bab ii identitas, kepribadian dan warna 2. teori identitas...
TRANSCRIPT
11
BAB II
Identitas, Kepribadian dan Warna
2. Teori Identitas
2.1. Konsep Identitas
Secara epistimologi, kata identitas berasal dara kata idendity, yang
berarti kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu keadaan
yang mirip satu sama lain. Identitas umumnya dimengerti sebagai suatu
kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan pribadi, suatu kesatuan unik;
kesatuan dan kesinambungan yang mengintegrasikan semua gambaran diri
baik yang diterima dari orang lain maupun yang diimajinasikan sendiri
tentang apa dan siapa dirinya serta apa yang dapat dibuatnya dalam hubungan
dengan diri sendiri dan orang lain.1 Adapun pengertian identitas menurut Erik
H. Erikson, menurutnya identitas sebagai “psikososial” dikatakan demikian
karena manusia menghadapi satu proses yang berakar dan berlangsung di
dalam lapisan inti jiwa perorangan, tetapi sekaligus menyangkut pula inti
pusat kebudayaan masyarakatnya.
Identitas bukanlah sekedar penjumlahan segala pengalaman atau
identifikasi masa kanak-kanak, tetapi agaknya semacam proses sintesis
terhadap segala sesuatu yang merupakan kekhasan pribadi seseorang di dalam
konteks masyarakatnya. Secara ilmiah, identitas merupakan satu proses,
sebuah sintesis ego yang sebagian besar berlangsung secara tidak sadar dan
1 Jabal Tarik Ibrahim, Sosiologi Pedesaan (Malang: UMM Press, 2003), 64.
12
yang mengintegrasikan berbagai macam diri atau aspek diri si individu ke
dalam bentuk kesatuan baru dan ke dalam perspektif diri sentral yang baru
seraya menentukan sendiri orientasi diri dengan kembali mensintesiskan sisa
identifikasi efektif serta konsep diri dari masa anak-anak. Secara kodrati
proses identitas bersifat psikososial yang berarti pribadi membentuk
identitasnya seturut cita-cita serta identitas bersama kelompoknya.2 Serta
identitas menurut Erikson merupakan proses yang berlangsung seumur
hidup.3 Selain Erikson adapun seorang peneliti kotemporer yang sangat
tertarik dengan psikologi identitas yakni Jonathan Cheek, dia mengatakan
identitas lebih akurat dikonseptualisasikan sebagai sebuah konstruk personal
dan internal atau sebagai sebuah konstruk yang terdefenisi secara sosial dan
eksternal. Untuk beberapa individu bagian paling penting dari “self” mungkin
adalah tentang siapa mereka dalam hubungannya dengan orang lain atau lebih
populernya memiliki banyak teman. Tetapi bagi individu lainnya, peran sosial
mungkin dinilai kurang penting dan “self” sangat baik dideskripsikan secara
introspektif.4
Identitas adalah sifat dan karakteristik yang dibentuk dari hubungan
sosial, peran, dan juga kelompok sosial. Keanggotaan yang menentukan
identitas tentang siapa seseorang dapat difokuskan pada masa lalu, masa
sekarang dan masa depan. Identitas juga merupakan sikap seseorang dalam
2 Creamers Agus, Jati Diri, Kebudayaan dan Sejarah (Maumere: Ledalero, 2001), 20-21.
3 Howard Friedman dan Miriam Schustack, Kepribadian teori klasik dan riset modern edisi
ketiga, jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2006), 156. 4 Friedman dan Miriam Schustack, Kepribadian teori… 162.
13
memberi makna bagi orang lain yang mampu membentuk suatu konsep diri.
Hal ini digambarkan dalam pemikiran ketika orang tersebut memikirkan
dirinya sendiri.5 Dalam kaitan identitas diri dan konsep diri, seseorang mampu
untuk mengenal dirinya sendiri melalui citra diri dan perasaan diri. Dan itu
dibuktikan melalui pancaindra seseorang.
2.2. Konsep Identitas Perempuan
Pada umumnya Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan.
Secara kodrati laki-laki dan perempuan berbeda jenis kelaminnya beserta
segenap kemampuannya jika dilihat dari sifat biologisnya.6 Kata perempuan
berasal dari kata empu yang artinya dihargai.7 Erik Erikson berpendapat
bahwa identitas sebagai “psikososial” dikatakan demikian karena manusia
menghadapi satu proses yang berakar dan berlangsung di dalam lapisan inti
jiwa perorangan, tetapi sekaligus menyangkut pula inti pusat kebudayaan
masyarakatnya. Hal inilah yang membentuk atau mengkonstruksi sehingga
lahir juga perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Dalam diri perempuan
dianggap bertangungjawab penuh di ruang domestic, berperan dalam urusan
kerumahtanggaan atau peran-peran reproduksi sebaliknya laki-laki dalam rana
publik.8 Menyambung dari itu perempuan dipandang mengalami “kolonisasi
ganda” karena keberadaannya sebagai subyek yang dikuasai (colonial subject)
5 Mark R Leary and June P Tangney, Handbook of Congress Cataloging (United States of
Amerika: Library of Congress Catalogging, 2012) 69. 6 Subhan Zaitunah, Kodrat Perempuan, (Yogyakarta: PT LKIS Pelangi Aksara, 2004), 07.
7 Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, Ulumul Qur’an, No 3, Vol VI, (Jakarta: Lembaga Studi Agama
dan Filsafat, 1995) 113. 8 Zaitunah, Kodrat Perempuan… 13.
