makalah perang salib, rifki aminuddin

23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menggambarkan perjumpaan Islam dan Kristen dalam sejarah dapat diberi dua warna yang mencolok yakni warna kelam yang meliputi pertentangan, kecurigaan, permusuhan bahkan perang. Warna yang kedua warna cerah yang meliputi kehidupan bersama dalam hubungan yang damai, saling percaya dan memperkaya. Kedua warna ini lahir sebagai konsekwensi dari interaksi yang tak terhindarkan dan sadar atau tidak dialami oleh kedua belah pihak. Perjumpaan Islam dan Kristen bukan dimulai sejak perang salib. Jauh sebelumnya bahkan pada masa Nabi Muhammad s.a.w telah dicatat perjumpaan tersebut. Perluasan kekuasaan islam dengan cara militer (perang) sampai ke daerah-daerah kristen seperti pendudukan Spanyol bagian selatan dan daerah-daerah di Italia, Sisilia atau Perancis bagian selatan menimbulkan konsekwensi-konsekwensi tertentu, misalnya saja tersingkirnya kekuasaan lama oleh penguasa baru. Di Spanyol bangsawan Visighot terpaksa melarikan diri setelah pendudukan Dinasti Islam atas Spanyol. Namun dipihak lain sebuah kehidupan antarbudaya dan antaragama tidak dapat dielakkan. Montgomery watt mencatat bahwa masa sebelum Perang Salib, kaum Muslim, Kristen dan Jahudi di Spanyol dapat hidup berdampingan secara damai, hal ini disebabkan oleh pemahaman bahwa penaklukan Spanyol oleh dinasti Islam tidak dilatarbelakangi oleh semangat keagamaan bahkan sebaliknya menurut Watt gagasan-gagasan yang dominan pada waktu itu bukanlah gagasan keagamaan dalam hal ini Islami melainkan gagasan Arab sekular. 1 Menciptakan perdamaian diantara pluralisme agama dan budaya, memang merupakan cita-cita bersama seluruh umat manusia seantero dunia. Karena itu, konsep toleransi sebagai elemen penting dalam masyarakat ideal, selalu menjadi prinsip kebersamaan. Meskipun demikian, fanatisme berlebihan dan loyalitas mendalam terhadap agamanya, sering membuat mati hati umat manusia hingga melupakan pentingnya kebersamaan diantara perbedaan. Hal inilah yang melanda pemeluk agama Kristen dengan loyalitas tinggi pada paus dan kaum muslim yang menjadikan semangat jihad sebagai pandangan hidup, lalu berada pada posisi saing yang sama dalam merebut hegemoni. Konsekwensinya, konflik berdasarkan 1 Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia., Gramedia :1995. Hal 68

Upload: rifki-aminuddin

Post on 25-May-2015

3.371 views

Category:

Education


28 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah perang salib, Rifki Aminuddin

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Menggambarkan perjumpaan Islam dan Kristen dalam sejarah dapat diberi dua warna yang mencolok yakni warna kelam yang meliputi pertentangan, kecurigaan, permusuhan bahkan perang. Warna yang kedua warna cerah yang meliputi kehidupan bersama dalam hubungan yang damai, saling percaya dan memperkaya. Kedua warna ini lahir sebagai konsekwensi dari interaksi yang tak terhindarkan dan sadar atau tidak dialami oleh kedua belah pihak. Perjumpaan Islam dan Kristen bukan dimulai sejak perang salib. Jauh sebelumnya bahkan pada masa Nabi Muhammad s.a.w telah dicatat perjumpaan tersebut. Perluasan kekuasaan islam dengan cara militer (perang) sampai ke daerah-daerah kristen seperti pendudukan Spanyol bagian selatan dan daerah-daerah di Italia, Sisilia atau Perancis bagian selatan menimbulkan konsekwensi-konsekwensi tertentu, misalnya saja tersingkirnya kekuasaan lama oleh penguasa baru.

Di Spanyol bangsawan Visighot terpaksa melarikan diri setelah pendudukan Dinasti Islam atas Spanyol. Namun dipihak lain sebuah kehidupan antarbudaya dan antaragama tidak dapat dielakkan. Montgomery watt mencatat bahwa masa sebelum Perang Salib, kaum Muslim, Kristen dan Jahudi di Spanyol dapat hidup berdampingan secara damai, hal ini disebabkan oleh pemahaman bahwa penaklukan Spanyol oleh dinasti Islam tidak dilatarbelakangi oleh semangat keagamaan bahkan sebaliknya menurut Watt gagasan-gagasan yang dominan pada waktu itu bukanlah gagasan keagamaan dalam hal ini Islami melainkan gagasan Arab sekular.1

Menciptakan perdamaian diantara pluralisme agama dan budaya, memang merupakan cita-cita bersama seluruh umat manusia seantero dunia. Karena itu, konsep toleransi sebagai elemen penting dalam masyarakat ideal, selalu menjadi prinsip kebersamaan. Meskipun demikian, fanatisme berlebihan dan loyalitas mendalam terhadap agamanya, sering membuat mati hati umat manusia hingga melupakan pentingnya kebersamaan diantara perbedaan.

Hal inilah yang melanda pemeluk agama Kristen dengan loyalitas tinggi pada paus dan kaum muslim yang menjadikan semangat jihad sebagai pandangan hidup, lalu berada pada posisi saing yang sama dalam merebut hegemoni. Konsekwensinya, konflik berdasarkan kepentingan dan warisan sejarah pun tidak dapat dihindari yang dalam sejarah dikenal sebagai Perang Salib.

Penanaman peristiwa akbar ini , didorong oleh pertimbangan kondisional sekitar terjadinya ekspedisi militer yang dilancarkan oleh pihak Kristen terhadap kekuatan Muslim dalam periode 1095-1291 M. hal ini disebabkan karena adanya dugaan bahwa pihak kristen dalam melancarkan serangan tersebut didorong oleh motivasi keagamaan.

Selain itu, penamaan ini juga disebabkan atas penggunaan simbol salib pada saat terjadi perang. Namun jika dicermati lebih mendalam akan terlihat adanya beberapa kepentingan individu yang turut mewarnai Perang Salib ini, dapat dilihat dari beberapa kondisi yang mengiringi sekaligus motif terjadinya.

Pertama, Perang Salib merupakan puncak dari segala konflik antara negeri barat dengan negeri timur, jelasnya antara pihak Kristen dan pihak Muslim. Perkembangan dan kemajuan ummat muslim yang sangat pesat, pada akhir-akhir ini menimbulkan kecemasan tokoh-tokoh barat Kristen. Terdorong oleh kecemasan ini, maka mereka melancarkan serangan terhadap kekuasaan Muslim.

