bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Matematika
Obyek kajian matematika adalah benda-benda abstrak ( benda pikir ) yang disusun
dalam sitem aksiomatik dengan menggunakan simbol atau lambang penalaran deduktif.
Penyusunan sistem matematika dimulai dengan menetapkan :
1. underfined term, yaitu suatu konsep yang diterima tanpa definisi,
2. defined term, yaitu konsep yang harus didefinisikan terlebih dahulu,
3. aksioma / Postulat, yaitu pernyataan yang dapat diterima tanpa bukti,
4. teorema, yaitu pernyataan yang harus dibuktikan terlebih dahulu secara
deduktif dari aksioma atau teorema yang sudah ada sebelumnya.
a. Pengertian Matematika
Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat diantara para
matematikawan, apa yang dimaksud dengan matematika itu. Sasaran pembelajaran
matematika tidaklah konkret, tetapi abstrak dengan cabang-cabangnya semakin lama
semakin berkembang dan bercampur.
Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani matheina atau manthenein yang
artinya mempelajari, namun diduga kata itu erat pula hubungannya dengan kata
Sansakerta medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan, atau intelegensi
(Andi Hakim Nasution, 1980, h 12)
Ruseffendi (1989, h.23) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan
dari unsur-unsur tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil,
dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah
matematika sering disebut ilmu deduktif.
Selanjutnya dalam Rusefendi (1988, h.2) diungkapkan beberapa pendapat
tentang matematika seperti menurut Johnson dan Rising (1972) menyatakan bahwa
matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik;
7
matematika itu adalah bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan
dengan cermat, jelas, dan akurat representasinya dengan simbul dan padat, lebih
berupa bahasa simbul mengenai arti daripada bunyi, matematika adalah pengetahuan
struktur yang terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif
berdasarkan kepada unsur yang tidak terdefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang
telah dibuktikan kebenarannya,; matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan pola
atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada
keterurutan dan keharmonisan.
Menurut Herman Hudoyo (1990 h.4) secara singkat dapat dikatakan bahwa
matematika berkenaan dengan ide-ide, konsep-konsep abstrak yang tersusun secara
hierarkis dan penalarannya deduktif.
Tambunan (1987 h.29) menyatakan bahwa matematika adalah pengetahuan
mengenai kuantitas dan ruang, salah satu cabang dari sekian banyak ilmu yang
sistematis, teratur dan eksak. Matematika adalah angka-angka perhitungan yang
merupakan bagian dari hidup manusia. Matematika menolong manusia memperkirakan
secara eksak berbagai ide dan kesimpulan. Matematika adalah pengetahuan atau ilmu
mengenai logika dan problem-problem menarik. Matematika membahas faktor-faktor
dan hubungan-hubungannya, serta membahas problem ruang dan bentuk. Matematika
adalah ratunya ilmu.
Berdasarkan pernyataan para ahli matematika di atas, dapat dikatakan bahwa
matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan penelaahan bentuk-
bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungannya diantara hal-hal itu. Untuk
dapat memahami struktur serta hubungan-hubungannya diperlukan penguasaan
tentang konsep-konsep yang terdapat dalam matematika. Hal ini berarti belajar
matematika adalah belajar konsep dan struktur yang terdapat dalam bahan-bahan yang
sedang dipelajari, serta mencari hubungan diantara konsep dan struktur tersebut.
b. Teori-teori Belajar Matematika dalam Pembelajaran Matematika di SD
Pembelajaran matematika di SD terutama di kelas rendah merupakan
pembelajaran yang utama, khususnya pembelajaran materi berhitung, karena materi ini
8
merupakan materi dasar. Apabila seorang siswa tidak menguasai materi ini, maka ia
akan mengalami kesulitan pada saat mempelajari materi matematika yang lain.
Beberapa teori belajar matematika.
