bab ii kajian pustaka 2.1 hakikat...

23
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Puisi Seorang kritikus sastra yang terkenal yaitu A. Richards menunjukkan kepada kita bahwa “suatu puisi mengandung suatu makna keseluruhan” yang merupakan perpaduan dari tema penyair (yaitu mengenai inti pokok puisi itu), perasaan (yaitu sikap sang penyair terhadap bahan atau objeknya), nada (yaitu sikap sang penyair terhadap pembaca atau penikmatnya) dan amanat (yaitu maksud atau tujuan sang penyair). (Morris [et al] 1964:617). Demikianlah dapat disimpulkan bahwa menurut Richards hakekat puisi itu terdiri dari: a. Tema ; makna (sense) b. Rasa (feeling) c. Nada (tone) d. Amanat ; tujuan ; maksud (intention) Keempat unsur atau ciri itu merupakan caturtunggal, satu sama lainnya berhubungan erat. Berikut ini adalah penjelasan singkat masing-masing: a. Tema atau makna Jelas bahwa dengan puisinya sang penyair yang ingin mengemukakan sesuatu bagi para penikmatnya. Sang penyair melihat atau mengalami beberapa kejadian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dia ingin mengemukakan, mempersoalkan, mempermasalahkan hal-hal itu dengan caranya sendiri. Atau dengan perkataan lain, sang penyair ingin

Upload: others

Post on 30-Dec-2019

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Puisi

Seorang kritikus sastra yang terkenal yaitu A. Richards menunjukkan

kepada kita bahwa “suatu puisi mengandung suatu makna keseluruhan” yang

merupakan perpaduan dari tema penyair (yaitu mengenai inti pokok puisi itu),

perasaan (yaitu sikap sang penyair terhadap bahan atau objeknya), nada (yaitu

sikap sang penyair terhadap pembaca atau penikmatnya) dan amanat (yaitu

maksud atau tujuan sang penyair). (Morris [et al] 1964:617). Demikianlah

dapat disimpulkan bahwa menurut Richards hakekat puisi itu terdiri dari:

a. Tema ; makna (sense)

b. Rasa (feeling)

c. Nada (tone)

d. Amanat ; tujuan ; maksud (intention)

Keempat unsur atau ciri itu merupakan caturtunggal, satu sama lainnya

berhubungan erat. Berikut ini adalah penjelasan singkat masing-masing:

a. Tema atau makna

Jelas bahwa dengan puisinya sang penyair yang ingin

mengemukakan sesuatu bagi para penikmatnya. Sang penyair melihat atau

mengalami beberapa kejadian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Dia ingin mengemukakan, mempersoalkan, mempermasalahkan hal-hal itu

dengan caranya sendiri. Atau dengan perkataan lain, sang penyair ingin

9

mengemukakan pengalaman-pengalamannya kepada para penikmat “the

poet in a sense is a maker of experiences”.

Setiap puisi mengandung suatu “subject matter” untuk

dikemukakan atau ditonjolkan dan hal ini tentu saja tergantung kepada

beberapa faktor, antara lain falsafah hidup, lingkungan, agama, pekerjaan,

pendidikan sang penyair. Kiranya sangatlah sulit untuk mengerti bila ada

sebuah puisi yang tanpa “subject matter”. Hanya terkadang sang penyair

sangat lihai menyelebunginya sehingga para penikmat harus berusaha

sekuat daya untuk mengungkapkannya. Di samping itu setiap puisi juga

harus mengandung makna, sekalipun mungkin dalam beberapa puisi

makna tersebut rada saru samar, terlebih lagi kalau sang penyair begitu

mahir dalam mempergunakan “figurative languange” dalam karyanya.

b. Rasa

Rasa atau feeling adalah “the poet’s attitude toward his subject

matter”, yaitu sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang

terkandung dalam puisinya. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita

jumpai dua orang atau lebih menghadapi keadaan yang sama tetapi justru

dengan sikap yang berbeda.

c. Nada

Nada adalah “sikap sang penyair terhadap pembacanya”. Atau

dengan perkataan lain: sikap sang penyair terhadap para penikmat

karyanya. Nada yang dikemukakan oleh seorang penyair dalam suatu sajak

akan ada sangkut pautnya atau hubungannya yang erat dengan tema dan

rasa yang terkandung dalam puisi tersebut.

10

d. Tujuan

Orang hidup ada tujuan, orang bekerja ada tujuan dan orang belajar

tentu juga memiliki tujuan. Tujuanlah yang mendorong orang melakukan

sesuatu. Hanya terkadang tujuan itu tidak disadari namun dia tetap ada

secara eksplisit atau secara implisit. Demikian pula dengan para penyair,

sadar atau tidak sadar dia mempunyai tujuan dengan sajak-sajak

ciptaannya. Apakah tujuan ini untuk memenuhi kebutuhan pribadi sendiri

atau orang lain bergantung kepada pandangan hidup sang penyair.

