bab ii a. kajian teori 1. pembelajaran ilmu...
TRANSCRIPT
12
BAB II
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
1.1 Definisi Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Mata pelajaran IPA di sekolah dasar merupakan salah satu program
pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan rasa ingin tahu,
sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan saling
mempengaruhi anta IPA, membuat keputusan yang berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari. Hal itu didukung dengan pendapat
Widodo (dalam Tursinawati, 2013) yang menyatakan bahwa
pembelajaran sains yang hanya membelajarkan fakta, konsep, prinsip,
hukum, dan teori sesungguhnya belum membelajarkan sains secara
utuh. Dalam membelajarkan sains guru hendaknya juga melatih
keterampilan siswa untuk berproses (keterampilan proses) dan juga
menanamkan sikap ilmiah, misalnya rasa ingin tahu, jujur, bekerja
keras, pantang menyerah, dan terbuka.
Di dalam Standar Kompetensi BNSP (dalam Farida, 2016)
disebutkan bahwa Ilmu Pengetahuan Awal (IPA) berhubungan dengan
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tapi juga merupakan suatu
proses penemuan. Oleh karena itu pembelajaran IPA ditekankan pada
pembelajaran yang beriorientasi pada lingkungan.
13
1.2 Definisi Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah
Dasar
Pembelajaran IPA di sekolah dasar memberikan peranan penting
dalam pembelajaran IPA di jenjang-jenjang beikutnya sebab
pengetahuan awal siswa sangat erpengaruh pada minat dan
kecenderungan siswa untuk belajar IPA (Wayan, 2016:826)
Ilmu pengetahuan Alam merupakan salah satu ata pelajaran pokok
dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang
sekolah dasar. Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang
dianggap sulit oleh sebagian besar peserta didik. Mulai dari jenjang
sekolah dasar sampai sekolah menengah. Salah satu masalah yang
dihadapi di dunia pendidikan saat ini adalah masalah lemahnya proses
pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan pada guru di skeolah.
Kondisi ini juga menimpa pada pembelajaran IPA di sekolah dasar.
Memperlihatkan bahwa selama ini proses pembelajaran sains di
sekolah dasar masih banyak yang dilaksanakan secara konvensioal.
Para guru belum sepenuhnya melaksanakan pembelajaran secara aktif
dan kreatif dalam melibatkan siswa seta menggunakan berbagai
strategi pembelajaran yang bervariasi.
Padahal untuk anak jenjang sekolah dasar, menurut Marjono (dalam
Susanto, 2013:167) hal yang harus diutamakan adalah bagaimaa
mengembangkan rasa ingin tahu dan daya berpikir kritis mereka
tehadap suatu masalah. Hakikat pembelajaran sains yang didefiniskan
sebagai ilmu tetang alam dalam bahsa Indonesia disebut dengan ilmu
14
pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu:
ilmu pengetahuan alam sebegai produk, proses dan sikap. Dari ketiga
komponen itu menurut Sutrisno (dalam Susanto 2013: 167)
menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur dan IPA sebagai
teknologi. Akan tetapi, penambahan ini bersifat pengembangan dari
ketiga komponen diatas, yaitu pengembangan prosedur dari proses,
sedangkan teknologi dari aplikasi konsep dan prinssip-prinsip IPA
sebagai produk.
Sikap dalam pembelajaran IPA yang dimaksud ialah sikap ilmiah.
Jadi, dengan pembelajaran IPA di sekolah dasar diharapkan dapat
menumbuhkan sikap ilmiah seperti seorang ilmuwan. Adapun jenis-
jenis sikap yang dimaksud , yaitu : sikap ingin tahu, percaya diri, jujur,
tidak tergesa-gesa, dan objektif terhadap fakta.
Sikap ilmiah itu dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan siswa
dalam pembelajaran IPA pada saat melakukan diskusi, percobaan,
simulasi, dan kegiatan proyek dilapangan. Pengemangan sikap ilmiah
disekolah memiliki kesesuaian dengan tingkat perkembangan
kognitifnya. Menurut Piaget (dalam Susanto, 2013: 170) menjelaskan
bahwa anak usia sekolah dasar yang berkisar antara 6 atau 7 tahun
sampai 11 atau 12 tahun masuk dalam fase operasional konkret. Yaitu
fase yang menunjukan adanya sikap keingintahuannya yang tinggi
untuk mengenali lingkungannya. Dalam kaitannya dengan tujuan sains,
maka pada anak sekolah dasar siswa harus diberikan pengalaman serta
kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bersikap
15
terhadap alam, sehingga dapat mengatahui rahasia-rahasia dan gejala-
gejala alam.
