per tenunan

21
1 LAPORAN PERSIAPAN PERTENUNAN, ALAT TENUN MESIN DAN ALAT TENUN BUKAN MESIN A. PERSIAPAN PERTENUNAN I. Maksud dan Tujuan Maksud Mempelajari bagaimana proses persiapan pertenunan dilakukan agar diperoleh mutu benang yang sebaik-baiknya dan efisiensi produksi yang setinggi-tingginya. Tujuan Memperbaiki sejauh mungkin kualitas benang, sehingga dalam proses selanjutnya tidak banyak mengalami kesukaran, kemacetan atau banyak menimbulkan noda-noda karena rusak. Membuat gulungan benang yang sesuai dengan persyaratan proses selanjutnya, baik dalam bentuk maupun volumenya. II. Ringkasan Proses Persiapan Pertenunan Benang-benang yang dihasilkan oleh pabrik pemintalan adalah benang- benang grey yang masih kurang sempurna karena adanya kotoran, neps, simpul sambungan-sambungan yang tidak rata, kerataan benang, dan lain-lain. Keadaan ini dapat mempengaruhi atau menurunkan mutu benang-benang tersebut. Dari hal diatas diketahui bahwa proses persiapan pertenunan sangat penting dalam suatu perusahaan tekstil. Proses pertenunan yang umumnya dilakukan di perusahaan tekstil adalah : 1. Proses Pengelosan 2. Proses Penyetrengan 3. Proses Perangkapan 4. Proses Penggintiran 5. Proses Penghanian 6. Proses Penganjian 7. Proses Pencucukan 8. Proses Pemaletan

Upload: operator-warnet-vast-raha

Post on 12-Jul-2015

2.176 views

Category:

Documents


23 download

TRANSCRIPT

1

LAPORAN PERSIAPAN PERTENUNAN, ALAT TENUN MESIN

DAN ALAT TENUN BUKAN MESIN

A. PERSIAPAN PERTENUNAN

I. Maksud dan Tujuan

Maksud

Mempelajari bagaimana proses persiapan pertenunan dilakukan agar diperoleh

mutu benang yang sebaik-baiknya dan efisiensi produksi yang setinggi-tingginya.

Tujuan

Memperbaiki sejauh mungkin kualitas benang, sehingga dalam proses

selanjutnya tidak banyak mengalami kesukaran, kemacetan atau banyak

menimbulkan noda-noda karena rusak.

Membuat gulungan benang yang sesuai dengan persyaratan proses

selanjutnya, baik dalam bentuk maupun volumenya.

II. Ringkasan Proses Persiapan Pertenunan

Benang-benang yang dihasilkan oleh pabrik pemintalan adalah benang-

benang grey yang masih kurang sempurna karena adanya kotoran, neps, simpul

sambungan-sambungan yang tidak rata, kerataan benang, dan lain-lain.

Keadaan ini dapat mempengaruhi atau menurunkan mutu benang-benang

tersebut. Dari hal diatas diketahui bahwa proses persiapan pertenunan sangat

penting dalam suatu perusahaan tekstil.

Proses pertenunan yang umumnya dilakukan di perusahaan tekstil

adalah : 1. Proses Pengelosan

2. Proses Penyetrengan

3. Proses Perangkapan

4. Proses Penggintiran

5. Proses Penghanian

6. Proses Penganjian

7. Proses Pencucukan

8. Proses Pemaletan

2

Alur proses persiapan pertenunan pada benang lusi dan benang pakan :

Proses Persiapan Pertenunan Benang Lusi

Penyetrengan

Pengelosan

Penggintiran

Penganjian

Penghanian

Pencucukan

Penyambungan

Benang Pakan

Penyetrengan

Pengelosan

Penggintiran

Pemaletan

Salah satu contoh alur proses pertenunan :

