bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 pembelajaran...

20
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak akan dapat dipisahkan dari kegiatan belajar. Belajar yang baik adalah belajar secara sungguh dan secara keseluruhan. Kegiatan belajar yang disertakan dalam proses pembelajaran akan lebih baik jika mendapatkan pengarahan secara sistematis. Pembelajaran adalah bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik (Susanto, 2013: 19). Kemudian Sugandi (2006: 9) mendefinisikan pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada si belajar untuk berfikir agar memahami apa yang dipelajari. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, dkk, 2000: 24). Dari beberapa pendapat menurut para ahli mengenai pembelajaran di atas, jelas bahwa dalam pembelajaran ada si belajar yang kita sebut dengan siswa dan si pengajar yang kita sebut dengan guru. Menurut penulis, keduanya mempunyai peran yang sangat berbeda namun mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan. Karena tidak selamanya siswa selalu belajar dari guru, tetapi guru juga belajar dari siswa. Sebagai contoh, ada guru yang mempelajari cara pandang siswa, cara berpikir siswa dan sikap siswa yang berbeda-beda dalam satu kelas, yang tanpa disadari akan menambah pengetahuan guru juga. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada siswa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Ilmu pengetahuan sosial atau yang sering disingkat IPS merupakan salah satu cabang ilmu yang dipelajari sejak kita mengenal dunia dan tidak akan pernah berakhir untuk dipelajari. Hal itu dikarenakan IPS adalah ilmu yang sangat dekat

Upload: buikiet

Post on 29-Apr-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak akan dapat dipisahkan dari

kegiatan belajar. Belajar yang baik adalah belajar secara sungguh dan secara

keseluruhan. Kegiatan belajar yang disertakan dalam proses pembelajaran akan

lebih baik jika mendapatkan pengarahan secara sistematis. Pembelajaran adalah

bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses perolehan ilmu dan

pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan

keyakinan pada peserta didik (Susanto, 2013: 19). Kemudian Sugandi (2006: 9)

mendefinisikan pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada

si belajar untuk berfikir agar memahami apa yang dipelajari. Pembelajaran adalah

suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku

siswa berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, dkk, 2000: 24).

Dari beberapa pendapat menurut para ahli mengenai pembelajaran di atas,

jelas bahwa dalam pembelajaran ada si belajar yang kita sebut dengan siswa dan si

pengajar yang kita sebut dengan guru. Menurut penulis, keduanya mempunyai

peran yang sangat berbeda namun mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk

memperoleh ilmu dan pengetahuan. Karena tidak selamanya siswa selalu belajar

dari guru, tetapi guru juga belajar dari siswa. Sebagai contoh, ada guru yang

mempelajari cara pandang siswa, cara berpikir siswa dan sikap siswa yang

berbeda-beda dalam satu kelas, yang tanpa disadari akan menambah pengetahuan

guru juga. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran adalah

cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh ilmu dan

pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan

keyakinan pada siswa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih

baik.

Ilmu pengetahuan sosial atau yang sering disingkat IPS merupakan salah satu

cabang ilmu yang dipelajari sejak kita mengenal dunia dan tidak akan pernah

berakhir untuk dipelajari. Hal itu dikarenakan IPS adalah ilmu yang sangat dekat

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

8

dengan keseharian kita sehingga baik secara formal maupun informal kita akan

tetap mempelajarinya. Seperti yang dikemukakan oleh Susanto (2013:141) dengan

mempelajari IPS siswa mendapatkan bekal pengetahuan yang berharga dalam

memahami dirinya sendiri dan orang lain dalam lingkungan masyarakat yang

berbeda tempat maupun waktu, baik secara individu maupun secara kelompok

untuk menemukan kepentingannya yang akhirnya dapat terbentuk suatu

masyarakat yang baik dan harmonis.

Dengan mempelajari IPS, siswa akan lebih mengetahui tentang dirinya dan

dunia dimana mereka hidup. Maka dapat dikatakan, peranan IPS sangatlah

penting untuk mendidik siswa mengembangkan diri mereka secara pengetahuan

(kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor) agar dapat mengambil

peran aktif dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang

baik di masa depan.

Menurut Sa’dun dan Hadi (2010:78) mata pelajaran IPS bertujuan agar

siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya.

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa

ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan

dalam kehidupan sosial.

3. Memilki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

4. Memilki kemampuan untuk dapat berkomunikasi, bekerjasama

dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat

lokal, nasional dan global.

Dari tujuan IPS di atas dapat kita pahami bahwa IPS adalah ilmu yang

mengajarkan kita menjalani kehidupan sosial. Bisa kita lihat mengenal masyarakat

dan lingkungan. Apabila manusia dapat bersosialisasi dengan masyarakat, maka

dengan sendirinya manusia akan mengenal dan memahami konsep-konsep yang

berkaitan dengan kehidupan sekitar, yakni masyarakat dan lingkungan. Oleh

karena itu, mempelajari IPS sangat penting dikarenakan dalam menjalani

kehidupan bermasyarakat, siswa diajarkan memiliki komitmen, kesadaran,

berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam berbagai jenjang.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

9

2.1.2 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Ilmu pengetahuan sosial, yang sering disingkat dengan IPS adalah ilmu

pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora serta

kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi

wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada peserta didik, khususnya di

tingkat dasar dan menengah. Susanto (2013: 137) mengemukakan bahwa luasnya

kajian IPS ini mencakup berbagai kehidupan sosial, ekonomi, psikologi, budaya,

sejarah maupun politik, semuanya dipelajari dalam ilmu sosial.

