bab ii kajian pustaka 2.1 kerangka teori 2.1.1 definisi...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Definisi Kesantunan
Kesantunan berbahasa merupakan salah satu aspek kebahasaan yang dapat
meningkatkan kecerdasan emosional penuturnya karena didalam komunikasi,
penutur dan petutur tidak hanya dituntut menyampaikan kebenaran, tetapi harus tetap
berkomitmen untuk menjaga keharmonisan hubungan. Keharmonisan hubungan
penutur dan petutur tetap terjaga apabila masing- masing peserta tutur senantiasa
tidak saling mempermalukan. Dengan perkataan lain, baik penutur maupun petutur
memiliki kewajiban yang sama untuk menjaga muka.
Kesantunan (politeness), kesopansantunan atau etiket adalah tatacara, adat,
atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Kesantunan merupakan aturan
perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu
sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku
sosial. Oleh karena itu, kesantunan ini biasa disebut ‘tatakrama’.
Berdasarkan pengertian tersebut, kesantunan dapat dilihat dari berbagai segi
dalam pergaulan sehari- hari.
Pertama, kesantunan memperlihatkan sikap yang mengandung nilai sopan santun
atau etiket dalam pergaulan sehari- hari. Ketika orang dikatakan santun, maka dalam
diri seseorang itu tergambar nilai sopan santun atau nilai etiket yang berlaku secara
9
Universitas Sumatera Utara
baik di masyarakat tempat seseorang itu mengambil bagian sebagai anggotanya.
Ketika dia dikatakan santun, masyarakat memberikan nilai kepadanya, baik penilaian
itu dilakukan secara seketika (mendadak) maupun secara konvensional (panjang,
memakan waktu lama). Sudah barang tentu, penilaian dalam proses yang panjang ini
lebih mengekalkan nilai yang diberikan kepadanya.
Kedua, kesantunan sangat kontekstual, yakni berlaku dalam masyarakat, tempat atau
situasi tertentu, tetapi belum tentu berlaku bagi masyarakat, tempat atau situasi lain.
Ketika seseorang bertemu dengan teman karib, boleh saja dia menggunakan kata
yang agak kasar dengan suara keras, tetapi hal itu tidak santun apabila ditujukan
kepada tamu atau seseorang yang baru dikenal. Mengecap atau mengunyah makanan
dengan mulut berbunyi kurang sopan kalau sedang makan dengan orang banyak di
sebuah perjamuan, tetapi hal itu tidak begitu dikatakan kurang sopan apabila
dilakukan di rumah.
Ketiga, kesantunan selalu bipolar, yaitu memiliki hubungan dua kutub, seperti antara
anak dan orangtua, antara orang yang masih muda dan orang yang lebih tua, antara
tuan rumah dan tamu, antara pria dan wanita, antara murid dan guru, dan
sebagainya.
Keempat, kesantunan tercermin dalam cara berpakaian (berbusana), cara berbuat
(bertindak) dan cara bertutur (berbahasa).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Jenis Kesantunan
Kesantunan dapat dibagi tiga, yaitu kesantunan berpakaian, kesantunan
berbuat, dan kesantunan berbahasa. Kecuali berpakaian, dua kesantunan terakhir
tidak mudah dirinci karena tidak ada norma baku yang dapat digunakan untuk kedua
jenis kesantunan itu.
Dalam kesantunan berpakaian (berbusana, berdandan) ada dua hal yang perlu
diperhatikan. Pertama, berpakaianlah yang sopan ditempat umum, yaitu hindarilah
pakaian yang dapat merangsang orang lain terutama lawan jenis, seperti pakaian
tembus pandang (transparan), menampakkan bagian badan yang pada umumnya
ditutup, dan rok yang terlalu mini atau terbelah terlalu tinggi. Kedua, berpakaianlah
yang rapi dan sesuai dengan keadaan, yaitu berpakaian resmi pada acara resmi,
berpakaian santai pada situasi santai, berpakaian renang pada waktu renang.
Betapapun mahalnya pakaian renang, tidak akan sesuai apabila dipakai dalam suatu
acara resmi.
Kesantunan perbuatan adalah tatacara bertindak atau gerak-gerik ketika
menghadapi sesuatu atau dalam situasi tertentu, misalnya ketika menerima tamu,
bertamu ke rumah orang, duduk di ruang kelas, menghadapi orang yang kita hormati,
berjalan di tempat umum, menunggu giliran (antre), makan bersama di tempat
umum, dan sebagainya. Masing-masing situasi dan keadaan tersebut memerlukan
tatacara yang berbeda. Pada waktu makan bersama, misalnya, memerlukan kesantuan
dalam cara duduk, cara mengambil makanan, cara makan atau mengunyah, cara
memakai sendok, cara membersihkan mulut setelah makan, dan cara memakai tusuk
Universitas Sumatera Utara
gigi. Sekedar contoh terkait dengan kesantunan tindakan, misalnya tidaklah santun
apabila kita berwajah murung ketika menerima tamu, duduk dengan "jigrang" ketika
mengikuti kuliah dosen, bertolak pinggang ketika berbicara dengan orang tua,
mendahului orang lain dengan bersenggolan badan atau ketika berjalan di tempat
umum tanpa sebab, nyelonong ke loket ketika yang lain sedang antre menanti giliran,
menguap selebar-lebarnya sambil mengeluarkan suara di depan orang lain, dan
mencungkil gigi tanpa menutup mulut ketika sedang makan bersama di tempat
umum. Untuk jenis yang ketiga tentang kesantuanan bahasa dibahas khusus pada
satu sub bab selanjutnya.
2.1.3 Kesantunan Berbahasa
Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi lewat tanda
verbal atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada norma-norma
budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan. Tatacara
berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat
tempat hidup dan dipergunakannya suatu bahasa dalam berkomunikasi. Apabila
tatacara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma-norma budaya, maka ia akan
mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh,
tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya.
Tatacara berbahasa sangat penting diperhatikan para peserta komunikasi
(komunikator dan komunikan) demi kelancaran komunikasi. Oleh karena itu,
masalah tatacara berbahasa ini harus mendapatkan perhatian, terutama dalam proses
Universitas Sumatera Utara
belajar mengajar bahasa. Dengan mengetahui tatacara berbahasa diharapkan orang
lebih bisa memahami pesan yang disampaikan dalam komunikasi karena tatacara
berbahasa bertujuan mengatur serangkaian hal berikut.
(1) Apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu dan keadaan tertentu.
(2) Ragam bahasa apa yang sewajarnya dipakai dalam situasi tertentu.
(3) Kapan dan bagaimana giliran berbicara dan pembicaraan sela diterapkan.
(4) Bagaimana mengatur kenyaringan suara ketika berbicara.
(5) Bagaimana sikap dan gerak-gerik keika berbicara.
(6) Kapan harus diam dan mengakhiri pembicaraan.
Tatacara berbahasa seseorang dipengaruhi norma-norma budaya suku bangsa
atau kelompok masyarakat tertentu. Tatacara berbahasa orang Inggris berbeda
dengan tatacara berbahasa orang Amerika meskipun mereka sama-sama berbahasa
Inggris. Begitu juga, tatacara berbahasa orang Jawa berbeda dengan tatacara
berbahasa orang Batak meskipun mereka sama-sama berbahasa Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa kebudayaan yang sudah mendarah daging pada diri seseorang
berpengaruh pada pola berbahasanya. Itulah sebabnya kita perlu mempelajari atau
memahami norma-norma budaya sebelum atau di samping mempelajari bahasa.
Sebab, tatacara berbahasa yang mengikuti norma-norma budaya akan menghasilkan
kesantunan berbahasa. Selain budaya, faktor- faktor sosial seperti status sosial, umur,
jenis kelamin, tingkat pendidikan juga mempengaruhi pembentukan kesantunan
berbahasa.
Universitas Sumatera Utara
Wujud kesantunan dapat dilihat dari dua cara, yaitu cara verbal dan cara
nonverbal. Kesantunan verbal merupakan aktivitas berbahasa yang di dalamnya
tercermin nilai- nilai kesopanan/ kesantunan berdasarkan nilai sosial dan budaya
penutur. Kesantunan nonverbal adalah tindakan nonkebahasaan yang dianggap lazim
menurut tolak ukur nilai sosial dan budaya. Yang termasuk kedalam kesantunan
nonverbal di antaranya unsur suprasegmental, paralinguistik dan proksemika. Unsur
suprasegmental seperti tekanan, nada dan tempo senantiasa melekat pada unsur
segmental. Unsur paralinguistik seperti airmuka, gerakan tubuh dan sikap badan
adalah sistem tanda yang menyertai tuturan verbal, terutama tuturan bersemuka.
Unsur paralinguistik ini dapat diamati langsung saat komunikasi terjadi. Proksemika
adalah unsur nonverbal yang tidak termasuk dalam unsur paralinguistik. Misalnya,
saling menjaga jarak atau tidak saling menjaga jarak antara penutur dan petutur.
Pada penelitian ini penulis hanya memperhatikan dari proses verbal (kebahasaannya)
saja tanpa mempertimbangkan faktor nonverbal yang mempengaruhi.
