bab i1we

18
BAB I PENDAHULUAN Limpa adalah organ pertahanan utama ketika tubuh terinvasi oleh bakteri melalui darah dan tubuh belum atau sedikit memiliki anti bodi. Kemampuan ini akibat adanya mikrosirkulasi yang unik pada limpa. Sirkulasi ini memungkinkan aliran yang lambat sehingga limpa punya waktu untuk memfagosit bakteri, sekalipun opsonisasinya buruk. Antigen partikulat dibersihkan dengan cara yang mirip oleh efek filter ini dan antigen ini merangsang respon anti bodi lg M di centrum germinale. Sel darah merah juga dieliminasi dengan cara yang sama saat melewati limpa. 1 Pada usia 5-8 bulan, limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah dan sel darah putih. Fungsi ini akan hilang pada masa dewasa. Namun limpa mempunyai peran penting dalam memproduksi sel darah merah jika hematopoiesis dalam sumsum tulang mengalami gangguan seperti pada gangguan hematologi. 1 Hipersplenisme merupakan kelainan pada limpa, yang mana lebih difokuskan pada keadaan kerja limpa yang berlebihan dan dapat menyebabkan penyakit. Hipersplenisme merupakan suatu keadaan dimana terjadi anemia, leukopenia, trombositopenia atau kombinasinya (pansitopenia), normal atau hiperseluler sumsum tulang belakang, pembesaran limpa, dan biasanya klinis membaik dengan pengangkatan limpa. 2

Upload: ephynow-nonot-enno

Post on 15-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

adA

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I1we

BAB I

PENDAHULUAN

Limpa adalah organ pertahanan utama ketika tubuh terinvasi oleh bakteri melalui darah dan

tubuh belum atau sedikit memiliki anti bodi. Kemampuan ini akibat adanya mikrosirkulasi yang

unik pada limpa.  Sirkulasi ini memungkinkan aliran yang lambat sehingga limpa punya waktu

untuk memfagosit bakteri, sekalipun opsonisasinya buruk. Antigen partikulat dibersihkan dengan

cara yang mirip oleh efek filter ini dan antigen ini merangsang respon anti bodi lg M di centrum

germinale. Sel darah merah juga dieliminasi dengan cara yang sama saat melewati limpa.1

Pada usia 5-8 bulan, limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah dan sel

darah putih. Fungsi ini akan hilang pada masa dewasa. Namun limpa mempunyai peran penting

dalam memproduksi sel darah merah jika hematopoiesis dalam sumsum tulang mengalami

gangguan seperti pada gangguan hematologi.1

Hipersplenisme merupakan kelainan pada limpa, yang mana lebih difokuskan pada keadaan

kerja limpa yang berlebihan dan dapat menyebabkan penyakit. Hipersplenisme merupakan suatu

keadaan dimana terjadi anemia, leukopenia, trombositopenia atau kombinasinya (pansitopenia),

normal atau hiperseluler sumsum tulang belakang, pembesaran limpa, dan biasanya klinis

membaik dengan pengangkatan limpa.2

Hipersplenisme dapat terjadi primer atau sekunder. Primer biasanya tidak diketahui

penyebabnya sedangkan sekunder dapat disebabkan oleh penyakit infeksi atau parasit, leukemia

dan limfosarkoma.2

Page 2: BAB I1we

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan fisiologi

a. Anatomi3

Limpa merupakan organ limpoid terbesar pada tubuh manusia. Limpa merupakan organ RES

(Reticuloendothelial system) yang terletak di cavum abdomen pada region hipokondrium

sinistra. Lien terletak sepanjang costa IX, X dan XI sinistra dan ekstremitas inferiornya

berjalan ke depan sejauh linea aksilaris media. Limpa juga merupakan organ intraperitoneal.

Morfologi limpa

Limpa memiliki 2 facies, facies

diaphragmatica yang berbentuk

konvenks dan facies visceralis yang

berbentuk konkav. Facies

diaphragmatica limpa berhadapan

dengan diaphragm dan costa IX-XI

sinistra. Sedangkan facies visceralis

memiliki 3 facies, yaitu facies renalis

yang berhadapan dengan ren sinistra,

facies gastric yang berhadapan dengan

gaster, dan facies colica yang

berahadapan dengan flexura coli

sinistra. Ketiga facies ini bertemu pada

hilus renalis, dimana merupakan

tempat keluar dan masuknya dari saraf

n. lienalis. Pada hilus lienalis, juga merupakan tempat menggantunya cauda pancreas.

