bab iv kepribadian dan identitas sebagaimana dalam proses dan hasil tenunan · 2018. 11. 7. · 70...

28
69 BAB IV Kepribadian dan Identitas Sebagaimana Dalam Proses Dan hasil Tenunan Kebudayaan merupakan kebiasaan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kehidupan masyarakat dan kebiasaan itu diturunkan oleh para leluhur secara turun- temurun sampai pada generasi berikutnya. Kebiasaan itu juga yang masih dipegang oleh masyarakat desa Tunua khususnya para perempuan yakni mengenai kain tenunan. Dari pekerjaan menenun menghasilkan selembar kain tenunan, tentu dalam menghasilkan kain tenunan tersebut tidak terlepas dari proses yang sangat lama, namun tetap terjaga dan karena itu kebiasaan akan masyarakat khususnya para perempuan dalam hal menenun itu masih ada sampai sekarang. Tenunan juga merupakan ekspresi budaya yang sekarang ini secara global menyentuh aspek kehidupan manusia. Menenun menjadi kewajiban bagi para perempuan sejak dahulu yakni dari mereka kecil sudah diajarkan oleh orang tua sehingga sampai sekarang pekerjaan menenun tidak dilupakan oleh para perempuan di desa ini. Hasil dari kain tenunan biasanya digunakan sebagai penghangat tubuh dari cuaca yang dingin, tenunan juga menceritakan identitas pemakai, status sosialnya yang dilihat dari motif-motif pada kain, serta dalam perkembangan zaman saat ini peranan tenunan semakin berkembang yakni tenunan sudah menjadi style atau gaya bagi kalangan muda sampai para orang tua artinya bahwa dahulu tenunan hanya digunakan oleh masyarakat desa, namun karena perkembangan zaman masyarakat daerah perkotaan juga sudah

Upload: others

Post on 29-Jan-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 69

    BAB IV

    Kepribadian dan Identitas Sebagaimana Dalam Proses Dan hasil Tenunan

    Kebudayaan merupakan kebiasaan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu

    kehidupan masyarakat dan kebiasaan itu diturunkan oleh para leluhur secara turun-

    temurun sampai pada generasi berikutnya. Kebiasaan itu juga yang masih dipegang

    oleh masyarakat desa Tunua khususnya para perempuan yakni mengenai kain

    tenunan. Dari pekerjaan menenun menghasilkan selembar kain tenunan, tentu dalam

    menghasilkan kain tenunan tersebut tidak terlepas dari proses yang sangat lama,

    namun tetap terjaga dan karena itu kebiasaan akan masyarakat khususnya para

    perempuan dalam hal menenun itu masih ada sampai sekarang. Tenunan juga

    merupakan ekspresi budaya yang sekarang ini secara global menyentuh aspek

    kehidupan manusia.

    Menenun menjadi kewajiban bagi para perempuan sejak dahulu yakni dari

    mereka kecil sudah diajarkan oleh orang tua sehingga sampai sekarang pekerjaan

    menenun tidak dilupakan oleh para perempuan di desa ini. Hasil dari kain tenunan

    biasanya digunakan sebagai penghangat tubuh dari cuaca yang dingin, tenunan juga

    menceritakan identitas pemakai, status sosialnya yang dilihat dari motif-motif pada

    kain, serta dalam perkembangan zaman saat ini peranan tenunan semakin

    berkembang yakni tenunan sudah menjadi style atau gaya bagi kalangan muda sampai

    para orang tua artinya bahwa dahulu tenunan hanya digunakan oleh masyarakat desa,

    namun karena perkembangan zaman masyarakat daerah perkotaan juga sudah

  • 70

    menggunakannya bahkan sudah dikenal sampai kalangan mancanegara. Oleh karena

    itu tenunan merupakan salah satu bentuk yang paling utama dari ekspresi kebudayaan

    di Asia Tenggara saat ini.1

    Peranan, identitas dan kepribadian melekat pada diri seseorang. Dengan

    demikian untuk melihat semuanya itu penulis ingin menganalisisnya pada kegiatan

    menenun yang dilakukan oleh perempuan sampai ia menghasilkan kain tenunan. Oleh

    karena itu melalui proses-proses inilah penulis menggambarkan ketiga hal di atas.

    Pada selembar kain tenunan berisi tentang narasi dari si perempuan penenun di mana

    dalam menghasilkan kain tenunan proses yang lama itulah kepribadiannya yang

    sedang ia narasikan dan bukan saja itu hasil dari pekerjaan menenun sendiri juga

    menjadi simbol identitas bagi si pemakai, oleh karena itu di bawah ini penulis akan

    menganalisis kedua hal tersebut yakni tenunan menggambarkan kepribadian

    perempuan dan juga tenunan sebagai simbol identitas orang Timor pada khususnya.

    4.1. Tenunan menggambarkan kepribadian

    Kepribadian merupakan sesuatu yang terorganisasi dan terpola, akan tetapi

    organisasi ini selalu dapat berubah sehingga digunakan kata “dinamis”.

    Artinya dalam kepribadian seseorang tidak hanya topeng yang dikenakan

    ataupun hanya sekedar perilaku melainkan kepribadian seseorang merujuk

    pada dirinya di balik tampilan luarnya dan tindakannya.2 Dalam pandangan

    masyarakat mereka mendefenisikan kepribadian perempuan jika dilihat pada

    1 R Maxwell, Textiles of Southeast Asia; Tradition, Trade and Transformation (Hongkong:

    2003), 224. 2 Jess Feist dan Gregory J Feist, Teori Kepribadian, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010) 85-86.

  • 71

    tampilan luarnya melekat erat dengan sosok yang sabar, teliti, penuh kasih

    sayang dan dia juga memiliki kekuatan dalam menjalani kehidupannya.

    Ketrampilan-keterampilan yang ada dalam dirinya juga menjadi pembentuk

    kepribadiannya yang bisa dilihat dalam proses ia menenun.