Dari uraian hakikat IPA di atas, dapat dipahami bahwa pembelajaran
sains merupakan kegiatan pembelajaran yang berdasarkan pada prinsi-
prinsip, proses yang mana dapat menumbuhkan sikap-sikap ilmiah
siswa terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena itu, pembelajaran IPA
di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan bukan
hafalan terhadap kumpula konsep IPA. Dengan kegiatan-kegiatan
tersebut pembelajaran IPA dapat memberikan pengalaman langsung
melalui kegiatan pengamatan, diskusi dan penyelidikan sederhana.
Pembelajaran yang demikian dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa.
1.3 Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar :
Menurut Susanto (2013:171) pembelajaran sains di sekolah dasar
dikenal dengan pebelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA). Konsep IPA
di sekolah dasar merupakan sebuah konsep yang karena masih belum
terpisah sendiri-sendiri seperti mata pelajaran fisika, kimia, dan biologi.
Adapun tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar dalam Badan
nasional Standar Pendidikan (BSNP, 2006), dimaksudkan untuk :
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaanya, keindahan, dan keteraturan alam
ciptaan-Nya.
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
16
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
d. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan maslah, dan membuat keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan ketrampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.
1.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas IV Sekolah
Dasar
Penelitian ini berfokus pada materi pertumbuhan tumbuhan
meliputi standar kompetensi (SK) Makhluk hidup dan proses
kehidupan mengenal bagian-bagian utama tubuh tumbuhan dan
hewan, pertumbuhan hewan dan tumbuhan serta berbagai tempat
hidup makhluk hidup dengan Kompetensi Dasar (KD) mengenal
bagian bagian utama hewan dan tumbuhan di sekitar rumah dan
sekolah melalui pengamatan dan mengidentifikasi perubahan yang
terjadi pada pertumbuhan hewan (dalam ukuran) dan tumbuhan (dari
biji menjadi tanaman).
17
Tabel 2.1 Materi Pertumbuhan Tumbuhan
No Gambar Narasi
1
(materiipasd.wordpress/senang belajar
IPA)
Tumbuhan kelapa
besar
2
(materiipasd.wordpress/senang belajar
IPA)
Proses pertumbuhan
tunas kelapa
3
(materiipasd.wordpress/senang belajar
IPA)
Perkecambahan biji
kacang
4
(materiipasd.wordpress/senang belajar
IPA)
Pertumbuhan setelah
perkecambahan
18
5
(materiipasd.wordpress/senang belajar
IPA)
Batang kacang yang
semakin tinggi dan biji
kacang yang semakin
mengecil.
Tumbuhan merupakan makhluk hidup yang juga mengalami
pertumbuhan sama halnya dengan manusia. Tumbuhan membutuhkan
air, sinar matahari dan jupa kondisi tanah yang subuh untuk dapat
mengalami pertumbuhan yang baik. Tumbuhan kacang merah tumbuh
bukan hanya karena adanya air. Akan tetapi makanan dari biji. Jika biji
kacang telah habis tanaman yang tumbuh sudah memiliki daun. Melaui
daun itu tanaman bisa membuat makanan sendiri. Daun berfungsi untuk
membuat makanan sedangkan akar berfungsi untuk menyerap air dan
bahan-bahan lainya yang berguna untuk tumbuh yang beasal dari tanah.
Oleh karena itu meskipun bijinya telah habis, tumbuhan akan tetap
hidup karena menggunakan akar untuk menyerap air dan bahan-bahan
lainnya dari tanah. Sama halnya dengan tumbuhan yang lain, semua
tumbuhan akan mengalami pertumbuhan misalnya semakin lebar
daunnya, semakin besar akar dan juga batangnya.
