bab ii kajian pustaka 2.1. anatomi dan fisiologi hidung ii.pdf · terletak di antara konka media...

24
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung Hidung merupakan organ penting yang menjadi salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas nasus eksternus (hidung luar) dan cavum nasi. Hidung luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan, di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan (Irawati dkk., 2007). Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah yakni pangkal hidung, dorsum nasi, puncak hidung (apeks), alas nasi, kolumela dan lubang hidung. Hidung luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang hidung terdiri dari sepasang os nasalis (tulang hidung), prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontalis. sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan terletak di bagian bawah hidung yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior dan sepasang kartilago nasalis lateral inferior (kartilago alar mayor).

Upload: truongdung

Post on 02-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung

Hidung merupakan organ penting yang menjadi salah satu organ pelindung

tubuh terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas nasus

eksternus (hidung luar) dan cavum nasi. Hidung luar menonjol pada garis tengah di

antara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian

yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan, di bawahnya terdapat

kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah adalah lobulus

hidung yang mudah digerakkan (Irawati dkk., 2007).

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah

yakni pangkal hidung, dorsum nasi, puncak hidung (apeks), alas nasi, kolumela dan

lubang hidung. Hidung luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh

kulit, jaringan ikat dan beberapa otot yang berfungsi untuk melebarkan atau

menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang hidung terdiri dari sepasang os

nasalis (tulang hidung), prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os

frontalis. sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan

terletak di bagian bawah hidung yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior dan

sepasang kartilago nasalis lateral inferior (kartilago alar mayor).

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

7

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke

belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya. Kavum nasi bagian

anterior disebut nares anterior dan bagian posterior disebut nares posterior atau koana

yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Vestibulum terletak tepat di

belakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea

dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrissae. Septum nasi Septum dibentuk

oleh tulang dan tulang rawan di mana bagian tulang terdiri dari lamina

perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila, krista nasalis os palatine.

Bagian tulang rawan terdiri dari, kartilago septum atau lamina kuadrangularis,

kolumela. Kavum nasi terdiri dari dasar hidung, atap hidung, dinding lateral dan

dinding medial. Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksilaris dan

prosesus horizontal os palatum, atap hidung yang terdiri dari kartilago lateralis

superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan

korpus os sfenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang

dilalui filamen-filamen nervus olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus

olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka

superior. Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os

maksila, os lakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior, lamina

perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial. Konka, pada dinding

lateral hidung terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah

konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media dan konka superior,

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

8

sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya

rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os

maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema

merupakan bagian dari labirin etmoid. Meatus nasi, di antara konka-konka dan

dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Meatus inferior

terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga

hidung. Pada meatus inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis. Meatus media

terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat

muara sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior

yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara

sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding medial, dinding medial hidung

adalah septum nasi. (Gambar 2.1) (Probst dkk., 2006).

Gambar 2.1. Rongga hidung (Probst dkk., 2006).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

9

2.2. Definisi Rinitis Akibat Kerja

Rinitis akibat kerja atau RAK didefinisikan sebagai rinitis yang muncul sebagai

respon dari agen udara yang terdapat pada tempat kerja dan mungkin terjadi karena

reaksi alergi atau bagian dari respon iritasi. Biasanya RAK disebabkan oleh zat di

tempat kerja dengan berat molekul tinggi, berat molekul rendah dan zat-zat iritan

yang melalui mekanisme imunologi atau nonimunologi (Arandelovic dkk., 2004;

Baratawidjaya dan Rengganis, 2009; Gautrin dkk., 2006).

EAACI mengajukan definisi RAK yang disesuaikan dengan definisi asma akibat

kerja yaitu inflamasi hidung baik bersifat persisten atau sementara yang ditandai

dengan kongesti hidung, bersin-bersin, rinore, gatal dan atau gangguan aliran udara

hidung dan atau hipersekresi yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja

(Moscato dkk., 2009).