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran pokok pada

jenjang pendidikan dasar. Keberadaan siswa dengan status dan kondisi sosial yang

berbeda-beda tentunya akan menghadapi masalah yang berbeda pula dalam

perjalanan hidupnya. Oleh karena itu, pembelajaran IPS sangatlah penting karena

materi-materi yang didapatkan siswa di sekolah dapat dikembangkan menjadi

sesuatu yang lebih bermakna ketika siswa berada di lingkungan masyarakat, baik

di masa sekarang ataupun di masa yang akan datang.

Adapun ruang lingkup pembelajaran IPS di SD Menurut Gunawan (2011:

39) meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Manusia, tempat dan lingkungan.

b. Waktu, keberlanjutan dan perubahan.

c. Sistem sosial dan budaya.

d. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

Peranan pengajaran IPS di jenjang sekolah dasar sangat penting dan unik

karena harus mendidik dan mempersiapkan para peserta didik agar dapat hidup di

dunianya dan memahami dunianya dimana diperlukan kualitas personal dan

kualitas sosial yang merupakan hal penting. Selain itu, IPS juga membina mental

para siswa terhadap hak dirinya sendiri dan kewajiban kepada masyarakat,

budaya, serta lingkungan itu sendiri.

2.1.3 Model Pembelajaran Bermain Peran

Model pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan guru melaksanakan

proses pembelajaran agar siswa dapat mencapai suatu kompetensi dasar dan

indikator yang telah ditetapkan pada setiap mata pelajaran. Dalam penelitian ini

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

10

model pembelajaran yang dipilih dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa

adalah model pembelajaran bermain peran.

Menurut Wahab (2009: 109) bermain peran adalah berakting sesuai dengan

peran yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk tujuan-tujuan tertentu.

Kemudian Uno (2011: 26) menjelaskan bahwa model bermain peran sebagai suatu

model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri

(jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok.

Aunurrahman (2011: 155) menuturkan mengenai model bermain peran bahwa:

model bermain peran dirancang khususnya untuk membantu siswa mempelajari

nilai- nilai sosial dan moral dan pencerminannya dalam perilaku, membantu para

siswa mengumpulkan dan mengorganisasikan isu-isu moral dan sosial,

mengembangkan empati terhadap orang lain, dan berupaya memperbaiki

keterampilan sosial.

Dari berbagai pendapat di atas yang masing-masing mengungkapkan

pengertian mengenai bermain peran, pada dasarnya model bermain peran dapat

digunakan dalam mempraktekkan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang

sehingga hikmahnya dapat diambil oleh siswa lain. Siswa diberikan kesempatan

untuk terlibat secara aktif baik dalam bertindak, berlaku, maupun berbahasa

seperti orang yang diperankannya sehingga siswa akan lebih memahami dan

mengingat konsep, siswa akan memperoleh pengetahuan tentang orang dan

motivasi yang menandai perilakunya, dan siswa dapat mempelajari nilai- nilai

sosial yang ada di masyarakat lewat peran yang dilakukannya. Model bermain

peran menuntut guru untuk mencari kekurangan peran yang diperagakan siswa,

yang lebih ditekankan pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke

dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi.

2.1.4 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Bermain Peran

Agar implementasi model pembelajaran bermain peran dapat berjalan secara

berurutan dan sistematis, Djumingin (2011: 174) menyatakan bahwa sintak dari

model pembelajaran ini adalah:

Fase I : guru menyiapkan skenario pembelajaran

Fase 2 : guru menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario tersebut.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

11

Fase 3 : pembentukan kelompok siswa

Fase 4 : penyampaian kompetensi

Fase 5 : guru menunjuk siswa untuk melakonkan skenario yang telah dipelajari.

Fase 6 : kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon

Fase 7 : presentasi hasil diskusi kelompok.

Fase 8 : bimbingan penyimpulan

Fase 9 : refleksi.

Menurut penulis, sintak model pembelajaran merupakan suatu algoritma

yang disusun dalam langkah-langkah yang sistematis guna tercapainya efektivitas

suatu pembelajaran. Dari pemaparan sintak model pembelajaran bermain peran di

atas, terdapat 9 fase yang harus dilalui agar pembelajaran dapat berlangsung

secara efektif. Agar lebih sistematis, Djumingin juga menjelaskan langkah-

langkah penerapan model bermain peran adalah sebagai berikut: berikut langkah-

langkah sistematisnya:

1. Guru menyiapkan skenario yang akan ditampilkan;

2. Guru menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario yang sudah

dipersiapkan dalam beberapa hari sebelum kegiatan belajar-mengajar;

3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya lima orang;

4. Guru memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai;

5. Guru memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan

skenario yang sudah dipersiapkan;

6. Setiap siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang

sedang diperagakan;

