bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 model...

20
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran NHT Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dalam Ibrahim (2000:28) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Trianto (2007:62) memberikan definisi NHT merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Anita Lie (2004:59) memberikan definisi NHT atau kepala bernomor adalah suatu tipe dari pembelajaran kooperatif pendekatan struktural yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu NHT juga mendorong siswa untuk meningkatkan kerjasama mereka. Senada dengan pendapat Ahmad Zuhdi (2010:64) memberikan definisi NHT adalah suatu model pembelajaran kooperatif dimana siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok, lalu secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa NHT adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling bekerjasama dalam kelompok untuk menguasai materi pelajaran guna mencapai hasil belajar yang maksimal. Pembelajaran NHT memiliki beberapa tujuan pembelajaran yang hendak di capai. Ada tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran NHT menurut pendapat Ibrahim (2000:29) yaitu :

Upload: others

Post on 02-Nov-2019

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Model Pembelajaran NHT

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran

kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk

mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan

penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dalam Ibrahim

(2000:28) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah bahan yang

tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi

pelajaran tersebut. Senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Trianto

(2007:62) memberikan definisi NHT merupakan jenis pembelajaran kooperatif

yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif

terhadap struktur kelas tradisional. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Anita

Lie (2004:59) memberikan definisi NHT atau kepala bernomor adalah suatu tipe

dari pembelajaran kooperatif pendekatan struktural yang memberikan kesempatan

kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban

yang paling tepat. Selain itu NHT juga mendorong siswa untuk meningkatkan

kerjasama mereka. Senada dengan pendapat Ahmad Zuhdi (2010:64) memberikan

definisi NHT adalah suatu model pembelajaran kooperatif dimana siswa diberi

nomor kemudian dibuat suatu kelompok, lalu secara acak guru memanggil nomor

dari siswa.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa NHT adalah suatu

model pembelajaran kooperatif yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi

diantara siswa untuk saling bekerjasama dalam kelompok untuk menguasai materi

pelajaran guna mencapai hasil belajar yang maksimal.

Pembelajaran NHT memiliki beberapa tujuan pembelajaran yang hendak

di capai. Ada tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran NHT menurut

pendapat Ibrahim (2000:29) yaitu :

6

a. Hasil belajar akademik struktural bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa

dalam tugas-tugas akademik.

b. Pengakuan adanya keragaman bertujuan agar siswa dapat menerima teman-

temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.

c. Pengembangan keterampilan sosial bertujuan untuk mengembangkan

keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagai

tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide

atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Pembelajaran NHT memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Menurut

pendapat yang dikemukakan oleh Ahmad Zuhdi (2010:65) kelebihan dan

kelemahan NHT yaitu:

a. Kelebihan model pembelajaran NHT adalah:

1) Setiap siswa menjadi siap semua.

2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

b. Kelemahan model pembelajaran NHT adalah:

1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.

2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

Dalam pembelajaran NHT terdapat beberapa langkah-langkah pelaksanaan

pembelajaran. Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran NHT menurut

pendapat Trianto (2007:62) yaitu:

a. Penomoran

Guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota

kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.

b. Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi.

Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam kalimat tanya.

c. Berfikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan

meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.

d. Menjawab

Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai

mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh

kelas.

7

Berdasarkan langkah-langkah diatas diketahui bahwa pembelajaran NHT

menurut Trianto dapat mendorong siswa untuk saling bekerjasama dan

berpartisipasi aktif dalam kelompok untuk menguasai materi yang diterima. Siswa

saling membantu untuk menguasai materi pembelajaran sehingga semua anggota

kelompok dapat menguasai materi yang diberikan oleh guru.

Senada dengan langkah-langkah yang dikemukaan oleh Trianto, Anita Lie

(2004:60) juga menyebutkan langkah-langkah pembelajaran NHT yaitu:

a. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat

nomor.

b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

c. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan

setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.

d. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil

melaporkan hasil kerjasama mereka.