Dalam proses persiapan pertenunan juga perlu diketahui tentang bentuk-

bentuk bobin agar dapat diketahui bentuk gulungan yang akan disesuaikan

dengan proses selanjutnya. Macam-macam bobin antara lain :

a. Bobin Silinder

b. Bobin Cakra

Benang Lusi Benang Pakan

Twisting

Winding

Vacuum Heat Setting

Warping

Pemaletan

Drawing-in

Winding

Weaving

3

c. Bobin Kerucut

d. Bobin Botol

e. Bobin Pakan

B. TEKNOLOGI PENGELOSAN (WINDING)

I. Tujuan

Memperbaiki mutu benang meliputi kekuatan, kerataan, kebersihan, dan

sambungan-sambungan yang kurang baik.

Menyesuaikan bentuk gulungan benang sesuai dengan proses selanjutnya.

II. Ringkasan Proses Pengelosan

Macam mesin kelos dapat dibagi menjadi :

Mesin kelos yang penggulungan benangnya pada bobin dengan

menggunakan poros friksi (pengulungan pasif). Macam-macamnya yaitu :

Mesin kelos eksentrik

Mesin kelos bersayap

Mesin kelos silinder beralur eksentrik

Mesin kelos silinder beralur spiral

Mesin kelos khusus untuk bobin cakra

Mesin kelos yang penggulungan benangnya pada bobin langsung

diatas spindel bobin (penggulungan aktif). Keuntungan mesin ini yaitu

spindel bergerak dengan kecepatan pengantar benang yang diatur

sedemikian rupa sehingga jumlah spiral gulungan benang yang diperoleh

diatas bobin per satuan waktu selalu konstan walau terjadi pada diameter

bobin yang berbeda.

4

Gambar Mesin Winding

III. Alat & Bahan

Alat & bahan yang diperlukan : 1. Mesin Winding drum beralur

2. Neraca analitik

3. Jangka sorong

4. Roll meter

5. Paper cone

6. Benang Ne1 30/2 (untuk streng to cone)

7. Benang Ne1 30s (untuk cone to cone)

8. Stopwatch

IV. Langkah Kerja

a. Menimbang cone kosong

b. Memasang cone pada cradle

c. Menjalankan mesin

d. Menyinggungkan cone pada poros friksi

e. Mencatat waktu proses

f. Menimbang cone isi benang

g. Menghitung produksi netto

h. Menghitung produksi teoritis

i. Menghitung efisiensi mesin (η)

5

V. Data Percobaan

Cone to Cone Streng to Cone

Benang Ne1 30s Ne1 30/2

Cone kosong 33 gram 26,12 gram

Cone isi 78,14 gram 74,46 gram

Waktu 16,18 menit 14,41 menit

VI. Perhitungan

Dalam percobaan diketahui :

