bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori -...

13
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung penelitian. Beberapa teori dari para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda. Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang, Pembelajaran IPA, Hasil Belajar, dan Model Discovery. 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Menurut Trianto (2010:53), Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi yang intens dan terarah menuju pada pada suatu target yang telah diterapkan sebelumnya. Menurut Hamalik (dalam Hosnan, 2014:18), menambahkan bahwa, Pembelajaran ialah suatu kombinasi yang tersusun dari unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan menurut Sudjana (dalam Hosnan, 2014:18), mengemuka tentang pengertian pembelajaran bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan segaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan. Menurut Hosnan (2014:18), pembelajaran merupakan proses dasar dari pendidikan, dari sanalah lingkup terkecil secara formal yang menentukan dunia pendidikan berjalan baik atau tidak. Berdasarkan beberapa definisi pembelajaran para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan kolaborasi yang dilakukan guru dan peserta didik serta untuk menyampaikan pesan

Upload: vongoc

Post on 15-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang

mendukung penelitian. Beberapa teori dari para ahli tersebut mengkaji objek

yang sama yang mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda.

Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang, Pembelajaran

IPA, Hasil Belajar, dan Model Discovery.

2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

Menurut Trianto (2010:53), Pembelajaran merupakan interaksi dua arah

dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi

komunikasi yang intens dan terarah menuju pada pada suatu target yang telah

diterapkan sebelumnya. Menurut Hamalik (dalam Hosnan, 2014:18),

menambahkan bahwa, Pembelajaran ialah suatu kombinasi yang tersusun dari

unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling

mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan menurut

Sudjana (dalam Hosnan, 2014:18), mengemuka tentang pengertian

pembelajaran bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang

sistematik dan segaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi

edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan

pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan. Menurut

Hosnan (2014:18), pembelajaran merupakan proses dasar dari pendidikan,

dari sanalah lingkup terkecil secara formal yang menentukan dunia

pendidikan berjalan baik atau tidak.

Berdasarkan beberapa definisi pembelajaran para ahli tersebut, dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan kolaborasi yang

dilakukan guru dan peserta didik serta untuk menyampaikan pesan

7

(pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan) dengan menggunakan berbagai

model pembelajaran supaya tercipta lingkungan yang kodusif sehingga tujuan

yang telah ditetapkan bisa tercapai. Pembelajaran yang ada di sekolah dasar,

yang berkaitan dengan lingkungan adalah pembelajaran IPA.

Menurut Fowler (dalam Trianto, 2010:136) berpendapat bahwa, IPA

adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan

dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan

dedukasi. Sedangkan menurut Trianto (2010;136) berpendapat bahwa, Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains

yang semula berasal dari bahasa Inggris Science. Kata Science terdiri dari

sosial Sciences (ilmu pengetahuan sosial) dan Natural Sciences (ilmu

pengetahuan alam). Namun Science sering diterjemahkan sebagai sains yang

berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Berdasarkan beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa IPA adalah

ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang peristiwa alam yang ada di Bumi

dan gejala-gejalanya melalui proses ilmiah dibangun dengan sikap ilmiah

sehingga menghasilkan produk ilmiah (fakta, konsep, dan prinsip).

Pembelajaran IPA pada tingkat manapun harus dikembangkan dengan

memahami berbagai pandangan tentang makna IPA yang dalam konteks

pandangan hidup dipandang sebagai suatu instrumen untuk mencapai

kesejahteraan dan kebahagiaan sosial manusia. Pembelajaran IPA diharapkan

dapat memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah

(afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi dalam mencari jawaban

terhadap suatu permasalahan karena ciri-ciri tersebut membedakan dengan

pembelajaran lainnya (Trianto, 2012142).

Nilai-nilai IPA yang ditanamkan dalam pembelajaran IPA menurut

Laksmi (dalam Trianto, 2012:142) antara lain sebagai berikut:

1. Kecakapan bekerja, berpikir secara teratur dan sistematis menurut

langkah-langkah metode ilmiah.

8

2. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan,

mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.

3. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah

baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam

kehidupan.