19
Tabel 2.2 Pertumbuhan Hewan
No Gambar Keterangan
1
(materiipasd.wordpress/senang belajar IPA)
Pertumbuhan kucing dari kecil
sampai dewasa
2
(materiipasd.wordpress/senang belajar IPA)
Pertumbuhanan ayam dari
menetas sampai menjadi induk
ayam
3
(materiipasd.wordpress/senang belajar IPA)
Pertumbuhan kambing
4
(materiipasd.wordpress/senang belajar IPA)
Pertumbuhan kanguru
5
(materiipasd.wordpress/senang belajar IPA)
Pertumbuhan ikan
Selain tumbuhan hewan juga mengalami pertumbuhan, hewan
juga memerlukan makan dan minum untuk mengalami pertumbuhan.
20
Kucing adalah hewan yang melahirkan anaknya. Tubuh anak kucing
mula-mula kecil. Tubuhnya semakin lama semakin besar. Rambutnya
yang tipis bertambah tebal. Anak kucing tumbuh menjadi kucing
remaja. Kucing remaja tumbuh menjadi kucing dewasa. Kucing betina
dapat beranak. Anak kucing menyusu pada induknya.
Ayam merupakan hewan yang berkembang biak dengan
bertelur. Ayam betina dapat menghasilkan 1 telur setiap hari. Telur yang
dapat dihasilkan berkisar 7 hingga 12 telur. Setelah masa bertelur, ayam
akan mengerami telurnya. Ayam mengerami telurnya selama 21 hari.
Telur ayam menetas menjadi anak ayam. Anak ayam masih memiliki
ukuran tubuh yang kecil. Bulu-bulu di tubuhnya masih halus. Anak
ayam belum memiliki ekor. Di bagian kepalanya belum tumbuh jengger.
Gerakannya lambat suaranya kecil saat menciap. Anak ayam tersebut
makan dan minum setiap hari.
2. Media Pembelajaran
2.1 Definisi Media Pembelajaran
Menurut Sanjaya (dalam Haryono, 2014:47) menyatakan bahwa media
pembelajaran meliputi perangkat keras yang dapat mengabtarkan pesan dan
perangkat lunak yang dapat mengantarkan pesan, yang berarti media
pembelajaran merupakan berbagai alat dan bahan yang bisa digunakan untuk
membantu dalam penyampaian materi pembelajaran. Sedangkan menurut
Assiciation Educational Communication and Technology (AECT) (dalam
Umar, 2013: 129) menyatakan bahwa media pembelajaran dalam bentuk
cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat.
21
2.2 Manfaat dan Fungsi Media Pembelajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar media merupakan kebutuhan utama
untuk memberikan informasi dari guru terhadap siswa. Secara umum media
memiliki beberapa fungsi, menurut Haryono (2014:49) fungsi media antara
lain sebagai berikut :
a. Mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para siswa.
Pengalaman setiap siswa berbeda, tergantung dari faktor yang
menentukan kekayaan pengalaman anak seperti ketersediaan buku,
kesempatan berwisata, dan sebagainya.
b. Memperoleh gambaran jelas tentang benda-benda yang sulit diamati
secara langsung, dikarenakan:
1) Objek terlalu besar;
2) Objek terlalu kecil;
3) Objek bergerak terlalu lambat;
4) Objek bergerak terlalu cepat;
5) Objek terlalu kompleks;
6) Objek yang bunyinya terlalu halus;
7) Objek yang terlalu jauh tempatnya;
8) Objek berbahaya
c. Memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan
lingkungannya.
d. Menghasilkan keseragaman pengamatan.
e. Menanamkan konsep dasar yang benar, konkret, dan realistis.
f. Membangkitkan keinginan dan minat baru.
22
g. Membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
h. Memberikan pengalaman yang menyeluruh dari yang konkret
sampai abstrak.
i. Memudahkan siswa untuk membandingkan, mengamati dan
mendeskripsikan suatu benda.
Sedangkan menurut Umar (2013: 132) menyebutkan
pernanan media dala pembelajaran antara lain sebagai berikut :
a. Memperjelas penyajian pesan dan informai sehingga dapat
memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
b. Meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat
menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang leih langsung antara
siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar
sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
c. Mengatasi keterbatasan ruang, inderaa, dan waktu;
1) Objek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan langsung
diruang kelas dapat diganti dengan gambar, foto, slide, realita,
film, radio, atau model;
2) Objek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh
indera dapat disajikan dengan bantuan mikroskop, fil, slide, atau
gambar;
3) Kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi seklai
dalam puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video,
fil, foto, slide disamping secara verbal.