2.3. Klasifikasi Rinitis Akibat Kerja

Klasifikasi rinitis dibagi menjadi tiga kelompok yaitu rinitis alergi, rinitis infeksi

yang bersifat akut atau kronik dan kelompok ‘lain-lain’. Rinitis kelompok ‘lain-lain’

terdiri dari rinitis idiopatik, sindrom rinitis non alergi eosinofilik, rinitis akibat kerja,

rinitis hormonal, rinitis medikamentosa, rinitis atrofi dan rinitis yang disebabkan

faktor rangsangan makanan atau emosional (Airaksinen, 2010; Bachert, 2006).

EAACI mengajukan pembagian rinitis di lingkungan kerja yang hampir

menyerupai konsep klasifikasi asma akibat kerja atau occupational asthma yang telah

dianut sebelumnya. Pembagian ini bertujuan untuk kepentingan klinis dan penelitian

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

10

epidemiologi. Rinitis di lingkungan kerja dibagi menjadi (i) rinitis akibat kerja:

disebabkan oleh zat alergen atau iritan di lingkungan kerja pada pekerja yang

sebelumnya tidak memiliki gejala rinitis, (ii) eksaserbasi rinitis oleh pajanan

lingkungan kerja: didefinisikan sebagai rinitis baik alergi maupun nonalergi yang

terjadi pada pekerja yang sebelumnya sudah memiliki gejala rinitis dan bertambah

berat setelah terpajan zat alergen atau iritan di lingkungan pekerjaan (Gambar 2.2)

(Moscato dkk., 2009).

Gambar 2.2. Klasifikasi rinitis akibat kerja (Moscato dkk., 2009).

Rinitis yang

berhubungan

dengan kerja Rinitis yang disebabkan oleh kerja =

Rinitis Akibat Kerja (RAK)

Rinitis yang tereksaserbasi oleh kerja=

Rinitis Eksaserbasi Kerja

o RAK alergi (dengan periode laten)

* diperantarai oleh IgE

* tidak diperantarai IgE

o RAK non alergi (tanpa periode laten)

* terpapar tunggal: RUDS

* terpapar multipel:RAK yang diinduksi bahan iritan

* rinitis korosif

RUDS: Reactive Upper Airways Dysfunction Syndrome

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

11

RAK alergi merupakan reaksi hipersensitif dengan karakteristik klinis berupa

hipersensitifitas hidung oleh agen spesifik di lingkungan kerja yang muncul setelah

periode laten. Reaksi alergi tidak terjadi pada pajanan pertama terhadap suatu zat.

Interval terjadinya sensitisasi berlangsung dari beberapa minggu sampai beberapa

tahun (Arandelovic dkk., 2004; Baratawidjaya dan Rengganis, 2009; Drake-Lee dkk.,

2002; Gautrin dkk., 2006).

RAK dengan perantara IgE disebabkan oleh bahan-bahan dengan berat molekul

tinggi atau high molecular weight/HMW yang berasal dari hewan atau tanaman

seperti urin tikus percobaan laboratorium, wol, serangga dan tungau, debu, tepung

gandum, lateks, alergen tumbuh-tumbuhan, misalnya daun tembakau, kopi, merica,

enzim biologis yang digunakan pada industri pembuatan detergen, obat- obatan,

protein ikan dan makanan laut (Arandelovic dkk., 2004; Gautrin dkk., 2006; La Dou,

2004).

RAK tanpa perantara IgE diinduksi oleh bahan-bahan dengan berat molekul

rendah atau low molecular weight/LMW seperti diisosianat pada cat, anhidrides pada

plastik dan cat, bahan dari debu kapur, metal, colophony yang terdapat pada pabrik

elektronik, obat-obat, bahan kimia seperti tinta, katun, serat sintetik, garam persulfat

yang dapat menginduksi pengeluaran IgE spesifik dengan cara berikatan dengan

protein untuk membentuk ikatan hapten-protein (Arandelovic dkk., 2004; Drake-Lee

dkk., 2002; Gautrin dkk., 2006; Moscato dkk., 2009).

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

12

RAK nonalergi dengan Reactive Upper Airways Dysfunction Syndrome

merupakan reaksi rinitis nonimunologi yang terjadi setelah satu kali pajanan terhadap

kadar iritan yang tinggi (Baratawidjaya dan Rengganis, 2009; Moscato dkk., 2009).

