bab ii dpa (goam)

38
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENELITIAN TERDAHULU Penelitian tentang propertis fluida yang mengalir pada proses pemanasan dan pendinginan sangat penting di teknologi industri makanan dan minuman, baik secara kimiawi maupun farmasi. Penelitian ini dikaji secara eksperimen dengan menggunakan Double Pipe Heat Exchanger, karena murah, konstruksi sederhana dan tidak membutuhkan permukaan perpindahan panas yang besar. Fluida yang mengalir menggunakan air, diatur parallel dan counterflow. Variasi debit aliran dingin adalah 10; 13,3; 16,7 dan 20 lpm dengan temperatur 32oC dan laju aliran 0,17 kg/s s/d 0,33 kg/s. Sedangkan aliran panas 6,7; 10; 13,3; 16,7 dan 20 lpm dengan temperatur 60oC dan laju aliran 0,11 kg/s s/d 0,33 kg/s. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini pada aliran parallel dengan nilai cr 0,5 kJ/s.K menghasilkan effectiveness ( ε) 31,42% dan NTU 0,43. Sedangkan untuk counterflow 5

Upload: eko-saputra

Post on 23-Nov-2015

57 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

28

27

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENELITIAN TERDAHULUPenelitian tentang propertis fluida yang mengalir pada proses pemanasan dan pendinginan sangat penting di teknologi industri makanan dan minuman, baik secara kimiawi maupun farmasi. Penelitian ini dikaji secara eksperimen dengan menggunakan Double Pipe Heat Exchanger, karena murah, konstruksi sederhana dan tidak membutuhkan permukaan perpindahan panas yang besar. Fluida yang mengalir menggunakan air, diatur parallel dan counterflow. Variasi debit aliran dingin adalah 10; 13,3; 16,7 dan 20 lpm dengan temperatur 32oC dan laju aliran 0,17 kg/s s/d 0,33 kg/s. Sedangkan aliran panas 6,7; 10; 13,3; 16,7 dan 20 lpm dengan temperatur 60oC dan laju aliran 0,11 kg/s s/d 0,33 kg/s. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini pada aliran parallel dengan nilai cr 0,5 kJ/s.K menghasilkan effectiveness () 31,42% dan NTU 0,43. Sedangkan untuk counterflow dengan nilai cr yang sama menghasilkan effectiveness () 31,99% dan NTU 0,42.Penukar kalor adalah suatu alat yang menghasilkan perpindahan panas dari suatu fluida ke fluida lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh prestasi mesin Diesel terhadap efektifitas heat exchanger aliran silang dengan memanfaatkan panas gas buang mesin Diesel dan efisiensi pengeringan ikan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Heat Exchanger didesain sebagai alat pengering dengan memanfaatkan panas gas buang mesin Diesel. Pembuatan dan pengujian heat exchanger sebagai alat uji dilaksanakan di Worskhop center Universitas Hasanuddin kota Makassar Propinsi Sulawesi Selatan.Hasil penelitian selama 90 menit dengan variasi putaran mesin diperoleh : Pada putaran mesin 1600 rpm dengan efektifitas heat exchanger 70,09 % dan efisiensi pengeringan 11,41 %, pada putaran mesin 1800 rpm dengan efektifitas heat exchanger 70,12 % dan efisiensi pengeringan 3,87 %, pada putaran mesin 2000 rpm dengan efektifitas heat exchanger 70,61 % dan efisiensi pengeringan 2,394 %, pada putaran mesin 2200 rpm dengan efektifitas heat exchanger 70,96 % dan efisiensi pengeringan 2,579 %, pada putaran mesin 2400 rpm dengan efektifitas heat exchanger 71,29 % dan efisiensi pengeringan 2,427 %.Eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana gas buang dari mesin diesel yang mengandung potensial energi termal dapat dimanfaatkan sebagai pemanas air dengan mempergunakan alat penukar kalor sehingga diperoleh