    Kepribadian mencakup sistem fisik dan psikologis yang ditampilkan oleh para

    perempuan melalui persiapan-persiapan sampai pada proses ia menenun,

    pikiran yang tidak terlihat namun dituangkan dalam sebuah karya yang indah

    pada motif-motif dan juga pada selembar kain tenunan. Kepribadian dari para

    perempuan terlihat dari hal-hal ini sehingga dalam kesimpulan Allport, ia

    mengatakan bahwa kepribadian berhubungan erat dengan kenyataan bahwa

    obyek yang dibahas memang merupakan manusia yang kompleks dan unik

    yang membedakan dia dengan orang lain serta memiliki kemampuan yang

    berubah. Ketika Allport menyimpulkan bahwa setiap orang memiliki

    keunikan yang berbeda maka itulah yang ada dalam diri perempuan bahwa

    keunikan pada dirinya ia tampilkan lewat setiap persiapan sampai pada proses

    yang menghasilkan selembar kain tenunan.

    Persiapan dan proses itu bisa dilihat dari ia mempersiapkan segala peralatan

    dan bahan-bahan yang akan digunakan ketika ia akan menenun (bab 3).

    Semuanya itu sebenarnya menceritakan kepribadian seorang perempuan

    misalnya ia ingin membangun kehidupan berkeluarga, hubungan dia dengan

    sesamanya, dan juga dengan alam. Hal-hal ini tidak terlepas dari kesiapan-

    kesiapan tersebut karena dengan melakukan hal demikian semuanya

    menggambarkan proses kehidupan yang akan dilaluinya nanti. Kepribadian

  • 72

    dalam diri seseorang dibagi dalam 5 (lima) model menurut Costa dan McCrae

    yakni neurotisme, ekstraversi, keterbukaan, keramahan dan kesadaran. Kelima

    hal ini dibagi lagi dalam beberapa kepribadian yang akan penulis analisis di

    bawah ini.

    Pekerja keras

    Perempuan merupakan makhluk pekerja dikatakan demikian karena

    menurut masyarakat Timor bekerja yang dilakukan oleh para

    perempuan dalam hal ini menenun tidak sekedar dipahami sebagai

    sebuah panggilan sosial dan kultural semata karena bekerja sendiri

    juga dihayati sebagai sebuah panggilan teologis di mana bekerja

    merupakan wujud dari ibadah dan bakti kepada Tuhan. Ibadah,

    penyembahan dan pengucapan syukur kepada Tuhan tidak hanya

    sebuah ungkapan verbal, melainkan terwujud pula dalam tindakan-

    tindakan nyata seperti dalam karya dan perbuatan.3 Perempuan

    digambarkan sebagai sosok pekerja keras karena diberi tanggung

    jawab besar dalam mengatur rumah tangganya yang juga di dalamnya

    mengurus suami dan mendidik anak-anaknya karena peranan

    perempuan dalam sebuah keluarga sangatlah dominan sebagai ibu

    dalam rumah tangga ia sebagai ratu yang menata masa depan anak-

    anaknya. Akan menjadi apa seorang anak itu tergantung dari peranan

    seorang perempuan, hal ini dikarenakan perempuan memiliki

    kepribadian yang mengharuskan dia terlibat secara langsung untuk

    3 Eben Nuban Timo, Sidik Jari Allah dalam Budaya, (Maumere: Ledalero, 2007) 30.

  • 73

    mengurus keluarganya serta dia juga memiliki kemampuan naluri yang

    sangat luar biasa.4

    Selain itu dia juga harus menenun agar hasil dari pekerjaannya itu bisa

    dipakai oleh anggota keluarganya. Dalam hasil penelitian sudah

    dipaparkan bahwa bukti bahwa perempuan itu pekerja keras bisa

    dilihat dari persiapan yang dilakukan oleh para perempuan sebelum ia

    menenun hal yang harus ia perhatikan yakni mempersiapkan bahan-

    bahan yang digunakan seperti kapas yang harus dicarinya untuk

    membuat beberapa gulungan benang. Kerja keras ia tunjukan lewat

    semangat dalam mencari kapas yang ditanam di kebunnya, jikalau

    masih kurang kapas yang diperlukan ia harus mencarinya sampai ke

    hutan-hutan dengan berjalan kaki, namun semangatnya masih ada agar

    ia bisa memperoleh kapas yang banyak untuk bisa ditenun. Karena

    dalam menenun sebuah tenunan yakni berupa sarung dan selimut

    membutuhkan benang yang sangat banyak oleh karena itu kerja keras

    dari para perempuan menjadi kekuatan bagi mereka agar kapas-kapas

    yang dicari itu dapat dikumpulkan dan diolah menjadi benang untuk

    ditenun.

    Perempuan bekerja karena hasil dari pekerjaannya itu berguna bagi

    masyarakat dan bukan saja itu hasil kerjanya itu juga menjadi

    pembentuk identitas diri bagi si pemakai dan juga identitas bagi

    4 Pr. Darmawijaya, Perempuan Dalam Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius Anggota IKAPI,

    2003) 38.

  • 74

    perempuan penenun itu sendiri. Bekerja bagi seorang perempuan sama

    dengan berbakti dan mengabdi baik kepada orang tua, sesama dan juga

    kepada Tuhan.5 Ketika seorang perempuan menenun baktinya kepada

    orang tuanya ia tunjukan lewat tenunannya dengan terus melakukan

    pekerjaan tersebut secara terus menerus yang kemudian ia ajarkan

    secara turun temurun kepada anak cucunya sebab dengan melakukan

    hal demikian ia mampu meneruskan warisan yang sudah ada sejak

    dahulu yang kemudian menjadi identitas mereka. Selanjutnya bakti

    seorang perempuan kepada Penciptanya ia tunjukan lewat motif-motif

    yang ditenunnya serta dalam kain tenunan juga menggambarkan

    tentang identitas sosial si pemakai. Perempuan mengerti siapa

    Penciptanya pada waktu ia bekerja, motif-motif yang menggambarkan

    kepercayaannya itu mau mengatakan bahwa hubungan antara manusia

    dan yang tertinggi sudah ada sejak dahulu.

    Teliti

    Perempuan sebagai sosok yang penuh dengan ketelitian karena salah

    satu unsur yang membedakan antara perempuan dan laki-laki adalah

    mengenai ketelitian tersebut. Dikatakan demikian karena otak laki-laki

    tidak sama dengan otak perempuan yang dilihat berdasarkan anatomi

    otak, otak perempuan mempunyai daya memori lebih tajam

    dibandingkan dengan memori otak laki-laki. Ketajaman tersebut yang

    5 Nuban Timo, Sidik Jari… 22.

  • 75

    membuat kaum perempuan lebih teliti dibandingkan dengan laki-laki.6

    Ketelitian bagi para perempuan dalam dalam membuat motif tenunan

    harus selalu diperhatikan karena itu menjadi hal yang mendasar.