Fokus pada langkah-langkah pembelajaran NHT yang dikemukakan oleh

Trianto dan Anita Lie adalah sama, yaitu adanya kerjasama antara anggota

kelompok untuk menguasai materi yang diterima sampai semua anggota

kelompok menguasai materi tersebut.

Kerjasama kelompok dalam menguasai materi dalam pembelajaran NHT

juga dikemukakan oleh Ibrahim (2000:29) yaitu:

Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan

membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai

dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Langkah 2. Pembentukan kelompok

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang

beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam

kelompok dan nama kelompok yang berbeda.

Langkah 3. Diskusi

Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa

sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir

bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui

jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah

diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik

sampai yang bersifat umum.

8

Langkah 4. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap

kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban

kepada siswa di kelas.

Langkah 5. Memberi kesimpulan

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan

yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

Langkah 6. Memberi Penghargaan

Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian

pada siswa dan memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil

belajarnya lebih baik.

Langkah-langkah yang dikemukakan oleh Ibrahim diatas mengarahkan

kepada siswa untuk saling membantu dalam kelompok untuk menguasai materi

pelajaran dan kerjasama dalam mengerjakan LKS. Namun, langkah-langkah yang

dikemukakan oleh Ibrahim menambahkan adanya persiapan rancangan pelajaran

dengan membuat skenario pembelajaran dan LKS. Pemberian kesimpulan dan

adanya penghargaan yang bertujuan untuk memotivasi siswa agar belajar dengan

sungguh-sungguh.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat dilihat bahwa pembelajaran NHT

menekankan adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling

memotivasi dan saling bekerjasama dalam kelompok untuk menguasai materi

pelajaran guna mencapai hasil belajar yang maksimal. Berdasarkan tahapan-

tahapan diatas, peneliti memodifikasi langkah-langkah pembelajaran NHT adalah

sebagai berikut:

1. Pembentukan kelompok

Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa yang

ada di dalam kelas, setiap kelompok beranggotakan 3-4 siswa.

2. Penomoran anggota kelompok

Siswa diberi nomor 1-4 sesuai dengan jumlah anggota kelompok.

3. Pembagian LKS

Siswa menerima LKS. Di dalam LKS tersebut terdapat sejumlah pertanyaan

yang diberikan oleh guru.

9

4. Menyimak materi dalam kelompok.

Siswa menyimak materi yang diberikan oleh guru. Siswa harus benar-benar

menyimak materi agar mereka menguasai dan memahami materi pelajaran.

5. Menjawab pertanyaan dengan berpikir bersama teman dalam kelompok untuk

mengerjakan LKS dan memastikan setiap anggota kelompok dapat

mengerjakan/mengetahui jawabannya.

6. Menyampaikan jawaban LKS setelah ada pemanggilan nomor oleh guru.

7. Siswa dari kelompok lain yang bernomor sama memberikan tanggapan

jawaban.

8. Menyampaikan jawaban LKS setelah ada pemanggilan nomor oleh guru

begitu seterusnya sampai jawaban dalam LKS berakhir/selesai.

2.1.2 Hasil Belajar

Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.

Proses penilaian terhadap hasil belajar siswa dapat memberikan informasi kepada

guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran dan

kompetensinya melalui kegiatan belajar.

Memahami pengertian hasil belajar secara garis besar harus bertitik tolak

pada pengertian hasil belajar itu sendiri. Oleh karena itu para ahli mengemukakan

pendapat yang berbeda-beda menurut pandangan yang mereka anut. Namun dari

pendapat yang berbeda-beda itu dapat ditemukan satu titik persamaan.