Lien memiliki 2 margo, yaitu margo anterior dan posterior. Selain itu, lien juga memiliki

2 ekstremitas, yaitu ekstremitas superor dan inferior.

Pengantung limpa

Ligamentum gastrolienalis yang membentang dari hilus lienalis sampai curvature mayor

gaster, dan ligamentum lienorenalis.

Page 3: BAB I1we

Vaskularisasi limpa

Limpa divaskularisasi oleh a. lienalis yang

merupakan cabang dari truncus

coeliacus/triple hallery bersama a. hepatica

communis dan a. gastric sinistra. Triple

hallery merupakan cabang dari aora

abdominalis yang dicabangkan setinggi

vertebrae thoracal XII – vertebrae lumbal I.

Sedangkan v. lienalis meninggalkan hilus lienalis berjalan ke posterior dari cauda dan

corpus pancreas untuk bermuara ke v.portae hepatis bersama dengan v. mesenterica

superior dan v. mesenterica inferior.

Innevasi limpa.

Limpa diinnervasi oleh persarafan simpatik n. sympaticus segmen thoracal VI – X dan

persarafan parasimpatisnya oleh n. vagus.

b. Fisiologi Limpa 3,4,5

Limpa adalah organ pertahanan utama ketika tubuh terinvasi oleh bakteri melalui darah

dan tubuh belum atau sedikit memiliki anti bodi. Kemampuan ini akibat adanya

mikrosirkulasi yang unik pada limpa.  Sirkulasi ini memungkinkan aliran yang lambat

sehingga limpa punya waktu untuk memfagosit bakteri, sekalipun opsonisasinya buruk.

Antigen partikulat dibersihkan dengan cara yang mirip oleh efek filter ini Dan antigen ini

merangsang respon anti bodi lg M di centrum germinale. Sel darah merah juga dieliminasi

dengan cara yang sama saat melewati limpa.

Pada usia 5-8 bulan, limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah dan

sel darah putih. Fungsi ini akan hilang pada masa dewasa. Namun limpa mempunyai peran

penting dalam memproduksi sel darah merah jika hematopoiesis dalam sumsum tulang

mengalami gangguan seperti pada gangguan hematologi. Secara umum fungsi limpa di bagi

menjadi 2 yaitu:

1) Fungsi Filtrasi (Fagositosis)

Lien berfungsi untuk membuang sel darah merah yang sudah tua atau sel darah merah

yang rusak misalnya sel darah merah yang mengalami gangguan morfologi seperti pada

Page 4: BAB I1we

spherosit dan sicled cells, serta membuang bakteri yang terdapat dalam sirkulasi. Setiap

hari limpa akan membuang sekitar 20 ml sel darah merah yang sudah tua.selain itu sel-sel

yang sudah terikat pada Ig G pada permukaan akan di buang oleh monosit. Limpa juga

akan membuang sel darah putih yang abnormal, platelet, dan sel-sel debris.

2) Fungsi Imunologi

Limpa termasuk dalam bagian dari sistem limfiod perifer mengandung limfosit T matur

dan limfosit B. Limfosit T bertanggung jawab terhadap respon cell mediated immune

(imun seluler) dan limfosit B bertanggung jawab terhadap respon humoral.

Fungsi imunologi dari limpa dapat di singkat sebagai berikut:

Produksi Opsonin

Limpa menghasilkan tufsin dan properdin. Tufsin mempromosikan Fagositosis.

Properdin menginisiasi pengaktifan komplemen untuk destruksi bakteri dan benda

asing yang terperangkap dalam limpa. Limpa adalah organ lini kedua dalam sistem

pertahanan tubuh jika sistem kekebalam tubuh yang terdapat dalam hati tidak mampu

membuang bakteri dalam sirkulasi.

Sintesis Antibodi

Immunoglobulin M (Ig M) diproduksi oleh pulpa putih yang berespon terhadap

antigen yang terlarut dalam sirkulasi

Proteksi terhadap infeksi

Splenektomi akan menyebabkan banyak pasien yang terpapar infeksi, seperti

fulminan sepsis. Mengenai bagaimana mekanismenya sampai saat ini belum diketahui

sepenuhnya.

