bab ii - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16468/2/t2_942015004_bab...

39
10 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Manajemen Kesiswaaan 2.1.1 Pengertian Manajemen Kesiswaan Berikut ini beberapa pengertian manajemen kesiswaan dari para ahli. Mulyono (2009: 178), manajemen kesiswaan adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja serta pembinaan secara berkelanjutan terhadap seluruh siswa (dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan) agar dapat mengikuti proses belajar mengajar dengan efektif dan efisien. Pendapat lain dikemukakan oleh Mulyasa (2003:46) manajemen kesiswaan atau manajemen kemuridan (peserta didik) merupakan salah satu bidang operasional Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Manajemen kesiswaan adalah penataan atau pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik, mulai dari masuk hingga sampai keluarnya peserta didik tersebut dari suatu sekolahan. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang secara operasional dapat

Upload: phamthien

Post on 06-Apr-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Manajemen Kesiswaaan

2.1.1 Pengertian Manajemen Kesiswaan

Berikut ini beberapa pengertian manajemen

kesiswaan dari para ahli. Mulyono (2009: 178),

manajemen kesiswaan adalah seluruh proses

kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara

sengaja serta pembinaan secara berkelanjutan

terhadap seluruh siswa (dalam lembaga pendidikan

yang bersangkutan) agar dapat mengikuti proses

belajar mengajar dengan efektif dan efisien. Pendapat

lain dikemukakan oleh Mulyasa (2003:46)

manajemen kesiswaan atau manajemen kemuridan

(peserta didik) merupakan salah satu bidang

operasional Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

Manajemen kesiswaan adalah penataan atau

pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan

peserta didik, mulai dari masuk hingga sampai

keluarnya peserta didik tersebut dari suatu

sekolahan.

Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk

pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi

aspek yang lebih luas yang secara operasional dapat

11

membantu upaya pertumbuhan dan perkembangan

peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah.

Prihatin (2011:4) manajemen peserta didik adalah

suatu penataan atau pengaturan segala aktivitas

yang berkaitan dengan peserta didik, yaitu dari mulai

masuknya peserta didik sampai dengan keluarnya

peserta didik tersebut dari suatu sekolah atau suatu

lembaga. Manajemen kesiswaan tidak hanya sebagai

aktivitas kegiatan yang diprogram sekolah seperti

kegiatan penerimaan siswa baru, penempatan, serta

pembinaan siswa, tetapi juga diharapkan potensi

yang dimiliki siswa baik potensi rohaniah dan

jasmaniah, dapat berkembang secara maksimal. Agar

nantinya pada saat siswa tersebut lulus dari jenjang

pendidikan sekolah, siswa memiliki pengetahuan,

sikap, dan keterampilan yang diharapkan

(Hermawan, 2015:10).

Dari beberapa definisi tentang manajemen

kesiswaan yang dikemukakan oleh para ahli di atas

memiliki persamaan konsep pemahaman tentang

manajemen kesiswaan yaitu tentang pengelolaan

siswa dari masuk sampai keluar (lulus) dari sekolah.

Namun dari pendapat pakar diatas juga terdapat

perbeedaan pendapat, Mulyono menekankan pada

pembinaan berkelanjutan yang efektif dan efisien.

12

Sedangkan Hermawan menambahkan tentang

adanya pembinaan terhadap potensi siswa baik

jasmani atau rohani sehingga nantinya mereka

memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan

bahwa manajemen kesiswaan merupaka pengelolaan

segala sesuatu yang berkaitan dengan siswa, baik itu

proses pembelajaran di dalam kelas maupun proses

pengembangan potensi siswa di luar kelas. Selain itu

manajemen kesiswaan juga mengatur kegiatan siswa,

mulai dari siswa terdaftar dalam suatu lembaga

sekolah sampai ia lulus dari lembaga sekolah

tersebut.

2.1.2 Fungsi Manajemen Kesiswaan

Imron (2011:12) fungsi manajemen peserta

didik secara umum adalah: sebagai wahana bagi

peserta didik untuk mengembangkan diri seoptimal

mungkin, baik yang berkenaan dengan segi-segi

individualitasnya, segi sosialnya, segi aspirasinya,

segi kebutuhannya dan segi-segi potensi peserta

didik lainnya. Imron (2011:12) menyebutkan fungsi

manajemen peserta didik secara khusus dirumuskan

sebagai berikut:

13

1. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan

individualitas peserta didik.

2. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan

fungsi sosial peserta didik.

3. Fungsi yang berkenaan dengan penyaluran

aspirasi dan harapan peserta didik.

4. Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan

kebutuhan dan kesejahteraan peserta didik.

Pendapat Imron menekankan bahwa

manajemen kesiswaan memiliki dua fungsi yakni

fungsi secara umum dan secara khusus. Fungsi

secara umum adalah untuk mengembakan diri siswa

dari segi individu, sosial, aspirasi, kebutuhan, dan

potensi. Sedangkan fungsi secara khusus adalah

untuk mengembangkan potensi individu,

mengembangkan potensi sosial supaya dapat

berinteraksi dengan lingkungan, menyalurkan

aspirasi atau pendapat, dan sebagai wahana untuk

memperoleh kesejahteraan. Dari pendapat pakar

diatas maka dapat disimpulkan fungsi manajemen

kesiswaan adalah sarana bagi siswa untuk

menyalurkan dan mengembangkan segala

kemampuannya dalam aspek individu dan sosial,

sehingga mereka mampu beradaptasi dengan

14

lingkungan dan memperoleh kesejahteraan dalam

hidup baik kesejahteraan fisik maupun batin.

