 di lahan milik bapak Arifin.
2
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa saja hama dan penyakit pada tanaman kubis?
b. Mengapa memilih pengendalian secara kimiawi pada tanaman kubis?
c. Apa saja pestisida kimia yang digunakan pada tanaman kubis?
d. Bagaimana aturan pakai pestisida kimia yang digunakan?
e. Bagaimana teknik penyemprotan yang digunakan?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui hama dan penyakit pada tanaman kubis
b. Untuk mengetahui mengapa memilih pengendalian secara kimiawi pada
tanaman kubis
c. Untuk mengetahui pestisida kimia apa saja yang digunakan pada tanaman
kubis
d. Untuk mengetahui aturan pakai pestisida kimia yang digunakan
e. Untuk mengetahui teknik penyemprotan yang digunakan
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis-Jenis Kubis
1. Kubis Krop (Brassica oleracea L. var. cagitata L) Daunnya membentuk
krop (telur) dan berwarna putih sehingga sering disebut kubis telur atau
kubis putih.
2. Kubis Kailan (Brassica oleracea L. Var. gennipera D.C) Daunnya tidak
membentuk krop dan berwarna hijau.
3. Kubis Tunas (Brassica oleracea L. var. gennipera D.C) Tunas samping
dapat membentuk krop, sehingga dalam satu tanaman terdapat beberapa
krop kecil.
4. Kubis Bunga (Brassica oleracea L. var. bathytis L) Jenis ini bakal
bunganya mengembang, merupakan telur yang berbentuk kerucut dan
berwarna putih kekuning-kuningan yang bunganya berwarna hijau.
2.2 Syarat Tumbuh
1. Tanaman kubis tumbuh baik pada tanah gembur, mudah menahan air
(sarang) dan tanah tersebut banyak mengandung humus.
2. Menghendaki iklim dengan suhu relatif rendah, kelembaban tinggi dan
tumbuh baik pada ketinggian 1000 - 2000 dpl serta beberapa jenis
misalnya KK Cross, KY Cross cocok untuk dataran rendah.
2.3 Pengolahan Tanah
Pencangkulan tanah dilakukan sebanyak 2 kali, pencangkulan pertama
sedalam 30 cm, kemudian dibiarkan dahulu untuk mendapat sinar matahari selama
7 – 10 hari. Baru setelah itu dicangkul untuk kedua kalinya sekaligus diberi pupuk
kandang sebanyak 15 - 20 ton /ha dan dibuatkan bedengan selebar 120 cm,
panjang 3 – 5 meter.
4
2.4 Penanaman
1. Tanaman kubis diperbanyak dengan biji. Biji harus disemai terlebih
dahulu dengan ditabur dalam barisan dengan jarak 5 cm. Kebutuhan benih
150 – 300 gr/ha.
2. Bibit kubis yang telah berumur 1 bulan dipindahkan ke bedengan dengan
jarak 50 x 60 cm.
2.5 Pemeliharaan
1. Pemupukan:
Pada waktu berumur 2 dan 4 minggu setelah tanam diberikan pupuk
buatan urea 225 kg/ha, DS 500 kg/ha dan ZK 170 kg/ha.
2. Gulma:
Penyiangan dilakukan dengan mencabut rumput-rumput atau dengan
menggunakan herbisida.
3. Hama:
Hama ulat kubis (Plutella maculipennis), dikendalikan dengan Diazinon
atau Bayrusil 1-2 cc/1 air dengan frekwensi penyemprotan 1 minggu.
Sedangkan ulat kubis (Crocidolonia binotalis) dikendalikan dengan
Bayrusil 13 cc/1 air.
4. Penyakit:
Penyakit busuk akar yang disebabkan Rhizoktonia sp dapat dikendalikan
dengan bubur Bordeaux atau fungisida yang dianjurkan. Sedangkan
penyakit penting lainnya adalah busuk hitam (Xanthomonas campestris)
dan busuk lunak bakteri Erwinia carotovora dan penyakit pekung
Phomalincran penyakit kaki gajah (Plasmodiophora brassicae) belum
dapat diatasi. Bila ada tanaman yang terserang segera dicabut lalu dibakar.