gambaran efektivitas dari alat tersebut. Peralatan yang dipergunakan dalam eksperimen ini adalah alat penukar kalor shell and tube yang dirancang dan dibuat berdasarkan hasil simulasi dengan program visual basic. Hasil penelitian diperoleh bahwa efektivitas dari hasil percobaan dipengaruhi oleh temperatur air keluar, temperatur gas buang keluar, besar laju aliran massa air, dan banyak kalor yang diserap fluida dingin. Efektivitas yang paling efektif adalah () = 81.75% pada putaran 2000rpm dan beban 30kW dan hubungan efektivitas alat penukar kalor terhadap banyak kalor yang diserap fluida dingin dan temperatur air keluar mempergunakan metode Regresi Linier Multiple adalah : ()30 = -214,1324+27,1774 Q+0,322443 Tc,o berlaku laju aliran kalor 9,271 kayu dsb) makin besar pula jumlah energi kalor yang dapat dipindahkan.c. Luas Permukaan Perpindahan Kalor (A)Semakin besar harga A semakin besar pula energi kalor yang dapat dipindahkan.d. Laju Alir Fluida Semakin tinggi laju alir semakin besar pula energi kalor yang dapat dipindahkan. Selain mempengaruhi perpindahan kalor, laju alir juga mempengaruhi faktor pergerakan (Fouling Factor), makin tinggi laju alir semakin rendah kemungkinan pembentukan kerak atau endapan pada dinding alat. Laju alir dapat pula mempengaruhi pressure drop (P) melalui suatu alat semakin tinggi alir makin besar P.e. Arah aliranArah aliran yang masuk mempengaruhi pencapaian temperatur yang diinginkan. Secara umum didefinisikan tiga pola aliran yaitu : Berlawanan arah (counter flow) Searah / sejajar (co-flow) Menyilang (cross flow)Panas merupakan salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan (Himmelblau, DM, 1996). Dalam suatu proses, kalor dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu zat, perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan. Perpindahan kalor ini dapat berlangsung melalui suatu dinding yang memisahkan kedua fluida tersebut maupun melalui kontak secara langsung fluida kalor dan dingin.Heat Exchanger (HE) atau Alat Penukar Kalor merupakan suatu alat untuk memindahkan energi termal dari sumber kalor ke sumber yang lebih dingin tanpa terjadi perpindahan massa, atau alat yang memungkinkan terjadinya perpindahan energi dalam bentuk kalor antara dua fluida atau lebih yang mempunyai temperatur berbeda dan dipisahkan oleh suatu sekat pemisah. Penukar kalor (Heat Exchanger) merupakan peralatan yang sangat penting dan banyak digunakan dalam industri pengolahan. Alat penukar kalor terdiri dari dua ruangan atau saluran, satu untuk aliran kalor dan yang lain untuk aliran dingin.Perpindahan kalor dapat terjadi secara konduksi, konveksi atau radiasi.1. Perpindahan kalor secara konduksi.Pada proses perpindahan kalor secara konduksi ini, kalor mengalir dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam satu medium (padat,cair atau gas) atau diantara medium-medium yang berlainan yang saling bersingungan secara langsung. Dalam aliran kalor konduksi, perpindahan kalor antara molekul-molekul yang saling berdekatan antara yang satu dengan yang lainnya dan tidak diikuti oleh perpindahan molekul-molekul tersebut secara fisis, perpindahan energi ini terjadi karena hubungan langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang lebih besar

(2.1)Dimana :T = Suhu, 0C x= Jarak / tebaldinding, mA= Luas Dinding, m2k= Konduktivitas Thermal, W /m. 0CQ= Laju Perpindahan Kalor Konduksi, Watt

Mekanisme perpindahan kalor yang terjadi di dalam suatu alat pemindah kalor dapat digambarkan sebagai berikut :