2.1.3 Tujuan Manajemen Kesiswaan

Karena pengelolaan manajemen kesiswaan di

lembaga pendidikan begitu penting, maka dalam

pelaksanaannya manajemen kesiswaan juga memiliki

tujuan tertentu. Menurut Imron (2011:12) tujuan

umum manajemen peserta didik adalah mengatur

kegiatan-kegiatan peserta didik agar kegiatan-

kegiatan tersebut menunjang proses belajar

mengajar di sekolah; lebih lanjut, proses belajar

mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan

teratur sehingga dapat memberikan kontribusi bagi

pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan

secara keseluruhan.

Sedangkan tujuan khusus manajemen peserta

didik menurut Imron (2011:12) adalah sebagai

berikut:

Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor peserta didik.Menyalurkan dan mengembangkan kemampuan umum, bakat dan minat peserta didik.Menyalurkan aspirasi, harapan dan memenuhi kebutuhan peserta didik.

Pendapat Imron menekankan bahwa

manajemen kesiswaan memiliki dua tujuan yakni

15

tujuan secara umun dan secara khusus. Tujuan

umumnya adalah untuk mengatur kegiatan siswa

agar menunjang proses belajar mengajar di sekolah,

sehingga tujuan pendidikan sekolah dapat tercapai.

Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk

meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan

psikomotor. Menyalurkan dan mengembangkan

bakat minat siswa dan menyalurkan aspirasi

hartapan serta memenuhi kebutuhan siswa. Dari

pendapat pakar diatas maka dapat disimpulkan

tujuan manajemen kesiswaan adalah untuk

mengatur kegiatan siswa sehingga siswa mampu

meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan

psikomotornya. Dengan meningkatnya pengetahuan,

ketrampilan, dan psikomotor siswa diharapkan

mereka mampu mencapai cita-cita dan

kesejahteraan.

2.1.4 Ruang Lingkup Manajemen Kesiswaan

Manajemen kesiswaan itu bukanlah dalam

bentuk pencatatan data siswa saja, melainkan

meliputi aspek yang lebih luas yang secara

operasional dapat digunakan untuk membantu

kelancaran upaya pertumbuhan dan perkembangan

16

siswa melalui proses pendidikan di sekolah. Berikut

ini adalah ruang lingkup manajemen kesiswaan.

A. Analisis Kebutuhan Peserta Didik

Menurut Sururi dan Sukarti (2010:207)

langkah pertama dalam manajemen peserta didik

adalah melakukan analisis kebutuhan siswa oleh

lembaga sekolah. kegiatannya adalah merencanakan

siswa yang akan diterima dan menyusun program

kegiatan kesiswaan.

1. Merencanakan siswa yang akan diterima

Penentuan jumlah siswa yang diterima perlu

dilakukan agar layanan pada siswa bisa optimal.

Besarnya siswa yang diterima harus

mempertimbangkan:

a. Daya tampung kelas. Jumlah siswa dalam

satu kelas berdasarkan kajian teoritik

adalah 25-30 siswa.

b. Rasio murid dan guru. Yang dimaksud rasio

murid dan guru adalah perbandingan antara

banyaknya siswa dengan guru. Rasio yang

ideal adalah 1:30.

2. Menyusun Program Kegiatan Kesiswaan

Penyusunan program kegiatan siswa di sekolah

harus berdasarkan pada: visi dan misi sekolah

17

bersangkutan, minat dan bakat siswa, sarana

dan prasarana yang ada, anggaran yang tersedia,

dan tenaga kependidikan yang tersedia

B. Penerimaan Peserta Didik Baru

Penerimaan peserta didik baru perlu dikelola

sedemikian rupa mulai dari perencanaan penentuan

daya tampung sekolah atau jumlah peserta didik

baru yang akan diterima yaitu dengan mengurangi

daya tampung dengan jumlah anak yang tinggal

kelas atau mengulang.

Menurut Sururi dan Sukarti (2010:208)

langkah-langkah penerimaan peserta didik baru

(siswa baru) adalah sebagai berikut:

1. Membentuk panitia penerimaan peserta didik

baru. Pembentukan panetia ini disusun

berdasarkan hasil musyawarah yang terdiri dari

unsur guru, tenaga tata usaha, dan komite

sekolah.

2. Pembuatan dan pemasangan pengumuman

secara terbuka. Isi dari pengumuman

diantaranya adalah: gambaran singkat sekolah,

persyaratan pendaftaran, cara pendaftaran,

waktu pendaftaran ,tempat pendaftaran, biaya

pendaftaran, waktu dan tempat seleksi, dan

pengumuman hasil seleksi

18

C. Seleksi Peserta Didik

Menurut Sururi dan Sukarti (2010:209) seleksi

peserta didik adalah kegiatan pemilihan calon

peserta didik yang akan diterima di lembaga sekolah

tersebut berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Kegiatan ini penting dilakukan bagi sekolah yang

jumlah pendaftar melebihi daya tampung sekolah.

cara yang dilakukan dalam seleksi antara lain

adalah:

1. Melakukan tes atau ujian

2. Melakukan penelusuran bakat kemampuan

3. Melakukan seleksi melalui nilai pada STTB atau

nilai UN

Dari hasil seleksi kemudian diumumkan calon

peserta didik yang diterima. Bagi calon peserta didik

yang diterima diharuskan melakukan daftar ulang

pada lembaga sekolah yang telah menerima.

D. Orientasi Peserta Didik Baru

Orientasi peserta didik (siswa) baru adalah

kegiatan penerimaan siswa baru dengan

mengenalkan situasi dan kondisi lembaga

pendidikan (sekolah) tempat peserta didik itu

menempuh pendidikan. Situasi dan kondisi ini

menyangkut lingkungan fisik sekolah dan

19

lingkungan sosial sekolah. Tujuan diadakan orientasi

bagi peserta didik antara lain:

a. Agar peserta didik dapat mengerti dan mentaati

segala peraturan yang berlaku di sekolah.

b. Agar peserta didik dapat berpartisipasi aktif

dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan

sekolah.

c. Agar peserta didik siap menghadapi

lingkungannya yang baru baik secara fisik,

mental dan emosional sehingga ia merasa betah

mengikuti proses pembelajaran di sekolah.