1. Teori Belajar Bruner
Jerome S. Bruner menekankan bahwa setiap individu pada waktu mengalami
atau mengenal peristiwa atau benda tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model
mental tentang peristiwa atau benda yang dialaminya atau yang dikenalnya. Menurut
Bruner, hal-hal tersebut dapat dinyatakan sebagai proses belajar yang terbagi menjadi
tiga tahapan, yaitu sebagai berikut.
a) Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive) yaitu tahap pertama anak belajar
konsep yang berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa di
dunia sekitarnya. Pada tahap ini anak masih gerak reflek dan coba-coba, belum
harmonis. Ia memanipulasikan, menyusun, menjejerkan, mengutak atik, dan bentuk-
bentuk gerak yang lainnya
b) Tahap ikonik atau tahap gambar bayangan (Iconic) yaitu tahapan dimana anak telah
mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk
bayangan mental. Dengan kata lain, anak dapat membayangkan kembali atau
memberikan gambaran dalam pikirannya tentang benda atau peristiwa yang dialami
atau dikenalnya pada tahap enaktif, walaupun peristiwa itu telah berlalu atau benda
riil itu tidak lagi berada di hadapannya.
c) Tahap simbolik (symbolic) yaitu tahapan dimana anak dapat mengutarakan
bayangan mental dalam bentuk simbol dan bahasa. Apabila ia berjumpa dengan
suatu simbol, maka bayangan mental yang ditandai dengan simbol itu akan dapat
dikenalnya kembali.
Penerapan ketiga tahapan diatas dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai
berikut.
1) Tahap pertama dimulai dari model konkret, yaitu menggunakan benda-benda
nyata yang ada di sekitar anak, misalnya : buku tulis, pensil,kembang gula, dan
lain-lain.
9
2) Tahap ke dua menggunakan model semi konkret (model gambar), tidak
menggunakan benda-benda nyata, misalnya gambar buku, pensil, kelereng, dan
lain sebagainya Atau menggunakan model semi abstrak (model diagram), yang
tidak lagi menggunakan gambar, tetapi cukup menggunakan tanda-tanda
tertentu misalnya menggunakan turus (tally) bundaran, dan lain sebagainya.
3) Tahap ke tiga menggunakan simbol secara abstrak dan mereka akan dapat
mengerti arti tiga dan arti dua tanpa bantuan apa-apa. Tahap terakhir merupakan
wujud dari pembelajaran matematika sebagai bahasa simbol yang padat arti dan
bersifat abstrak.
Dari ketiga tahapan belajar diatas maka jelaslah bahwa untuk memudahkan
pemahaman dan keberhasilan siswa dalam pemebelajaran matematika haruslah
secara bertahap.
c. Karakteristik Pembelajaran Matematika
1. Pembelajaran matematika dilakukan secara berjenjang, dimulai dari konsep
sederhana bergerak ke konsep yang lebih sukar. Dari hal yang konkrit bergerak ke
semi konkrit, kemudian semi abstrak dan terakhir abstrak.
2. Pembelajaran matematka mengikuti metoda spiral. Konsep baru diperkenalkan
dengan mengaitkannya dengan konsep yang telah dipahami siswa. Hal ini
merupakan prinsip belajar bermakna atau belajar dengan pemahaman. Konsep
baru merupakan perluasan dan pendalaman konsep sebelumnya.
3. Pembelajaran matematika menekankan penggunaan pola deduktif, yaitu memahami
suatu konsep melalui pemahaman definitif kemudian ke contoh-contoh. Di sekolah
dasar ditempuh pola pendekatan induktif yaitu mengenal konsep melalui contoh-
contoh. Hal ini disebabkan alasan psikologis yaitu siswa sekolah dasar masih pada
tingkat berpikir konkrit.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi, yaitu suatu pernyataan
dianggap benar bila didasarkan atas pernyataan sebelumnya yang sudah dianggap
benar.
10
d. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
1. Tujuan Umum
a) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam
kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas
dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, dan efektif.
b) Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan.
2. Tujuan Khusus
a) Menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung (menggunakan
bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.
b) Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan
matematika.
c) Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih
lanjut di SMP.
d) Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin.
e. Pendekatan Pembelajaran Matematika
1. Pendekatan belajar aktif.
Pendekatan belajar aktif yaitu pembelajaran yang menekankan aktifitas siswa
secara fisik, intelektual, dan emosional untuk memperoleh hasil belajar yang
maksimal, baik ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
2. Pendekatan Terpadu.
Pendekatan terpadu dimaksudkan agar siswa dapat mengetahui konsep dari
beberapa mata pelajaran yang dapat memberikan pengertian kebermaknaan dari
konsep yang bersangkutan. Pengertian kebermaknaan inilah yang dapat
menyebabkan siswa memahami suatu konsep secara mantap.