1) Unsur Batin Puisi

Adapun unsur batin puisi adalah sebagai berikut:

a) Tema atau makna

Tema adalah gagasan pokok yang dikemukakan oleh

penyair melalui puisinya. Tema mengacu pada penyair, tema

bersifat khusus (diacu oleh penyair), objektif (semua pembaca harus

menafsirkan sama), lugas (bukan makna kias yang diambil dari

konotasinya). Tema yang biasanya sering terdapat dalam puisi

adalah sebagai berikut:

(1) Tema ketuhanan

Tema ketuhanan sering disebut tema religius filosofis, yaitu

tema puisi yang mampu membawa manusia untuk lebih

bertaqwa, lebih merenungkan kekuasaan Tuhan dan menghargai

alam seisinya.

11

(2) Tema kemanusiaan

Melalui peristiwa atau tragedi yang digambarkan penyair dalam

puisi, penyair berusaha meyakinkan pembaca tentang

ketinggian martabat manusia.

(3) Tema patriotisme

Penyair mengajak pembaca untuk meneladani orang-orang yang

telah berkorban demi bangsa dan tanah air. Mereka rela mati

demi kemerdekaan.

(4) Tema cinta tanah air

Tema tanah air berupa pujaan kepada tanah kelahiran atau

negeri tercinta.

(5) Tema cinta kasih antara pria dan wanita

Mengungkapkan kisah cinta pria dan wanita.

(6) Tema kerakyatan atau demokrasi

Mengungkapkan bahwa rakyat memiliki kekuasaan karena

sebenarnya rakyatlah yang menentukan pemerintah suatu

negara.

(7) Tema keadilan sosial (protes sosial atau kritik sosial)

Tema keadilan sosial ditampilkan oleh puisi-puisi yang

menuntut keadilan bagi kaum yang tertindas. Puisi jenis ini juga

disebut sebagai puisi protes sosial karena mengungkapkan

protes terhadap ketidakadilan di dalam masyarakat yang

dilakukan oleh kaum kaya, penguasa bahkan negara terhadap

rakyat jelata.

12

(8) Tema pendidikan atau budi pakerti

Tema ini berupa nasihat-nasihat.

b) Rasa, yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang

terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat

kaitannya dengan latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin,

kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman,

sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman

pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah

tidak bergantung pada kemampuan penyair dalam memilih kata-

kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja tetapi juga lebih

bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan

kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan

psikologis.

c) Nada dan suasana, yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada

juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat

menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja

sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan

masalah begitu saja kepada pembaca dengan nada sombong

menganggap bodoh dan rendah pembaca dan lain-lain.

d) Amanat, pesan atau nasihat yang ditangkap pembaca. Sikap dan

pengalaman pembaca sangat berpengaruh kepada amanat puisi.

Cara menyimpulkan amanat puisi sangat berkaitan dengan cara

pandang pembaca kepada suatu hal. Meskipun ditentukan

13

berdasarkan cara pandang pembaca, amanat tidak dapat lepas dari

tema puisi yang dikemukan penyair.

Ditinjau dari bentuk maupun isinya, ragam puisi itu bermacam-

macam. Ragam puisi ini sedikitnya akan dibedakan diantaranya:

1) Puisi epik, yakni puisi yang di dalamnya mengandung cerita

kepahlawanan.

2) Puisi naratif, yakni puisi yang di dalamnya mengandung suatu cerita

dengan pelaku, perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa

tertentu yang menjalin suatu cerita.

3) Puisi lirik, yakni puisi yang berisi luapan batin individual penyairnya

dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, maupun suasana

batin yang melingkupinya.

4) Puisi dramatik, yakni salah satu jenis puisi yang secara objektif

menggambarkan perilaku seseorang, baik lewat lakuan, dialog, maupun

monolog sehingga mengandung suatu gambaran kisah tertentu.

5) Puisi didaktik, yakni puisi yang mengandung nilai-nilai kependidikan

yang umumnya tertampil eksplisit.

6) Puisi satirik, yaitu puisi yang mengandung sindiran atau kritik tentang

kepincangan atau ketidakberesan kehidupan suatu kelompok maupun

suatu masyarakat.

7) Romance, yakni puisi yang berisi luapan rasa cinta seseorang terhadap

sang kekasih.

8) Elegi, yakni puisi ratapan yang mengungkapkan rasa pedih seseorang.

14

9) Ode, yaitu puisi yang berisi pujian terhadap seseorang yang memiliki

jasa ataupun sikap kepahlawanan.

10) Himne, yaitu puisi yang berisi pujian kepada Tuhan maupun ungkapan

rasa cinta terhadap bangsa ataupun tanah air.