E. Pengelompokan Peserta didik

Pengelompokan peserta didik diadakan dengan

maksud agar pelaksanaan kegiatan proses belajar

dan mengajar disekolah bisa berjalan lancar, tetib

dan bisa tercapai tujuan-tujuan pendidikan yang

telah diprogramkan. Menurut Soetopo sebagaimana

dikutip oleh Sururi dan Sukarti (2010:211), dasar-

dasar pengelompokkan peserta didik ada 5 macam

yaitu:

1) Friendship Grouping

2) Achievement Grouping

3) Aptitude Grouping

4) Attention or Interest Grouping

5) Intelligence Grouping

20

Dari pendapat pakar diatas maka dapat

disimpulkan bahwa pengelompokan peserta didik

dapat didasarkan pada kecocokan pada teman,

prestasi, kemampuan serta bakat yang dimiliki,

minat, dan intelegensi siswa.

Pendapat lain dikemukakan Jeager

sebagaimana dikutip oleh Sururi dan Sukarti

(2010:210) dalam mengelompokkan peserta didik

dapat berdasarkan pada:

a. Fungsi integrasi, yaitu pengelompokan

berdasarkan kesamaan yang ada pada peserta

didik.

b. Fungsi perbedaan, yaitu pengelompokan

berdasarkan perbedaan individu peserta didik.

Nampak pendapat Jeager hanya membedakan

dalam dua kelompok yakni perbedaan dan

persamaan peserta didik saja. Dari pendapat kedua

pakar diatas terlihat pendapat Soetopo lebih

mendetail dibandingkan pendapat Jeager yang lebih

simpel.

F. Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik

Lembaga sekolah dalam pembinaan dan

pengembangan peserta didik biasanya melakukan

kegiatan kurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler.

21

Menurut Sururi dan Sukarti (2010:212) kegiatan

kurikuler adalah semua kegiatan yang telah

ditentukan di dalam kurikulum yang pelaksanaanya

dilakukan pada jam pelajaran.

Kegiatan ekstrakulikuler adalah kegiatan

pendidikan yang dilaksanakan disekolah, namun

dalam pelaksanaannya berada di luar jam pelajaran

yang tercantum dalam jadwal pelajaran. Kegiatan

ekstrakurikuler biasanya terbentuk berdasarkan

bakat dan minat peserta didik (Sururi dan Sukarti,

2010:212).

Bakat minat kemampuan peserta didik harus

ditumbuhkembangkan secara optimal melalui

kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Kedua

kegiatan ini dimaksudkan untuk mengembangkan

pribadi peserta didik, karena kegiatan-kegiatan itu

secara tidak langsung akan memberikan dukungan

terhadap kegiatan pembelajaran yang ada dikelas

dan memberikan tambahan pengetahuan,

keterampilan, dan kemampuan peserta didik.

G. Penyelenggaraan Layanan Khusus

a. Layanan Bimbingan dan Konseling

Menurut Soetopo sebagaimana dikutip oleh

Sururi dan Sukarti (2010:212) bimbingan adalah

proses bantuan yang diberikan kepada siswa dengan

22

memperhatikan kemungkinan dan kenyataan

tentang adanya kesulitan yang dihadapi dalam

rangka perkembangan yang optimal, sehingga

mereka memahami dan mengarahkan diri serta

bertindak dan bersikap sesuai dengan tuntutan dan

situasi lingkungan sekolah, keluarga dan

masyarakat. Menurut Sururi dan Sukarti (2010:215)

fungsi bimbingan di sekolah ada tiga, yaitu:

a. Fungsi Penyaluran, yaitu membantu peserta

didik dalam memilih jenis sekolah lanjutannya,

memilih program, memilih lapangan pekerjaan

sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan

cita-citanya

b. Fungsi pengadaptasian, yaitu membantu guru

dan tenaga edukatif lainnya untuk

menyesuaikan program pengajaran yang

disesuaikan dengan minat, kemampuan dan

cita-cita peserta didik.

c. Fungsi penyesuaian, yaitu membantu peserta

didik dalam menyesuaikan diri dengan bakat,

minat, kemampuannya untuk mencapai

perkembangan yang optimal.

Inti dari ketiga fungsi bimbingan adalah untuk

membantu siswa dalam penyaluran, adaptasi dan

penyesiuaian dengan sekolah lanjutan, serta program

23

sekolah yang sesuai dengan bakat, minat,

kemampuan siswa itu sendiri.

b. Layanan Perpustakaan

Perpustakaan sekolah merupakan pangkat

kelengkapan pendidikan dalam mencapai tujuan

pendidikan di sekolah. Keberadaan perpustakaan di

sekolah sangatlah penting. Perpustakaan sekolah

sering disebut sebagai jantungnya sekolah, karena

menjadi denyut nadi proses pembelajaran disekolah

adalah perpustakaan.

Menurut Sururi dan Sukarti (2010:216) Tujuan

perpustakaan disekolah :

a. Mengembangkan minat, kemampuan dan

kebiasaan membaca khususnya serta

mendayagunakan budaya menulis.

b. Mendidik peserta didik agar mampu memelihara

dan memanfaatkan bahan pustaka secara

efektik dan efisien.

c. Meletakkan dasar kearah belajar mandiri.

Memupuk bakat dan minat.

d. Memgembangkan kemampuan untuk

memecahkan masalah yang dihadapi dalam

kehidupan sehari hari atas usaha dan tanggung

jawab sendiri.

24

Layanan perpustakaan bertujuan untuk

menyajikan informasi untuk peningkatan proses

belajar mengajar serta rekreasi bagi semua warga

sekolah dengan menggunakan bahan pustaka.