RAK terinduksi iritan juga dapat menimbulkan gejala rinitis yang disebabkan

berbagai pajanan iritan berulang tanpa harus disertai adanya pajanan yang jelas

terhadap iritan dalam konsentrasi tinggi seperti gas, kabut, uap, uap air dan debu

termasuk asap rokok, nitrogen oksida, sulfur oksida, ozon, PAN atau peroxyacetyl

nitrite, hypochlorite, ammonia, chloramines, gas chlorine, formaldehyde, glycol

ethers (Drake-Lee dkk., 2002; Gautrin dkk., 2006; Moscato dkk., 2009).

Rinitis korosif merupakan RAK terinduksi iritan yang terparah ditandai dengan

inflamasi persisten mukosa hidung berupa atropi, ulserasi atau perforasi mukosa

hidung dan epistaksis (Moscato dkk., 2009).

Gejala rinitis yang memburuk karena pekerjaan dicetuskan oleh berbagai kondisi

kerja seperti agen iritan yang berasal dari kimia, debu, asap, faktor fisik karena

perubahan temperatur, emosi, mantan perokok, dan bau parfum. Gambaran klinisnya

serupa dengan RAK, tapi mekanisme yang mempengaruhi timbulnya rinitis sulit

untuk diselidiki (Moscato dkk., 2009).

2.4. Epidemiologi Rinitis Akibat Kerja

Di Indonesia angka kejadian rinitis akibat kerja belum diketahui secara pasti

karena saat ini belum pernah dilakukan penelitian multisenter. Menurut penelitian,

diperkirakan 15% pekerja di seluruh dunia menderita rinitis akibat kerja. Pekerja

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

13

industri adalah pekerja terbanyak yang menderita rinitis akibat kerja (48%), disusul

oleh pekerja administrasi (29%) dan pekerja pengolahan bahan jadi (13%). Jenis

pekerjaan yang diketahui berisiko tinggi adalah petani, pekerja laboratorium farmasi,

tukang kayu, pekerja pertambangan, pekerja industri makanan dan pekerja kesehatan.

Para pekerja yang memiliki riwayat alergi individu atau keluarga lebih rentan

terhadap rinitis akibat kerja. Peningkatan konsentrasi alergen dalam lingkungan dan

lamanya waktu pajanan semakin meningkatkan resiko menderita rinitis akibat kerja

(Arandelovic dkk., 2004).

2.5. Patofisiologi Rinitis Akibat Kerja

Rinitis sendiri merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap

sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu

immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang

berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase

allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam

dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat

berlangsung 24-48 jam.

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau

monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan

menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses,

antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul

HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

14

Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). kemudian sel

penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0

untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin

seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di

permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan

dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator)

sehingga ke dua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang

menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi

terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik

dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat

terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama

histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain

prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4),

bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-

6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain.

Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC). Histamin akan

merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal

pada hidung dan bersin-bersin. histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan

sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga

terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

15

histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada

mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1

(ICAM1). Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak

berhenti sampai di sini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam

setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel

inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung

serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag

Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya

gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan

mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP),

Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic

Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor

non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang,

perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi (Irawati dkk., 2007).

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh dengan pembesaran sel

goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan

penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan

mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat

serangan. Di luar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan

dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

16

terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan

hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya

antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:

a. Respon primer

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini

bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai di sini. Bila Ag tidak

berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon

sekunder.

b. Respon sekunder

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga

kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau ke

duanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini,

reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari

sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

c. Respon tersier

Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi

ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya

eliminasi Ag oleh tubuh.

Untuk rhinitis akibat kerja mekanisme terjadinya adalah mekanisme imunologi

IgE mediated yang mendasari terjadinya rhinitis akibat kerja dapat dijelaskan dengan

baik, sedangkan tentang mekanisme non IgE mediated dan iritasi non imunologi

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

17

kurang dapat dijelaskan. Rhinitis akibat kerja ditandai dengan adanya aktivasi sel T

yang disebabkan oleh Specific Inhalation Challenge (SIC) di dalam darah dan sputum

dari pasien dengan rhinitis akibat kerja yang dibandingkan sukarelawan yang sehat.

