bab ii ebp perawatan luka klpk 3

38
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Pengertian Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.Glukosa (Smeltzer & Bare, 2002). Pengertian lain menurut Black & Hawk (2009) Diabetes Melitus adalah penyakit kronik, progresif yang dikarakteristikan dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolism karbohidrat, lemak, dan protein awal terjadinya hiperglikemia. 2. Etiologi Diabetes Melitus Menurut Smeltzer & Bare (2002) penyebab timbulnya diabetes mellitus belum diketahui secara jelas sampai saat ini, namun dari berbagai penelitian dapat dikemukakan bahwa etiologi Diabetes Melitus terdiri 4

Upload: ema-arum-rukmasari

Post on 26-Dec-2015

114 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

s

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus

1. Pengertian

Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang

ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Glukosa

secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.Glukosa (Smeltzer

& Bare, 2002).

Pengertian lain menurut Black & Hawk (2009) Diabetes Melitus adalah

penyakit kronik, progresif yang dikarakteristikan dengan ketidakmampuan tubuh

untuk melakukan metabolism karbohidrat, lemak, dan protein awal terjadinya

hiperglikemia.

2. Etiologi Diabetes Melitus

Menurut Smeltzer & Bare (2002) penyebab timbulnya diabetes mellitus belum

diketahui secara jelas sampai saat ini, namun dari berbagai penelitian dapat

dikemukakan bahwa etiologi Diabetes Melitus terdiri dari beberapa faktor, antara

lain Faktor genetic, faktor lingkungan dan faktor pencetus

1) Faktor Lingkungan (obat, kima, virus)

Virus seperti cytomegalovirus, mumps, rubella yang dapat memicu

terjadinya autoimun dan menghancurkan sel- sel beta pancreas,

obat- obatan dan zat kimia seperti alloxan.

4

Page 2: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

2) Faktor Genetik (keturunan)

Riwayat keturunan dengan Diabetes, misalnya pada DM tipe I diturunkan

sebagai sifat heterogen, mutigenik. Kembar klentik mempunyai resiko 25%-

50%, sementara saudara kandung beresiko 6% dan anak beresiko 5% (Black &

Hawks, 2009).

3) Faktor pencetus : kelebihan makan, kekurangan makan dan kegemukan.

3. Tanda dan gejala Diabetes Melitus

Adapun tanda dan gejala dari Diabetes Melitus menurut Mansjoer (2008)

antara lain poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan.

1) Poliuria

Adanya hiperglikemia menyebabkan sebagian glukosa dikeluarkanoleh ginjal

bersama urin karena keterbatasan kemampuan filtrasi ginjaldan kemampuan

reabsorbsi dari tubulus ginjal.Untuk mempermudah pengeluaran glukosa maka

diperlukan banyak air, sehingga frekuensi miksi (BAK) menjadi meningkat.

2) Polidipsia

Di awali dengan banyaknya urin yang keluar maka tubuh mengadakan mekanisme

lain untuk menyeimbangkannya yakni dengan banyak minum. Penderita diabetes

pada umumnya akan selalu merasakan haus yang luar biasa, termasuk pada

minuman yang segar dan dingin untuk menghindari (Sari, 2012).

3) Polifagia

Orang yang menderita Diabetes akan banyak makan (Polifagia), sehingga

pemasukan gula ke dalam sel- sel tubuh kurang akhirnya energi yang dibentuk

juga kurang (Sari, 2012).

5

Page 3: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

4) Penurunan berat badan

Penurunan berat badan disebabkan karena banyaknya kehilangan

cairan, glikogen dan cadangan trigliserida serta massa otot.

4. Kriteria Diabetes Melitus

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Sari (2012), adapun

patokan kadar gula darah dalam mendiagnosis Diabetes Melitus dengan

cara berikut ini :

Tabel 2.1 Kadar Glukosa darah dalam mendiagnosis DM

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu

- Plasma vena

- Darah kapiler

Kadar glukosa darah puasa

- Plasma vena

- Darah kapiler

< 100

<80

<110

<90

100-200

80-200

110-120

90-110

>200

>200

>126

>110

5. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan menurut Black & Hawks (2005) meliputi 4 hal

yaitu:

1) Postprandial

Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl

mengindikasikan diabetes.