Dengan demikian siswa mampu memperluas

pengetahuannya dan meningkatkan ketrampilan.

c. Layanan Kesehatan

Layanan kesehatan disekolah biasanya

dibentuk sebuah wadah bernama Usaha Kesehatan

Sekolah (UKS). Usaha Kesehatan Sekolah adalah

usaha kesehatan masyarakat yang dijalankan di

sekolah.

Sasaran utama UKS adalah untuk

meningkatkan atau membina kesehatan murid dan

lingkungannya. Program Usaha Kesehatan Sekolah

adalah sebagai berikut:

Mencapai lingkungan hidup yang sehat

Pendidikan kesehatan

Pemeliharaan kesehatan di sekolah

Gedung sekolah merupakan tempat para

peserta didik belajar dan menghabiskan sebagian

waktunya. Karena itu sekolah hendaknya memenuhi

persyaratan, misalnya gedung sekolah harus

ditanami rumput, air yang bersih, WC tersedia dan

memenuhi persyaratan serta dibersihkan setiap hari,

25

ruangan kelas harus bersih dan nyaman. Inilah

dimaksud dengan mencapai lingkungan hidup di

sekolah.

Peranan guru sangat besar dalam pendidikan

kesehatan. Guru harus menegur peserta didiknya

yang berpakaian dan berbadan kotor, sewaktu waktu

guru mengajak peserta didik untuk membersihkan

lingkungan sekolah. Pemeriksaan kesehatan umum

maupun khusus diadakan secara berkala. Sejak

masuk kelas satu hati sudah mulai diajarkan hidup

sehat, lingkungan sehat, pemberantasan penyakit,

sehingga peserta didik terpelihara kesehatan jasmani

dan rohaninya.

Penyelenggaraan UKS memerlukan kerja sama

antara seluruh warga sekolah. Setiap warga sekolah

hendaknya menjalankan tugas dengan sebaik-

baiknya. Para guru sebagai penenggung jawab

umum, sedangkan peserta didik membantu

pelaksanaan UKS, dengan piket secara bergiliran.

Selain penanggung jawab umum, hendaknya ada

penanggung jawab bidang pendidikan kesehatan,

bidang kebersihan lingkungan kelas sehat, bidang

pemeliharaan kesehatan dan penanggungjawab

mengenai usaha usaha yang dijalankan sekolah

26

(misalnya: kantin sekolah, usaha beternak, bertelur

dan lain lain).

H. Pencatatan, Pelaporan, dan Evaluasi Peserta

Didik

Kegiatan pencatatan dan pelaporan dimulai

sejak peserta didik diterima di sekolah sampai

mereka tamat di sekolah tersebut. Pencatatan

tentang kondisi peserta didik perlu dilakukan agar

pihak lembaga dapat memberikan bimbingan yang

optimal pada peserta didik. Sedangkan pelaporan

dilakukan sebagai wujud tanggungjawab lembaga

agar pihak-pihak terkait dapat mengetahui

perkembangan peserta didik di lembaga tersebut.

Menurut Sururi dan Sukarti (2010:213)

peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk

mempermudah melakukan pencatatan dan

pelaporan biasanya berupa: buku induk siswa, buku

klapper, daftar presensi, daftar mutasi peserta didik,

buku catatan pribadi peserta didik, daftar nilai, buku

legger, dan buku raport

Dalam melaksanakan evaluasi kegiatan peserta

didik terdapat beberapa langkah yang perlu

diperhatikan, yaitu :

1. Penentuan Standar.

27

2. Mengadakan pengukuran.

3. Membandingkan hasil pengukuran dengan

standar yang telah ditentukan.

4. Mengadakan perbaikan.

Kegiatan evaluasi ini biasanya digunakan

untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik

serta untuk mengetahui tindak lanjut apa yang akan

dilakukan.

I. Kelulusan dan Alumni

Sururi dan Sukarti (2010:214) kelulusan

adalah pernyataan dari sekolah/madrasah suatu

lembaga tentang diselesaikannya program

pendidikan yang harus diikuti peserta didik. Salah

seorang peserta didik selesai mengikuti seluruh

program pendidikan di suatu sekolah/madrasah dan

berhasil lulus dalam UN, maka kepadanya diberikan

surat keterangan atau sertifikat, yang umumnya

disebut ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar

(STTB).

Proses kelulusan biasanya ditandai dalam

suatu upacara pelepasan peserta didik. Dalam acara

ini, disamping mewisuda peserta didik yang lulus

sekaligus sekolah/madrasah “melepas” peserta didik

dan “menyerahkan kembali” kepada orang tua.

28

Dengan demikian “habislah” (dalam arti telah selesai)

hubungan ikatan antara para lulusan (alumni) dan

sekolah dan orang tua. Sedangkan hubungan

sekolah dengan para lulusan (alumni) diharapkan

masih akan terjalin. Sekolah mengharapkan agar

alumninya tetap menjalin hubungan dengan sekolah

garba ibunya (almamaternya). Sebaliknya para

alumnus, biasanya juga tetap membanggakan

sekolah, dan selalu mengadakan hubungan dimana

perlu.

2.2 Konsep Program dan Evaluasi Program

2.2.1 Konsep Program

Program diartikan sebagai serangkaian

kegiatan yang direncanakan dengan saksama dan

dalam pelaksanaannya berlangsung dalam proses

yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu

organisasi yang melibatkan banyak orang

(Tayibnapis, 2000:9). Program adalah kegiatan atau

aktivitas yang dirancang untuk melaksanakan

kebijakan dan melaksanakan untuk waktu yang

tidak terbatas (Wirawan, 2012:16). Menurut Sukardi

(2014:4) bahwa program merupakan salah satu hasil

kebijakan yang penetapannya melalui proses panjang

29

dan disepakati oleh para pengelolanya untuk

dilaksanakan.

