bab ii kajian pustaka 2.1 karsinoma nasofaring 2.2.1 ... ii.pdfgejala telinga seperti tinitus dan...

28
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 Anatomi nasofaring Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid dengan ukuran tinggi 4 cm, lebar 4 cm dan anteroposterior 3 cm. Dinding anterior dibentuk oleh koana dan batas posterior septum nasi. Lantai dibentuk oleh permukaan atas palatum mole. Bagian atap dan dinding posterior dibentuk oleh permukaan yang melandai dibatasi oleh sfenoid. Dinding lateral terdapat muara tuba Eustachius. Dinding nasofaring diliputi oleh mukosa dengan banyak lipatan atau kripta. Secara histologi mukosa nasofaring dibentuk oleh epitel berlapis silindris bersilia (pseudostratified ciliated columnar epithelium) yang ke arah orofaring akan berubah menjadi epitel gepeng berlapis (stratified squamous epithelium). Di antara keduanya terdapat epitel peralihan (transitional epithelium) yang terutama didapatkan pada dinding lateral di daerah fosa Rosenmuller (Brennan, 2006). Nasofaring memiliki pleksus limfatik submukosa yang banyak. Daerah drainase urutan pertama adalah nodul retrofaringeal yang terdapat di ruang retrofaringeal di antara dinding posterior nasofaring, fasia faringobasilar dan fasia prevertebral. Sistem limfatik kemudian bermuara ke cincin juguler interna profunda bagian atas pada dasar tengkorak di dalam ruang parafaring retrostyloid di ujung atas otot sternokleidomastoid. Kemudian sistem limfatik bermuara ke posterior daerah 7

Upload: others

Post on 23-Nov-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Karsinoma Nasofaring

2.2.1 Anatomi nasofaring

Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid dengan ukuran tinggi 4 cm,

lebar 4 cm dan anteroposterior 3 cm. Dinding anterior dibentuk oleh koana dan batas

posterior septum nasi. Lantai dibentuk oleh permukaan atas palatum mole. Bagian

atap dan dinding posterior dibentuk oleh permukaan yang melandai dibatasi oleh

sfenoid. Dinding lateral terdapat muara tuba Eustachius. Dinding nasofaring diliputi

oleh mukosa dengan banyak lipatan atau kripta. Secara histologi mukosa nasofaring

dibentuk oleh epitel berlapis silindris bersilia (pseudostratified ciliated columnar

epithelium) yang ke arah orofaring akan berubah menjadi epitel gepeng berlapis

(stratified squamous epithelium). Di antara keduanya terdapat epitel peralihan

(transitional epithelium) yang terutama didapatkan pada dinding lateral di daerah fosa

Rosenmuller (Brennan, 2006).

Nasofaring memiliki pleksus limfatik submukosa yang banyak. Daerah

drainase urutan pertama adalah nodul retrofaringeal yang terdapat di ruang

retrofaringeal di antara dinding posterior nasofaring, fasia faringobasilar dan fasia

prevertebral. Sistem limfatik kemudian bermuara ke cincin juguler interna profunda

bagian atas pada dasar tengkorak di dalam ruang parafaring retrostyloid di ujung atas

otot sternokleidomastoid. Kemudian sistem limfatik bermuara ke posterior daerah

7

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

8

syaraf aksesorius dan bagian depan ke kelompok jugulodigastrik. Nasofaring adalah

struktur yang terletak di garis tengah tubuh, kaya akan pembuluh limfe dengan muara

yang bersilangan sehingga penyebaran sel tumor bilateral dan kontralateral tidak

jarang dijumpai (Bailey dkk., 2006). Anatomi nasofaring disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Anatomi Nasofaring

(dikutip dari Bailey dkk., 2006)

2.2.2 Epidemiologi

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel

yang melapisi nasofaring, tidak termasuk tumor kelenjar atau limfoma. Angka

kejadian karsinoma nasofaring cukup tinggi tergantung dari letak geografinya.

Daerah endemik karsinoma nasofaring adalah daerah dengan populasi resiko tinggi,

terutama di daerah Cina Selatan dan Asia Tenggara, India Barat Daya, Afrika Utara,

Eskimo dan Alaska. KNF merupakan kanker yang sering terjadi di Indonesia dan

menempati peringkat ke empat setelah kanker leher rahim, kanker payudara, kanker

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

9

kulit dan merupakan kanker yang paling sering terjadi di bagian kepala leher.

Penyakit ini 100% terkait dengan EBV, terutama tipe undifferentiated carcinoma.

Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher adalah KNF, kemudian diikuti oleh tumor

ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), tumor ganas rongga mulut,

tonsil, tiroid dan hipofaring dalam prosentase yang lebih rendah (Roezin dan Adham,

2007). Berdasarkan data resmi yang dikeluarkan Departemen Kesehatan, angka

kejadian KNF di Indonesia adalah 4,7 per 100.000 penduduk. (Roezin dan Adham,

2007). Dari data profil karsinoma nasofaring di Rumah Sakit Hasanudin Makasar,

periode Januari 2000 sampai Juni 2001 didapatkan 33% dari keganasan di bidang

THT-KL adalah karsinoma nasofaring. Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun

2002-2007 ditemukan 684 penderita karsinoma nasofaring (Lutan dkk., 2003).

Berdasarkan data Internasional Agency for Research on Cancer (IARC) pada

tahun 2002 ditemukan sekitar 80.000 kasus baru karsinoma nasofaring di seluruh

dunia dan sekitar 50.000 atau sekitar 40% dari kasus yang meninggal berasal dari

Cina (Chang dan Adam, 2006). Penderita KNF dapat terjadi pada semua umur, rata-

rata penderita karsinoma nasofaring berumur 45-55 tahun dengan 23,3 kasus/100.000

laki-laki dan 8,9 kasus/100.000 perempuan. Rasio laki-laki : perempuan yaitu 2-3:1

(Jeon dkk., 2005).