14
dan diskriminasi umum yang dialami sebagai subyek perempuan dalam
budaya patriarkhal. Dalam “kolonisasi ganda” ini, peran dan identitas
perempuan cenderung direduksi pada tubuh seksualitas dan fungsi reproduksi
masyarakat.9
2.3. Identitas Perempuan Indonesia
Perempuan dalam berbagai masyarakat di Indonesia, menurut
pandangan sejarah memainkan banyak peran. Untuk mengetahui hal itu
dibawah ini menjelaskan tentang pengertian perempuan dalam suatu
masyarakat bersosial. Istilah perempuan dalam masyarakat. sendiri menunjuk
kepada salah satu dari dua jenis kelamin manusia. Dalam kehidupan sosial
selalu dinilai sebagai the other sex (jenis kelamin yang lain), yang sangat
menentukan mode representasi sosial tentang status dan peran perempuan.
Marginalisasi yang mencul kemudian menunjukan bahwa perempuan menjadi
the second sex atau juga sering disebut “ warga kelas dua”, yang
keberadaannya tidak begitu diperhitungkan.10
Secara teologis perempuan
sebagai manusia yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah serta
yang juga sama dengan manusia lainnya yakni laki-laki.
Pengertian perempuan dalam pendekatan sosiologis berarti berbicara
tentang status perempuan dalam sosiologis yang bersifat tradisional. Status
perempuan seringkali dianalisis dalam hubungannya dengan “kedudukannya”
9 Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto, Hermeneutika Pascakolonial Soal Identitas,
(Yogyakarta: Kanisius Anggota IKAPI, 2004) 22. 10
Irwan Abdullah, Sangkan Peran Gender, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), 03
15
di dalam masyarakat yaitu fungsi mereka dalam keluarga sebagai suatu
institusi yang paling fundamental. Jika perempuan tetap berada pada
kedudukan mereka di dalam institusi keluarga dengan memainkan peran sosial
mereka sebagai ibu atau istri, maka mereka membantu mengintregasikan
keluarga sebagai unit. Hal ini menyeimbangkan unit tersebut dalam unit
keluarga, sementara laki-laki membuka hubungan antara keluarga dan
organisasi-organisasi sosial dalam masyarakat. Yang dimaksud dengan
kedudukan (status) adalah kumpulan hak-hak dan kewajiban tertentu yang
dimiliki oleh seseorang dalam menghadapi atau berinteraksi sedangkan yang
dimaksudkan dengan peranan adalah tingkah laku yang diwujudkan sesuai
dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban suatu kedudukan tertentu.11
Dalam
hal ekonomi pada masa orde baru, negara memberi kesempatan dan legitimasi
kepada kaum perempuan untuk sepenuhnya bergiat di berbagai sektor
ekonomi. “peran ganda” lahir pada saat itu. Konsep tersebut menggambarkan
ideologi gender yang dipakai negara yakni perluasan peran perempuan dari
hanya berorientasi rumah tangga dan keluarga (tradisonal) ke bidang lain di
luar rumah tangga (modern) yang memberi sumbangan besar pada ekonomi
keluarga dan negara tanpa harus menanggalkan peran alamiah sebagai ibu dan
istri.12
11
Shanty Dellyana, Wanita dan Anak di Mata Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1988), 110. 12
Lisa Hadiz, Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004), xiv.
16
Belenky dkk memberikan pemahaman mengenai perempuan yang
dilihat dalam 5 tahapan/ kategori epistimologis perspektif perempuan yakni:
Tahap pertama kebisuan perempuan adalah silent knower, yang bersifat
pasif, reaktif dan tunduk pada sosok otoritas yang dalam pandangannya
berkuasa dan dominan. Sosok otoritas diterima sebagai sumber kebenaran
walaupun sosok tersebut jarang menjelaskan mengapa sesuatu dianggap
benar. Perempuan pada tahap ini belum mengenal kekuatan kata-kata
sebagai sarana untuk menyatakan atau mengembangkan pendapat dan
belum mampu mengambil pelajaran dari pengalaman sendiri.
Tahap kedua perempuan mulai menyadari kemampuannya untuk belajar
dan menerima pengetahuan yang diberikan orang lain dan oleh karenaitu
disebut received knower. Dalam tahapp ini kata-kata menjadi sangat
penting dalam proses penyerapan pengetahuan. Perempuan juga telah
mulai menemukan kekuatan “suara” (voice) dan pikirannya lewat
persahabatannya dengan teman.
Tahap ketiga perempuan telah menjadi subjective knower artinya bahwa
perempuan subsubyektivitis mengamati kejadian sehari-hari dalam
kehidupannya yang menjadi sumber utama perolehan pengetahuannya dan
dia mulai mendengarkan dan mempercayai suara yang keluar dari dalam
dirinya.
17
Tahap keempat perempuan menjadi rendah hati dalam arti dia bersedia
menerima pengetahuan “prosedural” dan mulai menyadari perlunya
berkompromi dengan otoritas.