Tempat Penyimpanan

Pada dewasa normal sekitar sepertiga (30 % ) dari pletelet akan tersimpan dalam

limpa.

2. Defenisi5,6

Hiperplenisme merupakan suatu keadaan patologik faal limpa yang mengakibatkan

kerusakan dan gangguan pada sel darah. Gambaran kliniknya terdiri dari, pansitopenia

(menurunnya sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit), dan hiperplasia (meningkatnya

jumlah sel sehingga murubah ukuran dari organ, contohnya pembesaran dari epithelium sel

Page 5: BAB I1we

mamae) kompensasi sumsum merah. Pansitopenia dapat terdiri dari anemia, leukopenia, dan

trombositopenia; sendiri-sendiri atau gabungan ketiga unsur tersebut.

Tampilan klinik Hipersplenisme yang merupakan akibat pansitopenia seperti keluhan dan

gejala anemia, supresi imonologik, dan diatesis hemoragik, mungkin disertai dengan keluhan

atau gejala splenomegali.

Splenomegali adalah pembesaran organ limpa. Pada hipertensi porta, aliran darah

dialihkan ke limpa melalui vena splenik. Sebagian darah ekstra (sampai beberapa ratus

milliter pada orang dewasa) dapat disimpan di dalam limpa sehingga limpa membesar.

Karena darah yang tersimpan di limpa tidak dapat digunakan oleh sirkulasi umum, maka

dapat terjadi anemia (penurunan sel darah merah), trombositopenia (penurunan trombosit),

dan leucopenia (penurunan sel darah putih).

Splenomegali juga ditemukan pada penyakit infeksi seperti demam tifoid atau

mononukleosis infeksiosa. Pembesaran limpa pada demam tifoid disebabkan oleh proliferasi

seluler dalam usaha membentuk anti bodi. Ini biasanya terjadi pada akhir minggu pertama,

pada tiga perempat kasus. Dalam pemeriksaan auskultasi biasanya terdengar suara gesekan di

atas limpa. Keadaan ini tidak memerlukan tindakan splenektomi. Abses limpa agak jarang

ditemukan. Malaria kronika (tertiana) sering disertai splenomegali. Parasit lain seperti

ekinokokusagak jarang menyebabkan splenomegali.

Hiperplenisme sekunder kronik biasanya disebabkan oleh tuberculosis, sifilis, bruselosis,

histoplasmosis, malaria, dan sistosomiasis. Pembesaran limpa akibat tuberculosis secara

primer sangat jarang terjadi. Tetapi jika ada pembesaran limpa, walaupun jarang, berarti telah

terjadi tuberkulosis milier.

3. Patofiiologi6,7

Pada hipersplenisme terjadi destruksi sel darah merah yang berlebihan. Sehingga usia sel

darah merah menjadi lebih pendek (normalnya lebih kurang 120 hari), terbentuk antibodi

yang menimbulkan reaksi antigen sehingga sel-sel rentan terhadap destruksi, dan terbentuk

faktor penghambat pertumbuhan sel darah yang mempengaruhi penglepasan sel darah dari

sumsum tulang. Kejadian ini bisa terjadi pada salah satu sel darah atau dapat terjadi

menyeluruh seperti pada pansplenisme.

Page 6: BAB I1we

Hipersplenisme merupakan keadaan patologi faal limpa yang mengakibatkan kerusakan

dan gangguan sel darah merah. Gambaran kliniknya terdiri dari trias splenomegali,

pansitopeni, dan hiperplasia kompensasi sumsum merah. Pembagian antara hipersplenisme

primer dan sekunder ternyata kurang tepat dan tidak lagi digunakan. Hipersplenisme primer

adalah hipersplenisme yang belum diketahui penyebabnya, pembesaran limpa akibat beban

kerja yang berlebih akibat sel abnormal yang melewati limpa yang normal. sedangkan

sekunder jika telah diketahui penyebabnya dimana limpa yang abnormal akan membuang sel

darah yang normal maupun yang abnormal secara berlebihan.

Kebanyakan splenektomi dilaksanakan setelah pasien didiagnosa dengan hypersplenisme.