Di negara barat (Amerika dan Eropa) kejadian KNF termasuk jarang dengan

angka kejadian sekitar 0,5/100.000 penduduk, dengan angka 1-2% dari seluruh

kanker kepala dan leher. Di Cina Selatan dan Hongkong penyakit ini endemik dengan

angka kejadian meningkat hingga 50/100.000 penduduk (Chan dan Felip, 2009).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

10

Secara umum KNF ditemukan pada populasi yang lebih muda daripada kanker

kepala dan leher di tempat lain. Pada daerah endemik insiden meningkat sejak usia 20

tahun dan mencapai puncak pada dekade IV dan dekade V (Chan dan Felip, 2009).

Pada daerah resiko rendah usia terbanyak pada dekade V dan dekade VI tapi masih

terdapat angka kejadian yang signifikan pada usia di bawah 30 tahun, dengan puncak

awalnya antara usia 15-25 tahun. KNF lebih sering dijumpai pada pria daripada

wanita dengan perbandingan pria dan wanita 3 : 1 (Marur dan Forastiere, 2008). Di

Indonesia perbandingan penderita laki-laki dan perempuan berkisar antara 2-3

berbanding 1, dengan frekuensi terbanyak pada umur 40-60 tahun. Hasil penelitian di

dalam maupun luar negeri melaporkan bahwa sebagian besar penderita (69-96%)

datang berobat ke rumah sakit sudah dalam keadaan stadium lanjut atau stadium III

dan IV (Widiastuti dkk., 2011).

2.2.3 Etiologi

Sampai saat ini penyebab pasti karsinoma nasofaring masih belum jelas. Secara

umum etiologi karsinoma nasofaring merupakan hasil interaksi kondisi genetik yang

susceptible, bahan karsinogenik yang ada di lingkungan atau environmental

carcinogen dan adanya infeksi EBV (Chan dan Felip, 2009). Penelitian Her (2001),

menyatakan sedikitnya ada 3 faktor etiologi yaitu: infeksi EBV, kerentanan genetik

dan faktor lingkungan yang berperan dalam tingginya kejadian KNF di Cina. Etiologi

dari KNF dapat dibagi menjadi faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

11

Faktor ekstrinsik:

a. Infeksi Virus Epstein-Barr

KNF dianggap memiliki hubungan erat dengan EBV. Terutama antibodi IgA

terhadap EBV dan DNA EBV dalam kadar yang tinggi pada serum penderita KNF.

Dari berbagai jenis KNF hanya tipe undifferentiated yang memiliki hubungan

imunohistologis dengan EBV. Tidak jelas bagaimana DNA virus berhubungan

dengan karsinoma sel epitel dan kapan sel epitel terinfeksi dengan EBV, apakah

sebelum atau sesudahnya berubah menjadi keganasan atau sebagai akibat rusaknya

sistem pertahanan tubuh. EBV mampu merubah limfosit B namun tidak cukup bukti

yang menyatakan bahwa dapat merubah sel epitel. EBV sendiri tidak bereplikasi di

dalam sel tumor karsinoma nasofaring dan antigen virusnya tidak diekspresikan pada

tumor ini (Cho, 2007; Jeyakumar dkk., 2006).

b. Faktor lingkungan dan kebiasaan hidup

Ikan yang diasinkan dianggap sebagai faktor etiologi penting pada populasi Cina

bagian selatan. Ikan laut yang diasinkan mengandung sejumlah nitrosamine volatile

terutama N-nitrosodimethylamine dan N-nitroso-diethylamine. Zat ini diketahui

merangsang karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma pada rongga hidung dan

paranasal dari beberapa penelitian terhadap hewan (Cho, 2007). Penelitian Chew

(2003), menghubungkan kejadian KNF dengan pola hidup, faktor makanan dan

pengaruh lingkungan sekitarnya di Hongkong dan Cina menunjukkan adanya

hubungan yang erat terutama dengan konsumsi ikan yang diasinkan pada usia dini.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

12

Sejumlah faktor inhalasi dari lingkungan telah dilaporkan berhubungan dengan

KNF. Dilaporkan juga adanya hubungan positif antara penggunaan bahan bakar fosil

untuk memasak dan KNF. Di Kenya kejadian KNF cukup tinggi, di mana penduduk

yang tinggal di rumah dengan ventilasi yang buruk di mana asap dan uap hasil

memasak tidak dapat keluar dari atap yang sangat tertutup rapat. Orang merokok

selama 10 tahun atau lebih memiliki resiko tinggi terhadap KNF (Kumar, 2003).

Faktor intrinsik:

Genetik

Ras mongoloid terutama bagian selatan merupakan faktor dominan timbulnya

KNF, sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan,

Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia (Dewi dkk.,

2012). Pasien dengan KNF pada populasi Cina berasal dari sub populasi dengan

genetik yang khas. Sampai saat ini HLA adalah satu-satunya sistem genetik yang

memiliki hubungan erat dengan kanker ini. Lokus HLA yang terlibat pada KNF

adalah lokus HLA-A dan DR yang terdapat pada rantai pendek kromosom 6 (Cho,

2007).