3. Pendekatan Kontruktifisme.
Pembelajaran matematika secara kontruktifis merupakan rangkaian kegiatan
pembelajaran di kelas melalui tiga fase yaitu fase eksplorasi, pengenalan konsep,
11
dan aplikasi konsep. Melalui tiga fase ini, siswa dibimbing membentuk
pemahamannya. Selanjutnya siswa dikatakan memahami matematika secara
bermakna apabila ia memahami secara konseptual dan prosedural.
Kebermaknaan pemahaman tersebut akan dapat dicapai melalui pembelajaran
komtruktifis.
4. Pendekatan Realistik
Pembelajaran matematika realistik adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
bertitik tolak dari hal-hal yang riil bagi siswa, menekankan ketrampilan proses,
berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga
mereka dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematka
untuk menyelesaikan masalah, baik secara induvidu maupun kelompok.
2.1.2 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah segala sesuatu yang dapat dilakukan atau dikuasai siswa
sebagai hasil pembelajaran (Nasution 1999). Menurut Darsono (2001) faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pembelajaran dan hasilnya adalah sebagai berikut :
1. Kesiapan Belajar
Faktor kesiapan belajar baik fisik maupun psikologis, sikap guru yang penuh
pehatian dn manpu menciptakan situasi kelas yang menyenangkan merupakan
implikasi dari prinsip kesiapan ini.
2. PerhatianPerhatian adalah pemusatan tenaga psikis bertujuan pada suatu obyek.
Pehatian ini timbul karena adanya sesuatu yang menarik sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.
3. Motivasi Motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif saat orang melakukan suatu
aktivitas. Motif adalah kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang yang
mendorong orang melakukan kegitan tertentu yang mencpai tujuan.
12
4. Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa dapat dilihat dari suasana belajar yang tercipta dalam proses
pembelajaran yang berlangsung sehingga siswa terlihat aktif berpean.
5. Mengalami sendiri
Dalam melakukan sesuatu sendiri akan memberikan hasil belajar yang lebih
mendalam.
6. Pengulangan
Adanya latihan-latihan akan berarti bagi siswa untuk lebih meningkatkan
kemampuan dan pemahaman materi.
7. Balikan dan Penguatan
Balikan adalah masukan yang sangat penting bagi siswa maupun guru.
Penguatan adalah tindakan yang menyenangkan dari guru terhadap siswa yang
telah berhasil melakukan suatu perbuatan belajar.
8. Perbedaan individual
Karakteristik yang berbeda baik fisik maupun pebedaan tingkat kemampuan dan
minat belajar memerlukan perhatian khusus agar perkembangan siswa tetap
berlangsung baik sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa.
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Dalam model pembelajaran tipe jigsaw, semua siswa diwajibkan belajar satu dengan
yang lain. Informasi belajar (pelajaran) dibagi dalam beberapa bagian. Setiap anggota
kelompok diwajibkan mempelajari satu bagian pelajaran tersebut dan setelah itu
mengajarkan bagian yang dipelajari kepada teman atau anggota yang lain dalam satu
kelompok. Seluruh tugas kelompok merupakan tugas bersama, dengan demikian semua
anggota kelompok mendapatkan semua informasi belajar atau pelajaran (Chng, M.S,
1983:viii dalam Ms. Ng Khar Thoe, tth:1.)