    Dalam membuat motif tenunan belah ketupat misalnya membutuhkan

    setengah dari gulungan benang untuk membuatnya pada selembar kain

    tenunan perhitungan dan ketelitian dalam mengikat benang-benang

    menjadi sebuah motif memiliki makna keindahan, oleh karena itu jika

    terjadi kesalahan dalam perhitungan ikatan benang dapat

    mengakibatkan motif yang ada dalam tenunan akan terlihat tidak rapi.

    Begitupula dalam motif-motif yang lain yang bercorak garis-garis

    sejajar, panjang, berhadapan dan bulat dalam motif kain tenunan desa

    Tunua.

    Perhitungan dan ketelitian yang ada pada perempuan ini mau

    menggambarkan bahwa dia juga mampu menyatukan berbagai bentuk

    corak dalam motif-motif yang berarti bahwa ia memiliki kepribadian

    yang menyatukan berbagai perbedaan yang ada dalam kehidupannya

    menjadi terlihat indah jika disatukan. Hal ini karena dalam otak

    perempuan lebih efisien dalam menganalisis situasi sosial dan

    perempuan lebih baik dalam mendeteksi petunjuk dan membuat

    analisis dari suatu situasi.7 Selain mampu mempersatukan perbedaan

    yang ada dalam kehidupannya, seorang perempuan juga mampu

    6 Naning Pranoto, HerStory: Sejarah Perjalanan Payudara, (Yogyakarta: Kanisius, 2010) 174.

    7 Putri Evania, Menguak Rahasia Otak Perempuan, (Yogyakarta: Sinar Kejora, 2011) 15.

  • 76

    menyatukan berbagai motif yang ada dalam kain tenunan agar dibuat

    indah dan sebenarnya motif-motif itu menggambarkan sebuah situasi

    sosial yang ada sejak dahulu dan oleh karena itu pada kesimpulannya

    perempuan memiliki kualitas dalam menganalisisnya yang kemudian

    ia tuangkan dalam kain tenunan.

    Ketelitian yang dimiliki oleh perempuan terbawa hingga mereka

    dewasa dalam mengatur kehidupannya. Jika dilihat kondisi sekarang

    ini seorang perempuan harus teliti dalam mangatur dan

    memperhitungkan biaya hidupnya, teliti dalam menentukan antara

    kebutuhan dan kebiasaan dan juga teliti dalam mengatur waktu.

    Kondisi inilah yang membuat perempuan menyadari bahwa ketelitian

    itu sangatlah dibutuhkan dalam menjalani sebuah kehidupan.

    Kreatif dan Imajinatif

    Motif-motif yang tergambar dalam kain tenunan merupakan sebuah

    simbol penyatuan hal ini karena perempuan memiliki daya imajinasi

    dan kreatifitas yang baik dalam menyatukan setiap perbedaan yang ada

    pada hasil tenunannya. Menurut Munandar (2004) perempuan

    memiliki nilai rata-rata kreativitas yang lebih tinggi dari laki-laki. Hal

    ini kemungkinan besar terjadi karena perubahan persepsi mengenai

    peran gender wanita, bahwa sekarang ini perempuan didorong untuk

    lebih kreatif dan produktif jika dibandingkan dengan masa lalu.8

    8 Laura Irma Alanda dkk, Penyesuaian Diri Siswa Yang Mengikuti Akselerasi, (Jurnal Provitae

    volume 3. No 1 Mei 2007, buku obor, 2007) 103.

  • 77

    Kreatifitas yang tinggi dari perempuan juga didapat sejak ia kecil

    dimana ia diajarkan bagaimana dia harus menenun dan sampai

    sekarang menenun menjadi kebiasaannya.

    Menenun merupakan pekerjaan yang hasil akhirnya adalah selembar

    kain tenunan. Dalam kain tenunan tidak terlepas dari motif-motif yang

    diracik dalam beberapa warna alam yang digunakan oleh para

    perempuan serta pada tahap pewarnaan segala kreatifitasnya ia

    tunjukan dalam menentukan warna yang cocok dalam hasil

    tenunannya. Perempuan mampu memilih warna yang cocok karena ia

    memiliki keunggulan dalam hal-hal yang menyangkut keterampilan-

    keterampilan pada otak kirinya.9 Keunggulan perempuan dalam

    meracik warna-warna alam seperti kuning, merah dan biru adalah

    salah satu dari kreatifitas perempuan yang akan ia tuangkan dalam

    tenunannya nanti.

    Kebanyakan warna yang digunakan oleh para perempuan desa Tunua

    adalah warna-warna terang yang menggambarkan kondisi batin

    mereka yang dengan sukacita ketika mereka ingin menenun dan alasan

    lainnya karena warna-warna tersebut terlihat menarik ketika ada yang

    memakainya.10

    Selain itu dalam menggunakan warna terang hasil

    kreatifitas perempuan pada kain tenunan juga menjadi pembentuk

    keindahan pada pola-pola motif yang dipakai. Warna itu digunakan

    9 Gray Jhon, Mars dan Venus Together Forever, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005)

    02. 10

    YA (Penenun), Wawancara, Tunua: Minggu 02 Juli 2017, Pukul 15.00 WITA.

  • 78

    agar dapat memisahkan perbedaan antara warna dasar kain dengan

    setiap motif yang ada.

    Kreatifitas dari perempuan dalam mendesain motif-motif tenunan dan

    pewarnaan itu juga tidak sekedar menampilkan sisi estetika dan

    keindahan saja, tetapi juga menyatakan kedekatan penenun dengan

    alam di mana perempuan adalah seniman-seniman alam. Mereka

    dengan segala kreatifitasnya mampu meramu bahan-bahan yang

    tersedia di alam untuk digunakan dalam menenun dan lewat ramuan-

    ramuan tersebut itulah yang membantu mereka dalam

    mengekspresikan karyanya. Tanpa warna-warna alam para perempuan

    dulu sampai dengan yang sekarang tidak mungkin membuat karya

    yang sangat indah dalam selembar kain tenunan sebab alam

    menyediakan semuanya kepada para perempuan penenun untuk

    mengekspresikan karya mereka lewat tenunan tersebut.