7. Setelah selesai ditampilkan, setiap siswa diberikan lembar kerja untuk

membahas penampilan kelompok masing-masing;

8. Setiap kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya;

9. Guru memberikan kesimpulan secara umum;

10. Evaluasi;

11. Penutup.

Pembelajaran merupakan suatu proses hubungan yang terjadi antara guru,

siswa dan sumber belajar. Pembelajaran yang baik dan efektif adalah

pembelajaran yang dilakukan berdasarkan prosedur yang sesuai. Agar

pembelajaran berlangsung secara interaktif, menyenangkan, dan memotivasi siswa

untuk berperan aktif. Guru perlu menyiapkan sebuah RPP (Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran) yang disusun untuk setiap KD dan dilaksanakan dalam satu kali

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

12

pertemuan atau lebih. Guru merancang RPP untuk setiap pertemuan yang

disesuaikan dengan jadwal yang tersedia (Permendiknas No. 41 Tahun 2007).

Sesuai dengan peraturan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 bahwa

pelaksanaan pembelajaran meliputi 3 tahapan yaitu pendahuluan, inti dan penutup.

1. Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan

pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan

memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam

proses pembelajaran.

2. Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD.

Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses

eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

3. Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri

aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman

atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak

lanjut.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajar di kelas ada suatu pedoman yang harus dilakukan oleh

guru, yaitu yang pertama kegiatan pendahuluan yang dilakukan guru untuk

mempersiapkan siswanya dan memotivasi siswa agar dapat mengikuti pelajaran

dengan baik. Kedua adalah kegiatan inti, dalam kegiatan inti guru melakukan

kegiatan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi yang dilaksanakan secara interaktif.

Ketiga adalah kegiatan penutup, biasanya dalam kegiatan penutup ini guru dan

siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan serta memberikan umpan

balik dan tindak lanjut untuk siswa.

Model pembelajaran bermain peran dalam pelaksanaan pembelajaran mata

pelajaran IPS sesuai standar proses:

A. Pendahuluan

1) Membuka pelajaran dengan memberi salam.

2) Berdoa bersama sebelum memulai pelajaran dipimpin oleh ketua kelas.

3) Memeriksa kehadiran siswa.

4) Mengkondisikan peserta didik kedalam situasi belajar.

5) Melakukan apersepsi.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

13

6) Memotivasi siswa dengan menyampaikan tujuan pembelajaran.

B. Kegiatan Inti

Eksplorasi:

7) Siswa dibagi menjadi kelompok secara heterogen.

8) Siswa menyimak pemaparan mengenai penerapan metode pembelajaran

role playing (bermain peran) dalam proses pembelajaran yang akan

dilaksanakan.

Elaborasi:

9) Siswa memperhatikan guru menjelaskan materi tentang jual beli.

10) Siswa memperhatikan guru menampilkan video tentang materi jual beli.

11) Siswa mempelajari teks percakapan tentang jual beli yang nantinya harus

diperagakan oleh siswa.

12) Siswa berlatih melakukan jual beli dengan teks percakapan yang sudah

dibagikan oleh guru

13) Siswa maju kedepan kelas mempraktikkan kegiatan jual beli dengan teks

percakapan bersama dengan kelompoknya.

Konfirmasi:

14) Memberikan penguatan terhadap pengetahuan siswa.

15) Bertanya mengenai hal-hal yang belum dipahami oleh siswa mengenai

materi pelajaran yang telah dijelaskan.

16) Mengonfirmasi jawaban siswa, dan meluruskan jawabannya apabila

terdapat kesalahan konsep

C. Penutup

17) Siswa dibimbing oleh guru dalam merumuskan kesimpulan dari materi

yang telah dibelajarkan..

18) Siswa diberikan kesempatan bertanya mengenai materi yang belum

dipahami.

19) Mengakhiri pelajaran dengan mengajak semua siswa berdo’a dan ditutup

dengan salam.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

14

2.1.5 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Bermain Peran

Setelah mengetahui tentang langkah-langkah model pembelajaran bermain

peran, perlu diketahui pula kelebihan dan kelemahan model pembelajaran

tersebut. Menurut Sholihah (2014: 3) kelebihan model pembelajaran bermain

peran adalah seperti berikut:

1. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Di

samping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sangat

sulit untuk dilupakan.

2. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi

dinamis dan penuh antusias,

3. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa

serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial

yang tinggi,

4. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan

dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya

dengan penghayatan siswa sendiri,

5. Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa,

dan dapat menumbuhkan/membuka kesempatan bagi lapangan kerja.

Model ini dapat memudahkan siswa dalam hal mengingat. Dengan

“melekatnya” kesan yang kuat dan tahan lama dalam “ingatan” siswa, maka siswa

akan dengan mudah “memanggil” apa yang pernah disampaikan oleh guru. Hal

tersebut dapat terjadi karena pengalaman yang didapat siswa pada saat mengalami

pembelajaran dengan model ini sangat menyenangkan dan sulit untuk dilupakan.