2.2 Anatomi Puisi

Puisi adalah sintesis dari berbagai peristiwa bahasa yang telah tersaring

semurni-murninya dan berbagai proses jiwa yang mencari hakikat

pengalamannya, tersusun dengan system korespodensi dalam salah satu

bentuk.

Bila dibandingkan dengan prosa, puisi lebih bersifat:

1. Intuisi

Intuisi adalah satu daya atau kemampuan melihat sesuatu kebenaran

atau kenyataan tanpa pengalaman langsung atau dibantu oleh suatu proses

logika. Sebuah puisi dapat diumpamakan sebagai suatu pernyataan, yang

muncul dari suatu kemampuan penyairnya melihat sesuatu secara antusias

dengan jurus yang tepat. Intuisi merupakan suatu ketajaman hati atau

bisikan kalbu dalam menangkap isyarat-isyarat alam yang penuh makna.

2. Imajinasi

Imajinasi dapat dikatakan sebagai suatu hasil kreatifitas berfikir.

Imajinasi dalam puisi merupakan upaya memperkuat kesan suatu

pengalaman jiwa yang hendak disampaikan penyairnya. Disamping itu ia

berperan pula menghubungkan satu bagian dengan bagian lain, sehingga ia

bagaikan membentuk suatu jaringan yang akhirnya membentuk satu puisi

yang kompak.

15

3. Sintesis

Sintesis berarti suatu kesatuan, suatu gabungan atau ikatan yang

merupakan lawan dari analisis yang berarti terurai, yang terlihat unsure –

unsur yang membentuk keseluruhan. Sutu karakteristik dari kesintesisan

puisi adalah pernyataan yang bersifat unik, tidak langsung, tetapi dapat

mengandung pengertian yang luas.

Puisi bila ditinjau dari bentuk mentalnya dibagi atas:

1. Epik

Epik adalah salah satu jenis puisi yang panjang. Ia menceritakan suatu

peristiwa yang pada umumnya menyangkut tokoh–tokoh yang gagah

perkasa, pemberani dalam membela kebenaran.

2. Lirik

Lirik ialah puisi yang sangat pendek yang mengekpresikan emosi.

3. Dramatik

Dramatik ialah puisi yang berbentuk dialog. Biasanya dibaca oleh lebih dari

satu orang agar lebih dapat dihayati atau ditangkap pesannya secara baik.

4. Naratif

Naratif adalah puisi yang menggambarkan tentang penderitaan hidup yang

disampaikan secara indah tetapi karakter pelakunya sederhana dan tidak

sepanjang puisi epik.

Unsur–unsur yang membangun puisi dibagi menjadi dua bagian yaitu:

16

1. Bentuk fisik puisi, mencakup penampilannya dalam bentuk nada dan larik

puisi. Termasuk kedalamnya irama, sajak, intonasi, pengulangan dan

kebiasaan lainnya.

2. Bentuk mental, terdiri dari tema, urutan logis, pola asusiasi, satuan arti yang

dilambangkan dan pola-pola citra dan emosi.

3. Kedua bentuk ini, terjalin dan terkondinasi secara utuh yang membentuk

dan memungkinkan sebuah puisi itu memantulkan makna, keindahan, dan

imajinasi bagi pembacanya.

Beberapa cara untuk mencapai kepuitisan dan keindahan adalah sebagai

berikut:

1. Adanya keaslian

2. Kejelasan

3. Memukau

4. Sugestif

5. Cara berfikir runtut dan bercerita yang menarik

Emosi member pengaruh terhadap cara berbuat dan cara berfikir

seseorang. Emosi yang ada dalam puisi harus cocok dengan tujuan dan situasi

yang dikemukakannya. Pemanfaatan emosi dalam suatu puisi akan tergantung

kepada pembentukan asosiasi mental.

Asosiasi mempunyai kekuatan yang besar untuk membangkitkan

emosi. Asosiasi dalam puisi berperan utama dalam member efek atau pengaruh

kepada pembaca. Puisi tidak dapat melengahkan masalah asosiasi. Semua

metafora tergantung pada asosiasi, sedangkan metafora itu sendiri merupakan

jiwa puisi.

17

Bunyi dalam puisi memegang peranan yang amat penting, tanpa bunyi

yang merdu dan harmonis tidak bakal ada puisi yang dapat dikatakan puitis dan

indah.

Irama adalah suatu gerak yang teratur, sutu rentetan bunyi berulang dan

menimbulkan variasi-variasi yang menciptakan gerak yang hidup. Pengaruh

irama dalam puisi sangat besar, ia menyebabkan terjadinya rasa keindahan,

timbulnya imajinasi, munculnya daya pukau, dan lebih dari itu ia dapat

memperkuat pengertian.

Diksi berarti pemilihan kata. Pemilihan dan pemanfaatan kata

merupakan aspek yang utama dalam dunia puisi. Puisi mempunyai nilai seni

bila pengalaman jiwa yang menjadi dasarnya dapat dijelmakan kedalam kata.