Kedua, munculnya kekuasaan Bani Saljuq yang berhasil merebut Asia kecil setelah mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikart tahun 1071, dan selanjutnya Saljuq merebut Baitul Maqdis dari

1 Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia., Gramedia :1995. Hal 68

Page 2: makalah perang salib, Rifki Aminuddin

tangan dinasti Fatimiyah tahun 1078 M. Kekuasaan Saljuq di Asia kecil dan Yarussalem dianggap sebagai halangan bagi pihak Kristen Barat untuk melaksanakan haji ke Baitul Maqdis. Padahal yang terjadi bahwa pihak kristen bebas saja melaksanakan haji secara berbondong-bondong. Pihak Kristen menyebarkan desas-desus perlakuan kejam Turki Saljuq terhadap jamaah Haji Kristen. Desas-desus ini membakar amarah Ummat Kristen Eropa.

Ketiga, bahwa semenjak abad kesepuluh pasukan muslim menjadi penguasa dagang di jalur laut tengah. Para pedagang visa, venesia dan genoa merasa terganggu atas kehadiran ummat Islam sebagai penguasa di jalur perdagangan di laut tengah ini. Satu-satunya jalan untuk memperluas dan memperlancar perdagangan mereka adalah dengan mendesak kekuatan muslim dari lautan ini.

Propaganda Alexius Comnenus kepada Paus Urbanus II, untuk membahas kekalahannya dalam peperangan melawan pasukan Saljuq. Bahwa Paus merupakan sumber otoritas tertinggi di Barat yang didengar dan ditaati propagandanya. Paus Urbanus II segera mengumpulkan tokoh-tokoh-tokoh Kristen pada 26 November 1095 di Clermont, sebelah tenggara Prancis. Dalam pidatonya di Clermont, sang Paus memerintahkan kepada pengikut Kristen agar mengangkat senjata melawan pasukan muslim.

Dalam propagandanya sang Paus menjanjikan apapun atas segala dosa bagi mereka yang bersedia bergabung dalam peperangan ini. Mereka isu persatuan umat Kristen segera bergema menyatukan negeri-negeri sang Kristen melalui seruan Paus ini. Dalam waktu yang singkat sekitar 150.000 pasukan Kristen berbondong-bondong memenihi seruan sang paus, mereka berkumpul di Konstantinovel. Sebagian besar pasukan ini adalah bangsa Prancis dan bangsa Normandia.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dari Perang Salib?

2.      Apa yang melatar belakangi terjadinya Perang Salib?

3.      Bagaimanakah periodisasi Perang Salib?

4.      Bagaimana pengaruh dari Perang Salib tersebut?

“Dan mereka terus menerus memerangi kalian hingga mereka bisa memurtadkan kalian dari agama kalian jika mereka memang mampu (QS.Al-Baqarah:217)”

Page 3: makalah perang salib, Rifki Aminuddin

BAB II

Pembahasan

Pengertian Perang Salib

Perang salib (The Crusades) merupakan perang selama dua abad yang terjadi sebagai reaksi kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim.2 Sejak tahun 632 M hingga meletusnya Perang Salib, sejumlah kota-kota penting dan tempat suci umat Kristen telah diduduki umat Islam seperti Suriah, Asia Kecil, Spanyol, dan Sicilia.3 Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim untuk mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur.4

Disebut Perang Salib karena ekspedisi militer Kristen memepergunakan Salib sebagai simbol pemersatu untuk menunjukan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci (Crusades) dan bertujuan untuk memebebaskan kota suci Baitulmakdis (Yerusalem) dari tangan orang-orang Islam.5

Bagi orang-orang Eropa, Perang Salib dikaitkan dengan kebangkitan kembali agama, dan bahkan diakitkan dengan suatu gerakan kerohanian besar dimana dunia Kristen Barat mengalami kesadaran identitas yang baru. Atas seruan Paus Urabanus II, seluruh raja-raja Kristen di Eropa bersatu dan mengerahkan rakyatnya terlibat dalam Perang salib. Namun, bagi umat Islam pada umumnya Perang Salib tidak lebih dari suatu insiden perbatasan, suatu kelanjutan dari pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Suriah dan Palestina selama setengah abad belakangan. 6

Orang-orang Islam yang terlibat Perang Salib hanyalah mereka yang dekat dengan daerah pertempuran di wilayah Turki, Palestina, dan Mesir.7

Latar Belakang Terjadinya Perang Salib

Penyebab langsung terjadinya perang salib adalah permintaan kaisar Alexius Connenus pada taun 1095 kepada Paus Urbanus II kaisar dari Bizantiun meminta bantuan dari Romawi Karena daerah-daerah yang yang tersebar ke pesisir laut Marmora dibinasakan oleh bani saljuk. Bahkan, kota Konstantinopel diancam pula.Adanya permintaan ini, paus melihat kemungkinan untuk mempersatukan kembali (gereja yunani dengan Romawi yang telah terpecah tahun 1009-1054). 8 Selain itu terjadinya Perang Salib antara Timur-Islam dengan Barat-Kristen disebabkan oleh faktor-faktor utama yaitu agama, politik, dan sosial ekonomi.9

A. Faktor situasi di Eropa dan di Timur Tengah

2 Husaini, Adian. Tinjauan historis konflik Yahudi Kristen Islam. Bandung : Gema Insani , 2004. Hal 1553 Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Insan Mandiri, h. 133 dikutip dari Ensiklopedi Islam Jilid 4, 1994, Jakarta: PT. Ichtar BaruVan Hoeve, h. 240.4 http://rahmahagustiani-rahmah.blogspot.com/2011/12/perang-salib-ini.html diakses pada tanggal 3 Oktober 2013 lihat juga M. Yahya Harun, Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa. Yogyakarta : Bina Usaha, 1987. Hal 45 Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 133 dikutip dari Ensiklopedi Islam Jilid 4, 1994, Jakarta: PT. Ichtar BaruVan Hoeve, h. 240.6 Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 133.7 Ibid8 Dedi Supriyadi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, h. 1719 Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 134 dikutip dari Ensiklopedi Islam Jilid 4, Op. Cit., h. 240-241

Page 4: makalah perang salib, Rifki Aminuddin

Asal mula ide perang salib adalah perkembangan yang terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada Abad Pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh Kekaisaran Byzantium di timur yang disebabkan oleh gelombang baru serangan Muslim Turki Saljuk. Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada akhir Abad Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slavia, dan Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata yang energinya digunakan secara salah untuk bertengkar satu sama lain dan meneror penduduk setempat. Gereja berusaha untuk menekan kekerasan yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga Dei. Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu mencari tempat untuk menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Pengecualiannya adalah saat terjadi Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam.