Dari pendapat Tayibnapis dan Wirawan

menekankan bahwa program merupakan kegiatan

yang direncanakan oleh sekelompok orang atau

organisasi untuk melaksanakan kebijakan dalam

waktu yang tidak terbatas. Sementara Sukardi lebih

menekankan pada hasil kebijakan yang disepakati

oleh para pengelola untuk dilaksanakan. Akan tetapi

ketiga pakar diatas memiliki persamaan pendapat

tentang program, dimana program merupakan

sebuah kebijakan dalam organisasi dimana

didalamnya terdapat perkumpulan orang. Dengan

demikian maka dapat disimpulkan bahwa program

merupakan kegiatan yang direncanakan dan

disepakati oleh sekelompok orang atau organisasi

untuk dilaksanakan secara terus menerus

(berkesinambungan) untuk mencapai tujuan yang

akan datang.

2.2.2 Evaluasi Program

Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis

dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas dari

sesuatu yang berdasarkan pada pertimbangan dan

kriteria tertentu dalam upaya membuat keutusan

30

(Arifin, 2012:2). Evaluasi menurut Arikunto (2010:2)

adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi

tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya

informasi tersebut digunakan untuk menentukan

alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah

keputusan. Dari pendapat dua pendapat diatas maka

dapat dipahami bahwa evaluasi merupakan poses

sistematis yang berkelanjutan dari sebuah aktifitas

atau program yang hasilnya dapat dijadikan sebagai

alternatif pengambilan keputusan.

Arikunto (2010:4) menjelaskan lagi bahwa

evaluasi program adalah proses untuk mengetahui

apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasi

Menurut Rahayu (2014:14) evaluasi program adalah

rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja

dan secara cermat untuk mengetahui tingkat

keterlaksanaan atau keberhasilan suatu program

untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam

rangka menentukan kebijakan selanjutnya yang

lebih tepat.

Dari pendapat beberapa pakar diatas maka

dapat dipahami bahwa evaluasi program merupakan

kegiatan mencari informasi dengan melakukan

pengukuran terhadap informasi yang diperoleh dari

pelaksanaan suatu program. Sehingga dapat diambil

31

keputusan terhadap kebijakan yang akan diterapkan

selanjutnya dalam pelaksanaan program. Berkaitan

dengan evaluasi program manajemen kesiswaan di

SDN 1 Reco, penelitian ini berupaya untuk mencari

dan melakukan pengukuran terhadap informasi yang

diperoleh dari pelaksanaan program manajemen

kesiswaan di SDN 1 Reco. Dari hasil yang diperoleh

maka dapat diambil keputusan terhadap

keberlanjutan program manajemen kesiswaan di

SDN 1 Reco.

2.2.3 Tujuan Evaluasi Program

Kegiatan evaluasi program tentu saja memiliki

tujuan yang diinginkan. Berikut ini tujuan evalusai

program menurut para ahli. Menurut Arikunto

(2010:18), tujuan diadakannya evaluasi program

adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan

program dengan langkah mengetahui

keterlaksanaan kegiatan program, karena

evaluator program ingin mengetahui bagaimana

dari komponen dan subkomponen program yang

belum terlaksana dan apa sebabnya. Dari pendapat

Arikunto dapat dipahami bahwa evaluasi program

bertujuan untuk mengetahui pencapaian program

32

dan mencari tahu hambatan selama program

dilaksanakan.

Sementara itu Mulyatiningsih (2011:114),

mengemukakan pendapatnya tentang tujuan

evaluasi program yaitu:

(1).Untuk menunjukkan sumbangan

program terhadap pencapaian tujuan

organisasi. Hasil evaluasi ini penting untuk

mengembangkan program yang sama

ditempat lain. (2).Mengambil keputusan

tentang keberlanjutan sebuah program,

apakah program perlu diteruskan, diperbaiki

atau dihentikan.

Dari pendapat Mulyatiningsih maka dapat

dipahami bahwa tujuan evaluasi progam yaitu untuk

menunjukkan sumbangan program sehingga dapat

dikembangkan di tempat lain dan mengambil

keputusan terhadap keberlanjutan program.

Menurut Widoyoko (2008:1), tujuan dari

evaluasi program adalah untuk menghasilkan

informasi yang dapat dijadikan sebagai dasar

pengambil keputusan, penyusunan kebijakan,

maupun penyusunan program berikutnya.

Sependapat dengan Widoyoko, Dwianti (2015:11)

mengemukakan pendapatnya bahwa tujuan dari

evaluasi program adalahuntuk mengetahui akhir dari

adanya program, dalam rangka menentukan

33

rekomendasi atas kebijakan program yang lalu,

yang pada tujuan akhirnya adalah untuk

menentukan kebijakan program selanjutnya.

Para pakar diatas sama-sama mengemukakan

pendapatnya bahwa tujuan evaluasi program

bertujuan untuk mengetahui keberlanjutan program

yang dilaksanakan. Akan tetapi dalam pendapat

Arikunto menyebutkan tujuan evaluasi program juga

untuk mengetahui hambatan yang dialami selama

melaksanakan program. Dengan demikian maka

dapat dipahami tujuan evaluasi program adalah

untuk mengetahui bagaimana program dilaksanakan

apakah sudah sesuai dengan tujuan awalnya dan

mengetahui hambatan (kekurangan) yang dialami

selama melaksanakan program sehingga dapat

diambil kesimpulan mengenai keberlanjutan program

tersebut.

2.2.4 Model Evaluasi Program

Dalam ilmu evaluasi program pendidikan ada

banyak model yang bisa digunakan untuk

mengevaluasi program itu sendiri. Meskipun antara

model yang satu dengan yang lainnya berbeda, akan

tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu

melaksanakan kegiatan pengumpulan data atau

34

informasi yang berkaitan dengan objek yang

dievaluasi, yang bertujuan untuk menyediakan

bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan

tindak lanjut pada suatu program.