Beberapa skala pengukur tingkat kesantunan berbahasa yang banyak
digunakan sebagai dasar acuan dalam penelitian kesantunan yaitu skala kesantunan
menurut Leech dan skala kesantunan menurut Brown dan Levinson.
A Skala Kesantunan Leech
Leech (1983) menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan dengan
memanfaatkan setiap maksim interpersonal. Kelima macam skala pengukur
kesantunan Leech dijelaskan sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
(1) Cost- benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan, menunjuk kepada
besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak
tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri
penutur, akan semakin dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya,
semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap tidak
santunlah tuturan itu.
(2) 0ptionality scale atau skala pilihan, menunjuk pada banyak atau sedikitnya
pilihan (options) yang disampaikan si penutur kepada si mitra tutur di dalam
kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra
tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap makin
santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak
memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur dan si mitra tutur, tuturan
tersebut akan dianggap tidak santun.
(3) Indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat
langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu
bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu.
Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan, akan
dianggap semakin santunlah tuturan itu.
(4) Authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status
sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin
jauh jarak peringkat sosial (rank rating) antara penutur dan mitra tutur,
tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebaliknya,
Universitas Sumatera Utara
semakin dekat jarak status sosial diantara keduanya, akan cenderung
berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur
itu.
(5) Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat
hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah
pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial
di antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu.
Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur
dengan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan itu.
Dengan perkataan lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dengan
mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan
dalam bertutur.
B Skala Kesantunan Brown and Levinson
Terdapat tiga skala penentu tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan.
Ketiga skala tersebut ditentukan secara kontekstual, sosial dan kultural.
(1) Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (social distance
between speaker and hearer) banyak ditentukan oleh parameter perbedaan
umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural.
(2) Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur (the speaker and
hearer relative power) didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur
Universitas Sumatera Utara
(3) Skala peringkat tindak tutur (rank rating) didasarkan atas kedudukan relatif
tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya. Misalnya menelpon
seseorang lewat jam 10 malam akan dianggap tidak sopan dan bahkan
melanggar norma kesantunan. Namun hal yang sama dapat dianggap santun
pada situasi genting seperti mengabarkan berita duka cita, musibah, sakit, dan
sebagainya.
2.1.4 Tinjauan Umum Debat
2.1.4.1 Definisi Debat
Istilah debat berasal dari bahasa Inggris, yaitu debate. Istilah tersebut identik
dengan istilah sawala yang berasal dari bahasa Kawi yang berarti berpegang teguh
pada argumen tertentu dalam strategi bertengkar atau beradu pendapat untuk saling
mengalahkan atau memenangkan lidah. Jadi, definisi debat sendiri adalah suatu cara
untuk menyampaikan ide secara logika dalam bentuk argumen disertai bukti–bukti
yang mendukung kasus dari masing–masing pihak yang berdebat.
Debat di Indonesia sendiri di bagi menjadi dua aliran, yang pertama adalah
aliran konvensional atau aliran yang jarang dipakai, dan yang kedua adalah aliran
yang mengikuti standar internasional atau aliran yang yang sekarang sedang
digalakkan pemakaiannya di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum debat sendiri dapat dilakukan dengan cara berkelompok, yaitu
ada dua pihak yang di sini masing–masing memegang peranan sebagai pihak positif
dan negatif. Selain itu, mereka mencoba mempertahankan argumen mereka dengan
di dukung oleh bukti–bukti serta fakta–fakta yang mendukung kasus mereka, namun
terlebih dahulu sebelum mereka melakukan hal tersebut kedua belah pihak harus
memberikan suatu parameter yang jelas mengenai kasus (motion) mereka atau
memberikan suatu definisi yang menjelaskan kemana arah dari kasus mereka.
2.1.4.2 Tujuan Debat
Tujuan dari debat sendiri adalah upaya kedua belah pihak yang mencoba
membangun suatu kasus dengan didukung oleh argumen–argumen yang mendukung
kasus mereka di mana cara membuat satu argumen yang baik dan benar adalah suatu
argumen selalu berdasarkan pada pertanyaan–pertanyaan dasar berupa; Apa
(What),Mengapa (Why), Bagaimana (How), dan Kesimpulannya (So What is the
conclusion). Di sini selain diperlukan kemampuan berbahasa yang baik dan benar
juga dibutuhkan pula logika dan analogi pola pikir yang benar mengenai
pengetahuan pengetahuan umum atau kasus – kasus yang sedang terjadi di dalam
masyarakat. Selain hal–hal tersebut juga diperlukan kemampuan merespon suatu
masalah dikarenakan di sini terjadi adanya suatu proses saling mempertahankan
pendapat antara kedua belah pihak. Di dalam debat dilarang menyangkutpautkan
suku, agama, ras, dan adat, disebabkan di dalam debat sendiri kita masih
menggunakan etika sebagai seorang manusia untuk berpendapat.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.3 Topik Debat
Topik debat, atau yang biasa disebut motion, adalah suatu permasalahan
umum yang terjadi di dalam masyarakat dan diketahui secara global oleh setiap
orang. Dalam membuat suatu topik diperlukan adanya suatu kejelian karena pada
dasarnya sebuah topik harus mengikuti analogi “Kacang di dalam kulit”, artinya
suatu topik debat harus memiliki kemampuan untuk dapat dikupas atau ditelaah
secara mendalam. Hal ini diperlukan karena pada saat proses berdebat mulai para
pihak baik positif maupun negatif akan memberikan suatu parameter kasus disertai
dengan definisi untuk memeperjelas arah debat tadi. Di dalam memberikan
parameter atau definisi dari sebuah topik sendiri ada beberapa hal yang tidak boleh
dilakukan diantaranya adalah; Kebenaran alam atau nyata yang tak terbantahkan
(Truistic), tidak memiliki hubungan logika yang jelas (Tautological), definisi yang
melenceng atau tidak masuk akal (Squirelink) dan memberikan patokan waktu atau
tempat yang menguntungkan salah satu pihak (Time and Place Setting). Hal ini tidak
boleh dilakukan dikarenakan dalam berdebat kita juga menggunakan kaidah “Fair
and Square” atau menang secara adil.
2.1.4.4 Langkah-langkah Debat
Di dalam melakukan debat kita juga memiliki langkah – langkah yang harus
ditempuh di dalam aplikasinya, di sini kami akan mengambil satu contoh dari sistim
yang biasa digunakan sebagai standar nasional maupun internasional. Adapun sistim
ini bernama sistim Australasian Parliamentary System, di mana tiap tim mempunyai
Universitas Sumatera Utara
tiga orang anggota dengan tugas masing – masing, adapun langkah – langkahnya
adalah sebagai berikut.
1. Sebelum debat dimulai kedua tim akan diberikan kesempatan untuk
melakukan suatu proses penyusunan kasus selama 30 menit.
2. Pembicara pertama dari tim positif maju kemudian memberikan definisi dari
topik yang diberikan kemudian memberikan parameter kasus yang akan
dibahas, setelah itu kemudian dia akan menjelaskan bagian – bagian yang
akan dibahas oleh pembicara pertama dan kedua, baru setelah itu dia akan
membahas kasusnya disertai landasan kasus selama 7 menit.
3. Pembicara pertama dari tim negatif maju kedepan kemudian memberikan
tanggapan dari topik positif yang diberikan kemudian memberikan parameter
kasus yang akan dibahas, setelah itu kemudian dia akan menjelaskan bagian –
bagian yang akan dibahas oleh pembicara pertama dan kedua, baru setelah itu
dia akan membahas kasusnya disertai landasan kasus selama 7 menit.
4. Pembicara kedua dari tim positif maju dan kemudian merespon kasus dari
pembicara pertama negatif kemudian dia akan mencoba menghubungkan
kasus yang ia bawa dengan kasus pembicara pertama, kemudian dia akan
memberikan perpanjangan dari kasus timnya disertai dengan implementasi
dari timnya selama 7 menit.
5. Pembicara kedua dari tim negatif maju dan kemudian merespon kasus dari
pembicara pertama dan kedua dari positif kemudian dia akan mencoba
Universitas Sumatera Utara
menghubungkan kasus yang ia bawa dengan kasus pembicara pertama,
kemudian dia akan memberikan perpanjangan dari kasus timnya disertai
dengan implementasi dari timnya selama 7 menit.
6. Pembicara ketiga dari positif maju dan tugasnya adalah membuat suatu
respon terhadap semua kasus dari negatif dan memberikan kesimpulan dari
kasus yang dibawakan oleh timnya. Disini seorang pembicara ketiga dilarang
untuk membawakan kasus baru selama 7 menit.
7. Setelah itu sekarang adalah waktu untuk memberikan pandangan terhadap
kasus dari masing – masing tim dimulai dari negatif terlebih dahulu
kemudian positif dimana disini yang melakukannya adalah pembicara
pertama atau kedua dan yang harus dilakukan disini oleh tiap tim selain
memberikan pandangan terhadap kasus masing–masing juga memberikan
suatu komparasi antara kedua tim dan menjelaskan apa – apa saja yang terjadi
di dalam debat tersebut serta menunjukkan poin – poin yang menguntungkan
dan mendukung kasus mereka selama 5 menit.