Sehubungan dengan hasil belajar Sudjana (2011:22) mendefinisikan hasil belajar

adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

pengalaman belajarnya. Senada dengan pendapat Howart Kingsley dalam

bukunya menurut Sudjana (2011:22) mengemukakan bahwa pengalaman belajar

akan menghasilkan kemampuan yang dibedakan menjadi tiga macam hasil belajar

yaitu (1) Keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengarahan, (3) Sikap

dan cita-cita. Ketiga hasil belajar (kemampuan) itulah yang harus dimiliki oleh

siswa. Hasil belajar ini dapat dilihat dari dua sisi sasaran yaitu dari sisi siswa dan

dari sisi guru, seperti yang dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono (1999). Dari

sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik

10

bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental

tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan

pelajaran.

Senada dengan Bloom dalam Agus Suprijono (2010:6-7) mengemukakan

bahwa:

Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.

Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension

(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan),

analysys (menguraikan, menentukan hubungan), sysnthesis (mengorganisasikan,

merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation (menilai). Domain afektif

adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing

(nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain

psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga

mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki siswa setelah

menerima pengalaman belajar.

Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai

suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas

pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau

upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau

peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Untuk

menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan

instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk

mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara,

skala sikap dan angket. Untuk mengukur hasil belajar peserta didik digunakanlah

alat penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar dapat diukur melalui teknik tes

dan non tes.

1. Tes

Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang

harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-

tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu

11

aspek tertentu dari peserta tes. Dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut

adalah indikator pencapaian kompetensi. Menurut Ebster’s Collegiate (dalam

Arikunto, 1995), tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang

digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan

atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

Senada dengan pendapat Ebster’s Collegiate, Endang Poerwanti, dkk

(2008:1-5) memberikan definisi tes adalah seperangkat tugas yang harus

dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk

mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap cakupan materi yang

dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu.

Seperti halnya yang dikemukakan oleh Sudjana (2008:35) memberikan

definisi tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan

kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan),

dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes

pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa,

terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran

sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran, namun demikian dalam batas

tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai hasil belajar

bidang afektif dan psikomotoris.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes adalah

sejumlah pertanyaan yang diberikan untuk mendapat jawaban dengan tujuan

untuk mengukur kemampuan seseorang.

Tes sangat bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Menurut Endang

Poerwanti (2008:4-9) yang termasuk dalam teknik tes yaitu:

a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan

1. Tes Tertulis

Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal

maupun jawabannya.

2. Tes Lisan

Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (respons) semuanya

dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-

rambu penyelenggaraan tes yang baku. Oleh karena itu, hasil dari tes lisan

biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen

asesmen yang lain.

12

3. Tes Unjuk Kerja

Pada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai

indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.

b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya

1. Tes Esei (Essay-type Test)

Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan

gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara

mengemukakannya dalam bentuk tulisan.

2. Tes Jawaban Pendek

Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes

diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi

memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata

pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka.

3. Tes objektif

Tes objektif adalah adalah tes yang keseluruhan informasi yang

diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya sering

pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test).

2. Non Tes

Teknik non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif

dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek

kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes (Endang Poerwanti, 2008:3-19),

yaitu:

1. Observasi

Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat

dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen

yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar

peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh

pendidik tanpa menggunakan instrumen.

2. Wawancara

Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang

diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek

kepribadian peserta didik.

3. Angket

Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa

data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (Attitude

Questionnaires).

4. Work Sample Analysis (Analisa Sampel Kerja)

Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat

siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai

kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah,

tipe, pola, dan lain sebagainya.

13

5. Task Analysis (Analisis Tugas)

Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan

menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar

komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.

6. Checklists dan Rating Scales

Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur,

yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa

kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan.

7. Portofolio

Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam

karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan

belajar dan prestasi siswa.

8. Komposisi dan Presentasi

Peserta didik menulis dan menyajikan karyanya.

9. Proyek Individu dan Kelompok

Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan

untuk individu maupun kelompok.