23
4) Objek atau proses yang rumit seperti peredaran darah dapat
ditampilkan secara konkret melalui film, gambar, slide, atau
simulasi komputer;
5) Kejadian atau percoban yang dapat memahayakan dapat
disimulasikan dengan media seperti computer, film, dan video;
6) Peristiwa alam seperti terjadinya letusan gunung berapi atau
proses yang dalam kenyataan memakan waktu lama seperti
proses kepompong menjadi kupu-kupu dapat disajikan dengan
teknik-teknik rekaman seperti time-lapse untuk film, video,
slide, atau simulasi computer
d. Memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang
peristwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan
terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan
lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-
kunjungan ke museum atau ke kebun binatang.
2.3 Definisi Media Benda Konkrit
Menurut Ibrahim dan Nana Syaodih (dalam Erowati, 2015:290)
mengungkapkan bahwa media benda konkrit adalah objek yang
sesungguhnya akan memberikan rangsangan yang amat penting bagi siswa
dalam memperlajari berbagai hal, terutama yang menyangkut pengembangan
ketrampilan tertentu, sedangkan Subari (dalam Erowati, 2015:290) juga
mengungkapkan bahwa media benda konkrit juga diartikan sebagai alat
peraga atau alat yang digunakan oleh pengajar untuk mewujudkan atau
24
mendemonstrasikan bahan pengajaran guna memberikan pengertian atau
gambaran ang sangat jelas tentang pelajaran yang diberikan.
Daryanto (dalam Supriyono, 2013:2) berpendapat bahwa
mengembangkan media asli akan difungsikan sebagai media pembelajaran
dapat dibawa langsung ke kelas, atau siswa sekelas diarahkan langsung ke
dunia sesungguhnya dimana benda asli itu berada.
Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa media benda konkrit
merupakan salah satu media yang mudah dalam penggunaan dan
pemanfaatannya tanpa harus memiliki keahlian khusus. Dalam penggunaan
media benda konkrit seorang guru bisa menggunakan alam sekitar dan juga
lingkungan sekolah siswa sebagai media pembelajaran, namun juga harus
mempertimbangkan kemanan siswa.
3.1 Karakteristik Siswa Sekolah dasar
Dalam pemilihan dan penggunaan media pembelajaran tentu
haruslah mempertimbangkan karakteristik yang dimiliki oleh siswa. Hal ini
dikarenakan apabila seorang guru menggunakan media yang kurang tepat
dan tidak sesuai dengan karakteristik siswa maka akan berpengaruh
terhadap daya tangkap siswa terhadap materi. Karakteristik siswa sekolah
dasar yag harus diperhatikan dalam memilih media menurut Piaget (dalam
Desstya, 2015:71) menyatakan bahwa siswa SD berada dalam tahap
perkembangan operasioal konkret. Anak-anak berpikir atas dasar
pengalaman nyata/konkret., belum dapat berpikir seperti membayangkan
bagaimana proses fotosintesis tau proses osmosis terjadi.
25
Selanjutnya menurut Madji (dalam Prastowo, 2014:6) berpendapat
bahawa tingkatan perkembangan intelektual peseta didik SD/MI berada
pada tahap operasional konkret (7-11 tahun) yang ditandai oleh kemampuan
berpikir konkrit dan mendalam, mampu mengklasifikasikan dan mengontrol
persepsisnya, pada tah ini kemampuan berpikir siswa sudah mantap, akan
tetapi kemampuan skema asimilasinya sudah lebih tinggi dalam
melakkukan suatu koordiasi yang konsisten antar skema
4.1. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Suprijono (dalam Widodo, 2013) mengemukakan bahwa
hasil belajar adalah pola perbuatan,nilai-nilai peengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan. Selanjutnya Sudijono (dalam
Sutrisno, 2016) mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan sebuah
tindakan evaluasi yang dapat mengungkap aspek proses berfikir
(cognitive domain) juga dapat mengungkap aspek kejiwaan lainnya, yaitu
aspek nilai atau sikap (affective domain) dan aspek keterampilan
(psychomotor domain) yang melekat pada diri setiap individu peserta
didik.