Seorang penyair mestinya sensitive kepada bahasanya, kepada pilihan kata-

kata.

Pengimajian adalah penataan kata yang menyebabkan makna yang

abstrak menjadi konkrit dan cermat. Beberapa upaya dalam pengimajian ini

adalah dengan menggunakan kombinasi kata dan repetisi.

1. Kombinasi kata

Membuat kombinasi kata dapat ditempuh berbagai cara.

a. Penjajaran paralelisme,yakni menggunakan kata yang sama artinya.

b. Penjajaran paradoksal, yakni penjajarankata yang artinya bertentangan.

c. Penjajaran yang bersifat perbandingan,yakni pengucapan yang

berhubungan dengan perbandingan langsung.

d. Personifikasi, yakni cara pengimajian dengan memberikan sifat-sifat

manusia kepada benda mati.

18

e. Perumpamaan, yakni dengan cara perbandingan biasa, yang

menggunakan kombinasi kata-kata.

2. Repetisi

Repetisi adalah cara pengimajian dengan mengulang bagian –

bagian tertentu, diharapkan bagian tersebut lebih mendapat perhatian, lebih

ditekankan, dan lebih jelas maknanya.

3. Simbolik

Dengan simbolik sesuatu yang abstrak bias dijadikan lebih konkrit,

dan dengan simbolik dapat pula memberikan kesan yang yang dalam

pengalaman luas tentang sesuatu hal yang mempunyai sifat yang

bermacam-macam.Penggunaan simbolik tidak lain disebabkan anggapan

kaum simbolis bahwa apapun yang dapat ditangkap panca indra hanyalah

lambing dari kenyataan yang sebenarnya, sedangkan kenyataan sebenarnya

tidak dapat ditangkap panca indra seberti bentuk cinta, kecewa, atau sukses.

4. Inversi

Inversi adalah gaya pengucapan yang membalikkan urutan subjek

dan predikat atau membalikkan pola susunan kata dalam suatu frase. Dalam

puisi, inverse digunakan untuk penegasan idea tau perasaan.

2.3 Sosiologi Sastra dalam Puisi

Sosiologi sastra, yang memahami fenomena sastradalam hubungannya

dengan aspek sosial,merupakan pendekatan atau cara membaca danmemahami

sastra yang bersifat interdisipliner. Oleh karena itu, sebelum menjelaskan

hakikat sosiologi sastra, seorang ilmuwan sastra seperti Swingewood dalam

19

The Sociology of Literature (1972) mendefinisikan sosiologi sebagai studi yang

ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai

lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Sosiologi berusaha menjawab

pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara

kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup.

Sedangkan seorang ilmuwan sastra seperti Abdul Chaer menjelaskan

bahwa sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia

dalam masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga serta proses sosial yang ada

di dalam masyarakat (Chaer dan Agustina, 1995:3). Definisi tersebut tidak jauh

berbeda dengan definisi mengenai sosiologi yang dikemukakan oleh Soerjono

Sukanto (1970), bahwa sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada

segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk

mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.

Baik sosiologi maupun sastra memiliki objek kajian yang sama, yaitu

manusia dalam masyarakat,memahami hubungan-hubungan antarmanusia

danproses yang timbul dari hubungan-hubungan tersebutdi dalam

masyarakat.Bedanya, kalau sosiologi melakukan telaah objektif dan ilmiah

tentang manusia dan masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial,

mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung

dan bagaimana ia tetap ada, maka sastra menyusup, menembus permukaan

kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat

dengan perasaannya, melakukan telaah secara subjektifdan personal

(Damono,1979).

20

Swingewood (1972) memandang adanya duacorak penyelidikan

sosiologi yang mengunakan data sastra. Yang pertama, penyelidikan yang

bermuladari lingkungan sosial untuk masuk kepada hubungansastra dengan

faktor di luar sastra yang terbayangdalam karya sastra. Oleh Swingewood, cara

sepertiini disebut sociology of literature (sosiologi sastra).Penyelidikan ini

melihat faktor-faktor sosial yang menghasilkan karya sastra pada masa dan

masyarakat tertentu. Kedua, penyelidikan yang menghubungkan struktur karya

sastra kepada genre dan masyarakat tertentu. Cara kedua ini dinamakan literary

of sociology (sosiologi sastra).