RPM Silinder (N) = 140 RPM

Pulley 1 (P1) = 4,605 cm

Pulley 2 (P2) = 33 / 3,14 = 10,51 cm

Pulley 3 (P3) = 57 / 3,14 = 18,15 cm

Jarak alur 1 (s1) = 8,36 cm

Jarak alur 2 (S2) = 5,37 cm

Jarak alur 3 (S3) = 3,37 cm

Diameter drum (d) = 8,2 cm

Satu putaran dipengaruhi oleh 2,5 alur benang, maka rumus

Produksi Teoritis = N (πD)2 + Sn2

2,5

Produksi Nyata = Berat cone isi – berat cone kosong

Perhitungan untuk Streng to Cone

N drum beralur = N x φ P1 / φ P3

= 1400 x 4,605/18,15

= 1400 x 0,25

= 350

Prod.teoritis 1 = N/2,5 x √ (πD)2 + S12

= 350/2,5 x √ (3,14 x 8,2)2 + 8,362

= 140 x √ 663 + 69,9

= 140 x √ 732,9

= 140 x 27,1

= 3794

Prod.teoritis 2 = N/2,5 x √ (πD)2 + S22

= 350/2,5 x √ (3,14 x 8,2)2 + 5,372

6

= 140 x √ 663 + 28,8

= 140 x √ 691,8

= 140 x 26,3

= 3682

Prod.teoritis 3 = N/2,5 x √ (πD)2 + S32

= 350/2,5 x √ (3,14 x 8,2)2 + 3,372

= 140 x √ 663 + 11,35

= 140 x √ 674,35

= 140 x 25,9

= 3626

Prod.toeritis rata-rata = (3794 + 3682 + 3626)/3

= 11102/3

= 3700,67

Prod.nyata = 74,46 – 26,12

= 48,34

Efisiensi mesin (η) = (prod.nyata / prod.teoritis) x 100%

= (48,34 / 3700,67) x 100%

= 0,013 x 100%

= 1,3 %

Perhitungan untuk Cone to Cone

N drum beralur = N x φ P1 / φ P2

= 1400 x 4,605/10,51

= 1400 x 0,44

= 616

Prod.teoritis 1 = N/2,5 x √ (πD)2 + S12

= 616/2,5 x √ (3,14 x 8,2)2 + 8,362

= 246,4 x √ 663 + 69,9

= 246,4 x √ 732,9

= 246,4 x 27,1

= 6677,44

Prod.teoritis 2 = N/2,5 x √ (πD)2 + S22

= 616/2,5 x √ (3,14 x 8,2)2 + 5,372

= 246,4 x √ 663 + 28,8

= 246,4 x √ 691,8

7

= 246,4 x 26,3

= 6480,32

Prod.teoritis 3 = N/2,5 x √ (πD)2 + S32

= 616/2,5 x √ (3,14 x 8,2)2 + 3,372

= 246,4 x √ 663 + 11,35

= 246,4 x √ 674,35

= 246,4 x 25,9

= 6381,76

Prod.toeritis rata-rata = (6677,44 + 6480,32 + 6381,76)/3

= 19539,52/3

= 6513,17

Prod.nyata = 78,14 – 33

= 45,14

Efisiensi mesin (η) = (prod.nyata / prod.teoritis) x 100%

= (45,14 / 6513,17) x 100%

= 0,0069 x 100%

= 0,69 %

VII. Diskusi & Kesimpulan

Diskusi

Terdapat beberapa hal yang menghambat proses produksi oleh karena

itu perlu diperhatikan :

1. Memasang benang pada kincir jangan sampai ada yang keluar .

2. Pemasangan kincir pada dudukannya harus tepat.

3. Jangan sampai benang ada yang tidak melewati bagian dari mesin kelos .

4. Perhatikan pemasangan beban harus disesuaikan dengan kekuatan

benangnya .

5. Pemasangan paper cone harus rata.

6. Menggerakan handle ke posisi jalan hati-hati dan pelan-pelan.

7. Selama proses berlangsung, harus terus diawasi.

Kesimpulan

1. Efesiensi mesin rendah , hal ini disebabkan karena sering terjadi putus

benang akibat dari banyaknya sambungan pada benang yang diolah dan

diameter benang yang tidak rata .

8

2. Waktu untuk menyambung benang terlalu lama yang mengakibatkan

waktu produksi terhambat.

3. Karena pada setiap tahapan proses pada pertenunan membutuhkan

gulungan benang tertentu maka bentuk gulungan benang harus

disesuaikan dengan kebutuhan pada proses selanjutnya

4. Proses pengelosan dapat memperbaiki mutu benang dan memperlancar

proses selanjutnya sehingga dapat menurunkan biaya produksi.

C. TEKNOLOGI PENGGINTIRAN (TWISTING)

I. Tujuan

Tujuan dari proses penggintiran benang adalah untuk menambah kekuatan

benang agar benang tidak mudah putus saat dilakukan proses selanjutnya.