SIC ini diinduksi oleh sebuah peningkatan dari proporsi IL-13 yang memproduksi sel

T, baik di dalam darah dan sputum dari pasien rhinitis akibat kerja. Pada temuan

terbaru juga menunjukkan bahwa hidung yang tiba-tiba bereaksi disebabkan zat

perisulfat pada penata rambut karena akibat aktivasi dari sel Th1. Pada penelitian

yang lain ditemukan bahwa paparan debu di lingkungan kerja berhubungan dengan

peradangan eosinofilik di hidung yang eksudatif dan menginduksi peningkatan yang

signifikan dari a2 macroglobulin setelah peningkatan histamin pada hidung (Moscato

dkk., 2009).

2.6. Jenis dan Sifat Debu

Debu adalah partikel-partikel yang disebabkan oleh kekuatan alami atau faktor

mekanis, seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat

peledakan dan sebagainya, yang berasal dari bahan-bahan organik dan anorganik.

a. Macam-macam debu

1) Debu organik, adalah debu dari bahan organik seperti debu kapas

dan debu daun-daunan.

2) Debu mineral, merupakan debu yang berasal dari senyawa

komplek seperti debu arang, debu silica dan debu kapur.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

18

3) Debu metal, merupakan debu dengan berat jenis besar seperti debu

timah hitam, debu arsen dan debu cadmium.

b. Sifat-sifat debu

Sifat-sifat debu dapat dikelompokan menjadi beberapa golongan:

1) Setting rate, yaitu sifat debu yang cenderung selalu mengendap

karena gaya gravitasi bumi, namun karena relatif kecilnya debu ini

maka cenderung selalu berada di lingkungan.

2) Wetting, yaitu debu yang mempunyai sifat permukaan yang

cenderung selalu basah yang selalu dilapisi lapisan air yang sangat

tipis.

3) Floculation, yaitu debu yang cenderung sering basah sehingga

dapat saling menempel dan menggumpal.

4) Electrical, yaitu yang mempunyai sifat listrik yang tetap, yang

dapat saling tarik-menarik antar partikel yang bermuatan listrik

yang berlawanan. Sifat ini dapat mempercepat proses

penggumpalan debu.

5) Optical properties, yaitu sifat debu yang dapat memancarkan sinar

dalam kamar gelap (Probst dkk., 2006).

2.7. Debu Batu Kapur

Komponen utama pembentuk batu kapur adalah mineral kalsit (CaCO3), mineral

dolomite (CaMg(CO3)2) dan aragonite (CaCO3). Walaupun dalam jumlah yang kecil

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

19

debu kapur juga mengandung kasein yaitu suatu protein yang dapat menimbulkan

alergi (Bonita dkk,. 2009).

Proses penambangan batu kapur dimulai dengan proses stripping, yaitu

pengupasan lahan tambang, yang meliputi proses pembukaan lahan serta pemindahan

tanah penutup. Kegiatan ini dikerjakan dengan cara manual dengan menggunakan

cangkul, linggis dan sekop. Setelah terlihat batuan kapur proses selanjutnya adalah

pengambilan batu kapur, pengumpulan batu kapur di sekitar lokasi penambangan,

kegiatan pengangkutan batu kapur dengan cara dipikul atau dengan alat pengangkut

truk. Proses produksi tradisional penambangan batu kapur memaksa pekerja berada

dalam jarak radius yang sangat dekat dengan sumber pencemaran berupa debu kapur.

Debu kapur menimbulkan reaksi alergi dan iritasi terhadap saluran napas manusia,

mulai saluran napas bagian atas berupa hipersekresi kelenjar mukosa hidung maupun

peradangan pada sinus paranasalis (Fahrudin, 2006).