Menurut Arikunto (2010:40) ada beberapa ahli

evaluasi program yang dikenal sebagai penemu

model evaluasi program adalah Stufflebeam,

Metfessel, Michael Scriven, Stake dan Glaser.

Kaufman dan Thomas membedakan model evaluasi

menjadi delapan yaitu :

1. Goal Oriented Evaluation Model 2. Goal Free Evaluation Model 3. Formatif Summatif Evaluation Model 4. Countenance Evaluation Model 5. Responsive Evaluation Model 6. CSE-UCLA Evaluation Model 7. CIPP Evaluation Model 8. Discrepancy Model

Dari bebeberapa model evaluasi program yang

telah disebutkan diatas, tidak semua cocok

diterapkan dengan program yang dilakukan di

sekolah. Dalam penelitian ini model evaluasi program

yang akan digunakan adalah model evaluasi

Discrepancy yang dikembangkan olehMalcolm

Provous. Alasan dipilihnya model Discrepancy karena

model ini memiliki tahapan yang jelas dalam

melakukan evaluasi. Evaluasi difokuskan untuk

mengetahui kesenjangan antara standar dan

35

implementasinya. Dengan diketahuinya kesenjangan

maka dibuat rekomendasi untuk memperbaiki

program Manajemen Kesiswaan yang ada di SDN 1

Reco. Pada akhirnya implementasi Program

Manajemen Kesiswaan di sekolah diharapkan dapat

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

2.2.5 Model Evaluasi Discrepancy

Kata Discrepancy adalah istilah bahasa Inggris,

yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

menjadi ”kesenjangan”. Malcolm Provus adalah yang

mengembangkan model ini. Model ini merupakan

model yang menekankan pada pandangan adanya

kesenjangan di dalam pelaksanaan program.

Evaluasi program yang dilakukan oleh evaluator

mengukur besarnya kesenjangan yang ada disetiap

komponen. Kesenjangan ini sebetulnya merupakan

persyaratan umum bagi semua kegiatan evaluasi,

yaitu mengukur adanya perbedaan antara yang

seharusnya dicapai dengan yang sudah riel dicapai.

Evaluasi model kesenjangan menurut Provus

(Rahayu, 2014:14) adalah untuk mengetahui tingkat

kesesuaian antara baku (standar) yang ditentukan

dalam program dengan kerja (performance)

sesungguhnya dengan program tersebut. Baku

36

adalah kriteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja

adalah hasil pelaksanaan program. Pendapat serupa

juga dikemukakan oleh Suciptoardi (2011:1) yang

menyatakan evaluasi kesenjangan dimaksudkan

untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standar

yang sudah ditentukan dalam program dengan

penampilan aktual dari program tersebut. Dari

pendapat pakar di atas dapat kita pahami bahwa

evaluasi kesenjangan menekankan pada

perbandingan antara yang seharusnya (standar) dan

kenyataan yang ada dilapangan.

Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa

evaluasi kesenjangan merupakan proses penilaian

terhadap pelaksanaan program sekaligus

membandingkan dengan standar pelaksanaan. Dari

perbandingan ini nantinya akan diperoleh

kesenjangan (perbedaan) antara yang standar

pelaksanaan dengan pelaksanaannya. Pada akhirnya

evaluator dapat mengambil kesimpulan tentang

kesenjangan yang ada sekaligus dapat memberikan

masukan pada pelaksana program untuk

memperbaiki program yang dilaksanakan.

Macam-macam kesenjangan yang dapat

dievaluasi dalam program pendidikan menurut

Rahayu (2014:14) antara lain:

37

1. Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program

2. Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh dengan yang benar-benar direalisasikan.

3. Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan yang ditentukan

4. Kesenjangan tujuan 5. Kesenjangan mengenai bagian program

yang diubah 6. Kesenjangan dalam sistem yang tidak

konsisten.

Dari pendapat Rahayu maka dalam

mengevaluasi kesenjangan program dapat mengacu

pada kesenjangan antara rencana dengan

pelaksanaan, hasil yang ingin dicapai dengan hasil

nyata, kemampuan dengan standar pelaksanaan,

tujuan, program yang diubah, dan sistem yang tidak

konsisten. Dengan demikian maka dalam melakukan

evaluasi program dengan model kesenjangan kita

harus menentukan kesenjangan apa yang akan kita

teliti, sehingga hasil penelitian dapat fokus pada satu

masalah.

Provus memperkenalkan evaluasi program

Discrepancy dengan langkah-langkah: Definisi,

Instalasi, Proses, Produk, Analisis Biaya-Manfaat

(Cost-Benefit Analysis). Sependapat dengan Provus,

Suciptoardi (2011) menjelaskan langkah-langkah

38

atau tahap-tahap yang dilalui dalam mengevaluasi

kesenjangan adalah menyusun desain, tahap

instalasi, tahap proses, tahap produk, dan tahap

perbandingan. Perbedaan pendapat antara Provus

dan Suciptoardi adalah pada langkah yang ke lima.

Provus menjelaskan bahwa langkah yang ke lima

adalah analisis kesesuaian biaya, sedangkan

Suciptoardi lebih menekankan pada membandingkan

pelaksanakan program dengan standar

pelaksanaannya. Secara rinci kelima tahap itu antara

lain:

1. Tahap Penyusunan Desain. Dalam tahap ini

dilakukan kegiatan:

a. Merumuskan tujuan

b. Menyiapkan kelengkapan

c. Merumuskan standar dalam bentuk

rumusan yang menunjuk pada suatu yang

dapat diukur, biasa di dalam langkah ini

evaluator berkonsultasi dengan

pengembangan program.