    Menenun merupakan pekerjaan yang sebagian besar dilakukan oleh

    para perempuan dan suasana hati mereka yang penuh dengan

    kegembiraan adalah bukti dari warna-warna yang mereka sajikan

    dalam tenunan.11

    Mereka merasa senang karena apa yang akan mereka

    hasilkan nantinya bisa digunakan oleh sebagian orang dan juga

    kreatifitas yang mereka tuangkan dalam penggunaan warna pada

    tenunan itu akan terlihat baik dan indah jika ada yang

    menggunakannya.

    11

    RN (Penenun), Wawancara, Tunua: Sabtu 01 Juli 2017, Pukul 19.00 WITA.

  • 79

    Sabar dan Setia

    Menenun dilakukan dengan posisi duduk kemudian paus niun atau

    ikat pinggang besar milik penenun yang diletakan pada belakang

    tubuh perempuan yang disatukan bersama dengan none (tempat

    membentangkan benang) agar mudah dalam melakukan penenunan.

    Posisi duduk yang berjam-jam sangat menguras tenaga bagi para

    penenun dan karena itu dari awal ia menenun sebenarnya yang

    dibutuhkan oleh para perempuan yakni ketenangan, kesabaran,

    kesetiaan dan konsentrasi penuh karena dalam waktu yang lama untuk

    menenun itu juga membentuk sifat emosional dari seorang perempuan.

    Kesetiaan dalam menenun dilihat dari posisi duduknya yang berjam-

    jam sangat menguras tenaga sampai ia menyelesaikan tenunannya,

    tidak sampai di situ kondisi tubuh yang baik juga sangat membantu

    kelancaran proses menenun. Kekuatan yang ada pada dirinya ia

    tunjukan lewat kesabaran dan kesetiaannya dalam menenun sampai ia

    menghasilkan kain tenunan. Jika diperhatikan waktu yang diperlukan

    dalam membuat sebuah tenunan dalam hal ini sarung ataupun selimut

    membutuhkan kurang lebih satu sampai dua bulan. Posisi duduk sang

    penenun yang lama juga mau menggambarkan bahwa dia seorang

    perempuan yang mempunyai fisik yang kuat, dia bukan perempuan

    yang lemah. Kemampuan fisik yang kuat membantu dia untuk

    mengerjakan pekerjaan menenun yang bukan hitungan hari tetapi

    sampai berbulan-bulan untuk menghasilkan sebuah kain tenunan.

  • 80

    Selain itu waktu yang lama juga menyimpulkan bahwa perempuan

    adalah sosok yang sabar dan setia ketika ia harus menyelesaikan suatu

    pekerjaan maupun persoalan yang sedang ia alami. Kesetiaan dan

    kesabaran itu akan membuahkan keberhasilan jika dia mampu untuk

    mengatasinya, meskipun membutuhkan waktu yang lama namun

    semuanya itu bisa berjalan dengan baik jika dia tidak melupakan dua

    hal tersebut.

    Realistis

    Berpikir secara realitis merupakan pemikiran yang di mana segi

    obyektif kenyataan mendominasi pemikiran. Dalam cara berpikir itu

    diharapkan bahwa segala faktor pribadi disingkirkan demi kepentingan

    berpikir tentang apa yang ada di sana atau apa yang akan terjadi.12

    Perempuan senang ketika ia ingin menenun, namun ada hal yang perlu

    juga ia perhatikan yakni pantangan-pantangan. Berpikir realistis yang

    ada pada perempuan ini mampu menyelamatkan kehidupannya dan

    juga anggota keluarganya sebab ada dampak negatif dari melakukan

    pekerjaan menenun tanpa memperhatikan pantangan-pantangan yang

    ada seperti sakit yang berkepanjangan, kurangnya hasil kebun dan

    terjadi kecelakaan dalam bentuk apapun.13

    Pengertian tentang situasi juga menolong seseorang agar dapat

    merencanakan hal yang realistis. Orang yang dangkal pengertiannnya

    12

    Robert W Crapps, Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan, (Yogyakarta: KANISIUS (Aggota IKAPI), 1994 ) 61.

    13 MT (penenun), Wawancara, Tunua: Minggu 02 Juli 2017. Pukul 14.00 WITA.

  • 81

    tentang suatu masalah adalah terbatas pengertiannya tentang

    bagaimana masalah itu dapat dipecahkan. Pengertian yang lebih

    mendalam tentang masalah dapat membuka mata orang itu untuk

    melihat cara-cara lain dalam memecahkannya. Ia dimampukan untuk

    membedahkan antara hasil yang hanya diangan-angankan dengan hasil

    yang punya kemungkinan besar untuk dicapai. Tentu dugaan kita

    tentang akibat perbuatan-perbuatan kita tidak dapat selalu benar,

    namun demikian kita perlu berpikir dengan baik-baik tentang akibat

    itu.14

    Perempuan harus berpikir apa yang akan terjadi nantinya jika dia

    melupakan pantangan yang ada, oleh karena itu kewajiban bagi setiap

    penenun itu harus diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan dan

    dampak-dampak yang merugikan diri sendiri serta orang lain.

    Komperhensif dan holistik.

    Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) Komperhensif diartikan

    sebagai suatu sikap yang mampu menangkap atau menerima dengan

    baik. Komperhensif juga memiliki makna yang lain yakni berpikir luas

    dan lengkap, serta kemampuan untuk memperlihatkan wawasan yang

    luas. Perempuan dikategorikan sebagai pribadi yang komperhensif

    artinya bahwa perempuan memiliki kepribadian yang sangat luas

    dalam cara berpikirnya. Hal itu dilihat dalam tenunan yang

    ditenunnya, dimana perempuan di desa Tunua ketika dia membuat

    14

    Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2006) 227.

  • 82

    motif-motif dalam kain tenunan dia mampu untuk menangkap dengan

    baik apa yang sudah diajarkan dari kecil bahwa motif yang ada dalam

    tenunannya menggambarkan keunggulan yang didukung oleh

    kemampuan dari otak perempuan yang lebih cepat berpikir dari laki-

    laki. Kemampuan perempuan dalam memperlihatkan wawasannya

    juga terlihat dalam penggunaan warna yang ia pakai dalam kain

    tenunan, dimana ia juga mampu meramu bahan-bahan alam yang akan

    digunakan agar warna yang dihasilkan memperlihatkan warna yang

    baik dan juga tidak luntur.