Kemudian, dalam prosesnya, model ini dapat “menumbuhkan” ketertarikan

siswa terhadap materi pelajaran. Sebab, suasana kelas yang dinamis dan penuh

antusiasme dari siswa akan “membangkitkan” gairah dan semangat para siswa,

sehingga siswa dapat bersaing secara sehat tanpa harus melupakan nilai

kesetiakawanan.

Selain itu, model ini dapat juga menumbuhkan bakat yang terpendam dalam

diri siswa. Sebagai contoh, siswa dengan kemampuan adegan atau berakting lebih

dari pada teman-temannya akan terasah kemampuannya melalui model ini. Jika

siswa mampu berlatih untuk menghayati suatu peran sejak dini, maka bukan tidak

mungkin dewasa nanti kesempatan lapangan kerja sebagai artis akan terbuka.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

15

Selain kelebihan yang sudah di uraikan diatas, model pembelajaran model

pembelajaran bermain peran juga memiliki kelemahan. Menurut Usman (2002:

51) kelemahan model ini adalah sebagai berikut:

1. Banyak menyita waktu atau jam pelajaran

2. Memerlukan persiapan yang teliti dan matang

3. Kadang-kadang siswa keberatan untuk melakukan peran yang

diberikan karena alasan psikologis, seperti malu, atau peran yang

diberikan kurang cocok dengan minatnya.

4. bila dramatisasi gagal, siswa tidak dapat mengambil kesimpulan

Kelemahan implementasi model pembelajaran ini terletak pada hal-hal yang

bersifat teknis. Pelaksanaannya membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Selain

itu, dibutuhkan persiapan yang teliti dan matang. Sebab, apabila dalam tahap

persiapan tidak teliti dan matang, bisa jadi dalam kegiatan pembelajaran

dramatisasi akan gagal dan akan berdampak kepada pemahaman siswa karena

siswa tidak bisa menyimpulkan secara menyeluruh. Bagi anak yang mempunyai

rasa percaya diri kurang akan enggan memerankan suatu tokoh karena merasa

tidak merasa percaya diri dengan kemampuan yang dimilikinya. Peran guru sangat

penting dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Dengan demikian penulis

dapat menyimpulkan bahwa model ini mengharuskan keterampilan guru secara

khusus.

2.1.6 Media Kantin Sekolah

Kata “media” berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari

kata “medium”, yang secara harfiah berarti “perantara atau pengantar”. Menurut

(Djamarah dan Zain, 2014: 121) media adalah alat bantu apa saja yang dapat

dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran. Kemudian,

Sukiman (2012: 29) menjelaskan pengertian media pembelajaran adalah segala

sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke

penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta

kemauan siswa sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran terjadi dalam

rangka mencapai tujuan pembelajaran secara efektif. Menurut Suteki dan

Karwanto (2014: 2) kantin merupakan pelayanan khusus yang menyediakan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

16

makanan dan minuman untuk para siswa dan staf sekolah lainnya, di suatu tempat

yang biasanya merupakan bagian dari bangunan sekolah

Dengan dihadirkannya media sebagai alat bantu pembelajaran akan sangat

membantu siswa dalam memahami materi yang disampaikan dan guru juga akan

lebih mudah dalam menyampaikan materi yang diajarkan karena penyajian materi

menjadi lebih konkret dan jelas. Selain itu, adanya media pada saat proses

pembelajaran berlangsung akan memberikan atmosfer baru bagi para siswa karena

siswa tidak akan bosan pada saat mengikuti proses pembelajaran, sehingga tingkat

perhatian dan minat siswa juga akan meningkat. Mengenai pengertian media dari

beberapa tokoh di atas, penulis menyimpulkan bahwa media kantin sekolah yaitu

alat bantu yang digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran yang berupa

bangunan sekolah dan di dalamnya menyediakan makanan dan minuman untuk

para siswa dan staf sekolah lainnya.

Kantin sekolah sangat cocok digunakan sebagai media pembelajaran dalam

penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan materi pelajaran yang digunakan sebagai

bahan kajian dalam penelitian ini adalah materi pelajaran IPS tentang jual beli.

Dengan mengadakan kegiatan belajar mengajar di kantin sekolah, siswa akan

benar-benar mengalami dan mengerti apa yang dimaksud dengan jual beli,

bagaimana proses berjalannya jual beli serta bagaimana cara transaksi jual beli

yang benar dan tepat.

Perpaduan antara model pembelajaran bermain peran dengan media kantin

sekolah akan melekatkan kesan yang kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa.

Dengan meminta siswa berperan sebagai penjual atau pembeli akan memberikan

atmosfer tersendiri dalam kegiatan belajar mengajar sehingga siswa akan lebih

aktif, antusias, dan bersemangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.

2.1.7 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan penguasaan atas materi yang diberikan oleh guru

selama proses pembelajaran berlangsung (Sudjana, 2008: 28). Slameto (2010: 2)

menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hasil

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

17

belajar adalah perubahan yang terjadi pada individu setelah mengalami

pembelajaran (Sudjana, 2005: 3).

Dari definisi di atas menyiratkan maksud bahwa hasil belajar siswa diperoleh

setelah siswa mengalami interaksi di dalam proses pembelajaran. Kemudian, hasil

belajar yang baik adalah perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

baik itu perubahan yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan

keterampilan. Kesimpulannya, hasil belajar adalah penguasaan atas materi dan

perubahan tingkah laku pada individu setelah mengalami proses pembelajaran.