2) Hemoglobin glikosilat

Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilaikadar gula darah selama 140 hari

terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.

6

Page 4: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

3) Tes toleransi glukosa oral

Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75gr gula, dan

akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah

meminum cairan tersebut harus < dari 140mg/dl.

4) Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum,

sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada

mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar

glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

6. Komplikasi Diabetes Melitus

1) Komplikasi Akut Diabetes Melitus

Menurut Smeltzer & Bare (2002) ada tiga komplikasi akut padadiabetes Melitus,

antara lain hipoglikemia, ketoasidosis diabetik dan sindrom KHNK (juga disebut

koma hiperglikemik hiperosmolernonketotik atau HONK [hiperosmoler

nonketotik])

a) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi kalau kadar

glukosa darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/L).

Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang

berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik

yang berat. (Smeltzer & Bare, 2002)

Ada 4 macam keadaan hipoglikemia menurut Sari (2012), antara lain

i. Hipoglikemia murni jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl

7

Page 5: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

ii. Reaksi hipoglikemia terjadi akibat menurunnya kadar glukosa darah secara

mendadak

iii. Koma hipoglikemia akibat kadar glukosa darah yang sangat rendah

iv. Hipoglikemia relative jika gejala hipoglikemia terjadi 3-5 jam setelah makan.

b) Ketoasidosis Diabetik

Menurut Smeltzer & Bare (2002), Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak

adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini

mengakibatkan gangguan pada metabolism karbohidrat, protein dan lemak.Ada

tiga gambaran klinis yang penting pada ketoasidosis diabetic, yaitu dehidrasi,

kehilangan elektrolit, asidosis.

c) Koma Hiperosmoler Non Ketotik

Gejala dan KHNK adalah adanya dehidrasi yang berat, hipotensi dan

menimbulkan shock.Komplikasi ini diartikan sebagai keadaan tubuh tanpa

penimbunan lemak sehingga penderita tidak menunjukkan pernapasan yang cepat

dan dalam (kussmaul).

Pemeriksaan di laboratorium menunjukkan bahwa kadar glukosa penderita sangat

tinggi, pH darah normal, kadar natrium (Na) tinggi dan tidak ada ketonemia(Sari,

2012).

2) Komplikasi Kronik Diabetes Melitus

Menurut Mansjoer (2008) adapun komplikasi dari kronik diabetes

antara lain :

a) Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar; pembuluh darah jantung;

pembuluh darah tepi; pembuluh darah otak

8

Page 6: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

b) Mikroangiopati, mengnai pembuluh darah kecil; retinapati diabetic, nefropati

diabetic

c) Neuropati diabetik

Neuropati adalah kerusakan progresifsarafyang mengakibatkan hilangnya fungsi

saraf. Ini adalah komplikasi umum dari diabetes dan sering melibatkan seluruh

bagian tubuh. Kerusakan saraf sensorik serat mengakibatkan nyeri atau hilangnya

sensasi.

Kerusakan saraf motorik serat menghasilkan kelemahan otot. Kerusakan serabut

saraf pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan disfungsi dalam setiap bagian

dari tubuh (Saunders, 2010).

d) Rentan infeksi, seperti TB paru, gingivitis dan infeksi saluran kemih

e) Kaki diabetik

9

Page 7: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

7. Pathway DM

Defisiensi Insulin

glukagon↑ penurunan pemakaian glukosa oleh sel

glukoneogenesis hiperglikemia

lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN↑ Osmotic Diuresis

ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi

↓ pH Hemokonsentrasi

Asidosis Trombosis

Aterosklerosis

10

Mual muntah

Resti Ggn Nutrisi

Kurang dari kebutuhan

Koma Kematian

Makrovaskuler Mikrovaskuler

Retina Ginjal

Jantung Serebral Ekstremitas

Miokard Infark Stroke Gangren

Retinopati diabetik

Ggn. Penglihatan Gagal Ginjal

Resiko Injury

Nefropati

Ggn Integritas Kulit

Kekurangan volume cairan

Page 8: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

B. Ulkus Diabetik

1. Pengertian

Ulkus diabetik merupakan salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus

yang berupa luka terbuka pada permukaan kulit dan dapat disertai dengan

kematian jaringan setempat (Robert, 2003).