Perang Salib adalah sebuah gambaran dari dorongan keagamaan yang intens yang merebak pada akhir abad ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sebagai “tentara gereja. Selanjutnya, “Penebusan Dosa” adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi dorongan bagi setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari kutukan abadi di Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan dosa” itu. Kebanyakan mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia. Keberadaan Muslim di Tanah Suci harus dilihat sejak penaklukan bangsa Arab terhadap Palestina dari tangan Kekaisaran Bizantium pada abad ke-7. Hal ini sebenarnya tidak terlalu memengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau keamanan dari biara-biara dan masyarakat Kristen di Tanah Suci Kristen ini. Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu perduli atas dikuasainya Yerusalem yang berada jauh di Timur sampai ketika mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, kekuatan bersenjata kaum Muslim Turki Saljuk yang berhasil memberikan tekanan yang kuat kepada kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodoks Timur.10

Titik balik lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur adalah ketika pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre). Penerusnya memperbolehkan Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, banyak laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu.

B. Faktor Agama.

Berbagai literatur umumnya menuliskan bahwa faktor utama dari sisi agama ialah sejak Dinasti Seljuk merebut Baitul Maqdis dari Dinasti Fathimiyah. Pada paruh kedua abad kesebelas,Suriah dan Palestina menjadi pertarungan yang sengit antara bangsa Turki Saljuk yang menguasai dunia Islam Timur dan Dinasti Fatimiyah yang berpusat di Mesir. Dinasti Fatimiyah yang menganut Syiah Ismailiyah,yang dicap haram oleh kaum muslim sunni,terutama karena ideologi Fatimiyah yang bertujuan dinamis dan ekspansionis pada satu titik mengancam untuk menggulingkan Khalifah Abbasiyah yang bermazhab Sunni di Baghdad. Turki Saljuk yang belakangan memeluk agama Islam menempatkan diri mereka sebagai pendukung Khalifah Abbasiyah dan Islam Sunni,dan melancarkan perang berkepanjangan melawan dinasti Fatimiyah dengan mengandalkan dukungan kerabat mereka Turki nomaden yang mempunyai keahlian militer dan semangat keagamaan mereka

10 Muhammad Sholikhin, Menyatu Diri Dengan Ilahi. Penerbit Narasi. Hal 48

Page 5: makalah perang salib, Rifki Aminuddin

yang tak tertandingi (Al-Ghazali) 11 Dengan jatuhnya Asia kecil ke tangan Dinasti Saljuk,jalan naik haji ke Palestina bagi umat Kristen di Eropa menjadi terhalang.12Ketika itu umat Kristen merasa tidak lagi bebas untuk menunaikan ibadah ke sana. Mereka yang pulang dari ziarah sering mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Saljuk . Selain itu khalifah Abdul Hakim menaikkan pajak ziarah bagi orang-orang Kristen Eropa. Hal ini memicu kemarahan Paus Urbanus II yang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan perampokan dan sebuah kewajiban untuk merebut kembali Baitul Maqdis . Selain itu, Paus juga menjanjikan kejayaan, kesejahteraan, emas, dan tanah di Palestina, serta surga bagi para ksatria yang mau berperang.

Namun, perang salib tidak terlepas dari penyebaran agama Islam ke berbagai daerah yang menjadi kota-kota penting dan tempat suci umat Kristen. Seperti halnya beberapa kawasan Iran dan Syria (632), penaklukan Syria, Mesopotamia dan Palestina (636), Mesir (637), penaklukan Cyprus dan Afrika Utara (645), peperangan melawan Byzantium (646) kemudian terjadi peperangan di laut melawan Byzantium (647) hingga musnahnya kerajaan Parsi pada tahun yang sama. Tidak hanya sampai disitu, penyebaran Islam juga mengharuskan serangan atas Konstatinopel (677) kemudian terjadi kembali pada 716, penaklukan Spanyol, Sind dan Transoksian (711) hingga serangan atas bagian selatan Perancis (792). Serta berbagai peristiwa penaklukan lainnya dalam melakukan ekspansi serta dakwah Islam.13

C. Faktor Politik.

Situasi politik sekitar Anatolia (kini Turki) juga mengalami destabilisasi Byzantium kehilangan wilayah penyangganya ke Timur yang dulunya dikuasai Armenia.Pamor kekaisaran Byzantium mengalami pukulan hebat. Mereka dikalahkan oleh bangsa Turki Saljuk yang dipimpin oleh Sultan Alp Arselan yaitu peristiwa Manzikart tahun 1071 M (464 H)14. Tentara Alp Arselan yang berkekuatan 15.000 prajurit berhasil mengalahkan tentara berjumlah 200.000 orang; yang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Perancis dan Armenia. Peristiwa inilah yang  menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap umat Islam.15

Pada sinode di Clermont Prancis, Paus Urbanus II (1088-1099) memulai inisiatif mempersatukan dunia Kristen (yang saat itu terbelah antara Romawi Barat di Roma dan Romawi Timur atau Byzantium di Konstantinopel). Ketika terasa cukup sulit untuk mempersatukan para pemimpin dunia Kristen dengan ego dan ambisinya masing-masing, maka dicarilah suatu musuh bersama. Dan musuh itu ditemukan yaitu ummat Islam.16 Sasaran jangka pendeknya pun didefinisikan: pembebasan tempat-tempat suci Kristen di bumi Islam, termasuk Baitul Maqdis. Adapun sasaran jangka panjangnya adalah melumat ummat Islam.17

Sementara itu, umat Islam justru terpecah tidak hanya secara “pandangan” terhadap agama, namun juga hingga politik. Mereka yang bersebarangan tidak dapat bersatu padu dalam melawan Kristen. Hingga akhirnya Sholahudin al-Ayubi datang dan menyatukan kembali.

Kekalahan Byzantium sejak tahun 330 yang disebut Konstantinopel di Manzikar (Malazizkir) atau Malasyird, Armenia pada 1071 dan jatuhnya Asia kecil ke bawah kekuasaaan Seljuk telah

11 Hillenbrand,Carole. 2000.The Crusades, Islamic Perspectives. New York Hal 2412 Nasution, Harun. 1985. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1. Jakarta: UI Press. Hal 7813 http://qahar.wordpress.com/2008/02/04/perang-salib-peperangan-politik-dan-kekuasaan-atau-dakwah-agama/ diakses pada tanggal 3 Oktober 201314 Hillenbrand,Carole. 2000.The Crusades, Islamic Perspectives. New York Hal 2415 Abdurrahman, Dudung dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik hingga Modern, Yogyakarta : Penerbit LESFI, 2003. Hal 7616 Abdurrahman, Dudung dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta : Penerbit LESFI, 2003. Hal 7917 Hikmat Darmawan, Perang suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2003. Hal 428

