bab ii anti psikotik
DESCRIPTION
anti psikotikTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin
dalam berbagai jaras di otak. Obat-obatan antipsikotik dapat diklasifikasikan
dalam kelompok tipikal dan atipikal. Antipsikotik tipikal merupakan golongan
obat yang memblokade dopamine pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak,
khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamine D-2 receptor
antagonist).1
Dopamine memiliki peran yang sangat penting dalam etiologi psikosis. Berdasarkan
penelitian menggunakan amfetamin dan methamphetamine yang mengeksaserbasi
delusi dan halusinasi pada pasien skizofrenia didapatkan bahwa dopamine
merupakan peranan penting dalam etiologi halusinasi dan delusi tersebut. 1
Obat-obat antipsikotik tipikal merupakan antagonis reseptor dopamine
sehingga menahan terjadinya dopaminergik pada jalur mesolimbik dan
mesokortikal. Blokade reseptor D dopamine dapat memberikan efek samping
sindrom ekstrapiramidal. 1
Sedangkan antipsikotik atipikal merupakan golongan yang selain
berafinitas terhadap Dopamine D-2 receptor juga berafinitas terhadap 5 HT2
Reseptor (Serotonin-dopamine antagonist ). Secara signifikan tidak memberikan
efek samping gejala ekstrapiramidal bila diberikan dalam dosis klinis yang
efektif.1
Pemberian obat antipsikotik tipikal umumnya pada pasien dengan gejala
posititf seperti halusinasi, delusi, gangguan isi pikir dan waham. Sedangkan untuk
pasien psikotik dengan gejala negatif obat tipikal hanya memberikan sedikit
perbaikan. Sehingga pemberian obat psikotik atipikal lebih dianjurkan karena obat
atipikal memiliki kemampuan untuk meningkatkan aktivitas dopaminergik
kortikal prefrontal sehingga dengan peningkatan aktivitas tersebut dapat
memperbaiki fungsi kognitif dan gejala negatif yang ada. 1,2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Obat antipsikotik adalah sekelompok bermacam-macam obat yang
menghambat reseptor dopamine tipe 2 (D2). Indikasi utama untuk pemakaian
obat adalah terapi skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya.1,2,3
Antipsikotik dan antagonis reseptor dopamine tidak sepenuhnya sama.
Clozapine adalah suatu antipsikotik yang efektif tetapi berbeda dengan semua
obat karena memiliki aktivitas pada reseptor D2 yang kecil. Obat-obat ini
dinamakan sebagai neuroleptik dan transkuiliser mayor. Istilah neuroleptik
menekankan efek neurologis dan motorik dari sebagian besar obat. 1,3
2.2 Jenis-Jenis Antipsikotik
2.2.1 ANTIPSIKOTIK GENERASI PERTAMA (APG I)
Obat antipsikotik yang ada di pasaran saat ini, dapat di kelompokkan
dalam dua kelompok besar yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan
antipsikotik generasi kedua (APG II). Antipsikotik generasi pertama mempunyai
cara kerja dengan memblok reseptor D2 khususnya di mesolimbik dopamine
pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan Antagonist Reseptor
Dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional atau tipikal.1
Mekanisme kerja : Kerja dari APG I menurunkan hiperaktivitas dopamin
di jalur mesolimbik sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata
APG I tidak hanya memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga memblok
reseptor D2 di tempat lain seperti di jalur mesokortikal, nigrostriatal, dan
tuberoinfundibular. Apabila APG I memblok reseptor D2 di jalur mesokortikal
dapat memperberat gejala negatif dan kognitif disebabkan penurunan dopamin di
jalur tersebut. blokade reseptor D2 di nigrostriatal secara kronik dengan
2
menggunakan APG I menyebabkan gangguan pergerakan hiperkinetik (tardive
dyskinesia). Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular menyebabkan peningkatan
kadar prolaktin sehingga dapat menyebabkan disfungsi seksual dan peningkatan
berat badan.1
APG I mempunyai peranan yang cepat dalam menurunkan gejala positif
seperti halusinasi dan waham, tetapi juga menyebabkan kekambuhan setelah
penghentian pemberian APG I.1
Kerugian pemberian APG I: 1
1. Mudah terjadi EPS dan tardive dyskinesia
2. Memperburuk gejala negatif dan kognitif
3. Peningkatan kadar prolaktin
Keuntungan pemberian APG I adalah jarang menyebabkan terjadinya Sindrom
Neuroleptik Malignant (SNM) dan cepat menurunkan gejala negatif.1
APG I dapat dibagi berdasarkan potensi dan rumus kimia. Pembagian
berdasarkan potensi adalah potensi tinggi, sedang, dan rendah. Sedangkan
pembagian berdasarkan rumus kimia adalah phenotiazine dan non-phenotiazine.
Pembagian APG I bedasarkan rumus kimia:1,3,4,6
1. Phenotiazine
Rantai Aliphatic: Clorpromazine
Rantai Piperazine: Perphenazine, Trifluoperazine, Fluphenazine.