II. Ringkasan Proses Penggintiran

Proses penggintiran benang adalah proses merangkap beberapa helai

benang yang kemudian sekaligus diberi puntiran/antihan (twist) dengan jumlah

tertentu untuk setiap panjang tertentu. Hasil dari proses penggintiran disebut

benang gintir (plied yarn). Ada dua cara sistem penggintiran yaitu :

Penggintiran Langsung

Beberapa helai benang single ditarik bersama-sama melalui rol pengantar, ke

delivery roll, kemudian digintir dan digulung pada bobin spindel dari mesin

gintir.

Keuntungan : prosesnya pendek, tidak memerlukanmesin perangkap.

Kekurangan : tiap helai benang sukar dikontrol keadaan maupun

tegangannya, sehingga sering diperoleh hasil penggintiran

yang kurang rata.

Penggintiran Tidak Langsung

Beberapa benang single dirangkap terlebih dahulu pada mesin rangkap,

kemudian ditarik bersama-sama dan digintir serta diberi antihan.

Keuntungan :

o Tegangan tiap-tiap helai benang terkontrol.

o Tiap-tiap bobin telah berisi benang rangkap, sehingga pada waktu

diproses/ditarik pada mesin gintir kemungkinan putusnya kecil.

o Kemungkinan akan terjadinya salah gintir kecil.

9

o Efisiensi produksi dapat ditingkatkan, begitu pula dengan mutu benang

gintir yang dihasilkan.

Berdasarkan jalannya benang, mesin gintir digolongkan atas :

1. Penggintiran Turun (Down Twister)

Pada system ini, jalannya benang yang dikerjakan dari rak kelosan sampai

digulung pada bobin dari ataske bawah (down process). Skema penggintiran

turun sebagai berikut :

2. Penggintiran Naik (Uptwister)

Pada mesin gintir dengan sistem uptwister jalannya benag dari bawah

keatas. Keuntungan dari mesi uptwister adalah bahwa benang yang digulung

pada bobin (penyuap) harus sudah dirangkap, karena setiap spindle khusus

melayani satu bobin penggulung. Skema mesinnya sebagai berikut :

10

Rumus dan perhitungan yang diperlukan pada proses penggintiran :

Twist Per Inchi Benang (TPI)

TPI = N spindle / n. π.D deliveri roll

N = Putaran per menit (RPM)

n. π.D = Keliling permukaan deliveri roll

Produksi

Produksi = N spindle / TPI

Efisiensi

Efisiensi = (Produksi nyata / Produksi perhitungan) x 100%

Macam-macam arah antihan / arah putaran :

1. Arah S (searah jarum jam)

2. Arah Z (berlawana jarum jam)

D. TEKNOLOGI PENGHANIAN (WARPING)

I. Tujuan

Menggulung benang kedalam boom lusi/tenun, yaitu boomyang akan dipasang

pada mesin tenun dengan bentuk gulungan sejajar.

11

II. Ringkasan Proses Penghanian

Pada proses penghanian, benang yang akan digulung dapat berasal dari

bobin kerucut, bobin cakra atau bobin silinder yang ditempatkan pada creel. Cara

penghanian digolongkan sebagai berikut :

Penghanian langsung dari bobin yang ditempatkan di creel tanpa melalui

larutan kanji.

Penghanian sementara, menghani langsung dari bobbin yang ditempaykan

pada creel ke warp beam atau boom hani kemudian dari beberapa boom

hani digulung kembali ke boom tenun melalui larutan kanji.

Penghanian sementara, menghani langsung dari bobin-bobin yang

ditempatkan di creel ke boomhani setelah melewati larutan kanji,kemudian

dari beberapa boomhani (warp beam) dilakukan penggulungan ke boom

tenun.

Pada proses penghanian dilakukan proses penggulungan benang

dengan : panjang tertentu, lebar tertentu, jumlah lusi tertentu dan tegangan lusi

yang sama. Dimana semua hal tersebut disesuaikan dengan raport hanian atau

harus sesuai dengan persyaratan kain yang akan ditenun.