Tahapan terakhir perempuan telah sadar semua pengetahuan berupa
konstruksi artinya mulai mencari sesuatu yang otentik dan unik, sesuatu
yang di luar yang telah ditentukan atau diberikan.13
Pendekatan sosiologis yang dipakai dalam mengkaji tentang
perempuan berarti berbicara tentang status perempuan dalam sosiologis yang
bersifat tradisional. Status perempuan seringkali dianalisis dalam hubungan
dengan “kedudukannya” di dalam masyarakat, yaitu fungsi mereka dalam
keluarga sebagai sebuah institusi yang paling fundamental. Menurut beberapa
tokoh funsionalis seperti Durkheim (1897), Spencer (1851), dan Comte
(1877), sifat-sifat alamiah perempuan yang inheren menciptakan suatu
pembagian kerja, hirarki otoritas laki-laki dan struktur moralitas. Sifat-sifat
alamiah tersebut menempatkan kaum perempuan di bawah kontrol logis kaum
laki-laki dalam suatu keluarga patriarkat dan struktur sosial. Oleh karena itu
dianggap sebagai suatu bentuk evolusi alamiah kaum perempuan itu sendiri
serta meningkatkan fungsi-fungsi masyarakat.14
Kemudian menurut Weber,
untuk analisis mengenai perempuan di dalam masyarakat, hal itu merupakan
perkembangan penting, karena status atau posisi seseorang pada suatu tatanan
13
Hidayana Irwan M, Benih Bertumbuh, (Yogyakarta: Kelompok Perempuan Pejuang Perempuan Tertindas, 2000) 538-541
14 Jane C. Olleburger, Helen A. Moore, Sosiologi Wanita, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 7.
18
sosial berhubungan dengan kekuasaan. Status perempuan di dalam masyarakat
kini dapat dianalisis dalam hubungannya dengan kerugian mereka, baik dalam
kekuasaan ekonomi dan sosial maupun dalam pembentukan prestise sosial
yang dikaitkan pada jenis kelamin dan peran-peran pekerjaan.
2.4. Identitas Perempuan Timor
Identitas perempuan dalam masyarakat meto atau masyarakat Timor
dapat ditemukan khususnya dalam pembagian peran sosialnya dalam ike suti
dan suni-auni yang sudah dibahas dalam Bab I bahwa secara garis besar Ike-
suti adalah benda kembar yang berguna bagi setiap perempuan dewasa suku
meto/timor dalam proses pembuatan tenunan. Dua benda ini masing-masing
adalah alat pemintal benang. Sedangkan suni-auni adalah benda kembar yang
berguna bagi setiap laki-laki meto yakni parang dan tombak yang dipakai
untuk berkebun dan berburu. Dua perkakas di atas menunjukan pandangan
dan keyakinan iman masyarakat suku meto mengenai kesetaraan gender, etos
kerja, kepekaan ekologis serta pandangan mengenai hidup sesudah mati.15
Menenun yang dikerjakan oleh para perempuan Timor menghasilkan kain
tenunan yang di dalamnya tergambar motif-motif pada kain tenunan. Motif
dalam kain tenunan memiliki makna dan nilai bagi kehidupan bermasyarakat.
Dari tangan-tangan perempuan menghasilkan suatu karya yang sangat indah,
bukan saja itu menenun menghasilkan sebuah identitas dalam sebuah struktur
sosial masyarakat, identitas diri, pengenalan akan Allah dan juga sebagai
15
Eben Nuban Timo, Sidik Jari Allah Dalam Budaya (Maumere: Ledalero, 2009), 05
19
penopang bagi kehidupan.16
Jika dikatakan identitas umumnya dimengerti
sebagai suatu kesadaran akan kesatuan, kesinambungan pribadi dan juga suatu
kesatuan yang unik dalam masyarakat, maka pekerjaan menenun yang
dilakukan oleh para perempuan Timor merupakan suatu kesatuan yang unik
yang ada dalam diri perempuan karena dapat menceritakan identitasnya.
2.5. Identitas Perempuan dalam Alkitab
Dalam Kejadian 3:21 ini terjadi satu titik balik dari cerita penciptaan.
Di mana Allah telah menciptakan segala sesuatu yang ada dari yang tidak ada.
Secara khusus menciptakan manusia untuk menjadi wakilNya di dunia,
manusia merupakan ciptaan Allah yang paling mulia dan tidak sama dengan
makhluk-makhluk lain artinya manusia mempunyai kekhususan.17
Manusia
berbeda dengan ciptaan yang lainnya, manusia diberikan akal budi yang
membentuk gagasan-gagasan dari konsep-konsep akalnya yang mampu
membayangkan dirinya sendiri terlepas dari lingkungannya.18
Dalam Kejadian 2:18 mengungkapkan kodrat manusia yang kesepian
dan tidak sepenuhnya puas. Sekalipun banyak sekali yang telah dilakukan
untuk dirinya, dia sadar bahwa ada kekurangan. Sang Khalik belum selesai.
Dia sudah berencana untuk menyediakan seorang teman yang akan memenuhi
kerinduan hati manusia. Karena manusia diciptakan untuk bersekutu dan
16 Jes A, Therik 1994, Nusa Tenun Tangan- Nusa Tenggara Timur, (Kupang: Bappeda Propinsi
NTT, 2003), 11.
17 Th Kobong, Iman dan Kebudayaan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997) 01.
18 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi 1, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005) 69.