Rantai Piperidine: Thioridazine
2. Butyrophenoone: Haloperidol
3. Diphenyl-butyl-piperidine: Pimozide
3
2.2.1.1 CLORPROMAZINE (Largactil, Promactil, Cepezet) 3,4,5,7
Clorpromazine (CPZ) adalah 2-klor-N-(dimetil-aminopropil)-fenotiazin.
Derivat fenotiazin lain di dapat dengan cara substitusi pada tempat 2 dan 10 inti
fenotiazin. klorpromazin (CPZ). Sampai saat ini obat ini masih tetap digunakan
sebagai antipsikosis karena ketersediaannya dan harganya yang murah.
Farmakodinamik.
Efek farmakologik klorpromazin dan antipsikosis lainnya meliputi efek
pada susumam sistem syaraf pusat, sistem otonom, dan sistrem endokrin. Efek ini
terjadi karena antipsikosis manghambat berbagai reseptor diantaranya dopamin,
reseptor α-adrenergik, muskarinik, histamin H-1 dan reseptor sertotonin 5HT2
dengan afinitas yang berbeda. Klorpromazin misalnya, selain afinitas terhadap
reseptor dopamin, juga memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor α-
adrenergik, sedangkan risperidon memiliki afinitas ytang tinggi terhadap reseptor
5HT2.
Susunan Saraf Pusat
CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap
rangsangan dari lingkungan. Pada pemakaian yang lama dapat menimbulakan
toleransi terhadap efek sedatif. Timbulnya sedasi amat bergantung pada status
emosional pasien sebelum minum obat.
CPZ tidak mampu mencegah timbulnya konvulsi akibat rangsangan listrik
maupun rangsangan oleh obat. Semua derivat fenotiazin mempengaruhi ganglia
basal, sehingga menimbulkan gejala parkinson (efek ekstrapiramidal).
4
Efek Neurologik
Pada dosis berlebihan semua derivat fenotiazin dapat mengakibatkan
gejala ekstrapiramidal serupa dengan yang terlihat pada parkinson. Dikenal 6
gejala sindrom neurologik yang karakteristik dari obat ini. Empat diantaranya
biasa terjadi sewaktu obat diminum, yaitu distonia akut, akatisia, parkinsonisme
dan sindroma neuroleptic malignant.
Efek Otot
CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot rangka yang berada dalam keadaan
spastik. Cara kerja relaksasi ini diduga bersifat sentral, sebab sambungan saraf-
otot dan medula spinalis tidak dipengaruhi CPZ.
Efek Endokrin
CPZ dan beberapa antipsikosis lama lainnya mempunyai efek samping
terhadap sistem reproduksi. Pada wanita dapat terjadi amenorea, galaktorea dan
peningkatan libido, sedangkan pada pria dilaporkan adanya penurunan libido dan
ginekomastia. Efek ini terjadi karena efek sekunder dari hambatan reseptor
dopamin yang menyebabkan hiperprolaktinemia, serta kemungkinan adanya
peningkatan perubahan androgen menjadi esterogen di perifer. Pada antipsikosis
yang baru misalnya olanzapin, quetiapin, dan aripriprazol efek samping ini
menimal karena afinitasnya yang rendah terhadapa reseptor dopamin.
Efek pada Kardiovascular
Hipotensi ortostatik dan peningkatan denyut nadi saat istirahat biasanya
sering terjadi dengan derivat fenotiazin. Tekanan arteri rata-rata, resistensi perifer,
curah jantung menurun dan denyut jantung meningkat. Efek ini diperkirakan
karena efek otonom daari obat antipsikosis.
5
Farmakokinetik
Kebanyakan antipsikotik diabsorsi sempurna, sebagian diantaranya
mengalami metabolisme lintas pertama. Bioavailabilitas klorpromazin dan
tioridazin berkisar antara 25-35%, sedangkan haloperidol mencapai 65%.
Kebanyakan antipsikosis bersifat larut dalam lemak dan terikat kuat dengan
protein plasma, serta memiliki volume distribusi besar. Metabolit klorpromazin
ditemukan di urin sampai beberapa minggu setelah pemberian obat terakhir.
Indikasi :
Mengendalikan mania, terapi shcizofrenia, mengendalikan mual dan
muntah, menghilangkan kegelisahan dan ketakutan sebelum operasi,
porforia intermiten akut,
Terapi tambahan pada tetanus. Cegukan tidak terkontrol,
Perilaku anak 1-12 tahun yang ekplosif dan mudah tersinggung dan terapi
jangka pendek untuk anak hiperaktif.
Dosis:
Anak :
Dosis anjuran 300-1000 mg/hari mulai dengan dosis rendah, kemudian
sesuaikan dengan kebutuhan.
Dosis anjuran 150-600 mg/hari.
