bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 pengertian...

16
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran. Menurut pandangan teori behavioristik di dalam Budiningsih (2005) belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialamai siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi anatar stimulus dan respon. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu. Apabila kita berbicara tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah tingkah laku seseorang. Menurut Slameto (2003) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Sukirno (2009) belajar pada hakekatnya adalah proses perubahan kognitif (intelektual) dan terefleksi dalam prilaku berkat pengalaman dan latihan. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu. Sedangkan, Yamin (2007) memberikan pandangan bahwa belajar adalah perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pandangan, membaca dan meniru. Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan dari diri seseorang yang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk dalam segala situasi dan mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan.

Upload: hanguyet

Post on 18-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam proses

pembelajaran. Menurut pandangan teori behavioristik di dalam Budiningsih

(2005) belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi

antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk

perubahan yang dialamai siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku

dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi anatar stimulus dan respon. Belajar

adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu. Apabila kita berbicara

tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah tingkah laku seseorang.

Menurut Slameto (2003) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.

Menurut Sukirno (2009) belajar pada hakekatnya adalah proses perubahan

kognitif (intelektual) dan terefleksi dalam prilaku berkat pengalaman dan latihan.

Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk

seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya,

keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya

penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu. Sedangkan, Yamin

(2007) memberikan pandangan bahwa belajar adalah perubahan perilaku

seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pandangan,

membaca dan meniru.

Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses

yang ditandai dengan adanya perubahan dari diri seseorang yang dapat

ditunjukkan dalam berbagai bentuk dalam segala situasi dan mengakibatkan suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

9

2.1.2 Matematika

Matematika, menurut DepDikNas (2004) adalah suatu kajian yang

memiliki sifat abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif yaitu

kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dan kebenaran sebelumnya

sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika bersifat kuat

dan jelas.. Sedangkan menurut Saniyah (2004) matematika adalah disiplin ilmu

yang mempunyai sifat khas disbanding ilmu yang lain, mempelajari tentang

bilangan dan ruang yang bersifat abstrak.

Menurut Purwoto (2003) menyatakan bahwa matematika adalah

pengetahuan tentang pola keteraturan pengetahuan tentang struktur yang

terorganisasikan mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang

didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke dalil.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika

adalah cabang ilmu pengetahuan eksak yang mempelajari tentang bilangan

bilangan, kalkulasi, penalaran logis, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan

bentuk, aturan-aturan yang ketat dan pola keteraturan serta tentang struktur yang

terorganisir.

2.1.3 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan (Suprijono, 2011). Sedangkan menurut

Rusmono (2012) hasil belajar merupakan semua akibat dari proses belajar

mengajar dengan menggunakan menggunakan suatu metode, dimana hasil ini

dapat dijadikan indikator keberhasilan pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa

hasil belajar merupakan perolehan seseorang dari suatu perbuatan belajar, atau

hasil belajar merupakan kecakapan nyata yang dicapai siswa dalam waktu

tertentu. Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat yang

diperoleh oleh setiap siswa setelah proses belajar. Di dalam proses belajar siswa

mengerjakan hal-hal yang akan dipelajari sesuai dengan tujuan dan maksud

belajar.

Hasil belajar merupakan indikator keberhasilan yang dicapai siswa dalam

usaha belajarnya. Pendapat lain dikemukakan Dimyati dan Mudjiono (2006)

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

10

bahwa hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut

terjadi terutama berkat evaluasi guru. Selanjutnya mengenai bahan yang telah

ditetapkan dalam kurikulum, bahan tersebut dapat diajarkan menurut jenis hasil

belajar yang ingin dicapai. Dan hasil belajar matematika dapat diukur langsung

dengan menggunakan tes hasil belajar.

Dalam penelitian ini hasil belajar difokuskan pada peningkatan

kemampuan kognitif yang diperoleh siswa sebagai akibat dari proses belajar

mengajar menggunakan metode demonstrasi, berupa nilai yang didapatkan

menggunakan alat ukur pretest dan posttest.