2.8. Nilai Ambang Batas (NAB) Debu di Udara

Nilai Ambang Batas adalah parameter yang banyak digunakan untuk mengukur

keadaan udara di dalam lingkungan kerja. Nilai Ambang batas adalah konsentrasi dari

zat, uap dan gas dalam udara yang dapat dihirup dalam 8 jam sehari atau 40 jam

seminggu yang hampir semua tenaga kerja dapat terpajan berulang kali sehari-hari

dalam melakukan pekerjaan tanpa gangguan kesehatan yang berarti. Nilai Ambang

Batas hanya merupakan alat atau pedoman yang mengikat untuk diperhatikan dari

segi kesehatan dan keselamatan kerja. Namun bila NAB sudah diterapkan, bukan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

20

berarti para pekerja tersebut terbebas dari semua resiko yang mungkin timbul di

lingkungan kerja. Nilai ambang batas kualitas udara di lingkungan kerja berdasarkan

Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01/MENNAKER/1997 adalah 350 mg/m3

udara (Menteri Tenaga Kerja, 1997).

2.9. Faktor-Faktor Predisposisi Rinitis Akibat Kerja

2.9.1. Genetik

Faktor genetik pada penderita atopi akan mengakibatkan peningkatan ekspresi,

sintesis dan pengeluaran promediator inflamasi spesifik dari sel mukosa berupa IL-8,

GM-CSF dan TNF-α dalam jumlah yang lebih banyak daripada nonatopi. Seseorang

yang mempunyai riwayat atopi dan bekerja di tempat dengan kadar debu kapur tinggi,

mempunyai risiko lebih besar untuk menderita rinitis akibat kerja (Baratawidjaya dan

Rengganis, 2009; WHO, 1999).

2.9.2. Usia

Menurut penelitian prevalensi rinitis alergi pada usia 18-34 tahun sebesar 18,4%

dan 35-49 tahun sebesar 17,6% (Nathan dkk., 1997). Sedangkan penelitian lain

didapatkan prevalensi tertinggi antara usia 10-30 tahun sebesar 45% (Harianto dan

Sumarman, 1999).

Kadar Ig E tergantung pada usia, kadar puncak terjadi pada dekade pertama atau

ke dua dalam kehidupan, akan menurun pada usia sekitar 40 tahun (WHO, 1999). Sel-

sel inflamasi diproduksi pada sumsum tulang, kemudian memasuki peredaran darah

dan memasuki jaringan mukosa atau kulit. Pada orang tua terjadi penurunan fungsi

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

21

sumsum tulang sehingga produksi sel-sel inflamasi juga turun. Akumulasi sel-sel

inflamasi dipengaruhi oleh molekul adhesi. Proses akumulasi meliputi gerakan

berputar atau rolling, gerakan menepi atau margination, diapedesis dan kemotaksis.

Pada orang tua kemungkinan telah terjadi aterosklerosis sehingga proses diapedesis

sel-sel inflamasi terganggu yang menyebabkan sel-sel inflamasi ke jaringan rendah.

Selain itu pada orang tua kemungkinan telah terjadi neuropati saraf vidianus sehingga

terjadi penurunan respon mukosa hidung terhadap histamine (WHO, 1999; Harianto

dan Sumarman, 1999).

2.9.3. Masa Kerja

Pengaruh debu pada penyakit saluran napas ditentukan oleh sifat-sifat debu itu

sendiri, yaitu: ukuran debu, kadar debu, fibrogenitas debu dan tingkat pajanan debu.

Masa kerja berhubungan dengan seringnya pekerja terpajan debu kapur yang

merupakan alergen, di mana pajanan yang terus menerus menyebabkan akumulasi

sel-sel inflamasi seperti sel-sel APC, limfosit yaitu Th0, Th1, Th2, limfosit B, sel

mastosit, basofil dan eosinofil yang menginfiltrasi mukosa hidung. Pengaruh debu

terhadap timbulnya rinitis akibat kerja tergantung oleh beberapa faktor, di antaranya

adalah dosis pajanan. Masa kerja akan berpengaruh terhadap dosis pajanan yang

diterima oleh pekerja. Seorang yang mempunyai masa kerja lama, tentu dosis pajanan

yang telah diterima tinggi, yang akhirnya akan menimbulkan penyakit rinitis akibat

kerja (D’Amato dkk., 2002; WHO, 1999).