2.6 Panen Dan Pengolahan Hasil
Tanaman kubis dapat dipetik kropnya setelah besar, padat dan umur
berkisar antara 3 - 4 bulan setelah penyebaran benih. Hasil yang didapat rata-rata
untuk kubis telur 20 - 60 ton/ha dan kubis bunga 10 -15 ton/ha. Pemungutan hasil
jangan sampai terlambat, karena kropnya akan pecah (retak), kadang-kadang akan
5
menjadi busuk. Sedangkan untuk kubis bunga, jika terlambat bunganya akan
pecah dan keluar tangkai bunga, hingga mutunya
menjadi rendah.
2.7 Pengendalian Hama Terpadu Kubis
A. Prinsip Dasar Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Kubis merupakan tanaman sayuran yang sangat mudah terserang hama dan
penyakit, karena sangat peka terhadap iklim. Belajar dari pengelaman dari
sejumlah petani kubis di daerah sentra produksi, upaya pengendalian hama dan
penyakit berdasarkan konsep PHT merupakan cara dan langkah yang terbaik.
Untuk melaksanakan PHT secara baik, ada 4 prinsip dasar yang perlu dipahami,
yaitu:
1. Tanaman Budidaya Sehat
Cukup pupuk, pengairan, penyiangan gulma, dan pengolahan tanah
pratanam yang baik merupakan dasar untuk memperoleh hasil produksi yang
tinggi. Selain itu, faktor yang teramat penting adalah pemilihan varietas yang
tahan akan penyakit dan hama serta mudah beradaptasi dengan jenis tanah dan
iklim.
Ketahanan tanaman akan penyakit bergantung pada ketahanan tanaman
terhadap infeksi dan perkembangan penyakit. Saat mengalami infeksi, tanaman
yang kuat dapat mengatasi kerusakan yang terjadi. Bila kerusakan ditimbulkan
oleh serangga, tanaman yang sehat dapat mengatasi kerusakan daun atau anakan
dengan membentuk daun atau anakan yang baru, atau dengan pertumbuhan yang
lebih kokoh pada anakan yang tidak rusak.
2. Melestarikan dan Mendayagunakan Fungsi Musuh Alami
Unsur alami merupakan kekuatan dahsyat yang mampu mengendalikan
lebih dari 99% hama di kebanyakan lahan kubis adar berada pada jumlah yang
tidak merugikan. Tanpa disadari sebenarnya hampir semua petani sangat
6
bergantung pada kekuatan alami yang sudah tersedia pada lahannya sendiri. KIta
mengetahui bahwa PHT berfungsi untuk mendayagunakan dan memperkuat
peranan musuh alami yang menjadi jaminan pengendalian saat terjadi serangan
hama. Pengurangan penggunaan pestisida berarti mendatangkan keuntungan
ekonomis, kesehatan, dan lingkungan.
3. Pengamatan Lahan Mingguan
Kondisi ekosistem amat berkaitan dengan timbulnya masalah hama. PHT
menganjurkan pengamatan lahan kubis secara mingguan oleh petani sendiri untuk
mengkaji masalah hama yang mungkin timbul dari keadaan ekosistem lahan yang
cenderung berubah dan terus berkembang.
4. Petani Ahli di Lahannya Sendiri
Untuk mengelola lahan kubis secara baik, petani perlu memiliki
keterampilan memantau lahan, menganalisis kondisinya, membuat keputusan, dan
mengambil tindakan pengendalian hama secara tepat, praktis, dan
menguntungkan.
Pengendalian Hama Terpadu membantu petani untuk mempelajari dan
mempraktikkan keterampilan teknologi pengendalian hama. Hal ini sangat penting
untuk mencapai sasaran pengelolaan agroekosistem yaitu hasil produk yang tetap
stabil dan bebas residu.
B. Keuntungan Pendekatan PHT
Penerapan pendekatan ini pada tanaman kubis mendatangkan keuntungan yang
cukup signifikan, di antaranya:
1. Menjaga Aspek Stabilitas Produksi
Kubis merupakan salah satu komoditas unggulan Sumatera Barat dengan
prospek pasar yang potensial baik domestik maupun ekspor. Pendekatan PHT
7
menawarkan metode pengelolaan agroekosistem yang menunjang stabilitas
produksi.
2. Aspek Ekonomi
Penggunaan sistem PHT pada umumnya dapat mengurangi penggunaan
pestisida pada tanaman kubis jika dibandingkan dengan pertanian konvensional.