2.1.4 Pengertian Metode

Dalam hal ini metode berasal dari kata “Methodos” yang secara

etimologis, berasal dari bahasa latin yaitu “Methodos”. Secara etimologis kata

methodos berasal dari kata metha yang artinya dilalui dan hodos yang artinya

jalan. Jadi methodos artinya jalan yang dilalui. Menurut Uno (2007) metode

pembelajaran adalah cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan

fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan

menurut Bahri (2010), metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam pembelajaran, metode merupakan suatu cara yang digunakan oleh

guru dalam menyampaikan materi pelajaran dengan tujuan untuk membantu

pencapaian pesan dan mempercepat pemahaman siswa terhadap materi yang

disampaikan.

2.1.5 Pengertian Metode Demonstrasi

Menurut Sudjana (2008), metode demonstrasi merupakan metode efektif

sebab membantu para siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri

berdasarkan fakta atau data yang benar. Sedangkan pendapat ahli yang lain

mengatakan bahwa demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk

membelajarkan siswa dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu

langkah-langkah pengerjaan sesuatu (Roestyah, 2008). Dalam hal ini dengan

demonstrasi siswa berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

11

segala benda yang sedang terlibat dalam proses serta dapat mengambil

kesimpulan-kesimpulan yang sesuai dengan harapan.

Syaodih dan Ibrahim (2010) mengemukakan bahwa metode demonstrasi

merupakan sebuah metode yang dalam pembelajarannya memperlihatkan

langkah-langkah suatu proses terbentuknya atau terjadinya sesuatu yang

menitikberatkan pada kemampuan seorang guru untuk mendemonstrasikannya.

Menurut Bahri dan Aswan (2010), metode demonstrasi adalah cara

penyajian pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa

suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang dipelajari, baik sebenarnya ataupun

tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan.

Dari beberapa pendapat tentang metode demonstrasi di atas maka dapat

disimpulkan bahwa, metode demonstrasi adalah metode pembelajaran yang

menunjukkan benda atau proses tentang sesuatu yang sedang dipelajari di dalam

kelas dengan disertai penjelasan singkat dari guru dan peran serta siswa dalam

pembelajaran. Dalam demonstrasi siswa dapat mengamati apa yang diperlihatkan

guru selama pelajaran berlangsung.

a. Kelebihan Metode Demonstrasi

Kelebihan metode demonstrasi menurut Bahri dan Aswan (2010) adalah:

1. Dapat membimbing siswa kearah berfikir satu saluran pikir.

2. Dapat untuk mengurangi kesalahan karena diterapkan pada waktu itu juga.

3. Perhatian siswa terpusat pada hal-hal yang dianggap penting.

4. Permasalahan yang terpendam dapat mendapatkan penjelasan langsung guru.

b. Kelemahan Metode Demonstrasi

Kelemahan metode demonstrasi menurut Bahri dan Aswan (2010) adalah

sebagai berikut:

1) Tidak senua permasalahan dapat didemonstrasikan di dalam kelas.

2) Memerlukan alat/perlengkapan khusus yang bahkan kadang sulit ditemukan.

3) Memerlukan banyak waktu.

4) Memerlukan kesabaran dan ketelatenan.

c. Langkah – langkah Pembelajaran dengan Metode Demonstrasi

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

12

Menurut Bahri dan Aswan (2010) langkah-langkah menggunakan metode

demonstrasi adalah sebagai berikut:

1. Persiapan

Menciptakan kondisi belajar siswa untuk melaksanakan demonstrasi dengan:

- Menyediakan alat-alat demonstrasi

- Tempat duduk siswa

2. Pelaksanaan

Mengajukan masalah kepada siswa (ceramah). Melaksanakan demonstrasi:

- Menjelaskan dan mendemonstrasikan suatu prosedur atau proses.

- Usahakan seluruh siswa dapat mengikuti/mengamati demonstrasi dengan

baik.

- Beri penjelasan yang padat, tapi singkat. Hentikan demonstrasi kemudian

adakan tanya jawab.