Ulkus kaki diabetik adalah kerusakan sebagian (partial Thicknes) atau

keseluruhan (full thickness) pada kulit dan dapat meluas ke jaringan dibawah

kulit, tendon, otot atau persendian yang terjadi pada penderita penyakit diabetes

mellitus (DM), kondisi ini timbul sebagai akibat terjadinya peningkatan kadar

gula darah yang tinggi. Jika ulkus kaki yang tidak dilakukan penatalaksanaan,

tidak sembuh dan berlangsung lama luka akan menjadi terinfeksi. Ulkus kaki,

infeksi, neuroarthropati dan penyakit arteri perifer sering mengakibatkan gangrene

dan amputasi ekstremitas bagian bawah (Parmet, 2005 : Frykberg, dkk,

2006)

2. Klasifikasi

Klasifikasi Ulkus diabetik pada penderita Diabetes mellitus menurut Waspadji

(2006), terdiri dari 6 tingkatan :

0 : Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.

1 : Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.

2 : Ulkus lebih dalam diikuti dengan inflamasi jaringan.

3 : Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses..

4 : Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki,

bagian depan kaki atau tumit.

11

Page 9: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

5 : Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

3. Patofisiologi Ulkus Diabetik

Menurut Soeparman (2004), neuropati sensori perifer dan trauma adalah penyebab

utama terjadinya ulkus. Neuropati yang dapat menyebabkan ulkus adalah

neuropati motorik dan otonom.Neuropati adalah suatu sindroma yang menyatakan

beberapa gangguan pada saraf. Pasien diabetes mellitus menjalani neuropati untuk

beberapa hal yaitu :

1) Kondisi hiperglikemia aldose reduktase mengubah glukosa menjadi sorbitol

dan sorbitol banyak terakumulasi pada endotel yang dapat mengganggu suplai

darah pada sarah sehingga axon menjadi atropi lalu akan memperlambat konduksi

impuls sarafnya.

2) Pengendapan advanced glycosylation edn-product (AGE-P) menyebabkan

penurunan aktifitas myelin (demielinasi).

Neuropati sensori dapat mengakibatkan terjadinya penurunan sensifitas terhadap

tekanan atau trauma, neuropati motorik dapat mengakibatkan kelainan bentuk

pada sendi dan tulang, neuropati otonom mengakibatkan fungsi kelenjar keringat

pada perifer menurun yang akan menyebabkan kulit menjadi kering dan terbentuk

menjadi fisura.

Penyakit vaskuler yang terdiri dari mikroangipati dan makroangipati akan

menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah pada tubuh (Delmas, 2006).

Selain neuropati, penyakit vaskuler juga dapat menyebabkan terjadinya ulkus.

Penyakit vaskuler perifer terdiri dari :

12

Page 10: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

1) Mikroangipati, merupakan kondisi dimana terjadi penebalan membrane basalis

kapiler dan peningkatan aliran darah dan mengakibatkan terjadinya edema

neuropati.

2) Makroangipati, yaitu terjadinya ateriosklerosis yang menyebabkan penurunan

aliran darah (iskemia). Trauma dan kerusakan respon terhadap proses infeksi

dapat menjadi penyebab terjadinya luka diabetes selain neuropati dan penyakit

vaskuler peerifer.

Adanya neuropati, penyakit vaskuler dan trauma dapat mengakibatkan terjadinya

ulkus pada ekstremitas.

4. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnotik pada ulkus Diabetik menurut Waspadji (2006) dan

Misnadiarly (2006) adalah

1) Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada

kulit atau jaringan tubuh pada kaki pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang

atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.

2) Pemeriksaan Penunjang: X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk

mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan kuman

penyebabnya

5. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnotik pada ulkus Diabetik menurut Waspadji (2006) dan

Misnadiarly (2006) adalah

13

Page 11: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

1) Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada

kulit atau jaringan tubuh pada kaki pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang

atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.

2) Pemeriksaan Penunjang: X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk

mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan kuman

penyebabnya

6. Penatalaksanaan Ulkus Diabetik

Menurut Frykberg (2006), tujuan dari pentalaksanaan ulkus kaki diabetik adalah

untuk mencapai penutupan luka secepat mungkin. Menurunkan angka amputasi

pada ekstremitas bagian bawah pasien. Area penting dalam pentalaksanaan ulkus

diabetik meliputi evaluasi status vaskuler dan tindakan yang tepat pengkajian gaya

hidup/ faktor psikologi, pentalaksanaan dasar luka dan penurunan tekanan.

1) Evaluasi status vaskuler

Perfusi arteri memegang peranan penting dalam penyembuhan luka dan harus

dikaji pada pasien ulkus, selama sirkulasi terganggu luka akan mengalami

kegagalan penyembuhan dan beresiko amputasi.

Adanya insufisiensi vaskuler dapat berupa edema, karakteristik kulit yang

terganggu, penyembuhan lambat, ekstremitas dingin (Frykberg, 2006).

2) Pengkajian gaya hidup

Gaya hidup dan faktor psikologi dapat mempengaruhi penyembuhan luka.

Contohnya antara lain alcohol, merokok, penyalahgunaan obat, kebiasaan makan,

obesitas, malnutrisi dan tingkat mobilisas (Delmas, 2006).

3) Penatalaksanaan dasar luka

14

Page 12: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

Tujuan dilakukannya debridement adalah membuang jaringan mati atau jaringan

yang tidak penting(Delmas, 2006). Kelembapan akan mempercepat proses

reepitelisasi pada ulkus. Keseimbangan kelembapan ulkus meningkatkan proses

autolysis dan granulasi.

Untuk itu diperlukan pemilihan balutan yang menjaga kelebapan luka.Dalam

pemilihan balutan, sangat penting diketahui bahwa tidak ada balutan yang paling

tepat terhadap semua ulkus diabetik.

4) Penurunan tekanan (Off Loading)

Menurunkan tekanan pada ulkus diabetic merupakan tindakan yang sangat

penting.Off loading mencegah trauma lebih lanjut dan membantu meningkatkan

penyembuhan.

Delmas (2006) menyatakan ulkus kaki diabetic merupakan luka

kompleks yang dalam penatalaksanaannya harus sitematik dengan

pendektan tim interdisiplin.

7. Dampak Ulkus Diabetik pada pasien

Akibat komplikasi dari Diabetes Melitus, akan menimbulkan berbagai masalah

fisik maupun psikologis, sehingga menyebabkan penderita merasa putus asa dan

tidak dapat menerima keadaannya sehingga akan mempengaruhi konsep diri

penderita (Saraswati, 2009). Perawatan terhadap penyakit yang dialami kadang

kala menimbulkan kesulitan atau gangguan dalam fungsi tubuh sehingga individu

merasa tidak nyaman dan menganggap bahwa perawatan yang dilakukan sama

buruknya dengan penyakit yang diderita (Sukmaningrum, 2005).

15

Page 13: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

Selain permasalahn psikologi diatas, menurut Sari (2012) dan Sukmaningrum

(2005) DM juga dapat menimbulkan dampak bagi penderitanya yaitu dampak

ekonomi, dampak fisik dan dampak psikologi.