Selanjutnya Supratiknya (dalam Widodo, 2012) juga
mengemukakan bahwa hasil belajar yang menjadi objek penilaian kelas
berupa kemampuan-kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah
mereka mengikuti proses belajar-mengajar tentang mata pelajaran
tertentu. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan dan ketrampilan baru, perubahan sikap dn tingkah laku yang
dimiliki oleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar.
26
3.2 Macam-macam hasil belajar
a. Macam-macam Hasil Belajar
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik
tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi
hasil belajar dari Bloom (dalam Sudjana, 2013:22) membagi hasil belajar
ke dalam 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotor.
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari 6 aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Masih menurut Bloom (dalam Sudjana,
2013:22-28), tipe-tipe hasil belajar ranah kognitif adalah sebagai berikut:
a)Pengetahuan, tipe hasil belajar pengetahuan adalah tipe hasil
belajar dengan mengingat, seperti definisi-definisi, rumus, nama-nama
kota, nama-nama tokoh,dll. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk
kognitif tingkat rendah. Akan tetapi tipe ini menjadi prasarat untuk
pemahaman. b)Pemahaman, tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari
pengetahuan adalah pemahaman. Hafal adalah prasarat bagi pemahaman.
Pemahaman dibedakan menjadi 3 kategori, yakni: Tingkat terendah adalah
pemahaman terjemahan, dimulai dari terjemahan arti yang sebenarnya,
misalnya dari bahasa inggris ke dalam bahasa Indonesia. Tingkat kedua
adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan kejadian dahulu
dengan yang diketahui berikutnya. c) Aplikasi, tipe hasil belajar aplikasi
adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkrit atau situasi khusus.
27
Abstraksi tersebut bisa berupa teori maupun ide-ide. d) Analisis, tipe
belajar analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur
atau bagian sehingga susunannya menjadi jelas. Dengan analisis
diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif untuk
memahami beberapa hal. e) Sintesis, berfikir berdasarkan pengetahuan
hafalan, berfikir pemahaman, berfikir aplikasi, dan berfikir analisis
dipandang sebagai befikir konvergen (berpusat). Dalam berfikir
konvergen, pemecahan masalah sudah diketahui berdasarkan yang sudah
dikenalnya. Sedangkan sisntesis adalah berfikir secara devergen
(menyebar/luas). Dalam berfikir devergen pemecahan masalah belum
dapat dipastikan, sehingga hal ini menjadikan orang lebih kreatif dalam
pemecahan masalah. f) Evaluasi, tipe belajar evaluasi adalah pemberian
keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan,
gagasan, cara bekerja, pemecahan, dll. Dilihat dari beberapa segi tersebut,
maka evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu.
2) Ranah Afektif
Menurut Bloom (dalam Sudjana, 2013:29-30),Ranah afektif berkenaan
dengan sikap dan nilai. Hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam
berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin,
motivasi belajar, menghargai guru, dan hubungan sosialnya.
Beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar menurut
Bloom, yakni: a) Reciving/attending adalah semacam kepekaan dalam
menerima rangsangan dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk
masalah. b) Responding atau jawaban adalah reaksi yang diberikan oleh
28
seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar. Hal ini mencakup
ketepatan reaksi dalam menjawab stimulus yang datang dari luar kepada
dirinya. c) Valuing atau penilaian, yakni berkenaan dengan nilai atau
kepercayaan terhadap gejala atau stimulus. d) Organisasi, yakni
pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem organisasi. Yang termasuk
organisasi salah satunya ialah konsep tentang nilai. e) Karakteristik nilai
atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya.
3) Ranah Psikomotor
Menurut Bloom, hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk
ketrampilan dan kemampuan bertindak individu (Sudjana, 2013:30-31).