Penilaian hasil belajar sangat erat hubungannya dengan tujuan proses

pembelajaran yang akan dicapai. Pada umumnya, tujuan pembelajaran mengikuti

pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom, yaitu ranah cognitive,

affective, dan psychomotor. Selanjutnya, Bloom dalam (Majid, 2014: 44-45)

mengelompokkan kemampuan manusia ke dalam dua ranah (domain) utama, yaitu

ranah kognitif dan ranah non kognitif. Ranah non kognitif dibedakan menjadi dua

kelompok, yakni ranah afektif dan ranah psikomotor. Setiap ranah diklasifikasikan

secara berjenjang dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.

1. Ranah kognitif

Ranah yang menekankan pada pengembangan kemampuan dan

keterampilan intelektual. Ranah ini terdiri dari:

a. Pengetahuan (knowledge), dalam jenjang ini seseorang dituntut

dapat mengenal atau mengetahui adanya konsep.

b. Pemahaman (comprehension), kemampuan ini menuntut siswa

memahami atau mengerti atau mengerti apa yang diajarkan,

mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat

memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkannya dengan

hal-hal lain.

c. Penerapan (aplication), adalah jenjang kognitif yang menuntut

kesanggupan menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun

metode-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam situasi

baru dan konkret.

d. Analasis (analysis), adalah tingkat kemampuan yang menuntut

seseorang untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan

tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen-komponen

pembentuknya.

e. Sintesis (synthesis), jenjang ini menuntut seseorang untuk dapat

menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan

berbagai faktor.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

18

f. Evaluasi (evaluation), adalah jenjang yang menuntut seseorang

untuk menilai suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep

berdasarkan suatu kriteria tertentu.

Dari pengklasifikasian hasil belajar menurut Bloom di atas, dapat dilihat

bahwa aspek kognitf lebih mengacu kepada tingkat intelektual seseorang. Ranah

kognitif terdiri dari 6 jenjang proses berpikir, dimluai dari proses berpikir

terendah hingga paling tinggi. Ke 6 jenjang tersebut yakni pengetahuan,

pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Jenjang berpikir paling

rendah dalam ranah kognitif yakni pengetahuan, sedangkan jenjang tertinggi dari

ranah kognitif yaitu evaluasi.

2. Ranah Afektif

Ranah yang berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap, nilai

dan emosi. Ranah ini terdiri dari:

a. Menerima (receiving), mengacu pada kepekaan siswa terhadap

eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu.

b. Menjawab (responding), siswa tidak hanya peka pada suatu

fenomena, tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara.

Penekanannya pada kemauan siswa untuk menjawab secara

sukarela, membaca tanpa ditugaskan.

c. Menilai (valuing), diharapkan siswa dapat menilai suatu objek,

fenomena atau tingkah laku tertentu dengan cukup konsisten.

d. Organisasi (organzation), tingkat ini berhubungan dengan

menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan atau

memecahkan masalah, membentuk suatu sistem nilai.

Berdasarkan paparan mengenai aspek ranah afektif, penulis

berpendapat bahwa ranah ini lebih berkaitan dengan kebribadian atau perilaku

sesorang. Hal itu dapat dilihat dari beberapa jenjang berpikir dari ranah ini

yang sangat berhubungan dengan perilaku seseorang. Pada ranah ini, jenjang

berpikir paling tinggi adalah organisasi dan jenjang terendah yakni menerima.

3. Ranah Psikomotorik

Ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau keterampilan

motorik. Kata-kata operasional untuk aspek psikomotor harus

menunjuk pada aktualisasi kata-kata yang dapat diamati, yang

meliputi:

a. Muscular or motor skill; mempertontonkan gerak, menunjukkan

hasil, melompat, menggerakkan dan menampilkan.

b. Manipulations of materials or objects; mereparasi, menyusun,

membersihkan, menggeser, memindahkan, dan membentuk.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

19

c. Neuromuscular coordination; mengamati, menerapkan,

menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang,

memotong, menarik, dan menggunakan.

Ranah yang dijadikan dasar penilaian dalam penelitian ini adalah ranah

kognitif, afektif dan psikomotorik. Untuk memperoleh hasil belajar kognitif dapat

dilakukan dengan memberikan siswa soal evaluasi. Kemudian untuk memperoleh

hasil belajar afektif, dapat didapat melalui lembar pengamatan sikap siswa selama

kegiatan belajar mengajar dengan model bermain peran berlangsung. Kemudian

yang terakhir, hasil belajar psikomotorik dapat diperoleh melalui lembar

pengamatan. Adapun hasil belajar psikomotorik yang dilihat adalah pada aspek

keterampilan siswa saat memerankan suatu tokoh.

2.1.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar yang diperoleh siswa dapat dipengaruhi beberapa faktor,

menurut Slameto (2010: 54) pencapaian hasil belajar yang optimal dipengaruhi

oleh banyak faktor yang akan diuraikan sebagai berikut:

a. Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang

berasal dari dalam diri siswa. Faktor intern meliputi tiga faktor yaitu faktor

jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan.