    Selain perempuan itu sebagai seorang yang berpikir luas, dia juga

    memiliki pribadi yang holistik artinya dalam pandangan seorang

    negarawan Afrika bernama Jan Smuts dalam bukunya ia menuliskan

    bahwa holistik atau holism dalam bahasa Yunani, holos berarti semua

    atau keseluruhan. Semua faktor diperhitungkan secara keseluruhan

    saling bergantung satu sama lain untuk kepentingan bersama.

    Perempuan tidak pernah melupakan tugas tanggung jawabnya sebagai

    istri dan juga ibu dari anak-anaknya, tanggung jawab itu ia tampilkan

    dalam sosok perempuan saat ini. Menenun yang dikerjakan hasilnya

    dapat dipakai bukan saja untuk anggota keluarganya tetapi juga untuk

    setiap orang yang ingin menggunakannya. Artinya bahwa hasil yang

    ditenun oleh seorang perempuan itu dia kerjakan bukan untuk dirinya

    sendiri dan juga anggota keluarganya, melainkan juga untuk

    kepentingan orang lain. Hal itu dilihat dari tenunan sebagai identitas

  • 83

    masyarakat yang penulis akan memaparkannya dalam analisis tenunan

    sebagai simbol identitas.

    Penulis Sejarah, Budaya dan Religius

    Pada bagian terakhir dalam point tentang kepribadian perempuan ini

    penulis akan menganalisis bahwa dari semua proses yang dilakukan

    oleh para perempuan sebelum ia menenun menggambarkan dia

    seorang yang penulis sejarah dimana dalam kain tenunan yang

    dikerjakan oleh seorang perempuan di dalamnya ia sedang

    menceritakan sebuah sejarah kehidupan masyarakat khususnya di desa

    Tunua. Tenunan sebagai sejarah merupakan media bagi perempuan

    dalam menceritakan kepada setiap orang baik itu anak-anaknya,

    anggota keluarganya dan juga kepada masyarakat bahwa mereka yang

    hidup sampai saat ini tidak terlepas dari sejarah dan lewat tenunan mau

    mengatakan bahwa sejarah itu tidak akan hilang dan masih terjaga

    sampai sekarang.

    Karya perempuan yang dituangkan dalam kain tenunan sebagai

    warisan budaya masih terjaga. Dalam setiap keluarga, orang tua wajib

    untuk mewariskan keahlian dalam menenun itu kepada anak

    perempuannya. Hal itu juga nampak dalam filosofi masyarakat Timor

    mengenai ike suti dan suni auni dalam Bab 1. Karena itu budaya

    menenun sebagai warisan budaya ini masih terjaga sampai sekarang,

    meskipun pekerjaan ini membutuhkan waktu yang lama. Dalam

    tenunan kita juga bisa melihat konsep-konsep keagamaan yang

  • 84

    digambarkan dalam berbagai motif warna dan bentuk gambar yang ada

    dalam kain tenunan. Hubungan manusia dengan pencipta dan juga

    hubungan mereka dengan para leluhurnya masih sangat jelas dalam

    berbagai motif tersebut. Oleh karena itu dari semua hal di atas mau

    menyimpulkan bahwa setiap karya yang dibuat oleh para perempuan

    penenun selain menceritakan kepribadiannya, perempuan juga sebagai

    pemilik dan penutur sejarah, budaya dan agama dalam sebuah

    masyarakat.

    4.2. Tenunan sebagai Simbol Identitas

    Menenun merupakan pekerjaan yang menghasilkan kain tenunan dan

    dalam tenunan juga terdapat motif-motif yang menggambarkan tentang

    identitas si penenun maupun identitas si pemakai. Dalam selembar kain

    tenunan warna menjadi hal terpenting dalam menentukan motif agar terlihat

    indah dan menarik jika dilihat. Warna dasar dari tenunan di desa Tunua

    kebanyakan memakai warna putih dan kemudian dikombinasi dengan warna-

    warna cerah lainnya. Warna putih dipakai karena sejak dahulu para

    perempuan di desa Tunua sangat dekat dengan tanaman kapas yang dipakai

    untuk membuat benang dan hasil dari pemintalan benang itu adalah warna

    putih yang digunakan dalam kain tenunan sampai sekarang.

    Warna pada hakekatnya menurut Aristoteles bahwa semua warna itu

    adalah hasil dari percampuran antara warna hitam dan warna putih. Ada

    benarnya juga karena sebagian besar untuk menghasilkan warna-warna yang

    cerah pada kain tenunan campuran dari akar mengkudu dan kapur sirih

  • 85

    mampu menghasilkan warna merah yang baik dan adapula percampuran

    antara kapur sirih dan kunyit menghasilkan warna kuning. Hal ini masih

    dilakukan oleh sebagian masyarakat desa Tunua khususnya para perempuan

    untuk mendapatkan kualitas warna yang baik. Sedangkan untuk warna hitam,

    biasanya mereka menggunakan arang bekas bakaran, tidak terlepas dari kapur

    sirih dan juga tanaman pohon (taum) untuk menghasilkan warna biru.

    Perempuan memiliki keterampilan-keterampilan yang baik

    dibandingkan dengan laki-laki sebab kemampuan yang dimiliki itu terletak

    pada otak kirinya.15

    Keterampilan itu yang membantunya ketika meracik

    warna dan warna yang dihasilkan menentukan warna motif yang ada pada

    kain tenunan. Otak perempuan juga bereaksi lebih cepat untuk menerima

    informasi dalam jumlah yang lebih besar sehingga mempermudahnya dalam

    berkominikasi dan juga berhubungan dengan orang lain. Ini yang

    membedakan otak perempuan berbeda dengan otak laki-laki. Hal ini juga

    dipengaruhi oleh faktor budaya dan juga perbedaan fungsi otak dengan laki-

    laki.16

    Dari pengertian ini sudah jelas bahwa otak perempuan penuh dengan

    hal-hal yang imajinatif dan karena itu ia salurkan lewat tenunan yang dilihat

    bukan saja sebagai hasil karyanya saja tetapi juga sebagai media

    berkomunikasi. Tenunan dipakai sebagai media untuk berkomunikasi dengan

    pencipta, alam, dan juga lewat tenunan perempuan bisa memperkenalkan

    identitasnya. Pemakaian motif dalam kain tenunan sangat berpengaruh pada

    15

    Gray Jhon, Why Mars & Venus Collide, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008) 44. 16

    Putri, Menguak Rahasia … 62.