Berdasarkan pada uraian di atas, hasil belajar diukur dengan kemampuan

kognitif melalui tes formatif, kemampuan afektif melalui menyimak dan kerja

kelompok sedangkan kemampuan psikomotorik melalui presentasi. Pengukuran

menggunakan teknik tes dan non tes, sehingga penilaiannya terdiri dari penilaian

proses dan penilaian hasil.

Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara

pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, presentasi atau checklist dan

rating scales. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan

pembelajaran dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas

instrumen butir-butir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan

menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau

mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi.

Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan

pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah valid,

maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya

diukur.

Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah membuat kisi-kisi.

Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau matriks

pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau

14

pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan

tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman menyusun atau

menulis soal menjadi perangkat tes. Adapun kisi-kisi tersebut didalamnya

meliputi:

1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

2. Indikator.

3. Proses berfikir (C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4

(analisis), C5 (evaluasi), C6 (kreasi)).

4. Tingkat kesukaran soal (rendah, sedang, tinggi).

5. Bentuk instrumen.

Hasil dari pengukuran tersebut dipergunakan sebagai dasar penilaian atau

evaluasi. Naniek Sulistya Wardani, dkk (2010: 2.8) mengartikan bahwa evaluasi

itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil

pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan

kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran

tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah

pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan

minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), atau

batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula berupa kemampuan rata-rata

unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas

kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak

disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria

(PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran

dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut

dengan Penilaian Acuan Norma/ Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).

Di dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun

2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria ketuntasan

minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh

satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok

mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas

ambang kompetensi.

15

2.1.3 Mata Pelajaran IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang

diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji

seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu

sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah,

sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan

untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung

jawab, serta warga dunia yang cinta damai (KTSP Standar Isi 2006).

Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat

karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat.

Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan

pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial

masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu

dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam

kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik

akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu

yang berkaitan. (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).

Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi

sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan

sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di

lingkungan sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD

meliputi aspek-aspek sebagai berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006):

1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan.

2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan.

3. Sistem Sosial dan Budaya.

4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.

Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan

sebagai berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006):

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan

lingkungannya.

16

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,

inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam

masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang

standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam

Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang

secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan

kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada

pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan

pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD mata

pelajaran IPS yang ditujukan untuk siswa kelas IV SD disajikan melalui tabel 2.1

berikut ini.

Tabel 2.1

SK dan KD Mata Pelajaran IPS Kelas IV Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Mengenal sumber daya

alam, kegiatan

ekonomi, dan

kemajuan teknologi di

lingkungan

kabupaten/kota dan

provinsi

2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang

berkaitan dengan sumber daya alam dan

potensi lain di daerahnya

2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat

2.3 Mengenal perkembangan teknologi

produksi, komunikasi, dan transportasi

serta pengalaman menggunakannya

2.4 Mengenal permasalahan sosial di

daerahnya

(Permendiknas No. 22 Tahun 2006)

17

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian penulis yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Efi Andriyani pada tahun 2011 yang berjudul Pengaruh Model

Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar IPS

Siswa Kelas V SD N Blotongan 02 Salatiga Semester II Tahun 2010/2011. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar pada kelompok eksperimen

dengan menggunakan model pembelajaran NHT sebesar 79,09 sedangkan

kelompok kontrol dengan menggunakan model ceramah sebesar 66,66. Hasil

analisis uji-T kelompok eksperimen 79,09 dan kelompok kontrol 66,66. T hitung

sebesar 4,317 dan t tabel sebesar 2,021. Signifikansi 0,000 yang artinya 0,000 <

0,05 hal ini menunjukkan perbedaan hasil belajar kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Maka hipotesis yang berbunyi ada perbedaan pengaruh

penggunaan model NHT terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V SD N Blotongan

02 Salatiga Semester II tahun ajaran 2010/2011 terbukti. Kelebihannya: perbedaan

hasil belajar yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan menggunakan

model pembelajaran NHT dan kelompok kontrol yang menggunakan metode

ceramah ditunjukkan selisih mean hasil belajar kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol sebesar 12,43. Kelemahannya: hasil belajar hanya diukur

berdasarkan tes formatif saja (penilaian hasil) tidak disertai dengan penilaian

proses (pada saat proses pembelajaran berlangsung) padahal guru juga harus

memperhatikan proses siswa dalam belajar bukan hanya berdasarkan hasilnya

saja.