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang

berasal dari luar diri siswa, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor

masyarakat.

Dengan demikian, faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan

menjadi dua yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang

berasal dari dalam diri siswa, faktor ini meliputi: faktor jasmaniah, psikologis dan

kelelahan. Sementara itu, faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri

siswa, faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, sekolah serta masyarakat.

Beberapa yang meliputi faktor internal dan eksternal akan diuraikan sebagai

berikut:

a) Faktor Internal, meliputi:

1) Jasmaniah, meliputi kesehatan dan cacat tubuh. Artinya, sehat dalam

keadaan baik dengan segenap bagian-bagian dari badan. Siswa yang

mengikuti pelajaran dengan keadaan sakit akan merasa tidak nyaman

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

20

dengan kondisi yang dialaminya. Selain itu, siswa akan mengantuk apabila

mengikuti pelajaran karena biasanya siswa meminum obat yang

memberikan efek samping mengantuk. Disamping itu, siswa yang

mempunyai keterbatasan berupa cacat yang ada pada tubuhnya juga akan

sulit memahami materi pelajaran. Misalnya, siswa yang mengalami

gangguan pendengaran akan sulit untuk mendengar setiap penjelasan dari

materi yang dijelaskan oleh guru.

2) Psikologis, meliputi: kecerdasan, minat, bakat dan motivasi. Artinya, siswa

dengan tingkat kecerdasan yang lebih tinggi akan lebih cepat memahami

materi pelajaran yang disampaikan oleh guru dari pada siswa yang

mempunyai tingkat kecerdasan yang kurang. Selain itu, siswa yang

menaruh minat yang tinggi pada suatu materi pelajaran akan merasa

termotivasi untuk lebih rajin dalam belajar, sehingga pemahaman

mengenai materi pelajaran yang diperoleh lebih meningkat dan akan

meningkatkan hasil belajar yang diperoleh siswa tersebut.

3) Kelelahan, siswa yang belajar dengan terus menerus akan mengakibatkan

otak mengalami kelelahan.

b) Faktor Eksternal, meliputi;

1) Keluarga, selain dididik di lingkungan sekolah siswa juga mendapat

pendidikan dalam keluarga. Dalam hal ini peran orang tua sangat vital

dalam mendidik anak, apabila anak dididik secara tidak benar

kemungkinan yang terjadi adalah anak tersebut menjadi nakal. Selain itu,

perhatian orang tua juga sangat dibutuhkan oleh anak, misalnya orang tua

tidak pernah memberikan semangat kepada anak untuk belajar, hal tersebut

akan menyebabkan anak menjadi malas belajar, mengerjakan PR dan

berangkat sekolah

2) Sekolah, siswa yang tidak pintar dalam memilih pergaulan dengan teman

sekolah juga berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Selain itu, kualitas

pengajaran yang diterapkan sekolah akan berpengaruh terhadap hasil

belajar siswa. Semakin berkualitasnya pengajaran yang digunakan sekolah,

maka akan berkualitas juga hasil belajar yang diperoleh siswa.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

21

3) Masyarakat, lingkungan sekitar juga berpengaruh terhadap siswa.

Lingkungan masyarakat yang di dalamnya terdapat pemabuk, orang yang

suka berjudi, dan tidak terpelajar akan memberikan pengaruh buruk

terhadap siswa yang ada dalam lingkungan masyarakat tersebut.

sebaliknya, lingkungan masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang

terpelajar, beriman, dan berperilaku baik akan memberikan pengaruh

positif bagi siswa yang ada dalam lingkungan tersebut.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

Wilujeng Kanti (2015) dengan judul Penerapan Metode Pembelajaran

Bermain Peran Pada Mata Pelajaran IPS Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Kelas IIIB SDN Semboro 01 Kecamatan Semboro Kabupaten Jember. Penelitian

terdahulu ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang bertujuan untuk

meningkatkan hasil belajar siswa kelas IIIB melalui penerapan metode bermain

peran pada mata pelajaran IPS pokok bahasan jual beli di SDN Semboro 01.

Subyek penelitian terdahulu ini yakni siswa kelas IIIB SDN Semboro

01Kecamatan Semboro sebanyak 23 siswa yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan

8 siswa perempuan.

Permasalahan yang ada pada siswa kelas IIIB SDN Semboro 01Kecamatan

Semboro adalah hasil belajar IPS masih tergolong rendah. Solusi yang telah

dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pelajaran IPS

siswa kelas IIIB SDN Semboro 01Kecamatan Semboro yaitu melalui

implementasi pembelajaran dengan model bermain peran (role playing).

Hasil penelitian terdahulu ini menunjukkan dan membuktikan bahwa

implementasi model pembelajaran bermain peran dapat meningkatkan hasil

belajar siswa. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan hasil belajar siswa pada siklus

I dari jumlah 23 siswa terdapat 15 siswa yang mendapat skor ≥ 65, dan dikatakan

tuntas secara klasikal mencapai 65,22 %. Pada siklus II terjadi peningkatan dari

23 siswa terdapat 21 siswa yang mendapat skor ≥ 65 dan dikatakan tuntas secara

klasikal sebesar 91,30%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS

dengan model bermain peran dapat meningkatkan hasil belajar pada mata

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

22

pelajaran IPS siswa kelas IIIB SDN Semboro 01 Kecamatan Semboro Kabupaten

Jember.