20
berteman, maka dia hanya dapat menikmati hidup sepenuhnya apabila dia
dapat berbagi kasih, kepercayaan dan pengabdian dalam lingkungan intim
hubungan keluarga. Allah memungkinkan manusia memiliki seorang
penolong. Secara harafiah, penolong yang sepadan atau seorang yang
sepadan dengan. Perempuan itu akan menjadi orang yang dapat ikut berbagi
tanggung jawab dengan laki-laki, menanggapi sifat laki-laki dengan
pengertian dan kasih, serta bekerja sama sepenuhnya dengan laki-laki itu
dalam melaksanakan rencana Allah.19
2.6. Teori Kepribadian
2.6.1. Konsep Kepribadian
a. Gordon W Allport
Istilah kepribadian berasal dari kata Latin persona yang artinya
topeng. Kepribadian yang lain berjangkauan dari konsep yang populistik
sifatnya yaitu kepribadian memampukan seseorang menjadi efektif secara
sosial (seorang individu bisa dilihat memiliki kepribadian mengagumkan
atau menakutkan atau tidak punya kepribadian sama sekali).20
Dalam
bukunya Personality: A Psychological Interpretation (1937) Allport
memperkenalkan sebuah pendekatan yang khas Amerika bagi studi
tentang Kepribadian. Teori awal Allport dipengaruhi oleh psikologi
Gestalt yang ditemuinya saat belajar di Jerman dan oleh kecenderungan
19
Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison, Tafsiran Alkitab: The Wycliffe Bible
Commentary, (Jawa Timur: Gandum Mas, 2011) 33. 20
Matthew H Olson dan B. R. Hergenhahn, Pengantar Teori-teori Kepribadian Edisi Kedelapan (Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2011), 01.
21
humanistiknya yang kuat yang berkembang sejak awal hidupnya.
Psikologi Gestalt menekankan keseluruhan dan saling berkaitnya
pengalaman sadar yang tentunya sama sekali tidak mengindahkan pikiran
bawah sadar. 21
Kepribadian merupakan sesuatu yang terorganisasi dan terpola.
Akan tetapi, organisasi ini selalu dapat berubah sehingga digunakan kata
“dinamis”. Kepribadian bukan merupakan organisasi yang statis, namun
terus menerus berkembang dan berubah. Kata lain yang digunakan oleh
Allport dalam defenisi yang mengimplikasikan tindakan adalah
menentukan, yang memberikan gagasan bahwa kepribadian adalah sesuatu
dan melakukan sesuatu. Dengan kata lain, kepribadian tidak hanya sekedar
topeng yang kita kenakan ataupun hanya sekedar perilaku. Kepribadian
merujuk pada individu di balik tampilan luarnya, manusia di balik
tindakannya.
Defenisi komperhensif Allport atas kepribadian memberikan
gagasan bahwa manusia adalah produk dan proses, manusia mempunyai
struktur terorganisasi, sementara pada saat yang bermanfaat mereka
memproses kemampuan untuk berubah. Kesimpulannya bahwa
kepribadian mencakup sistem fisik dan psikologis meliputi perilaku yang
terlihat, pikiran yang tidak terlihat dan tidak hanya merupakan sesuatu,
tetapi melakukan sesuatu. Kepribadian adalah substansi dan perubahan,
21
Hergenhahn, Pengantar Teori… 335.
22
produk dan proses serta struktur dan perkembangan.22
Pada akhirnya
bahwa dalam teori Allport mengenai kepribadian berhubungan erat
dengan kenyataan bahwa obyek yang dibahas memang merupakan
manusia yang kompleks, unik (setiap orang mempunyai kekhususan
tertentu yang membedakannya dari setiap orang lain), dan mempunyai
kemampuan untuk berubah. Namun ada dasar umum dari teori
kepribadian bahwa kepribadian seseorang merupakan hasil dari faktor
herediter (faktor keturunan) dan faktor lingkungan.23
b. Costa dan McCrae.
Kajian sifat manusia yang dikemukakan oleh Allport dilanjutkan oleh
Costa dan McCrae. Seperti kebanyakan peneliti faktor lainnya,
membangun taksonomi yang terelaborasi mengenai sifat dari kepribadian.
Akan tetapi mereka tidak menggunakan klasifikasi tersebut untuk
menghasilkan hipotesis yang dapat diuji, melainkan hanya menggunakan
teknik analisis faktor untuk menguji stabilitas dan struktur kepribadian.
Dalam masa tersebut Costa dan McCrae awalnya hanya berfokus pada dua
dimensi utama yaitu neurotisme dan ekstraversi. Sampai tahun 1983,
Costa dan McCrae masih berargumentasi mengenai model tiga faktor
kepribadian. Baru pada tahun 1985, mereka mulai melaporkan studi pada
lima kepribadian yakni neurotisme, ekstraversi, keterbukaan, keramahan
22
Jess Feist dan Gregory J Feist, Teori Kepribadian, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010) 85-86.
23 Brouwer M. A. W, dkk, Kepribadian dan Perubahannya, (Jakarta: PT Gramedia, 1979) 104.
23
dan kesadaran. Lima (5) faktor yang ditemukan oleh Costa dan McCrae
bisa dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel Model Kepribadian menurut McCrae dan Costa24
Jenis
Kepribadian
Skor Tinggi Skor Rendah
Ekstraversi Penuh kasih sayang
Mudah bergaul
Banyak bicara
Menyukai kesenangan
Bersemangat
Tidak peduli
Penyendiri
Pendiam
Serius
Tidak Bersemangat
Neurotisme Pencemas
Temperamental
Sentimentil
Emosional
Rentan
Tenang
Terkadang Tempramental
Bangga dengan dirinya
sendiri
Tidak Emosional
Kuat
Keterbukaan Imajinatif
Kreatif
Inovatif
Penasaran
Bebas
Realistis
Tidak kreatif
Konvensional
Tidak penasaran
Konservatif
Keramahan Berhati lembut
Mudah percaya
Dermawan
Keras hati
Penuh kecurigaan
Pelit
24
Feist dan Gregory J Feist, Teori Kepribadian… 134-136.