DCBAEGambar 2.3 Perubahan T melalui dinding pipa pemindah kalorKeterangan gambar 2.3.A= cairan sebelah kiri dinding pipaB= lapisan tipis (film) sebelah kiri dinding pipaC= dinding pipaD= lapisan tipis sebelah kanan dinding pipaE= cairan sebelah kanan dinding pipaMenurut Teori Dua Lapisan pada permukaan dinding pipa yang berhubungan dengan fluida akan terdapat suatu lapisan tipis yang keadaan alirannya berlapis (laminer), meskipun agak lebih jauh dari permukaan pipa alirannya bergolak (turbulen). Tahanan kalor terbesar terdapat pada lapisan tipis tersebut dan seringkali dikenal sebagai koefisien perpindahan kalor pada film = h (film heat transfer coefficient). Karena tahanan terbesar terdapat pada lapisan ini maka pada lapisan inilah terjadi penurunan temperatur terbesar dan untuk perhitungan-perhitungan seluruh tahanan perpindahan kalor dianggap terdapat pada lapisan ini.2. Perpindahan kalor secara konveksiPerpindahan kalor dari suatu zat ke suatu zat yang lain disertai dengan gerakan zat tersebut secara fisik (Frank Kreith, 1997).(2.2)Dimana:T = Suhu, 0CA= Luas Dinding, m2hC= Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi, W /m2. 0CQ = Laju Perpindahan Kalor Konveksi, Watt

3. Perpindahan kalor secara radiasi.Perpindahan kalor secara radiasi ini merupakan perpindahan kalor tanpa melalui media. Suatu energi dapat dihantarkan dari suatu tempat ketempat yang lain. (dari benda kalor kebenda yang dingin) dengan gelombang elektromagnetik dimana energi ini akan diubah menjadi kalor jika energinya diserap oleh benda lain (Coulson, 1983).(2.3)Dimana : = EmisivitasT= Suhu absolut benda, 0CA= Luas Permukaan, m2Q = Laju Perpindahan Kalor Radiasi, Watt

= Konstanta Stefan Boltzman 5,67x10-8 , W/m2 K4

2.6. RUMUS PENDUKUNG PROSES PERHITUNGAN2.6.1. Luas Penampang Yang Digunakan Pada Double Pipe Heat ExchangerPemilihan diameter pipa dapat diambil dari tabel pemilihan pipa baja.a. AnulusDalam pemilihan D1 (diameter pipa dalam) dan D2 (diameter pipa luar) dapat diambil dari tabel sesuai dengan kebutuhan. Diameter Equivalen(2.4) Luas Area(2.5)b. Inner Luas Area(2.6)Keterangan : : Diameter ekivalen ( m )D : Diameter ( m ) : Luas Area pada anulus ( m2 ) : Luas Area pada pipa dalam ( m2 )

2.6.2. Laju MassaLaju massa adalah nilai laju dari suatu massa aliran dalam setiap luasan daerah yang dilalui oleh fluida. Penggunaan laju massa dibutuhkan dalam proses pencarian nilai bilangan Reynold. Adapun rumus umum yang biasa digunakan adalah :(2.7)Keterangan :G : laju massa tiap luasan area ( kg/s m2)W : aliran massa ( kg/s )A : luas area ( m2 )

2.6.3 Bilangan ReynoldPenentuan bilangan Reynold dilakukan untuk mengetahui jenis aliran yang terjadi pada pipa. Jenis aliran dibagi menjadi tiga diantaranya laminer, transisi dan turbulen. Adapun rumus umum yang biasa digunakan dalam penentuan nilai bilangan Reynold adalah :(2.8)Keterangan :Re :Nilai bilangan reynoldDe: Diameter ekivalen ( m ) :Viskositas fluida pada temperatur Tc (kg/jam m )G : laju massa tiap luasan area ( kg/s m2)

2.6.4. jH factorjH factor adalah nilai dari fluks dari faktor perpindahan panas yang terjadi pada alat penukar kalor. Penentuan nilai jH tergantung dari letak dan besarnya nilai bilangan Reynold. Nilai jH dapat diambil dari gambar kurva perpindahan panas. Pegambilan data disesuaikandenganpanjangdan diameter daripipa yang akandirancang. Panjang efektif yang digunakan pada alat penukar kalor pada umumnya digunakan panjang 12-, 15-, atau 20-ft. Dari panjang pipa atau tube dan diameter dapat dipilih penggunaan garis pada kurva tersebut. Pemilihan garis dapat digunakan rumus dengan adalah panjang dari pipa atau tube, dan adalah diameter dari alat tersebut. Dari nilai hasil tersebut bisa dapat dipilih penggunaan garis sesuai dengan persyaratan.Selain itu jika tidak terdapat nilainya pada kurva, maka dapt pula dihitung dengan menggunakan rumus :(2.9)Keterangan:jH : fluks perpindahan panas : koefisien konveksi ( )D : Diameter ( m )k : nilai konduktivitas thermal ( )c : panas spefifik, Cp ( 1kcal/kg C ) : viskositas pada temperatur tertentu ( kg/m.jam ) : viskositas pada temperatur disisi tube ( kg/m.jam )