2.2.4 Gejala dan tanda klinis

Pasien KNF jarang ditemukan asimptomatik. Kebanyakan pasien memiliki

berbagai gejala yang onsetnya berbeda-beda dan kadang tidak diperhatikan oleh

pasien (Chew, 2003). Gejala klinis dari penderita KNF berhubungan dengan lokasi

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

13

tumor primer dan perluasannya. Secara umum dapat dibagi menjadi empat kelompok

gejala, antara lain gejala nasofaring, gejala telinga, gejala mata serta gejala metastasis

atau gejala leher. Adanya kecurigaan tumor ganas nasofaring harus dipikirkan apabila

dijumpai trias gejala sebagai berikut: 1) tumor leher, gejala telinga dan gejala hidung,

2) gejala intrakranial, gejala telinga dan gejala hidung, 3) tumor leher, gejala

intrakranial dan gejala hidung (Gourzones dkk., 2013). KNF sering muncul pertama

kali di fosa Rosenmuller dekat dengan muara tuba Eustachius, sehingga gejala-gejala

awal berupa keluhan di telinga seperti rasa penuh, berdenging, kadang-kadang

disertai penurunan pendengaran. Gejala ini disebabkan oleh karena oklusi muara tuba

Eustachius oleh masa tumor. Gejala hidung dapat berupa pilek-pilek, hidung buntu

dan ingus bercampur darah. Gejala di mata berupa pandangan kabur atau diplopia

(Chew, 2003).

Metastasis tumor ke kelenjar getah bening leher regional sering terjadi, yaitu

sekitar 65%-80%. Pembesaran kelenjar getah bening servikal merupakan gejala

pertama yang timbul pada penderita KNF. Kelenjar limfe retrofaringeal lateral

(rouviere nodes) merupakan filter kelenjar yang pertama, namun tidak dapat

dipalpasi. Kelenjar yang paling sering pertama kali dapat dipalpasi adalah kelenjar

jugulodigastrik dan atau apikal di bawah sternomastoid. Metastase kelenjar limfe

bilateral dan kontralateral sering dijumpai. Selanjutnya sel-sel kanker dapat ikut

mengalir bersama aliran getah bening dan mengadakan metastase jauh mengenai

organ tubuh yang lain seperti tulang, hati dan paru (Chew, 2003).

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

14

Gejala lanjut karsinoma nasofaring terjadi akibat perluasan tumor ke jaringan

sekitarnya. Tumor dapat meluas ke arah superior menuju ke intrakranial dan menjalar

sepanjang fosa kranii media. Sel tumor biasanya masuk ke rongga tengkorak melalui

foramen laserum dan menimbulkan lesi pada kelompok saraf kranialis anterior (saraf

kranialis III, IV dan VI). Perluasan tumor ke arah anterior menuju rongga hidung,

sinus paranasalis, fosa pterigopalatina sampai orbita, sehingga terjadi lesi pada saraf

kranialis I dan II. Tumor yang besar dapat mendesak palatum mole, menimbulkan

obstruksi saluran nafas atas dan saluran makanan. Perluasan tumor ke arah

posterolateral menuju ruang parafaring dan fosa pterigopalatina yang kemudian

masuk ke foramen jugularis sehingga menimbulkan kerusakan saraf kranialis

posterior (saraf kranialis IX, X, XI dan XII) serta nervus simpatikus servikalis yang

berjalan menuju fisura orbitalis. Perluasan tumor ke arah inferior menuju rongga

mulut atau regio retrotonsil dapat menimbulkan sumbatan saluran nafas dan saluran

makanan (Chew, 2003; Jeyakumar dkk., 2006).

Setiap gejala mempunyai nilai dalam mendiagnosis KNF. Bila jumlah nilai 50,

diagnosis KNF dapat ditegakkan. Walaupun terbukti KNF secara klinis, biopsi

nasofaring mutlak dilakukan untuk konfirmasi diagnosis histopatologi dan

menentukan subtipe histopatologi yang erat hubungannya dengan pengobatan dan

prognosis (Chew, 2003). Untuk nilai mendiagnosis KNF ditunjukkan pada Tabel 1.

Digby score,

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

15

GEJALA NILAI

Massa terlihat di nasofarinh 25

Limfadenopati Leher 25

Gejala di hidung seperti epistaksis dan hidung buntu 15

Gejala telinga seperti tinitus dan penurunan

pendengaran

15

Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5

Gangguan neurologi 5

Eksoftalmus 5

Dikutip dari Chew,2003

2.2.5 Histopatologi dan stadium

WHO menetapkan KNF sebagai kanker yang berasal dari sel skuamous dan

dibedakan menjadi 3 tip

1) WHO tipe I: keratinizing squamous cell carcinoma, menunjukkan

differensiasi skuamosa dengan adanya jembatan interseluler dan atau

keratinisasi di atasnya.

2) WHO tipe II: differentiated non keratinizing carcinoma, sel tumor

menunjukkan diferensiasi dengan rangkaian maturasi yang terjadi di dalam

sel, terdiri dari sel-sel yang bervariasi mulai dari sel matur sampai anaplastik

dan hanya sedikit sekali membuat keratin atau tidak sama sekali.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

16

3) WHO tipe III: Undifferentiated carcinoma, mempunyai gambaran patologi

yang sangat heterogen. Sel ganas memiliki inti bulat sampai oval dan

vesikuler, batas sel yang tidak jelas, dapat ditemukan sel ganas berbentuk

spindle dengan inti hiperkromatik.

Tumor tipe 2 dan tipe 3 lebih radiosensitif dan memiliki hubungan yang kuat dengan

virus Epstein-Barr (Chan dan Felip, 2009).

Penentuan stadium dilakukan berdasarkan klasifikasi TNM dalam AJCC

(American Joint Committee on Cancer) tahun 2008 sebagai berikut: (Deschler dan

Day, 2008)

T = Tumor primer

Tx : Tumor primer tidak dapat ditentukan

T0 : Tidak ditemukan adanya tumor primer

Tis : Karsinoma insitu

T1 : Tumor terbatas di nasofaring atau tumor meluas ke orofaring dan atau kavum

nasi tanpa perluasan ke parafaring.