Bila PHT dilaksanakan sepenuhnya, pengeluaran negara untuk subsidi pestisida
setiap tahunnya dapat dihemat 50-100 juta dollar (Departemen Pertanian, 1998).
3. Aspek Kesehatan
Pestisida yang lengket pada tanaman kubis biasanya meninggalkan residu
yang cukup besar, apalagi bila mengingat intensitas penyemprotan yang bisa
mencapai 20-30 kali tiap musim tanam di daerah sentra produksi. Saat kubis
tersebut dikonsumsi, maka residu pestisida akan terakumulasi di tubuh konsumen.
Pada dosis tertentu, penumpukan pestisida di dalam tubuh amat berbahaya
bagi kesehatan, sebab bahan kimia penyusun pestisida adalah racun yang keras.
Dalam jangka panjang, akumulasi bahan kimia itu akan menyebabkan kanker dan
janin yang cacat. Cara terbaik mengurangi dampak pestisida adalah dengan
mengurangi kontak. Pemerintah telah mengeluarkan anjuran pengurangan
penggunaan pestisida melalui Inpres No. 3/86 yang intinya menekankan
penggunaan pestisida seminimal mungkin kecuali saat benar-benar dibutuhkan.
4. Aspek Lingkungan
Penggunaan pestisida untuk membunuh hama dan penyakit seringkali juga
membunuh organisme lain di dalam ekosistem. Bila organisme yang mati adalah
organisme yang menguntungkan bagi pengendalian hama, maka bisa terjadi
serangan hama yang lebih hebat. Keadaan ini dapat terjadi karena terganggunya
keseimbangan ekosistem yang ada. Sayangnya, penumpukan pestisida dalam
ekosistem menimbulkan pencemaran lingkungan yang tidak dapat dilihat dan
dirasakan secara langsung oleh masyarakat.
8
Jadi, kita dapat menyimpulkan bahwa PHT merupakan perwujudan
anjuran pembangunan pertanian tanaman pangan dan hortikultura yang
berwawasan lingkungan dengan mengandalkan keterpaduan teknologi teruji dan
keterampilan serta kemampuan para petani itu sendiri.
9
BAB 3
METODOLOGI
3.1 Identifikasi Pengamatan
Pengamatan pengendalian secara kimiawi pada tanaman kubis kami lakukan
pada:
Hari, tanggal : Jumat, 18 November 2011
Lokasi : Daerah Cangar
Jam : 09.00 WIB
Lahan milik : Bapak Arifin (30th)
Luas Lahan : 1 ha
Komoditas : Kubis
Pengendalian HPT : Kimiawi
3.2 Pengambilan Data
1) Wawancara
Merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan
berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara
adalah untuk mendapatkan informasi di mana sang pewawancara
melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang
diwawancarai.
2) Observasi
Observasi atau pengamatan langsung adalah metode pengumpulan
data melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat dan
langsung di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti dengan
berpedoman kepada desain penelitiannya perlu mengunjungi lokasi
penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal atau kondisi yang ada
di lapangan.
Dengan observasi kita dapat memperoleh gambaran tentang
keadaan dan kondisi d lapangObservasi dilakukan untuk menjajaki.
sehingga berfungsi eksploitasi. Dari hasil observasi kita akan memperoleh
10
gambaran yang jelas tentang masalahnya dan mungkin petunjuk-petunjuk
tentang cara pemecahannya.
3) Dokumentasi
Dokumentasi adalah kegiatan untuk merekam dan menyimpan
berbagai data penting yang dihasilkan dari suatu kegiatan.
Kegiatan dokumentasi data sangat penting dilakukan untuk tujuan:
1. Mengamankan data dan informasi penting
2. Mempermudah dalam pelaksanaan pemasukan data (data entry)
3. Mempermudah dalam pelaksanaan akses data (data retrieval)
4. Memberikan bukti secara nyata dari lokasi penelitian
Dalam kegiatan ini, dokumentasi yang kami lakukan adalah
dengan mengambil gambar di lokasi pengamatan. Seperti gambar tanaman
kubis, jenis pestisida yang digunakan, alat sprayer, petani dan aktivitas
pengendalian.
11
BAB 4
PEMBAHASAN
3.2 Hasil pengamatan
3.2.1 Hama dan Penyakit Daun Kubis
a. Hama (Plutella xylostella L.)