Laksmi (dalam Trianto, 2012:142) mengungkapkan bahwa pembelajaran

IPA disekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yaitu :

1. Memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang dunia tempat

hidup dan bagaimana bersikap.

2. Menanamkan sikap hidup ilmiah.

3. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.

4. Mendidik peserta didik untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta

menghargai para ilmuan penemunya.

5. Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan

permasalahan.

Berdasarkan permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa sebuah

pembelajaran IPA adalah bagaimana peserta didik dapat mengerti mengenai

konsep yang ada di dalam IPA melalui apa yang mereke dengar dan mereka

lihat.

2.1.2 Tujuan Pendidikan IPA di Sekolah Dasar

Pembelajaran IPA SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut :

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-

Nya.

2. Mengembang pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

9

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,

teknologi, dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,

menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Dalam penelitian ini tujuan dari pelajaran IPA adalah untuk melatih

peserta didik dalam memahami konsep IPA melalui aktivitas belajar yang

mereka lakukan sendiri, dimana peserta didik akan menemukan fakta-fakta,

konsep-konsep, dan teori-teori dengan sikap ilmiah sehingga mampu

memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik melalui

pembelajaran Discovery.

2.1.3 Hasil Belajar

Hasil belajar peserta didik berkaitan dengan berbagai kemampuan yang

dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti proses belajar (Priansa,

2014:123). Tujuan belajar meliputi bertambahnya pengetahuan dan

keterampilan sehingga pencapaian tujuan belajar adalah memperoleh hasil

belajar yang baik (Tampubolon, 2013:140). Sedangkan menurut Hamalik

(2006:155) mengemukakan hasil belajar sebagai terjadinya perubahan tingkah

laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan

pengetahuan, sikap, serta keterampilan. Menurut Dimyanti dan Mudjiono

dalam Tampubolon (2013:3), mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil

yang ditunjukan dari suatu interaksi tindak belajar, dan biasanya ditunjukan

dengan tes yang diberikan guru.

10

Berdasarkan beberapa teori hasil belajar diatas peneliti dapat simpulkan

bahwa semua hasil belajar mengarahkan pada perubahan perilaku peserta

didik saat melakukan proses pembelajaran. Hasil belajar dapat memberikan

informasi kepada guru tentang kemajuan peserta didik dalam upaya mencapai

tujuan belajar, pengukuran hasil belajar peserta didik dapat dilakukan dengan

menggunakan tes sebagai alat ukurnya.

2.1.4 Model Pembelajaran Discovery

Pengertian Discovery Learning menurut Jerome Bruner adalah model

pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan

menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman.

Hal yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang

menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif didalam belajar di keas.

Untuk itu, Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya Discovery

Learning, yaitu urid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu

bentuk akhir. (Hosnan, 2014:281).

Menurut Hamalik dalam (Takdir, 2012:29-30), menyatakan bahwa

Discovery adalah proses pembelajaran yang menitikberatkan pada mental

intelektual para anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang

dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat

diterapkan dilapangan. Dengan kata lain, kemampuan mental intelektual

merupakan faktor yang menentukan terhadap keberhasilan mereka dalam

menyelesaikan setiap tantangan yang dihadapi, termasuk persoalan belajar

yang membuat mereka sering kehilangan semangat dan gairah ketika

mengikuti materi pelajaran.

Penemuan (Discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang

dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model pembelajaran

ini menekakkan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap

suatu suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses

pembelajaran (Hosnan, 2014:280-281). Menurut Mulyasa, (dalam Ilahi,

11

2012:32) menyatakan bahwa, Discovery Strategy merupakan strategi

pembelajaran yang menekankan pengalaman langsung di lapangan, tanpa

harus selalu bergantung pada teori-teori pembelajaran yang ada dalam

pedoman buku pelajaran. Sedangkan menurut Hosnan, (2014:282)

pembelajaran Discover Learning adalah suatu model untuk mengembangkan

cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka

hasil yang akan diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan

mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar

berpikir analisis dan mencoba dan memecahkan sendiri problem yang

dihadapi.