Page 6: makalah perang salib, Rifki Aminuddin

mendorong Kaisar Alexius I Comnesus (Kaisar konstantinopel) untuk meminta bantuan pada Paus Urbanus II (1035-1099); menjadi paus dari (1088-1099) dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan dinasti Seljuk. Paus Urbanus II bersedia membantu Byzantium karena adanya janji kaisar Alexius untuk dapat mempersatukan gereja Yunani dan Roma. Pada waktu itu Paus memiliki kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar tehadap raja-raja yang berada di bawah kekuasaannya. Ia dapat menjatuhkan sanksi kepada raja yang membangkang perintah Paus dengan mencopot pengakuannya sebagai raja. Di lain pihak, kondisi kekuasaan Islam pada waktu itu sedang lemah, sehingga orang-orang Kristen di Eropa berani untuk ikut mengambil bagian dalam perang salib. Ketika itu, dinasti Saljuk di Asia kecil sedang mengalami perpecahan, dinasti fathimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan Islam di Spanyol semakin goyah. Situasi semakin bertambah parah karena adanya pertentangan segi tiga antara Khalifah Fathimiah di Mesir, khalifah Abasiyah di Baghdad dan Amir Umayah di Cordova yang memproklamasikan dirinya sebagai khalifah.

Hal ini tampak dalam kondisi umat islam seperti berikut:

1. kelemahan dinasti Saljuk pasca wafatnya wazir Nizham Al Mulk,dan sultan Maliksyah pada 1092,yang disusul oleh khalifah Abbasiyah Al-Muqtadhi dan khilafah Fatimiyah Al-Muntashir pada 1094,pertikaian internal dan perebutan kekuasaan,menyebabkan desentralisasi negara-negara kota kecil. Dengan demikian dunia Islam tidak siap menangkis serangan yang sama sekali tak terduga. Dan inilah waktu yang tepat untuk barat menyerang18

2. tidak adanya pemimpin kuat yang menyatukan perpecahan umat islam dan membentuk pasukan yang tangguh guna mengusir setiap lawan yang bermaksud jahat kepada islam.

3. beberapa kabilah telah masuk agama Kristen dan hal ini menjadikan Eropa Kristen memiliki jaringan yang kuat di negara-negara timur. Maka situasi demikian yang sangat menguntungkan bangsa Eropa mendorong penguasa-penguasa Kristen di Eropa untuk merebut satu persatu daerah-daerah kekuasaan Islam yang telah begitu luas menguasai Eropa seperi dinasti-dinasti di Edessa (Arruha) dan Baitul Maqdis.

D. Faktor Sosial Ekonomi.

Pedagang-pedagang besar di pantai Timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota Venezia, Genoa, dan Pisa berambisi untuk menguasai kota-kota dagang di sepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah sehingga rela menanggung sebagian dana Perang Salib. Apabila pihak Kristen Eropa menang, mereka menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka.

Stratifikasi sosial masyarakat Eropa terdiri dari tiga kelompok yaitu kaum gereja, kaum bangsawan dan ksatria, dan rakyat jelata. Mayoritas dari mereka adalah rakyat jelata yang harus tunduk pada tuan tanah, terbebani pajak dan kewajiban lainnya. Ketika rakyat jelata dimobilisasi oleh pihak gereja untuk ikut perang Salib dijanjikan kebebasan dan kesejahteraan yang baik bila menang perang, mereka menyambut secara spontan dan berduyun-duyun terlibat dalam perang itu. Sementara, meluasnya daerah kekuasaan Islam berdampak pada beragam pola pemahaman, budaya dan cara beragama. Sehingga nilai-nilai Islam sebagai rahmatan lil alamin belum dapat meresapi seluruh daerah kekuasaan Islam. Tidak sedikit perlakuan buruk yang dilakukan oleh kaum muslim terhadap orang-orang kristen; utamanya mereka yang hendak berziarah ke Baitul Maqdis. Namun, dengan meluasnya daerah kekuasaan, perekonomian muslim di timur tengah mengalami kemajuan yang pesat.19

18 Hillenbrand,Carole. 2000.The Crusades, Islamic Perspectives. New York hal 26

Page 7: makalah perang salib, Rifki Aminuddin

Saat itu, di Eropa berlaku hukum waris bahwa hanya anak tertua yang berhak menerima harta warisan, apabila anak tertua meninggal maka harta warisan harus diserahkan pada gereja. Oleh karena itu, populasi orang miskin menigkat sehingga anak-anak yang miskin beramai-ramai mengikuti seruan mobilisasi umum Perang Salib., dengan harapan mendapatkan perbaikan ekonomi.20

Perang salib bagi orang-orang Kristen juga merupakan jaminan untuk masuk surga sebab perang salib , menurut mereka, adalah mati sebagai pahlawan agar dan langsung masuk surga walaupun mempuinyai dosa-dosa pada masa lalunya.21

Proses Berlangsungnya Perang Salib

Dari beberapa faktor yang menjadi penyebab bibit awal peperangan itulah Sri Paus berani mengumumkan atas kebenciannya terhadap umat islam. Maka idenya untuk mengadakan perang salib itu bergulir dengan diawali kongres tahunan yang di hadiri oleh para uskup dan menyetujui gagasannya. Ia menghasut dengan dalih pembebasan Baitul Maqdis, yang pula mendapat dukungan para peserta kongres tersebut.22Hal ini menjadi semakin besar pengaruhnya dengan seorang pendeta prancis, Boutros yang berkeliling ke seluruh Eropa dalam membangkitkan sentiment agama orang-orang Kristen dan mengajak mereka untuk berperang. Dan ajakan ini betul-betul berpengaruh dalam hati umat Kristen. Maka berangkatlah dan semakin menyebarlah gagasan Sri Paus atas perang salib ini.23 Salah satu pidato Sri Paus untuk membangkitkan tentara-tentara dan kesatria kristiani antara lain :

Aku tidak ingin berbicara persoalan agama. Disana hanya kutemukan orang-orang fanatik dan buta yang mengatasnamakan agama untuk melegalisasikan penindasan dan ketidakadilan. Menganggap dirinya memahami kalimat Tuhan dan menjadi satu-satunya representatif Tuhan di dunia. Karena Agama yang sebenarnya adalah apa yang ada dihatimu, Ia akan menuntunmu untuk menegakkan

kesejahteraan, keadilan dan kebenaran.Karena itu merupakan alasan mengapa engkau dilahirkan.”24

Perang Salib yang berlangsung hampir 200 tahun itu tidak berlangsung secara terus menerus, tetapi secara bertahap. Permusuhan pun tidak berlangsung terus menerus karena ada masa damai, kerena itulah perang salib dibagi beberapa periode.25 Philip K. Hitti menyederhanakan pembagian Perang Salib dalam tiga periode.26