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mencakup langkah-langkah pembelajaran
sebagai berikut:
13
a. Kelompok cooperative (awal)
1) Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang beranggotakan 3-5 orang
2) Bagikan wacana atau tugas yang sesuai dengan materi yang diajarkan
3) Masing-masing siswa dalam kelompok mendapatkan wacana/tugas yang
berbeda-beda dan memahami informasi yang ada di dalamnya
b. Kelompok ahli
1) Kumpulkan masing-masing siswa yang memiliki wacana/tugas yang sama
dalam satu kelompok sehingga jumlah kelompok ahli sesuai dengan
wacana/tugas yang telah dipersiapkan
2) Dalam kelompok ahli ini ditugaskan agar siswa belajar bersama untuk
menjadi ahli sesuai dengan wacana/tugas yang menjadi tanggung
jawabnya
3) Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami dan dapat
menyampaikan informasi tentang hasil dari wacana/tugas yang telah
dipahami kepada kelompok cooperative
c. Kelompok cooperative (akhir)
1) Apabila tugas sudah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli, masing-
masing siswa kembali kelompok cooperative (awal)
2) Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk
menyampaikan hasil dari tugas di kelompok ahli
3) Apabila kelompok sudah menyelesaikan tugasnya, secara keseluruhan
masing-masing kelompok melaporkan hasilnya dan guru memberi klarifikasi
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli dan
kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota
kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Guru
harus trampil dan mengetahui latar belakang siswa agar terciptanya suasana yang baik
bagi setiap angota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri
dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik
tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
14
Langkah – langkah Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw(oleh Aronson. dkk di Universitas
Texas)
1. Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang
sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan
pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk
mempelajari topik mereka tersebut. Disini, peran guru adalah mefasilitasi dan
memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang
diberikan.
2. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada
kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah
mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli.Para kelompok ahli harus
mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakn diskusi di
kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada
kelompok asal.
3. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim
yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki
tanggunga jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk
mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang biberikan.
Berdasar uraian di atas dapat dikaji bahwa langkah–langkah pembelajaran yang
dikemukakan oleh Chng, M.S, 1983:viii dalam Ms. Ng Khar Thoe, tth:1.dan Aronson. dkk di
Universitas Texas hampir sama hanya dalam penerapan dalam pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw agak berbeda
Dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran tipe jigsaw yang dikemukakan
diatas dapat memotivasi anak dalam belajar,kerja sama dalam kelompok, guru sebagai
fasilitator harus pandai mengembangkan model kooperatif tipe jigsaw yang sesui dengan
linkungan belajar siswa dalam pelaksanaan pembelajaran. Guru hendaknya dapat
memilih alat peraga yang menarik minat siswa dalam pembelajaran agar dapat
meningkatkan hasil belajar sesuai yang diharapkan.
15
2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
Iis Holisin (2006), Meningkatkan Partisipasi siswa kelas VII SMP Maryam Surabaya dalam
Pembelajaran matematika melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Berdasar hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa meningkatkan
partisipasi siswa kelas VII SMP Maryam Surabaya dalam pembelajaran matematika
melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dilakukan dengan cara sebagai
berikut.
1. Mengembangkan RP yang didesain sesuai dengan langkah-langkah pada model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a. Pembentukan kelompok asal
b. Pembagian tugas
c. Siswa yang mendapat tugas sama berkumpul dalam satu kelompok,dan disebut
kelompok ahli
d. Membaca (siswa membaca buku siswa)
e. Diskusi kelompok (pada kelompok ahli)
f. Laporan tim (menjelaskan pada kelompok asal)
g. Kuis (mengerjakan LKS)
h. Penghargaan tim
2. Mendesain buku guru. Buku ini merupakan panduan bagi guru untuk membimbing
siswa selama proses pembelajaran.
3. Mendesain buku siswa. Buku siswa ini merupakan kumpulan dari lembar ahli yang
berisi uraian materi masing-masing topik. Selain buku siswa disusun juga LKS
untuk tiap topik.
4. Setelah dilakukan pengamatanterhadap aktifitas siswa, diperoleh rata-rata kadar
partisipasi aktif siswa sebesar 54,309 % pada siklus I dan 63,488 % pada siklus 2.
5 Respon siswa terhadap KBM dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
positif. Hal ini dapat dilihat dari prosentase siswa yang merasa sangat senang dan
senang terhadap materi sebanyak 87,87%,sangat senang dan senang terhadap
LKS sebanyak 90,9%,sangat senang dan senang terhadap cara guru mengajar
16
sebanyak 96,97%, sangat senang dan senang terhadap kuis yang diberikan
sebanyak 96,96%.Selain itu 93,93% siswa sangat berminat untuk mengikuti KBM
berikutnya seperti yang telah dilakukan ,yaitu dengan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw.