Dalam paradigma studi sastra, sosiologi sastra, terutama sosiologi karya

sastra, dianggap sebagai perkembangan dari pendekatan mimetik, yang

dikemukakan Plato, yang memahami karya sastra dalam hubungannya dengan

realitas dan aspek sosial kemasyarakatan. Pandangan tersebut dilatarbelakangi

oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat terlepas dari realitas

sosial yang terjadi dalam masyarakat. Seperti yang pernah dikemukakan oleh

Ritzer (1975) menganggap sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang

multiparadigma. Ritzer menemukan setidaknya tiga paradigma yang

merupakan dasar dalam sosiologi, yaitu paradigma fakta-fakta sosial,

paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial. Oleh karena itu,

pemahaman terhadap karya sastrapun harus selalu menempatkannya dalam

bingkaiyang tak terpisahkan dengan berbagai variabeltersebut: pengarang

sebagai anggota masyarakat,kondisi sosial budaya, politik, ekonomi yang

ikutberperan dalam melahirkan karya sastra, sertapembaca yang akan

membaca, menikmati, sertamemanfaatkan karya sastra tersebut.

21

Sosiologi merupakan studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia

dalam masyarakat, studi mengenai lembaga sosial dan proses-proses sosial.

Sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat

dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya dan mengapa masyarakat itu bertahan

hidup. Lewat penelitian yang ketat mengenai lembaga-lembaga sosial, agama,

ekonomi, politik, dan keluarga yang secara bersama-sama membentuk apa

yang disebut sebagai struktur sosial, sosiologi dikatakan memperoleh

gambaran mengenai cara-cara manusia menyesuaikan dirinya dan ditentukan

oleh masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran mengenai mekanisme

sosialisasi, proses belajar secara kultural, yang dengannya individu-individu

dialokasikan pada dan menerima peranan-peranan tertentu dalam struktur

sosial itu (Swingewood dalam Faruk, 2010: 1).

Mengenai ragam pendekatan terhadap karya sastra kajian sosiologis

mempunyai tiga klasifikasi (Wellek dan Warren: 1986) (a) Sosiologi

pengarang (b) Sosiologi karya sastra (c) Sosiologi sastra dalam sosiologi

pengarang. wilayahya mencakup dan memasukkan status sosial , ideologi

sosial dan lain sebagainya menyangkut pengarang, dalam hal ini berhubungan

posisi sosial pengarang dalam masyarakat dan hubungannya dengan

rnasyarakat sastra: mengenai sosiologi karya sastra, yaitu mempermasalahkan

karya sastra itu sendiri dengan kata lain menganalisis struktar karya dalam

hubungannya antara karya seni dengan kenyataan dengan tujuan menjelaskan

apa yang dilakukan dalam proses membaca dan memahami karya sastra,

sosiologi sastra, wilayah cakupannya dan memasalahkan pembaca sebagai

penyambut dan penghayat karya sastra serta pengaruh sosial karya sastra

22

terhadap pembaca atau dengan kata lain memasalahkan tentang pembaca dan

pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.

Penelaahan unsur sosiologis karya sastra khususnya roman juga

dikaitkan dengan sistem kemasyarakatan karena dalam sistem ini terjadi

interaksi sosial yang cenderung menghasilkan suatu kebudayaan .Dimana di

dalamnya mengatur cara manusia hidup berkelompok clan berinteraksi dalam

jalinan hidup bermasyarakat. Hal ini berpengaruh terhadap kehidupan manusia

yang mengalarni berbagai modernisasi. Manusia dalam menjalani kehidupan

manusia harus menyadari akan kefanaan hidup itu sendiri.

Sebagai pendekatan yang memahami, menganalisis, dan menilai karya

sastra dengan mempetimbangkan segi-segi kemasyarakatan (sosial), maka

dalam perspektif sosiologi sastra, karya sastra tidak lagi dipandang sebagai

sesuatu yang otonom, sebagaimana pandangan strukturalisme. Keberadaan

karya sastra, dengan demikian selalu harus dipahami dalam hubungannya

dengan segi-segi kemasyarakatan. Sastra dianggap sebagai salah satu

fenomena sosial budaya, sebagai produk masyarakat. Pengarang, sebagai

pencipta karya sastra adalah anggota masyarakat. Dalam menciptakan karya

sastra, tentu dia juga tidak dapat terlepas dari masyarakat tempatnya hidup,

sehingga apa yang digambarkan dalam karya sastra pun sering kali merupakan

representasi dari realitas yang terjadi dalam masyarakat.

Bertolak dari hal tersebut, maka dalam kerangka sosiologi sastra, karya

sastra antara lain dapatdipandang sebagai produk masyarakat, sebagai

saranamenggambarkan kembali (representasi) realitas dalam masyarakat.

Sastra juga dapat menjadi dokumendari realitas sosial budaya, maupun

23

politikyang terjadi dalam masyarakat pada masa tertentu.Demikian juga,

pembaca yang menikmati karya sastra. Pembaca pun merupakan anggota

masyarakat, dengan sejumlah aspek dan latar belakang sosial budaya, politik,

dan psikologi yang ikut berpengaruh dalam memilih bacaan maupun memaknai

karya yang dibacanya. Di samping itu, sastra juga dapat menjadi sarana untuk

menyampaikan nilai-nilai ataupun ideologi tertentu pada masyarakat pembaca.