Proses penghanian berdasarkan pembagian caranya :

Sectional Warping

Menghani dengan cara ini merupakan proses menghani dengan tetal yang

sesungguhnya. Proses penghaniannya dilakukan dengan menggulung

benang-benang lusi pada beam dan dibagi dalam beberapa seksi dalam

bentuk band-band (tapes) di drum / tambur, dimana pada proses ini terdapat

sisirhani yang akan menentukan tetal lusi.. Band-band benang lusi tersebut

digulung berjajaran satu dengan lainnya sehingga selebar boom tenun.

Banyaknya benag lusi yang digulung dalam seluruh band tersebut sama

dengan jumlah benang lusi yang diperlukan. Kebaikan mesin hani

sectional antara lain :

a. Jumlah lusi yang dihani dapat tepat sebanyak yang diperlukan.

b. Lebar lusi dapat tepat selebar yang dikehendaki.

c. Urutan warna dari benag-benang lusi sesuai dengan bentuk corak.

d. Dapat melayani penghanian untuk pembuatan kain yang bercorak

dengan panjang yang terbatas.

e. Silangan benang dapat diletakkan dengan baik.

12

Kekurangan mesin hani sectional antara lain :

a. Panjang dan tegangan benag-benang pada boom tenun kadang-kadang

tidak sama.

b. Kurang tepat digunakan untuk masa produksi.

a. Mesin hani

b. Mesin penggulung

Gambar Skema Penghanian Seksional :

Direct Warping

Proses penghaniannya benang ditarik dari bobbin yang ditempatkan di creel,

kemudian benang digulungpada boom hani. Menghani denga cara ini

merupakan menghani dengan lebar kain yang sesungguhnya. Pada direct

warping terdapat sisr expansi yang akan menentukan lebar penhanian pada

beam hani.

III. Contoh Perhitungan

Contoh perhitungan dalam praktikum :

13

E. TEKNOLOGI PENCUCUKAN (DRAWING-IN / REACHING)

I. Tujuan

Merencanakan anyaman kain yang kan dibuat agar diperoleh kualitas kain yang

tetap baik.

II. Ringkasan Proses Pencucukan

Sebelum lusi pada boom dapat ditenun, diperlukan proses pencucukan.

Proses mencucuk dipengaruhi oleh anyaman kain yang akn dibuat, alat

pembentuk mulut lusi pada mesin tenun dan macam mesin tenun yang akan

digunakan. Proses-proses yang termasuk dalamproses mencucuk adalah :

1. Memasukkan benang lusi pada dropper.

2. Memasukkan benang lusi pada gun-gun.

3. Memasukkan benang lusi pada sisir tenun.

Ketiga proses tersebut biasanya dilakukan bersama-sama dalam satu

proses. Skema pencucukan sebagai berikut :

14

A. Mencucuk (Drawing-in)

Berdasarkan cara mencucuk, proses mencucuk dapat dilakukan dengan :

i. Mencucuk dengan tangan

Mencucuk cara ini merupakan cara terbaik untuk mempertahankan

kualitas kain yang akan dihasilkan. Benang-benang lusi dari boom tenun

diletakkan pada frame dan alat mencucuk dimana telah digantungkan

pula dropper dan harnas yang berisikan gun. Pencucukan pada sisir

dilakukan sesudah proses mencucuk pada dropper dan gun selesai.

Rencana Tenun

ii. Mencucuk dengan mesin

Mencucuk dengan cara ini hanya dilakukan untuk mengurangi tenaga

operator saja.

B. Proses menyambung benang

Dalam persiapan pertenunan juga perlu diketahui tentang sistem-sistem

penyambungan benang yaitu :

Syarat sambungan yang baik :

: Harus kuat, kekuatannya harus sama kuatnya seperti benang yang

15

sebelum putus.

: Tidak terlihat bekas / simpul sambungannya.

: Ekor sambungannya tidak terlalu panjang, sependek mungkin antara

2-3 mm.

: Simpul sambungannya sekecil mungkin.