3. Evaluasi/tindak

- Beri kesempatan kepada siswa untuk tindak lanjut mencoba melakukan

sendiri.

- Membuat kesimpulan demonstrasi.

- Mengajukan pertanyaan kepada siswa.

Sedangkan menurut Suprijono (2011) langkah-langkah metode

demonstrasi adalah sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

2. Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan disampaikan.

3. Menyiapkan bahan atau alat yang akan diperlukan.

4. Menunjuk salah seorang siswa untuk mendemonstrasikan sesuai skenario

yang telah disiapkan.

5. Seluruh siswa memperhatikan demonstrasi dan menganalisanya.

6. Tiap siswa mengemukakan hasil analisisnya dan juga pengalaman siswa

didemonstrasikan.

7. Guru membuat kesimpulan.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

13

Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode

demonstrasi, secara garis besar ada beberapa langkah yang harus diperhatikan

yaitu:

1. Mendemonstrasikan suatu proses atau prosedur.

2. Memberikan penjelasan yang padat tapi singkat.

3. Melibatkan siswa dalam pembelajaran demonstrasi.

Berdasarkan beberapa teori tentang langkah-langkah pembelajaran metode

demonstrasi, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah metode demonstrasi yang

akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah:

Persiapan pembelajaran dilakukan sebelum pelaksanaan pembelajaran:

1. Menentukan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

2. Membuat Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran.

3. Menyediakan alat-alat yang digunakan selama pembelajaran untuk

kepentingan demonstrasi.

Pelaksanaan pembelajaran:

Kegiatan awal

- Guru menyampaikan topik yang akan dipelajari.

Kegiatan inti

- Melakukan tanya jawab dengan siswa tentang topik yang akan dipelajari.

- Mendemonstrasikan suatu proses dan prosedur disertai penjelasan yang padat

dan singkat.

- Mengatur tempat duduk siswa sesuai kebutuhan, dengan pertimbangan jenis

kelamin siswa.

- Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba melakukan demonstrasi

serupa guna pemahaman lebih mendalam tentang topik.

- Guru memastikan semua siswa telah melakukan demonstrasi seperti yang

dilakukan guru.

- Siswa menyelesaikan soal baru yang diberikan guru menggunakan langkah

serupa yang telah didemonstrasikan guru.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

14

- Selama penyelesaian soal, guru berkeliling untuk memastikan semua kelompok

dan semua anggota kelompok telah melakukan langkah demonstrasi dengan

benar.

- Meminta siswa maju untuk mempresentasikan jawaban soal hasil demonstrasi

yang telah dilakukan di dalam kelompok.

Kegiatan akhir

- Siswa dan guru bersama-sama membuat kesimpulan materi tentang proses

demonstrasi yang telah dilakukan.

2.1.6 Jenis Kelamin

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan secara kodrat dibedakan menjadi

dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Antara kedua jenis kelamin

tersebut terdapat perbedaan karakteristik khas yang dapat membedakan satu

dengan yang lainnya, baik ditinjau dari segi fisik maupun dari segi psikis. Jenis

kelamin dalam bahasa Inggris disebut dengan ‘sex’. Sex berasal dari bahasa Latin

secare yang mempunyai arti membagi atau memisahkan. Menurut Sasongko

(2009) jenis kelamin atau seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan

secara biologis. Seks melekat secara fisik sebagai alat reproduksi. Oleh karena itu,

seks merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan sehingga bersifat permanen dan

universal.

Menurut Badudu dan Zain (2001), jenis kelamin adalah pembedaan atas

laki-laki dan perempuan atau jantan dan betina. Pembedaan itu berdasarkan

perbedaan biologis yang dibawa sejak lahir dan mempunyai ciri-ciri diantaranya

pada genital, bentuk tubuh, kepala, payudara, pinggul, tangan dan kaki, rambut

yang tampak. Seluruh perbedaan yang ada menjadikan perempuan dan laki-laki

berbeda satu dengan yang lain dalam hal biologis maupun psikologis.