T2 : Tumor meluas sampai pada jaringan lunak

T2a: Tumor meluas sampai daerah orofaring dan atau rongga hidung tanpa

Perluasan ke parafaring

T2b: Dengan perluasan ke parafaring

T3 : Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak dan atau sinus paranasal.

T4 : Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau terlibatnya saraf kranial,

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

17

hipofaring, orbita atau dengan perluasan ke fossa infratemporal atau ruang

mastikator.

N = Pembesaran kelenjar getah bening regional

Nx : Pembesaran kelenjar getah bening regional tidak dapat ditentukan

N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening regional

N1 : Metastasis kelenjar getah bening leher unilateral dengan diameter terbesar

6 cm atau kurang, diatas fossa supraklavikula dan atau unilateral atau bilateral

kelenjar getah bening retrofaring dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang.

N2 : Metastase kelenjar getah bening bilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau

kurang, di atas fossa supraklavikula.

N3 : Metastasis pada kelenjar getah bening di atas 6 cm dan atau pada

supraklavikula

N3a: Ukuran kelenjar getah bening > 6 cm

N3b: Kelenjar getah bening meluas ke fossa supraklavikula

M = Metastase jauh

Mx : Adanya metastasis jauh tidak dapat ditentukan

M0 : Tidak ada metastasis jauh

M1 : Terdapat metastasis jauh

Stadium klinik

Stadium 0 : Tis N0 M0

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

18

Stadium I : T1 N0 M0

Stadium IIA : T2a N0 M0

Stadium IIB : T1 N1 M0

T2a N1 M0

T2b N0, N1 M0

Stadium III : T1 N2 M0

T2a, T2b N2 M0

T3 N0, N1, N2 M0

Stadium IVA : T4 N0, N1, N2 M0

Stadium IVB : Semua T N3 M0

Stadium IVC : Semua T semua N M1

2.2.6 Diagnosis

Diagnosis KNF ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis,

radiologis dan histopatologi. Pemeriksaan histopatologi biopsi nasofaring merupakan

gold standard untuk penegakan diagnosis. Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk

mendapatkan informasi adanya tumor nasofaring, perluasan tumor ke jaringan

sekitarnya dan adanya destruksi tulang dasar tengkorak. Untuk memperoleh

gambaran lesi yang lebih jelas, dapat dilakukan pemeriksaan tomogram atau

computed tomography scaning (CT-Scan) dengan kontras maupun magnetic

resonance imaging (MRI) (Jeyakumar dkk., 2006; Nakayana dkk., 2011).

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

19

CT-Scan dapat menunjukkan perluasan jaringan lunak di daerah nasofaring dan

ke arah lateral menuju ruang paranasofaring. CT-Scan sensitif untuk mendeteksi erosi

tulang, terutama dasar tengkorak. Perluasan tumor ke intrakranial melalui foramen

ovale dengan penyebaran perineural juga dapat di deteksi, yang merupakan bukti

keterlibatan sinus kavernosus tanpa erosi dasar tengkorak (Chew, 2003; Nakayana

dkk., 2011).

MRI lebih baik dari pada CT-Scan dalam membedakan tumor dengan inflamasi

jaringan lunak. MRI juga lebih sensitif dalam mengevaluasi metastasis kelenjar

retrofaringeal dan leher dalam. MRI dapat mendeteksi infiltrasi sumsum tulang oleh

tumor, di mana CT-Scan tidak dapat mendeteksi infiltrasi ini kecuali disertai erosi

tulang. Penting untuk mendeteksi infiltrasi sumsum tulang ini karena berhubungan

dengan peningkatan resiko metastasis jauh (Chew. 2003; Nakayana dkk., 2011).

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, diagnosis

karsinoma nasofaring sangat ditunjang dengan beberapa pemeriksaan tambahan yaitu;

pemeriksaan serologi, pulasan imunohistokimia, hibridisasi in situ, polymerase chain

reaction (PCR) dan Southern blotting (Gourzones dkk., 2013; Marur dan Forastiere,

2008).

2.2.7 Penatalaksanaan dan prognosis

Radioterapi masih tetap merupakan modalitas terapi utama untuk KNF.

Radioterapi sebagai gold standard untuk KNF sudah dimulai sejak lama. Hasil

radioterapi untuk KNF stadium dini sebenarnya cukup baik, respon lengkap sekitar

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

20

80% sampai 100%, sedangkan untuk KNF stadium lanjut respon radioterapi menurun

tajam dengan angka ketahanan hidup 5 tahun yang kurang dari 40%. Hasil radioterapi

pada stadium lanjut didapatkan kurang memuaskan sehingga para ahli berupaya

mencari cara untuk meningkatkan kontrol lokoregional dan sistemik, sekaligus

meningkatkan survival rate (Brenan, 2006; Marur dan Forastiere, 2008).

KNF merupakan salah satu keganasan yang responsif terhadap pemberian

kemoterapi. Pemberian kemoterapi pada KNF diindikasikan pada kasus penyebaran

ke kelenjar getah bening leher, metastasis jauh dan kasus-kasus residif. Pemberian

kemoterapi terutama diberikan pada KNF dengan penyakit lokoregional tingkat lanjut

dikombinasikan dengan radioterapi sangat bermanfaat dalam mengurangi resiko

metastasis jauh dan dapat meningkatkan kontrol lokal. Kemoterapi dapat diberikan

sebelum (neoadjuvant), selama (concurrent) atau setelah (adjuvant) pemberian

radioterapi (Brenan, 2006).