Berdasarkan pengertian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa,

pembelajaran Discovery Learning adalah model pembelajaran yang menuntut

peserta didik untuk menggunakan kemampuannya dalam mecari jawaban atas

suatu masalah atau pertanyaan. Dengan demikian peserta didik mampu

menemukan konsep dan prinsip secara mandiri, bukan dijejali oleh

pengetahuan. Proses pembelajaran Discovery Learning menuntut guru

bertindak sebagai fasilitator, narasumber dan penyuluh kelompok. Dengan ini

dapat dikatakan bahwa model pembelajaran Discovery Learning adalah suatu

model pembelajaran dimana dalam proses belajar mengajar guru

memperkenankan peserta didiknya menemukan sendiri informasi secara

tradisional yang biasa dilakukan.

2.1.5 Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery

Menurut Ilahi, (2012:82-86), langkah-langkah model pembelajaran

Discovery Learning adalah sebagai berikut:

1. Adanya masalah yang akan dipecahkan (Problem Solving).

2. Sesuai dengan tingkat kemampuan kognitif anak didik.

3. Konsep atau prinsip yang ditemukan harus ditulis secara jelas.

4. Harus tersedia alat atau bahan yang diperlukan.

5. Suasana kelas harus diatur sedemikian rupa.

12

6. Guru memberikan kesempatan anak didik untuk mengumpulkan data.

7. Harus dapat memberikan jawaban secara tepat sesuai dengan data

yang diperlukan anak didik.

Sedangkan menurut Hosnan (2014:289) langkah-langkah model

pembelajaran Discovery Learning adalah sebagai berikut:

1. Menentukan tujuan pembelajaran.

2. Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal,

minat, gaya belajar, dan sebagainya).

3. Memilih materi pelajaran yang akan dipelajari.

4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara

induktif (dari contoh-contoh generalisasi).

5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,

ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik.

6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari

yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke

simbolik.

7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.

Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model

Discovery Learning menurut para ahli, penulis menyimpulkan bahwa

langkah-langkah pembelajaran yang di uraikan menggunakan model

Discovery Learning dalam pokok bahasan energi panas dan energi bunyi

dapat mengikuti langkah-langkah pembelajaran seperti, (Stimuli, Identifikasi

masalah, Pengumpulan data, Pengolahan data, Pembuktian, dan Menarik

kesimpulan).

Pelaksanaan strategi Discovery Learning di kelas, Menurut Syah (dalam

Hosnan, 2014:289-291),ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan

dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:

a. Stimulation (Stimulasi/ Pemberian Rangsangan)

13

Pada tahap ini pertama-tama peserta didik dihadapkan pada sesuatu

yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk

tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki

sendiri.

b. Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)

Setelah dilakukan stimulasi, langkah selanjutnya adalah guru memberi

kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak

mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan

pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam

bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).

c. Data Collection (Pengumpulan Data)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada

para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-

banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya

hipotesis. Pada tahapan ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau

membuktikan benar tidaknya hipotesis.

d. Data Processing (Pengolahan Data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi

yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara,

observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informasi hasil

bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah,

diacak, diklarifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan

cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.

e. Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat

untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan

dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.

Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada,

14

pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu kemudian

dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

f. Generalization (Menarik Kesimpulan/ Generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah

kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk

semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil

verifikasi.

2.1.6 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery

Di dalam pemanfaatan dan penggunaan model Discovery juga memiliki

kelebihan dan kekurangan. Menurut Ilahi (2012:68-73), ada 5 kelebihan dan 4

kelemahan model Discovery sebagai berikut, yaitu :

a) Kelebihan Model Discovery dibandingkan dengan model lain yaitu :

1. Dalam penyampaian bahan Discovery Strategy digunakan kegiatan

dan pengalaman langsung.kegiatan pengalaman tersebut akan lebih

menarik perhatian anak didik dan memungkinkan pembentukan

konsep-konsep abstrak yang mempunyai makna.

2. Discovery Strategy lebih realistis dan mempunyai makna. Sebab,

para anak didik dapat bekerja langsung menerapkan berbagai

bahan ujicoba yang diberikan guru, sehingga mereka dapat bekerja

sesuai dengan kemampuan intelektual yang dimiliki.