Sesudah memahami tentang isi yang terdapat

di dalam program yang merupakan obyek

evaluasi, maka langkah selanjutnya adalah

melakukan penyusunan desain.

39

2. Tahap Instalasi atau Penetapan Kelengkapan

Program. Yaitu melihat kelengkapan yang

tersedia sudah sesuai dengan yang diperlukan

atau belum. Dalam tahap ini dilakukan

kegiatan: Meninjau kembali penetapan

standar,Meninjau program yang sedang

berjalan,Meneliti kesenjangan antara yang

direncanakan dengan yang sudah dicapai.

3. Tahap Proses (Process). Dalam tahap ketiga

dari evaluasi kesenjangan ini adalah

mengadakan evaluasi, tujuan tujuan manakah

yang sudah dicapai. Tahap ini juga disebut

“tahap mengumpulkan data dari pelaksanaan

program”.

4. Tahap Pengukuran Tujuan (Product). Yaitu

tahap melaksanakan analisis data dan

menetapkan tingkat output yang diperoleh.

Pertanyaan yang diajukan dalam tahap ini

adalah “Apakah program sudah mencapai

tujuan terminalnya?”.

5. Tahap perbandingan (Program Comparation),

Yaitu tahap membandingkan hasil yang telah

dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam tahap ini evaluator menuliskan semua

penemuan kesenjangan untuk disajikan

40

kepada para pengambil keputusan, agar

mereka dapat memutuskan kelanjutan dari

program tersebut.

Kunci dari evaluasi Discrepancy adalah dalam

hal membandingkan penampilan dengan tujuan yang

telah ditetapkan. Yang menjadi dasar dalam evaluasi

program ini adalah menilai kesenjangan, dengan

demikian tanpa perlu menganailis pihak-pihak yang

dipasangkan. Kita segera dapat menyimpulkan

bahwa model evaluasi kesenjangan dapat ditetapkan

untuk mengevaluasi pemrosesan. Sebelum

melakukan desain evaluasi maka terlebih dahulu

harus dilakukan fokus evaluasi yaitu

mengkhususkan apa dan bagaimana evalusi akan

dilakukan. Bila evaluasi sudah terfokus, maka ini

berarti proses dan desain dimulai.

2.3 Penelitian Relevan

Berikut ini akan disajikan beberapa penelitian

yang relevan terkait degan manajemen kesiswaa,

diantaranya:

Penelitian yang berjudul “Manajemen Dan

Pengelolaan Peserta Didik (Studi Pada SD di Kota

Makassar)”. Oleh Kamaruddin dkk tahun

2013.Dengan hasil penelitian bahwa (1) Pengelolaan

41

peserta didik harus berbasis pada kebutuhan

mereka. (2) pengelolaan peserta didik memiliki

langkah-langkah penting yaitu: perencanaan

terhadap peserta didik; pembinaan peserta didik,

evaluasi peserta didik, dan mutasi peserta didik. (3)

Perlu sinkronisasi antara output kebutuhan peserta

didik dengan kapasitas sumberdaya jurusan atau

prodi setempat.

Penelitian yang berjudul “Manajemen Peserta

Didik Sekolah Luar Biasa Di Yayasan SLB Tunas

Mulya Surabaya”. Oleh Purwanto tahun 2013. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kegiatan

perencanaan penerimaan peserta didik baru

merupakan kegiatan yang sangat penting untuk

dilakukan. Pelaksanaan pengelolaan dan pembinaan

peserta didik dilakukan dengan menekankan pada

aspek individual dari masing-masing anak,

pembelajarannya dilakukan dengan adanya berbagai

inovasi dan kreatifitas dari guru dalam

menyampaikan pembelajaran sedangkan kegiatan

pembinaannya dilakukan dengan selalu memberikan

pendekatan kepada setiap siswa. Penilaian dan

evaluasi peserta didik menganut standar dari

pemerintah namun ada penyederhanaan.Kelulusan

dapat dilakukan setelah siswa mengikuti seluruh

42

rangkaian ujian dan setelah siswa lulus maka dapat

bergabung dengan ikatan alumni.

Penelitian yang berjudul“Manajemen Peserta

Didik Di Sekolah Satu Atap”. OlehIrfan, dkk tahun

2013. Hasil penelitian menunjukkan tahapan dalam

manajemen peserta didik mulai dari proses

perencanaan, penerimaan peserta didik baru,

pengelompokan, pengaturan mutasi dan drop out,

pengaturan disiplin dan tata tertib, pembinaan,

hingga penilaian di Sekolah Satu Atap.

Penelitian yang berjudul“Evaluation of a

comprehensive behavior management program to

improve school-wide positive behavior support”. Oleh

Metzler, dkk pada tahun 2001. Penelitian ini

menjelaskan evaluasi pendekatan konsultatif untuk

membantu sekolah-sekolah menengah dalam

menerapkan praktek manajemen perilaku sekolah

berbasis empiris. Hasil penelitian menunjukkan

adanya peningkatan dukungan positif untuk perilaku

sosial yang tepat dan pada penurunan perilaku sosial

agresif dikalangan siswa di sekolah. Disiplin rujukan

secara signifikan menurunkan pelecehan diantara

laki-laki untuk siswa kelas 7. Persepsi siswa tentang

keamanan sekolah menjadi lebih baik, namun tidak

terjadi di sekolah pembanding. Laporan siswa secara

43

fisik atau secara lisan menyerang sehari sebelumnya

berkurang di sekolah target, tapi perubahan ini juga

terlihat di sekolah pembanding.