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

22

2.9.4. Riwayat Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor predisposisi untuk terjadinya rinitis akibat

kerja. Asap rokok menyebabkan rinitis melalui mekanisme penurunan aktivitas

mukosilia, meningkatkan kerusakan epitel, meningkatkan pelepasan sitokin

proinflamasi IL-2, 4, 5, 6, 8, 10, 13 yang meningkatkan produksi IgE oleh sel B dan

molekul adhesi. Dengan demikian seseorang yang merokok akan berisiko lebih besar

untuk menderita rinitis (Baratawidjaya dan Rengganis, 2009; Gilmour dkk., 2006;

WHO, 1999).

2.9.5. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri yang dipakai dengan baik akan dapat melindungi pekerja dan

menurunkan tingkat pajanan debu kayu yang merupakan alergen dan iritan pada

kadar yang tinggi yang dapat menyebabkan rinitis. Pekerja yang tidak memakai alat

pelindung diri dengan baik akan berisiko lebih besar untuk menderita rinitis (Cayanto

dkk., 2007).

2.9.6. Geografi

Sinar matahari menyebabkan peningkatan komponen oksidan fotokimia di mana

puncak pajanan terjadi pada siang hari, sehingga terjadi peningkatan keluhan saat

musim panas (D’Amato dkk., 2002). Udara yang lembab baik yang bersuhu panas

maupun dingin dapat menjadi pencetus kambuhnya gejala alergi (D’Amato dkk.,

2002; Gilmour dkk., 2006; Harianto dan Sumarman, 1999).

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

23

2.10. Diagnosis

Kriteria dalam menegakkan diagnosis RAK adalah riwayat penyakit yang

muncul atau bertambah berat di tempat kerja. Pada pemeriksaan klinis menunjukkan

gambaran yang positif. Pemeriksaan uji tusuk kulit terhadap zat alergen spesifik di

tempat kerja, IgE spesifik, uji provokasi hidung, pemeriksaan rinomanometri atau

peak nasal inspiratory flow meter dan pemeriksaan olesan atau kerokan mukosa

hidung menunjukkan hasil yang positif (Arandelovic dkk., 2004; Shusterman, 2003).

2.10.1. Anamnesis

Anamnesis secara rinci riwayat hidung tersumbat, rinore jernih, bersin, hidung

gatal serta ingus di belakang hidung, dengan menitikberatkan hubungan antara gejala

yang muncul di tempat kerja dengan hilangnya gejala pada saat libur atau jika pekerja

menjalani cuti lebih dari tiga hari. Jika pekerja terpajan terus-menerus, gejala akan

menetap sepanjang hari yang ditandai dengan sumbatan hidung yang terus-menerus

sebagai gejala yang dominan karena reaksi alergi fase lambat atau RAFL. Riwayat

menderita penyakit saluran napas pada usia anak-anak dan kemungkinan adanya atopi

perlu ditanyakan. Kebiasaan individu seperti merokok, alkohol, hobi serta akivitas di

waktu luang lainnya juga perlu ditelusuri (Arandelovic dkk., 2004; Drake-Lee dkk.,

2002; Shusterman, 2003).

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

24

2.10.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pekerja yang menderita rinitis akibat kerja memiliki sekret

hidung encer dan bening serta edema konka. Mukosa hidung biasanya terlihat pucat,

berwarna merah muda atau hiperemis. Pemeriksaan rutin seperti rinoskopi atau

endoskopi serat optik perlu untuk melihat rongga hidung, faring dan struktur glotis

serta ada atau tidaknya polip hidung. Sekresi pus dari muara sinus, hiperplasi limfoid,

neoplasma, perubahan pita suara perlu dilihat untuk membedakannya dengan RAK.

Stigmata lain seperti rinokonjungtivitis alergi, kemosis atau allergic shiner perlu

diperiksa (Arandelovic dkk., 2004; Drake-Lee dkk., 2002; Shusterman, 2003).

2.10.3. Pemeriksaan Penunjang

2.10.3.1. Uji Tusuk Kulit

Salah satu metode pemeriksaan alergi yang paling sering digunakan adalah uji

tusuk kulit atau skin prick test. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk

membuktikan adanya IgE spesifik yang terikat pada sel mastosit di kulit. Uji tusuk

kulit banyak dipakai karena sederhana, mudah, cepat dan cukup aman sehingga sering

dipakai sebagai pemeriksaan penyaring. Kelebihan cara ini ialah pemeriksaan dapat

dilakukan dengan beberapa jenis alergen pada waktu yang bersamaan dan hasil

pemeriksaan didapatkan dalam 15-20 menit (Airaksinen, 2010; Irawati, 2003).