1.      Periode Pertama (Periode penaklukan: 1096-1144 M)

Jalinan kerja sama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II berhasil membangkitkan semangat umat Kristen, terutama akibat pidato Paus Urbanus II pada kondisi Clermont tanggal 26 November 1095 M.27 Orang-orang yang hadir disana meneriakan slogan Deus Vult (tuhan menghendaki) sambil mengacungkan tangan. Pada musim semi 1907, 150.000 manusia, sebagian besar orang franka, norman, dan sebagian rakyat biasa menyambut seruan untuk berkumpul di Konstantinopel. Pada saat itulah gendering perang salib disebut begitu karena salib dijadikan lencana pertama ditabuh.28 Pidato

19 http://fokammsi.wordpress.com/2008/04/23/perang-salib-dan-wajah-peradaban-barat/ diakses pada tanggal 3 Oktober 201320 Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 134-135.21 Dedi Supriyadi, 2008, Op. Cit., h. 17222 Hikmat Darmawan, Perang suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2003. Hal 43023 http://fokammsi.wordpress.com/2008/04/23/perang-salib-dan-wajah-peradaban-barat/ diakses pada tanggal 3 Oktober 201324 Kalimat Pendeta kepada Kesatria Salib dalam film Kingdom of Heaven25 http://rahmahagustiani-rahmah.blogspot.com/2011/12/perang-salib-ini.html diakses pada tanggal 3 Oktober 201326 Badri Yatim, 2008. Sejarah Peradapan Islam (Dirasah Islamiah II). Jakarta: PT Raja Grafinda Persada. hlm. 76.27 Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 135.28 Dedi Supriyadi, 2008, Op. Cit., h. 172

Page 8: makalah perang salib, Rifki Aminuddin

itu bergema ke seluruh penjuru negara kristen mempersiapkan berbagai bantuan utuk mengadakan penyerbuan. Gerakan yang dipimpin oleh Pierre I’Ermite, spontanitas diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat (rakyat jelata) yang tidak mempunyai pengalaman berperang, tidak disiplin, dan tanpa persiapan. Sepanjang jalan menuju Konstantinopel, mereka melakukan keonaran, perampokan, dan terjadi bentrokan dengan penduduk Hongaria dan Bizantium. Pasukan Salib akhirnya dapat dikalahkan oleh pasukan Dinasti Seljuk dengan mudah.

Angkatan berikutnya, pasukan Salib dipimpin oleh Godfrey dari Bouillon, Bohemond dari Sisilia, dan Raymond dari Toulouse sebagai ekspedisi militer yang terorganisir. Mereka menduduki kota suci Palestina (Yerusalem) pada tanggal 7 Juni 1099 M. Pasukan Salib yang memasuki Jerusalem (1099) kemudian melakukan pembantaian besar-besaran terhadap penduduk Kota Suci itu. Di Masjid al-Aqsha terdapat genangan darah setinggi mata kaki, karena banyaknya kaum Muslimin yang dibantai. Fulcher of Chartress menyatakan, bahwa darah begitu banyak tertumpah, sehingga membanjir setinggi mata kaki: “If you had been there your feet would have been stained to the ankles in the blood of the slain.”

Seorang tentara Salib menulis dalam Gesta Francorum, bagaimana perlakuan tentara Salib terhadap kaum Muslim dan penduduk Jerusalem lainnya, dengan menyatakan, bahwa belum pernah seorang menyaksikan atau mendengar pembantaian terhadap ‘kaum pagan’ yang dibakar dalam tumpukan manusia seperti piramid  dan hanya Tuhan yang tahu berapa jumlah mereka yang dibantai: “No one has ever seen or heard of such a slaughter of pagans, for they were burned on pyres like pyramid, and no one save God alone knows how many there were.” (David R. Blanks and Michael Frassetto (ed), Western Views of Islam in Medieval and Early Modern Europe, (New York, St. Martin’s Press, 1999)).Sebelumnya dengan terlebih dahulu merebut Anatolia Selatan, daerah Tarsus, Antiokia, Aleppo, dan ar-Ruha’ (Edessa). Mereka juga berhasil merebut Tripoli, Syam (Suriah), dan Acre. Sebagai akibat kemenangan itu, berdiri beberapa kerajaan Latin-Kristen. Di Timur yaitu Kerajaan Latin I di Edessa (1098 M) diperintah oleh Raja Baldwin, kerajaan latin II di Antiokia (1098 M) diperintah raja Bohemond, Kerajaan Latin III di Baitulmakdis (1099 M) diperintah oleh Raja Godfrey, dan Kerajaan Latin IV di tripoli (1109 M) diperintah oleh Raja Raymond.29

2.      Periode  Kedua (Periode reaksi umat Islam: 1144-1192 M)

Kaum Muslimin menghimpun kekuatan untuk menghadapi kekuatan kaum Salib yang telah menguasai beberapa wilayah kekuasaan Islam. Imaduddin Zanki, gubernur Mosul, membendung serangan pasukan Salib dan berhasil merebut kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa (ar-Ruha’) pada tahun 1144 M. Beliau wafat tahun 1146 M dan putranya, Nuruddin Zanki meneruskan cita-citanya membebaskan negara Islam di Timur dari cengkraman kaum Salib, berhasil merebut kembali kota-kota; Damaskus (1147 M), Antiokia (1149 M), dan Mesir (1169 M). Nuruddin Zanki wafat tahun 1174 M, komando pasukan Islam selanjutnya di bawah pimpinan Salahuddin al-Ayyubi (Saladin) di Mesir,yang berhasil menyatukan Syiria dan Mesir pada tanggal 2 Oktober 1187 M berhasil membebaskan Baitul Maqdis (Jerusalem) yang telah dikuasai kerajaan latin selama 88 tahun. 30 ketika Salahuddin merebut kembali Jerusalem pada tahun 1187, boleh dikatakan tidak ada pembunuhan terhadap warga nasrani yg tertinggal di kota itu, tidak ada pengrusakan dan perampokan terhadap gereja, dan para pemuka agama nasrani sedikitpun tidak disentuh (www.bbc.co.uk/religion/ethics/war/islam.shtml). Mengapa Salahuddin bertindak seperti itu? Jawabannya adalah, karena beliau memegang teguh etika perang Islam sebagaimana diajarkan oleh AL Quran dan Rasulullah Muhammad SAW, yang di antaranya adalah:

1. Muslim hanya boleh berperang ketika diserang atau bila ada warga muslim di wilayah non muslim yg ditindas atau dibantai (Al Baqarah:190)

29 Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 135.30 Ibid., h. 136

Page 9: makalah perang salib, Rifki Aminuddin

2. Dalam berperang muslim tidak boleh melampaui batas (Al Baqarah 190), di antaranya tidak boleh membunuh musuh yg sudah tidak berdaya, merusak mayat, mengganggu apalagi merampok dan membunuh penduduk sipil, merusak atau merampok tempat ibadah atau fasilitas umum, membakar rumah penduduk kecuali yg dianggap bisa menjadi tempat persembunyian musuh, membunuh ternak kecuali yg untuk dimakan, serta merusak tanaman kecuali utk diambil buahnya (Al Hadist).