Hypersplenisme bukanlah suatu penyakit spesifik hanyalah suatu sindrom, yang dapat

disebabkan oleh beberapa penyakit. Ditandai oleh perbesaran limpa (splenomegali), defek

dari sel darah, dan gangguan sistem turn over dari sel-sel darah.

Tabel hipersplenisme primer dan sekunder

Primer

a. Anemia hemolitik kongenital :

Sperositosis herediter

Eliptositosis herediter

Defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) dan piruvat kinase

Hemoglobinopati (Penyakit sel sabit)

Thalasemia mayor

b. Acquired anemia hemolitik

Purpura trombositopenik idiopatik

Purpura trombositopenik trombotik

Sekunder

a. Hipersplenisme primer

b. Obstruksi vena porta

c. Neoplasma

d. Penyakit gaucher

Page 7: BAB I1we

e. Metaplasia mieloid agnogenik

4. Penyakit – penyakit dengan kelainan hipersplenisme

A. Sperositosis herediter

Sferositosis herediter merupakan kelompok kelainan sel darah merah dengan gambaran

eritrosit bulat seperti donat dengan fragilitas osmotik yang meningkat. Sferositosis

herediter adalah suatu penyakit akibat defek membran sel darah merah sehingga sel

darah merah terperangkap dalam limpa secara berlebihan.6

Sferositosis merupakan jenis anemia hemolitik yang paling sering dijumpai di Eropa dengan

insidens 1 kasus per 5000 jiwa. Hingga saat ini belum tersedia data epidemiologi SH di

Indonesia. Rekam medis Poliklinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM belum mencatat

pasien dengan diagnosis SH. Lembaga Biologi Molekular Eijkman menemukan 12 pasien yang

terbukti SH sejak tahun 2002 sampai 2008. Gejala klinis SH dapat berupa anemia ringan sampai

berat disertai ikterus dan splenomegali.8,9

Etiologi dan Patofisiologi

Kelainan utama pada sferositosis herediter adalah terdapatnya defek pada protein

pembentuk membran

eritrosit, akibat defisiensi

spectrin, ankryn, dan atau

protein pita 3 atau protein

4,2. Hal ini menyebabkan

defek vertikal dan

kehilangan membran lemak

dan luas permukaan secara

progresif diikuti pembentukan mikroferosit. Akibat kelainan tersebut terjadi

peningkatan fragilitas osmotik eritrosit menyebabkan bentuk eritrosit yang bulat dan

hilangnya permukaan membran sehingga sel darah merah terperangkap dalam limpa

secara berlebihan.6,9

Gejala klinis6

Page 8: BAB I1we

Anemia dapat timbul pada usia berapapun dari bayi samapi tua.

Ikterus berfluktuasi dan sangat jelas bila anemia hemolitik disertai penyakit

gilbert (kelainan konjugasi bilirubin di hepar)

Pada eagian besar dapat terjadi splenomegali.

Batu pigmen empedu sering ditemukan

Krisis aplastik biasanya dicetuskan oleh infeksi parvovirus yang dapat

meningkatkan keparahan anemia.

Labolatorium6,9

Pada pemeriksaan mikroskopik, di dapatkan sel eritrosit kecil yang berbentuk bulat

dengan bagian sentral yang pucat. Hitung MCV biasanya normal/sedikit menurun.

MCHC meningkat xampai 350-400 g/dl. Untuk mengetahui secara kuantitatif

sferoiditas dilakukan pengukuran fragilitas osmotik eritrosit dengan menggunakan

cairan hipoosmotik.

Diagnosis6

Sferositosis herediter harus dibedakan dengan sel sferosit pada anemia hemolitik

autoimun dengan pemeriksaan uji Coombs.

Sferositosis juga terjadi pada reaksi hemolisis akibat splenomegali pada pasien

dengan sirosis hepatis, infeksi clostridium, bisa ular. Kelainan ini juga dapat terjadi

pada anemia hemolitik yang lain seperti pada pasien dengan defisiensi enzim G6PD.

Penatalaksanaan6,8,9

Page 9: BAB I1we

Splenektomi di anjurkan pada pasien dengan anemia hemolitik sedang dan berat.

Meskipun pasca splenektomi, anemia tetap terjadi, namun tidak berat. Splenektomi

diindikasikan pada semua pasien tersebut untuk menurunkan jumlah tangkapan sel

darah merah abnormal dan koreksi anemia. Saat operasi, penting untuk mencari

adanya limpa assesorius. Pengangkatan yang tidak adekuatakan memberikan

pemulihan yang tidak maksimal. Pada anemia hemolitik yang berat, perlu diberikan

preparat asam folat 1 mg/hari sebagai profilaksis.