Kekurangan teknik ini untuk mendiagnosis RAK adalah kadang-kadang sulit

mendapatkan ekstrak alergen spesifik yang dicurigai dari tempat kerja, sehingga perlu

dilanjutkan dengan uji provokasi hidung dengan menggunakan alergen yang diambil

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

25

langsung dari lingkungan kerja dan tidak memerlukan ekstrak yang khusus

(Baratawidjaya dan Rengganis, 2009; Drake-Lee dkk., 2002; Gautrin dkk., 2006).

2.10.3.2. Uji Provokasi Hidung

Uji provokasi hidung adalah suatu metode pemeriksaan yang menginduksi gejala

rinitis seperti bersin, hidung tersumbat, sekresi hidung dan gejala rinitis lainnya

dengan cara menempatkan alergen definitif atau iritan yang dicurigai sebagai

penyebab rinitis pada mukosa hidung dan reaksi yang timbul dimonitor. Beberapa

penelitian terdahulu menggunakan metode uji provokasi hidung dan metode ini

dianggap merupakan standar baku emas dalam menegakkan RAK. Akan tetapi

kesulitan yang dihadapi adalah tidak semua zat di tempat kerja dapat digunakan pada

uji provokasi, terutama zat-zat iritan. Metode uji provokasi juga berisiko untuk

terjadinya reaksi yang hebat pada saluran napas atas dan bawah, karena dipajankan

langsung dengan bahan yang diperkirakan sebagai penyebab penyakitnya

(Airaksinen, 2010; Rajakulasingam, 2003).

2.10.3.3. Rinomanometri

Rinomanometri merupakan metode yang sangat objektif dan akurat dalam

menilai perubahan nilai tahanan hidung sebelum dan sesudah uji provokasi dengan

alergen yang dicurigai. Rinomanometri yang dianggap paling fisiologis adalah

rinomanometri anterior aktif, karena mengukur secara bersamaan aliran udara pada

satu hidung dengan pneumotachometer dan tekanan nasofaring pada hidung

kontralateral dengan manometer yang dihubungkan dengan cuping hidung

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

26

kontralateral. Pemeriksaan dikatakan positif jika setelah uji provokasi dilakukan,

aliran udara menurun lebih dari 40% dan jika tahanan hidung meningkat lebih dari

60%. Interpretasi dilakukan dengan membandingkan gejala yang muncul setelah

pemeriksaan serta mengukur kualitas serta beratnya sekresi cairan hidung sebelum,

selama dan sesudah tes. Rinomanometri akustik merupakan pemeriksaan yang sangat

bermanfaat dalam mendiagnosis RAK karena sederhana, mudah dilakukan, dan tidak

invasif dibandingkan dengan rinomanometri anterior dan posterior (Hytonen dkk.,

1996; Nathan dkk., 2005).

2.10.3.4. Peak Nasal Inspiratory Flow Meter

Peak Nasal Inspiratory Flow atau PNIF meter merupakan alat untuk mengukur

derajat sumbatan hidung dengan mengukur kecepatan aliran udara melalui hidung

pada saat inspirasi maksimal. Alat ini cukup sederhana, berukuran kecil dan ringan,

mudah digunakan, serta interpretasi hasilnya cukup mudah. Selain itu juga mudah

untuk dibawa dan sering digunakan untuk monitoring penderita rinitis alergi di

manapun penderita berada. Alat ini juga memberikan informasi yang akurat terhadap

sumbatan hidung dan respon terhadap pengobatan. Keterbatasan alat ini yaitu hanya

dapat mengukur kecepatan aliran udara sedangkan tekanan transnasal tergantung

usaha pasien pada saat inspirasi maksimal. Nilai normal pada orang Eropa yang

ditetapkan dengan alat ini adalah 100–300 liter per menit, dengan keakuratan 10%

(Starling dkk., 2005). Pengukuran aliran udara hidung maksimum dengan PNIF meter

dilakukan sebelum, selama dan sesudah pergantian kerja (Baratawidjaya dan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

27

Rengganis, 2009). PNIF meter pada uji provokasi dikatakan positif bila didapatkan

sedikitnya dua gejala yaitu bersin-bersin, rinore, hidung buntu dan penurunan PNIF

lebih dari 20% (Eire dkk., 2006; Rajakulasingam, 2003).