1) Dampak Ekonomi

Pengendalian DM dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan kompleks serta

membutuhkan biaya yang besar, sehingga berdampak pada masalah ekonomi

keluarga. Dampak ekonomi pada DM jelas terlihat akibat biaya pengobatan dan

hilangnya pendapatan

2) Dampak Fisik

Pada penderita DM yang lanjut akan menimbulkan berbagai dampak secara fisik

antara lain adanya komplikasi, misalnya kelemahan fisik, berat badan rendah,

kesemutan gatal, mata kabur, stroke dan gangrene. Hal tersebut dapat

menimbulkan perubahan dan penampilan fisik penderita (Sari, 2012).

3) Dampak Psikologi

Penderita DM yang tidak dapat menerima keadaan sakitnya akan mempunyai

pandangan yang negative misalnya pasien merasa putus asa, tidak berguna dapat

menyebabkan pasien merasa putus depresi (Sukmaningrum, 2005).

Tak jarang para penderita Diabetes Melitus putus asa dalam menjalani

kehidupannya , adapatasi fisiologis dan psikologis membuat mereka harus benar-

benar memahami bagaimana penyakit tersebut dapat diatasi hingga tidak membuat

perubahan yang signifikan dalam dirinya. Dikarenakan terbatasnya informasi

mengenai penyakit diabetes mellitus, para diabetes di tahun- tahun awal akan

mengalami kecemasan yang didefinisikan sebagai kebingungan yang kemudian

16

Page 14: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

dicirikan dengan perasaan tidak yakin, putus asa, perasaan tertekan, bimbang dan

gugup (Sari, 2012).

C. Perawatan Luka

1. Definisi Luka

Luka adalah rusaknya rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara

spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak dan hilang.

Ketika luka timbul beberapa efek akan muncul :

a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

b. Respons stress simpatis

c. Perdarahan dan pembekuan darah

d. Kontaminasi bakteri

e. Kematian sel

2. Mekanisme terjadinya luka

a. Luka insisi (Incised wounds), terjadinya karena teriris oleh instrumen yang

tajam

b. Luka memar (Contusion wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan

dikarakteristikan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak

c. Luka lecet (Abraded Eound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain

yang biasanya dengan benda yang tidak tajam

d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau

pasau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil

e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam sepertioleh

kaca atau kawat

17

Page 15: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

g. Luka tembus (Penetrating Wound), luka yang menembus organ tubuh biasanya

pada bagian awal luka masuk diameternya keciltetapi pada bagian ujung

biasanya luka akan melebar

h. Luka bakar (Combustio)

3. Menurut tingkat kontaminasi terhadap luka

a. Clean Wounds (luka bersih) yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak

terjadi proses peradangan dan infeksi pada sistem pencernaan, pernafasan,

genital dan urinal. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika

diperlukan drainase tertutup kemungkinan infeksi luka 1-5%

b. Clean Contamined Wounds (luka bersih terkontaminasi) merupakan luka

pembedahan dimana saluran resfirasi, pencernaan, genital atau perkemihan

dalam kondisi terkontrol, kontminasi tidak selalu terjadi kemungkinan

timbulnya infeksi luka adalah 3-11%

c. Contamined Wounds (luka terkontaminasi) termasuk luka terbuka, fresh luka

akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan tekhnik aseptik

atau kontaminasi dari saluran cerna pada kasus ini juga termasuk insisi akut,

infeksi nonpurulen, kemungkinan infeksi luka 10-17%

d. Dirty or Infected Wounds (luka kotor atau infeksi) yaitu terdapatnya

mikroorganisme pada luka

4. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

a. Stadium I : luka superfisial (Non Blanching Erithema) yaitu luka yang terjadi

pada lapisan epidermis kulit

18

Page 16: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada

lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan

adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan

meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai

bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai

pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka

timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa

merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon

dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

5. Menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :

1. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah disepakati.

2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,

dapat karena faktor eksogen dan endogen.