.

B. Eliptositosis herediter

Eliptositosis herediter merupakan penyakit yang jarang terjadi, di mana sel darah merah

berbentuk oval atau elips.9 Insiden eliptositosis herediter ini diperkirakan 1:1000 sampai

1:4500 penduduk. Insiden sebenarnya tidak diketahui karena derajat keparahan secara

klinis bervariasi kadang tanpa gejala.6

Etiologi dan patofisiologi10

Defek membrane yang herediter ini menunjukan adanya defisiensi spektrin α dan β ,

serta adanya defek dari spktrein heterodimer self-associations yang menyebabkan

terjadinya fragmentasi dari eritrosit. Sebagian diantaranya mengalami mutasi pada

protein 4,1 dan glikoprotein C yang menyebabkan terjadinya eliptositosis.

Gejala Klinis10,

Gejala klinis bervariasi, dari tanpa gejala sampai anemia berat. Hemolisis yang terjadi

dipicu adanya infeksi, hipersplenisme, defisiensi vit B12 atau adanya KID.

Proses hemolitik pada bayi baru lahir memberikan gambaran klinik ikterik, dengan

gambaran darah tepi poikilositosis, kadang disertai anemia ringan dan splenomegali.

Laboratorium6,10

Pada pemeriksaan laboratorik didapatkan gambaran eritrosit bentuk elips menyerupai

puntung rokok. Dapat pula dijumpai eritrosit bentuk oval, spherosit, stomasit dan

fragmen.

Pengobatan6,10

Pengobatan jarang dibutuhkan pasien. Pada beberapa kasus yang jarang diperlukan

pemberian transfusi sel darah merah. Pada kasus yang berat, splenektomi merupakan

Page 10: BAB I1we

pengobatan paliatif mencegah kerusakan dan destruksi eritrosit yang berlebihan.

Pasien dengan hemolisis kronik perlu diberikan asam folat sebagai profilaksis.

C. Defisiensi G6PD

Defisiensi G6PD merupakan penyakit dengan gangguan herediter pada aktivitas

eritrosit, di mana terdapat kekurangan enzim glukosa-6-fosfat-dehidrogenase (G6PD).

Enzim G6PD ini berperan pada perlindungan eritrosit dari reaksi oksidatif, karena

krangnya enzim ini, eritrosit jadi lebih mudah mengalami hemolisis.6

Etiologi dan epidemiologi

Defisiensi enzim ini paling sering mengakibatkan hemolisis. Enzim ini dikode oleh

gen yang terletak dalam kromosom X sehingga defisiensi G6PD lebih sering

mengenai laki-laki. Pada perempuan biasanya carier dan asimtomatik. Diseluruh

dunia, terdapat lebih dari 400 varian G6PD. Berbagai varian ini terjadi karena adanya

perubahan substitusi basa berupa penggantian asam amino. Banyaknya varian ini

menimbulkan variasi manifestasi klinik lebar, mulai dari hanya anemia hemolitik

nonsferositik tanpa stres oksidan, anemia hemolitik yang hanya terjadi ketika

distimulasi oleh stres oksidan ringan, sampai pada abnormalitas yang tidak terdeteksi

secara klinis. G6PD normal disebut tipe B. Diantara varian G6PD yang bermakna

secara klinik adalah tipe A-. Tipe ini terutama ditemukan pada orang keturunan

Afrika. Tipe mediteranian relatif sering ditemukan diantara orang Mediteranian asli,

dan lebih berat dari varian A- karena dapat mengakibatkan anemia hemolitik

nonsferositik tanpa adanya stres o=ksidatif yang jelas.6,11

Manifestasi Klinis11

Aktivitas G6PD yang normal menurun sampai 50% pada waktu umur eritrosit

mencapai 120 hari. Pada tipe A- penurunan ini terjadi sedikit lebih cepat dan lebih

cepat lagi pada varian Mediteranian. Meskipun umur eritrosit pada varian A- lebih

pendek namun tidak menimbulkan anemia kecuali bila terpajan dengan infeksi virus

dan bakteri disamping obat-obatan atau toksin yang dapat berperan sebagai oksidan

yang mengakibatkan hemolisis. Obat-obatan atau zat yang dapat mempresipitasi

hemolisis pada pasien dengan defisiensi G6PD adalah asetanilid, fuzolidon

(furokson), isobutil nitrit, methilen blue, asam nalidiktat, naftalen, niridazol,