Penelitian yang dilakukan oleh Elvera Dwi Wijayanti pada tahun 2011

yang berjudul Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik

Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran

IPS Kelas V SDN Gladagsari Tahun Pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa

yang diberi pengajaran menggunakan teknik Numbered Heads Together (NHT)

dengan siswa yang diberi pengajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan mean

hasil belajar siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif teknik Numbered

Heads Together (NHT) sebesar 82,07 sedangkan nilai rata-rata siswa yang diberi

18

strategi pembelajaran metode konvensional sebesar 70,39. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pengujian hipotesis menggunakan uji t diperoleh sig 0,000 <

0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi penggunaan model pembelajaran

kooperatif teknik Numbered Heads Together (NHT) berpengaruh terhadap hasil

belajar siswa dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode konvensional.

Kelebihannya: Perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelompok

eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran NHT dan kelompok

kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan

dengan selisih mean hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

sebesar 11,68. Kelemahannya: hasil belajar hanya diukur berdasarkan tes formatif

saja (penilaian hasil) tidak disertai dengan penilaian proses (pada saat proses

pembelajaran berlangsung) padahal guru juga harus memperhatikan proses siswa

dalam belajar bukan berdasarkan hasilnya saja.

Penelitian yang dilakukan oleh Rima Chandra Novitasari pada tahun 2011

yang berjudul Upaya Peningkatan Hasil Belajar Dengan Menggunakan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Mata Pelajaran IPA Pokok Bahasan

Perubahan Lingkungan Kelas IV SDN Tegalrejo 05 Kecamatan Argomulyo Kota

Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2010/2011. Hasil yang diperoleh dalam

penelitian ini nampak ada peningkatan ketuntasan belajar, yakni dari 65,6%

sebelum siklus, meningkat menjadi 71,8% pada siklus 1 dan 100% pada siklus 2.

Terjadi peningkatan rata-rata kelas dari 66,25% sebelum tindakan, meningkat

menjadi 70,31 pada siklus 1 dan menjadi 82,18% pada siklus 2. Peningkatan skor

minimal dari 40 pada sebelum siklus, menjadi 50 pada siklus 1, dan menjadi 70

pada siklus 2. Peningkatan skor maksimal dari 90 pada sebelum tindakan, tetap

pada siklus 2 sebesar 100 dan menjadi 100 pada siklus 2. Kelebihan dari

penelitian ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk penelitian tidak begitu lama,

hanya dalam 2 siklus indikator pencapaian kompetensi dapat tercapai

dibandingkan dengan PTK lainnya dengan ketuntasan 100% sedangkan untuk

ketuntasan belajar mengalami peningkatan yang signifikan yaitu 34,4% dan

peningkatan rata-rata kelas sebesar 15,93% dengan skor minimal dari 40 sebelum

tindakan menjadi 70 pada siklus 2 dan skor maksimal 90 sebelum tindakan

19

menjadi 100 pada siklus 2. Pembelajaran menarik karena adanya pengaturan

tempat duduk berbentuk U atau ankare sehingga memudahkan siswa

berkomunikasi pada saat diskusi kelompok.

Penelitian yang dilakukan oleh Intan Putri Utami pada tahun 2011 yang

berjudul Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered

Heads Together) Terhadap Hasil Belajar Matematika Bagi Siswa Kelas V SD.