Iskandar Rossi (2015) dengan penelitian yang berjudul Peningkatan Hasil

Belajar Siswa Melalui Teknik Bermain Peran Pada Mata Pelajaran IPS Pokok

Bahasan Proklamasi Kemerdekaan. Subjek dalam penelitian ini adalah satu kelas

yaitu kelas V MIN Maparah dengan jumlah peserta didik sebanyak 25 orang. Jenis

penelitian yang digunakan dalam penelitian terdahulu ini sama dengan penelitian

terdahulu yang pernah dilakukan oleh Wilujeng Kanti (2015) yakni penelitian

tindakan kelas (PTK). Perbedaan dalam penelitian terdahulu ini adalah penelitian

ini dilaksanakan dalam 3 siklus.

Permasalahan yang ada yaitu nilai siswa kelas V MIN Maparah pada

pembelajaran IPS tidak mencapai standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Solusi yang digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan

menerapkan model pembelajaran bermain peran atau role play pada pembelajaran

IPS siswa kelas V MIN Maparah.

Hasil penelitian Iskandar menunjukkan peningkatan hasil belajar pada siswa

kelas V MIN Maparah. Pada siklus I nilai rata rata siswa hanya mencapai 61.2

dengan nilai tertinggi 70 dan nilai terendah 50. Namun pada siklus II hasil belajar

siswa mulai menunjukkan adanya peningkata. Pada siklus II nilai rata rata hasil

belajar siswa 68 dengan nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 60. Pada siklus III

peningkatan hasil belajar siswa semakin mantap dengan nilai rata rata siswa

mencapai angka 79.2 dengan nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 70. Dengan

demikian, peneliti menyimpulkan bahwa implementasi model pembelajaran

bermain peran dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Nafida Nurul (2011) meneliti tentang Penerapan Model Pembelajaran

Bermain Peran Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPS Pada Kelas VA

SD Tambakaji 01. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VA SD Tambakaji 01

berjumlah 37 yang terdiri 26 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan. Penelitian

ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) menggunakan model pembelajaran

bermain peran.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

23

Permasalahan yang terdapat dalam penelitian terdahulu ini adalah dalam

mengajar guru menggunakan model pembelajaran yang kurang bervariasi serta

kurang maksimal dalam menggunakan media, sehingga mengakibatkan siswa

pasif dan kurang bersemangat mengikuti pembelajaran dan berdampak pada hasil

belajar dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM). Untuk mengatasi

permasalahan tersebut, Nafida mengimplementasikan model pembelajaran

bermain peran.

Hasil penelitian terdahulu ini juga menunjukkan dan membuktikan bahwa

model pembelajaran bermain peran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal

tersebut dibuktikan dengan meningkatnya hasil belajar siswa kelas VA SD

Tambakaji 01 pada setiap siklusnya. Perlu penulis jelaskan bahwa penelitian

Nafida Nurul (2011) ini dilaksanakan dalam 3 siklus seperti penelitian yang

dilakukan Iskandar Rossi (2015). Hasil belajar siswa menunjukkan persentase

ketuntasan klasikal belajar siswa terjadi peningkatan dari siklus I sebesar 62,16%,

siklus II sebesar 71,43%, dan pada siklus III meningkat menjadi 91,18%.

Sholihah Fitriyah Ummi (2014) mengkaji tentang Penerapan Metode

Bermain Peran Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi PKn

Sekolah Dasar. Subjek penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah siswa kelas V

SDN Cangkring II Krembung Sidoarjo yang berjumlah 28 siswa dengan

komposisi 16 siswa perempuan dan 12 siswa laki-laki.

Latar belakang penelitian terdahulu ini adalah kurang aktifnya siswa dalam

mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru, karena guru hanya menggunakan

metode yang sama dalam setiap kegiatan belajar mengajar, tidak menggunakan

media pembelajaran dan selalu menggunakan cara mengajar yang monoton

sehingga membuat siswa jenuh, hilangnya komunikasi antar siswa dengan guru,

siswa dengan siswa dan semua kegiatan terpusat pada guru. Hal tersebut membuat

rendahnya hasil belajar siswa dan masih jauh dari Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM) sebesar 65 khususnya pada mata pelajaran PKn materi pokok Keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Solusi yang telah ditemukan untuk

mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan cara menerapkan model

pembelajaran bermain peran dalam kegiatan belajar dan mengajar.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

24

Hasil penelitian terdahulu ini juga menunjukkan dan membuktikan bahwa

implementasi model pembelajaran bermain peran dalam kegiatan belajar mengajar

dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada hasil belajar siswa juga mengalami

peningkatan dengan persentase pada siklus I sebesar 60,50%, pada siklus II

sebesar 78,50% dan pada siklus III sebesar 96,42%.