3. Bila telah terjadi kesepakatan untuk menghentikan peperangan dan musuh telah mengembalikan wilayah muslim yg dikuasainya dan membebaskan tentara atau penduduk muslim yg ditawannya, maka muslim diperintahkan utk berhenti berperang (al Baqarah 193).

Keberhasilan Salahuddin al-Ayyubbi itu membangkitkan semangat kaum Salib dengan mengirimkan ekspedisi militer yang lebih kuat pada tahun 1189 M, dipimpin oleh raja-raja Eropa yang besar yaitu: Frederick I (Barbarossa, kaisar Jerman), Richard I (The Lion-Hearted, raja Inggris), dan Philip II (Augustus, raja Perancis).31 Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M dengan dua jalur berbeda. Pasukan Richard dan Philip melalui jalur laut dan pasukan Barbarossa saat itu merupakan yang terbanyak di Eropa melalui jalur darat, melewati Konstantinopel. Namun, Barbarossa meninggal di daerah Cilicia karena tenggelam di sungai, sehingga menyisakan Richard dan Philip. Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan Philip sempat menguasai Siprus dan mendirikan Kerajaan Siprus.

Meskipun mendapat tantangan berat dari Salahuddin al-Ayyubi, mereka berhasil merebut Akka dan dijadikan ibukota kerajaan Latin, namun tidak berhasil memasuki Palestina. Pertempuran sengit terjadi antara pasukan Salahuddin al-Ayyubi dengan pasukan Philip dan Richard yang diakhiri dengan gencatan senjata dan membuat suatu perjanjian (disebut Shulh al-Ramlah) pada tanggal 2 November 1192 M. Inti perjanjian damai itu adalah daerah pedalaman menjadi milik kaum Muslimin dan umat Kristen yang akan ziarah ke Baitulmakdis terjamin keamanannya, sedangkan daerah pesisir utara, Acre dan Jaffa berada di bawah kekuasaan tentara Salib. Tak lama setelah perjanjian disepakati, Salahuddin al-Ayyubi wafat pada bulan Safsr 589 H/Februari 1193 M.32 Dan penerusnya adalah dinasti Ayyubiyah (keluarga Saladin)

3.      Periode Ketiga (Periode perang saudara kecil-kecilan atau kehancuran di dalam pasukan Salib: (1193-1291 M)

Saat itu Mesir berada di bawah Pemerintahan Al-Malik al-'Adil, yang meninggal dunia (1218) setelah tentara Salib menguasai menara Al-Silsilah. Al-Malik kemudian digantikan oleh putranya Al-Malik al-Kamil (1218-1238). Al-Malik al-kamil menghadapi gangguan dari dalam, yaitu konspirasi yang dipimpin oleh seorang panglima yang berasal dari Kurdi, Ibn Masytub, yang hendak menyisihkannya. Ia lalu melarikan diri ke Yaman. Namun Karena bantuan adiknya, Al-Malik Mu'azzam dari syam, ia bisa kembali menduduki tahta kesultanan Mesir. Tantangan dari luar selain dari tentara Salib adalah tentara Mongol yang mulai menguasai dunia Islam bagian Timur, Khawarizami, negeri negeri Transoxiana, dan sebagian negeri Persia pada tahun 1220. Serangan Mongol ke Baghdad pun dimulai.33

Kedudukan tentara Salib sebenarnya baik karena banyaknya rombongan besar menggabungkan diri atas seruan Paus Innocent III yang dilanjutkan oleh Paus Honorius III. Raja Juhanna de Brienne dan Wakil Paus, Plagius, memimpin pasukan ini. Dimyat bisa segera mereka kuasai pada tahun 1218. Namun, serangan belum dilanjutkan menuju Kairo karena menunggu bantuan Frederik II dalam perajalanan untuk menopang serangan selanjutnya. Karena situasi yang mencekam, sebagaimana digambarkan di atas, ditambah situasi ekonomi yang sulit, terutama karena surutnya sungai Nil, Mesir diancam bahaya kelaparan. Al- Kamil pun mengajukan permintaan perdamaian. Ia mengajukan

31 Frederiek Djara. sejarah perang salib . Gunung Mulia (2004). Hal 35532 Ibid, lihat juga Iqbal, Akhmad. Perang Perang Paling Berpengaruh Didunia. Jogja : Bangkit Publisher, 2001. Hal 7233 Kumoro, Bawono, Hamas Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel. Mizan Pustaka. Hal 40

Page 10: makalah perang salib, Rifki Aminuddin

tawaran menyerahkan Jerusalem dan hampir semua kota yang ditaklukan Shalahudin kepada pihak Salib asalkan mereka (pihak Salib) menarik diri dari Dimyat. Tawaran yang begitu menguntungkan pihak Salib itu ditolak, bahkan mereka akan menguasai seluruh Mesir dan Syam. Penolakan ini terutama dikemukakan oleh utusan Paus, Pelagius, yang ditopang oleh Italia, karena kepentingan perdagangannya terancam di Mesir. Tidak ada pilihan bagi Al-Kamil: hancur atau menang. Timbullah ide yang kemudian dilaksanakannya, yaitu menghancurkan dam-dam irigasi yang menuju Dimyat. Akhirnya banjir pun melanda seluruh Dimyat. Banyak tentara Salib yang tenggelam. Mereka terancam bahaya kelaparan. Karena bantuan Frederik II yang diharapkan tak kunjung datang, tentara Salib pun meninggalkan Dimyat tanpa syarat.34

Periode ini lebih disemangati oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat material daripada motivasi agama. Tujuan mereka untuk membebaskan Baitul Maqdis terlupakan, terbukti dari pasukan Salib yang dipersiapkan menyerang Mesir (1202-1204 M) ternyata membelokan haluan menuju Konstatinopel. Kota itu direbut, diduduki, dan dikuasai oleh Baldwin sebagai raja pertamanaya. Tentara Salib yang dipimpin oleh raja Frederick II, berusaha merebut Mesir terlebih dahulu sbelum ke Palestina dengan harapan mendapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibthy dan tahun 1219 M berhasil menduduki Dimyat. Raja al_malik al-Kamil dari Dinasti Ayyubiyah membuat perjanjian dengan Frederick II, yang isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimyat dan al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina. Frederick menjamin keamanan kaum Muslimin di sana dan tidak mengirim bantuan kristen di Syria. Pada masa Mesir diperintah al-malik al-Shalih, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin tahun 1247 M.35

Dengan tergulingnya Dinasti Ayyubiyah akibat ekspansi wiilayah terbesar tentara salib (1240-an) yang sangat padu,naiklah Dinasti Mamluk yang militan dari Mesir. Mereka bahkan bersedia melancarkan serangan kepada bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang bertujuan menghabisi khalifah Abbasiyah. Sebelumnya mereka meraih kemenangan besar atas bangsa Mongol yang sebelumnya tak terkalahkan dalam pertempuran sungai Daud (ayn Jalut) pada 1260 dan menghancurkan Hasyasyin. Namun mereka lebih mengutamakan mengusir tentara salib yang terus berdatangan untuk selamanya.