24
Ramah
Toleran
Bersahabat
Bermusuhan
Kritis
Lekas marah
Kesadaran Teliti
Bekerja keras
Teratur
Tepat waktu
Ambisius
Gigih
Ceroboh
Malas
Tidak Teratur
Lambat
Tidak punya tujuan
Mudah menyerah
Ket tabel: skor tinggi adalah bagian yang kuat dalam jenis kepribadian, sebaliknya
skor rendah menggambarkan bagian yang lemah dari kelima jenis kepribadian.
Dari tabel di atas menjelaskan Neurotisme dan Ekstraversi yang
merupakan dua sifat kepribadian yang sangat kuat dan terjadi di mana-
mana. Kemudian keterbukaan pada pengalaman membedakan antara
orang-orang yang memilih keragaman dengan orang-orang yang
mempunyai suatu kebutuhan atas akhir yang sempurna serta yang tetap
merasa nyaman dengan asosiasi mereka terhadap hal-hal dan orang-orang
yang tidak asing. Skala keramahan membedakan orang-orang yang
berhati lembut dengan mereka yang kejam. Faktor yang kelima yakni
kesadaran mendeskripsikan orang-orang yang teratur dan memiliki
disiplin diri.
25
2.7. Kepribadian perempuan yang ditinjau dari aspek sosial, budaya dan
keluarga
Menurut sejarah, pada banyak komunitas anak laki-laki telah
menerima hak-hak istimewa dalam keluarga dan kesempatan-kesempatan
yang tidak diperoleh oleh anak perempuan. Perbedaan dalam cara
memperlakukan anak laki-laki dan anak perempuan berbeda satu sama lain.
Mereka terbiasa dengan perbedaan dalam perkembangan sebagai laki-laki dan
perempuan.25
Perempuan lebih mengkhususkan diri dalam mengurus rumah
tangga. Hal tersebut merupakan pemisahan ilmiah. Biologi telah menentukan
bahwa seorang perempuan melahirkan dan karena itu merasakan tanggung
jawab besar untuk mendidik dan membesarkan anak-anak.26
Berbicara
mengenai kepribadian perempuan dalam gambaran stereotip (beberapa
perilaku) yang ada mengenai perempuan bahwa sifat-sifat khasnya berupa
pasrah, penurut, sabar, setia, tulus, berbakti pada orang tua, maupun suami
dan lain sebagainya.27
Adapun sifat perempuan lebih terikat pada komunikasi
dan kemudian pemecahan sebuah masalah, dikatakan demikian karena dalam
diri seorang perempuan memiliki miliaran sambungan neuron antara pusat
perasaan dan pembicaraan. Dalam arti dia mempunyai suatu jalan bebas
hambatan yang menghubungkan perasaannya dan pembicaraannya.28
25
Daniel Cervone dan Lawrence A Pervin, Kepribadian, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011) 25
26 Gray Jhon, Mars and Venus Together Forever, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005)
02. 27
Brouwer M. A. W, dkk, Kepribadian dan…, 109. 28
Jhon, Mars and… 97.
26
Perilaku-perilaku ini terbentuk dari lingkungan dan itu mempengaruhi setiap
kehidupannya.
Pembentukan kepribadian perempuan yang dibentuk oleh aspek sosial
digambarkan pada pola perilaku yang mana hal tersebut dapat berkembang
sebagai suatu hasil dari keanggotaan dalam suatu kelas sosial dalam budaya
tersebut. Banyak aspek dari kepribadian seorang individu hanya dapat
dipahami dengan mengacu kepada kelompok tempat orang tersebut berada.
Kelompok sosial seseorang baik kelas bawah ataupun kelas atas, kelas pekerja
atau profesional memiliki tingkat kepentingan masing-masing. Dalam hal ini
misalnya dalam tradisi orang Jawa selalu manaruh hormat pada yang tertinggi
atau kaum bangsawan dan itu muncul dalam berbagai perilaku sosial mereka,
hal itu pula nampak pada karya-karya perempuan dalam mereka membatik
bahwa motif dan warna mencerminkan perilaku sosial. Faktor sosial dalam
menentukan status dari para individu, tugas-tugas yang mereka emban dan
hak-hak istimewa yang mereka nikmati adalah beberapa faktor yang
mempengaruhi bagaimana para individu memandang diri mereka dan
bagaimana mereka memandang anggota dari kelas sosial lain sebagaimana
mereka mencari uang dan menghabiskannya.29
Salah satu hal terpenting di antara penentu lingkungan terhadap
kepribadian perempuan adalah pengalaman-pengalaman individual sebagai
suatu hasil dari keanggotaan mereka pada suatu budaya tertentu. Setiap kultur
29
Daniel Cervone dan Lawrence A Pervin, Kepribadian … 24
27
memiliki pola institusionalisasi dan sanksi tertentu mengenai perilaku yang
dipelajari, ritual-ritual dan kepercayaan-kepercayaan tertentu. Praktik-praktik
kebudayaan ini yang pada gilirannya sering kali merefleksikan kepercayaan
religius dan filosofi yang mendalam, memberikan jawaban bagi pertanyaan-
pertanyaan penting mengenai sifat alamiah seseorang, peran seseorang dalam
suatu komunitas dan nilai serta prinsip-prinsip yang paling penting dalam
kehidupan. Sebagai hasilnya, para anggota dari suatu budaya tertentu dapat
berbagi karakteristik kepribadian yang ada.30
Hal ini Nampak misalnya dalam
aktifitas perempuan di Jawa dalam ia membatik, motif-motif yang ada dalam
kain batik berhubungan dengan kepercayaan terhadap nenek moyang dan
tokoh-tokoh yang dipercayai dalam perwayangan.