D. PROSES PENYEMBUHAN LUKA

Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses

peradangan”, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak

(swelling), kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi

(impaired function). Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :

1. Fase Inflamasi

19

Page 17: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat

perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai

adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda

asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses

penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan

menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet

akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan

“substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler

vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup

pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan

terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory

nerve endding), local reflex action dan adanya substansi vasodilator

(histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan

peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari

pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema

jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.

Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit,

oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

2. Fase Proliferatif

Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan

menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas

sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan

menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses

20

Page 18: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

reonstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan),

pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks

jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari

jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang

(proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin,

hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam

membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik

adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan

dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa

makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit

dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang

tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan “granulasi”.

Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah

terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth

faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

3. Fase Maturasi

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai

kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan

terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan

bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna

kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan

serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut.

Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10

21

Page 19: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

setelah perlukaan. Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan

keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan.

Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau

hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan

kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.

Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan

jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas

normal. Meskipun proses penyembuhanluka sama bagi setiap penderita,

namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi

biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda

dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi,

diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).

E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA

1. Usia

Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan

jaringan

2. Infeksi

Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga

menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah

ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.

3. Hipovolemia

22

Page 20: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya

ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

4. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap

diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang

besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga

menghambat proses penyembuhan luka.

5.Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya

suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin,

jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan

yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).

6. Iskemia

Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada

bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat

dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu

adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.

7. Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah,

nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi

penurunan protein-kalori tubuh.

8. Pengobatan

Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera

23

Page 21: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab

kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak

akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

F. NURSING MANAGEMENT

Dressing/Pembalutan

Tujuan :

1. memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka

2. absorbsi drainase

3. menekan dan imobilisasi luka

4. mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis

5. mencegah luka dari kontaminasi bakteri

6. meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing

7. memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien

G. ALAT DAN BAHAN BALUTAN UNTUK LUKA

Bahan untuk Membersihkan Luka

· Alkohol 70%

· Aqueous and tincture of chlorhexidine gluconate (Hibitane)

· Aqueous and tincture of benzalkonium chloride (Zephiran Cloride)

· Hydrogen Peroxide

· Natrium Cloride 0.9%

Bahan untuk Menutup Luka

· Verband dengan berbagai ukuran

24

Page 22: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

Bahan untuk mempertahankan balutan

· Adhesive tapes

· Bandages and binders

H. KOMPLIKASI DARI LUKA

a. Hematoma (Hemorrhage)

Perawat harus mengetahui lokasi insisi pada pasien, sehingga balutan dapat

diinspeksi terhadap perdarahan dalam interval 24 jam pertama setelah

pembedahan.

b. Infeksi (Wounds Sepsis)

Merupakan infeksi luka yang sering timbul akibat infeksi nosokomial di rumah

sakit. Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 – 48 jam, denyut nadi dan

temperatur tubuh pasien biasanya meningkat, sel darah putih meningkat, luka

biasanya menjadi bengkak, hangat dan nyeri.

Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain :

· Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan

· Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh : terkumpulnya

pus (bakteri, jaringan nekrotik, Sel Darah Putih).

· Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke

sistem limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.

c. Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence adalah rusaknya luka bedah, Eviscerasi merupakan keluarnya isi dari

dalam luka

d. Keloid

25

Page 23: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

Merupakan jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan. Keloid ini biasanya

muncul tidak terduga dan tidak pada setiap orang.

I.MANAJEMEN PERAWATAN BELATUNG

Luka kronis terkenal rentan terhadap infeksi seperti Methicillin-resistant

Staphylococcus aureus (MRSA) atau rumah sakit yang diperoleh patogen lain

seperti Pseudomonas, dan panjang, ditarik keluar pengobatan agresif dihasilkan

dengan antibiotik dan aplikasi topikal, dan isolasi pasien yang mungkin kontrak

infeksi lebih lanjut, dapat dikenakan biaya yang besar untuk perawatan, tempat

tidur hari dan waktu perawat (Beasely, 2004).