2.1.4.5 Beberapa Patokan Dalam Berdebat
Berikut ini adalah beberapa tips yang bisa dilakukan ketika anda berdebat atau
beberapa patokan yang harus anda perhatikan ketika berdebat.
(1) Buatlah suatu definisi dan parameter dari suatu topik yang adil dan dapat
diperdebatkan
(2) Berikan dasaran kasus yang kuat terhadap kasus anda.
Universitas Sumatera Utara
(3) Susunlah selalu argumen dan respon anda menggunakan kaidah apa,
mengapa, bagaimana, dan kesimpulannya.
(4) Pelajarilah selalu kasus–kasus yang berkembang di masyarakat.
(5) Kerjasama tim dan buatlah alur penyusunan argumen yang baik secara
mengalir antar para pembicara di dalam tim.
2.1.5 Teori Pragmatik
Pragmatik (Pragmatics) merupakan kajian arti atau makna yang timbul dalam
pemakaian bahasa. Definisi pragmatik telah banyak disampaikan para linguis yang
menggeluti pragmatik, diantaranya.
Levinson (1983: 9) mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang
mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud
tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur
bahasanya.
Pragmatics is the study of those relations between language and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of a language (Levinson, 1983: 9)
Beberapa Definisi Pragmatik menurut Yule (2006: 3- 4) sebagai berikut.
1. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau
penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya
studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang
Universitas Sumatera Utara
dimaksudkan orang dengan tuturan- tuturannya daripada dengan makna
terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri
2 Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual
Tipe studi ini melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang
didalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap
apa yang dikatakan. Diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana cara
penutur mengatur apa yang ingin mereka katakana yang disesuaikan dengan
orang yang mereka ajak bicara, dimana, kapan, dan dalam keadaan apa.
3. Pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang
disampaikan daripada yang dituturkan
Pendekatan ini juga perlu menyelidiki bagaimana cara pendengar dapat
menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu
interpretasi makna yang dimaksudkan oleh penutur. Studi ini menggali betapa
banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian yang
disampaikan. Dapat dikatakan bahwa studi ini adalah studi pencarian makna
yang tersamar.
4. Pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan.
Pandangan ini menimbulkan pertanyaan tentang apa yang menentukan pilihan
antara yang dituturkan dengan yang tidak dituturkan. Jawaban yang mendasar
terikat pada gagasan jarak keakraban. Keakraban, baik keakraban fisik, sosial
atau konseptual, menyiratkan adanya pengalaman yang sama. Pada asumsi
Universitas Sumatera Utara
tentang seberapa dekat atau jauh jarak pendengar, penutur menentukan
seberapa banyak kebutuhan yang dituturkan.
Leech (1983: 8) menyatakan bahwa fonologi, sintaksis dan semantik
merupakan bagian tata bahasa atau gramatika, sedangkan pragmatik merupakan
bagian dari penggunaan tata bahasa (language use). Selanjutnya pakar ini
menunjukkan bahwa pragmatik dapat berintegrasi dengan tata bahasa atau gramatika
yang meliputi fonologi, morfologi, dan sintaksis melalui semantik
Pragmatik sebagai suatu kajian bidang ilmu memilki suatu batasan yang
berterima oleh para ahli linguistik yaitu bahwa bidang ini adalah bidang di dalam
linguistik yang mengkaji maksud ujaran, bukan makna kalimat yang diujarkan itu.
Makna kalimat dikaji di dalam semantik, sedangkan maksud atau daya (force) ujaran
dikaji dalam pragmatik. Sebagai contoh, kalimat saudara dapat berbahasa
mandarin?, bermakna penanya ingin tahu apakah yang ditanya itu mempunyai
kemampuan berbahasa Mandarin, ini adalah kajian semantik. Bahwa ujaran
“saudara dapat berbahasa mandarin?” itu dimaksudkan oleh si penanya sebagai
permintaan untuk menerjemahkan sebuah kata, kalimat bahasa Mandirin, misalnya,
ini adalah kajian pragmatik
Pragmatik mempelajari maksud ujaran atau daya (force) ujaran. Pragmatik
juga mengkaji fungsi ujaran, yaitu untuk apa suatu ujaran dibuat atau dilakukan.
Seperti yang telah dibahas di atas bahwa satuan analisis pragmatik bukan lah kalimat
( karena kalimat adalah satuan tata bahasa ), melainkan tindak ujaran atau tindak
tutur (speech act). Sebagaimana tindak ujaran bukan kalimat, ia juga tidak persis
Universitas Sumatera Utara
sama dengan ujaran. Dengan satu ujaran “saya lapar” misalnya sebenarnya kita
melakukan dua tindak ujaran yaitu memberitahu dan meminta. Apa yang akan dikaji
didalam tesis ini adalah tindak ujar atau tindak tutur dari para pelaku debat yang
berkaitan dengan kesantunan berbahasa yang dipakai dalam acara debat di TV One.
2.1.6 Kesantunan Brown and Levinson
Teori kesantunan berbahasa diungkapkan oleh Brown dan Levinson (1987)
dalam tulisannya yang berjudul Universal in Language Usage: Politeness
Phenomena. Brown dan levinson mengungkapkan derajat kesantunan berdasarkan
nosi muka. Muka diartikan sebagai keadaan emosional atau citradiri setiap orang
yang tidak boleh dipermalukan. Hal ini juga sejalan dengan pemikiran Saragih
(2008) yang membahasa kesantunan. Kesantunan adalah situasi dalam interaksi yang
di dalamnya pembicara menyadari muka (face) / marwah lawan atau mitrabicaranya.
Dengan kata lain, kesantunan berhubungan dengan marwah penutur. Seseorang yang
berbicara santun menghormati atau menghargai marwah mitrabicara. Hanya dengan
menghormati mitrabicara, kita dihormati orang lain.
Kesantunan dicapai berdasarkan jarak (distance) atau kedekatan (closeness)
sosial antara pembicara dan mitrabicara. Kesantunan yang berorientasi kepada jarak
sosial antar pembicara akan menimbulkan sikap hormat (respect) dan kesantunan
yang berorientasi untuk menjaga muka/ marwah karena kedekatan disebut akrab,
persahabatan (friendliness) dan solidaritas (solidarity).
Universitas Sumatera Utara
Tindak ancaman terhadap muka/ marwah (face threaning act) adalah ucapan
yang mengancam penghargaan atau pengharapan seseorang atas muka/ marwahnya.
Tindak penyelamatan marwah (face saving act) merupakan ucapan yang
menyelamatkan atau mengurangi ancaman terhadap marwah seseorang. Sebagai
contoh adik dan abang yang jenuh dengan aksi maling si botak di kampungnya dan si
Adik berniat untuk menghajar si botak. Adik melakukan tindakan ancaman marwah
sedang si Abang melakukan tindak penyelamatan marwah.
Adik : Biar kuhajar dulu si botak itu. Kerjanya maling saja di kampung ini
Abang : Mungkin keluarganya tidak tahu aksinya, besok kita beritahu ke
luarganya supaya menasehatinya.
Muka/ marwah adalah citra diri seseorang di khalayak umum (public self-
image of a person). Setiap orang memiliki naluri menjaga muka/ marwahnya. Jika
seseorang kehilangan muka/ marwah, dia dianggap tidak memilki harga diri sebagai
satu individu dalam komunitasnya. Berkenaan dengan hal itu, muka/ marwah terdiri
atas muka/ marwah positif (positive face) dan muka/ marwah negatif (negative face).
Muka/ marwah positif mengacu ke citra diri setiap orang yang berkeinginan
agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilkinya atau apa yang ia yakini diakui
orang lain sebagai suatu hal yang baik, yang menyenangkan, yang patut dihargai,
diterima, dan seterusnya. Muka/ marwah negatif mengacu ke citra diri setiap orang
yang berkeinginan agar dihargai dengan cara membiarkannya bebas dari keharusan
mengerjakan sesuatu (Sibarani, 2004: 180)
Universitas Sumatera Utara
Tindak penyelamatan muka yang berorientasi pada muka/ marwah negatif
akan menghasilkan dan berasosiasi dengan ucapan hormat, ucapan maaf dan
pengakuan atas keunikan dan kekuasaan seseorang. Kesantunan berdasarkan
orientasi ini disebut Kesantunan Negatif (negative politeness). Tindak penyelamatan
muka/ marwah yang berorientasi ke muka/ marwah positif menghasilkan ucapan
solidaritas, kesamaan nasib/ tujuan, keakraban disebut Kesantunan Positif (positive
politeness). Lebih lanjut tentang Kesantunan Positif dan Kesantunan Negatif akan
dibahas pada sub bab 2.1.7 dan 2.1.8.
2.1.7 Strategi Kesantunan Positif
Menurut Brown dan Levinson (1987: 95), melakukan strategi tertentu untuk
meminimalkan ancaman muka dapat dilakukan secara on- record (menyatakan
secara terus terang) dan off- record (menyatakan secara tidak terus terang). On-
record sering digunakan di dalam komunikasi dengan tujuan komunikasi jelas di
fahami dan tidak ambigu. Ujaran On- record dapat dilakukan dengan dua cara yakni
melakukan ujaran secara terus terang tanpa upaya menebus atau memperbaiki
keadaan (without redress action, baldly) dan melakukan ujaran secara terus terang
dengan upaya menebus atau memperbaiki keadaan (with redress action). Cara
pertama menunjukkan bahwa ancaman muka tidak diminimalkan, ancaman muka
diabaikan atau dianggap tidak relevan, sedangkan cara kedua penutur meminimalkan
ancaman muka dengan implikasi. Kesantunan positif dan kesantunan negatif
merupakan merupakan bagian dari cara yang kedua.