Di luar kesamaan yang ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan
seperti keanggotaan pada budaya atau kelas sosial yang sama, faktor-faktor
lingkungan mendorong munculnya variasi dalam pemfungsian kepribadian
dari anggota suatu budaya atau kelas tertentu. Salah satu faktor lingkungan
yang paling penting adalah keluarga. Orang tua dapat bersikap hangat dan
mencintai, kasar atau menolak, protektif dan posesif atau peka terhadap
kebutuhan sang anak untuk memiliki kebebasan dan otonomi. Setiap pola
perilaku orangtua mempengaruhi perkembangan kepribadian dari sang anak.
Kepribadian seseorang dalam keluarga adalah berbeda-beda dan karena itu
dalam hal ini berbicara mengenai kepribadian perempuan dalam keluarga
30
Daniel Cervone dan Lawrence A Pervin, Kepribadian, 21-23
28
pada umumnya bahwa perempuan itu memiliki kelembutan hati, kasih sayang
dan juga naluri untuk menjaga serta merawat dalam hal apapun. Serta kaum
perempuan lebih beradaptasi dengan perannya sebagai pengasuh dan telah
belajar untuk mengatasi perasaan dan menyelesaikan masalah terutama
dengan jalan berbicara dan berbagi rasa dengan orang-orang lain dalam
keluarga dan lingkungannya.31
Peranan perempuan dalam keluarga sangatlah
dominan. Sebagai ibu dalam rumah tangga ia sebagai ratu yang menata masa
depan anak-anaknya. Akan menjadi apa seorang anak itu tergantung dari
peranan seorang perempuan. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki
kepribadian yang mengharuskan dia terlibat secara langsung untuk mengurus
keluarganya serta dia juga memiliki kemampuan naluri yang sangat luar
biasa.32
Kepribadian perempuan dibentuk dari ketiga aspek di atas, namun
seiring perkembangan zaman dan juga kreatifitas yang banyak bermunculan
kepribadian perempuan juga bisa dilihat dari aspek-aspek yang lain dan salah
satunya melalui warna. Warna dalam sebuah kain tenunan sebenarnya juga
menggambarkan kepribadian serta identitas. Oleh karena itu, di bawah ini
penulis akan menjelaskan beberapa konsep mengenai warna, cara
membuatnya sampai pada makna warna itu sendiri.
31
Jhon, Mars and…, 93. 32
Pr. Darmawijaya, Perempuan Dalam Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius Anggota IKAPI, 2003) 38.
29
2.8. Warna
Pekerjaan menenun menghasilkan selembar kain tenunan yang di
dalamnya terdapat motif-motif yang tidak terlepas dari unsur penting yakni
warna-warna dasar dari kain tenunan. Dikatakan demikian karena para
perempuan bisa berekspresi dalam memberi warna pada kain tenunan itu juga
dikarenakan dalam percobaan ilmiah yang menunjukan bahwa kaum
perempuan lebih memperlihatkan keunggulan apabila menyangkut
keterampilan-keterampilan pada otak sebelah kirinya.33
Pemakaian warna
dalam kain tenunan juga berhubungan dengan gejolak emosi batin dari si
penenun dan juga si pemakai. Misalnya dalam pembuatan sebuah sarung atau
selimut warna yang digunakan adalah warna merah, kuning dan hijau yang
bahan-bahannya diambil dari tumbuhan-tumbuhan lokal yang ditanam. Warna
tersebut mau menggambarkan kondisi batin yang senang bagi si penenun
dengan corak warna-warna yang terang tersebut. Sedangkan dari si pemakai
misalnya dalam acara adat seperti kematian si pemakai lebih memilih warna
gelap atau hitam dibandingkan warna terang. Oleh karena itu, warna juga
mencerminkan kepribadian. Perlu diketahui juga bahwa warna-warna dasar
dari kain tenunan orang Timor berbeda dengan warna dasar kain tenunan di
suku-suku lain seperti Rote, Sabu, Alor dan lainnya (suku-suku yang ada di
Nusa Tenggara Timur).
33
Jhon, Mars and … 93.
30
2.8.1. Konsep Warna
Pengertian warna dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti kesan yang
diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda yang
dikenainya. Adapun dalam berbagai warna yakni biru, hijau, merah, putih dan
lain sebagainya. Dalam dunia ilmu pengetahuan persepsi mengenai “warna”
selalu dihubungkan dengan penglihatan. Seseorang bisa saja melihat dalam
suasana remang-remang tetapi tidak dapat membedakan warna dengan jelas.
Hanya bila intensitas cahaya menentukan warna yang ia lihat. Karena itu
tingkat intensitas cahaya menentukan persepsi manusia tentang warna. Selain
cahaya, otak juga merupakan faktor lain yang sangat penting dalam
membangun rangsangan bagi seorang manusia untuk menarik kesimpulan
tentang warna yang ia lihat.