Sebanyak 70% pasien yang baru terdiagnosis KNF datang pada stadium III dan

IV, dengan penyakit lokal lanjut dan metastasis. Standar pengobatan adalah

radioterapi dikombinasikan dengan kemoterapi. Akhir-akhir ini dilaporkan beberapa

cara meningkatkan kontrol tumor pada KNF yaitu accelerated fractionation

radiotherapy, brakhiterapi, tiga dimensional radioterapi dan kombinasi kemoterapi

dengan radioterapi (Brenan, 2006).

Angka ketahanan hidup paling jelek terjadi pada gambaran histopatologi

keratinizing squamous cell carcinoma dibandingkan dengan gambaran histopatologi

yang lain. Kategori yang digunakan untuk menentukan prognosis suatu tumor adalah:

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

21

1) Adanya anaplasia dan atau pleomorfism. 2) Angka proliferasi sel yang tinggi,

dihitung dari jumlah mitosis atau dengan proliferasi yang dihubungkan dengan

petanda imunohistokimia. 3) Jumlah infiltrasi sel limfosit yang sedikit. 4) Tingginya

densitas dari S-100 protein yang hasilnya positif untuk sel-sel dendritik. 5) Dijumpai

pembuluh darah kecil. 6) Dijumpai ekspresi human epidermal reseptor protein-2

(King dkk., 2006).

2.3 Biologi Sel Kanker

Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak

terkendali. Sel kanker memiliki kemampuan untuk menyerang jaringan biologis

lainnnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi)

atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastase). Pertumbuhan yang tidak

terkendali tersebut disebabkan adanya kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen

vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa buah mutasi dibutuhkan untuk

mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi tersebut dapat terjadi secara spontan

ataupun diwariskan (Kumar dkk., 2010).

Suatu pertumbuhan normal diatur oleh kelompok gen, yaitu growth promoting

protooncogenes, growth inhibiting cancer supresor genes (antioncogenes) dan gen

yang berperan pada kematian sel terprogram (apoptosis). Selain ke tiga kelompok gen

tersebut, terdapat juga kelompok gen yang berperan pada DNA repair yang

berpengaruh pada proliferasi sel. Ketidakmampuan dalam memperbaiki DNA yang

rusak menyebabkan terjadinya mutasi pada genom dan menyebabkan terjadinya

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

22

keganasan. Proses karsinogenesis merupakan suatu proses multitahapan dan terjadi

baik secara fenotip dan genetik, seperti disajikan pada Gambar 2.2 (Kumar dkk.,

2010).

Gambar 2. 2 Skema sederhana dasar molekuler penyakit kanker

(dikutip dari Kumar dkk., 2010)

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

23

The six hallmark of cancer (6 karakter sel kanker) adalah enam perubahan

mendasar dalam fisiologi sel yang secara bersama-sama menentukan, fenotip

keganasan, yaitu (Barnes, 2002) :

1) Growth signal anatomy, sel normal memerlukan sinyal eksternal untuk

pertumbuhan dan pembelahannya, sedang sel kanker mampu memproduksi

growth factor dan growth receptor sendiri. Dalam proliferasinya sel kanker

tidak tergantung pada sinyal pertumbuhan normal. Mutasi yang dimiliki

memungkinkan sel kanker untuk memperpendek growth factor pathway.

2) Evasion Growth inhibitory signal, sel normal merespon sinyal penghambatan

pertumbuhan untuk mencapai homeostasis. Jadi ada waktu tertentu bagi sel

normal untuk proliferasi dan mencapai pendewasaan.

3) Evasion of Apoptosis Signal, pada sel normal kerusakan DNA akan dikurangi

jumlahnya dengan mekanisme apoptosis, bila ada kerusakan DNA yang tidak

bisa lagi direparasi. Sel kanker tidak memiliki kepekaan terhadap sinyal

apoptosis.

4) Unlimited replicative potential, sel normal mengenal dan mampu

menghentikan pembelahan selnya bila sudah mencapai jumlah tertentu dan

mencapai pendewasaan.

5) Angiogenesis (formation of blood vessel), sel normal memiliki ketergantungan

terhadap pembuluh darah untuk mendapatkan oksigen dan nutrient yang

diperlukan untuk hidup. Namun bentuk dan karakter pembuluh darah sel

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

24

normal lebih sederhana atau konstan sampai dengan sel dewasa. Sel kanker

mampu menginduksi angiogenesis, yaitu pertumbuhan pembuluh darah baru

di sekitar jaringan kanker. Pembentukan pembuluh darah itu baru diperlukan

untuk survival sel kanker dan ekspansi ke bagian lain dari tubuh (metastasis).

6) Invasion and metastasis, sel normal memiliki kepatuhan untuk berpindah ke

lokasi lain di dalam tubuh. Perpindahan sel kanker dari lokasi primernya ke

lokasi sekunder atau tertiernya merupakan faktor utama adanya kematian yang

disebabkan karena kanker.

Gambar 2.3 Enam tanda utama kanker (The hallmarks of cancer)

(dikutip dari Barnes, 2002)

2.4 Epstein Barr Virus (EBV)

EBV merupakan Gamma Herpes Virus yang ditemukan pada tahun 1964 oleh

Michael Epstein dan Yvonne Barr. EBV menyebar ke seluruh infeksi primer dan

menetap sebagai infeksi latent maka ekspresi gen EBV terbatas, dan yang pasti hanya

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

25

terdapat LMP-2A yaitu suatu protein laten yang memberikan signal kehidupan dan

menginhibisi aktivitas sel B dan pintu masuk siklus litik. Ketika reaktif terjadi, litik

yang berat pada protein viral akan diekspresikan dengan aktivasi inhibisi mekanisme

immun. Termasuk interleukin 10 homolog yang menginhibisi co-stimulator antigen

presenting fungsi monosit, makrofag dan beberapa interferon yang mengurangi

pelepasan sitokin, interferon α dan β. Sebagai tambahan bcl-2 homolog prolog sel

dari survival untuk inhibisi apoptosis (Gourzones dkk., 2013).