Universitas Sumatera Utara
Kesantunan Positif mengacu pada citra diri setiap orang yang berkeinginan
agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya atau apa yang ia yakini diakui
orang lain sebagai suatu hal yang baik, yang menyenangkan, yang patut dihargai,
diterima dan seterusnya. Pemilihan bentuk- bentuk tuturan untuk menyelamatkan
muka sering disebut strategi. Lebih lanjut, Brown dan Levinson (1987) menjabarkan
15 strategi kesantunan positif yang digunakan oleh penutur.
Strategi 1: memperhatikan kesukaan, keinginan dan kebutuhan pendengar
(Notice, attend to H : his interests, wants, needs, goods)
Pada umumnya hasil ini menyatakan bahwa penutur harus
memperhatikan aspek-aspek dari kondisi pendengar (perubahan dapat juga
diperhatikan, kepemilikan yang biasa, dan segala sesuatu yang pendengar
ingin diperhatikan dan diakui oleh penutur). Misalnya biasa digunakan
sebagai perbaikan FTA dalam bahasa Inggris.
Goodness, you cut your hair! (…) By the way, I came to
borrow some flour
Ya ampun, kamu potong rambut! (…) Ngomong-ngomong,
saya datang untuk meminjam tepung.
Kamu pasti lapar ya, tadi kan belum sarapan
Universitas Sumatera Utara
Strategi 2: membesar- besarkan perhatian, persetujuan dan simpati kepada
pendengar (Exaggerate: interests, symphaty with H)
Strategi ini sering dilakukan dengan intonasi yang melebih-lebihkan,
tekanan, dan aspek lainnya dari prosodic.
What a fantastic garden you have!
betapa luar biasa taman anda ini!
Wah bagus sekali bajunya. Kamu pintar sekali memilihnya.
Masakanmu benar- benar enak. Hebat sekali kamu
Strategi 3: mengintensifkan perhatian pendengar dengan pendramatisiran
peristiwa atau fakta (Intensify interest to H)
Cara lain bagi penutur untuk berkomunikasi dengan pendengar yakni
dengan mengemukakan beberapa keinginannya untuk memperkuat minat
yang ia miliki sendiri (S’s) yang berpengaruh terhadap percakapan, dengan
‘menciptakan suatu cerita yang bagus’. Ini merupakan ciri yang biasa dari
percakapan positif yang sopan, karena menarik pendengar ke tengah-tengah
kejadian yang dibicarakan, secara metaforis pada tingkat tertentu, sehingga
meningkatkan minat intrinsik mereka terhadapnya. Misalnya
Saya turun tangga, dan kamu tahu apa yang saya lihat…semua
berantakan
Kamu tahu…beribu- ribu manusia memenuhi stadion bola itu
Universitas Sumatera Utara
Strategi 4: menggunakan penanda identitas kelompok: bentuk sapaan, dialek,
jargon, atau slang (Use in- group identity markers: addressed forms, dialect,
jargon or slang)
Dengan menggunakan cara yang tidak terhingga untuk menyampaikan
keanggotaan kelompok, penutur secara implisit dapat mengklaim bidang
yang sama dengan pendengar yang disampaikan melalui definisi kelompok
tersebut. Bentuk didalam bahasa Inggris untuk menyampaikan keanggotaan
dalam kelompok termasuk nama-nama generik dan istilah-istilah seperti mac,
mate, buddy, pal, honey, dear, duckie, luv, babe, Mom, blondie, brothe,
sister, cutie, sweetheart, guys, fella. Didalam bahasa Indonesia seperti
sebutan kawan, sayang, say,bo’, eke, ye,dsb.
Here mate, I was keeping that seat for a friend of mine…
Kesini, kawan.
Bawakan saya kue ya, sayang
Strategi 5: mencari persetujuan dengan topik yang umum atau mengulang
sebagian/ seluruh ujaran (seek agreement:safe topics, repetition)
Persetujuan dapat ditekankan dengan perulangan sebagian atau seluruh
apa yang dimaksud oleh penutur dalam suatu percakapan. Untuk
menunjukkan bahwa dia telah mendengar secara tepat apa yang diucapkan.
Perulangan digunakan untuk menekankan persetujuan emosional dengan
gagasan (atau menekankan minat dan kejutan).
Universitas Sumatera Utara
A: John went to London this weekend!
B : To London!
A: Saya sudah dua kali berobat ke dokter
B: Oh..sudah dua kali ke dokter
Strategi 6: menghindari ketidak setujuan dengan berpura- pura setuju,
persetujuan yang semu,berbohong untuk kebaikan, kata berpagar (Avoid
agreement: Token agreement, pseudo- agreement, white lies, hedging opinions)
Token Agreement keinginan untuk sepakat atau menunjukkan
kesepakatan terhadap pendengar juga mengacu pada mekanisme untuk
berpura-pura menyetujui. Sack (1973) telah mengumpulkan sejumlah contoh
dalam bahasa Inggris yang menandakan tingkat dimana penutur bisa
menerima pemutaran gagasan mereka untuk memperlihatkan kesepakatan
atau menyembunyikan ketidaksepakatan – untuk merespon gagasan
sebelumnya dengan kata “Yes, but………” ketimbang mengingkari dengan
kata “No”.
A: Have you got friends?
B: I have friends. So- called friends. I had friends.
Let me put that way (tidak menjawab secara pasti
ada atau tidak)
A: Gimana, enak kan tinggal di medan?
B: Enak. Lumayan (berbohong untuk menyenangkan A)
Universitas Sumatera Utara
Saya tidak tahu, sepertinya, saya rasa setiap orang punya hak
untuk menyampaikan pendapatnya
Strategi 7: menunjukkan hal- hal yang dianggap mempunyai kesamaan melalui
basa basi dan presuposisi (Presuppose/raise/assert common ground: gossip, small
talk)
Nilai dari waktu dan upaya yang digunakan oleh penutur bersama
dengan pendengar sebagai tanda persahabatan atau minat atas dirinya,
meningkatkan strategi tujuan FTA dengan membicarakan sedikit tentang
topik yang tidak berhubungan. Dengan demikian penutur menekankan minat
umumnya atas pendengar, dan menunjukkan bahwa dia belum ingin melihat
bahwa pendengar melakukan FTA (misalnya, membuat permintaan), bahkan
keinginannya untuk melakukan hal itu tampak jelas dilakukan dengan
membawa sebuah hadiah. Strategi ini dilakukan untuk menghaluskan
permintaan- setidaknya meminta kesediaan.
I had a really hard time learning to drive, didn’t I?
Ok now, let’s stop the chatter and get on with our little essays
Gimana, kemarin malam kamu nonton bola kan?
Strategi 8: menggunakan lelucon (joke)
Karena lelucon didasarkan pada latar belakang pengetahuan dan nilai-
nilai timbal-balik, maka lelucon dapat digunakan untuk menekankan latar
Universitas Sumatera Utara
belakang yang dibagikan atau nilai-nilai yang dibagikan. Lelucon merupakan
teknik dasar kesopanan positif. Lelucon dapat meminimalkan FTA atas suatu
permintaan, misalnya dalam
How about lending me this old heap of junk? (H’s new
Cadillac)
Motormu butut itu sebaiknya untukku saja (sepeda motor baru)
Gimana kalau kamu pinjam kan saya kekasih barumu (sebenarnya
mobil baru)
Strategi 9: menyatakan paham akan keinginan pendengar (Assert or presuppose
S’s knowledge of and concern for H’s wants )
Satu-satunya cara untuk menunjukkan bahwa penutur dan pendengar
bekerjasama, dan sehingga secara potensial meletakkan tekanan pada
pendengar untuk bekerjasama dengan penutur, yang menilai atau
menyiratkan pengetahuan akan keinginan pendengar dan kemauan untuk
mencocokkan keinginan seseorang dengan mereka.
Look, I know you want the car back by 5.0, so shouldn’t I go to
town now? (request)
Aku tahu kamu tidak suka pesta. Tapi yang ini lain. Kamu pasti
suka. Datang ya?
Universitas Sumatera Utara
Strategi 10: memberikan tawaran, janji (offer, promise)
Untuk meredakan ancaman potensial dari beberapa FTA, penutur
dapat memilih untuk menekankan kerjasamanya dengan pendengar dengan
cara yang lain. Ia dapat mengakui bahwa (dalam keadaan tertentu yang
relevan) apapun yang diinginkan pendengar, yang diinginkan penutur darinya
dan akan membantu pendengar untuk mendapatkannya. Penawaran dan janji
merupakan akibat alami dari pemilihan strategi ini.