Program studi S1 PGSD Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Hasil

perhitungan penelitian ini didapat signifikan 0,006 < 0,05 dan thitung sebesar

2,840 > ttabel 2,000. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diambil keputusan

bahwa ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) dengan siswa

yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional, hasil belajar

matematika siswa kelas V SD yang diajar menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) lebih baik dibandingkan siswa

yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional, dan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) efektif terhadap

hasil belajar Matematika siswa kelas V SD. Kelebihannya: Perbedaan hasil belajar

yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan menggunakan model

pembelajaran NHT dan kelompok kontrol yang menggunakan pembelajaran

konvensional ditunjukkan selisih mean hasil belajar kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol sebesar 10,96. Kelemahannya: hasil belajar hanya diukur

berdasarkan tes formatif saja (penilaian hasil) tidak disertai dengan penilaian

proses (pada saat proses pembelajaran berlangsung) padahal guru juga harus

memperhatikan proses siswa dalam belajar bukan hanya berdasarkan hasilnya

saja.

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nugroho Sandi Ananta pada tahun

2011 yang berjudul Penerapan Model Numbered Heads Together (NHT) Dalam

pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan

Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Pitrosari

Kecamatan Wonoboyo Kabupaten Temanggung. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Heads Together

20

(NHT) ternyata dapat meningkatkan hasil belajar matematika kelas IV SD Negeri

Pitrosari Kecamatan Wonoboyo Kabupaten Temanggung. Hal ini ditunjukkan

pada kondisi awal atau pra siklus siswa yang nilainya diatas KKM terdapat 8

siswa (33%) dan yang belum tuntas atau dibawah KKM terdapat 16 siswa (67%).

Siklus 1 menerapkan model NHT terjadi peningkatan signifikan yaitu terdapat 18

siswa yang nilainya diatas KKM (75%) dan 6 siswa (25%) yang belum memenuhi

KKM yang ditetapkan. Kemudian siklus 2 terjadi peningkatan yaitu 21 siswa

(87%) yang nilainya sudah memenuhi KKM dan 3 siswa (13%) yang nilainya

belum memenuhi KKM. Kelebihan dari penelitian ini adalah adalah hasil

perbaikan pembelajaran dari siklus ke siklus mengalami peningkatan. Terbukti

dari siklus 1 terdapat 18 siswa (75%) yang nilainya diatas KKM dan terdapat 6

siswa (25%) nilainya dibawah KKM kemudian siklus 2 terjadi peningkatan yaitu

21 siswa (87%) yang nilainya sudah memenuhi KKM dan 3 siswa (13%) yang

nilainya belum memenuhi KKM. Pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan

siswa ditunjukkan dengan meningkatnya keberanian siswa dalam bertanya dan

menjawab pertanyaan pada saat pembelajaran. Kelemahan dari penelitian ini

adalah perbaikan pembelajaran selesai pada siklus 2 padahal masih ada 3 siswa

(13%) yang nilainya belum memenuhi KKM.

Berdasarkan analisis judul yang pernah digunakan peneliti diatas maka

dengan menggunakan model pembelajaran NHT dapat meningkatkan hasil belajar

siswa. Dengan analisis tersebut maka pembelajaran NHT akan coba

dieksperimenkan pada mata pelajaran IPS untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

2.3 Kerangka Pikir

Dalam pembelajaran konvensional, untuk mencapai tujuan pembelajaran

dan kompetensinya, guru selalu menyampaikan materi dengan ceramah. Pada

pembelajaran ini, guru tidak melibatkan siswa sama sekali dalam proses

pembelajaran. Siswa hanya mendengarkan dan menyimak materi melalui ceramah

dari guru. Setelah guru selesai menjelaskan materi, guru memberikan soal

evaluasi kepada siswa. Siswa mengerjakan soal yang diberikan guru hanya

berdasarkan dari penjelasan guru sebelumnya. Siswa tidak mempunyai

21

kesempatan untuk bertanya dan mengungkapkan pendapat. Hal ini menjadikan

kebiasaan siswa untuk diam dan pasif dalam merespon cermah dari guru. Siswa

yang belajar dengan menggunakan metode ceramah, tidak mengalami pengalaman

belajar sendiri dalam membentuk pengalaman baru dalam mendalami suatu materi

pendidikan akibatnya hasil belajar siswa rendah (< KKM 90).

Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan untuk

membantu mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui penggunaan model

pembelajaran NHT. Pembelajaran IPS di kelas IV dengan pokok bahasan koperasi

dalam perekonomian Indonesia akan coba dieksperimenkan dengan menggunakan

model pembelajaran NHT. Model pembelajaran NHT adalah suatu model

pembelajaran kooperatif yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi diantara

siswa untuk saling bekerjasama dalam kelompok untuk menguasai materi

pelajaran guna mencapai hasil belajar yang maksimal dengan menggunakan

langkah-langkah yaitu: membentuk 6 kelompok, setiap kelompok beranggotakan

3-4 orang. Setelah terbentuk kelompok dilakukan penomoran anggota kelompok

dari nomor 1-4 sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Langkah selanjutnya

yaitu mengajukan pertanyaan dengan membagikan LKS (Lembar Kerja Siswa)

kemudian siswa menyimak materi pelajaran yang dibagikan oleh guru dalam

kelompok. Setelah siswa menyimak materi pelajaran, siswa menjawab pertanyaan

dengan berpikir bersama teman dalam kelompok untuk mengerjakan LKS dan

memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakan/mengetahui

jawabannya. Siswa menyampaikan jawaban LKS setelah ada pemanggilan nomor

kemudian siswa dari kelompok lain yang bernomor sama memberikan tanggapan

jawaban selanjutnya siswa mengerjakan tes formatif.

Model pembelajaran NHT ini melibatkan siswa secara aktif untuk

membangun pengetahuannya sendiri melalui kerjasama dan saling ketergantungan

satu sama lain. Pembelajaran NHT menekankan adanya aktivitas dan interaksi

diantara siswa untuk saling bekerjasama dan saling membantu dalam kelompok

untuk menguasai materi pelajaran dengan memberikan waktu lebih banyak untuk

berfikir, menjawab, dan saling membantu antar anggota dalam satu kelompok

sehingga siswa saling mendukung dalam meningkatkan kemampuan kognitif dan

22

kemampuan bekerjasamanya. Penilaian yang dilakukan oleh guru tidak hanya

berupa penilaian hasil melainkan juga menggunakan penilaian proses. Sesuai

dengan kegiatan yang dilakukan, untuk mengukur penilaian proses dari

menyimak, kerja kelompok, presentasi dan LKS. Penilaian hasil diperoleh dari

skor tes formatif yang dilakukan di akhir kegiatan pembelajaran. Dengan

keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran maka motivasi belajar siswa

menjadi meningkat dalam mengikuti setiap kegiatan belajar di kelas sehingga

hasil belajar yang diharapkan adalah optimal (≥ KKM 90). Penjelasan lebih rinci

disajikan dalam gambar 2.1 berikut ini.

23

Gambar 2.1

Hubungan antara metode ceramah dan model pembelajaran NHT

Pembelajaran IPS

Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat

Metode Ceramah Pembelajaran NHT

Guru menyampaikan materi dengan ceramah

Siswa pasif hanya mendengarkan

ceramah

Tes formatif

Penilaian

hasil

belajar

Hasil belajar rendah

(< KKM 90)

Pembagian LKS

Tes formatif

Hasil belajar ( ≥ KKM 90)

Pembentukan kelompok

Penomoran anggota kelompok

Menyimak materi dalam kelompok

Berpikir bersama teman

(kerja kelompok)

Presentasi (menyampaikan

jawaban LKS setelah ada

pemanggilan nomor)

Tanggapan dari kelompok lain

yang bernomor sama

Penilaian hasil

Hasil belajar

Penilaian proses

24

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan di

atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Ada efektivitas

penggunaan model pembelajaran NHT terhadap hasil belajar IPS bagi siswa kelas

IV SD Negeri 1 Nglinduk Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan Semester II

Tahun Ajaran 2011/2012”.