Keganasan seperti KNF dapat muncul dari klon sel terinfeksi EBV setelah

terinfeksi beberapa tahun. Pada klonal, EBV dapat menetapkan derajat dari

perkembangan tumor. Genom EBV merupakan monoclonal yang alami dan

menunjukkan bahwa infeksi EBV pada KNF terjadi lebih dulu oleh ekspansi dari

klon yang malignansi, spesifik kesalahan dari imun, stimulasi proliferasi sel B oleh

infeksi lain dan abrasi genetik sekunder atau mutasi merupakan faktor tambahan dari

karsinogenesis (Jeon dkk., 2005)

Pada undifferentiated nasopharynx carcinoma, EBV menginfeksi sel epitel

nasofaring bagian posterior fossa Rosenmuller′s di Waldeyer ring. Walaupun

hubungan reseptor EBV pada sel epitel tidak tampak, tetapi permukaan protein

mengandung antigen yang dihubungkan dengan sel B. Reseptor CD21 dapat

diuraikan dan EBV banyak masuk ke sel nasofaring berupa IgA-mediated

endocytosis. EBV juga dapat dideteksi pada karsinoma in situ, suatu prekursor

undifferentiated nasopharyngeal carcinoma. Infeksi EBV dapat terjadi sebelum

neoplasma dan berkembang menjadi keganasan (Gourzones dkk., 2013).

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

26

2.5 Cyclooxygenase-2 (COX-2)

Cyclooxygenase (COX) merupakan enzim pada jalur biosintetik dari

prostaglandin (PG), Tromboxan dan Prostacycline dari Arachidonic Acid (AA).

Enzim ini pertama kali ditemukan pada tahun 1988 oleh Dr.Daniel Simmons seorang

peneliti dari Harvard University (Kim dkk., 2004).

Gambar 2.4 Jalur Cyclooxygenase (dikutip dari Kim dkk.,2004)

Terdapat dua bentuk COX, yaitu cyclooxygenase-1 (COX-1) dan

cyclooxygenase-2 (COX-2). COX-1 berfungsi sebagai housekeeping pada hampir

semua jaringan normal. Enzim COX-2 merupakan bentuk yang dapat terinduksi.

Bentuk PG yang berasal dari aktivitas COX-1 memfasilitasi berbagai proses fisiologi,

sedangkan COX-2 sangat mudah terinduksi oleh berbagai proses inflamasi, faktor

pertumbuhan dan promotor tumor lainnya (Dewi dkk., 2012).

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

27

COX-2 adalah enzim yang dapat diinduksi dalam makrofag, bertanggung jawab

untuk pengeluaran produksi prostaglandin (PG) yang tinggi selama inflamasi dan

respon imun. COX-2 adalah enzim yang dapat meningkatkan respon untuk

merangsang faktor pertumbuhan, peningkatan kadarnya banyak ditemukan dalam

beberapa progressivity human carcinoma (Widiastuti dkk., 2011).

Inflamasi merupakan sebuah reaksi yang kompleks dari sistem imun tubuh pada

jaringan vaskuler yang menyebabkan akumulasi dan aktivasi leukosit serta protein

plasma yang terjadi pada saat infeksi, keracunan maupun kerusakan sel. Terjadinya

proses inflamasi diinisiasi oleh perubahan di dalam pembuluh darah yang

meningkatkan rekrutmen leukosit dan perpindahan cairan serta protein plasma di

dalam jaringan (Dewi dkk, 2012).

Peningkatan level COX-2 telah ditemukan pada berbagai lesi premalignant dan

kanker epitel. Peningkatan ekspresi COX-2 telah dilaporkan pada berbagai macam

tumor, seperti kanker kolon, kanker paru, kanker payudara, kanker lambung, kanker

esophagus dan kanker kepala leher yang menunjukkan bahwa COX-2 mungkin

terlibat dalam proses karsinogenesis. Peningkatan regulasi COX-2 pada sel kanker

juga dihubungkan dengan peningkatan angiogenesis dan metastasis (Hasibuan dkk.,

2014). Ekspresi seluler COX-2 meningkat di atas normal pada stadium awal

karsinogenesis dan melalui perkembangan tumor serta pertumbuhan invasif tumor.

PG yang berasal dari COX-2 berperan dalam karsinogenesis, inflamasi, supresi

respon imun, inhibisi apoptosis, angiogenesis, invasi sel tumor dan metastasis (Tan

dan Putti, 2005).

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

28

2.5.1 Biologi cyclooxygenase-2 (COX-2)

Cyclooxygenase (COX) merupakan bagian integral dari membran terutama

membran mikrosomal. Melalui pemeriksaan mikroskop fluorescence dan teknik

pewarnaaan histofluoresence menunjukkan bahwa gambaran Cyclooxygenase-1

(COX-1) dan Cyclooxygenase-2 (COX-2) berlokasi pada retikulum endoplasma dan

membran inti, COX-2 konsentrasinya lebih tinggi pada membran inti (Choy dan

Milas, 2003).

Dengan berkembangnya ilmu kedokteran, ditemukan 3 family Cyclooxygenase

(COX), yaitu COX-1, COX-2 dan yang terbaru adalah Cyclooxygenase-3 yang

memiliki kesamaan aktivitas enzimatik tetapi memiliki fungsi dan pola ekspresi yang

berbeda. COX-1 dan COX-2 merupakan produk dari 2 gen yang berbeda, COX-1

pada manusia berlokasi pada kromosom 9 dan COX-2 pada kromosom 1. COX-1

terekspresi pada mukosa gastrointestinal, ginjal, platelet, endotel pembuluh darah dan

memelihara fungsi fisiologis jaringan ini. COX-2 terdapat sedikit sekali pada jaringan

yang normal dan meskipun waktu aktifnya singkat sebagai intermediate-early respon

gen yang akan meningkatkan ekspresi 20 kali lipat terhadap faktor pertumbuhan,

tumor promotor dan onkogenik mutasi sedangkan COX-3 banyak ditemukan pada

korteks serebri dan jantung (Huang dkk., 2010).