Bentuk sediaan tablet 25mg. 100 mg dan ampul 50mg/2 cc. Pemberian
50– 100m (im) setiap 4-6 jam.
Dosis awal sehari 25-35 mg lalu dinaikan sampai 75-150 mg dibagi 2-3
dosis.
6
Anak anak >5 tahun ½ dosis orang dewasa, anak anak < 5 tahun 1
mg/kgBB . bila perlu diberikan 2x sehari.
Cara pemberian :
diberikan per-oral dengan dosis terbagi.
untuk efek cepat dapat diberikan per injeksi (im) dengan penderita dalam
posisi berbaring (untuk mencegah timbulnya orthostatic hipotension yang
sering terjadi).
Kontra indikasi :
Klorpromazine tidak boleh diberikan pada keadaan-keadaan :
Koma.
Keracunan alkohol, barbiturat dan narkotika.
Hipersensitif (allergik).
2.2.1.2 PERPHENAZINE (Trifalon) 3,4,5,
Mekanisme kerja : tidak begitu jelas diduga menghambat reseptor
dopamin pada mesokortikal mesolimbik otak depan, nigrostriatal, dansel
mamotropi hipofise anterior.
Indikasi :
Skizofrenia kronia atau akut ansietas berat, depresi karena penyakit organik,
Dosis :
- Dosis anjuran 12-24 mg/hari
- Sedian tab 2mh, 4 mg, 8 mg.
- 3 x 4 - 8 mg / hari.
Efek samping :
- Sering timbul gangguan ekstra piramidalis.
- Gangguan endokrin, seperti : laktasi meningkat, gnekomasti, menstruasi
terganggu, sukar eyakulasi.
7
Kontra indikasi :
- Hipersensitif.
- Koma.
- Depresi berat.
- Gangguan liver.
- Gangguan darah.
2.2.1.3 TRIFLUOPERAZINE (Stelazine, Stelosi) 3,4,5,
Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, tetapi diduga menghambat reseptor
dopamin di sistim mesokortikal mesolimbik otak depan, nigrostriatal, dan sel
mamotropi hipofise anterior
Indikasi :
- Skizofrenia.
- Psikosis paranoid (gangguan waham menetap).
- Psikosis manik-depresif.
- Gangguan tingkah laku pada Retardasi Mental.
Dosis :
- Dosis anjuran 10-15mg/hari
- Sediaan tab 1mg, 5mg
- Dosis awal 2 – 3 x 2,5 mg.
- Dosis pemeliharaan 3 x 5 – 10 mg.
Efek samping :
- Ngantuk, pusing lemas.
- Gangguan ekstra piramidalis.
- Occulogyric crisis.
- Hiperefleksi.
- Kejang-kejang grandmal.
8
Kontra indikasi :
- Depresi SSP.
- Koma.
- Gangguan liver.
- Dyscrasia darah.
- Hipersensitif.
2.2.1.4 FLUPHENAZINE 3,4,5
Untuk kasus-kasus akut diberikan Flupenazine HCl (anatensol) dalam
bentuk tablet dan injeksi.
Dosis :
- Dosis anjuran tab 10-15mg/hari
- Sedian tab 2,5-5mg dan vial 25mg/cc. Pemberiannya im setiap 2-4 minggu.
- Modecate injeksi (25 mg / amp).
- Bila efek samping ringan/tidak ada, ditingkatkan 25 mg / 3 – 6 minggu.
Untuk kasus-kasus kronis diberikan Flupenazine decanoat (flupenazine
dilarutkan dalam minyak), sebagai long acting anti psychotic (berefek panjang).
Efek samping :
- Tersering gangguan estra piramidalis.
- Tardive diskinesia persistent.
- Ngantuk.
- Mimpi2 aneh.
Kontra indikasi :
- Hipersensitif.
- Depresi SSP berat.
9
2.2.1.5 THIORIDAZINE 3,4,5
Indikasi :
- Gejala positif Skizofrenia.
- Depresi dengan agitasi, ansietas dan afek hipotim.
Dosis :
- Dosis anjuran 150-300mg/hari
- Sediaan tab 500-100 mg
Efek samping :
- Sedasi, mulut kering, gangguan akomodasi, vertigo, hipotensi ortostatik.
- Jarang timbul ganguan ekstra piramidalis.
Kontra indikasi :
- Koma.
- Depresi SSP berat.
- Diskrasia darh.
- Hipersensitif.
2.2.1.6 HALOPERIDOL 3,4,5
Haloperidol berguna untuk meningkatkan keadaan mania pasien psikosi
yang karena hal tertentu tidak dapat diberi fenotiazin. Reaksi ekstrapiramidal
timbul pada 80% pasien yang diobati haloperidol. Oksipertin merupakan derivat
buterofenon yang banyak persamaannya dengan CPZ. Oksipertin bersifat blokade
adrenergik dan antiemetik serta dapat menimbulkan parkinsonisme pada manusia.