2.6.5. Koefisien KonveksiNilai koefisien konveksi didapat dengan mendapatkan dari pengaruh perpindahan panas secara konveksi yang terjadi pada alat tersebut. Dari perpindahan panas secara konveksi akan dilanjuktan ke metode selajutnya. Ada beberapa penggunaan rumus perpindahan panas sesuai dengan bentuk dari alat dan lapisan pada alat tersebut. Adapun rumus yang digunakan adalah :(2.10)dari perpindahan panas secara konveksi tersebut dapat dikoreksi dengan menggunakan rumus :(2.11)Keterangan :hio = koefisien konveksi terkoreksi ()ID = diameter dalam pipa (m)OD = diameter luar pipa (m)

2.6.6. Koefisien Total Perpindahan KalorKoefisien perpindahan panas dapat peroleh dari pengaruh perpindahan panas secara konveksi dan konduksi yang terjadi. Ada dua nilai koefisien tersebut, yaitu penggunaan pada saat bersih dan kotor. Untuk koefisien total perpindahan panas bersih digunakan berdasarkan seluruh perpindahan yang terjadi tanpa adanya pengaruh dari zat pengotor. Dalam perhitungan ini segala sesuatu faktor pengotor dapat diabaikan, faktor pengotor yang biasa terjadi biasanya berasal dari faktor gesekan dari permukaan pipa atau tube yang dialiri fluida. Untuk koefisien perpindahan panas kotor merupakan kebalikan dari koefien perpindahan kalor bersih, dengan dipengaruhi zat-zat pengotor lain. Adapun rumus yang digunakan :(2.12)dan untuk koefisien total perpindahan kalor kotor :(2.13)Selain dengan rumus diatas koefisien perpindahan panas kotor dapat juga menggunakan rumus :(2.14)Keterangan :Uc : koefisien total perpindahan kalor bersih ( )Ud : koefisien total perpindahan kalor kotor ( )ho : koefisien konveksi ()Rd : faktor pengotor ()Q : laju perpindahan panas (hp)

2.6.7. EfektivitasEfektivitas adalah nilai unjuk kerja suatu alat. Dengan adaya efektivitas maka akan dapat diketahui seberapa besar alat tersebut akan bekerja dengan baik. Nilai efektivitas suatu alat dapat diperoleh dengan menggunakan rumus : Untuk Aliran Berlawanan Arah

Untuk Aliran SearahSebagai rumus pendukung dari penjelasan pencarian efektivitas, maka ada beberapa rumus pendukung tersebut, diantaranya :NTU (Number of Transfer Unit) = (2.17)dan, (2.18)Keterangan :: EfektivitasNTU : Number of Transfer UnitC: Perbandingan Laju Kapasitas Fluida

2.6.8. Panjang Yang DibutuhkanPada Double Pipe Heat exchanger dibutuhkan panjang sesuai untuk dapat mentransfer panas dengan baik. Dengan penggunaan transfer panas yang baik akan terjadi proses pendinginan yang kita inginkan. Rumus yang akan digunakan dalam penentuan panjang adalah :L = (2.19)Untuk nilai Aper line dapat diperoleh dari tabel pemilihan dimensi pipa baja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.Keterangan :L : panjang pipa ( m )A : luas area ( m2 )Aper line : luas area sesuai penggunaan ( m )

2.6.9. Penentuan Jumlah HairpinDalam double pipe heat exchanger biasa dikenal jika alat penukar kalor hairpin, karena bentuknya yang menyerupai hairpin. Penentuan jumlah hairpin dalam perancangan double pipe heat exchanger dapat dinyatakan sebagai berikut :Nt = (2.20)Dengan rumus pendukungnya(2.21) Keterangan :Nt : Jumlah hairpinAhp : luas area perpindahan panas per hairpin (m2)