Ada 6 tingkatan ketrampilan, yakni: a) Gerakan refleks (ketrampilan pada
gerakan yang tidak sadar). b) Ketrampilan pada gerakan-gerakan dasar. c)
Kemampuan perceptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif,
motoris,dll. d) Kemmapuan di bidang fisik, misalnya bkekuatan,
keharmonisan, dan ketepatan. e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari
ketrampilan sedehana sampai pada ketrampilan yag kompleks. f)
Kemampuan yag berkenaan dengan komunikasi.
b. Faktor-Fator Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut pendapat Wasliman (dalam Susanto, 2013), hasil belajar yang
dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai factor
yang memengaruhi, baik faktir internal maupun factor eksternal. Menurut
29
Wasliman, factor eksternal dan internal tersebut adalah sebagai berikut: 1)
Faktor internal: faktor internal merupakan factor yang bersumber dari dalam
diri peserta didik, yang memengaruhi kemampuan belajarnya. Factor
internal ini meliputi: keceedasan, minat, kebiasaan belajar, serta kondisi
fisik dan ketekunan. 2) Faktor eksternal: faktor yang berasal dari luar diri
peserta didik yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan
masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri,
serta perhatian yag kurang dari orangtua berpengaruh terhadap hasil belajar
peserta didik.
Selanjutnya, dikemukakan oleh Wasliman (dalam Susanto, 2013)
bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil
belajar. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran
di sekolah, maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa.
30
B. Kajian Penelitian Yang Relevan
Tabel 2.3 Kajian Peneliian Yang Relevan
NO JUDUL PERSAMAAN PERBEDAAN
1. Pengaruh penggunaan
media benda konkrit
terhadap hasil belajar
siswa kelas IV di SDN
Sumberejo 01 (Maria Tri
Erowati 2015)
Persamaan penelitian terdahulu
dengan penelitian yang penliti
lakukan adalah sama-sama
menggunakan media benda
konkrit
Perbedaan penelitian
terdahulu dengan
penelitian yang peneliti
lakukan perbadaan
pada subjek penelitian
yaitu peneliti terdahuu
mengambil subjek
siswa kelas IV sekolah
dasar sedangkan
penelitian yang saya
lakukan mengambbil
subjek kelas II sekolah
dasar , selain itu pada
peelitian terdahulu
menggunakan
penelitian asosiatif
sedangkan penelitian
yang saya
lakukanadalah
penelitian tindakan
kelas.
2. Penggunaan media
konkret untuk
meningkatkan hasil
belajar pada tema
hiburan siswa kelas 2
SD Nurul Islam
Mojokerto (Putri
Anditasari, Supriyanto
2014)
Persamaan penelitian terdahulu
dengan penelitian yang penliti
lakukan adalah sama-sama
menggunakan media benda
konkrit untuk meningkatkan hasil
belajar
Perbedaan penelitian
terdahulu dengan
penelitian yang peneliti
lakukan adalah pada
materi pembelajaran
pada penelitian
terdahulu mengambil
materi pada tema
hiburan, sedangkan
penelitian yang saya
lakukan adalah
mengambil materi
pertumbuhan
tumbuhan dan hewan,
selain itu perbedaanya
antara lain perbedaan
waktu dan juga lokasi
penelitian.
31
C. Kerangka Pikir
Kondisi Lapang : Hasil
belajar IPA siswa kelas II
SDN Tegalgondo masih
rendah, yakni masih 44%
siswa yang mampu
mencapai nilai diatas KKM
Sesuai dengan Kriteria
ketuntasan klasikal yang
ditentukan sekolah yaitu
pembelajaran dikatakan
berhasil apabila minimal
75% siswa mampu
mencapai nilai diatas KKM
Kesenjangan Kondisi
Pembelajaran masih belum behasil karena berdasarkan
Ketuntasan Klasikal dari sekolah dalam kegiatan
pembelajaran minimal 75% , sedangkan pada siswa
kelas II hanya 44% siswa yang mampu mencapai nilai
diatas KKM siswa harus mencapai nilai diatas KKM
Solusi
Penggunaan media benda konkrit
untuk membantu siswa terlibat
langsung dalam kegiatan
pembelajaran, melalui kegiatan
pengamatan dan melatih siswa
untuk menemukan jawabannya
sendiri
Hasil
Hasil belajar siswa meningkat
dari 44% siswa mencapai nilai
diatas KKM pada siklus I
meningkat menjadi 68% dan
pada siklus II meningkat
menjadi 84% siswa yang mampu
mencapai nilai diatas KKM
Kondisi Lapang Kondisi Ideal
Penyebab
Siswa kurang aktif dalam kegiatan
pembelajara karena pembelajaran
masih berpusat pada guru.