Namun, belatung dikenal untuk mengeluarkan enzim proteolitik termasuk

kolagenase (Ziffren et al, 1953) dan enzim tripsin dan kimotripsin menyerupai

(Chambers, 2003), penyerapan bantuan yang jaringan mati dan bakteri; di mana

bakteri kemudian dihancurkan saat melewati sistem pencernaan mereka

(Steenvoorde, 2005). Dengan pemikiran ini, tetapi juga pengetahuan bahwa

banyak bukti dianggap bersifat anekdot atau hanya yang terkandung dalam

laporan kasus (Courtenay, 1999; Dissemond, 2002), sejumlah studi telah

dilakukan yang telah menegaskan bahwa semua organisme mikro yang diberantas

dalam 10-15 menit dari konsumsi oleh belatung (Robinson dan Norwood, 1934;

Simmons, 1935; Lappin-Scott, 1998; Mumcuoglu et al,

2001).

Sebuah studi lebih lanjut oleh Courtenay et al (2000) menyimpulkan

bahwa terapi belatung merupakan pilihan alternatif yang sangat efisien untuk

26

Page 24: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

manajemen luka cepat dan efisien, sering pat dicegah ing operasi besar, dan

sekutu yang sangat baik dalam memerangi infeksi resisten antibiotik. Semua

literatur Ulasan di bagian ini menunjukkan bahwa terapi belatung itu tidak hanya

berperan dalam mengurangi tingkat bakteri, sehingga infeksi, tetapi juga dalam

mengurangi bau yang tidak menyenangkan dan nyeri (Robinson dan Norwood,

1934; Simmons, 1935; Lappin-Scott, 1998; Courtenay et al, 2000; Steenvoorde et

al, 2007).

Untuk menyelidiki teori ini, sebuah studi kunci dengan Dumville et al

(2009), yang disebut 'Venus II Percobaan', dilakukan, yang memiliki dua tujuan

utama:

- Untuk menilai efektivitas klinis terapi belatung dibandingkan dengan

hidrogel, sebuah debridement standar Perlakuan

- Untuk menilai efektivitas klinis belatung longgar dibandingkan dengan

belatung dikantongi

Pragmatis, tiga bersenjata acak percobaan terkontrol ini (RCT)

dibandingkan belatung longgar, kantong belatung dan hidrogel, dan melibatkan

267 pasien dengan luka etiologi ulkus vena atau campuran, masing-masing

dengan daerah berpaya 25% / studi tissue.The nekrotik menyimpulkan bahwa mag

keseluruhan - mendapat terapi terbukti tidak lebih efektif dalam mengurangi

beban bakteri atau meningkatkan tingkat penyembuhan dalam berpaya atau

nekrotik ulkus bila dibandingkan dengan hidrogel, tapi itu muncul untuk

memperbaiki waktu debridement. Namun, rasa sakit maag dialami oleh para

27

Page 25: BAB II EBP Perawatan Luka Klpk 3

peserta melakukan tampaknya meningkatkan. Meskipun penelitian ini memiliki

beberapa keterbatasan, ukuran sampel yang relatif besar dibandingkan dengan

penelitian lain, yang mendukung generalisasi dan keandalan temuan (Cormack,

2000).

Sebuah studi lebih lanjut oleh Sherman (2003) juga mendirikan efisiensi

belatung sebagai teknik debridement, yang mendukung temuan dari 'Venus II

Percobaan'. Namun, sampel itu terutama kecil dan dengan demikian tidak

mendukung generalisasi dan keandalan temuan, yang dapat dianggap sebagai

pembatasan (Cormack, 2000).

Semua literatur Ulasan dalam bagian ini menunjukkan bahwa terapi

belatung memang mempercepat debridement jaringan nekrotik dari luka kronis,

dan mendorong granulasi cepat dibandingkan dengan pengobatan konvensional,

yang berpuncak pada sangat meningkat penyembuhan luka kronis (Sherman,

2003; Acton, 2007; BioMonde, 2010 ).

28