Klasifikasi Plutella xylostella L. Sebagai berikut:
Kingdom: Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Plutellidae
Genus : Plutella
Spesies : Plutella xylostella L.
Morfologi Plutella xylostella L.
Plutella xylostella L. tergolong dalam ordo Lepidoptera, famili
Plutellidae,Plutella xylostella mempunyai nama lain yaitu Plutella maculipennis,
atau disebut juga ulat tritip, tanaman inangnya, antara lain kubis, lobak, sawi,
kolhrabi, kubis bunga, kubis kale, kubis tunas dan tanaman lain yang termasuk
keluarga Cruciferae.
Dalam perkembangannya Plutella xylostella mengalami metamorfosis
sempurna (Holometabola), yaitu stadium telur, larva, pupa, imago, lebih jelasnya:
a. Imago
Imagonya berupa ngengat kecil berwarna coklat kelabu. Pada sayap depan
terdapat tanda tiga berlian yang berupa gelombang (undulasi). Warna berlian pada
ngengat betina lebih gelap dibandingkan dengan ngengat jantan. Lamanya siklus
(daur hidup) ± 21 hari, ngengatnya aktif pada senja dan malam.
b. Telur
Bentuk telur bulat panjang, lebar 0,26 mm dan panjang 0,49 mm. Telurnya
kecil, putih kekuningan diletakkan pada permukaan bawah daun dalam kelompok
10-20 butir atau 3-4 butir.
12
c. Larva
Ulat yang baru menetas berwarna hijau pucat, sedangkan yang telah besar
warnanya lebih tua dengan kepala lebih pucat. Larva Plutella xylostella mudah
dibedakan dengan larva serangga hama lainnya karena larva ini tidak mempunyai
garis membujur pada tubuhnya, larva terdiri atas empat instar.
d. Pupa
Setelah cukup tua ulat mulai berkepompong, sarang kepompong dibuat
dari sejenis benang sutera yang berwarna abu-abu putih pada bagian bawah
permukaan daun. Pembentukan sarang kepompong mula-mula dibuat dari dasar,
kemudian sisi depan dan tutupnya. Pada ujung masih ada lubang kecil untuk
pernapasan.
Hama ulat daun kubis Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae)
merupakan salah satu jenis hama utama di pertanaman kubis. Apabila tidak ada
tindakan pengendalian, kerusakan kubis oleh hama tersebut dapat meningkat dan
hasil panen dapat menurun baik jumlah maupun kualitasnya. Serangan yang
timbul kadang-kadang sangat berat sehingga tanaman kubis tidak membentuk
krop dan panennya menjadi gagal. Kehilangan hasil kubis yang disebabkan oleh
serangan hama dapat mencapai 10-90 persen. Ulat daun kubis P. Xylostella
bersama dengan ulat jantung kubis Crocidolomia pavonana F. mampu
menyebabkan kerusakan berat dan dapat menurunkan produksi kubis sebesar
79,81 persen. Kondisi seperti ini tentu saja merugikan petani sebagai produsen
kubis. Oleh karena itu upaya pengendalian hama daun kubis ini sebagai hama
utama tanaman kubis perlu dilakukan untuk mencegah dan menekan kerugian
akibat serangan hama tersebut.
b. Penyakit Busuk hitam (Xanthomonas campestris)
Kingdom : Bacteria
Filum : Preobacteria
Kelas : Gammaprotobacteria
Ordo : Xanthonmonadales
13
Famili : Xanthonmonadaceae
Genus : Xantomonas
Spesies : Xantomonas campestris
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris down.
Bakteri ini merupakan patogen tular benih ( seed borne pathogen ) yang mampu
bertahan hidup pada biji kubis - kubisan, tanah, tanaman inang maupun sisa-sisa
tanaman yang sakit. Menurut Walker (seorang ahli penyakit tanaman di Amerika )
mengungkapkan bahwa bakteri Xanthomonas campestris down ini mempenetrasi
benih melalui xylem dan bergerak masuk ke bagian biji. Dari pengamatan
dilapang diketahui bahwa sangat sedikit patogen yang menginfeksi benih dengan
cara tersebut dan pada umumnya patogen berada dal;am jaringan dari kulit biji.
Gejala:
Tanaman semai rebah (damping off), karena infeksi awal terjadi pada
kotiledon, kemudian menjalar keseluruh tanaman secara sistematik.