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

29

2.5.2 Cyclooxygenase, prostaglandin dan kanker

Famili COX adalah enzim yang terdiri dari dua anggota, COX-1 adalah enzim

yang terekspresi di banyak organ dan COX-2 hanya terekspresi pada jaringan tertentu

saja. Di mana ekspresinya meningkat oleh sejumlah rangsangan, faktor pertumbuhan

dan onkogen (Hasibuan dkk., 2014).

Ke dua enzim COX mengkatalisis asam arakidonat menjadi prostaglandin G2

(PGG2) dan sesudah itu menjadi prostaglandin H2 (PGH2), yang berperan sebagai

subtsrat untuk isomerisasi multipel yang secara sendirinya berespon untuk generasi

yang menghasilkan eikosanoid, termasuk PGE2, PGI2 dan TXA2. Di dalam sel-sel

epitel PGE2 akan menekan apoptosis dengan meningkatkan ekspresi BCL-2 dan juga

meningkatkan ekspresi Mitogen-Activated Protein Kinase (MAPK) yang dapat

meningkatkan migrasi sel atau lebih invasif dan mengaktivasi Epidermal Growth

Factor Reseptor (EGFR). Selanjutnya, COX-2 akan menginduksi angiogenesis,

sehingga memiliki kemampuan untuk tumbuh dan bermetastasis (Kim dkk., 2004;

Loong dkk., 2009).

Beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa level enzim COX-2 meningkat pada

beberapa kanker, seperti karsinoma kolorektal, karsinoma kepala dan leher serta

kanker paru-paru dan payudara. Ekspresi COX-2 dapat dilihat dari level intensitas

pewarnaan COX-2 dengan imunohistokimia. Faktor yang kemungkinan berperan

dalam peningkatan ekspresi COX-2 adalah faktor pertumbuhan, mediator inflamasi,

agen perusak DNA dan agen oksidasi. Angiogenesis merupakan proses yang

diperlukan untuk menstabilkan koloni tumor yang baru terbentuk dan untuk

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

30

menyokong pertumbuhan massa tumor (Hasibuan dkk., 2014). COX-2 secara

konsisten terekspresi dalam pembentukan pembuluh darah baru dalam tumor. Efek

proangionik dari COX-2 dapat meningkatkan ekspresi dari Vascular Endothelial

Growth Factor (VEGF) (Huang dkk., 2010; Loong dkk., 2009).

Selain peranannya dalam karsinogenesis, peningkatan ekspresi COX-2 juga

dihubungkan dengan perkembangan kanker pada manusia. Sel tumor serta komponen

seluler stroma tumor (seperti infiltrasi makrofag, limfosit, fibroblas dan sel endotel)

menghasilkan COX-2, yang akan meningkatkan produksi beberapa macam

prostaglandin. Namun matriks ekstraseluler tumor, sel stromal pada tumor juga

berperan penting terhadap progresi dari tumor (Choy dan Milas, 2003).

2.5.3 Peranan COX-2 terhadap Apoptosis dan dalam Memicu

Angiogenesis

Apotosis pada sel normal bertujuan untuk mencegah proliferasi yang tidak

terkontrol dengan mengeleminasi sel-sel yang mengalami senescent atau mengalami

kerusakan molekuler. Fungsi terutama pada sel-sel epitel yang terus mengalami

pembaharuan melalui siklus proliferasi sel, kemudian mengalami diferensiasi akhir,

senescent dan akhirnya mati (Sobolewski dkk., 2010).

Terganggunya mekanisme apoptosis menyebabkan sel-sel tumor memiliki waktu

survive lebih lama dan terjadi akumulasi genetic error. Terjadinya gangguan pada

program kematian sel juga berkontribusi terhadap resistensi terhadap terapi. Sejumlah

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

31

studi menyatakan bahwa COX-2 merupakan faktor yang penting terhadap

terganggunya mekanisme apoptosis (Kim dkk., 2004).

Sedangkan angiogenesis merupakan proses yang diperlukan untuk menstabilkan

koloni tumor yang baru terbentuk dan untuk menyokong pertumbuhan massa tumor.

COX-2 dan PG merupakan faktor potensial yang penting pada angiogenesis tumor, di

mana COX-2 secara konsisten terekspresi dalam pembentukan pembuluh darah baru

dalam tumor dan pembuluh darah di sekitar tumor (Huang dkk., 2010; Kim dkk.,

2004).

2.5.4 Peranan COX-2 terhadap Invasi Sel Kanker

Pada mekanisme terjadinya kanker akan melalui empat fase yaitu, fase induksi,

fase in situ, fase invasi serta fase disseminasi. Pada fase invasi sel-sel telah menjadi

ganas dan berkembang dengan cepat serta menginfiltrasi melewati membrane sel

kejaringan sekitarnya dan pembuluh darah serta pembuluh limfe. Dari percobaan

binatang diketahui ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses invasi sel-sel

tumor ganas tersebut yaitu, penambahan tekanan di dalam tumor akibat pembelahan

sel-sel yang aktif, bertambahnya gerakan amoeboid dari sel-sel tersebut,

berkurangnya daya kohesi antar sel, mungkin ada hubungan dengan berkurangnya ion

kalsium atau perubahan muatan listrik dari membran sel, meluasnya bahan-bahan

yang lisis oleh karena sel-sel kanker tersebut dan hilangnya jembatan interseluler

yang biasa ditemukan dalam sel-sel normal (Nurdiansah dkk., 2013).