Sastra juga sangat mungkin menjadi alat melawan kebiadaban atau

ketidakadilan dengan mewartakan nilai-nilai yang humanis.

2.4 Jenis-Jenis Kritik Sosial

Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat

yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya suatu sistem

sosial. Kritik sosial terdiri dari dua istilah yakni dari kata kritik dan sosial.

Dalam pengertian kamus besar Bahasa Indonesia di jelaskan bahwa kritik ialah

suatu kecaman atau tanggapan serta uraian dan pertimbangan baik buruk suatu

hasil karya, pendapat dan sebagainya. Pengertian sosial memiliki arti berteman,

bersama, berserikat, yang bermaksud untuk mengerti kejadian-kejadian dalam

masyarakat yaitu persekutuan manusia, untuk dapat berusaha mendatangkan

perbaikan dalam kehidupan bersama.

Seiring perkembangan zaman, kritik sosial politik bisa dilayangkan

dengan cara dan bentuk pusparagam, salah satunya adalah dengan

menggunakan media seni dan sastra. Media seni dan sastra sendiri sejatinya

sudah lama dijadikan media untuk melayangkan kritik perlawanan atas

kemapanan dan penindasan yang dilakukan oleh elit penguasa. Pada umumnya,

kritik dan perlawanan yang muncul dalam media musik, seni rupa dan sastra

24

sulit untuk dipahami makna kritiknya. Di dalam ranah penelitian sastra, kritik

sosial sangat berperan penting dalam mempertimbangkan baik buruk hasil

karya sastra tersebut.

Menurut Sawardi (1974:2), kritik berarti menyodorkan kenyataan

secara penuh tanggung jawab dengan tujuan agar orang yang bersangkutan

mengadakan perbaikan diri. Sastra pada umumnya menampilkan gambaran

kehidupan sosial tertentu. Kenyataan sosial yang ditampilkan oleh pengarang

dalam karyanya dapat merubah nilai-nilai kehidupan pembaca atau dalam

fungsi ini Sawardi (1974:2) menyatakan bahwa sastra dapat dijadikan sebagai

sarana kritik sosial. Sastra berada di tengah masyarakat yang muncul karena

desakan-desakan emosional atau rasional dari masyarakat. Sastra

mencerminkan persoalan sosial yang ada dalam masyarakat dan pengarang

memiliki taraf kepekaan yang tinggi dalam menerjemahkan sosial

dilingkungan tersebut. Karya sastra juga mencerminkan kritik sosial yang

barangkali tersembunyi.

Menurut Suyitno (2009:1) kata kritik berasal dari bahasa Yunani Kuno

krites untuk menyebut hakim. Kata benda krites itu berasal dari kata kerja

krinein yang berarti menghakimi. Kata krinein merupakan pangkal dari kata

benda kriterion yang berarti dasar penghakiman. Kemudian timbul kata

kritikos yang diartikan sebagai hakim karya sastra. Kritik sastra merupakan

bidang studi sastra untuk “menghakimi” karya sastra, untuk memberi penilaian

atau keputusan mengenai bermutu atau tidaknya suatu karya sastra (Pradopo,

2002: 32). Dalam kritik sastra, suatu karya sastra diuraikan (dianalisis) unsur-

unsurnya atau norma-normanya, diselidiki, diperiksa satu per satu, kemudian

25

ditentukan berdasarkan “hukum-hukum” penilaian karya sastra, bernilai atau

kurang bernilainya karya sastra itu.

Fananie (2000:20) menjabarkan bahwa kritik sastra adalah semacam

pertimbangan untuk menunjukkan kekuatan atau kebagusan dan juga

kekurangan yang terdapat dalam karya sastra. Karena itu hasil dari kritik sastra

biasanya mencakup dua hal yaitu baik dan buruk (goodness atau dislikeness).

Pada proses penciptaan sebuah karya, tidak jarang pengarang atau pencipta

lagu (seniman) menyelipkan pesan-pesan sosial yang hendak disampaikan

kepada pembaca. Diantaranya dapat berupa kritik sosial yang sengaja

dihadirkan untuk disampaikan kepada para penikmat sastra. Kritik sosial yang

dihadirkan dalam sebuah karya sastra menjadi penting peranannya, ketika

seorang pengarang tersebut di dalam melahirkan karya sastranya mempunyai

tujuan atau sebuah misi.