Bercak coklat kehitam-hitaman pada daun, batang, tangkai, bunga maupun
massa bunga yang diserang.
Gejala khas daun kuning kecoklat-coklatan berbentuk huruf "V", lalu
mengering. Batang atau massa bunga yang terserang menjadi busuk
berwarna hitam atau coklat, sehingga kurang layak dipanen.
3.2.2 Alasan Petani Memilih Pengendalian Secara Kimiawi Pada Tanaman
Kubis
Petani pada umumnya mengatasi gangguan ulat kubis dan penyakit dengan
menggunakan insektisida kimia sintetik. Ditinjau dari segi penekanan populasi
hama, pengendalian secara kimiawi dengan insektisida memang cepat dirasakan
hasilnya, terutama pada areal yang luas. Tetapi, selain memberikan keuntungan
ternyata penggunaan insektisida yang serampangan atau tidak bijaksana dapat
menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Hasil survai pada petani sayuran
menyebutkan bahwa petani mengeluarkan 50 persen biaya produksi untuk
pengendalian secara kimiawi dengan mencampur berbagai macam pestisida,
karena belum diketahui bagaimana penggunaan pestisida yang tepat.
14
Kelebihan pestisida kimia adalah dengan menggunakan pestisida kimia
lebih efektif dalam memberantas hama dibandingkan dengan menggunakan cara
manual atau cara lainnya. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama,
hingga meluasnya serangan dapat dicegah, dan dapat menekan kehilangan hasil
karena hama, sehingga dapat menekan kerugian petani secara ekonomi. Dengan
pestisida, petani tidak begitu memerlukan tenaga yang banyak, waktu dan biaya
yang tidak begitu besar dan dapat dilakukan dalam kondisi apa saja.
3.2.3 Pestisida yang Digunakan
Ada 3 pestida kimia yang digunakan yaitu:
1. Fungisida Dithane M-45 80 WP
No. Pendaftaran : RI.59/3-2006/T
Bahan aktif : mankozeb 80%
Dow AgroSciences
Dithane™ M-45 Fungisida 80 WP - Rain Shield adalah fungisida
berbentuk tepung berwarna kuning keabu-abuan yang dapat disuspensikan untuk
mengendalikan penyakit pada tanaman.
Perhatian :
Penambahan 2-4 Ml Latron™ 750 SL per 10 l Larutan sangat dianjurkan
untuk mendapatkan hasil pengendalian yang lebih sempurna terutama pada musim
hujan.
Harga kemasan 1kg = Rp. 85.000 ,-
Harga kemasan 500gr = Rp. 55.000 ,-
2. Insectisida Dupont Prevathon 50 SC
Bahan aktif : klorantraniliprol 50 gl
Insektisida racun lambung dan kontak yang bekerja secara translaminar
berbentuk cair berwarna putih yang dapat disuspensikan dalam air untuk
mengendalikan hama pada tanaman kubis , cabai , kacang panjang , bawang
15
merah , kentang kedelai dan tembakau, juga mampu mengendalikan hama
penggerek batang dan pelipat daun pada padi.
Prevathon 50 SC sendiri merupakan Insektisida temuan paling baru dari
Dupont, selain sangat ampuh juga sangat aman (berlabel hiaju). Pengunaan
produk ini telah membawa perubahan besar di tingkat petani karena mampu
memberi jaminan keberhasilan panen serta menekan biaya perawatan.
3. Zat pengatur tumbuh tanaman ProGibb 20 SL
Dengan konsentrasi 5-10 ppm, disemprotkan ke seluruh bagian tanaman
terutama stomata daun, terbukti dapat memunculkan bunga.
Auxin digunakan dalam dosis kecil, part per million (ppm), berfungsi
merangsang perpanjangan sel, pembentukan bunga dan buah, pertumbuhan akar
pada stek batang, memperpanjang titik tumbuh, serta mencegah gugur daun dan
buah.
Gibberelin sebelumnya dimasukkan bahan laboratorium yang mahal dan
dipergunakan dalam dosis kecil seperti auxin, tapi kini sudah banyak dijual di
pasaran dalam bentuk suspensi, dengan merk antara lain ProGibb dan Super Gib.