Pada periode ini telah terukir dalam sejarah munculnya pahlawan wanita yang terkenal gagah berani yaitu Syajar ad-Durr. Ia berhasil menghancurkan pasukan raja Louis IX dari Perancis dan sekaligus menangkap raja tersebut. Pahlawan wanita ini pun telah mampu menunjukan sikap kebesaran Islam dengan membebaskan dan mengizinkan raja Louis kembali ke negerinya.36

Sultan Mamluk Baybar merupakan raja yang sangat tegas dan keras,merupakan tokoh utama yang memulai proses pengusiran tentara salib. Baybar melancarkan 3 operasi militer besar-besaran (1265-1271) berhasil menaklukan banyak wilayah termasuk Antiokhia pada 1268 dan Krak des Chevaliers pada 1271. Dilanjutkan Sultan Qalawun merebut Marqab dan Maraclea 1285 dan Tripoli 1289. Sultan Al-Asyraf menghancurkan wilayah tentara salib yang tersisa dan mencapai puncak pada jatuhnya Acre pada 18 Mei 1291,suatu peristiwa yang dianggap menandakan berakhirnya kekuasaan kaum Salib di kawasan mediterania Timur.37

Dampak Perang Salib Bagi Umat Islam dan Kristen

Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan. meski benua Eropa bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara

34 Kuntowijoyo , Metodologi Sejarah, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana,2003. Hal 5235 Ibid36 Ibid., h. 137.37 Hillenbrand,Carole. 2000.The Crusades, Islamic Perspectives. New York hal 37,38,39

Page 11: makalah perang salib, Rifki Aminuddin

semenanjung Liberia dengan Sicilia38 , banyak ilmu pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa perang salib.

Bangsa Eropa belajar berbagai disiplin ilmu yang saat itu berkembang di dunia Islam lalu mengarangnya dalam buku-buku yang bagi dunia Barat terasa mencerahkan. Mereka juga mentransfer industri dan teknologi konstruksi dari kaum muslimin, sehingga pasca perang salib terjadi pembangunan yang besar-besaran di Eropa. Gustav Lebon berkata: “Jika dikaji hasil perang salib dengan lebih mendalam, maka didapati banyak hal yang sangat positif dan urgen. Interaksi bangsa Eropa selama dua abad masa keberadaan pasukan salib di dunia Islam boleh dikatakan faktor dominan terhadap kemajuan peradaban di Eropa. Perang salib membuahkan hasil gemilang yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.”39

Perang salib menghabiskan aset umat Islam baik harta benda maupun putra-putra terbaik. Kemiskinan terjadi karena seluruh kekayaan negara dialokasikan untuk perang. Dekadensi moral terjadi karena perang memakan habis orang laki-laki dan pemuda. Kemunduran ilmu pengetahuan terjadi karena umat Islam menghabiskan seluruh waktunya untuk memikirkan perang sehingga para ulama tidak punya waktu untuk mengadakan penemuan-penemuan dan karya-karya baru kecuali yang berhubungan dengan dunia perang.

Pihak Islam pada akhirnya dapat memenangkan Perang Salib yang sangat melelahkan, berlangsung tahun 1096-1291 M. Walaupun menang umat Islam sebenarnya mengalami kerugian yang luar biasa karena peperangan itu terjadi di kawasan dunia Islam (Turki, Palestina, dan Mesir). Sebaliknya bagi pihak Kristen, mereka menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah maju. Kebudayaan dan peradaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya Rennaisans di Barat. Kebudayaan yang mereka bawa ke Barat terutama dalam bidang militer, seni, perindustrian, perdagangan, pertanian, astronomi, kesehatan, dan kepribadian.40

Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib lebih dapat digambarkan sebagai perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib Ketiga dapat disebut sebuah anomali. Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua pendapat di atas, khususnya bahwa Perang Salib adalah cara Katolik Roma utama dalam menyelamatkan Katolikisme, yaitu tujuan yang utama adalah memerangi Islam dan tujuan yang kedua adalah mencoba menyelamatkan ke-Kristen-an, dalam konteks inilah, Perang Salib Ketiga dapat dikatakan mengabaikan tujuan yang utama. Meski begitu, Perang Salib Ketiga ditentang oleh Paus pada saat itu dan secara umum dikenang sebagai suatu kesalahan besar.

1. Politik dan Budaya

Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Abad Pertengahan.41 Pada masa itu, sebagian besar benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada abad ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat di Prancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh dominasi gereja pada masa awal perang salib. Pengalaman militer perang salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai menggunakan bahan dari batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang dibuat di Timur,

38 http://rahmahagustiani-rahmah.blogspot.com/2011/12/perang-salib-ini.html diakses pada tanggal 3 Oktober 201339 http://qahar.wordpress.com/2008/02/04/perang-salib-peperangan-politik-dan-kekuasaan-atau-dakwah-agama diakses pada tanggal 3 Oktober 201340 Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 137.41 Sanusi, ahmad. Relasi Damai Islam Kristen. Pustaka Alvabet , 2001. Hal 92

Page 12: makalah perang salib, Rifki Aminuddin

tidak lagi menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia, terutama Asia.

Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru mencapai timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju perkembangan di universitas-universitas Eropa yang kemudian mengarahkan kepada masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.

2. Dalam Bidang Militer

Dunia Barat menemukan persenjataan dan teknik berperang yang belum pernah mereka temui sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan bahan-bahan peledak untuk melontarkan peluru, pertarungan senjata dengan menunggang kuda, teknik melatih burung merpati untuk kepentingan informasi militer, dan penggunaan alat-alat rebana dan gendang untuk memberi semangat kepada pasukan militer di medan perang.

3. Dalam Bidang Perindustrian

Mereka banyak menemukan kain tenun sekaligus peralatan tenun di dunia Timur. Utnuk itu mereka mengimpor berbagai jenis kain seperti mosselin, satin, dan damast dari Timur ke Barat. Mereka juga menemukan berbagai jenis parfum, kemenyan dan getah Arab yang dapat mengharumkan ruangan.