Macam-macam sistem penyambungan benang :

a. Sambungan dengan tangan

Sambungan berbutir

Benang disejajarkan → disimpul → ditarik

Sambungan pilihan

Dilakukan pada proses drawing-in (sifatnya sementara) untuk

melewatkan lusi dari beam ke sisisr tenun / Reed

Sambungan mati

Sambungan Tenun Benang stapel

Benang filamen

Benang wool

b. Sambungan dengan alat (menggunakan Knotter)

c. Sambungan dengan mesin (menggunakan TYING MACHINE)

Dilakukan pada saat penggantian beam lusi yang kosong dengan

catatan konstruksi kainnya sama.

F. ALAT TENUN BUKAN MESIN (ATBM)

I. Tujuan

mengetahui bagian-bagian pokok dan fungsinya pada ATBM, menjelaskan

mekanisme kerja Alat Tenun Bukan Mesin.

II. Ringkasan Materi

ATBM sebenarnya merupakan perkembangan dari alat tenun gedogan,

yaitu pada ATBM dibuat rangka mesin yang mempermudah penggunaannya

daripada alat tenun gedogan. ATBM digerakkan oleh tenaga tangan dan kaki.

Pada awalnya ATBM dibuat untuk memenuhi kebutuhan tekstil kain, karena

keterbatasan kapasitas produksi kain dengan alat tenun gedogan Seperti pada

alat atau mesin tenun lainnya maka ATBM mempunyai prinsip kerja yang sama

yaitu yang disebut dengan gerakan pokok pertenunan. Adapun gerakan pokok

(Primary Motion) dari proses pertenunan sebagai berikut :

16

1. Gerakan pembukaan mulut lusi, yaitu gerakan yang terjadi karena adanya

gerakan naik kelompok benang-benang lusi tertentu dan gerakan turun

kelompok benang-benang lusi tertentu. Akibat dari pembukaan mulut lusi

terbentuklah sebuah celah yang disebut mulut lusi. Pada ATBM pembukaan

mulut lusi terjadi karena adanya peralatan : injakan, tali ikatan, kamran,

matagun, tali penghubung, dan rol kerek.

2. Gerakan peluncuran pakan, yaitu gerakan memasukan benang pakan pada

mulut lusi yang telah terbentuk. Pada ATBM peralatan yang berfungsi untuk

meluncurkan benang pakan : batang pemukul, tali penarik picker, picker

(pemukul), laci teropong, teropong, dan palet. Gerakan ini terjadi karena

teropong yang membawa benang pakan dipukul oleh picker bolak-balik dari

kanan ke kiri melalui mulut lusi.

3. Gerakan pengetekan, yaitu gerakan merapatkan benang pakan yang telah

diluncurkan dengan kain. Gerakan ini terjadi karena adanya gerakan maju

mundur dari lade yang mempunyai sisir tenun yang digerakkan oleh tangan.

Disamping gerakan pokok tersebut diatas terdapat juga gerakan

sekunder (Secondary motion) yaitu :

1. Gerakan penguluran lusi, yaitu gerakan penguluran benang lusi oleh boom

tenun agar benang-benang lusi mempunyai tegangan yang konstan. Peralatan

yang digunakan : boom lusi, balok pembesut, piringan pengerem, tali

pengerem, batang pengerem, dan bandul pengerem.

2. Gerakan penggulungan kain, yaitu gerakan penggulungan kain yang teleh

dihasilkan. Gerakan ini dimaksudkan untuk untuk menjaga ketegangan benang

lusi yang diproses tetep konstan. Peralatan yang digunakan : boom kain, balok

dada, gigi rachet, dan pemutar gigi rachet.

Disamping itu juga terdapat gerakan tambahan (Auxilary motion) /

otomatisasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas.