Hakekat dari warna menurut Aristoteles yang berpendapat bahwa
semua warna itu adalah hasil dari percampuran antara warna hitam dan putih.
Pandangan ini tetap kuat sampai dengan tahun 1666 waktu Sir Isaac Newton
membuat percobaan dengan menggunakan lensa prima. Cahaya putih yang
keluar dari prisma itu menghasilkan aneka warna yang ia sebut “konfigurasi”.
Sedangkan dalam ilmu Antropologi studi mengenai “warna” dilihat sebagai
salah satu pendekatan untuk memahami system klasifikasi sosial. Hal ini sama
31
dengan studi mengenai rumah, tiang rumah dan berbagai artefak budaya
lainnya.34
Pemakaian warna alami dalam setiap kain tenunan lebih eksklusif
dibandingkan dengan warna sintesis karena warna alam mampu bertahan lama
dan memiliki kualitas warna yang baik dibandingkan warna sintesis. Ketika
memahami keindahan selembar kain tenunan bagi para perempuan perlu
diperhatikan beberapa hal antara lain bahan pewarna alam, kualitas warna,
daya serap pada kain dan cuaca. Kombinasi faktor-faktor ini dalam pembuatan
tenunan memerlukan waktu yang sangat lama. Contoh-contoh pewarna alami
yakni akar mengkudu untuk warna merah, kunyit untuk warna kuning,
tanaman pohon (taum) untuk warna hitam dan kebanyakan untuk warna
diambil dari warna kapas yang dibersikan kemudian diolah menjadi benang. 35
2.8.2. Merakit Warna
Perempuan suku meto atau Timor dahulu hanya mengenal satu bahan
dasar yakni kapas yang dipintal menjadi benang untuk pembuatan setiap kain
tenunan.36
Proses pembuatan menjadi benang yakni kapas yang diambil dari
kebun dipilih yang sudah matang kemudian dijemur di panas matahari. Kapas
yang dijemur itu ditaruh di atas tikar untuk dipisahkan bijinya, agar serat
benang teratur dan tidak memakan tempat. Setelah dibersihkan kapas ditaruh
34
Therik Tom dan Lintje Pellu, Ibadah, Liturgi dan Kontekstualisasi, (Kupang: Artha Wacana Press, 2000) 10.
35 Iriani Ade, Studi Groundded Theory di UKM Batik Sragen, (Salatiga: Universitas Kristen
Satya Wacana, 2015) 69-71. 36
Eben Nuban Timo, Sidik Jari… 55.
32
sebanyak mungkin di atas tikar dan dipukul dengan tali atau busur untuk
memperoleh kapas yang mudah diputar menjadi benang. Proses dalam
membuat warna dalam selembar kain tenunan tidak terlepas dari warna dasar
kapas yakni putih yang telah dipintal menjadi benang. Adapun warna-warna
lain yang digunakan oleh para perempuan Timor yang diambil dari alam.
Misalnya warna hitam menggunakan daun tarum (taum) yang direndam dalam
air selama satu malam kemudian tiriskan dan untuk menghasilkan warna
hitam yang baik mereka mencampurkan dengan kapur sirih. Untuk warna
merah, menggunakan kulit atau akar pohon mengkudu yang dicampur dengan
kapur sirih kemudian ditumbuk sampai halus. Kemudian hasilnya direndam
selama 1-2 hari untuk kemudian diwarnai pada bagian kain yang dikhususkan
untuk warna merah. Untuk warna biru bahan yang digunakan adalah daun
tarum, kapur sirih, abu dan buah pohon kemiri. Daun tarum yang cukup tua
direndam dalam periuk tanah sampai hancur dan membusuk.37
Proses pembuatan warna tidak terlepas dari keunggulan para
perempuan menyangkut keterampilan-keterampilan yang ada pada otak
kirinya seperti yang dijelaskan dalam bukunya Jhon Gray “Mars dan Venus”.
Keunggulan para perempuan dalam mengekspresikan keterampilannya dilihat
dari pemilihan warna yang cocok untuk sebuah kain tenunan. Kesabaran
dalam memilih warna itu juga membutuhkan proses, di mana perempuan
harus bersabar dalam hal ia mencari dan mengambil bahan-bahan alam serta
37
Jes A Therik, Tenun Ikat dari Timur, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989), 35.
33
pada tahap ia meraciknya menjadi sebuah warna pada benang. Waktu yang
lama dalam proses pewarnaan itulah yang menghasilkan warna yang baik dan
karena itu kesabaran sangatlah dibutuhkan oleh seorang perempuan. Adapun
hal lain dalam kaitannya dengan keunggulan dari perempuan yakni ketelitian
dan kepekaan bahwa dalam pewarnaan kain tenunan ukuran-ukuran yang
digunakan harus sesuai dengan jarak yang ditentukan agar terlihat rapi dan
indah. Hal ini mau mengatakan bahwa perempuan memiliki pola perhitungan
rasional yang baik dan karena itu menjadi tolak ukur dalam menentukan
warna. Dalam hal kepekaan para perempuan memiliki kemampuan dalam
mencampur bahan-bahan pewarna alam seperti yang dijelaskan di atas dan
adapun daya imajinasi perempuan yang sangat tinggi ketika dia menentukan
warna dalam motif-motif kain tenunan.
2.8.3. Makna Warna
Pemakaian warna tertentu dalam kehidupan sehari-hari telah
disosialisasikan dengan suatu sifat dari seseorang, benda, atau pun peristiwa.