Bahkan beratasnamakan amanat sosial yang diembannya, ia akan

dengan sengaja menyampaikan kritik sosial tersebut melalui karya yang

diciptakannya. Kritik sosial merupakan alat atau mediasi antar golongan dalam

masyarakat. Sebagaimana diungkapkan oleh Ratna (2008:243), bahwa karya

seni, khususnya sastra merupakan alat atau media untuk menyatukan individu,

kelompok, suku dan bahkan antar bangsa. Karya sastra dapat juga dijadikan

sebagai sarana aspirasi masyarakat dan dapat pula dikatakan sebagai

perjuangan non fisik, selanjutnya juga ditambahkan bahwa sastra bisa

disampaikan melalui sarana gaya bahasa, peribahasa, kiasan semboyan dan

berbagai manifestasi metaforis dalam kehidupan sehari-hari.

26

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kritik

sosial dalam karya sastra merupakan upaya yang dilakukan seorang pengarang,

dengan cara memberikan suatu tanggapan terhadap persoalan-persoalan yang

ia lihat pada masyarakat. Sedangkan, tanggapan tersebut biasanya disertai

dengan pertimbangan atau pemikiran pengarang. Tanggapan atau

ketimpangan-ketimpangan yang berbentuk kritik dalam karya sastra dapat pula

berasal dari sebagian orang atau sebagian kelompok yang merasakan dampak

dari ketimpangan-ketimpangan yang terjadi. Selanjutnya, pengarang mencoba

menyatakan kesalahan atau ketimpangan dalam masyarakat yang ia ketahui

dan ia dengar melalui bentuk sindiran, ejekan, bahkan celaan dengan tujuan

menyadarkan objek sasaran.

Jenis-jenis kritik sosial adalah sebagai berikut:

1. Kritik Sosial terhadap Pemerintah

Pemerintah dalam hal ini memegang peranan penting karena dalam

suatu negara pemerintah yang menetapkan, menyatakan dan menjalankan

kemauan individu-individu yang tergabung dalam organisasi politik.

Rosyada dkk (2000:47) mengemukakan pemerintah adalah alat

kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk

mencapai tujuan negara. Kritik dari masyarakat berfungsi sebagai kontrol

terhadap pemerintah untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Ketika pemerintah mampu menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya

maka kehidupan dalam negara ini akan berjalan kondusif. Oleh karena itu

pemerintah harus memperbaiki sistem-sistem yang belum sepenuhnya

berpihak kepada rakyat.

27

2. Kritik terhadap Kekuasaan

Mahyudin (2009:218) mengatakan bahwa kekuasaan merupakan

kemampuan pelaku untuk mempengaruhi tingkah laku pelaku lain

sedemikian rupa sehingga tingkah laku pelaku terakhir menjadi sesuai

dengan keinginan pelaku yang mempunyai kekuasaan. Ketika kekuasaan

hanya mementingkan kepentingan pribadi tanpa memperdulikan

kepentingan rakyatmaka rakyat kecil akan semakin dikesampingkan.

Hukum di Indonesia masih mengistimewakan seseorang yang mempunyai

kekuasaan. Dalam hal ini kekuasaan bukan hanya dimiliki oleh para pejabat

pemerintah. Namun, kekuasaan juga dimiliki oleh seseorang yang

mempunyai taraf ekonomi tinggi. Banyak kasus hukum yang tidak tuntas

dan tidak diketahui penyelesaiannya. Hal tersebut dikarenakan hukum di

Indonesia masih ternilai dengan angka, sehingga masih ada oknum jaksa

yang terkena kasus suap.

3. Kritik terhadap Ekonomi

Menurut Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam

(2008:14) secara umum ekonomi didefinisikan sebagai perlakuan manusia

dalam menggunakan sumber daya untuk memproduksi barang dan jasa

yang dibutuhkan manusia.Jadi ekonomi merupakan sebuah proses kegiatan

manusia yang memanfaatkan sumber daya untuk menghasilkan barang

maupun jasa demi terpenuhinya kebutuhan manusia. Tingkat

perekonomian sebuah negara akan mempengaruhi daya hidup rakyatnya.

Apabila tingkat ekonominya tinggi maka akan menyejahterakan rakyatnya,

28

dan apabila perekonomian sebuah negara lemah maka akan membuat

rakyat sulit untukmemperoleh kehidupan yang layak.

Indonesia merupakan negara berkembang, di mana kesenjangan

masyarakat taraf ekonomi menengah kebawah dan masyarakat yang

bertaraf ekonomi menengah ke atas sangat jelas terlihat. Keputusan atau

kebijakan pemerintah dirasa kurang berpihak pada rakyat kecil.

Penggusuran perumahan padat penduduk tanpa jalan keluar, kenaikan

harga bahan pokok yang tidak terkontrol, undang-undang ketenagakerjaan

yang memberlakukan sistem kontrak, dan sebagainya semakin membuat

rakyat kecil sulit untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

4. Kritik terhadap HAM (Hak Asasi Manusia)

Rosyada dkk (2000:200) mengatakan bahwa HAM (Hak Asasi

Manusia) adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati

dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati,

dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara. Melalui

HAM itulah manusia akan memiliki rasa saling menghormati dan

menghargai hak antar sesama. Jadi HAM adalah suatu hal yang harus

dijaga baik oleh individu masyarakat maupun negara yang menjadi tempat

singgahnya suatu kelompok manusia agar tercipta sebuah kehidupan yang

kondusif.