  • 86

    pemakaian warna-warna yang digunakan, sebab hal itu juga menunjukan

    identitas bagi si penenun dan juga si pemakai. Identitas bagi perempuan di

    Timor mau mengatakan bahwa lewat tenunannya mau menceritakan bahwa

    mereka merupakan orang-orang yang memiliki hubungan sosial dengan alam,

    sesama dan juga Tuhan. Mereka juga percaya akan kehidupan dunia lain

    karena itu mereka membuatnya dalam motif-motif yang ada dalam kain

    tenunan semuanya itu menggambarkan kepercayaan-kepercayaan dunia

    supranatural serta dalam tenunan itu mau menggambarkan tentang identitas

    diri seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai sosial yang ada dalam

    masyarakat. Oleh karena di bawah ini penulis akan melihat identitas dari si

    penenun maupun si pemakai dalam motif tenunan yang ada dalam masyarakat

    desa Tunua.

    Tenunan sebagai pembentuk kehidupan dan kesetaraan

    Identitas menurut Allport secara kodrati adalah proses yang bersifat

    psikososial yang berarti pribadi membentuk identitasnya seturut cita-

    cita serta identitas bersama kelompoknya.17

    Kehidupan bersosial

    masyarakat desa Tunua tergambar dalam tenunan yang juga di

    dalamnya menjelaskan hubungan antara laki-laki dan perempuan.

    Identitas dari perempuan dan laki-laki sendiri menjadi gambaran

    kesetaraan yang ada pada tenunan yang bermotif Namkelas. Pada

    mulanya Allah menciptakan langit dan bumi kemudian dia

    17

    Creamer Agus, Jati diri, Kebudayaan dan Sejarah (Maumere: Ledalero, 2001) 20-21.

  • 87

    menciptakan manusia. Laki-laki sebagai ciptaan yang pertama hidup

    dalam kesendirian dan binatang yang diciptakan oleh Allah untuk

    menemani manusia gagal mengusir kesendirian manusia laki-laki.

    Kesendirian manusia laki-laki teratasi dengan kehadiran rekan yang

    setara yakni Allah menciptakan sosok perempuan.18

    Kehidupan dan

    kesetaraan yang digambarkan dalam motif namkelas yakni pembagian

    warna tenunan hitam digunakan oleh laki-laki dan perempuan

    menggunakan tenunan warna putih semuanya itu memiliki makna

    bahwa Allah menciptakan manusia itu laki-laki dan perempuan tanpa

    melihat perbedaan. Seiring dengan perkembangan zaman dan pikiran

    dari para penenun, maka tenunan yang memisahkan antara laki-laki

    dan perempuan kemudian diggabungkan menjadi garis-garis sejajar

    pada selembar kain tenunan.19

    Hal ini juga memiliki makna tersendiri

    bahwa antara perempuan dan laki-laki biarpun mereka berbeda, namun

    mereka dapat dipersatukan. Jadi jelas bahwa identitas dari perempuan

    dan laki-laki dalam tenunan mereka adalah makhluk yang setara dan

    itu terbawa dalam kehidupan bermasyarakat desa Tunua sampai

    sekarang.

    Tenunan sebagai gambaran identitas masyarakat Timor karena mereka

    menghargai akan kehidupan yang Tuhan sudah berikan kepada

    mereka. Kehidupan itu digambarkan dalam motif-motif dan bukan saja

    18

    Mutiara Andalas, Lahir dan Rahim, (Yogyakarta: KANISIUS Anggota IKAPI, 2009) 17. 19

    MM (Penenun), Wawancara, Tunua: Jumad 07 Juli 2017, Pukul 10.00 WITA.

  • 88

    itu ketika seseorang menjalani kehidupannya dia tidak sendiri karena

    Tuhan menciptakan manusia itu laki-laki dan perempuan. Kesetaraan

    menjadi sebuah gambaran dalam motif tenunan masyarakat Tunua

    bahwa manusia adalah makluk yang saling membutuhkan,

    menghargai, menolong satu dengan yang lain tanpa mengenal akan

    perbedaan. Lewat motif-motif yang sudah dijelaskan di atas mau

    menggambarkan bahwa identitas orang Timor pada umumnya adalah

    seorang yang menghargai akan kehidupan dan juga kesetaraan.

    Tenunan sebagai pembentuk identitas sosial dan gambaran

    pelestarian terhadap alam.

    Kain tenunan merupakan produk budaya yang digunakan oleh

    masyarakat desa Tunua sebagai pakaian adat mereka. Namun dalam

    pemakaiannya, ia tidak hanya berfungsi sebagai penahan hawa panas

    atau dingin, hembusan angin, dan sebagainya, namun juga memiliki

    fungsi lain yaitu: sebagai lambang kekuasaan, sebagai tanda identitas

    diri dan sebagai penghias tubuh.20

    Dalam motif tenunan yang ada

    dalam masyrakat Tunua memiliki indentitas sosial bagi si pemakai

    yakni dalam motif bunga lontar (Tuasufa) pada motif paukolo

    merupakan perbedaan status sosial antara rakyat dan raja. Motif

    Tuasufa menggambarkan rakyat yang hidup dalam ketaatan dan

    kepatuhan kepada raja. Itu ditandai dengan gambaran motif paukolo

    yang ditenun secara tegak berdiri. Dalam hidup bermasyarakat di desa

    20

    Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi II, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) 40.

  • 89

    Tunua dahulu jabatan dari seorang usif atau raja lebih tinggi dari

    jabatan pah tuaf/tuan tanah, mafefa/ juru bicara, amaf/ pejabat,

    meo/panglima perang dan tob/rakyat biasa dalam struktur sosial yang

    ada saat itu (bab 2). Oleh karena itu para perempuan dengan karyanya

    mampu menggambarkan identitas si pemakai kain tenunan bahwa

    perbedaan sosial yang dahulu diterapkan khususnya dalam

    pemerintahan di desa Tunua bisa dilihat dari motif tenunan yang ia

    tenun.