I’ll drop by sometime next week
Aku akan kirimkan uangnya besok. Jangan kuatir
Strategi 11: menunjukkan keoptimisan (be optimistic)
Penutur mengasumsikan bahwa pendengar menginginkan apa yang
diinginkan penutur dan akan membantu dia untuk memperolehnya. Yakni,
bagi penutur menjadi begitu berani untuk mengasumsikan pendengar akan
berkerjasama dengan dia yang akan menghasilkan sebuah komitmen bahwa
pendengar akan berkerjasama dengan penutur karena itu merupakan
kepentingan yang saling menguntungkan.
Wait a minute, you haven’t brushed your hair! (as husband goes out
of the door) (Istri ingin agar sang suami bekerjasama menuruti
keinginannya agar suami menyisir rambutnya sebelum pergi)
Nggak masalah. Semua akan dapat diatasi dengan baik
Universitas Sumatera Utara
Strategi 12: melibatkan penutur dan pendengar dalam aktifitas (include both S
and H in the activity)
Dengan menggunakan suatu bentuk inklusif ‘we’ atau ‘kita’ pada saat
penutur memaksudan ‘you(kamu)’atau ‘me(saya)’, maka dia dapat
mengasumsikan suatu kerjasama dan dapat meredakan FTA. Penekanan let’s
dalam bahasa Inggris merupakan bentuk ‘we’ inklusif, sebagai contohnya.
Let’s have a cookie, then (i.e. me)
Ayo kita makan malam
Sebaiknya kita istirahat dulu sebentar
Strategi 13: memberikan pertanyaan atau meminta alasan (Give or ask for
reasons)
Aspek lainnya yang mencakup pendengar dalam kegiatan adalah
penutur memberikan alasan mengapa dia menginginkan apa yang dia
inginkan dengan menyertakan pendengar
Why not lend me your cottage for the weekend?
Bagaimana kalau aku bantu kamu bawa tas mu?
Kenapa kita tidak pergi saja ke pantai besok!
Universitas Sumatera Utara
Strategi 14: menyatakan hubungan secara timbal balik (Assume or assert
reciprocity)
Keberadaan kerjasama antara penutur dan pendengar dapat juga
diklaim atau dipaksa dengan memberikan bukti dari hak timbal balik atau
kewajiban yang terkandung diantara penutur dan pendengar. oleh sebab itu,
penutur dapat mengatakan ‘I’ll do X for you if you do Y for me’, atau ‘I did X
for you last week, so you do Y for me this week’ (atau sebaliknya).
Aku akan datang kerumahmu kalau kamu buatkan aku kue yang lezat
Strategi 15: memberikan hadiah pada pendengar: simpati, pengertian,
kerjasama (give gifts to H (goods, symphaty, understanding, cooperation)
Penutur dapat memenuhi keinginan positif pendengar (penutur ingin
memenuhi keinginan pendengar, pada tingkat tertentu) dengan memenuhi
beberapa keinginan pendengar.
Saya yakin kamu bisa lulus ujian dengan baik
Saya turut menyesal atas apa yang terjadi padamu kemarin
2.1.8 Strategi Kesantunan Negatif
Kesantunan Negatif mengacu pada citra diri setiap orang (yang rasional) yang
berkeinginan agar ia dihargai dengan cara membiarkannya bebas melakukan
tindakannya atau membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Brown dan Levinson (1987: 129), kesantunan negatif adalah jantung dari
tingkah laku menghormati orang lain (the heart of respect behaviour).
Kesantunan positif meminimalkan jarak, sementara kesantunan negatif justru
menciptakan jarak sosial. Kedua ahli merumuskan 5 mekanisme dalam strategi
kesantunan negatif yaitu. a) langsung berbicara pada inti persoalan (be direct), b)
tidak mengira- ngira (don’t presume/ assume), c) jangan memaksa (don’t coerce), d)
komunikasikan keinginan untuk tidak menekan pendengar (communicate S’s want to
not impinge on H), e) penuhi keinginan lain pendengar (redress other wants of H’s).
Selanjutnya 5 mekanisme tersebut dibagi menjadi 10 strategi kesantunan negatif
sebagai berikut.
Strategi 1: menggunakan ujaran tidak langsung (be conventionally indirect)
Ini merupakan mekanisme pertama dari kesantunan negatif yakni ‘be direct’,
berbicara langsung tanpa bertele- tele. Strategi ini merupakan jalan keluar bagi dua
keadaan yang saling bertentangan satu sama lain, yakni keinginan untuk tidak
menekan penutur di satu sisi dan keinginan untuk menyatakan pesan secara langsung
tanpa bertele- tele serta jelas maknanya disisi lain. Oleh karena itu, strategi ini
menempuh cara penyampaian pesan secara tidak langsung namun makna pesan harus
jelas dan tidak ambigu berdasarkan konteksnya. Contohnya, “bisakah tolong saya
membukakan pintu?”. Sisipan kata ‘tolong’ pada kalimat permintaan diatas
menunjukkan adanya keinginan untuk meminta langsung sekaligus keinginan untuk
memberi ruang pilihan bagi penutur.
Universitas Sumatera Utara
Strategi 2: pertanyaan, pagar (question, hedge)
Dalam strategi kesantunan ini jangan mengedepankan pra-anggapan dan
jangan berasumsi bahwa segala hal yang terlibat dengan ancaman muka dipercaya
oleh pendengar (Brown dan Levinson, 1987: 144). Hedge dapat berupa partikel tetapi
juga berupa frasa seperti I wonder, wil you, if you allow me dsb. Didalam bahasa
Indonesia seperti: menurut saya, menurut hemat kami, saya ingin tahu, sejak tadi
saya bertanya- tanya, dsb.
Saya ingin tahu apakah bapak bisa menolong saya
Menurut hemat kami rapat ini belum bisa dimulai
Strategi 3: bersikap pesimis (be pessimistic)
Didalam strategi kesantunan ini dapat memperbaiki keterancaman muka
dengan cara secara eksplisit mengungkap kan keraguan mengenai apakah tindakan
yang dimaksudkan penutur dapat dipenuhi pendengar (Brown dan Levinson, 1987:
173). Sebagai contoh penggunaan strategi tidak langsung dalam permohonan yang
ditandai dengan penggunaan kata negasi: You couldn’t possibly, by any chance
dalam kalimat You couldn’t possibly/ by any chance lend me you money. Didalam
bahasa Indonesia seperti
Saya ingin minta tolong, tetapi saya takut anda tidak mau
Sebenarnya saya ingin datang, tetapi saya khawatir ayahmu akan
marah kepada saya
Universitas Sumatera Utara
Strategi 4: meminimalkan tekanan (minimize the imposition)
Strategi ini merupakan bentuk implementasi dari mekanisme kesantunan
negatif ketiga yakni jangan memaksa. Pilihan strategi ini dipakai untuk mengurangi
derajat keterancaman muka, misalnya didalam bahasa Inggris menyisipkan kata
“just” dalam kalimat “I just want to ask if I can borrow your pen”. Didalam bahasa
Indonesia seperti.
Kinerja anggota legislatif saat ini belumlah maksimal
Anda dapat saja berbicara seperti itu, tetapi kami belum tentu setuju
Boleh saya mengganggu barang sebentar?
Strategi 5: memberikan penghormatan (give deference)
Menurut Brown dan Levinson (1987: 178) realisasi dari memberikan
penghormatan terhadap pendengar ada dua jenis yang hubungan keduanya mirip
dengan dua sisi mata uang. Pertama, penutur merendahkan dan mengabaikan dirinya
dihadapan pendengar; kedua, penutur meninggikan posisi pendengar yang
merupakan pemenuhan keinginan wajah positif manusia yakni untuk diperlakukan
lebih tinggi.
Dari kedua cara ini, yang dilakukan penutur sebenarnya adalah memberikan
penghormatan kepada pendengar. Penggunaan kata honorifics seperti Sir dalam
kalimat I’m sorry, Sir. Didalam bahasa Indonesia dalam situasi penutur merendahkan
diri dan sebaliknya meninggikan posisi pendengar, dapat dilihat beberapa contoh
berikut.
Universitas Sumatera Utara
Kami mengharapkan agar perbaikan jembatan ini segera selesai
Saya memohon bantuan anda karena saya tahu anda orang baik
Strategi 6: meminta maaf (Apologize)
Strategi ini merupakan implementasi dari mekanisme kesantunan negatif
yang keempat yakni mengkomunikasikan keinginan penutur untuk tidak menekan
pendengar. Strategi memohon maaf dilakukan dengan cara menyampaikan
keseganan penutur atau rasa maaf nya kepada pendengar. Hal ini dilakukan demi
menjaga muka negatif pendengar. Terdapat empat cara yang dapat dilakukan dalam
menyampaikan permohonan maaf yaitu 1)mengakui tekanan dan gangguan yang
diberikan, 2) menunjukkan keseganan dan penggunaan ekspresi tertentu, 3)
menyampaikan alasan yang memaksa penutur melakukan hal tersebut dan 4)
memohon kemaafan dan memohon penutur menunda keterancaman mukanya dari
ujaran yang disampaikan
Sebelumnya saya minta maaf atas peristiwa kemari
Maaf, saya mungkin salah, tetapi saya tidak bermaksud begitu
Strategi 7 : memakai bentuk impersonal (impersonalize S and H)
Strategi ini dilakukan dengan menyatakan seolah- olah diri penutur adalah
orang lain, atau bukan penutur, atau bukan hanya penutur sendiri. Demikian juga
pendengar yang dituju seolah- olah adalah pendengar yang lain atau justru hanya
pendengar sendiri (only inclusive of H).