Secara alami merah diasosiasikan dengan darah, kuning dengan energi, putih
dengan kesucian, keemasan dengan perayaan dan pesta, ungu muda dengan
martabat dan gengsi, hijau dengan pertumbuhan, biru terang dengan
pengharapan, biru tua, ungu tua dan hitam dengan kekecewaan dan dukacita
sedangkan warna tanah diasosiasikan dengan pemakaman. Adapun makna
warna dalam selembar kain tenunan terukir iman dan kepercayaan masyarakat
yang diekspresikan lewat motif-motif pada kain tenun. Warna dalam setiap
34
motif itu menggambarkan pesan-pesan spiritual tentang hidup dan mati,
berkat, anugerah, kerukunan, status sosial, identitas dan lain sebagainya.38
Misalnya pemakaian warna merah pada kain Molo (suku di Timor) dengan
motif kepala burung itu menggambarkan bahwa si pemakai adalah seorang
dari keturunan raja dan karena itu kaum bangsawan atau rakyat biasa tidak
boleh menggunakannya. Serta dalam tenunan dulu pemakaian warna hitam
lebih kepada hal-hal yang bersifat ghaib, gelap dan juga jarang orang
memakainya dalam setiap acara adat. Oleh karena itu warna hitam lebih
khusus digunakan misalnya pada acara-acara kematian. Dari semua hal di atas
perempuan mampu menceritakan pesan-pesan dan makna yang terkandung
dalam kain tenunan.
Sebagaimana dalam pengertian di atas bahwa dalam ilmu Antropologi
studi mengenai “warna” dilihat sebagai salah satu pendekatan untuk
memahami sistem klasifikasi sosial. Dalam hubungannya dengan itu banyak
kelompok etnik yang tersebar di Indonesia memahami makna warna dalam
hubungannya dengan kosmologi yang dianut dalam masyarakat tersebut. Bagi
orang Tetun di pulau Timor pemahaman mengenai warna berhubungan erat
dengan mitos asal mula atau rai lien (bahasa tanah). Wehali sebagai tempat
asal suku-suku Timor menjadi semacam “tempat leluhur” bagi suku-suku di
Timor. Pengagungan leluhur menyebabkan lokasi Wehali menjadi lokasi
sakral. Kesakralan ini digambarkan sebagai yang gelap (kukun). Progenetriks
38
Eben Nuban Timo, Sidik Jari… 65.
35
mereka adalah seorang wanita dan karena itu wanita diklasifikasikan sebagai
lambang dari sakral. Sarung hitam yang dikenakan wanita Wehali dianggap
sebagai simbol kesakralan itu. Sebaliknya laki-laki diasosiasikan dengan
warna putih. Dalam upacara adat pakaian sakral seorang laki-laki adalah
sarung tenunan warna putih. Adapun tenunan dengan warna merah yang
dipakai baik laki-laki dan perempuan dalam pesta adat yang bermakna
kemakmuran yang Nampak dalam berbagai ungkapan ritual yang
memasangkan merah dengan emas, merah dengan barang berharga, yang
dihormati atau merah dengan kekuasaan atau keberanian. Mengenai warna
kuning dan hijau terungkap dalam ritus panen jagung (hamiis). Jagung yang
sudah siap dipanen “masak” (tesak) dan yang belum siap dipanen berada
dalam status mentah. Kuning-hijau dan mentah merupakan suatu keadaan
transisi dan karena itu ia tidak dikategorikan sebagai yang penting dan berarti.
Warna lebih banyak dideskripsikan dalam hubungannya dengan
keadaan alam atau benda tertentu. Warna biru dan ungu berasal dari sejenis
kerang laut yang banyak terdapat di laut tengah. Kerang ini dianggap sebagai
makanan yang lezat dan karena itu ia dijual dengan harga mahal. Rupanya
karena itu ia dianggap sebagai warna kerajaan. Dalam Yehezkiel 23: 6 ungu
tua merupakan warna pakaian bangsawan Asyur. 39
Adapun dalam contoh lain
di abad ke-16 gereja-gereja Revormasi pada umumnya menolak warna-warni
sebagai tambahan dalam ibadah dimana ada semangat Calvinis dan Puritan
39
Therik Tom dan Lintje Pellu, Ibadah, Liturgi …11-13.
36
disitu pakaian-pakaian tambahan dan kain-kain warna dicabut. Pendeta-
pendeta hanya menggunakan gaun/toga berwarna hitamyang menutupi baju
biasa. Di antara kaum Protestan, aliran Lutheran dan Anglikanlah yang
banyak meneruskan tradisi jubah warna-warni. Sampai sekarang gereja-gereja
tertentu di lingkungan Calvinis masih tetap memegang tradisi memakai gaun
hitam sebagai satu-satunya pakaian liturgis. Sementara di gereja-gereja
Calvinis lainnya seperti beberapa gereja Revormasi di Indonesia, keterbukaan
terhadap penggunaan warna-warna dalam liturgi semakin dilihat sebagai salah
satu kebutuhan dalam rangka pemakaian symbol-simbol ibadah. Pada
dasarnya pemakaian warna liturgis dalam gereja-gereja berkembang dari
pemakaian warna sejak tahun 1970, setelah Paus Pius V mengadakan
refomasi dalam perayaan Misa.40
40
Therik Tom dan Lintje Pellu, Ibadah, Liturgi …52-53.