Dari beberapa pendapat tentang jenis kelamin maka dapat disimpulkan

bahwa, jenis kelamin adalah perbedaan biologis yang melekat pada manusia yang

merupakan kodrat dari Tuhan yang membagi manusia menjadi jenis kelamin laki-

laki dan perempuan.

Selain faktor biologis, faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar

siswa adalah faktor psikologis. Secara psikologis laki-laki dan perempuan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

15

berbeda. Hal ini senada dengan pendapat dari Usman dan Setiawati (2001) tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah:

1. Faktor internal terdiri dari faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor

kematangan fisik dan psikis.

2. Faktor eksternal terdiri dari faktor sosial, faktor budaya seperti adat istiadat,

ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian, faktor lingkungan isik, dan faktor

lingkungan spiritual dan keagamaan.

Dari faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa faktor fisiologis dan

psikologis dapat menyebabkan perbedaaan hasil belajar siswa. Kehadiran faktor

psikologis dalam belajar, akan memberikan andil yang cukup penting. Faktor

psikologis akan senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya

mencapai tujuan belajar. Menurut Witherington dalam Karnadi (2009)

menyatakan bahwa laki-laki mencapai angka yang lebih tinggi dibandingkan

perempuan pada tes mengenai ilmu pasti dan pengetahuan mekanis.

Menurut Jensen (2008) bahwa kecenderungan perbedaan kecakapan

keterampilan pada laki-laki dan perempuan dapat diuraikan sebagai berikut:

Perempuan biasanya lebih unggul daripada laki-laki dalam keterampilan atau

tugas-tugas sebagai berikut:

1. Keterampilan motorik yang baik-mampu menggerakkan jari-jemari dengan

cepat dalam kesatuan.

2. Ujian perhitungan.

3. Mampu bekerja dalam berbagai tugas dalam satu waktu

4. Mengingat posisi objek dalam satu susunan.

5. Mengeja

6. Fasih dalam mengolah kata-kata

7. Hal-hal yang menuntut sensitivitas terhadap stimuli eksternal (kecuali stimuli

visual).

8. Mengingat petunjuk di sepanjang rute perjalanan.

9. Menggunakan memori verbal.

10. Apresiasi terhadap kedalaman dan kecepatan perseptual.

11. Membaca ekspresi bahasa tubuh/ mimik wajah.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

16

Laki-laki biasanya lebih unggul daripada perempuan dalam hal

keterampilan atau tugas-tugas sebagai berikut:

1. Terampil dalam menentukan target.

2. Mengolah perbendaharaan kata.

3. Konsentrasi dan fokus yang lebih luas

4. Kemampuan matematis dan penyelesaian masalah

5. Navigasi bentuk-bentuk geometris ruang.

6. Intelgensia verbal.

7. Formasi dan pemeliharaan kebiasaan.

8. Berbagai tugas spasial.

Berdasarkan teori tentang perbedaan kemampuan laki-laki dan perempuan

di atas, dapat disimpulkan bahwa laki-laki unggul dalam hal kemampuan

matematis dan penyelesaian masalah, konsentrasi dan fokus yang lebih luas,

sedangkan perempuan unggul dalam hal keterampilan motorik, dan fasih dalam

mengolah kata-kata.

Pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa secara garis besar dapat

ditarik kesimpulan kemampuan penguasaan matematika dan pemecahan masalah

antara siswa laki-laki dan perempuan berbeda sehingga akan berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh

Mardianingrum (Universitas Negeri Malang, 2011) dengan judul “Penerapan

Metode Demonstrasi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa

Kelas IV SDN Purwantoro 8 Malang”. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian tindakan kelas (PTK). Langkah PTK ini meliputi 2 siklus, masing-