Farmakodinamik
Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin, tapi butirofenon
memperlihatkan banyak sifat fenotiazin. Pada orang normal, efek haloperido
mirip fenotiazin piperazin. Haloperidol memperlihatkan antipsikosis yang kuat
dan efektif untuk fase mania penyakit manik depresif dan skizofrenia. Efek
10
fenotiazin piperazin dan butirofenon berbeda secara kuantitatif karena butirofenon
selain menghambat efek dopamin, juga meningkatkan turn over ratenya.
Susunan saraf Pusat
Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang
mengalami eksitasi. Efek sedasi haloperidol kurang kuat dibandingkan dengan
CPZ, sedangkan efek haloperidol terhadap EEG menyerupai CPZ yakni
memperlambat dan manghambat jumlah gelombang teta. Haloperidol dan CPZ
sama kuat menurunkan ambang rangsang konvulsi. Halo[peridol menghambat
sistem dopamin dan hipotalamus, juga menghambat muntah yang ditimbulkan
oleh apomorfin.
Sistem Saraf Otonom
Efek haloperidol terhadap sistem saraf otonom lebih kecil dari efek
antipsikotik lain, walaupun demikian haloperidol dapat menyebabkan pandangan
kabur,. Obat ini menghambat aktivitas α-adrenergik yang disebabkan oleh amin
simpatomimetik, tapi tidak sekuat hambatan CPZ.
Sistem Kardiovaskular dan Respirasi
Haloperidol menyebabkan hipotensi tapi tidak sesering dan sehebat akibat
CPZ. Haloperidol menyebabkan takikardi meskipun kalainan EKG belum pernah
dilaporkan. Klorpromazin atau haloperidol dapat menimbulkan potensiasi dengan
obat penghambat respirasi.
Farmakokinetik
Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam
plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam
dan masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini
ditimbun dalam hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan dieksresikan
melalui empedu. Eksresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-kira 40% obat
dikeluarkan selama 5 hari setelah pemberian dalam dosis tunggal.
11
Efek samping dan Intoksikasi
Haloperidol menimbulkan reaksi ekstra piramidal dengan insiden yang
tinggi, terutama pada pasien usia muda. Pengobatan dengan haloperidol harus
dimulai dengan hati-hati. Dapat terjadi depresi akibat reversi keadaan mania atau
sebagai efek samping yang sebenarnya. Perubahan hematologik ringan dan
selintas dapat terjadi, tapi hanya leukopenia dan agranulositosis yang sering
dilaporkan. Frekuensi kejadian ikterus akibat haloperidol rendah. Haloperidol
sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil sampai terdapat bukti obat ini tidak
menimbulkan efek teratogenik.
Indikasi
Indikasi utama haloperidol adalah untuk penderita psikosis. Selain itu juga
merupakan obat pilihan untuk mengobati sindrom gilles de la tourette, suatu
kelainan neurologik yang aneh yang ditandai denga kejang otot hebat,
menyeringai (grimacing) dan exsplosive utterances of foul expletives.
Sediaan
Haloperidol tersedia dalam bentuk tablet 0,5 mg, 1mg, 1,5 mg, 2mg dan
5mg. ampul 5-10 mg (im) setiap 4-6 jam. Dan 50mg long acting (im) setiap 2-
4minggu.
Dosis :
Dapat dimulai dari 1 atau 2 mg dengan pemberian 2 atau 3 kali per hari,
kemudian peningkatan dosis disesuaikan dengan gejala yang belum terkontrol,
beberapa kepustakaan mengatakan dosis per hari yang efektif antara 5-20 mg.
Pada anak-anak atau usia lanjut dosis dapat diturunkan dan dapat dimulai
dengan 0,5-1,5 mg per hari dengan pemberian 2 atau 3 kali perhari.
Haloperidol decanoate (injeksi long acting) setelah disuntikan dilepas
secara lambat ke dalam pembuluh darah, sehingga pemberiannya tiap 2-4 minggu
perkali, karena waktu paruhnya panjang.
12
Kontraindikasi :
Pemberian Haloperidol adalah pasien dalam keadaan koma, depresi SSP
yang disebabkan alkohol atau obat lain, sindrom parkinson, usia lanjut dengan
Parkinson Like Symptomps, wanita menyusui dan sesitif terhadap Haloperidol.
Interaksi Haloperidol akan menghambat metabolisme antidepresan
trisiklik, dapat mengganggu efek antiparkinson dan levodopa, tekanan intra okuler
bola mata dapat terjadi apabila diberikan bersama dengan antikolinergik.
Metabolisme Haloperidol meningkat bila diberikan bersama dengan
carbamazepine.
2.2. 2 ANTIPSIKOTIK GENERASI KEDUA (APG II)1,2,3,5
APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA)
atau antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi
antara serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang
menyebabkan efek samping EPS lebih rendah dan sanagat efektif untuk mengatasi
gejala negatif. Perbedaan antara APG I dan APG II adalah APG I hanya dapat
memblok reseptor D2 sedangkan APG II memblok secara bersamaan reseptor
serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamin (D2). APG yang dikenal saat ini adalah
clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole.