Jika menginginkan gibberelin murni, Anda bisa memerolehnya di toko bahan
kimia dengan kode GA3 atau GA6. Gibberelin berfungsi membuat tanaman
mengalami fase perpindahan dari vegetatif ke generatif lebih cepat, tanaman akan
berbunga sebelum waktunya, membuat ukuran buah besar tanpa biji, membuat
tanaman jadi raksasa, mempercepat tumbuhnya biji dan tunas, dan merangsang
aktivitas kambium. Auxin maupun gibberelin lebih cocok digunakan untuk
tanaman semusim seperti cabe, melon, semangka, dan labu.
3.2.3 Aturan Pakai
1. Fungisida Dithane M-45 80 WP
Fungisida Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8-2,4 gram/liter air untuk
mengatasi penyakit yang disebabkan oleh jamur Alternaria leaf spot.
Jangan menggunakan fungisida ini 10 hari sebelum tanaman dipanen
untuk tanaman pangan dan teh. Untuk tanaman pangan, penyemprotan terakhir
adalah seminggu sebelum dipanen.
16
2. Insectisida Dupont Prevathon 50 SC
Pestisida jenis SC adalah pestisida yang dibuat dari bahan aktif turunan
(derifatif) garam dengan air. Sifat dari pestisida ini adalah cepat larut dan
menyebar merata dalam air, sehingga tidak perlu diaduk terus menerus
selama pemakaian.
3. Zat pengatur tumbuh tanaman ProGibb 20 SL
ZPT ini adalah Pekatan cair bila dicampur air akan membentuk larutan.
Formulasi yang larut dalam air atau Water Soluble Concentrate (SL)
merupakan formulasi cair yang terdiri dari bahan aktif yang dilarutkan
dalam pelarut tertentu yang dapat bercampur baik dengan air. Formulasi
ini sebelum digunakan terlebih dahulu diencerkan dengan air kemudian
disemprotkan.
3.2.4 Cara Penyemprotan
Penyemprotan dilakukan dengan alat sprayer, namun tanpa standart
pelindung yang tepat, hanya dengan memakai sepatu boot tanpa masker dan
sarung tangan. Kemudian pestisida tersebut disemprotkan tepat diatas tanaman
kubis.
3.2.5 Analisis Perlakuan
Bapak Arifin menanam lahannya seluas 1 ha dengan tanaman kubis dan
kentang. Tanaman kubis yang kami amati berumur sekitar 3 minggu. Bapak
Arifin memilih untuk menggunakan pengendalian secara kimiawi untuk
memberantas hama ulat kubis dan penyakit busuk hitam, menurutnya
pengendalian secara kimiawi dinilai lebih memuaskan daripada pengendalian
nonkimiawi. Beliau pernah mencoba pengendalian secara nonkimiawi dengan
pestisida organik, namun hasilnya jauh dari memuaskankan, sehingga penggunaan
pestisida kimia masih tetap digunakan sebagai pengendalian terbaik baginya
sampai sekarang.
Bapak Arifin menggunakan pestisida kimia tanpa memperhatikan ambang
ekonomi terlebih dahulu. Beliau mengatakan bahwa beliau menggunakan
pestisida kimianya setelah tanaman berumur 1 minggu setelah tanam. Kemudian
17
beliau akan menyemprotkan pestisida pada tanaman kubis dengan alat sprayer
setiap 2 minggu sekali hingga panen tiba. Penyemprotan dilakukan pada saat pagi
hari dan ketika cuaca tidak hujan karena pada saat hujan, pestisida yang
disemprotkan dapat terkikis oleh air hujan. Dan dosis yang digunakan sesuai
dengan aturan pemakaian yang tertera pada kemasan pestisida kimia.
18
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Macam-macam kubis: kubis krop (Brassica oleracea L. var. cagitata L) ,
kubis kailan (Brassica oleracea L. Var. gennipera D.C) , kubis tunas (Brassica
oleracea L. var. gennipera D.C) , dan kubis bunga (Brassica oleracea L. var.
bathytis L). Hama dan penyakit pada kubis adalah hama ulat kubis (Plutella
maculipennis), penyakit busuk akar yang disebabkan Rhizoktonia sp.