Dari beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini,

penulis dapat menemukan beberapa perbedaan dan persamaan. Perbedaan yang

paling mendasar adalah pada lokasi SD yang dijadikan sebagai bahan kajian

dalam penelitian. Perbedaan yang lain diantaranya pada materi pelajaran. Jika

pada penelitian Iskandar Rossi (2015) mengimplementasikan model pembelajaran

bermain pada pokok bahasan proklamasi kemerdekaan, maka dalam penelitian

penulis ini model pembelajaran bermain peran akan diimplementasikan pada

pokok bahasan jual beli. Selain itu, perbedaan yang ada yakni pada materi

pelajaran. Penelitian Sholihah Ftiriyah Ummi (2014) mengkaji tentang

implementasi model bermain peran pada mata pelajaran PKn, sedangkan pada

penelitian yang dilakukan penulis pada mata pelajaran IPS.

Selanjutnya, dari beberapa penelitian di atas, hanya penelitian Nafida Nurul

(2011) dan Sholihah Fitriyah Utami (2014) yang menjaring hasil belajar dari

kognitif, afektif dan psikomotorik. Oleh karena itu, untuk memperkuat dan

mendukung penelitian tentang implementasi model pembelajaran bermain peran

untuk meningkatkan hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotorik, peneliti akan

melakukan penelitian yang sejenis dengan mengukur hasil belajar dari ranah

kognitif, afektif dan psikomotorik.

Berdasarkan fakta-fakta penelitian terdahulu yang relevan di atas, penulis

dapat menemukan celah berupa tidak dimanfaatkannya media sebagai alat bantu

belajar dalam rangka meningkatkan hasil belajar. Hal tersebut belum sesuai

dengan apa yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Indonesia No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Dalam peraturan tersebut,

tertuang bahwa dalam kegiatan eksplorasi guru harus menggunakan media

pembelajaran dan sumber belajar lain. Untuk itu, peneliti memanfaatkan media

sebagai alat bantu belajar berupa kantin sekolah dalam penelitian ini, karena

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

25

menurut peneliti dengan dihadirkannya media sebagai alat bantu pembelajaran

akan sangat membantu siswa dalam memahami materi yang disampaikan dan

guru juga akan lebih mudah dalam menyampaikan materi yang diajarkan karena

penyajian materi menjadi lebih konkret dan jelas. Artinya, pada saat siswa

memainkan suatu peran akan diajak langsung ke lokasi kantin sekolah. Sebab, jika

siswa langsung dihadapkan pada suasana rill dalam kantin maka kesan yang

dilekatkan dalam ingatan siswa akan lebih kuat dan tahan lama. Selain itu,

kelebihan dari penelitian ini adalah peneliti berusaha melakukan “harmonisasi”

antara model pembelajaran bermain peran dengan media kantin sekolah. Sebab,

materi pelajaran yang dijadikan bahan kajian dalam penelitian ini adalah jual beli

sehingga sangat cocok untuk diimplementasikan dalam kegiatan belajar dan

mengajarnya.

Penelitian terdahulu yang telah penulis uraikan di atas walaupun berbeda

dalam hal subyek penelitian maupun hasil tetapi masih berhubungan dengan

penelitian ini, sehingga penelitian terdahulu di atas dapat mendukung penelitian

ini.

2.3 Kerangka Berpikir

Hasil observasi awal yang telah peneliti lakukan terhadap pembelajaran IPS

siswa kelas 3 SDN Genengadal Purwodadi, menunjukkan beberapa fakta dimana

guru masih menggunakan metode yang sifatnya masih konvensional untuk

menyampaikan materi pelajaran sehingga siswa kurang memperhatikan ketika

guru menerangkan, Tidak ada siswa yang bertanya mengenai materi pelajaran,

bosan dan mengantuk serta kurang aktif dan antusias dalam mengikuti pelajaran.

Kemudian hal tersebut menyebabkan hasil belajar siswa rendah dan banyak nilai

siswa yang belum memenuhi KKM.

Penulis menggunakan model pembelajaran bermain peran dengan media

kantin sekolah karena kelebihan dari model ini adalah dapat menjadikan siswa

berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, kesan yang dilekatkan

pada siswa melalui model pembelajaran bermain peran dengan media kantin

sekolah lebih kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Dengan demikian, dalam

implementasi model ini peserta didik tidak hanya “mengetahui” tetapi juga

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16543/2/T1_292013218_BAB II... · cara guru memberikan ... dipersiapkan dalam

26

“mengingat” sehingga siswa dapat memahami materi yang diajarkan oleh guru

secara menyeluruh. Apabila siswa dapat memahami materi pelajaran secara

menyeluruh, maka hasil belajar yang diperoleh siswa juga akan meningkat dan

memenuhi KKM.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis

penelitian tindakan kelas dirumuskan sebagai di bawah ini:

1. Diduga hasil belajar IPS siswa kelas 3 SDN Genengadal Purwodadi akan

meningkat jika model pembelajaran bermain peran dengan media kantin

sekolah diterapkan.

2. Diduga langkah-langkah yang ada dalam model pembelajaran bermain

peran dengan media kantin sekolah mampu memberikan kesan yang kuat

dan tahan lama dalam ingatan siswa kelas 3 SDN Genengadal Purwodadi,

kemudian hal tersebut dapat membantu siswa mengingat terhadap apa

yang dipelajari sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa lebih

meningkat.