Saat ini antipsikotik ziprasidone belum tersedia di Indonesia.
Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamin pathways:
1. Mesokortikal Pathways
Antagonis 5HT2A tidak hanya akan menyababkan berkurangnya blokade
terhadap antagonis D2 tetapi juga menyababkan terjadinya aktivitas dopamin
pathways sehingga terjadi keseimbangan antara keseimbangan antara serotonin
dan dopamin. APG II lebih berpengaruh banyak dalam memblok reseptor 5HT2A
dengan demikian meningkatkan pelepasan dopamin dan dopamin yand dilepas
menang dari pada yang dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini menyebabkan
13
berkurangnya gejala negatif maka tidak terjadi lagi penurunan dopamin di jalur
mesokortikal dan gejala negatif yang ada dapat diperbaiki.
APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan
APG I karena di jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari
reseptor D2, dan APG II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT2A dan
sedikti memblok reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih
banyak, karena itu defisit dopamin di jalur mesokrtikal berkurang sehingga
menyebabkan perbaikan gejala negatif skizofrenia.
2. Mesolimbik Pathways
APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan
antagonis D2 di jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi
blokade reseptor D2 di mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal ini
yang menyababkan APG II dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia. Pada
keadaan normal serotonin akan menghambat pelepasan dari dopamin.
3. Tuberoinfundibular Pathways
APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat
mengalahkan antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter serotonin
dan dopamin sifatnya antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin
dari hipofise. Dopamin akan menghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan
serotonin menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian APG II dalam dosis terapi
akan menghambat reseptor 5HT2A sehingga menyebabkan pelepasan dopamin
menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak terjadi
hiperprolaktinemia.
4. Nigrostriatal Pathways
APG II dalam klinis praktis, memiliki empat keuntungan, yaitu:
1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya
pada dosis terapi sangat jarang terjadi EPS.
14
2. APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak
memperburuk gejala negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG II.
3. APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan
untuk pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.
4. APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit
Alzheimer.
Antipsikotik generasi kedua yang digunakan sebagai:
First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole
Second line: Clozapine.
Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian APG II selain efek samping
yang minimal juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan mood sehingga
mengurangi ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat
antipsikotik.
Pemakaian APG II dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan
kualitas hidup penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya
dalam masyarakat.
2.2.2.1 RISPERIDONE 1,2,3,5
Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food
and Drug Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Absorpsi
risperidone di usus tidak di pengaruhi oleh makanan dan efek terapeutik nya
terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi dapat terjadi EPS. Pemakaian
risperidone yang teratur dapat mencegah terjadinya kekambuhan dan menurunkan
jumlah dan lama perawatan sehingga baik digunakan dalam dosis pemeliharaan.
Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi dengan
APG I tetapi hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat
memperbaiki fungsi kognitif tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada
penderita demensia misalnya demensia Alzheimer.
15
Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP
2D6 menjadi 9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4.
Hydroxyrisperiodne mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor dopamin yang
setara dengan risperidone. Eksresi terutama melalui urin. Metabolisme risperiodne
dihambat oleh antidepresan fluoxetine dan paroxetine, karena antidepresan ini
menghambat kerja dari enzim CYP 2D6 dan CYP 3A4 sehingga pada pemberian
bersama antidepresan ini, maka dosis risperidone harus dikurangi untuk
meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik. Metabolisme obat ini
dipercepat bila diberikan bersamaan carbamazepin, karena menginduksi CYP 3A4
sehingga perlu peningkatan dosis risperidone pada pemberiaan bersama
carbamazepin disebabkan konsentrasi risperidone di dalam plasma rendah.
Indikasi :
- Skizofrenia akut dan kronik dengan gejala positif dan negatif.
- Gejala afektif pada skizofrenia (skizoafektif).
Dosis :
- Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg.
- Dosis optimal 2- 6 mg / hari dengan 2 x pemberian.
- Dosis anjuran 25-50mg (im) setiap 2 minggu.
- Sediannya tab 1-2-3 mg. vial 25 mg, 50 mg/cc
- Umunya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan
awal, jika belum terlihat respon perlu penilaian ulang.
- Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian
oral.
Efek samping:
- EPS
- Peningkatan prolaktin (ditandai dengan gangguan menstruasi,
galaktorea, disfungsi seksual)
- Sindroma neuroleptik malignan
- Peningkatan berat badan
16
- Sedasi
- Pusing
- Konstipasi
- Takikardi
2.2.2.2 CLOZAPINE 1,2,3,5
Merupakan APG II yang pertama dikenal, kurang menyebabkan timbulnya
EPS, tidak menyebabkan terjadinya tardice dyskinesia dan tidak terjadi
peningkatan dari prolaktin. Clozapine merupakan gold standard pada pasien yang
telah resisten dengan obat antipsikotik lainnya. Profil farmakoligiknya atipikal
bila dibandingkan dengan antipsikotik lain. Dibandingkan terhadap psikotropik
yang lain, clozapine menunjukkan efek dopaminergik rendah, tetapi dapat
mempengaruhi fungsi saraf dopamin pada sistem mesolimbik-mesokortikal otak,
yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental yang lebih tinggi, yang
berbeda dari dopamin neuron di daerah nigrostriatal (darah gerak) dan
tuberoinfundibular (daerah neruendokrin).