Agus,Ria Noviana(2008) Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep matematika melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw pada pokok bahasan bangun datar segi tiga,trapezium,belah ketupat,jajar genjang dan laying-layang
Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk mengetahui:
(1) Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika Siswa pada Pembelajaran Bangun
Datar segi tiga,trapesium,belah ketupat,jajar genjang dan layang-layang Melalui
Pendekatan Kooperatif tipe Jigsaw siswa yang mempunyai skor ≥ 65 sebesar 70%.
(2) Dari data hasil penelitian disimpulkan bahwa hasil pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa dan hasil belajar siswa
pada pembelajaran bangun datar segi tiga,trapesium,belah ketupat,jajar genjang dan
layang-layang.
Dari uraian diatas dapat dikaji bahwa model pembelajaran kooperatif jigsaw yang
dilaksanakan oleh Iis Holisin (2006),telah berhasil untuk Meningkatkan Partisipasi siswa
dalam pembelajaran matematika,sedangkan Agus,Ria Noviana(2008) dapat meningkatkan
pemahaman konsep matematika. Untuk itu penulis akan menerpkan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri
Kambangan 01 tahun pelajaran 2011/2012.
Dapat disimpulkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat memotivasi
siswa untuk belajar dengan gembira, bebas, aktif, dan produktif, sehingga kendala
psikologis yang sering menghambat siswa seperti rasa enggan, takut, malu dapat
teratasi.sehingga berpengaruh pada hasil ketuntasan hasil yang meningkat juga.
17
2.3 Kerangka Pikir
Setelah memahami pengertian dari metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw di
atas, dapat dipertegas bahwa tipe jigsaw (semua siswa belajar satu dengan yang lain)
merupakan alat utama untuk meningkatkan hasil belajar Matematika.Berdasar hal
tersebut, di bawah ini disampaikan bentuk kerangka pemikiran perbaikan pembelajaran
untuk meningkatkan hasil belajar di kelas V SD Negeri Kambangan 01 kecamatan Blado
Kabupaten Batang.
KERANGKA PIKIR
Alur Pembelajaran Konvensional ke Pembelajaran cooperative learning tipe Jigsaw
Model Pembelajaran
berpusat pada guru
Model Pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw
Model Pembelajaran
berpusat pada siswa
Hasil Belajar < KKM
Langkah 2 1. Kumpulkan masing-
masing siswa yang memiliki wacana/tugas
yang sama dalam satu kelompok
sehingga jumlah kelompok ahli sesuai dengan
wacana/tugas yang telah dipersiapkan
2. Dalam kelompok ahli ini
ditugaskan agar siswa belajar bersama untuk
menjadi ahli sesuai dengan wacana/tugas
yang menjadi tanggung jawabnya
3.Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami dan dapat menyampaikan informasi tentang hasil dari wacana/tugas yang telah dipahami kepada kelompok cooperative
Langkah I
1.Siswa dibagi ke
dalam kelompok kecil
yang beranggotakan 3-
5 orang
2.Bagikan wacana atau
tugas yang sesuai
dengan materi yang
diajarkan
3. Masing-masing siswa dalam kelompok
mendapatkan wacana/tugas yang berbeda-beda dan
memahami informasi yang ada di dalamnya
Langkah 3
1. Apabila tugas sudah
selesai dikerjakan dalam kelompok ahli, masing- masing siswa kembali kelompok cooperative
(awal)
2. Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing
siswa untuk menyampaikan hasil dari
tugas di kelompok ahli
3.Apabila kelompok sudah menyelesaikan tugasnya,
secara keseluruhan masing-masing kelompok melaporkan hasilnya dan guru memberi klarifikasi
Hasil belajar > KKM
Penilaian proses belajar
Tes Formatif
18
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian dan kajian teori, yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini
adalah: ”Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkakan hasil
belajar Matematika siswa kelas V SD Negeri Kambangan 01 Kecamatan Blado Kabupaten
Batang Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012”