masing siklus dilaksanakan dalam 3 hari dan 2 hari. Siklus tindakan pembelajaran

dihentikan jika telah mencapai kriteria ketuntasan sebesar 75% dari jumlah

keseluruhan subyek penelitian dengan rata-rata skor minimal 75. Subyek

penelitian adalah siswa kelas IV SDN Purwantoro 8 Kecamatan Blimbing Kota

Malang yang berjumlah 36 siswa. Pada penelitian ini menggunakan alat

pengumpulan data berupa: lembar Observasi (pengamatan) untuk mengamati

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

17

kegiatan siswa, catatan lapangan, LKS, studi dokumentasi dengan hasil tes dan

foto-foto pada saat pembelajaran, serta lembar evaluasi. Hasil penelitian

menunjukkan: pelaksanaan pembelajaran demonstrasi pada siklus I masih banyak

kekurangan, yaitu ada beberapa siswa yang belum paham cara kerja metode

demonstrasi menggunakan media wayang-wayangan; metode demonstrasi dapat

meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep operasi hitung bilangan bulat

dari skor rata-rata prates 58,89 menjadi 67,14 pada siklus I dan pada siklus II

menjadi 80,28; metode pembelajaran demonstrasi dapat meningkatkan keaktifan,

siswa dalam belajar "jumlah siswa yang konsentrasi dalam belajar meningkat dari

56,11% pada siklus I menjadi 68,33% pada siklus II"; “kerjasama siswa dari

56,67% pada siklus I meningkat menjadi 65,56% pada siklus II"; “keberanian

siswa dalam bertanya ataupun berpendapat juga mengalami peningkatan dari

58,89% pada siklus I menjadi 66,11% pada siklus II". Berdasarkan analisis data di

atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode demonstrasi dapat

dilaksanakan dengan baik untuk mengajarkan tentang konsep operasi hitung

bilangan bulat. Yang kedua penggunaaan metode demonstrasi dapat

meningkatkan pemahaman siswa tentang operasi hitung bilangan bulat pada siswa

kelas IV di SDN Purwantoro 8, dan ketiga adalah dampak penggunaan metode

demonstrasi dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan konsentrasi,

kerjasama, keberanian bertanya dan berpendapat siswa dalam belajar.

Penelitian tindakan kelas lain yang mendukung penelitian ini dilakukan

oleh Nurhidayat (Universitas Terbuka, 2010) dengan judul “Upaya Meningkatkan

Hasil Belajar Dan Kreativitas Pembelajaran Matematika Dalam Menentukan

Letak Suatu Benda Pada Diagram Kartesius Melalui Penggunaan Metode

Demonstrasi Pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1 Gesikan”. Proses pelaksanaan

penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari empat jam

pelajaran dua kali pertemuan. Untuk mengukur kemampuan siswa dalam

menguasai materi yang telah diberikan setiap akhir siklus diadakan evaluasi.

Adapun data tentang hasil belajar yang diperoleh adalah sebagai berikut: nilai

rata-rata pada studi awal adalah 60,19, dengan ketuntasan belajar 33,33%; nilai

rata-rata siklus I adalah 64,44 dengan ketuntasan belajar 40,7%; nilai rata-rata

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

18

siklus II adalah 86,67 dengan ketuntasan belajar 96,3%. Dari hasil analisis data,

kesimpulan yang diperoleh dari pengkajian ini adalah: penggunaan metode

demonstrasi dalam pembelajaran Matematika dengan kompetensi dasar

menentukan posisi titik dalam sistem koordinat dapat membantu siswa

mempermudah memahami materi; Penggunaan metode demonstrasi dalam

pembelajaran Matematika dengan kompetensi dasar menentukan posisi titik dalam

sistem koordinat dapat meningkatkan kesungguhan siswa dalam pembelajaran;

Penggunaan metode demonstrasi dalam pembelajaran Matematika dengan

kompetensi dasar menentukan posisi titik dalam sistem koordinat dapat

meningkatkan prestasi hasil belajar dan kreativitas siswa.

Penelitian lain yang relevan dilakukan oleh Wati (Universitas Sebelas

Maret, 2011) dengan judul “Penerapan Metode Demonstrasi untuk Meningkatkan

Pemahaman Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat pada Siswa

Kelas IV SD Negeri Jaten 1 Jogorogo Ngawi Tahun 2011”. Subjek penelitian

tindakan kelas adalah siswa kelas IV SD Negeri Jaten 1 Jogorogo Ngawi Tahun

2011 yang terdiri dari 26 siswa. Sedangkan objeknya adalah pemahaman konsep

siswa dalam penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Bentuk penelitian ini

adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model siklus. Penelitian ini

dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu :

perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, refleksi. Teknik pengumpulan data

yang digunakan adalah wawancara, observasi langsung, tes dan dokumentasi.

Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif. Berdasarkan

hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika melalui

metode demonstrasi dapat meningkatkan pemahaman konsep penjumlahan dan

pengurangan bilangan bulat. Hal ini terbukti pada kondisi awal sebelum

dilaksanakan tindakan nilai rata-rata siswa 62,31 dengan prosentase ketuntasan

sebesar 46,15% meningkat menjadi 71,15 dengan prosentase ketuntasan 73,08%

pada siklus I. Pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 80,58 dengan

prosentase ketuntasan 84,61%. Sedangkan pada siklus III nilai rata-rata kelas

meningkat menjadi 88,26 dengan prosentase ketuntasan 96,15%. Pada siklus I

skor rata-rata 50,5 atau sebesar 52,57% menjadi 56,14 atau sebesar 57,7% pada

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

19

siklus II dan pada siklus III skor rata-rata meningkat menjadi 72,86 atau 83,33%.

Peningkatan keaktifan siswa dari sikus I sampai siklus III sebesar 30,76%.

Peningkatan ketuntasan siswa dari prasiklus sampai siklus III sebesar 50%.

Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan hasil dari siklus III bahwa

metode demonstrasi dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pemahaman

konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

Penelitian tindakan kelas selanjutnya yang mendukung penelitian ini

dilakukan oleh Kasno (Universitas Sebelas Maret, 2009) dengan judul “Upaya

Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Penjumlahan Bersusun Melalui

Demonstrasi Media Kubus Bagi Siswa Kelas V SLB-C Setya Darma Surakarta

Tahun Pelajaran 2008/2009”. Metode pendekatan penelitian yang digunakan

adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian yang dilakukan oleh

guru di kelas tempat mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan atau

peningkatan praktik dan proses dalam pembelajaran matematika. Subyek

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V semester II SLB-C Setya Darma

Surakarta tahun pelajaran 2008/2009 yang berjumlah 5 siswa. Teknik

pengumpulan data menggunakan observasi, dokumentasidan tes. Teknik analisis

data digunakan analisis perbandingan, artinya peristiwa/kejadian yang timbul

dibandingkan kemudian dideskripsikan ke dalam suatu bentuk data penilaian yang

berupa nilai. Dari prosentase dideskripsikan kearah kecenderungan tindakan guru

dan reaksi serta hasil belajar siswa. Nilai awal prestasi belajar penjumlahan

bersusun nilai rerata sebesar 48,00, ketuntasan secara klasikal sebesar 20 %. Pada

siklus I, diketahui rerata nilai penjumlahan bersusun sebesar 58,00, ketuntasan

secara klasikal mencapai 60 %. Pada siklus II, diketahui rerata nilai penjumlahan

bersusun sebesar 68,00, seluruh siswa siswa mendapat nilai 60,00 atau lebih

(tuntas belajarnya). Ketuntasan secara klasikal telah mencapai 100%. Berdasarkan

data tersebut bahwa metode demonstrasi media kubus dapat meningkatkan

prestasi belajar matematika penjumlahan bersusun pada siswa kelas V SLB-C

Setya Darma Surakarta Tahun Pelajaran 2008/2009.

Dari segi tinjauan jenis kelamin, penelitian ini didukung oleh penelitian

yang dilakukan oleh Aviory (Universitas Sebelas Maret, 2011) dengan judul

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

20

“Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement

Divisions (STAD) dan Team Assisted Individualization (TAI) pada Pemahaman

Konsep dan Pemecahan Masalah Statistika I Ditinjau dari Jenis Kelamin”.