3. Discovery Strategy merupakan suatu model pemecahan masalah.

Para anak didik langsung menerapkan prinsip dan langkah awal

dalam pemecahan masalah. Melalui strategi ini, mereka memiliki

peluang untuk belajar lebih intens dalam memecahkan masalah,

sehingga dapat berguna dalam menghadapi kehidupan di kemudian

hari.

4. Dengan sejumlah transfer secara langsung, maka kegiatan

Discovery Strategy akan lebih mudah diserap oleh anak didik

15

dalam memahami kondisi tertentu yang berkenaan dengan

aktivitas pembelajaran.

5. Discovery Strategy banyak memberikan kesempatan bagi para

anak didik untuk terlibat langsung dalam kegiatan belajar.

Kegiatan demikian akan banyak membangkitkan motivasi belajar,

karena disesuaikan dengan minat dan kebutuhan mereka sendiri.

b) Kelemahan Model Discovery dibandingkan dengan model lain yaitu :

1. Berkenaan dengan waktu. Belajar mengajar menggunakan

Discovery Strategy membutuhkan waktu yang lebih lama

dibandingkan dengan metode langsung.

2. Bagi anak didik yang berusia muda, kemampuan berpikir rasional

mereka masih terbatas. Dalam belajar Discovery, sering mereka

menggunakan empirisnya yang sangat subjektif untuk memperkuat

pelaksanaan prakonsepnya.

3. Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektivitas ini

menimbulkan kesukaran dalam memahami suatu persoalan yang

berkenaan dengan pengajaran Discovery Strategy.

4. Faktor kebudayaan dan kebiasaan. Belajar Discovery Strategy

menuntut kemandirian, kepercayaan pada diri sendiri, dan

kebiasaan bertindak sebagai subjek. Tuntutan terhadap

pembelajaran Discovery Strategy, sesungguhnya membutuhkan

kebiasaan yang sesuai dengan kondisi anak didik. Tuntutan-

tuntutan tersebut, setidaknya akan memberikan keterpaksaan yang

tidak biasa dilakukan dengan menggunakan sebuah aktivitas yang

biasa dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan kelebihan dan keterbatasan Discovery Strategy tersebut,

tentunya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Discovery Strategy yang

melibatkan para anak didik secara langsung dalam proses pembelajaran, tidak

selamanya mempermudah pembelajaran. Keterbatasan metode Discovery

16

Strategy menjadi sebuah permasalahan tersendiri dalam pembelajaran.oleh

katena itu, kelebihan dan keterbatan Discovery Strategy membutuhkan sebuah

komunikasi yang saling berkesinambungan dan sejalan dengan minat dan

kebutuhan mereka dalam memahami Discovery Strategy sebagai strategi

pembelajaran.

2.2. Penelitian yang Relevan

Adapun hasil penelitian yang relevan yang mendekati judul penelitian ini

adalah hasil penelitian yang berjudul peningkatan hasil belajar IPA melalui

penerapan metode Guided Inquiri-Discovery pada siswa kelas IV SDN 02

Karanganyar kecamatan Karanganyar Kabupaten Karananyar tahun

pelajaran 2011/2012 (Rahmawati:2012) berdasarkan hasil analisis data

menunjukan adanya peningkatan hasil belajar IPA dengan rata-rata pada pra

tindakan 65,28 dengan ketuntasan 52,38 %, pada siklus I meningkat menjadi

72,90 dengan ketuntasan 71,42 %, dan siklus II terjadi peningkatan secara

signifikan yaitu 79,57 dengan ketuntasan 90,46 % sehingga berdasarkan hasil

penelitian dapat dikatakan meningkat.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lubis F. Khamdani (2011)

dengan judul Upaya meningkatkan hasil belajar ilmu pengetahuan alam

(IPA) dengan metode pembelajaran penemuan (Discovery) pada siswa kelas

IV SD Negeri 01 Ngabeyan Kartasura tahun 2010/2011, menyimpulkan

bahwa hasil belajar siswa sebelum tindakan kelas memperoleh daya serap

46,43 %. Sedangkan di akhir hasil belajar siswa mencapai daya serap 100 %.