2.10.3.5. Pemeriksaan Sitologi Mukosa Hidung

Respon lain yang dapat diukur adalah penilaian jumlah eosinofil, basofil,

neutrofil dan sel lainnya serta mengukur mediator-mediator lokal yang dilepaskan

oleh sel mastosit yang berdegranulasi. Bahan pemeriksaan diperoleh dari usapan,

kerokan, bilasan atau biopsi. Pemeriksaan sitologi ini dilakukan untuk melihat adanya

eosinofil sebagai parameter rinitis alergi atau neutrofil sebagai parameter rinitis iritan.

Dari penelitian sebelumnya polymononuclear neutrophils atau PMNs telah terbukti

berhubungan dengan iritasi inflamasi, sedangkan eosinofil berhubungan dengan

respon alergi (Howarth dkk., 2005).

2.10.3.6. Pemeriksaan IgE dan Bersihan Mukosilia

Pemeriksaan IgE total jarang digunakan untuk skrining pada rinitis alergi, karena

nilai prediksinya yang rendah dan sebaiknya tidak digunakan sebagai alat diagnostik.

Berbeda dengan IgE total, pemeriksaan IgE spesifik sangat berguna untuk

menegakkan diagnosis. Adanya antibodi IgE spesifik tergantung pada tersedianya

ekstrak alergen yang berhubungan untuk dilakukan uji imunologi (Bachert, 2006).

Pemeriksaan bersihan mukosilia dapat dilakukan karena rinitis mengurangi aktivitas

mukosilia yang sangat berpengaruh terhadap pertahanan terhadap bakteri (Fahrudin,

2006).

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

28

2.10.4. Algoritme Diagnosis

Algoritme diagnosis RAK telah ditetapkan oleh EAACI Task Force on

Occupational Rhinitis pada tahun 2009 (Moscato dkk., 2009).

Gambar 2.3. Algoritme diagnosis rinitis akibat kerja (Moscato dkk., 2009).

Riwayat pekerjaan dan klinis

Pemeriksaan hidung

Tes imunologi

(tes cukit kulit atau antibodi Ig E spesifik)

Tidak tersedia Tersedia

Negatif Positif

Tes provokasi hidung di

laboratorium

Berdasarkan

riwayat klinik

Kemungkinan

Rinitis Akibat Kerja

Positif Negatif Tidak dapat

dikerjakan

Workplace assessment dari:

Gejala-gejala klinik

Patensi hidung

Inflamasi hidung

Hiperresponsif nonspesifik

Berdasarkan

riwayat klinik

Rinitis

Akibat Kerja Positif Negatif

Bukan Rinitis

Akibat Kerja

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.pdf · terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus ... Rinitis sendiri

29

Langkah pertama adalah melalui anamnesis dan pemeriksaan hidung. Bila

tersedia ekstrak dilanjutkan dengan tes imunologi berupa tes tusuk atau IgE spesifik

untuk zat dengan berat melekul tinggi dan berat melekul rendah. Diagnosis RAK

dapat ditegakkan bila terdapat gejala klinik diikuti dengan hasil tes imunologik

positif. Bila hasil tes imunologik negatif, tetapi secara klinis positif, maka dilanjutkan

dengan pemeriksaan uji provokasi hidung di laboratorium. Bila hasilnya positif, maka

diagnosis RAK dapat ditegakkan. Bila hasilnya negatif atau uji provokasi hidung

tidak dapat dilakukan, tetapi gejala klinik menunjang, penelusuran di tempat kerja

seperti gejala klinik, pemeriksaan sumbatan hidung, histamin hidung, nasal challenge

test dengan histamin, metakolin, atau udara dingin dapat dilakukan (Gambar 2.3)

(Moscato dkk., 2009).