Clozapine efektif untuk menggontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia
baik yang positif (iritabilitias) maupun yang negatif (social disinterest dan
incompetence, personal neatness). Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2
minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat
ini berguna untuk pasien yang refrakter dan terganggu berat selam pengobatan.
Secara farmakokinetik, clozapine di absorpsi secara cepat dan sempurna
pada pemberian per oral. Kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam
setelah pemberian obat, dengan waktu paruh rata-rata 11,8 jam sehingga
pemberiannya dianjurkan 2 kali dalam sehari. Distribusi dari clozapine
dibandingkan obat antipsikotik lainnya lebih rendah. Umunya afinitas dari
clozapine rendah pada reseptor D2 dan tinggi pada reseptor 5HT2A sehingga
cenderung rendah untuk menyebabkan terjadinya efek samping EPS.
Dosis :
- Hari 1 : 1 – 2 x 12,5 mg.
17
- Berikutnya ditingkatkan 25 – 50 mg / hari sp 300 – 450 mg / hari dengan
pemberian terbagi.
- Dosis maksimal 150-600 mg / hari.
- Sediaan tablet 25 mg dan 100 mg
Efek samping :
- Granulositopeni, agranulositosis, trombositopeni, eosinofilia,
leukositosis, leukemia.
- Ngantuk, lesu, lemah, tidur, sakit kepala, bingung, gelisah, agitasi,
delirium.
- Mulut kering atau hipersalivasi, penglihata kabur, takikardi, postural
hipotensi, hipertensi.
Kontra indikasi :
- Ada riwayat toksik/hipersensitif.
- Gangguan fungsi Sumsum tulang.
- Psikosis alkoholik dan psikosis toksik lainnya.
- Koma.
- Depresi SSP.
- Ganguan jantung dan ginjal berat.
- Gangguan liver.
2.2.2.3 OLANZAPINE 1,2,3,5
Merupakan derivat dari clozapine dan dikelompokkan dalam golongan
Thienobenzodiazepine. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Plasma puncak
olanzapine dicapai dalam waktu 5-6 jam setalah pemberian oral, sedangkan pada
pemberian intramuskular dapat dicapai setelah 15-45 menit dengn waktu paruh 30
jam (antara 21-54 jam) sehingga pemberian cukup 1 kali sehari.
Olanzapine merupaka antagonis monoaminergik selektif yang mempunyai
afinitas yang kuat terhadap reseptor dopamin (D1-D4), serotonin (5HT2A/2c),
Histamin (H1) dan α1 adrenergik. Afinitas sedang dengan reseptor kolinergik
muskarinik (M1-5) dan serotonin (5HT3). Berikatan lemah dengan reseptor
18
GABAA, benzodiazepin dan β-adrenergik. Metabolisme olanzapine di sitokrom
P450 CYP 1A2 dan 2D6. Metabolisme akan meningkat pada penderita yang
merokok dan menurun bila diberikan bersama dengan antidepresan fluvoxamine
atau antibiotik ciprofloxacin.
Indikasi :
- Sizofrenia atau psikosis lain dengan gejala positive dan negatif.
- Episode manik moderat dan severe.
- Pencegahan kekambuhan gangguan bipoler.
Dosis :
- Dosis anjuran 10-20mg/ hari.
- Sedian tablet 5-10mg
- Untuk skizofrenia mulai dengan dosis 10 mg 1 x sehari.
- Untuk episode manik mulai dengan dosis 15 mg 1 x sehari.
- Untuk pecegahan kekambuhan gangguan bipolar 10 mg / hari.
Efek samping:
- Penigkatan berat badan
- Somnolen
- Hipotensi ortostatik berkaitan dengan blokade reseptor α1
- EPS dan kejang rendah
- Insiden tardive dyskinesia rendah
2.2.2.4 QUETIAPINE 1,2,3,5
Quetiapine merupakan antagonis reseptor serotonin (5HT1A dan 5HT2A),
reseptor dopamin (D1 dan D2), reseptor histamin (H1), reseptor adrenergik α1 dan
α2. Afinitasnya lemah pada reseptor muskarinik (M1) dan reseptor benzodiazepin.
Cleareance quetiapine menurun 40% pada penderita usia lanjut, sehinga perlu
penyesuaian dosis yang lebih rendah dan menurun 30% pada penderita yang
mengalami gangguan fungsi hati. Cleareance quetiapine meningkat apabila
19
pemberiannya dilakukan bersamaan dengan antiepileptik fenitoin, barbiturat,
carbamazepin dan antijamur ketokonazole.