4. Dalam Bidang Pertanian

Mereka menemukan sitem pertanian yang sama sekali baru di dunia Barat dari dunia Timur-Islam seperti model irigasi yang praktis dan jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka macam. Disamping itu mereka menemukan gula yang dianggap cukup penting.

5. Dalam Bidang Perdagangan

Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan bala tentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang sebagian besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan disebabkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih karena banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, karena banyak Negara kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun kemudian di daerah-daerah bekas Byzantium.

Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa yang sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu mulia, teknik pembuatan barang kaca yang maju, bentuk awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak lagi.

Sebagai akibat hubungan perniagaan dengan Timur menyebabkan mereka menggunakan mata uang sebagai alat tukar barang, sebelumnya mereka menggunakan sitem barter. Kontak perdagangan antara Timur dan Barat semakin pesat, dimana Mesir dan Syria sangat besar artinya sebagai lintas perdagangan. Kekayaan kerajaan dari rakyat kian melimpah hingga membuka jalan perdagangan sampai ke Tanjung Harapan dan lama kelamaan perdagangan dan kemajuan timur berpindah ke Barat (Eropa).

6. Dalam Bidang Astronomi dan Kedokteran

Ilmu astronomi yang dikembangkan Islam sejak abad ke-9 telah mempengaruhi lahirnya berbagai observatorium di dunia Barat. Mereka juga meniru rumah sakit dan tempat pemandian. Berita

Page 13: makalah perang salib, Rifki Aminuddin

perjalanan Marcopolo dalam mencari benua Amerika di abad ke-13 sebagai langkah awal bagi perjalanan Colombus ke Amerika tahun 1492 M. Sikap dan kepribadian umat Islam di Timur telah memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai kemanusiaan di Eropa yang sebelumnya tidak mendapatkan perhatian.42

7. Dunia Islam

Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam.43 Dimana persamaan antara “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib” meninggalkan bekas yang amat dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sebagai “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.

42 Ibid., h. 13843 Kuntowijoyo , Metodologi Sejarah, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana,2003. Hal 57

Page 14: makalah perang salib, Rifki Aminuddin

BAB III

PENUTUP

A.    Simpulan

Perang Salib (The Crusades) merupakan perang keagamaan selama dua abad yang terjadi sebagai reaksi kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Terjadinya Perang Salib antara Timur-Islam dengan Barat-Kristen disebabkan oleh faktor-faktor utama yaitu agama, politik, dan sosial ekonomi. Perang Salib yang berlangsung hampir 200 tahun itu tidak berlangsung secara terus menerus, tetapi secara bertahap karena itulah perang salib dibagi beberapa periode yaitu, Perang Salib I, Perang salib II dan Perang Salib III. Secara garis besar dampak perang salib adalah Saling tukar menukar ilmu pengetahuan antara Kristen dengan islam. meski benua Eropa bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara semenanjung Liberia dengan Sicilia.

Yang menarik untuk dikaji adalah Yerusalem bagi banyak ahli sejarah dilihat sebagai faktor yang cukup dominan dalam penggagasan perang salib, namun kelihatanya cukup sepele dan sederhana kalau upaya pengamanan peziarah yang dikedepankan dalam menggagas perang salib tersebut terutama jika dibandingkan dengan pengorbanan daya dan dana yang dibutuhkan untuk ekspedisi militer pada waktu itu. Saya lebih melihat bahwa isu Yerusalem dijadikan pemicu semangat para tentara salib sementara faktor penentu dalam hal ini adalah murni politik yakni upaya pembentengan diri dari ancaman yang sudah semakin mendekati jantung kekuasaan Eropa disatu sisi dan disisi lain adalah interes internal politik gereja (katolik) untuk menyatukan negara-negara kristen katolik yang pada saat itu tengah berperang. Sehingga perang salib digunakan sebagai alat untuk menyatukan gereja kristen barat (Roma) dan timur (konstantinopel).

   Demikian selintas kisah dari Perang Salib yang telah mengubah wajah dunia pada abad pertengahan yang berpengaruh hingga sekarang. Sebelum Perang Salib, pemeluk agama Kristen dan Yahudi bisa hidup berdampingan di Palestina dan sekitarnya di bawah naungan Daulah Islamiyah. Tetapi setelah kedahsyatan Perang Salib yang memakan waktu sampai dua abad lamanya, telah mampu mengubah situasi harmoni masa lalu.

Perang Salib telah menyisakan perasaan, dendam, curiga, waspada, was-was, dan rasa terancam yang menghantuinya. Dengan logika ini, kita bisa menemukan alasan mengapa George W. Bush mantan penguasa nomor satu Negara Adi Daya itu mengkaitkan isu terorisme internasional di Irak sebagai kelanjutan Perang Salib Modern.

B.     Saran

Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.

Page 15: makalah perang salib, Rifki Aminuddin

DAFTAR PUSTAKA

Hillenbrand,Carole. 2000.The Crusades, Islamic Perspectives. New York

Nasution, Harun. 1985. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1. Jakarta: UI Press.

http://rahmahagustiani-rahmah.blogspot.com/2011/12/perang-salib-ini.html diakses pada tanggal 3 Oktober 2013

Suntiah, Ratu dan Maslani. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Insan Mandiri.

Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradapan Islam (Dirasah Islamiah II). Jakarta: PT Raja Grafinda Persada.

Husaini, Adian . Tinjauan historis konflik Yahudi Kristen Islam. Gema Insani 2004.

Hikmat Darmawan, Perang suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, Jakarta :  Serambi Ilmu Semesta, 2003

Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia., Gramedia :1995

Dedi Supriyadi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia

Kuntowijoyo , Metodologi Sejarah,  Yogyakarta : PT. Tiara Wacana,2003. 

Sanusi, ahmad. Relasi Damai Islam Kristen. Pustaka Alvabet , 2001.

Iqbal, Akhmad. Perang Perang Paling Berpengaruh Didunia. Jogja : Bangkit Publisher, 2001.

Kumoro, Bawono, Hamas Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel. Mizan Pustaka.

Frederiek Djara. sejarah perang salib .Gunung Mulia (2004).

Abdurrahman, Dudung dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern,  Yogyakarta : Penerbit LESFI, 2003.

Muhammad Sholikhin, Menyatu Diri Dengan Ilahi. Penerbit Narasi.2001

M. Harun yahya, Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa. Yogyakarta :  Bina Usaha, 1987.

http://qahar.wordpress.com/2008/02/04/perang-salib-peperangan-politik-dan-kekuasaan-atau-dakwah-agama/

http://fokammsi.wordpress.com/2008/04/23/perang-salib-dan-wajah-peradaban-barat/