Bapak Arifin menggunakan Fungisida Dithane M-45 80 WP, Insectisida
Dupont Prevathon 50 SC, dan Zat pengatur tumbuh tanaman ProGibb 20 SL
untuk tanaman kubisnya Penyemprotan dilakukan dengan alat sprayer, namun
tanpa standart pelindung yang tepat. Dan Bapak Arifin lebih memilih
menggunakan pestisida kimiawi dibanding pestisida organik karena hasil dengan
menggunakan pestisida kimiawi lebih menguntungkan budidaya kubisnya.
5.2 Saran
a. Untuk petani/ penanam; beralihlah kearah pertanian yang lebih organik,
menggunakan sistem monitoring hama, lebih mengenal musuh alami, menerapkan
prinsip dan konsep PHT, menurunkan pemakaian pestisida secara keseluruhan,
memahami bahwa pestisida adalah jalan terakhir dilakukan apabila populasi OPT
telah melampaui ambang ekonomi, memilih pestisida yang selektif dan tidak
berspektrum lebar, menggunakan dosis sesuai dengan petunjuk teknis,
menghindari mencampur beberapa pestisida, menghindari frekuensi
penyemprotan dengan sistem kalender, memberikan tenggang waktu (waktu
tunggu) yang relative lama antara penyemprotan dengan waktu panen.
b. Untuk Pemerintah; menggalakkan pertanian organik dengan menciptakan pasar
organic dan melakukan apapun yang mungkin untuk merendahkan perbedaan
harga antara produk yang dihasilkan baik secara organik, biologis dan kimia
pertanian, Mentan- Menkes- MenLH diharapkan terus bekerjasama dalam
melakukan pemantauan dan pelaksanaan terhadap pemakaian pestisida, kebijakan
terhadap pengurangan pemakaian pestisida harus ditingkatkan, berbagai lembaga
konsumen dan lingkungan harus diikutsertakan dalam pengambilan keputusan
19
tentang penggunaan pestisida, meningkatkan berbagai penelitian tentang residu
pestisida dan membiayai penelitian ke arah sistem pertanian alternative non
pestisida, Badan Komisi Pestisida harus merupakan lembaga yang independen
dalam tanggungjawabnya sebagai tempat pendaftaran dan pemantauan pestisida,
Pemerintah harus memaksa pihak perusahaan/ formulator pestisida agar semua
nama merk dagang pestisida diberikan skema pelabelan produk yang
menunjukkan pemahaman tentang perlakuan pestisida baik pra dan pasca panen,
kegiatan PPL harus dilaksanakan sesering mungkin, meningkatkan SLPHT secara
gratis dan memberikan penghargaan/ insentif bagi petani yang terbukti
melaksanakan program PHT.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2011. http://ast-shania.blogspot.com/2010/12/plutella-xylostella-
dan-rimpang-jahe.html. hama ulat daun kubis.
Anonymous, 2011. http://www.deptan.go.id/teknologi/daerah/kubis-3.htm. PHT.
Achmadi, S.S., 2003. Nasib Bahan Kimia POPs di Lingkungan. Seminar
Pelatihan Inventori POPs Jakarta. 4 Halaman.
Djojosumarto, P., 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius.
Yogyakarta. Halaman 34 – 42.
Karmisa, I., 2003. Kebijakan Pemerintah Mengenai Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3). Seminar untuk Training-Workshop Prosedur Inventarisasi
POPs, 13 Januari 2003. Bagian Deputy Bidang Pengendalian Dampak
Lingkungan. KLH. Jakarta
Matthews, G. A., 1984. Pest Management. Published in the United States of
America by Longman Inc. New York. 72 Pages.
Prasojo, B., 1984. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta.
Halaman 7-8.
Wudianto, R., 1998. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta.
21 Halaman.
21
LAMPIRAN FOTO
gambar 1 gambar 2
Foto lahan penyakit busuk hitam
gambar 3 gambar 4
Fungisida insectisida
22
gambar 5 gambar 6
Zat pengatur tumbuh tanaman alat penyemprot (sprayer)
gambar 7 gambar 8
Tahapan mencampur pestisida dan air tahapan memasukkan pestisida kedalam sprayer
gambar 9 gambar 10
Menyemprot pestisida foto dengan Bapak Arifin
23
gambar 11 gambar 12
Foto kubis sebelum disemprot foto kubis setelah disemprot
gambar 13 gambar 14
Tahapan mencoba sprayer Hama kubis (Plutella xylostella)
Gambar 15 gambar 16
Gambar kubis organik dari literatur gambar kubis anorganik dari literatur