Page 11: BAB I1we

nitrofurantoin, fenazipiridin (piridium), primakuin, pamakuin, dapson, sulfasetamid,

sulfametoksazol, sulfspiridin, tiazolsulfon, toluidin blue, trinitrotoluen, urat oksidase,

vitamin K doksorubisin. Asidosis metabolik juga dapat mempresipitasi hemolisis

pada pasien defisiensi G6PD.

Hemolisis akut terjadi beberapa jam setelah terpajan dengan oksidan, diikuti

hemoglobinuria dan kolaps pembuluh darah perifer pada kasus yang berat. Hemolisis

biasanya self-limited karena yang mengalami destruksi hanya populasi eritrosit yang

tua saja. Pada tipe A- massa eritrosit menurun hanya 25-30%. Ketika hemolisis akut

hematokrit turun cepat diiringi oleh peningkatan hemoglobin dan bilirubin tak

terkonjugasi dan penurunan haptoglobin. Hemoglobin mengalami oksidasi dan

membentuk Heinz bodies yang tampak pada pewarnaan supravital dengan violet

kristal. Heinz bodies tampak pada hari pertama atau sampai pada badan inklusi ini

siap dikeluarkan oleh limpa sehingga membentuk ”bite cells”. Mungkin juga

ditemukan beberapa sferosit. Sebagian kecil pasien defisiensi G6PD ada yang sangat

sensitif dengan fava beans (buncis) dan dapat mengakibatkan krisis hemolisis

fulminan setelah terpajan.

Diagnosis11,12

Diagnosis defisiensi G6PD dipikirkan jika ada episode hemolisis akut pada laki-laki

keturunan Afrika atau Mediteranian. Pada anamnesis perlu ditanyakan tentang

kemungkinan terpajan dengan zat-zat oksidan, misalnya obat atau zat yang telah

disebutkan di atas. Pemeriksaan aktivitas enzim mungkin false negatif jika eritrosit

tua defisiensi G6PD telah lisis. Oleh karena itu pemeriksaan aktivitas enzim perlu

diulang dua sampai tiga bulan kemudian ketika ada sel-sel yang tua.

Penatalaksanaan11,12

Pada pasien dengan defisiensi G6PD tipe A-, hemolisis terjadi self-limited sehingga

tidak perlu terapi khusus kecuali terapi untuk infeksi yang mendasari dan hindari

obat-obatan atau zat yang mempresipitasi hemolisis serta mempertahankan aliran

ginjal yang adekuat karena adanya hemoglobinuria saat hemolisis akut. Pada

hemolisis berat yang bisa terjadi pada varian Mediteranian, mungkin perlu transfusi

darah.

Page 12: BAB I1we

Yang terpenting adalah pencegahan episode hemolisis dengan cara megobati infeksi

dengan segera dan memperhatikan resiko penggunaan obat-obatan, zat oksidan dan

fava beans. Khusus untuk orang Afrika dan Mediteranian sebaiknya

sebelumdiberikan zat oksidan harus dilakukan skrining untuk mengetahui ada

tidaknya defisiensi G6PD.

D. Thalasemia

Thalasemia berasal dari bahasa yunani, thalassa yang artinya laut, haema yang artinya

darah, sehingga diartikan sebagai kelompok kelainan genetic darah yang ditandai dengan

anemia akibat peningkatan penghancuran sel darah merah. Hemoglobin merupakan

komponen pembawa oksigen dari sel darah merah yang terdiri dari 2 protein yaitu α dan

β. Jika tubuh tidak menghasilkan salah satu dari 2 protein ini, maka sel darah merah

akan menjadi rusak dan tidak dapat membawa oksigen.13

Etiologi

Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam

pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk

menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya

1gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak

menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.6

safdasdf

E. Purpura trombositopenia idiopatik

F. Purpura trombositopenia trombotik

G. Hipersplenisme primer

H. Obstruksi vena porta

I. Penyakit gaucher

J. Metaplasia meiloid agnogenik