Quetiapine dapat memperbaiki gejala positif, negatif, kognitif dan mood.
Dapat juga memperbaiki pasien yang resisten dengan antipsikotik generasi
pertama tetapi hasilnya tidak sebaik apabila di terapi dengan clozapine. Pemberian
pada pasien pertama kali mendapat quetiapine perlu dilakukan titrasi dosis untuk
mencegah terjadinya sinkope dan hipotensi postural.
Dosis anjuran 50-400mg/hari dan sediaannya 25-100mg dan 200mg dan
300mg tablet XR (50mg, 300mg dan 400mg). Efek samping obat ini yang sering
adalah somnolen, hipotensi postural, pusing, peningkatan berat badan, takikardi,
dan hipertensi.
2.2.2.5 ARIPIPRAZOLE 1,2,3,5
Merupakan antipsikotik generasi baru, yang bersifat partial agonis pada
reseptor D2 dan reseptor serptonin 5HT1A serta antagonis pada reseptor serotonin
5HT2A. Aripiprazole bekerja sebagai dopamin sistem stabilizer artinya
menghasilkan signal transmisi dopamin yang sama pada keadaan hiper atau hipo-
dopaminergik karena pada keadaan hiperdopaminergik aripiprazole afinitasnya
lebih kuat dari dopamin akan mengeser secara kompetitif neurotransmiter
dopamin dan berikatan dengan reseptor dopamin. Pada keadaan
hipodopaminergik maka aripiprazole dapat menggantikan peran neurotransmiter
dopamin dan akan berikatan dengan reseptro dopamin.
Aripiprazole di metabolisme di hati melaui isoenzim P450 pada CYP 2D6
dan CYP 3A4, menjadi dehydro-aripiprazole. Afinitas dari hasil metabolisme ini
mirip dengan aripiprazole pada reseptor D2 dan berada di plasma sebesar 40% dari
keseluruhan aripiprazole. Waktu paruh berkisar antara 75-94 jam sehingga
pemberian cukup 1 kali sehari. Absorpsi aripiprazole mencapai konsentrasi
plasma ouncak dalam waktu 3-5 jam setelah pemberian oral. Aripiprazole
sebaiknya diberikan sesudah makan, terutama pada pasien yang mempunyai
keluhan dispepsia, mual dan muntah.
20
Indikasi : Skizofrenia.
Dosis : dosis anjuran 1—15mg/hari dan sedian tablet (5mg, 10mg dan 15mg).
Pemberuannya dapat 10 atau 15 mg 1 x sehari.
Efek samping :
- Sakit kepala.
- Mual, muntah.
- Konstipasi.
- Ansietas, insomnia, somnolens.
- Akhatisia.
2.3 Interaksi Obat
Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensi efek samping obat dan tidak ada
bukti lebih efektif (tidak ada sinergis antara 2 obat anti-psikosis).
Misalnya, Chlorpromazine + Reserpine = potensiasi efek hipotensif.
Antipsikosis + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik
meningkat (hati-hati pada pasien dengna hipertrofi prostat, glaukoma,
ileus, penyakit jantung).
Antipsikosis + anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk
kasus dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive
therapy).
Antispikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis
pada pagi hari sebelum ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena
angka mortalitas yang tinggi.
Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan
serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus
lebih besar (dose-related). Yang paling minimal menurunkan ambang
kejang adalah obat anti-psikosis Haloperidol.
Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antu-psikosis menurun
disebabkan gangguan absorpsi.
21
2.4 Cara Pemilihan Obat
Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek
klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek
sekunder (efek samping ; sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).
Anti-psikosis Mg.
Eq
Dosis (Mg/h) Sedas
i
Otonomi
k
Eks.Pir
.
Chlopromazine 100 15
0
- 160
0
+++ +++ ++
Thioridazine 100 10
0
- 900 +++ +++ +
Perphenazine 8 8 - 48 + + +++
Trifluoperazine 5 5 - 60 + + +++
Fluphenazine 5 5 - 60 ++ + +++
Haloperidol 2 2 - 100 + + ++++
Pimozide 2 2 - 6 + + ++
Clozapine 25 25 - 200 ++++ + -
Zotepine 50 75 - 100 + + +
Sulpiride 200 20
0
- 160
0
+ + +
Risperidone 2 2 - 9 + + +
Quetiapine 100 50 - 400 + + +
Olanzapine 10 10 - 20 + + +
Aripiprazole 10 10 - 20 + + +
Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan
dosis ekivalen.
22
Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respons klinis dalam dosis
yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti
dengan obat anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama),
dengan dosis ekivalen-nya, dimana profil efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis
obat anti-psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan
baik efek samping-nya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran
miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara
kacau, perilaku tak terkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat
antipsikosis – atipikal perlu dipertimbangkan. Khususnya pada penderita
Skizofrenia yang tidak dapat mentolerir efek samping ekstrapiramidal atau
mempunyai risiko medik dengan adanya gejala ekstrapiramidal
(neuroleptic induced medical complication).