17

GAMBAR ATBM

1. Lade 11. Batang Pemukul

2. Laci 12. Mata gun

3. Sisir tenun 13. Rol/kerek

4. Teropong 14. Gun/kamran

5. Balok dada 15. Balok pembesut

6. Gigi rachet 16. Benang lusi

7. Pemutar gigi rachet 17. Boom lusi

8. Boom kain 18. Piringan rem

9. Injakan 19. Batang pengerem

10. Rangka ATBM 20. Bandul pengerem

Bagian-bagian ATBM dan fungsinya :

1. Lade, funsinya sebagai tempat landasan teropong dan tempat sisir.

2. Laci, fungsinya sebagai ruangan untuk teropong sebelum dipukul oleh picker.

3. Sisir tenun, fungsinya untuk mengatur lebar kain yang akan dibuat, untuk

merapatkan benang pakan yang telah diluncurkan dan untuk mengatur tetal

lusi.

11

3

10 11 12

2

5

6

7

8

9

13 14

16

15

17

18

19

20

4

1

18

4. Teropong, fungsinya untuk meluncurkan benang pakan dari kanan ke kiri atau

sebaliknyadan tempat palet.

5. Balok dada, fungsinya untuk pengantar jalannya kain yang telah terbentuk dan

agar kain tetap datar.

6. Gigi rachet, fungsinya sebagai alat untuk penggulungan kain secara manual.

7. Pemutar gigi rachet, fungsinya untuk memutarkan roda gigi rachet.

8. Boom kain, fungsinya untuk menggulung kain yang telah terbentuk agar tidak

terjadi penumpukan kain dan juga untuk menjaga ketegangan benang lusi agar

konstan.

9. Injakan, fungsinya untuk menurunkan dan menaikkan kamran pada saat

injakan diinjak, antara injakan dan kamran digunakan tali pengikat.

10. Rangka, fungsingya sebagai penopang bagian-bagian yang lainnya agar dapat

bekerja sesuai dengan kegunaannya.

11. Batang pemukul, fungsinya untuk menarik picker agar teropong terpukul dan

meluncur.

12. Mata gun, fungsinya untuk memasukkan benang lusi agar dapat naik turun

sesuai gerakan kamran.

13. Rol/kerek, fungsinya menghubungkan dua kamran yang bekerjanya saling

berlawanan,sehingga pada saat salah satu kamran naik maka kamran yang

lainnya akan turun.

14. Gun/kamran, fungsinya untuk menaikkan atau menurunkan kelompok benang-

benang lusi yang dicucuk dalam matagun agar terbentuk mulut lusi.

15. Balok pembesut, fungsinya untuk pengantar benang-benang lusi pada saat

penguluran.

16. Palet , fungsinya untuk temapt menggulung benang pakan yang terdapat pada

teropong

17. Boom lusi, fungsinya sebagai tempat digulungnya benang-benang lusi yang

akan ditenun pada proses pertenunan.

18. Piringan rem, fungsinya untuk landasan pengereman putaran boom lusi

19. Batang pengerem, fungsinya untuk mengerem atau melepaskan rem pada

saat penggulungan kain (secara manual).

20. Bandul, fungsinya untuk memberi beban pada batang pengerem sehingga

terjadi pengereman pada piringan pengerem.

19

21. Tempat sisir, fungsinya untuk tempat sisir agar sisir tetap berada

ditempatnya.

Rencana Tenun

G. ALAT TENUN MESIN (ATM)

I. Tujuan

Mengetahui nama bagian-bagian ATM beserta fungsinya, mengetahui cara kerja

(gerakan pokok) pada ATM.

II. Ringkasan Materi

Alat Tenun Mesin (ATM) merupakan perkembangan dari ATBM.

Berdasarkan kebutuhan, perkembangan zaman dan pemikiran manusia maka

dibuatlah mesin tenun yang memiliki banyak kelebihan dibandingkan ATBM.