2.5 Sinopsis Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput

Wiji Thukul merupakan salah satu penyair Indonesia yang berhasil

mencatatkan namanya di jagad perpuisian Indonesia. Puisi-puisinya banyak

menyuarakan penderitaan masyarakat akar rumput (kaum marginal, kelas

29

bawah). Suara akar rumput inilah yang selalu menjadi tema utama dalam puisi-

puisinya yang ditulis sekitar tahun 1980-an hingga menjelang reformasi tahun

1998. Bahkan berbagai kritik tajam yang dituangkan dalam puisi-puisinya

sempat membuat gerah rezim penguasa saat itu. Hal ini pula yang diduga

menjadi penyebab hilangnya Wiji Thukul yang sampai sekarang tidak

diketahui kabar dan keberadaannya.

Wiji Thukul lahir di kampung Sorogenen, Solo pada 26 Agustus 1963.

Lahir dari keluarga tukang becak, Wiji drop out dari sekolahnya di Sekolah

Menengah Karawitan untuk kemudian menjadi buruh pelitur mebel. Menulis

puisi sejak SD, bakatnya tertempa ketika ikut teater sejak SMP. Puisi-puisinya

telah diterbitkan dalam sejumlah buku kumpulan puisi. Di antaranya ada Puisi

Pelo dan Darman dan Lain-lain (keduanya diterbitkan Taman Budaya

Surakarta pada 1984), Mencari Tanah Lapang (Manus Amici, Belanda 1994)

dan Aku Ingin Jadi Peluru (Indonesia Tera, 2000).Namun, di luar itu

sebenarnya masih banyak lagi karya Wiji Thukul yang tersebar di berbagai

selebaran, majalah, koran mahasiswa, jurnal buruh dan media lainnya.

Nyanyian Akar Rumput: Kumpulan Lengkap Puisi Wiji

Thukul merupakan buku kumpulan lengkap puisi Wiji Thukul, baik yang

pernah diterbitkan dalam bentuk buku, maupun yang tersebar di berbagai

media. Buku kumpulan lengkap puisi yang diterbitkan Gramedia Pustaka

Utama, Maret 2014 ini menjadi salah satu buku yang berupaya mengumpulkan

semua. Total ada 171 puisi yang dibagi dalam 7 bab. Yakni, bab (1)

Lingkungan Kita si Mulut Besar, (2) Ketika Rakyat Pergi, (3) Darman dan

Lain-lain, (4) Puisi Pelo, (5) Baju Loak Sobek Pundaknya, (6) Yang Tersisih,

30

dan (7) Para Jendral Marah-marah. Judul buku, “Nyanyian Akar Rumput”

diambil dari salah satu puisi yang diambil dari bab pertama, hal 25.

Berikut petikannya.

jalan raya dilebarkan/ kami terusir/ mendirikan kampung/ digusur/

kami pindah-pindah/ menempel di tembok-tembok / dicabut/ terbuang/

kami rumput/ butuh tanah/ dengar!/ ayo gabung ke kami/ biar jadi

mimpi buruk presiden! / juli 88.

Puisi-puisi dalam kumpulan ini kental bicara tentang kemiskinan,

ketertindasan, keterpinggiran yang dialami oleh kaum marginal (masyarakat

kelas bawah). Puisi-puisi tersebut masih relevan hingga kini. Kata-kata dan

bahasanya sangat keras, tegas, dan jauh dari basa-basi, romantisme, dan kata-

kata yang berbunga-bunga. Tak perlu mengerutkan kening untuk memahami

puisi-puisi Wiji Thukul, semua begitu gamblang diekspresikan oleh penyair.

Berbagai hal yang dekat dengan masyarakat bawah banyak ditampilkan dalam

buku puisi ini, misalnya gudang, pabrik, perkampungan kumuh, air comberan,

sambal bawang, dan masih sebagainya. Puisi-puisi Wiji Thukul dalam

kumpulan puisi ini menyuarakan penderitaan, tetapi tidak dengan cara yang

cengeng dan rapuh.

Nyanyian akar rumput menjadi pengingat sekaligus potret buram

perjalanan negeri ini. Di saat para pejabat menikmati kekuasaan mereka, selalu

ada rakyat kecil yang terjepit dan menjerit. Nasib rakyat menjadi permainan

kekuasaan. Selarik puisinya yang berjudul ”perlawanan” menjadi jargon yang

sangat terkenal dalam perjuangan melawan penindasan dan kesewenang-

wenangan rezim penguasa: Hanya satu kata, lawan!