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

32

Meskipun prinsip efek tumorigenik dari COX-2 termasuk memicu PGE2, COX-2

juga memiliki aktivasi peroksidase dan hasilnya dapat berpotensi terbentuknya

mutagen DNA pada jaringan yang berisiko. Tergantung dari lingkungan jaringannya,

karsinogen dapat terbentuk melalui aktivasi peroksidase dari COX-2 yang berasal

dari bermacam subtrat termasuk amin aromatik, amin heterosiklik, derivat

hidrokarbon polisiklik (Chen dkk., 2005; Widiastuti dkk., 2011).

2.5.5 Hubungan EBV dengan COX-2

Cyclooxygenase (COX) merupakan enzim pada biosintetik pathway dari

prostaglandin (PG) dan thromboxans dari asam arakidonat. COX-2 tertampil pada

beberapa tumor dan dalam perkembangannya membuktikan bahwa akan

menyebabkan karsinogenesis. Telah dilaporkan terjadi perubahan metabolisme

xenobiotik, yang meningkatkan pertumbuhan tumor invasif, angiogenesis dan

menghambat apoptosis. COX-2 mensensitisasi Prostaglandin E2 (PGE2) untuk

menstimulasi BCL-2 dan inhibit apoptosis serta menyokong IL-6 untuk sintesis

haptoglobin. PGE2 dihubungkan dengan tumor metastasis, IL-6 dengan sel

karsinoma invasif sedangkan haptoglobin dengan implantasi dan angiogenesis (Chen

dkk., 2005; Kim dkk., 2004; Gallo dkk., 2001).

COX-2 mengandung bermacam-macam stimulasi seperti sitokin, faktor

pertumbuhan dan onkogen. Pada semua tumor, infeksi EBV merupakan laten yang

predominan. Gen EBV diekspresikan pada infeksi laten yang dibatasi 6 EBV Nuclear

Antigene dan 3 LMP. Pada tipe 2 latent merupakan EBNA-1 dan 3 LMP yang

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

33

diekspresikan pada KNF dan pada nasal T/Natural Kill Cell Lymphoma. LMP-1

dideteksi lebih 70% pada KNF dan semua infeksi EBV preinvasif lesi nasofaring.

(Nurdiansah dkk., 2013 ; Chua dkk., 2009).

Induksi COX-2 oleh LMP-1 menyokong untuk invasif angiogenesis dan LMP-1

menambah produksi prostaglandin E2 pada sel epitel nasofaring. COX merupakan

kunci enzim yang mengontrol rate-limiting step pada sintesis prostanoid dan sel

neoplasma, serta metabolisme yang diproduksi oleh aksi COX-2 pada asam

arakidonat menunjukkan benturan pada bermacam-macam pathway karsinogenik

(Hasibuan dkk., 2014; Sobolewski dkk., 2010). Menurut Choy dan Milas (2003),

ekspresi seluler COX-2 meningkat pada stadium awal dan melalui perkembangan

tumor serta pertumbuhan invasif dari KNF. Tan dan Putti (2005) dan Loong dkk

(2009), melakukan penelitian untuk menilai ekspresi COX-2 pada KNF.

Penelitiannya menunjukkan terdapat proporsi tinggi KNF yang mengekspresikan

COX-2 dan terdapat hubungan ekspresi COX-2 dan prognosis buruk pada stadium

lanjut KNF tipe undifferentiated carcinoma.

Pada KNF tipe undifferentiated carcinoma EBV menginfeksi sel epitel

nasofaring bagian posterior fossa Rosenmuller dan waldayer ring. Walaupun

hubungan reseptor EBV pada sel epitel tidak tampak, tetapi permukaan protein

mengandung antigen yang dihubungkan dengan sel B. Reseptor CD21 dapat

diuraikan dan EBV banyak masuk ke sel nasofaring berupa IgA mediated

endocytosis. Umumnya infeksi EBV di epitel premalignant nasofaring mendorong

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 ... II.pdfGejala telinga seperti tinitus dan penurunan pendengaran 15 Sakit Kepala unilateral atau bilateral 5 Gangguan neurologi

34

ekspansi klonal dari perubahan sel nasofaring dan berubah menjadi sel malignant

(Dewi dkk., 2012).

Berdasarkan hal tersebut diatas diperkuat oleh teori karsinogenesis Kumar dkk.,

2010 yaitu:

1. Mutasi Somatik, yaitu perubahan urutan letak nukleotida dalam asam amino

rantai DNA yang menyebabkan perubahan kode genetik. Menghasilkan

produksi protein yang abnormal, sehingga regulasi pertumbuhan dan

diferensiasi sel terganggu, sel menjadi otonom dan lepas dari regulasi normal

dan dapat tumbuh tanpa batas.

2. Penyimpangan Diferensiasi Sel (Teori Epigenetik), terjadinya gangguan

sistem atau mekanisme regulasi gen seperti represif, depresi serta ekspresi

regulasi sehingga timbul gangguan pertumbuhan dan diferensiasi sel.

3. Aktivasi Virus yang masuk ke dalam inti sel dan berintegrasi dengan DNA

penderita serta mengubah fenotip sel dengan menyisipkan informasi baru atau

mengubah transkripsi dan tranlasi sel.

4. Seleksi Sel, pada tubuh manusia diperkirakan terdapat lebih dari 50.000 gen

dan masing-masing gen mempunyai fungsi tersendiri. Di dalam tubuh setiap

saat ada sel yang mati dan ada pula sel baru yang terbentuk melalui proses

mitosis.