Universitas Sumatera Utara
Didalam strategi ini memakai bentuk impersonal yaitu dengan tidak
menyebutkan penutur dan pendengar. Strategi yang ditempuh adalah dengan
menghindari penggunaan kata ‘saya’ dan ‘kamu’, menggandakan kata ganti ‘saya’
menjadi ‘kami’, mengganti kata ‘kamu’ dengan ‘pak’ atau ‘bu’. Didalam bahasa
Inggris kalimat you shouldn’t do things like that mengganti subjek you sehingga
menjadi One shouldn’t do things like that. Kemudian contoh lain untuk menghindari
kata you adalah excuse me, sir dibandingkan dengan excuse me, you. Di dalam
bahasa Indonesia seperti kalimat berikut.
Penanggulangan bencana alam sumatera barat kita harapkan segera
Tampaknya komputer ini perlu diperbaiki
Strategi 8: menyatakan tindakan pengancaman muka sebagai aturan yang
bersifat umum (state the FTA as a general rule)
Strategi ini menyatakan bahwa tindakan mengancam muka yang dilakukan
bukan merupakan sesuatu yang ingin dilakukan penutur terhadap pendengar, tetapi
adalah sesuatu yang terpaksa dilakukan dengan alasan peraturan atau kewajiban.
Salah satu cirinya adalah dengan menghindari kata ganti sebagaimana perbandingan
dua contoh berikut (Brown dan Levinson, 1987: 206).
Passangers will please refrain from flushing toilets on the train
You will please refrain from flushing toilets on the train
Pilihan pertama yang digunakan didalam strategi ini. Didalam bahasa Indonesia
diantaranya.
Universitas Sumatera Utara
Penonton dilarang membawa makanan kedalam bioskop
Ciri kedua adalah dengan menggunakan kata kelompok bukan individu, seperti.
The committee requests the President…
DPR berkewajiban menyelesaikan kasus Bank Century
Ciri ketiga adalah dengan menyatakan ujaran sebagai aturan yang berlaku bagi siapa
saja termasuk penutur dan pendengar.
We don’t sit on tables, we sit on chairs, Johny
Dilarang merokok ditempat ini
Strategi 9: nominalisasi (nominalize)
Strategi ini dilakukan dengan merubah kata tertentu menjadi kata benda.
Menurut Brown dan Levinson (1987: 207) bahwa derajat kesantunan negatif adalah
sejajar dengan derajat perubahan kata tertentu menjadi kata benda. Menurut kedua
ahli, semakin dibendakan sebuah ujaran semakin jauh seorang aktor dari melakukan
atau merasakan atau menjadi sesuatu. Sebagai konsekuensinya, bukan predikat yang
menjadi atribut terhadap aktor tetapi aktor lah yang menjadi atribut terhadap
tindakan. Contoh yang diberikan adalah sebagai berikut.
You performed well on the examinations and we…
Your performing well on the examinations impressed us…
Your good performance on the examination impressed us…
Menurut kedua ahli kalimat ketiga lebih formal dibandingkan kalimat kedua, kalimat
kedua lebih formal dibandingkan kalimat pertama. Kata performed yang diganti
Universitas Sumatera Utara
menjadi performing dan kemudian performance merupakan strategi merubah kata
kerja menjadi kata benda menjadikan ujaran ini termasuk didalam kategori
nominalisasi yang menjadi bagian dari strategi kesantunan negatif. Didalam bahasa
Indonesia dapat kita lihat sebagai berikut.
Kami sarankan untuk kelancaran setiap kegiatan agar….
Kami sarankan untuk melancarkan setiap kegiatan agar…
Pada kalimat diatas kata ‘kelancaran’ dipilih ketimbang kata ‘melancarkan’ yang
merupakan nomina.
Strategi 10: menyatakan diri berhutang budi (go on record as incurring a debt,
or as not indebting H)
Strategi ini merupakan bagian dari mekanisme kelima dari kesantunan negatif
dan disebut sebagai strategi kesantunan negatif tertinggi yakni memenuhi keinginan
pendengar untuk dihormati. Didalam strategi ini intinya adalah seorang penutur,
ketika melakukan tindakan pengancaman muka, menyatakan diri berhutang budi
kepada pendengar dan bahkan menambahi hutang budi yang telah ada sebelumnya
(Brown dan Levinson, 1987: 209). Contoh yang diberikan.
I’d be eternally grateful if you would…
I’ll never be able to repay you if you…
Dari contoh diatas penutur meletakkan dirinya berhutang budi kepada pendengar
karena telah melakukan kesulitan baginya.
Universitas Sumatera Utara
Sebaliknya dinyatakan kepada lawan bicara dimana penutur menyatakan
bahwa pendengar tidak berhutang budi sama sekali kepadanya. Contoh ujaran ini
sebagai berikut.
I could easily do it for you
It wouldn’t be any trouble; I have to go right by there anyway…
Dari kalimat diatas penutur menyatakan bahwa pendengar sama sekali tidak
berhutang budi padanya, sebab apa yang dilakukannya tidak menimbulkan kesulitan
sama sekali. Didalam bahasa Indonesia, beberapa contoh sebagai berikut.
Saya tidak akan pernah bisa membalas budi baikmu jika kamu
bisa membawakan buku ini untukku
Saya akan berterima kasih sekali padamu jika kamu datang ke
pestaku
Tidak jadi masalah, saya senang melakukannya
Saya tidak keberatan untuk membantumu
2.1.9 Etika Berbicara didalam Islam
Berbicara adalah salah satu sarana komunikasi dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam Al-qur’an disebutkan bahwa kemampuan berbicara adalah
fitrah manusia.
“Tuhan yang Maha pemurah, yang telah mengajarkan Alqur’an. Dia menciptakan manusia dan mengajarnya pandai berbicara” (QS Ar Rahmaan (55): 1-4).
Universitas Sumatera Utara
Dalam berbicara hendaknya diperhatikan beberapa etika yang
mendatangkan kebaikan dan keberkahan. Tidak semua orang yang berbicara itu
memperhatikan etika dalam menyampaikan pesan melalui pembicaraan. Begitu pula
khususnya bagi setiap muslim harus memperhatikan etika berbicara yang juga
berkaitan dengan kesantunan berbahasa seorang muslim.
Dalam salah satu hadis disebutkan “muslim yang baik itu adalah muslim
yang menyelamatkan muslim lainnya dari gangguan tangan maupun lisannnya” (HR
Bukhari). Keyakinan bahwa diri kita tidak boleh menjadi seseorang yang merugikan
orang lain, harus lah selalu dihujamkan kedalam hati.Termasuk didalamnya adalah
dalam berbicara.
Dalam hal berbicara, Imam Al-Ghazali hanya memperbolehkan satu jenis
pembicaraan saja, yaitu pembicaraan yang hanya memiliki manfaat dan tidak
mengandung bahaya. Selanjutnya Imam Al- Ghazali menyebutkan “pembicaraan
yang banyak mengandung bahaya dan tidak memiliki manfaat jelas harus kita
hindari. Pembicaraan seperti itu adalah pembicaraan yang berlebihan”. Beberapa
etika berbicara seorang muslim dapat dilihat sebagai berikut.
(1) Hendaknya pembicaraan selalu di dalam kebaikan, sebagaimana firman Allah
SWT.
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia." [QS An Nisaa’ (4): 114].
Universitas Sumatera Utara
Bagi setiap umat manusia didunia, tidak perduli beragama apapun
mengajarkan kebaikan termasuk juga dalam hal berbicara. Topik
pembicaraan harus baik, tujuan pembicaraan harus baik dan memberi manfaat
kebaikan.
(2) Sebaiknya jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna. Rasulullah
SAW bersabda“Termasuk kebaikan Islamnya seseorang adalah
meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.” [HR Ahmad dan Ibnu Majah].
Salah satu yang tidak berguna dalam pembicaraan, dan bahkan bisa
merugikan diri sendiri yang perlu kita hindari adalah bergunjing (ghibah) dan
memfitnah. Bergaul dengan sesama memang baik dalam kaitan silaturahmi,
dan orang bijak akan membatasi memasuki suatu kumpulan untuk
menghindari ‘mulut yang berbahaya’.
(3) Hendaknya orang yang berbicara tidak membicarakan semua apa yang pernah
didengar, sebab bisa jadi semua yang didengar itu menjadi dosa sebagaimana
sabda Rasulullah SAW “Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu
apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar.” [HR Muslim].
(4) Menghindari perdebatan dan saling membantah, meskipun kita berada di
pihak yang benar, dan menjauhi perkataan dusta meskipun bercanda.
Rasulullah SAW bersabda ”Aku adalah penjamin sebuah istana di taman
surga bagi siapa saja yang menghindari pertikaian (perdebatan) meskipun ia
Universitas Sumatera Utara
benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang
meninggalkan dusta meskipun bercanda.” [HR Abu Daud].
(5) Berbicara dengan tenang dan tidak tergesa-gesa. Aisyah RA menuturka
"Sesungguhnya Nabi SAW apabila membicarakan suatu pembicaraan,
sekiranya ada orang yang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya."