Penelitian yang berjudul“Effects and

implications of self-management for students with

autism a meta-analysis” oleh Lee, dkk pada tahun

2007.Penelitian ini melaporkan hasil pemeriksaan

kemanjuran manajemen diri untuk meningkatkan

perilaku yang sesuai dari anak-anak dan remaja

dengan autisme. Hasil dalam penelitian ini

menunjukkan nilai PND rata menunjukkan bahwa

intervensi manajemen diri adalah pengobatan yang

efektif untuk meningkatkan frekuensi perilaku yang

sesuai dari siswa dengan autisme. Implikasi untuk

penelitian lebih lanjut memperluas penggunaan dan

pemahaman tentang prosedur pengelolaan diri untuk

siswa didiagnosis dengan autisme dibahas.

Penelitian yang berjudul “Comparisons of

student satisfaction with the school food service

programs in middle and high schools by food service

management types” oleh Kim, dkk pada tahun 2003.

Penelitian ini membahas tentang manajemen

layananan makanan bagi siswa. Hasil penelitian

menunjukkan siswa puas dengan pelayanan

makanan di sekolah. Selain itu kepuasan siswa

44

terhadap sanitasi sekolah tidak sama seperti

kepuasan siswa terhadap layanan makanan, dimana

siswa merasa tidak puas dengan layanan sanitasi

sekolah. Dalam penelitian ini dijelaskan pula tentang

bagaimana pemberian jumlah makanan pada siswa

disarankan supaya disesuaikan dengan tingkat

perkembangan siswa.

Penelitian oleh Kamaruddin dkk (2013)

menekankan dalam melaksanakan manajemen

kesiswaan perlu menyesuaikan dengan kebutuhan

siswa dan dijalankan sesuai denga prosedur yang

ada. Selain itu sekolah juga harus menyesuaikan

antara sarana prasarana yang ada dengan jumlah

siswa.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

Purwanto (2013) menekankan pentingnya

menajemen kesiswaan di sekolah. Manajemen

kesiswaan yang diteliti antara lain adalah

perencanaan peserta didik baru, pengelolaan peserta

didik, penilaian peserta didik, serta kelulusan dan

alumni. Bila dibandingkan dengan penelitian

Purwanto, penelitian Irfan, dkk (2013) memiliki

lingkup yang lebih luas. Dalam penelitian Irfan, dkk

lingkup manajemen kesiswaan meliputi

perencanaan, penerimaan peserta didik baru,

45

pengelompokan, pengaturan mutasi dan drop out,

pengaturan disiplin dan tata tertib, pembinaan,

hingga penilaian.

Berbeda dengan tiga penelitian di atas

penelitian oleh Metzler, dkk (2001) menjelaskan

tentang penerapan manajemen perilaku

komperhensif. Dari hasil penelitian oleh Metzler, dkk

menunjukkan bahwa manajemen perilaku

komperhensif dapat memberikan dampak positif bagi

perilaku sosial siswa. Sementara Lee, dkk (2007)

melakukan penelitian tentang manajemen diri yang

diterapkan kepada siswa yang memiliki autisme.

Hasil penelitian oleh Lee, dkk menunjukkan adanya

peningkatan perilaku yang baik setelah manajemen

diri di terapkan pada sekolah dengan siswa autisme.

Sedangkan penelitian Kim, dkk (2003) yang

meneliti tentang kepuasan siswa terhadap kepuasan

siswa pada layanan makanan dan layanan sanitasi

sekolah. Dalam penelitian Kim, dkk ada beberapa

persamaan kesimpulan dengan penelitian

Kamaruddin dkk, dimana dalam memberikan

layanan kepada siswa harus disesuaikan dengan

kebutuhan dan kemampuan siswa.

Penelitian-penelitian diatas berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dimana

46

dalam penelitian yang dirancang penulis akan

berkonsentrasi pada penelitian evaluasi pada

program manajemen kesiswaan. Jika dalam

penelitian di atas hanya dibahas tentang pengukuran

terhadap pelaksanaan manajemen kesiswaan di

sekolah. Penelitian yang dirancang penulis ini akan

mengukur sekaligus mencari kesenjangan antara

pelaksanaan program Manajemen Kesiswaan dengan

standard pelaksanaan manajemen kesiswaan. Selain

itu ruang lingkup dalam penelitian ini akan lebih

luas dibandingkan penelitian sebelumnya. Sehingga

dengan adanya enelitian ini diharapkan mampu

membentu pelaksana program dalam menyusun dan

melaksanakan program Manajemen Kesiswaan di

sekolah.

2.3 Kerangka Pikir

Dalam lingkup sekolah pengelolaan kesiswaan

menjadi penting untuk dilaksanakan guna

memberikan pelayanan maksimal kepada siswanya.

Maka program manajemen kesiswaan menjadi

penting untuk dilaksanakan guna memberikan

pelayanan kepada siswa. Evaluasi manajemen

kesiswaan bertujuan untuk mengetahui keberlajutan

program dengan mencari kesenjangan-kesenjangan

47

yang ada dan mengetahui hambatan selama

melaksanakan serta mengetahui hasil dari

pelaksanaan program.

Berdasarkan tujuan dan masalah yang ada,

penulis melakukan penelitian evaluasi program

manajemen kesiswaan menggunakan pendekatan

Discrepancy(kesenjangan). Pendekatan Discrepancy

ini menitikberatkan pada kesenjangan yang muncul

dalam desain program, instalasi program, proses

pelaksanaan program, dan hasil (produk) program

manajemen kesiswaan. Dari kesenjangan yang

muncul maka akan diketahuai solusi yang tepat

guna memperbaiki program manajemen kesiswaan

ke depannya. Berikut kerangka pikir evaluasi

program manajemen kesiswaan di SDN 1 reco

berdasarkan model Discrepancy.

48

Gambar 2.1

Kerangka Pikir Evaluasi Program Manajemen Kesiswaan

Berdasarkan Discrepancy Model

Evaluasi program

Manajemen Kesiswaan

Discrepancy Model

Desain Instalasi Proses Produk

Hasil evaluasi

(kesenjangan)