2.5 Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan :
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 – 4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 – 6 jam.
Waktu paruh : 12 – 14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari).
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu
mengganggu kualitas hidup pasien.
Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran”, dinaikkan
setiap 2-3 hari sampai mencapai “dosis efektif” (mulai timbul
peredaran Sindrom Psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu
dinaikkan “dosis optimal” dipertahankan sekitar 8-12 minggu
(stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu “dosis maintenance”
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi “drug holiday” 1-2
hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop.
2.6 Lama Pemberian Terapi
23
Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang “multi episode”,
terapi pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun.
Pemberian yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 – 5
kali.
Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa
hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung
menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian
baru gejala Sindrom Psikosis kambuh kembali.
Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan
selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.
Untuk “Psikosis Reaktif Singkat” penurunan obat secara bertahap setelah
hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu – 2 bulan.
Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat
walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan
obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala “Cholinergic
Rebound” : gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-
lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian “anticholinergic agent” (injeksi
Sulfas Atropin 0,25 mg (im), tablet Trihexyphenidyl 3x 2 mg/h). Oleh karena itu
pada penggunaan bersama obat anti-psikosis + antiparkinson, bila sudah tiba
waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian baru
menyusul obat antiparkinson.
2.6 Penggunaan Parenteral
Obat anti-psikosis “long acting” (Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau
Haloperidol Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2 – 4 minggu sangat berguna untuk
pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau apapun yang tidak efektif
terhadap medikasi oral. Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan
secara oral lebih dahulu beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek
hipersensitivitas. Dosis mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pad bulan pertama
kemudian bau ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan. Pemberian obat anti
24
psikosis “long acting” hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan
(maintenance therapy) terhadap kasus Skizofrenia. 15 – 25 % kasus
menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ektrapiramidal.
BAB III
KESIMPULAN
Antipsikotik adalah sekelompok bermacam-macam obat yang
menghambat reseptor dopamine tipe 2 (D2).
Efek samping yang sering ditimbulkan pada pemakaian antipsikotik tipikal
seperti : gangguan pergerakan seperti distonia, tremor, bradikinesia, akatisia,
koreoatetosis, anhedonia, sedasi, peningkatan berat badan yang sedang,
disregulasi tempertur, hiperprolaktinemia, dengan galaktorea dan amenorea pada
wanita dan ginekomastia pada pria, serta disfungsi seksual pada pria dan wanita,
hipotensi postural (ortostatik), interval QT memanjang, risiko terjadi fatal aritmia.
Efek samping yang ditimbulkan oleh pemakaian antipsikotik atipikal
seperti: gangguan pergerakan yang sedang, sedasi, hiperkolesterolemia,
peningkatan berat badan sedang sampai berat, hipotensi postural,
hiperprolaktinemia, kejang.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Agnes Maria Magdalena. Referat antipsikotik atipikal. (di akses 27
desember 2011) di Unduh dari URL:
http://www.scribd.com/doc/178899106/Referat-antipsikotik-atipikal 6
2. Kaplan & Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Jakarta : EGC. 2010.4
3. Tan Hoan Tjay, Kirana Raharja. Obat-obat Penting Khasiat, Pengunaan
Dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia. 2007.2
4. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Sriwijaya.
Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta : EGC.2009.3
5. Ika Ayu Paramita. Referat Efek Samping Antipsikotik (di Akses 26 juni
2010) di Unduh dari URL :
http://www.scribd.com/doc/145498802/REFERAT-ES-ANTIPSIKOTIK-
doc 7
6. Rusdi Maslim. Pengunaan Klinis Obat Psikotropika (Psychotropic
Medication). Ed 3. Jakarta.5
26
7. Arif Mansjoer dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius. Edisi ke III . 1990.1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis sampaikan kepada Dzat Maha Suci Allah SWT yang
telah memberikan Rahmatnya, diiringi sholawat dan salam pada junjungan alam
Rasulullah SAW sehongga penulis dapat menyelesaikan referat ini sebagai syarat
untuk kelengkapan dalam menjalani kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kesehatan
Jiwa di Rumah Sakit Jambi dengan judul AntiPsikotik menyeluruh.
Terima Kasih saya ucapkan kepada Dr. Victor Elizer, Sp. Kj selaku dokter
spesialis dan dosen yang telah meluangkan waktunya dalam membimbing penulis
meyelesaikanreferat ini selama menjalani kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu
Kesehatan Jambi di Rumah Sakit Jiwa Jambi.
Penulis menyadari bahwa referat ini pastinya banyak kekurangan, untuk
itu penulis mengharapkan aanya kritik dan saran terhadap tugas ini, agar menjadi
lebih baik sehingga dapat menjadikan masukan, dan menambah pengetahuan
terhadap kita semua.
27