2.7. PERPINDAHAN KALOR PADA HEAT EXCHANGER Persamaan dasar yang digunakan untuk menghitung laju perpindahan kalor dalam heat exchanger adalah :Q = U . A . T(2.22)Keterangan :Q = Laju perpindahan panasT = logarithmic mean temperature difference (LMTD) ( C )A = luas permukaan perpindahan kalor ( m2 )U = koefisien perpindahan panas ( )Luas perpindahan kalor yang dipilih sebagai referensi adalah luas permukaan luar tube sehingga luas permukaan perpindahan kalor diperoleh dari persamaanA = N.(,D.L)(2.23)Keterangan :N = jumlah tubeL = panjang tube ( m )D = diameter luar tube ( m )Rumus dasar yang digunakan untuk pencarian temperatur rata-rata menggunakan persamaan (2.24)Keterangan : = temperatur rata-rata (oC )T1 = temperatur awal ( oC )T2 = temperatur akhir ( oC )

2.7.1Laju Perpindahan KalorPada heat exchanger terjadi proses perpindahan kalor dari fluida bertemperatur lebih tinggi ke fluida bertemperatur lebih rendah. Berdasarkan hukum keseimbangan energi, kalor yang dilepaskan oleh fluida kalor harus sama dengan kalor yang diterima fluida dingin sehingga laju perpindahan kalor total yang terjadi adalah :Q = Mh cph (Th,in Th,out) = Mc cpc (Tc,in Tc,out)(2.25)Jika terjadi perubahan fasaQ = Mh cph (Th,in Th,out) +Mh = Mc cpc (Tc,in Tc,out) + Mc(2.26)dimana Mh adalah laju aliran massa fluida panas, Mc laju aliran massa fluida dingin, Th,in dan Tc,in adalah temperature masuk masing-masing fluida panas dan dingin, Th,out dan Tc,out adalah temperature keluar masing-masing fluida panas dan dingin, cph dan cpc adalah kapasitas kalor spesifik masing-masing untuk fluida kalor dan fluida dingin serta adalah nilai panas laten dari fluida.

2.7.2 Logaritmic Mean Temperature Difference (LMTD)2.7.2.1 Aliran Berlawanan MurniKasus heat exchanger aliran berlawanan murni diperlihatkan dalam Gambar 2.4. Kalor berpindah dari suatu fluida kalor pada temperatur Th menuju fluida dingin pada temperatur Tc, dimana fluida yang satu mengalir dalam arah yang berlawanan terhadap fluida lainnya.

Gambar 2.4 Heat exchanger aliran berlawanan murni

Pada kasus heat exchanger aliran berlawanan murni, perbedaan temperatur rata-rata disebut sebagai logarithmic mean temperature difference TLMTD yang dinyatakan sebagai :

TLMTD = (2.27)Keterangan := temperatur panas masuk ( oC )= temperatur panas keluar ( oC ) = temperatur dingin masuk ( oC ) = temperatur dingin keluar ( oC )

2.7.2.2 Aliran Searah MurniKondisi untuk aliran searah murni diperlihatkan dalam Gambar 2.5. Perbedaan temperatur rata-rata dapat diperoleh melalui prosedur yang sama seperti dalam perhitungan aliran berlawanan, yang dinyatakan dalam persamaan berikut : TLMTD = (2.28)

Heat exchanger aliran searah mempunyai efisiensi yang lebih rendah dari pada heat exchanger aliran berlawanan. Pada penukar kalor aliran searah, temperatur keluar fluida dingin tidak bisa melebihi temperatur keluar fluida kalor. Sedangkan pada heat exchanger aliran berlawanan, temperatur keluar fluida dingin bisa mendekati temperatur masuk fluida kalor. Oleh karena itu, heat exchanger aliran searah hanya digunakan dalam kondisi khusus seperti pada saat dibutuhkan pendinginan awal suatu fluida yang cepat.

Gambar 2.5Heat exchanger aliran searah murni

Menghitung Efektivitas (LMTD)Qnyata = U.A. TLMTD Q max = C. (Tg, in TMFO,in) =

5