Karena jika berbicara dengan tergesa-gesa, maka bisa mengakibatkan salah
ucap, pembicaraan menjadi kurang jelas, dan bisa menimbulkan salah paham.
(6) Hindari memotong pembicaraan. Hendaknya kita memberikan kesempatan
yang wajar kepada seseorang yang menguraikan sesuatu dengan tuntas. Bila
ada hal-hal yang tidak sesuai atau perlu dikoreksi, lakukankah kemudian
setelah selesai uraian itu, bukan dengan cara memotong pembicaraan untuk
terus berbicara. Memotong pembicaraan adalah salah satu pengejawantahan
dari sifat suka banyak bicara dan berpura-pura fasih, yang berarti pula
kesombongan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Dan sesungguhnya
manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari kiamat
kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih, dan
orang-orang yang mutafaihiqun. Para shahabat bertanya: ‘Wahai
Rasulullah, apa arti mutafaihiqun? Rasulullah menjawab: Orang-orang yang
sombong." [HR Tirmidzi]. Jadi jika kita ingin mengkoreksi isi pembicaraan
seseorang, hendaknya kita lakukanlah koreksi atau menyela pembicaraan
dengan cara yang baik dan pada saat yang tepat di sela-sela pembicaraan.
Universitas Sumatera Utara
(7) Janganlah berbicara bohong. Cukup banyak kerugian bagi pembohong yang
disebutkan dalam Al Qur’an dan Hadis, antara lain.
● “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-
orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-
orang pendusta”. [QS An Nahl (16): 105].
● “Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang
keterlaluan dan suka berbohong”. [QS Al Ghaafir (40): 28].
● ”Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu bila berbicara dusta, bila
berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat." [HR Muslim].
● “Celaka bagi orang yang bercerita kepada satu kaum tentang kisah
bohong dengan maksud agar mereka tertawa. Celakalah dia, celaka dia.”
[HR Abu Dawud dan Ahmad].
● "Suatu khianat besar bila kamu berbicara kepada kawanmu dan dia
mempercayai kamu sepenuhnya padahal dalam pembicaraan itu kamu
berbohong kepadanya." [HR Ahmad dan Abu Dawud].
(8) Hindari berbicara yang bernuansa penghinaan, ucapan apapun yang bersifat
merendahkan, mengejek dan menghina seseorang atau kelompoknya dalam
bentuk apapun, baik tentang kepribadian, postur tubuh, maupun keadaan
ekonomi-sosialnya. Tidak ada masalah yang bisa diselesaikan dengan
melakukan celaan apalagi dengan sikap penghinaan, dan merendahkan orang
lain. Akibat yang muncul dari perbuatan ini adalah sakit hati dan dendam.
Untuk itu, berusahalah menahan diri dari untuk tidak memberikan komentar
Universitas Sumatera Utara
atau bersikap sembarangan yang bisa membuat orang lain merasa
direndahkan.
(9) Hindari ikut campur urusan pribadi orang lain, apalagi kalau memang kita
tidak berkepentingan dan tidak memberikan manfaat. Setiap orang pasti
mempunyai masalah pribadi yang sensitif. Jika kita usik batas pribadi orang
lain, bisa menimbulkan ketidaksenangan terhadap kita. Maka janganlah kita
usil, menanyakan tentang hutang, aib, masa lalu, kekurangan orangtua atau
masalah-masalah lain yang berhubungan dengan pribadi orang lain.
(10) Jangan mengungkit masa lalu tentang kesalahan, aib atau kekurangan
seseorang. Siapa tahu kelamnya masa lalu itu sudah terhapus melalui taubatan
nasuha-nya. Ingatlah bahwa setiap orang memiliki kesalahan, aib, atau
kekurangan, yang ingin disembunyikannya, dan kitapun memiliknya. Maka,
janganlah pernah ada keinginan untuk mengungkit masa lalu, apalagi
menyebarkan luaskannya. Hal ini sama halnya dengan mengajak bermusuhan
karena mencemarkan kekurangannya. Belajarlah untuk bersama-sama
memulai lembaran-lembaran baru yang lebih putih bersih dan bersemangat
untuk mengisi lembaran baru tersebut dengan kebaikan
(11) Jangan membela musuh seseorang. Setiap orang mempunyai kawan yang
disukai. Jika membela musuhnya, kita bisa dianggap bergabung dengan
musuhnya itu, dan sebaliknya janganlah mencaci kawannya, bisa diartikan
kita juga sedang mencaci dirinya. Karena itu hendaknya kita berhati-hati
berbicara dengan seseorang antara lain dengan mencoba mengetahui terlebih
Universitas Sumatera Utara
dahulu siapa kawan atau musuhnya, dan bersikaplah netral sepanjang kita
menghendaki kebaikan bagi semua pihak dan sadar bahwa untuk berubah kita
harus siap menjalani proses dan tahapan. Dalam bergaul, yang harus kita
prioritaskan adalah memperbanyak teman, bukan memperbanyak musuh.
(12) Jangan merusak kegembiraan orang lain atau orang yang sedang bersuka-cita.
Misalnya ada seseorang yang merasa gembira mendapat hadiah barang bagus
dari luar negeri, padahal kita tahu bahwa hadiah tersebut buatan Indonesia
yang dijual di pasaran dunia, maka tidak perlu kita sampaikan fakta tersebut
hanya karena ingin bicara. Biarkan dia bergembira dengan hadiah tersebut
(13) Hindari membandingkan, baik berupa jasa, kebaikan, penampilan, harta dan
kedudukan seseorang dengan orang lain, yang jika mendengarnya, akan
menyebabkan dia merasa tidak berharga atau diremehkan, menjadi rendah
diri dan terhina. Termasuk apabila seseorang itu sudah berumahtangga,
janganlah sekali-kali membandingkan isteri / suami dengan perempuan / laki-
laki lain.
(14) Pandai-pandailah dalam mengendalikan amarah. Bila kita marah, maka
waspadalah. Kemarahan yang tidak terkendali biasanya menghasilkan kata-
kata dan perlaku keji yang bisa melukai orang lain. Tentu perbuatan ini akan
menghancurkan hubungan di lingkungan manapun. Maka, sudah seharusnya
kita melatih diri untuk mengendalikan amarah sekuat upaya. Jika kemarahan
itu tetap terjadi, pilihlah kata-kata yang paling tidak melukai.
Sederhanakanlah kata-kata itu. Persingkat kemarahan dan jangan malu untuk
Universitas Sumatera Utara
meminta maaf jika ada ucapan yang kita lontarkan terasa mungkin
menyakitkan hati orang lain atau berlebihan.
(15) Jangan menertawakan. Sikap menertawakan biasanya muncul karena kita
menyangsikan kekurangan orang lain. Sikap, penampilan dan rupa seseorang,
kadang membuat kita tertawa karena terlihat lucu. Ingatlah, tertawa yang
tidak pada tempatnya (berlebihan) akan mengundang rasa sakit hati.
Itulah beberapa etika berbicara seorang muslim. Adapun yang harus
diperhatikan didalam penelitian ini bahwa ada kesejajaran persepsi ataupun sudut
pandang dari penulis bahwa penelitian ini ingin mencari adakah kesamaan
pandangan antara strategi kesantunan berbahasa Brown dan Levinson dengan etika /
kesantunan berbicara seorang muslim didalam acara debat Kontoversi SKB
Ahmadiyah di TV One.
Hal ini dijadikan permasalahan didalam penelitian ini dengan alasan bahwa
topik debat tentang Islam, kemudian para pelaku diketahui pula merupakan muslim
yang juga kompeten untuk berbicara Islam. Oleh karena itu adalah sangat menarik
untuk menggabungkan pendapat-pendapat para ahli alim ulama tentang etika
berbicara seorang muslim dengan fenomena debat khususnya bila dikaitkan dengan
pelaku debat itu sendiri. Melalui tesis ini di harapkan juga dapat membuka wacana
ber bahasa santun bagi pelaku debat muslim.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kajian Terdahulu
Pada bagian ini akan membahas tentang penelitian kesantunan berbahasa
yang telah dilakukan pemerhati bahasa atau peneliti- peneliti linguistik sebelumnya.
Penelitian kesantunan berbahasa yang akan dibahas pada bagian ini adalah
penelitian yang berkaitan dengan kajian pragmatik.. Informasi yang diperoleh dari
kajian pustaka berupa data, konsep, teknik, dan pendekatan diharapkan dapat
memperjelas posisi penelitian ini. Di bawah ini beberapa penelitian yang telah
dilakukan para peneliti bahasa sebelumya, seperti.
Rahadi (2005) berusaha menyingkap seluk- beluk kesantunan pada
pemakaian tuturan imperatif dalam kegiatan bertutur. Kesantunan adalah bagaimana
bahasa menunjukkan jarak sosial di antara para penutur dan hubungan peran mereka
di dalam suatu masyarakat. Adapun aspek kesantunan yang dikaji dalam buku ini
meliputi wujud, peringkat, dan faktor penentunya. Studi kesantunan berbahasa
diharapkan dapat menopang lancarnya komunikasi dan interaksi lintas budaya.