    Perbedaan status sosial antara rakyat dan rajanya tidak terlepas dari

    suatu hubungan yang terjalin dengan baik dalam struktur masyarakat

    desa Tunua. Seorang raja harus memiliki jiwa kepemimpinan yang

    baik dan harus melindungi rakyatnya dari berbagai ancaman apapin itu

    sedangkan tugas dari seorang rakyat dia harus patuh dan taat kepada

    rajanya agar tercipta kemakmuran dan kesejateraan antara kedua belah

    pihak.

    Motif paukolo dan tuasufa yang ditunjukan dalam tenunan desa Tunua

    sebenarnya memiliki suatu keterkaitan satu dengan yang lain dimana

    hubungan baik antara raja dan rakyat adalah saling membutuhkan

    untuk membangun kesejateraan bersama tanpa membedakan status

    sosial. Oleh karena itu dengan sendirinya dalam tenunan ini identitas

    si pemakai sangat jelas bahwa memang ada perbedaan antara raja dan

    rakyat tapi itu tidak menjadi sebuah pemisah untuk menciptakan suatu

    hubungan yang mencapai kesejateraan dan kemakmuran bersama.

  • 90

    Tenun ikat bagi masyarakat Mollo Utara khususnya di desa Tunua

    memiliki makna yang sangat mendalam dan simbol-simbol yang ada

    dalam tenun ikat sebagai simbol status sosial sesesorang yang sangat

    berpengaruh dan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari

    kehidupan karena tenun ikat merupakan salah satu unsur yang

    terpenting di dalam kehidupan orang Mollo Utara.21

    Identitas masyarakat Timor yang ada di desa Tunua bisa digambarkan

    dalam motif yang sudah penulis gambarkan di atas, selain itu identitas

    masyarakat juga tercermin dalam hubungan para perempuan dengan

    alam sebagai pemberi kehidupan dan di dalamnya membantu para

    perempuan dalam menghasilkan karyanya. Identitas orang Timor

    khususnya yang dilakukan oleh para perempuan itu tercermin di dalam

    mereka sebagai pemelihara lingkungan dan juga pelestari alam sebab

    alam menyediakan peralatan yang dipakai dalam proses menenun dan

    juga alam menyediakan bahan-bahan untuk mewarnai kain tenunan.

    Pelestarian lingkungan hidup dan juga alam selain perempuan yang

    menenun dia mengambil bahan-bahan untuk dijadikan pewarnaan,

    adapun masyarakat Timor pada umumnya juga mengusahakan alam

    untuk bertani dan berkebun agar dapat memenuhi kebutuhan mereka.

    Disini bisa dilihat bahwa alam sebagai penyedia sumber kebutuhan

    masyarakat oleh karena itu harus dijaga dan dilestarikan. Identitas

    21

    Asni Salviany La’a dan Sri Suwartiningsih, “Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin” Makna Tenun Ikat bagi Perempuan, Studi Etnografi di Kecamatan Mollo Utara-Timor Tengah Selatan, Vol. XXII, No. 1, 2013, 31.

  • 91

    mereka digambarkan sebagai perawat bumi dan menghargai alam

    dengan hal-hal yang dilakukan di atas.

    Tenunan sebagai simbol religius

    Tenunan bukan saja berfungsi sebagai pakaian penutup tubuh

    melainkan ragam hias atau motif-motif yang terdapat dalam tenunan

    itu memiliki nilai spiritual dan mistik menurut peraturan adat yang

    berlaku.22

    Masyarakat desa Tunua zaman dahulu mempercayai bahwa

    menenun selain sebagai kretifitas dari para perempuan, namun

    menenun juga merupakan pemberian dari dewa-dewa yang pada

    akhirnya menjadi simbol dalam suatu motif tenunan.23

    Simbol inilah

    yang terlihat dalam motif Paukolo yang juga merupakan motif

    pertama di desa Tunua.

    Motif paukolo (kepala burung), dipercaya sebagai penjelmaan dewa

    yang menjadi burung dan dewa menurut kepercayaan orang Timor

    dahulu yaitu uis neno (dewa langit) yang memberikan kemakmuran

    dan kesejateraan. Kepercayaaan kepada uis neno (dewa langit) terlihat

    dari motif yang digunakan oleh raja yakni motif paukolo (kepala

    burung). Seorang raja atau pemimpin dituntut untuk mampu

    melindungi rakyatnya, menyelesaikan masalah dengan baik,

    memberikan kemakmuran dan kesejateraan bagi rakyatnya.

    22

    Jes A Therik, Tenun Ikat dari Timur, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989) 24. 23

    Nuban Timo, Sidik Jari… 68.

  • 92

    Kepercayaan terhadap uis neno (dewa langit) ini selain sebagai

    pemberi kesejateraan dan kemakmuran, uis neno juga dipercaya

    sebagai penguasa tertinggi.24

    Dahulu masyarakat mempunyai

    kepercayaan atau agama asli yakni pemujaan terhadap nenek moyang

    dewa langit (uis neno) yang memberikan kemakmuran, kesejahteraan

    hidup disamping pemujaan pada dewa bumi yang bernama uis afu.

    Kepercayaan kepada uis neno ini dipergunakan untuk menterjemahkan

    kepercayaan kepada Tuhan.25

    Kepercayaan inilah yang menjadi

    simbol dari motif paukolo (kepala burung) yang dipakai oleh raja.

    Raja yang memimpin harus mampu memberikan kesejateraan dan

    kemakmuran bagi setiap rakyatnya. Raja memiliki kedudukan tertinggi

    dalam status sosial masyarakat saat itu, sehingga pemahaman

    masyarakat berkaitan dengan kepercayaan mereka terhadap uis neno

    (dewa langit) tersebut.

    Simbol belah ketupat dalam motif lulsial dalam tenunan masyarakat

    desa Tunua juga menggambarkan harapan dan kepercayaan

    masyarakat akan Tuhan, ikatan kekeluargaan dimana dalam

    kehidupannya harus saling menghormati dan membantu dan

    menunjukkan arah mata angin.26

    Adapun makna lain dari motif belah

    ketupat dimana jika dilihat dari bentuknya motif ini menggambarkan

    24 P. Midelkoop, Atoni Pah Meto, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993) 100. 25

    Therik, Nusa Tenun… 55. 26

    Asni Salviany La’a dan Sri Suwartiningsih, Jurnal Studi… 32.