ATM menggunakan rangka dari logam, digerakkan dengan tenaga motor. Hal itu

dilakukan untuk menyesuaikan dengan sifat bahan yang digunakan, misalnya

rangka mesin tenun menggunakan bahan dari kayu akan hancur ketika

1 2

1

2

1

2

3

4

1 2 3 4

20

menerima getaran yang keras dan rutin dari gerakan proses menenun yang

berasal dari motor. Karena pada ATM bahan penyusunnya terbuat dari logam

sehingga lebih stabil dan tahan lama dibanding ATBM. Dengan menggunakan

motor sebagai sumber gerakan ATM memiliki produktifitas yang tinggi selain itu

prosesnya cepat, pengoperasiannya lebih mudah dan stabil karena ATM terbuat

dari logam serta tahan lama.

Walaupun bentuknya berbeda dengan ATBM tetapi ATM memiliki prinsip

kerja yang sama. Pada dasarnya masih menggunakan gerakan pokok

pertenunan, yaitu :

Gerakan pembukaan mulut lusi (Shedding Motion).

Mulut lusi adalah rongga atau celah yang dibentuk antara sebagian benang lusi

yang naik, turun, atau diam terhadap ujung kain. Pembentukan mulut lusi ini

dibantu dengan adanya gun / kamran dan mata gun yang digerakkan oleh

peralatan pembukaan mulut lusi seperti eksentrik dan injakan, dobby maupun

jacquard, yang sedemikian rupa sehingga dapat menaikkan sebagian lusi dan

menurunkan sebagian lusi lainnya dalam waktu bersamaan.

Gerakan peluncuran benang pakan (Picking Motion).

Agar terjadi anyaman maka harus terjadi silangan antara benang lusi dan

benang pakan. Hal itu dilakukan dengan jalan memasukkan benang pakan

tersebut kedalam mulut lusi yang telah terbentuk. Peluncuran benang pakan ini

dilakukan dengan meluncurkan teropong yang berisi benang pakan dari kiri ke

kanan bolak balik yang dipukul oleh picker.

Gerakan pengetekkan benang pakan (Beating Motion).

Setelah benang pakan yang diluncurkan harus dirapatkan oleh sisir agar

terbentuk kain.. Pengetekan ini dilakukan oleh sisir tenun yang terdapat pada

lade yang bergerak maju mundur dan membentuk lengkungan.

Selain itu ada 2 gerakan tambahan dan gerakan lain, yaitu :

Gerakan penguluran lusi (Let- off Motion).

Agar proses pertenunan lancar maka kain yang telah dianyam harus digulung

oleh karena itu lusi harus mempunyai tegangan yang stabil, tegangan ini

diatur dengan perbandingan antara penguluran benang lusi dan

penggulungan kain.

Gerakan penggulungan kain (Take-up Motion).

21

Penggulungan kain dilakukan karena tidak mungkin kain yang telah terbentuk

dari hasil anyaman pada proses pertenunan dibiarkan begitu saja. Hal itu

akan menyulitkan jalannya proses serta mempegaruhi tegangan lusi pada

waktu pertenunan.

Gerakan Otomatis seperti : stop motion, pergantian teropong, pergantian

palet dan lain-lain.

Bagian-bagian mesin ATM I yaitu :

1. Rangka samping

2. Rangka penghubung bawah

3. Rangka penghubung belakang

4. Gandar layang (belakang) , gandar dada (depan)

5. Rangka atas

6. Kuda-kuda

7. Poros utama (crank shaft / main shaft / poros engkol)

8. Poros pukulan

9. Pulley poros utama

10. Steer

11. Roda gigi poros utama

12. Roda gigi poros pukulan

13. Poros lade (sley)

Bagian-bagian mesin ATM II yaitu :

1. Dudukan poros utama

2. Dudukan poros pukulan

3. Dudukan poros sley

a. Rangka samping

b. Rangka penghubung bawah

c. Rangka penghubung belakang

d. Gandar layang

e. Rangka atas

f. Kuda-kuda

H. DAFTAR PUSTAKA

Like Soeparlie, S.Teks, dkk. 1974. Teknologi Persiapan Pertenunan. Sekolah

Tinggi Teknologi Tekstil. Bandung.