Pengumpulan data dilakukan dengan tes pilihan ganda. Teknik analisis data

menggunakan analisis multivariat dua jalan sel tak sama dengan taraf signifikansi

α = 5 %. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa : model pembelajaran kooperatif

tipe STAD dan TAI memberikan efek yang berbeda pada pemahaman konsep dan

pemecahan masalah dengan memperhatikan : a. pada pemahaman konsep, model

pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan prestasi belajar yang lebih baik

daripada model pembelajaran kooperatif tipe TAI; b. pada pemecahan masalah,

model pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak memberikan rataan skor yang

berbeda jika dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Siswa

laki-laki dan perempuan mempunyai prestasi yang berbeda pada pemahaman

konsep dan pemecahan masalah dengan memperhatikan : a. pada pemahaman

konsep, siswa laki-laki mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa

perempuan; b. pada pemecahan masalah, siswa laki-laki mempunyai prestasi

belajar lebih baik daripada siswa perempuan. Terdapat interaksi antara model

pembelajaran kooperatif dan jenis kelamin pada pemahaman konsep dan

pemecahan masalah dengan memperhatikan : a. model pembelajaran kooperatif

tipe STAD memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada model

pembelajaran kooperatif tipe TAI pada pemahaman konsep ditinjau dari masing-

masing jenis kelamin (laki-laki dan perempuan); b. pada pemecahan masalah,

model pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak memberikan rataan skor yang

berbeda jika dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI

ditinjau dari siswa laki-laki. Tetapi pada siswa perempuan, model pembelajaran

kooperatif tipe STAD memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada

model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Ditinjau dari model pembelajaran

kooperatif tipe STAD pada pemecahan masalah, siswa laki-laki tidak memberikan

rataan skor yang berbeda jika dibandingkan dengan siswa perempuan. Tetapi pada

model pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa laki-laki memiliki prestasi belajar

yang lebih baik dibandingkan siswa perempuan.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

21

Penelitian lain yang relevan dilakukan oleh Karnadi (Universitas Negeri

Jakarta, 2009) dengan judul “Pengaruh Jenis Kelamin Dan Kreatifitas Terhadap

Kemampuan Mengemukakan Pendapat Anak Kelas Rendah Di Sekolah Dasar”.

Penelitian ini dilakukan di 5 (lima) Sekolah Dasar Negeri Mitra Binaan Fakultas

Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta yang seluruhnya berlokasi di Jakarta.

Variabel penelitiannya terdiri dari variabel bebas jenis kelamin, variabel atribut

kreatifitas dan variabel terikat kemampuan mengemukakan pendapat. Desain yang

digunakan adalah factorial group design. Hasil dalam penelitian ini adalah

kemampuan mengungkapkan pendapat anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan

anak perempuan; Didalam kreatifitas anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan

anak perempuan; Kreatifitas tidak mempengaruhi pengaruh terhadap kemampuan

mengemukakan pendapat; Kemampuan mengemukakan tidak bergantung pada

jenis kelamin dan kreatifitas. Berdasarkan hasil penelitian ini, bahwa tidak

terdapat pengaruh interaksi jenis kelamin terhadap kemampuan mengemukakan

pendapat dengan mempertimbangkan kreatifitas anak memberikan implikasi

secara teoritik bahwa perbedaan jenis kelamin dengan beragam karakteristiknya

tidak berpengaruh secara signifikan ketika berinteraksi dengan kreatifitas.

Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Chotimah (Universitas

Gunadarma, 2008) dengan judul “Perbedaan Motivasi Belajar Matematika

Berdasarkan Jenis Kelamin pada Siswa SMA”. Penelitian ini bertujuan untuk

menguji perbedaan motivasi belajar mata pelajaran matematika antara siswa dan

siswi SMA. Teknik pengumpulan data dilakukan pada 80 siswa SMA 55 Jakarta

dengan metode angket, mengunakan skala motivasi belajar, dimana item-item

yang digunakan pada skala motivasi belajar berdasarkan pada aspek-aspek

motivasi belajar. Berdasarkan uji validitas, korelasi skor total item pada skala

motivasi belajar bergerak antara 0,328 – 0,824. Uji reliabilitas dilakukan dengan

menggunakan teknik Alpha Cronbach terhadap item yang telah lolos analisis item.