  • 93

    tubuh buaya. Buaya sendiri merupakan binatang yang dipercaya

    memberi kehidupan bagi orang Timor waktu dulu sehingga binatang

    ini menjadi simbol kepercayaan mereka yang memberikan

    kemakmuran. Proses penyembahan juga dilakukan oleh masyarakat

    Timor untuk mendapatkan kesejateraan dan kesuburan dalam

    kehidupan mereka. Buaya tidak hanya memberi banyak pada

    masyarakat Timor, tetapi dia juga memberi hidupnya sendiri bagi

    kelangsungan hidup penduduk di pulau Timor.27

    Oleh karena itu pulau

    Timor sendiri jika dilihat dari ketinggian berbentuk seperti seekor

    buaya yang sedang tertidur. Mitos tentang pulau Timor ini sendiri

    banyak yang masih diceritakan oleh para orang tua kepada anak-

    anaknya sehingga lewat karyanya perempuan berusaha untuk

    mengerjakannya dalam bentuk motif tenunan agar mereka mengingat

    akan adanya pulau yang mereka tinggali saat ini.

    Kehidupan religius yang digambarkan dalam motif tenunan desa

    Tunua secara khusus bagi masyarakat Timor pada umumnya, sejak

    dahulu mereka sudah mengenal akan Ilah yang Tertinggi yang mampu

    memberikan mereka kemakmuran dan kesejateraan, oleh karena itu

    identitas masyarakat Timor sendiri merupakan orang yang beragama

    sejak dahulu dan hal tersebut juga bisa dilihat dari motif-motif yang

    ada dalam kain tenunan.

    27

    Nuban Timo, Pemberita Firman.. 141.

  • 94

    Percaya kehidupan sesudah kematian

    Kepercayaan masyarakat Timor yang tercermin dalam kain tenunan

    juga menjadi salah satu pembentuk identitas bagi mereka yang dalam

    hal ini selain mereka percaya akan Ilah yang Tertinggi mereka juga

    mempercayai bahwa ada kehidupan setelah kematian. Dimana baik

    laki-laki dan perempuan dalam suku Timor ketika mereka meninggal

    dunia mereka dimakamkan bersama-sama dengan barang-barang

    kesayangannya. Menurut Johanes Hessing barang-barang tersebut

    berupa kain selimut, perhiasan emas dan juga perak, alat makan dan

    minum, pisau. Hal ini percaya karena ketika seseorang meninggal itu

    jiwanya akan segera berangkat ke dunia para leluhur setelah keluarga

    yang ditinggalkan melepaskan kepergiannya melalui ritus kematian.

    Kain tenunan yang di dalamnya harus menggambarkan motif-motif

    terbaik, biasanya yang bercorak hias dengan “totem” atau marga.28

    Masyarakat Timor mengenal akan kehidupan yang Tuhan anugerahkan

    kepadanya seperti yang penulis sudah paparkan di atas bahwa

    kehidupan itu digambarkan setara bahwa manusia harus saling

    mendukung satu dengan yang lain tanpa mengenal perbedaan. Selain

    gambaran kehidupan, mereka juga percaya akan adanya kehidupan

    yang lain setelah kematian. Kehidupan tidak berakhir dengan kematian

    fisik karena hidup itu berlanjut di bawah kontrol Uisneno (Ilah

    28

    Nuban Timo, Sidik Jari… 39-40.

  • 95

    Tertinggi). Orang yang meninggal, ia berlalu dari dunia ini ke dunia

    yang lain, dunia para arwah.29

    Dari kepercayaan di atas sudah jelas bahwa masyarakat Timor pada

    umumnya mereka percaya akan hal tersebut dan itu menjadi identitas

    bagi mereka sehingga sampai sekarang ini ketika ada kematian

    biasanya kain-kain tenunan itu dijadikan sebagai pemberian ketika

    seseorang akan dimakamkan.

    Dari semua motif-motif yang digambarkan di atas penulis mau menyimpulkan

    bahwa tenunan menjadi simbol identitas masyarakat desa Tunua baik si penenun tapi

    juga bagi si pemakai. Di dalam motif-motif tenunan tergambar pula kepercayaan,

    status sosial dan asal-usul sebuah kehidupan Perempuan mampu memberikan suatu

    karya yang sangat indah dalam hasil tenunan yang ia buat dengan kesabaran,

    ketelitian dan kerja keras. Tidak sampai disitu pikiran yang harus dituangkan dalam

    motif-motif itu membutuhkan waktu yang bukan sedikit, oleh karena itu perempuan

    menjadi sosok yang punya daya imajinasi yang tinggi. Perempuan mampu bertahan

    sampai membuahkan hasil yang baik yakni selembar kain tenunan yang kita ketahui

    ada yang berbentuk selendang, sarung dan juga selimut. Sebuah karya yang luar biasa

    dan penuh inspirasi. Proses dan persiapan merupakan gambaran dari kepribadian

    seorang perempuan yang kuat dan setia dalam melakukan pekerjaan menenun. Bukan

    saja itu hasilnya menjadi sebuah gambaran identitas diri dan juga gambaran identitas

    masyarakat di desa Tunua. Karya yang dihasilkan oleh para perempuan ini juga mau

    menunjukan bahwa tenunan sebenarnya mempunyai nilai dan makna dalam setiap

    29

    Nuban Timo, Sidik Jari… 41.

  • 96

    persiapan, proses dan juga hasil yang didapat yakni kain tenunan itu sendiri.

    Akhirnya penulis mau menyimpulkan bahwa dalam analisis ini seorang perempuan

    yakni penenun dia diberikan anugerah oleh Tuhan yang sangat luar biasa, dimana

    lewat tangannya terbentuk sebuah identitas diri serta identitas sebuah masyarakat

    yang masih ada dan masih terjaga sampai sekarang ini. Selain itu juga melalui proses

    yang dilakukan oleh para perempuan penenun sebenarnya sebagai media untuk

    menarasikan kepribadiannya.