Berdasarkan beberapa penelitian tentang penggunaan model Discovery

dalam pembelajaran dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Discovery

dapat meningkatkan hasil belajar. Dengan demikian, penelitian tersebut

mendukung penelitian yang akan dilakukan peneliti yang menekankan

penggunaan model Discovery untuk meningkatkan proses pembelajaran dan

hasil belajar. Namun, penelitian yang dilakukan memiliki persamaan yaitu

sama-sama mengukur hasil belajar dan instrumen yang digunakan

17

menggunakan teknik tes. Sedangkan perbedaan yaitu terletak pada masalah

yang ditelit, subjek penelitian yaitu siswa kelas IV SD Kristen 03 Eben

Haezer Salatiga, tujuan penelitian, dan variabel penelitian.

2.3. Kerangka Berpikir

Pembelajaran yang telah berlangsung di SD Kristen 03 Eben Haezer

Salatiga adalah pembelajaran yang berpusat pada guru dan kurang melibatkan

peserta didik. Oleh karena itu, perbaikan pembelajaran perlu dilakukan.

Upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar adalah melalui

mendesain pembelajaran dengan menggunakan pendekatan model Discovery.

Model Discovery adalah cara penyajian pembelajaran yang memberi

kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau

tanpa bantuan guru. Berdasarkan pada teori tersebut, penulis memilih model

Discovery untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Kristen 03

Eben Haezer Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016 pada mata pelajaran IPA.

Gambar 2.1 Peta Konsep Kerangka Berpikir

PEMBELAJARAN

IPA

Guru

menyampaikan

materi dengan

ceramah

Pembelajaran

kurang efektif

Peserta didik kurang

aktif, hanya sebagai

pendengar

Guru menciptakan

pembelajaran aktif

dan inovatif

Model

pembelajaran

Discovery

Tingkat pemahaman

peserta didik kurang,

memperoleh hasil

belajar < 75

Peserta didik

memecahkan

masalahnya

sendiri

Tingkat pemahaman

peserta didik naik, hasil

belajar meningkat >75

18

Berdasarkan gambar 2.1 peta konsep kerangka berpikir memiliki tiga sub

yaitu kondisi awal, tindakan dankondisi akhir. Pada kondisi awal guru menyampaikan

materi dengan menggunakan metode ceramah sehingga pembelajaran kurang efektif,

peserta didik kurang aktif, hanya sebagai pendengar dan tingkat pemahaman peserta

didik kurang berdampak pada hasil belajar peserta didik ˂ 75. Berdasarkan kondisi

kelas tersebut peneliti melakukan tindakan untuk meningkatkan hasil belajar peserta

didik dengan menggunakan model Discovery yaitu guru menciptakan pembelajaran

aktif dan inovatif sehingga peserta didik dapat memecahkan masalahnya sendiri

menggunakan model Discovery dan pada kondisi akhir tingkat pemahaman peserta

didik akan meningkat, hasil belajar peserta didik diatas >75.

2.4. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah

dikembangkan, maka dapat dirumuskan hipotesis proses dan hasil tindakan

sebagai berikut:

1. Penerapan model pembelajaran Discovery dalam pembelajaran IPA dapat

meningkatkan proses pembelajaran, hasil pembelajaran meliputi aktivitas

guru dan aktivitas peserta didik pada siswa kelas IV semester II SD

Kristen 03 Eben Haezer Salatiga, Tahun Ajaran 2015/2016 secara

signifikan minimal 10%. Dengan menggunakan langkah-langkah

pembelajaran model Discovery yaitu, Stimulation (stimulus/ pemberian

ragsangan), Data Collection (pengumpulan data), Data Processing

(pengolahan data), Verification (pembuktian), dan Generalization

(menarik kesimpulan).

2. Penerapan model Discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada

siswa kelas IV semester II SD Kristen 03 Eben Haezer Salatiga, Tahun

Ajaran 2015/2016 dapat meningkatkan hasil belajar IPA serta

meningkatkan peran aktif peserta melalui aktivitas guru dan aktivitas

peserta didik.