Sedangkan hasil uji reliabilitas menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,949.

Kemudian berdasarkan uji normalitas diketahui bahwa uji normalitas pada

variabel motivasi belajar diperoleh hasil signifikansi 0,107 untuk jenis kelamin

laki-laki dan 0,150 untuk jenis kelamin perempuan. Secara umum dikatakan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

22

bahwa distribusi skor dari sampel yang telah diambil baik jenis kelamin laki-laki

dan jenis kelamin perempuan dikatakan normal. Hasil dari penelitian ini adalah

tidak ada perbedaan motivasi belajar matematika pada siswa dan siswi SMA.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa subjek penelitian dengan jenis

kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki memiliki motivasi belajar

matematika yang termasuk dalam kategori rata-rata atau sedang yang mungkin

disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar matematika

seperti minat siswa terhadap pelajaran matematika, perhatian orang tua terhadap

nilai-nilai pelajaran siswa dan adanya dukungan keluarga terhadap usaha siswa

untuk belajar (lingkungan keluarga) serta cara guru mengajar di sekolah

(lingkungan sekolah).

Berdasarkan penelitian relevan yang disebutkan di atas maka dapat

disimpulkan bahwa metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar, prestasi

belajar, dan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika. Sedangkan untuk

tinjauan jenis kelamin, dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan mungkin

laki-laki akan lebih unggul dalam pembelajaran matematika.-

2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan landasan teori yang dikemukakan, maka kerangka berpikir

dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dengan penggunaan metode demonstrasi, guru menyampaikan materi

disertai dengan penggunaan alat peraga yang menarik dan bervariasi sehingga

dapat membimbing siswa ke arah berpikir satu saluran pikir. Selain itu di dalam

metode demonstrasi akan membuat perhatian siswa terpusat pada hal-hal yang

dianggap penting dan dapat mengurangi kesalahan karena diterapkan pada waktu

itu juga sehingga permasalahan yang terpendam dapat mendapatkan penjelasan

dari guru. Setelah siswa mengalami pembelajaran dengan metode demonstrasi

maka diharapkan konsep atau materi yang diajarkan pun dapat terserap secara

optimal dibandingkan pembelajaran secara konvensional. Hasil akhir setelah

melakukan pembelajaran metode demonstrasi adalah terjadinya peningkatan hasil

belajar matematika dibandingkan dengan penggunaan metode konvensional.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/999/3/T1_292008503_BAB II.pdf · tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah

23

Dalam menerapkan pembelajaran menggunakan metode demonstrasi yang

dimungkinkan bisa meningkatkan hasil belajar matematika, ada faktor lain yang

diduga mempengaruhi penerapan metode demonstrasi terhadap hasil belajar

matematika, salah satunya adalah jenis kelamin. Dikarenakan dalam pembelajaran

menggunakan metode demonstrasi diberikan kepada kelas heterogen antara siswa

laki-laki dan siswa perempuan maka faktor jenis kelamin akan berpengaruh

terhadap kemampuan siswa dalam menerima materi pelajaran menggunakan

metode demonstrasi, sehingga jenis kelamin dapat menentukan hasil belajar

seseorang menggunakan metode demonstrasi. Faktor psikologis yang berbeda

antara laki-laki dan perempuan akan berpengaruh pula dalam hal menerima materi

pelajaran menggunakan metode demonstrasi. Dengan keterampilan yang berbeda

berdasarkan jenis kelamin maka dimungkinkan untuk diketahui jenis kelamin

mana yang lebih cocok dengan metode demonstrasi, apakah siswa laki-laki atau

perempuan.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan

hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh penerapan metode demonstrasi terhadap hasil belajar

matematika pada siswa kelas II SD Laboratorium Satya Wacana.

2. Terdapat pengaruh penerapan metode demonstrasi terhadap hasil belajar

matematika ditinjau dari perbedaan jenis kelamin pada siswa kelas II SD

Laboratorium Satya Wacana.