Dengan mengetahui ketentuan- ketentuan dan batasan- batasan dari kesantunan
dalam praktik bahasa Indonesia, anggota masyarakat bahasa akan dapat lebih mudah
membina relasi dan menjalin kerjasama di dalam membangun komunikasi dan
interaksi dengan sesamanya.
Simpen (2008) dalam desertasinya yang berjudul Kesantunan Berbahasa
Pada Penutur Bahasa Kambera di Sumba Timur memiliki tujuan penelitian untuk
menemukan, mendeskripsikan, dan menganalisis satuan verbal yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
sebagai kesantunan, menemukan faktor- faktor yang mempengaruhi kesantunan,
makna kesantunan, unsur suprasegmental yang mempengaruhi kesantunan dan unsur
paralinguistik yang menyertai kesantunan.
Metode yang digunakan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu metode dan
teknik pengumpulan data, metode dan teknik penganalisisan data, serta metode dan
teknik penyajian hasil analisis. Data dikumpulkan dengan metode observasi terlibat
aktif dan wawancara dengan teknik pancingan, pencatatan dan perekaman. Data yang
terkumpul diklasifikasi berdasarkan jenis, bentuk dan variabel penentu.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa kesantunan berbahasa pada penutur
bahasa Kambera menggambarkan ideologi yang dijadikan dasar kesantunan
berbahasa. Satuan verbal yang digunakan untuk kesantunan yang berbentuk kata,
gabungan kata, kalimat dan peribahasa. Kesantunan berbahasa dipengaruhi oleh
faktor status, jenis kelamin, usia dan hubungan kekerabatan. Makna kesantunan
merefleksikan latar budaya yang dianut penutur dengan berorientasi pada sistem
kepercayaan, hubungan kekerabatan, stratifikasi sosial, dan sistem pernikahan.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa sampai saat ini penutur bahasa
Kambera masih memegang teguh prinsip hidupnya. Prinsip hidup itu tertuang dalam
ideologi yang mereka sebut Hopu li li witi – Hopu li la kunda ‘akhir dari segala
pembicaraan – akhir dari segala ‘pintalan’. Satuan verbal yang digunakan kesantunan
berbentuk kata, gabungan kata, kalimat dan peribahasa.
Minda (2008) dalam disertasinya yang mengambil kajian pragmatik juga
menganalisis masalah kesantunan berbahasa. Judul penelitian desertasinya adalah
Universitas Sumatera Utara
Kesantunan Linguistik Dalam Ranah Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi Sumatera Utara.
Yang menjadi masalah penelitian di dalam desertasi ini adalah ingin
mengetahui, mendiskripsi, dan menganalisis bagaimana realisasi kesantunan
linguistik dalam meminta penjelasan, bagaimana realisasi kesantunan linguistik
dalam memberikan pendapat, dan bagaimana realisasi kesantunan linguistik yang
digunakan di dalam rapat dewan dapat memisahkan politic behavior dari polite
behavior.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan model rancangan
etnografi komunikasi. Data diambil berupa data lisan yang berasal dari rapat komisi,
serta data tulisan yang berasal dari rapat paripurna. Teknik yang digunakan adalah
teknik observasi non- parsipatoris, dokumentasi, dan rekam.
Dari data ditemukan bahwa kesantunan linguistik di dalam tindak tutur
meminta penjelasan dilakukan dengan cara mendeklarasikan keadaan ‘tidak tahu’
dan ‘tidak dapat informasi’ yang secara pragmatik bermakna meminta penjelasan. Di
dalam tindak tutur memberikan pendapat, penggunaan modus interogatif secara
pragmatik bermakna mengemukakan pendapat tidak setuju secara tidak langsung.
Realisasi politic behavior di rapat dewan menggunakan ujaran- ujaran yang mengikat
secara sosial dan ujaran- ujaran yang bersifat formulaik. Contoh penggunaan
pronomina yang mempertahankan ingroup terpisah dari outgroup (pronomina ‘kami’
digunakan untuk menggantikan pronomina ‘saya’) , penggunaan pemarkah
kesantunan secara formulaik (‘tolong’ dan ‘mohon’). Realisasi polite behavior di
Universitas Sumatera Utara
rapat dewan memberi upaya lebih dalam memenuhi aspek pengawasan,
menggunakan ujaran tidak langsung, menggabungkan in-group dan out-group
(pronomina), seolah- olah memberi pilihan, melemahkan ujaran.
Saleh (2009) dalam disertasinya yang berjudul Representasi Kesantunan
Berbahasa Mahasiswa Dalam Wacana Akademik: Kajian Etnografi Komunikasi Di
Kampus Universitas Negeri Makasar bertujuan mendeskripsikan dan
mengeksplanasi kesantunan berbahasa mahasiswa melalui: (1) wujud kesantunan
berbahasa mahasiswa dalam wacana akademik; (2) fungsi kesantunan berbahasa
mahasiswa dalam wacana akademik; (3) strategi kesantunan berbahasa mahasiswa
dalam wacana akademik. . Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan
menggunakan ancangan teori etnografi komunikasi, teori tindak tutur, dan teori
kesantunan berbahasa. Data penelitian terdiri atas data tuturan dan catatan lapangan.
Pengumpulan data dilakukan melalui teknik perekaman, observasi, wawancara, dan
transkripsi. Analisis data dilakukan melalui empat prosedur utama, yakni:
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan/verifikasi.
Berdasarkan analisis data, ditemukan keragaman wujud, fungsi, dan strategi
kesantunan berbahasa sebagai berikut. Wujud kesantunan berbahasa mahasiswa
dalam wacana akademik secara deskriptif direpresentasikan melalui dua wujud
penggunaan bahasa. Pertama, penggunaan diksi, meliputi: (1) penamaan diri, (2)
penggunaan kata ganti, (3) penggunaan gelar, (4) penggunaan respon mengiyakan,
dan (5) penggunaan diksi informal. Kedua, penggunaan tuturan, meliputi: (a) tuturan
Universitas Sumatera Utara
dengan modus deklaratif; (b) tuturan dengan modus imperatif; dan (c) tuturan dengan
modus interogatif.
Strategi kesantunan berbahasa mahasiswa dalam wacana akademik
direpresentasikan secara deskriptif melalui tiga kategori strategi. Pertama, strategi
kesantunan positif direpresentasikan melalui: (1) strategi peng-hormatan; (2) strategi
memberi penghargaan; (3) strategi memenuhi ke-inginan mitra tutur; (4) strategi
meminta pertimbangan; (5) strategi ber-tanya; (6) strategi melipatgandakan simpati;
(7) strategi memberi perhati-an; (8) strategi mencari persetujuan; dan (9) strategi
merendahkan diri. Kedua, strategi kesantunan negatif, direpresentasikan melalui: (1)
strategi menghindari perselisihan; (2) strategi bertanya balik; (3) strategi membiar-
kan mitra tutur; (4) strategi bersikap pesimis; (5) strategi impersonalitas atau jarak;
(6) strategi bersikap patuh; (7) strategi menghindari berasumsi; dan (8) strategi
meminta maaf. Ketiga, strategi off-record, direpresentasikan melalui: (1) strategi
bertutur samar-samar; (2) strategi memberi isyarat; (3) strategi bertanya retoris; dan
(4) strategi menghindari pemaksaan.
Keempat hasil penelitian di atas memiliki relevansi dengan penelitian
kesantunan berbahasa ini, yaitu dari segi kajian bahwa keempat penelitian di atas
memakai kajian sosiopragmatik dan pragmatik yang sangat berkaitan. Di dalam buku
Rahadi (2005) terdapat pembahasan kesantunan Brown dan Levinson serta beberapa
aplikasinya. Begitu pula dengan penelitian disertasi Minda (2008) menggunakan
teknik rekam dan catat. Dari konsep, teori, metode dan teknik juga terdapat
persamaan dengan penelitian Simpen (2008). Dari penelitian Saleh (2009) terdapat
Universitas Sumatera Utara
pembahasan tentang strategi kesantunan positif dan negatif. Walaupun penelitian ini
tidak mengkaji sedalam buku dan ketiga disertasi di atas, diharapkan juga hasil
penelitian ini tidak jauh dari hasil penelitian sebelumnya.
2.3 Kerangka Konsep
Pemakaian bahasa terikat dan terkait dengan kesantunan. Kesantunan terjadi
dari dua jenis, yaitu kesantunan positif dan kesantunan negatif. Penutur bahasa
menggunakan strategi untuk kedua jenis kesantunan itu. Strategi tersebut adalah
strategi kesantunan positif (SKP) dan strategi kesantunan negatif (SKN).
Kesantunan ditentukan dan terkait dengan etika berbicara. Etika berbicara
dapat diartikan sebagai kesantunan berbicara atau kesantunan berbahasa. Terdapat
25 strategi kesantunan Brown dan Levinson dan 15 etika berbicara di dalam Islam
menurut Al- Ghazali. Konsep strategi kesantunan dapat disejajarkan dengan etika
berbicara, sehingga dapat dihubungkan. Hubungan dari kedua teori di atas di
harapkan dapat menjadi sesuatu pengetahuan baru dan dapat di jadikan panduan bagi
para pelaku debat muslim.
Universitas Sumatera Utara